• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS METODE KETELADANAN GURU DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA SISWA DI KELAS VIII MTs. YAPIT MALAKAJI KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS METODE KETELADANAN GURU DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA SISWA DI KELAS VIII MTs. YAPIT MALAKAJI KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN GOWA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS METODE KETELADANAN GURU DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA SISWA DI KELAS

VIII MTs. YAPIT MALAKAJI KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN GOWA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh Nur Fadillah 105191111716

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 M/1442

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nur Fadillah-105191111716. Efektivitas Metode Keteladanan Guru dalam

Pembentukan Akhlak Mulia Siswa di Kelas VIII MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Dibimbing oleh Alwi Uddin dan Wahdaniyah.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai efektivitas metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak mulia siswa di kelas VIII MTs. YAPIT Malakaji.

Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (mixed methods) menggunakan model campuran (concurrent) dengan metode campuran berimbang (concurrent triangulation strategy). Objek penelitian ini adalah 70 orang guru dan siswa MTs. YAPIT Malakaji yang terdiri dari 24 orang guru dan siswa kelas VIII yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 46 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:1) Akhlak peserta didik di MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabepaten Gowa adalah akhlak mulia yaitu dalam hal mengucapkan salam, disiplin, tolong menolong, membuang sampah pada tempatnya, menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan sekolah dengan tidak terlibat dalam keonaran/keributan, tidak terlibat dalam masalah miras/obat-obat terlarang (narkoba), tidak merokok, dan tidak terlibat dalam masalah pergaulan bebas, serta mengikuti salat zuhur berjamaah dan pengajian rutin, dan berpakaian yang sopan (menutup aurat). 2) Penerapan metode keteladanan guru di MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabepaten Gowa diterapkan di lingkungan sekolah sebagai pusat pendidikan formal yang guru sebagai pendidiknya. Karena di lingkungan sekolah saja guru dapat dilihat secara langsung segala perilaku dan penampilannya sekaligus dicontoh atau diteladani oleh semua peserta didiknya terutama dalam melakukan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk. 3) Metode ketaladanan guru di MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabepaten Gowa sangat efektif dalam pembentukan akhlak mulia peserta didik, yakni perilaku yang ditampilkan guru tidak jauh berbeda dengan perilaku peserta didiknya, karena peserta didik belum terkontaminasi dengan pengaruh kemajuan teknologi dan informasi, serta masih menganggap dan mengakui gurunya sebagai sosok pribadi yang diidolakan dan patut diteladani.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, meskipun jauh dari kesempurnaan . kesempurnaan hanya milik-Nya sehingga penulis khilaf dan salah hanya milik penulis sebagai hamba-nya. Sholawat serta salam semoga tetap trrcurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., yang telah mengangkat derajat manusia dari zaman yang hina menuju zaman yang mulia dengan dengan tradisi berpendidikan serta berperadaban.

Penulis menyadari banyak hal yang menjadi kendala dalam penelitian ini, mulai dari hal intern, seperti penulis yang memiliki motivasi yang kadang tinggi kadang rendah, sampai kepada hal yang bersifat ekstern, seperti kesibukan penulis, keterbatasan dana dan lain-lainnya.

Namun hal itu semua tidak membuat penulis surut dalam menyelesaikannya, ini semua berkat bantuan dan doa dari berbagai pihak. Maka sewajarnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Teristimewa kedua orang tua tercinta, Ayahanda Syarifuddin, dan Ibunda Sunarti yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasihnya yang tak terhingga, menjadi kekuatan dalam setiap langkah kehiupan penulis, memberikan semangat, motivasi, dukungan, doa dan restunya kepada penulis.

(8)

2. Prof. Dr. H. Ambo Asse M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah berjuang melakukan revolusi Kampus Biru.

3. Drs H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I Dekan Fakultas Agama Islam

4. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam 5. Wakil Dekan Fakultas Agama Islam beserta jajarannya

6. Segenap Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta para staf yang telah membina serta berbagi ilmu kepada penulis.

7. Dr. H.M. Alwi Uddin, M.Ag. pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan serta bantuan selama penulisan skripsi ini.

8. Wahdaniyah, S.Pd.I.,M.Pd.I. pembimbing II yang telah dengan sabarnya membimbing sampai selesai skripsi ini.

9. Dra. Hj Aminah selaku Kepala Sekolah MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa beserta guru-guru dan staf yang telah bersedia menerima penulis untuk meneliti di MTs. YAPIT Malakaji. 10. Hardianti Rukmana yang selalu menemani saya dan memberikan motivasi

dan dukungan.

11. Sahabat saya Surahmi dan Auliah yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

12. Seluruh keluarga dan handai taulan yang tak hentinya memberi semangat kepada penulis.

(9)

13. Semua pihak yang terlibat yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang mebuat penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua agar kita selalu berada pada jalan yang benar. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya rabbal aalamiin.

Makassar, 27 Juni 2020 Penulis,

Nur Fadillah 105191111716

(10)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 8

A. Metode Keteladanan Guru ... 8

B. Aklak Muliah Peserta Didik ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Desain Penelitian ... 31

B. Lokasi dan Obyek Penelitian ... 32

(11)

xii

D. Fokus Penelitian ... 36

E. Deskripsi Fokus Penelitian ... 36

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 40

H. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN... ... 45

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

B. Penerapan Metode Keteladanan Guru di MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ... 52

C. Akhlak Peserta Didik di MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ... 64

D. Efektivitas Metode Keteladanan Guru dan Efektivitas dalam Pembentukan Akhlak Muliah di Kelas VIII MTs. YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ... 72

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1.1 Populasi Guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Gowa ... 33 1.2 Populasi Peserta Didik di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ... 34 1.3 Sampel Penelitian ... 36 1.4 Keadaan Guru MTs. YAPIT Makalaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ... 46 1.5 Tabel. Jumlah Peserta Didik Tahun Ajaran 2019/2020 ... 49 1.6 Keadaan Sarana dan Prasarana MTs. YAPIT Makalaji Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Gowa ... 50 1.7 Penerapan Metode Keteladanan Guru ... 52 1.8 Keadaan Keteladanan Guru melalui Observasi... 54 1.9 Pendapat Peserta Didik Tentang Penerapan Metode Keteladanan Guru 59 1.10 Pendapat Guru Tentang Keadaan Akhlak Peserta Didik ... 65 1.11 Pendapat Guru Tentang Keadaan Akhlak Peserta Didik ... 73 1.12 Pendapat Peserta Didik Tentang Metode Keteladanan Guru ... 74

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembentukan akhlak mulia siswa merupakan hal yang harus diperhatikan

oleh guru karena sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Demikian pula halnya dengan standar Nasional pendidikan, salah satu kelemahan sistem pendidikan nasional adalah kurangnya perhatian pada output.Berkaitan dengan sistem standarisasi pendidikan seperti yang tercantum dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Dalam PP tersebut dikemukakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia. Standar nasional pendidikan ini, di antara butirnya adalah standar pendidik atau guru dan standar kompetensi lulusan bertujuan

1

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

(14)

menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka membentuk watak serta membentuk manusia yang berakhlak mulia.2

Kemorosotan akhlak yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan, dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada siswa tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan, dan perdamaian masa depan.3

Belakangan ini banyak terdengar keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial, berkenaan dengan perilaku atau akhlak siswa yang sulit dikendalikan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, tawuran, mabuk-mabukan, pesta obat-obat terlarang, dan perilaku-perilaku penyimpangan lainnya.

Perilaku penyimpangan yang ditunjukkan oleh sebagian siswa sebagai harapan masa depan bangsa itu jumlahnya hanya sebagian kecil dari jumlah siswa secara keseluruhan, sungguh amat disayangkan dan telah mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Siswa yang seharusnya menunjukkan akhlak yang baik sebagai hasil didikan itu justru menunjukkan akhlak yang buruk.

Pembinaan atau pembentukan akhlak pada siswa di rumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghafal rumusan tentang baik dan buruk melainkan harus dibiasakan dan diberikan contoh teladan yang baik. Hal tersebut sejalan dengan Zakiah Daradjat yang mengemukakan bahwa moral atau akhlak

2

E. Mulyasa, Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar (Cet.II; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 25

3

Abuddin Nata, Manajemen pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

(15)

bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan dan memberikan contoh teladan yang baik sejak kecil, akan tetapi moral itu tumbuh dari tindakan yang berupa akhlak, dan bukan sebaliknya.4

Sekolah mengambil peranan penting seperti halnya rumah tangga dalam pembentukan akhlak siswa. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral siswa termasuk pembentukan akhlaknya. Di samping sekolah sebagai tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi siswa yakni pertumbuhan mental, moral, dan sosial serta segala aspek kepribadian dapat berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral seperti itu termasuk pembentukan akhlak yang demikian itu, keteladanan guru di sekolah harus diterapkan agar ilmu dan amal dapat dirasakan oleh siswa di sekolah, karena apabila hal itu diabaikan, maka pendidikan pembentukan akhlak yang diterima siswa di lingkungan rumah tangga atau keluarga melalui keteladanan dari orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama tidak akan berkembang, bahkan akan terhalang.5

Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat bahwa akhlak terkait dengan perbuatan yang baik, terpuji, bernilai luhur dan berguna bagi orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut selanjutnya digunakan sebagai ukuran atau patokan dalam menentukan tingkah laku orang. Dengan dijadikannya akhlak sebagai patokan, maka ia menjadi moral.

4

Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Cet. IV; Jakarta: Gunung Agung, 1978), h. 67

5

(16)

Akhlak sebagaimana yang dikemukakan tersebut di atas, tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat pada umumnya.Sebagai kelanjutan dari pembentukan akhlak di lingkungan keluarga, maka sekolah juga bertanggung jawab dalam pembentukan akhlak siswa. Karena usia remaja atau siswa Madrasah Tsanawiyah itu adalah usia yang berada dalam goncangan dan mudah terpengaruh sebagai akibat dari keadaan dirinya yang belum memiliki bekal pengetahuan, mental dan pengalaman yang cukup. Akibat dari keadaan yang demikian, mudah terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang menghancurkan masa depannya.Oleh karena itu guru sebagai panutan siswa di sekolah berperan penting dalam pembentukan akhlak dengan memberikan contoh teladan yang baik bagi siswanya.

Demikian pula halnya di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa, dengan adanya sebagian kecil siswanya yang sering berbuat keonaran di lingkungan masyarakatnya, nakal, malas egois, keras kepala,susah diarahkan dan sebagainya, maka muncullah berbagai keluhan dari kalangan orang tua, guru dan anggota masyarakat lainnya yang mengeluhkan merosotnya akhlak siswa. Hal yang demikian apabila tidak diantisipasi secepatanya, maka akan dapat berakibat fatal dengan bertambahnya jumlah remaja yang terjerumus ke dalam golongan yang sering berbuat keonaran dan susah diarahkan tersebut. Mengingat orang tua dan masyarakat di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa adalah mayoritas muslim, anak yang susah diarahkan untuk taat menjalankan ajaran agama Islam seperti salat, puasa, dan membaca al-Quran serta tidak

(17)

mendengarkan nasehat orang tua dikatakan sebagai anak yang nakal atau dianggap berakhlak buruk. Dengan kata lain, anak yang akhlaknya bertentangan dengan ajaran al-Quran, dan al-Hadis serta bertentangan dengan adat istiadat dan kebudayaan dianggap sebagai anak yang buruk akhlaknya.

Lokasi MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ini berada di ibukota kecamatan yang sudah mengalami kemajuan di bidang informasi dan teknologi. Seiring dengan hal tersebut, maka apabila guru tidak tampil sebagai sosok idola dan panutan bagi mereka maka siswa akan sulit diarahkan. Akan tetapi kalau gurunya di sekolah bisa menjadi idola atau panutan yang baik bagi mereka maka memudahkan untuk membentuk akhlaknya menjadi lebih baik dan dapat mengatasi krisis akhlak siswa.Oleh karena itu guru harus memberi contoh teladan yang baik bagi siswanya terutama guru di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum akhlak Siswa Kelas VIII di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana penerapan metode keteladanan guru di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa?

3. Bagaimana efektivitas metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak mulia siswa Kelas VIII di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

(18)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan akhlak siswa Kelas VIII di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

b. Untuk mendeskripsikan penerapan metode keteladanan guru di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis efektivitas metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak mulia siswa Kelas VIII di MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu : a. Manfaat teoretis

1) Sebagai bahan masukan bagi guru untuk lebih memperhatikan segala sikap dan perilaku terutama di hadapan siswanya sehingga upaya pembentukan akhlak dapat dicapai secara efektif terutama bagi guru dan siswa

2) Sebagai bahan bacaan bagi siswa betapa pentingnya pembentukan akhlak itu karena merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. 3) Sebagai bahan masukan bagi guru dan siswa bahwa pembentukan

akhlak akan efektif apabila guru memberi contoh teladan yang baik dan siswa meneladani perilaku gurunya.

(19)

b. Manfaat praktis

1) Sebagai salah satu upaya mengembangkan mutu guru terutama dalam menerapkan metode keteladanan dalam upaya pembentukan akhlaksiswa MTs YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

2) Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan mutu lulusan atau siswa menjadi berakhlak mulia sebagaimana tujuan pendidikan nasional. Untuk mengembangkan sikap ilmiah dalam dunia pendidikan terutama dalam penerapan metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak siswa.

(20)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Metode Keteladanan guru

1. Pengertian Metode Keteladanan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, bahwa “Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu : “(Perbuatan atau barang dsb,) yang patut ditiru dan dicontoh”. Oleh karena itu “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah”.Kata “uswah” terbentuk dari huruf-huruf hamzah, as-sin, dan al-waw.Secara etimologi dalam bahasa Arab yang terbentuk dari ketika huruf

tersebut memiliki persamaan arti yaitu “pengobatan dan

perbaikan”20. 6

Keteladanan adalah sesuatu yang sangat prinsipal dalam pendidikan. Tanpa keteladanan proses pendidikan ibarat jasad tanpa ruh. Menurut ahli-ahli psikologi adalah dalam menentukan jenis materi pembelajaran apa yang terbaik untuk melatih membantu atau mengembangkan otak.7

Keteladanan sangat efektif bagi pembentukan sikap dan prilaku anak, karena anak adalah pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang. Dalam proses perkembangan tersebut, anak memiliki kecendrungan meniru sikap dan perilaku orang yang dikenal dan dikaguminya. Keteladanan merupakan salah satu faktor

6

Armai arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. Ke-2, hal. 117

7

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran : Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung : CV Wacana Prima, 2008), hal.29

(21)

yang sangat penting tidak hanya dalam proses pembentukan sikap dan kepribadian anak, tetapi juga bagi orang dewasa.8

Memberikan teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan baik secara institusional maupun nasional.Pelajar cenderung meneladani pendidiknya.Ini dilakukan oleh semua ahli pendidikan, baik di barat maupun di timur.Secara psikologis, pelajar memang senang meniru tidak saja hal yang baik, tetapi juga yang tidak baik. Konsep teladan ini sudah diberikan dengan cara Allah mengutus Nabi Saw. Untuk menjadi panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah dan bagi semua manusia disetiap masa dan tempat.Beliau bagikan lampu terang dan bulan petunjuk jalan.Keteladanan ini harus senantiasa dipupuk, dipelihara, dan dijaga oleh para pengemban risalah.

Jadi yang dimaksud keteladanan adalah suatu tingkah laku, sifat atau cara berfikir yang dapat ditiru atau dicontoh. Peran guru didalam proses belajar mengajar sangat penting. Sebagai seorang guru tingkah laku, sifat, atau cara berfikir sangat berpengaruh bagi peserta didik di dalam sekolah ataupun di luar sekolah.

Metode keteladanan adalah salah satu metode dalam pendidikan Islam. Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan

8

Imam Suraji, Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hal.196-197

(22)

yang berpendapat bahwa pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang paling efektif dan merupakan metode yang besar pengaruhnya dalam mendidik anak atau peserta didik.9Hal ini karena dalam belajar, pada umumnya orang, lebih mudah menangkap yang konkrit dibanding yang abstrak.

Pendapat Abdullah Nashih „Ulwan dalam Hery Noer Aly mengatakan bahwa guru atau pendidik akan merasa mudah untuk menyampaikan pesannya secara lisan. Namun, anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila ia melihat pendidik atau gurunya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya.10

Rasulullah saw. adalah panutan terbaik bagi umatnya, pada diri Rasulullah senantiasa dikemukakan teladan yang baik serta kepribadian mulia. Sifat-sifat yang ada pada diri Rasulullah adalah siddik, amanah, tablig danfatanah. Pribadi seperti yang diteladankan Rasulullah saw. itulah seyogyanya merupakan pilihan yang dimuliakan Allah swt..

Pendidik dalam proses pendidikan harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya, teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkataan dan perbuatan.

9

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 74.

10

Abdullah Nashih „Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Beirut: Dar al-salam, 1978), h. 633; dikutip dalam Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakrata: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 178.

(23)

2. Dasar Keteladanan Guru

Dalam al-Qur‟an terdapat beberapa ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan metode keteladanan dalam pendidikan, antara lain terlihat pada ayat-ayat yang mengemukakan pribadi-pribadi teladan sebagai berikut:

a. Pribadi Rasulullah saw.dalam Qs Al-Ahzab/ 33:21.

ََّللَّٱ َسَكَذ َٔ َس ِخٓ ۡلۡٱ َو َٕۡيۡنٱ َٔ َ َّللَّٱ ْإُج ۡسَي ٌَبَك ًٍَِّن ٞتََُسَح ٌة َٕ ۡسُأ ِ َّللَّٱ ِلُٕس َز يِف ۡىُكَن ٌَبَك ۡدَقَّن ا سيِرَك

Terjemahnya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. 11

b. Pribadi nabi Ibrahim as. dan umatnya: QS. al-Mumtahanah/ 60: 4.

َقِن ْإُنبَق ۡذِإ ٓۥَُّعَي ٍَيِرَّنٱ َٔ َىيِْ ََٰسۡبِإ ٓيِف ٞتََُسَح ٌة َٕ ۡسُأ ۡىُكَن ۡتََبَك ۡدَق ٌُِٔد ٍِي ٌَُٔدُبۡعَت بًَِّي َٔ ۡىُكُِي ْاُؤََٰٓء َسُب بََِّإ ۡىِِٓي ٕۡ َٔ ِ َّللَّٱِب ْإُُِي ۡؤُت ََّٰٗتَح اًدَبَأ ُءٓبَضۡغَبۡنٱ َٔ ُة َََٰٔدَعۡنٱ ُىُكَُۡيَب َٔ بََُُۡيَب اَدَب َٔ ۡىُكِب بََ ۡسَفَك ِ َّللَّٱ ِّيِبَ ِلۡ َىيِْ ََٰسۡبِإ َل َٕۡق َّلَِّإ ٓۥَُِد ۡح ٌَّ َسِفۡغَت ۡسَ َلۡ ُسي ِصًَۡنٱ َكۡيَنِإ َٔ بَُۡبَََأ َكۡيَنِإ َٔ بَُۡهَّك ََٕت َكۡيَهَع بََُّب َّز ٖۖ ء ۡيَش ٍِي ِ َّللَّٱ ٍَِي َكَن ُكِه ۡيَأ ٓبَي َٔ َكَن Terjemahnya:

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya[1470]: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali."12

11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 2002), h. 670.

12

(24)

c. Orang-orang yang mendapat petunjuk oleh Allah swt. dan ikhlas dalam berdakwah QS. al-An‟am/ 6: 90. ۡسَأ ٓ َّلَّ مُق ِِۡۗۡدَت ۡقٱ ُىَُٰٓىَدُِٓبَف ُٖۖ َّللَّٱ َٖدَْ ٍَيِرَّنٱ َكِئََٰٓن ُْٔأ ٍَي ًَِهََٰعۡهِن َٰٖ َس ۡكِذ َّلَِّإ َُْٕ ٌِۡإ ٖۖا ًس ۡجَأ ِّۡيَهَع ۡىُكُه Terjemahnya:

Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur‟an)." Al-Qur‟an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.13

Dalam psikologi, kepentingan penggunaan keteladanan sebagai metode pendidikan didasarkan adanya insting untuk mengidentifikasi dalam diri setiap manusia,14 yaitu dorongan untuk menjadi sama atau identik dengan tokoh identifikasi. Pendapat Robert R. Sears dan kawan-kawan yang dikutip oleh Hery Noer Aly Mengartikan bahwa identifikasi adalah mencakup segala bentuk peniruan peranan yang dilakukan oleh seseorang terhadap tokoh identifikasinya atau identifikasi merupakan mekanisme penyesuaian diri yang terjadi melalui kondosi interaksi dalam hubungan sosial antara individu dengan tokoh identifikasinya.15

Anak-anak misalnya tidak hanya beridentifikasi dengan tokoh-tokoh yang dapat ditemui secara fisik, mereka juga beridentifikasi dengan tokoh dalam buku dan gambar bahkan menurut Wilbur Schramm dan kawan-kawan mengemukakan bahwa anak mudah untuk beridentifikasi dengan tokoh-tokoh dalam cerita yang ditayangkan di televisi.Orang tua dapat menyaksikan sikap

13

Ibid, h. 201.

14

Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al- Tarbiyah al- Islamiyyah wa Asalibuha fi al- Bayt

wa al- Madrasah wa al- Mujtama’ (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), h. 633;dikutip dalam Hery

Noer Aly, op. cit., h. 180. 15

(25)

bagaimana anak lelaki bertingkah seperti pahlawan berkuda dan anak gadis bertingkah seperti pasangan kekasih.16

Seseorang yang berada dalam kondisi yang lemah bisa mengikuti apapun yang dilakukan tokoh identifikasinya. Muhammad Quthb yang dikutip oleh Hery Noer Aly memandang orang tidak mempunyai akidah yang benar sebagai pihak yang berada dalam kondisi yang lemah. Manakala manusia hidup tanpa akidah yang benar, maka akan menjadi budak bagi berbagai macam benda dan situasi lingkungan hidupnya. Akan tetapi orang yang memiliki akidah yang benar, maka akidah itulah dengan isinya yang lengkap dengan petunjuk-petunjuk ilahi akan mengatur kehidupannya dan segala tingkah lakunya, perasaannya, dan segala pola berpikirnya, bukanlah lingkungannya.17

Agar individu tidak menjadi budak lingkungannya, identifikasi pada anak-anak dan orang dewasa tersebut hendaknya disertai dengan penanaman pemahaman akan apa yang ditirunya dan kesadaran akan tujuan. Dengan pemahaman dan kesadaran akan dapat memilih apa yang patut dan yang tidak patut untuk ditiru atau diikuti.

Identifikasi yang bertujuan merupakan proses berpikir yang memadukan ketergantungan serta dorongan untuk meniru dengan kesadaran akan apa yang ditiru. Kalau identifikasi instingtif disebut taqlid, maka

16

Wilbur Schramm dkk.,Television in the Lives of Our Children (California: Stanford University Press, 1976), h. 78.

17

(26)

identifikasi yang bertujuan disebut ittiba‟ Identifikasi yang terakhir inilah yang diharapkan dapat membentuk kepribadian peserta didik.

Dalam kehidupan keluarga, anak sangat membutuhkan contoh teladan, khususnya dari kedua orang tuanya, agar sejak dari kanak-kanak ia menyerap dasar tabiat perilaku Islami dan berpijak pada landasan yang luhur.

Di sekolah, peserta didik sangat membutuhkan contoh teladan yang baik dari gurunya, sehingga merasa pasti dengan apa yang dipelajarinya. Pada perilaku dan tindakan guru-gurunya, hendaknya peserata didik dapat melihat langsung bahwa tingkah laku utama yang diharapkan mereka melakukannya adalah hal yang tidak mustahil dan memang dalam batas kewajaran untuk direalisasikan dan bahwa kebahagiaan yang hakiki, hanya akan tampak dalam penerapannya dalam perbuatan sehari-hari.18

Oleh karena itu, orang tua dan guru yang keduanya adalah pendidik hendaknya memiliki akhlak mulia yang diserapnya dari al-Qur‟an dan jejak langkah Rasulullah saw. Ia juga hendaknya bersikap sabar dalam menerapkan dan mengamalkannya.

Kebutuhan manusia akan teladan lahir dari gharizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa manusia, yaitu taqlid (peniruan). Naluri yang dimaksud adalah hasrat yang mendorong anak, orang lemah, dan orang yang dipimpin untuk meniru perilaku orang dewasa, orang kuat, dan pemimpin, dalam hal ini peserta didik meniru perilaku gurunya.Demikian pula hasrat

18

Lihat Abdurrahman an-Nahlawi, Dialihbahasakan oleh Hery Neor Aly, Prinsip-prinsip

(27)

untuk tunduk, yang dimiliki peserta didik, mendorong untuk mengikuti gurunya dan meniru perilakunya.19

Metode keteladanan guru penting diterapkan, karena pada dasarnya perilaku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan kata lain guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik. Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh atau suru teladan yang baik bagi peserta didik, karena pada dasar guru adalah representasi darisekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan yang baik, yang dapat digugu dan ditiru.20

Keteladanan guru harus diterapkan agar setiap peserta didik diharapkan dapat bersabar meneladaninya sesuai dengan kemampuannya untuk menyerap akhlak mulia tersebut.

1. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar da pendidikan menengah.21

Guru wajib memiliki kompetensi dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

19

Ibid, h. 369.

20

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan; Problem, Solusi,dan Reformasi Pendidikan di

Indonesia (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 17.

21

(28)

2. Kompetensi Guru

UU R.I. Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan nasional.22

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.23

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan , keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk

22

Ibid, h. 19,

23

(29)

mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.24

a. Profesionalisme guru

Aktualisasi pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru (pendidik), peserta didik, dan tujuan merupakan komponen utama pendidikan.Ketiganya membentuk suatu triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakekat pendidikan. Namun demikian dalam situasi tertentu tugas guru bisa diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi, namun tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan profesional, karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.25

Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun.

Tugas guru adalah tugas profesi.Keprofesian guru dapat dilihat dari ilmu, kemampuan teknis, komitmen moral yang tinggi terhadap tugasnya. Kaitannya dengan guru yang profesional adalah sang guru memiliki ilmu pengetahuan dalam

24

Ibid, h. 10.

25Abuddin Nata, Manajemen… op. cit., h. 152. Lihat pula Nana Syaodih Sukmadinata,

Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h.

(30)

bidang yang diajarkannya sehingga ia mampu mentransfer ilmunya kepada peserta didiknya.26

Profesionalisme guru juga mencakup kompetensi pedagogik guru, kompetensi kepribadian guru, dan kompetensi social guru yang merupakan tuntutan dari UU RI. No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Berdasarkan pada profesi guru maka akan terkait dengan kode etik guru yang dapat mencerminkan akhlak mulia sebagaimana dikutip oleh Soetjipto dan Raflis Kosasi kode etik tersebut adalah :

a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kujujuran profesional.

c. Guru berusaha menperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembelajaran.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

g. Guru menjaga hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

26

(31)

h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.27

Berdasarkan kode etik guru tersebut, terdapat beberapa akhlak mulia yang diharapkan dapat diteladani oleh peserta didik misalnya, rasa tanggung jawab, jujur, kerjasama, tolong menolong, setia kawan dan ketaatan.

Ciri-ciri profesionalisme guru dalam garis besarnya ada tiga yaitu:

a. seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena bidang pengetahuan apapun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru profesional harus juga terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman. Untuk dapat melakukan peningkatan dan pengembangan ilmu yang diajarkan itu, seorang guru harus secara terus-menerus melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode.

b. Seorang guru profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada peserta didiknya secara efektif dan efisien.Oleh karena itu seorang guruharus memiliki ilmu keguruan. Ilmu keguruan ini terdiri dari tiga bidang keilmuan, yaitu pedagogik, didaktik, dan metodik. Istilah pedagogik diartikan sebagai ilmu mendidik, sedangkan didaktik adalah pengetahuan tentang interaksi pembelajaran secara umum antara lain cara membuat administrasi pembelajaran mulai dari pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran sampai pada evaluasi atau penilaian. Adapun metodik adalah pengetahuan tentang cara mengajarkan suatu bidang pengetahuan.28Beberapa mata pelajaran memerlukan cara-cara khusus untuk menyajikannya. oleh karena itu dikembangkan metodik khusus.

c. Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional. Kode etik di sini lebih dikhususkan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak mulia. Dengan akhlak mulia seorang guru akan dijadikan panutan, contoh, dan teladan. Dengan demikian ilmu yang

27

LihatSoetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Kegruruan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 35.

28Abuddin Nata, Manajemen…op. cit., h. 157. Lihat pula Mochtar Buchari, Ilmu

(32)

diajarkan atau nasehat yang diberikan kepada peserta didik akan didengar dan dilaksanakan dengan baik.29

Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional ini sudah lama menjadi perhatian dan kajian para ulam Islam di zaman klasik. IbnMuqaffa misalnya mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mau berusaha memulai dengan mendidik dirinya, memperbaiki tingkah lakunya, meluruskan pikirannya, dan menjaga kata-katanya terlebih dahulu sebelum menyampaikan kepada orang lain.30

Jadi jelas bahwa guru profesional harus menerapkan metode ketaladanan dalam pembentukan akhlak mulia peserta didik. Dan kompetensi profesional guru tidak bisa dipisahkan dengan kompetensi pedagogik.Karena guru yang profesional mencakup ketiga kompetensi lainnya yang harus dimiliki oleh guru sebagai tuntutan UU RI. No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

b. Kepribadian guru

Faktor terpenting bagi seorang guru adalah keprbadiannya.Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi peserta didik, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan peserta didik.

Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, cara bergaul,

29

Ibid

30

Ibn Al-Muqaffa, al-Fikr al- Tarbawy Ind Ibn al-Muqaffa ( Adab al-Shaghir), Aljahid (Cet. I; Beirut: Dar Iqra‟, 1403), h. 117; dikutip dalam Abuddin Nata, Ibid, h. 158.

(33)

berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah ringan maupun berat.31

Tingkah laku atau moral guru pada umumnya merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Bagi peserta didik, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama setelah orang tua, yang mempengaruhi pembentukan akhlak mulia peserta didik. Kalau akhlak guru buruk, pada umumnya akhlak peserta didik akan rusak olehnya, karena peserta didik mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya, atau dapat pula menyebabkan peserta didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya.

Sikap guru dalam menghadapi segala persoalan, baik mengahapi peserta didik, teman-teman sesama guru, kepala sekolah, dan sekolah itu sendiri akan dilihat, diamati dan dinilai pula oleh peserta didik. Sikap pilih kasih dalam memperlakukan peserta didik adalah yang paling cepat dirasakan oleh peserta didik, karena semua peserta didik mengharapkan perhatian dan kasih sayang gurunya. Kelakuan peserta didik tidak boleh dijadikan alasan untuk membedakan perhatian, karena anak yang nakal misalnya sering kali dimarahi dan dibenci oleh guru, karena sering mengganggu suasana sekolah. Akan tetapi guru yang bijaksana tidak akan benci kepada anak yang nakal, bahkan ia akan lebih memperhatikannya dan berusaha mengetahui latar belakang anak tersebut. Selanjutnya berusaha memperbaikinya secara individual, misalnya mengajaknya

31

(34)

bicara di kantor atau di luar jam sekolah bahkan menghubungi orang tuanya dan sebagainya. Boleh jadi kenakalan itu terjadi karena si anak merasa tidak disayangi oleh orang tuanya, atau suasana keluarganya yang goncang dan menegangkan, sehingga ia bingung dan tertekan perasaannya, maka gurulah orang terdekat tempat memantulkan perasaannya yang goncang itu.32

Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul juga merupakan penampilan kepribadian yang lain, yang juga memiliki pengaruh terhadap peserta didik. Termasuk pula dalam masalah kepribadian guru itu, sikap dan pandangan guru terhadap fungsinya sebagai pemimpin, menyuruh, memerintahkan dan mengendalikan atau sebagai pembimbing yang mengerti dan menyiapkan suasana bagi peserta didik, ia hidup dan ikut aktif dalam kegiatannya.

Guru yang merasa bahwa dirinya sebagai pembimbing bagi peserta didik akan menyiapkan suasana yang membantu mereka, guru ikut aktif dalam kegiatan peserta didik, guru menampakkan diri sebagaimana adanya, tidak berpura-pura hebat atau seram, hubungannya dengan peserta didik sederhana dan wajar. Guru yang seperti ini menarik dan menyenangkan bagi peserta didik, akan dihormati, disayangi dan dipatuhi dengan gembira oleh peserta didik. Pribadinya akan dicontoh dan pelajarannya akan diperhatikan serta diidolakan dan menjadi panutan peserta didik.33

Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang apalagi ditolak.

32

Ibid, h. 12.

33

(35)

Sebagai teladan tentu pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungan yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.34

Mengingat tugas guru adalah mendidik dan bukan hanya mengajar suatu bidang studi, maka seorang guru harus membekali diri dengan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian pancasila yang kuat, serta pengetahuan teori dan praktek kependidikan dan keguruan yang menjadi spesialisasinya. Khusus untuk guru agama, di samping kualitas di atas, perlu pula disyaratkan bahwa dia harus meyakini dan mengamalkan agama yang diajarkannya agar dapat menberi contoh teladan yang baik bagi peserta didik.Kompetensi kepribadian guru ini terkait pula dengan kompetensi sosial guruapalagi dengan kompetensi profesional, hal ini disebabkan karena guru yang profesional harus memiliki kepribadian atau akhlak mulia.

B. Akhlak Muliah Peserta Didik

Akhlak mulia dalam agama Islam akhlak mulia lebih dikenal dengan akhlak al-karimah.Istilah moral dalam Islam merupakan terjemahan dari kata akhlak. Murthada Muthahhari, misalnya mengatakan bahwa akhlak mengacu kepada sesuatu perbuatan yang bersifat manusiawi yaitu perbuatan yang lebih bernilai dari sekedar perbuatan alamiah seperti makan, minim, tidur, dan sebagainya. 35 Ada pula yang mengatakan bahwa akhlak adalah semua jenis perbuatan yang diperuntukkan bagi orang lain. Pengertian akhlak secara lebih

34

E. Mulyasa, Menjadi…op. cit., , h. 46. 35

Murthada Muthahhari ,Falsafah Akhlak (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 32.

(36)

lengkap dikemukakan oleh Ibn Maskawaih bahwa akhlak adalah suatu perbuatan yang lahir dengan mudah dari jiwa yang tulus, tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran lagi.36

Berdasarkan pengertian ini, perbuatan akhlak harus memiliki lima ciri sebagai berikut:

1. Perbuatan tersebut telah mendarah daging atau tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi identitas atau kepribadian orang yang melakukannya.

2. Perbuatan tersebut dilakukan dengan mudah, gampang, serta tanpa memerlukan pikiran lagi, sebagai akibat dari telah menjadinya perbuatan tersebut kepribadian bagi orang yang melakukannya.

3. Perbuatan tersebut timbul dari dalam diri orang yang melakukannya dan dilakukan atas kemauan dan pilihan sendiri bukan karena paksaan dari luar.

4. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sesungguhnya atau sebenarnya bukan berpura-pura, sandiwara atau tipuan.

5. Perbuatan tersebut dilakukan atas dasar niat dan ikhlas semata-mata karena Allah swt.37

Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat bahwa akhlak terkait dengan perbuatan yang baik, terpuji, bernilai luhur dan berguna bagi orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut selanjutnya digunakan sebagai ukuran atau patokan

36

Lihat Ibn Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathhir al-Araq (Mesir: Dar al-Kutub, tt), h. 134. Lihat pula Ensiklopedi Islam (Cet. VI; Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 103.

37

(37)

dalam menentukan tingkah laku seseorang. Dengan dijadikannya akhlak sebagai patokan, maka ia menjadi moral.

Akhlak dilihat dari segi bentuk dan macamnya, dapat dibagi dua bagian. Pertama akhlak yang terpuji atau dalam Islam dikenal dengan akhlak mulia seperti berlaku jujur, amanah, adil, ikhlas, sabar, tawakal, bersyukur, memelihara diri dari dosa, rela menerima pemberian Tuhan, berbaik sangka, suka menolong, pemaaf dan sebagainya. Kedua akhlak tercela seperti khianat, mengingkari janji, menipu, berbuat kejam, pemarah, berbuat dosa, dan sebagainya.Karena akhlak tercela tersebut harus dijauhi, sedangkan akhlak terpuji harus diamalkan, maka akhlak lebih mengandung arti perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji saja.38

1. Pengertian Akhlak

Khalil al Musawi mengatakan bahwa dalam diri manusia ada empat pilar yang seluruhnya harus baik agar tercipta akhlak yang baik atau mulia, sebagaimana bentuk lahiriah wajah tidak akan bagus dan sempurna dengan bagusnya mata tanpa bagusnya hidung, dengan bagusnya mulut tanpa bagusnya pipi, dan bahkan semua anggota tubuh harus bagus agar penampilan luar bagus. Jika keempat pilar tersebut lurus, seimbang, dan sejalan maka akan tercipta akhlak yang baik atau mulia. Keempat pilar tersebut adalah kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan syahwat, dan kekuatan keseimbangan di antara ketiga kekuatan tersebut.

38

(38)

Betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi manusia, sehingga Allah swt mengutus seorang Rasul yakni Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak yang telah dibawakan oleh nabi-nabi terdahulu, sesuai dengan Sabda Nabi saw:

ُتْرِعُب بًَََِّإ :َىَّهَس َٔ ِّْيَهَع ُالله َّٗهَص ِ َّاللَّ ُلُٕس َز َلبَق :َلبَق َة َسْي َسُْ ْيِبَا ٍَْع )يِقَْٓيَبنا ُِا َٔ َز( .ِق َلَْخَ ْلۡا َو ِزبَكَي َىًَِّتُ ِلۡ

Artinya:

“Dari Abi Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi).39

Akhlak berasal dari bahasa arab jama‟ dari bentuk mufradnya “khuluqun” yang menurut bahasa diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata “khalqun” yang berarti kejadian yang erat hubungannya dengan “khaliq” yang berarti pencipta dan “makhluk” yang berarti yang diciptakan.40

Berdasarkan hal tersebut, akhlak muncul sebagai mediator yang menjembatani antara “khaliq” (pencipta) dengan “makhluk” (yang diciptakan) yang secara timbal balik, yang kemudian disebut hablum minallah, dari produk hablum minallah ini, lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut hablum minannas (pola hubungan antar sesama makhluk). Jadi dari segi bahasa, akhlak sama dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun atau etika. Dalam

39

Imam Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyary An Nisabunny, Shahih Muslim,(Cet, VIII; Jakarta: Klang Book. Centre; 2007), h. 127.

40

HA Mustafa, Akhlak Tasawuf (Cet. III; Bandung:Pustaka setia 2001), h.11. Lihat pula Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Cet. VII; Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 2005), h. 1, dan Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam( Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 345.

(39)

sebuah kitab yang ditulis oleh Abd.Hamid Yunus dinyatakan bahwa akhlak adalah segala sifat manusia yang terdidik.

Memahami ungkapan tersebut bisa dimengerti bahwa sifat atau potensi yang dibawa setiap manusia sejak lahir artinya potensi tersebut sangat tergantung dari cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya atau pembinaannya positif, outputnya adalah akhlak mulia, sebaliknya apabila pengaruh atau pembinaannya negatif, yang terbentuk adalah akhlak tercela.

2. Akhlak terpuji atau akhlak mulia

Al-Ghazali dalam Asmaran AS mengemukakan bahwa berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang telah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya, dan mencintainya.41

Al-Qasimi mengemukakan bahwa yang dikatakan budi pekerti atau akhlak mulia adalah membuat kerelaan seluruh makhluk baik dalam kesukaan (keadaan cukup) maupun dalam kedukaan (keadaan kurang).42sedangkan Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak yang baik atau mulia adalah keutamaan dan akhlak adalah yang dibiasakan.43

41

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak (Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 206.

42

Muhammad Jamaluddin Qasimi, Mau’izatul Mu’minin (Kairo: Dar „Usur li al-Taba‟ wa al-nasyr, 1929), h. 194.

43

(40)

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kalau kemauan itu sudah terbiasa menghendaki sesuatu yang baik, maka sifat itu dinamakan keutamaan dan manusia yang utama adalah yang memiliki akhlak mulia yang terbiasa memilih dan mengerjakan segala sesuatu yang sesuai dengan tuntuan akhlak mulia.

Akhlak yang terpuji atau akhlak mulia berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islam.Karena akhlak muliah sangat berat timbangannya di akhirat kelak. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw:

Artinya:

‟‟Dari Abu Darda‟ radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak ada hari kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seseorang yang keji lagi jahat.” (HR. Tirmidzi)44

3. Peserta Didik

Peserta didik merupakan faktor penting dalam pendidikan, karena tanpa peserta didik proses pembelajaran tidak bisa berlangsung. Dalam pandangan tradisional, peserta didik dianggap sebagai individu yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa, akan tetapi dengan perkembangan zaman

44

Imam Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyary An Nisabunny, Shahih Muslim,(Cet, VIII; Jakarta: Klang Book. Centre; 2007), h. 124.

(41)

menyebabkan posisi peserta didik mengalami perubahan, menjadi terlibat secara aktif.

Peserta didik dalam pengertian umum adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.45Perlu dipahami bahwa peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau kemampuan yang dibawah sejak lahir. Potensi ini dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupannya dengan membutuhkan bantuan dan bimbingan orang lain atau lingkungan sekitarnya, terutama dalam pembentukan akhlaknya.

Oleh karena itu pembinaan akhlak peserta didik merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw.yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir batin.46

Perhatian Islam dalam pembinaan Islam selanjutnya dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran Islam.Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan dengan mengerjakan serangkaian amal shaleh dan perbuatan terpuji.Iman yang tidak disertai dengan amal shaleh dianggap sebagai iman yang palsu bahkan dianggap sebagai kemunafikan.

45

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 24.

46

(42)

Akhlak mulia tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabiat untuk menerima keutamaan itu harus dengan memberikan contoh teladan yang baik dan nyata.47

Jadi salah satu cara atau metode pembentukan akhlak mulia adalah metode keteladanan guru dengan memberi contoh teladan yang baik yang dilaksanakan secara konsekuen, sehingga dengan demikian dapat membentuk akhlak mulia peserta didik. Cara yang demikian itu telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

47

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi (mixed methods). Creswell dalam Sugiono mengemukaan bahwa metode penelitian kombinasi merupakan pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.48

Metode kombinasi dibagi kedalam dua model utama, yaitu model sequential (kombinasi berurutan) dan model concurrent (kombinasi campuran). Model sequential adalah suatu prosedur penelitian dimana peneliti mengembangkan hasil penelitian dari satu metode ke metode yang lain secara berurutan dalam waktu yang berbeda. Sedangkan metode kombinasi model concurrent adalah suatu prosedur penelitian dimana peneliti menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif dengan cara dicampur dalam waktu yang sama.

Metode kombinasi model concurrent terdiri dari tiga desain, yaitu: concurrent triangulation stategy (campuran kuantitatif dan kualitatif secara seimbang), concurrent embedded strategy (campuran tidak berimbang), dan concurrent transformatif strategy (gabungan antara triangulation dan embedded).

Meteode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran berimbang (concurrent triangulation strategy). Motode campuran

48

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi( Mixed Methods) (Cet. V ; Bandung : Alfabeta,vc, 2014). h. 404.

(44)

berimbang (concurrent triangulation strategy) yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu tahap tetapi dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif secara bersama-sama, bobot antara antara kuantitatif dan kualitatif yang digunakan dalam penelitian mestinya berimbang, namun dalam praktiknya bisa metode yang stau bobotnya lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.49

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs YAPIT Malakaji. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa di samping sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidik dan peserta didik dalam pembentukan akhlak mulia, juga karena belum ada penelitian khusus mengenai efektivitas metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak mulia peserta didik, di samping itu penulis juga adalah alumni di MTs Yapit Malakaji.

Objek penelitian merupakansasaran untuk mendapatkan suatu data sesuai dengan pendapat objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan sesuatu data sesuai dengan pendapat. Objek penelitian menjelaskan tentang apa yang atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan juga bisa di tambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu. Objek penelitian merupakan ruang lingkup atau hal-hal yang menjadi pokok persoalan dalam suatu penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan objek penelitian adalah seluruh guru di MTs YAPIT Malakaji dan siswa kelas VIII.

49

(45)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Ada beberapa pengertian populasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain : populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.50 Hadari Nawawi juga mengemukakan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.51

Berdasarkan pengertian populasi di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa yang berjumlah 24 orang, dan semua peserta didik kelas VIII yang berjumlah 103 orang.

Adapun populasi guru dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1

Populasi Guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa

No Status Guru Jenis Kelamin Jumlah Lk Pr 1. 2. PNS NON PNS - 12 orang 5 7 orang 5 orang 19 orang Jumlah 12 12 24 orang 50

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Cet. XIII; Jakarta: Rineka Cipta. 2006), h. 114.

51

Hadari Nawawi , Metode Pendidikan Bidang Sosial (Cet. VIII; Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998), h. 141.

(46)

Sumber data: Kantor KTU MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa tahun pelajaran 2019/2020

Populasi guru berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat dipahami bahwa Guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa sebagian besar berstatus sebagai non PNS.

Tabel 2

Populasi Peserta Didik di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa

No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 2 3 VIII A VIII B VIII C 16 15 17 18 19 18 34 34 35 Jumlah 48 55 103

Sumber Data: Kantor KTU MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa

Populasi peserta didik dalam penelitian ini berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat dipahami bahwa jumlah peserta didik kelas VIII di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa sebanyak 103 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi sebagai contoh yang diambil dengan cara-cara tertentu. Made Wirartha mengemukakan bahwa sampel adalah

(47)

himpunan unit penelitian yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan oleh suatu studi.52

Sampel adalah proses menarik sebagian subyek, gejala atau obyek yang ada pada populasi. dengan demikian, penelitian dilakukan terhadap sampel tetapi hasilnya dapat menaksir populasi.53 Jadi yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap bisa atau dianggap dapat mewakili dari semua obyek yang menjadi sasaran penelitian.

Bardasarkan pengertian sampel yang diuraikan di atas, yang menjadi sampel dalam penelitian ini semua guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa yang berjumlah 46 orang yang ditentukan dengan cara random sampling yaitu prosedur pengambilan sampel dari satu populasi di mana pemilihan unit sampel didasarkan pada setiap elemen popolasi yang ada.

Mengenai sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Sampel Penelitian

No Sampel Jumlah Keterangan

1. 2. Guru Peserta didik 24 orang 46 orang Jumlah 70 orang 52

Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis ( Yogyakarta: Andi Offset, 2006), h. 44.

53

Nana Sudjana, Tuntunan Penyususnan Karya Ilmiah (Cet. III; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), h. 17.

(48)

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa sampel dalam penelitian ini jumlahnya 70 orang, 24 orang guru dan 46 orang peserta didik di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

D. Fokus Penelitian.

Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi Kuantitatif dan

kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak relevan. Pembatasan dalam penelitian ini di dasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang di hadapi dalam penelitian ini. Fokus penelitian ini menekankan pada efektivitas metode keteladanan guru dalam pembentukan akhlak mulia siswa dikelas VIII MTs YAPIT Malakaji.

E. Deskripsi Fokus Penelitian.

Untuk menghindari kesalah pahaman dan untuk menyamakan persepsi, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan deskripsi fokus penelitian yang akan dikaji:

1. Metode Keteladanan Guru

Metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik yang digunakan untuk pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.54

Keteladanan dasar katanya adalah teladan yaitu sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh.55Oleh karena itu keteladanan berarti sesuatu atau hal-hal

54

Departemen Pendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Balai Pustaka, 2003), h. 581

55

(49)

yang patut untuk ditiru atau dilakukan. Dalam bahasa Arab, keteladanan diungkapkan dengan kata “uswah” biasanya kata “ uswah” dirangkai dengan kata “hasanah”

Jadi metode keteladanan guru yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan guru dengan memberikan contoh teladan yang baik yang tidak hanya memberi di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa akan meniru dan mencontohnya.

2. Pembentukan Akhlak Mulia

Akhlak mulia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan atau perilaku yang baik atau terpuji yang telah mendarah daging yang dilakaukan tanpa pemikiran dan pertimbangan sebelumnya, yang timbul dari dalam diri orang yang melakukannya, bukan sandiwara dan dilakukan dengan tulus dan ikhlas.

F. Instrumen Penelitian

Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan instrumen, sebab data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan diperoleh melalui instrumen. Instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa agar menghasilkan data empiris yang sebenarnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian, antara lain:

a. Masalah dan variabel yang diteliti termasuk indikator variabel, harus jelas spesifik sehingga dapat dengan mudah menempatpkan jenis instrumen yang akan digunakan.

(50)

b. Sumber data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika, item dalam instrument penelitian

c. Keterampilan dalam instrument itu sendiri sebagai alat pegumpul data baik kesahihan maupun obyektivitasnya.

d. Jenis data yang diharapkan dari penggunaan instrumen harus jelas, sehingga dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.

e. Mudah dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan.56

Melihat aspek yamg diteliti, maka instrumen yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, angket atau kuesioner dan dokumentasi.

1. Pedoman observasi

Instrumen yang dipakai dalam pencatatan observasi yang berdasarkan pada pedoman observasi adalah berupa catatan-catatan sederhana dalam lembaran kertas atau buku catatan atas gejala-gejala dan unsur-unsur yang muncul dalam suatu situasi ketika mengadakan pengamatan secara langsung kepada guru dan peserta didik atau siswa di MTs Yapit Malakaji.

Pedoman observasi adalah pedoman yang berisi daftar jenis kegiatan yang diperkirakan akan timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, observator (pengamat) tinggal memberikan tanda pada kolom tempat

56

(51)

peristiwa muncul. itulah sebabnya cara bekerja seperti ini disebut sistem tanda ( sign system) yang digunakan sebagai instrumen pengamatan tentang akhlak mulia guru sebagai potret metode ketaladanan yang diterapkan guru di MTs Yapit Malakaji.

2. wawancara

Salah satu cara untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian adalah dengan cara wawancara. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini pedoman wawancara ini berisi daftar pertanyaan yang hanya merupakan garis-garis besar tentang hal-hal yang akan akan ditanyakan pada responden untuk dijawab sesuai dengan keadaan responden, sehingga wawancara seperti ini disebut wawancara bebas terpimpin. Pedoman wawancara ini bertujuan untuk mengarahkan peneliti dalam memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan dari penelitian ini.

3. Angket atau kuesioner

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.

Angket atau kuesioner dipakai untuk menyebutkan metode maupun instrument. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrument yang dipakai adalah angket atau kuesioner. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk angket atau kuesioner tertutup yaitu

Gambar

Tabel                                                                                                                Halaman  1.1     Populasi Guru di MTs.YAPIT Malakaji Kecamatan Tompobulu
Tabel 3  Sampel Penelitian
Tabel di atas, setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa:

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 4.9 dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai keterampilan proses sains antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah baik pada

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana ketaatan ibadah peserta didik di MA Al-Hikmah Bandar Lampung, Bagaimana perilaku sosial peserta didik di MA

Dari hasil nilai Qp/Qm diatas selanjutnya adalah dilakukan analisis dan evaluasi metoda-metoda perhitungan untuk mengetahui metoda mana yang tepat yaitu mendekati nilai dari

Hasil yang didapatkan, pada regresi Weibull faktor yang berpengaruh signifikan terhadap laju kesembuhan pasien adalah faktor usia, jenis kelamin, nyeri dada, dan

17. Berikut yang termasuk sumber daya alam hayati adalah. Hasil hutan dan hewan ternak d. Hewan ternak, nikel, tembaga 18. Minyak goreng dihasilkan oleh.. Yang bisa digunakan

Hasil analisis periode 1994-2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan curah hujan harian maksimum di kedua stasiun serta perubahan tutupan lahan hutan, dan

Dari pemahaman para pemuka desa dapat dikolaborasikan dengan pengetahuan sarjana desa untuk dapat menghasilkan sebuah dokumen historical Desa Panji bermuatan nilai-nilai

Terjadi perubahan penampilan pada beberapa karakter pengamatan, meliputi karakter tinggi tanaman umur (cm), tinggi letak tongkol (cm), umur keluar bunga