• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KOMPREHENSIF DI SEKOLAH LABORATORIUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KOMPREHENSIF DI SEKOLAH LABORATORIUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PROGRAM P2M DANA DlPA

PENGEMBANGAN SEKOLAH BERKARAKTER BERBASIS

KEARIFAN LOKAL

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA

KOMPREHENSIF DI SEKOLAH LABORATORIUM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Oleh:

Prof. Dr. I Made Candiasa, MIKomp., NIP. 196012311986011004

Prof. Dr. I Nyoman Natajaya, MPd., NIP. 195212311981021003

Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd., NIP. 196609201991031001

Ida Bagus Gede Purwa, SKom., NIP. 19807212005011002

JURUSAN PEND. MATEMATIKA

FAKULTAS MIPA

(2)
(3)

TIM PELAKSANA

1. Ketua Pelaksana

a. Nama dan gelar

: Prof. Dr. I Made Candiasa, M.I.Komp

b. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Utama Madya/IVd/

196012311986011004

c. Jabatan Fungsional

: Guru Besar

d. Bidang Keahlian

: Ilmu Komputer

2. Anggota Pelaksana I

a. Nama dan gelar

: Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd.

b. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina/IVa/16609201991032001

c. Jabatan Fungsional

: Lektor Kepala

d. Bidang Keahlian

: Pendidikan Matematika

3. Anggota Pelaksana II

a. Nama dan gelar

: Prof. Dr. Nyoman Natajaya, MPd.

b. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Utama/IVe/195212311981021003

c. Jabatan Fungsional

: Guru Besar

d. Bidang Keahlian

: Administrasi Pendidikan

4. Anggota Pelaksana III

a. Nama dan gelar

: Ida Bagus Gede Purwa, SKom.

b. Pangkat/Golongan/NIP : IIIa, Penata Muda, 198307212005011002

c. Jabatan Fungsional

: Pustakawan Muda

(4)

KATA PENGANTAR

Atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa pengabdian

masyarakat dengan topik Pelaksanaan Pendidikan Karakter secara Komprehensif di

Sekolah Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha dapat terlaksana dengan baik.

Pengabdian ini bertujuan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja sebagai lembaga pendidikan tenaga

kependidikan selalu bekerjasama dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan

kualitas pendidikan. Berbagai aktifitas kerjasama telah diwujudkan, dan salah satunya

adalah pengembangan model pendidikan karakter terpadu. Kegiatan tersebut

merupakan wujud nyata partisipasi kampus untuk memajukan pendidikan.

Keberhasilan penyelenggaraan program tersebut merupakan kerjasama banyak

pihak. Oleh karena itu, atas terlaksananya pengabdian ini, ucapan terimakasih

disampaikan kepada beberapa pihak di bawah ini.

1. Pimpinan Undiksha dan Pengelola Sekolah Laboratorium Universitas Pendidikan

Ganesha yang telah memfasilitasi pengabdian ini.

2. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja yang telah mendanai kegiatan ini.

3. Kepala SD Laboratorium Undiksha beserta semua staf sekolah yang terlibat

sebagai peserta dalam pengabdian ini.

4. Para orang tua siswa yang terlibat sebagai peserta dalam pengabdian ini.

5. Masyarakat umum yang terlibat sebagai peserta dalam pengabdian ini, yang tidak

dapat kami sebutkan satu-persatu.

Diharapkan pelatihan ini memberi manfaat kepada semua masyarakat,

khususnya pengelola sekolah, siswa, dan orang tua siswa agar dapat mengoptimalkan

pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu.

(5)

Pelaksana

ABSTRAK

Hasil belajar pendidikan karakter mayoritas berada pada domain afektif (sikap) dan

perilaku (psikomotor). Oleh karena itu, pembelajaran untuk pendidikan karakter

paling tepat dilakukan dengan pemberian contoh yang baik atau keteladanan.

Selanjutnya, evaluasi untuk pendidikan karakter paling tepat dilakukan melalui

pengamatan atau observasi. Waktu yang dimiliki guru untuk memberi teladan dan

mengamati sikap serta perilaku siswa amat terbatas karena siswa lebih banyak berada

di lingkungan keluarga atau di lingkungan masyarakat umum. Oleh karena itu

diperlukan model pembelajaran dan evaluasi pendidikan karakter yang komprehensif,

melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari

model ngayah dengan sistem nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa

di Bali. Pengabdian yang dilakukan di SD Laboratorium Undiksha telah mampu

mengimplementasikan pendidikan karakter terpadu dengan melibatkan guru, staf

pegawai, staf perpustakaan, staf kebersihan, staf kantin, staf pengamanan, serta orang

tua siswa. Pembinaan dan keteladanan guru di kelas didukung keteladanan layanan

pegawai, dan staf seklah lainnya mampu memberikan pengalaman yang baik bagi

siswa dalam hal kebersamaan, tanggung jawab, dan rasa memiliki. Dengan demikian

peningkatan kualitas pendidikan karakter dapat dicapai. Upaya yang dilakukan perlu

keberlanjutan dan perlu dukungan media yang memadai agar pendidikan karakter di

sekolah semakin baik.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ……….

ii

TIM PELAKSANA ……..…….………..…..

iii

KATA PENGANTAR ………..

iv

ABSTRAK ………...

v

DAFTAR ISI ………

vi

BAB I PENDAHULUAN ………

1

1.1 Latar Belakang ……….….

1

1.2 Analisis Situasi ……….…….

2

1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah ……….……

6

1.4 Tujuan Kegiatan ……….……….……

6

1.5 Manfaat Kegiatan ………..……….…….…

8

1.6 Target Luaran ...

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………

19

BAB III METODE PELAKSANAAN ...……….

30

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah ……….………

30

3.2 Metode Kegiatan ...……….………..…

31

3.3 Metode Evaluasi ………..………..…….

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …….………

34

4.1 Hasil ………..………

34

4.2 Pembahasan ………..……….…

37

BAB V PENUTUP ………. …….……….…

41

(7)

5.2 Saran ……….………..………..…

42

DAFTAR PUSTAKA .………..……….

43

(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Berbagai upaya sudah dilakukan agar fungsi pendidikan nasional dapat berjalan sesuai yang digariskan. Sejak tahun ajaran baru 2011/2012 pendidikan kareakter mulai diberlakukan. Usai peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.

Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Sudah pasti ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU

(9)

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013). Dijelaskan pula disana bahwa Kurikulum 2013 merupakan entry point untuk memasuki sistem pembelajaran yang berkarakter. Artinya, pendidikan karakter masih mendapat perhatian yang penting.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk aktif (Kompas.com, 26 Desember 2012). Dijelaskan pula bahwa dengan adanya perubahan kurikulum ini, berbagai standar dalam komponen pendidikan akan berubah, baik standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan. Ditambahkan juga bahwa standar penilaian pada kurikulum baru juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Aktivitas siswa, termasuk aktivitas bertanya selama pembelajaran dan kemampuan menalar secara logis mendapat penekanan dalam penilaian. Uraian di atas menunjukkan bahwa kuriositas, kreativitas serta berbagai dimensi pendidikan karakter lainnya perlu mendapat perhatian yang penting, demi menciptakan anak didik yang berkarakter. Asesmen formatif sebagai bagian integral dari proses pembelajaran juga harus mempertimbangkan asesmen formatif untuk pendidikan karakter.

1.2 Analisis Situasi

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

(10)

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Berbagai upaya sudah dilakukan agar fungsi pendidikan nasional dapat berjalan sesuai yang digariskan. Sejak tahun ajaran baru 2011/2012 pendidikan kareakter mulai diberlakukan. Usai peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.

Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Sudah pasti ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013). Dijelaskan pula disana bahwa Kurikulum 2013 merupakan entry point untuk memasuki sistem pembelajaran yang berkarakter. Artinya, pendidikan karakter masih mendapat perhatian yang penting.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa

(11)

untuk aktif (Kompas.com, 26 Desember 2012). Dijelaskan pula bahwa dengan adanya perubahan kurikulum ini, berbagai standar dalam komponen pendidikan akan berubah, baik standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan. Ditambahkan juga bahwa standar penilaian pada kurikulum baru juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Aktivitas siswa, termasuk aktivitas bertanya selama pembelajaran dan kemampuan menalar secara logis mendapat penekanan dalam penilaian. Uraian di atas menunjukkan bahwa kuriositas, kreativitas serta berbagai dimensi pendidikan karakter lainnya perlu mendapat perhatian yang penting, demi menciptakan anak didik yang berkarakter.

Pengalaman emperis di lapangan menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami guru dalam menerapkan pendidikan karakter di semua mata pelajaran di sekolah antara lain terjadi pada keterbatasan waktu untuk dapat mengamati siswa. Model pelaksanaan pendidikan karakter yang terbaik adalah melalui keteladanan atau pemberian contoh karena siswa cenderung lebih mudah meniru contoh perilaku atau sikap daripada mempelajarinya dengan model yang lain, seperti tutorial atau pemberian arahan. Oleh karena itu, guru harus lebih banyak memberi keteladanan dalam hal berperilaku atau bersikap yang baik, sehingga siswa dapat menirukan perilaku atau sikap yang baik tersebut. Sikap atau perilaku baru yang belum pernah dikenal siswa akan dipelajari dari sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh gurunya. Demikian pula sikap atau perilaku yang sudah pernah dikenal siswa, namun apabila mereka merasakan ada ketidakcocokan dengan sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh gurunya, maka mereka akan berupaya beradaptasi dengan sikap atau perilaku yag ditujukkan gurunya. Jadi keteladanan

(12)

sikap atau perilaku yang baik dari gurunya akan menjadi model yang baik untuk ditiru siswa selama pelaksanaan pendidikan karakter.

Pelaksanaan asesmen, khususnya asesmen formatif juga sulit dilakukan karena keterbatasan waktu dari guru untuk mengamati siswa. Asesmen pendidikan karakter yang paling baik adalah melalui pengamatan (observasi), karena mayoritas hasil belajar berada pada domain afektif dan psikomotor. Memang teknik asesmen yang lain dapat diterapkan untuk pendidikan karakter, seperti angket atau wawancara namun sifatnya sebagai pembanding dan pelengkap. Asesmen formatif diterapkan guru selama proses pembelajaran untuk mengetahui kompetensi apa yang sudah dicapai siswa serta mengidentifikasi kesenjangan antara kompetensi siswa dengan kompetensi standar yang harus dicapai. Informasi tersebut dimanfaatkan guru untuk merencanakan pembelajaran berikutnya dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Apabila waktu observasi terbatas, maka hasil pengamatan guru terhadap siswanya juga sangat terbatas.

Siswa berada di sekolah hanya sekitar enam jam atau seperempat dari satu hari sekolah. Berarti, sekitar 18 jam atau tiga-per-empat dari satu hari sekolah anak itu berada di lingkungan keluarga atau di masyarakat. Akibatnya, kesempatan guru untuk mengamati sikap dan perilaku siswanya amat terbatas. Bahkan saat hari minggu atau liburan sekolah, kesempatan guru untuk dapat mengamati siswanya sangat kecil peluangnya. Selain itu, kesempatan guru untuk memberikan keteladanan sikap dan perilaku kepada siswanya juga terbatas. Oleh karena itu, perlu dicari upaya terobosan untuk dapat mengamati sikap dan perilaku siswa secara optimal. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dijadikan pedoman untuk memberikan umpan balik kepada siswanya. Sikap atau perilaku yang baik

(13)

atau sesuai standar perlu diberikan umpan balik berupa penguatan, sementara sikap atau perilaku yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan perlu diberikan remidi atau perbaikan.

1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kesempatan guru mengamati anak di sekolah amat terbatas. Waktu anak lebih banyak di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat lainnya. Selain itu, guru bisa optimal membina siswa selama di kelas selama pembelajaran berlangsung. Agar dapat memantau kemajuan belajar anak dengan lebih optimal, diperlukan sebuah kerjasama melibatkan semua pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, petugas administrasi, petugas perpustakaan, petugas konsumsi (kantin), petugas kebersihan, dan petugas keamanan sekolah. Semua pengelola sekolah bekerjasama dengan orang tua siswa serta masyarakat lainnya untuk melaksanakan pendidikan karakter secara terpadu. Masalah yang harus dijawab melalui pengabdian ini adalah: 1) apakah pengelola sekolah mampu bekerjasama menerapkan pendidikan karakter terpadu?, 2) apakah pengelola sekolah mampu bekerjasama dengan orang tua siswa dan mayarakat umum untuk mengimplementasikan pendidikan karakter terpadu?, dan 3) apakah implementasi pendidikan karakter terpadu mampu membina sikap dan perilaku siswa?

1.4 Tujuan Kegiatan

Kesempatan guru mengamati anak di sekolah amat terbatas. Waktu anak lebih banyak di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat lainnya. Agar dapat memantau kemajuan belajar anak dengan lebih optimal, diperlukan sebuah

(14)

kerjasama antara guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan tokoh masyarakat untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif. Kerjasama tersebut dapat terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan asesmen, dan pemberian umpan balik. Masalah yang cukup sulit dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah mendapatkan informasi kemajuan hasil belajar menyangkut karakter siswa. Hasil belajar pendidikan karakter lebih banyak menyangkut domain afektif (sikap) dan psikomotor (perilaku), seperti kejujuran, tanggung jawab, keberanian mengemukakan pendapat, kesiapan bekerja keras, kemandirian, dan seterusnya. Oleh karena itu, bentuk dan proses asesmen yang dipilih harus mampu mengukur domain afektif dan psikomotor dengan baik, sebagai bahan pengambilan keputusan lebih lanjut.

Pada kesempatan ini dicoba dikaji pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Pengkajian ini didasarkan pada anjuran Lickona (2001) bahwa sekolah, keluarga, gereja, dan komunitas lainnya yang bertanggungjwab pada pendidikan karakter harus terlibat dalam pelaksanaan dan evaluasi pendidikan karakter demi tujuan bersama yang sudah ditetapkan. Hanya saja, pengalaman terbaik (best practice) untuk pelaksanaan pendidikan karakter seperti ini di Tanah Air, khususnya di Bali belum tampak jelas. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dicoba dilakukan sebuah percontohan pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif, melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar dengan mengambil lokasi di SD dan SMP Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala sekolah, guru, dan pegawai. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua siswa atau wali. Di lain sisi, masyarakat

(15)

sekitar yang dimaksud adalah komite, yayasan/direktur, dan beberapa pakar berkompeten di bidang pendidikan karakter.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kemampuan guru melaksanakan pendidikan karakter, khususnya untuk pendidikan karakter komprehensif.

2. Meningkatkan kemampuan para guru untuk melaksanakan asesmen pendidikan karakter secara komprehensif.

3. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif dimana pendidikan karakter dapat terlaksana secar komprehensif antara pihak sekolah, keluarga, masyarakat sekitar.

4. Meningkatkan keterlibatan pihak keluarga dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan karakter.

5. Meningkatkan keterlibatan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan karakter.

1.5 Manfaat Kegiatan

Manfaat yang diharapkan dari pengabdian masyarakat ini adalah adalah sebagai berikut.

1. Terciptanya kebiasaan pada setiap guru untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif pada setiap bidang studi. 2. Terciptanya iklim sekolah yang kondusif yang dapat mendukung

pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.

(16)

3. Adanya peningkatan keterlibatan pihak keluarga dalam pelaksanaan pendidikan, khsuusnya pendidikan karakter.

4. Adanya peningkatan keterlibatan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan pendidikan, khsuusnya pendidikan karakter.

5. Tumbuhnya kesadaran di masyarakat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama, baik sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

1.6 Target Luaran

1.6.1 Model Pendidikan Karakter Komprehensif

Model pendidikan karakter komprehensif yang dikembangkan adalah model pendidikan karakter komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari model ngayah dengan sistem

nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa di Bali, yang melibatkan prajuru, krama, dan keluarga. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala

sekolah, guru, dan pegawai administrasi. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua atau wali siswa. Selanjutnya, masyarakat sekitar yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap pendidikan, seperti komite. Keterlibatan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar diharapkan dapat mengoptimalkan pengamatan kepada siswa dalam upaya membina karakter mereka. Selama di sekolah pihak sekolah lebih banyak berperan, selama di rumah pihak keluarga lebih banyak berperan, dan selam pergaulan siswa di masyarakat pihak masyarakat sekitar yang lebih berperan. Forum komunikasi berkala antara ketiga pihak tersebut dimanfaatkan untuk

(17)

membahas temuan masing-masing untuk merumuskan kebijakan pendidikan karakter lebih lanjut.

Pendidikan karakter untuk anak-anak dan generasi muda menjadi amat penting bagi orang-orang yang tertarik dengan reformasi pendidikan karakter.

Kerjasama antara keluarga dan kelompok masyarakat akan dapat

mengidentifikasikan nilai-nilai karakter, mengajarkannya, memberi contoh, dan mendorong keberanian generasi muda untuk mempraktekkannya. Intinya, perkembangan kognitif dan karakter, baik individu maupun masyarakat merupakan hal yang amat penting dalam pendidikan publik, yang terintegrasi dalam lingkungan sekolah, baik dalam kurikulum, strategi mengajar, atau program ko-kurikuler. Lickona (2001) menyebut bahwa sekolah, keluarga, dan gereja harus terlibat secara komprehensif untuk menyukseskan pendidikan karakter.

Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menguraikan tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter seperti berikut. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara

(18)

yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Beberapa tahun belakangan ini sekolah memang telah kehilangan kapasitas untuk bisa melaksanakan dengan baik dan benar misi moral tersebut, padahal moral merupakan komponen yang amat esensial dalam usaha memelihara dan mengembangkan ide-ide maupun usaha-usaha dari para pendidik. Misi moral yang dimaksudkan di sini bukanlah menunjuk kepada kepercayaan secara religius, melainkan moral yang bisa dipahami oleh guru, pegawai administrasi, siswa, dan orang tua siswa mengingat mereka memiliki tanggung jawab satu sama lainnya. Menurut DeRoche & Williams (1999), paradigma yang dipegang pada misi moral ini antara lain adalah: 1) pendidikan adalah kegiatan moral; 2) masa muda dari siswa yang dapat dbutirpa amat pendek dan krusial; 3) apa yang dipelajari dan apa yang tidak dipelajari sangat penting; 4) apa yang menjadi kebiasaan dan apa yang tidak menjadi kebiasaan memiliki konsekuensi terhadap siswa; dan 5) apa yang diyakini baik dan benar oleh seseorang adalah sesuai dengan pandangan hidup secara umum.

Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat yang terus-menerus

mempertahankan komitmen untuk mengajarkan nilai moral yang sangat berharga itu selalu terlupakan. Anak-anak lebih banyak belajar kebiasaan dan moral dari kelompoknya dan media masa seperti televisi, majalah, surat kabar, atau internet, sehingga pengalaman yang diperoleh di sekolah kurang diakui. Peran guru sudah berkurang hanya sebagai teknisi, yaitu menggunakan berbagai strategi untuk

(19)

membantu mentransfer informasi dan ketrampilan kepada siswa. Arti kata guru sebagai seseorang yang membantu anak untuk membentuk dirinya menjadi lebih baik telah direduksi menjadi sekedar membantu anak untuk meningkatkan kemampuan, kompetensi, ketrampilan, atau teknik.

Masyarakat merasa bahwa penurunan nilai moral dan karakter disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) keluarga yang tidak utuh; 2) media masa seperti televisi, film, majalah, atau media masa lainnya yang menyajikan kekerasan, pemakaian obat terlarang, penyimpangan perilaku seks, pencurian, dan kecurangan akademis; 3) kurangnya tokoh panutan karena banyak atlit, artis, politisi, atau pemimpin yang mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan prinsip moral dan etika, sehingga menimbulkan kebingungan mana pahlawan dan mana selebriti.

Pendidikan dipandang sebagai kesempatan untuk memperoleh

pengetahuan untuk menguasai dunia. Banyak siswa menyatakan bosan bersekolah, yang mungkin disebabkan oleh media hiburan yang serba indah dan disajikan secara besar-besaran. Selain itu siswa memandang bahwa pelayanan yang diberikan oleh guru adalah hak mereka, jadi tidak memandang pendidikan sebagai tanggung jawab mereka. Sikap tersebut jelas tidak menguntungkan bagi pemeliharaan hubungan yang baik dan benar antara guru dengan siswa.

Tidak ada komunitas, khususnya komunitas sekolah yang dapat berfungsi lama tanpa misi moral, bahasa, aturan, dan hak atau kewajiban. Michael Fullan, tokoh reformasi pendidikan internasional menyatakan bahwa kunci reformasi pendidikan adalah kualitas hubungan antar personal yang terlibat di sekolah. Semakin jelas bahwa etika dan moralitas, tersebut merupakan isu sentral dalam

(20)

pendidikan anak. Masyarakat, pendidik, dan orang tua menghapkan dengan tegas agar anak-anak belajar dengan baik untuk menjadi produktif, baik hati, dan berguna bagi kemanusiaan. Anak harus diajar berpikir rasional dan bertanggungjawab. Selain itu anak harus diajar untuk senang belajar, selama ingin hidup di alam demokrasi, di mana setiap orang memiliki hak, kewajiban, kebebasan, kepentingan yang sama, dan tanggung jawab.

Ada dua tujuan utama bersekolah, yaitu pengembangan pengetahuan akademik dan pembentukan karakter. Pengembangan pengetahuan akademik berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan dan ketrampilan intelektual anak. Pembentukan karakter membantu pembentukan sikap dan perilaku yang disebabkan oleh karakter, seperti kejujuran, integritas, rasa hormat, tanggung jawab, disiplin diri, dan ketahanan diri. Benninga dkk. (2003) menemukan bahwa sekolah dengan kualitas penerapan pendidikan karakter yang baik cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi.

Pengetahuan akademik dan pengembangan karakter mempersiapkan anak untuk memasuki dunia kerja, untuk pendidikan selanjutnya, untuk pendidikan sepanjang hayat, dan untuk kewarganegaraan. Program pendidikan karakter tidak menggantikan tanggung jawab guru dan murid dalam pendidikan pengetahuan akademik. Pendidikan karakter menciptakan lingkungan yang diharapkan mampu meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Harapannya adalah tidak ada siswa yang menamatkan sekolah dengan menguasai pengetahuan akademik namun kurang dalam hal karakter.

(21)

1.6.2 Model Evaluasi Pendidikan Karakter yang Komprehensif 1.6.2.1 Bentuk Asesmen

Pendidikan karakter lebih banyak menekankan pada hasil belajar untuk domain afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter dilakukan melalui teknik evaluasi yang sesuai untuk mengukur domain afektif dan psikomotor, seperti observasi atau pengamatan langsung dan portofolio serta dibantu angket dan inventori. Kepala sekolah, guru, dan pegawai administrasi memegang pedoman observasi untuk mengamati sikap den perilaku siswa. Orang tua atau wali juga memagang pedoman observasi untuk mengamati sikap dan perilaku putra-putrinya. Komite juga memegang pedoman observasi untuk mengobservasi sikap dan perilaku siswa. Setiap siswa memegang buku untuk merekam portofolio masing-masing.

Observasi adalah teknik evaluasi dengan cara mengamati langsung hasil belajar yang ingin dievaluasi. Instrumen observasi atau pengamatan langsung berupa lembar observasi yang memuat indikator-indikator yang menjadi pedoman dievaluasi dan telah dilengkapi dengan kriteria-kriteria untuk masing-masing indikator. Penilai dapat menuliskan informasi atau memberi tanda pada kriteria yang sudah diberikan. Selain observasi, interview juga efektif digunakan untuk evaluasi sikap (Muller, 1985).

Asesmen portofolio mendasarkan penilaian pada kumpulan karya-karya yang dikerjakan siswa. Wyatt III dan Loper (1999) mendefinisikan portofolio sebagai suatu koleksi personal yang berisi bukti-bukti karya (artifak) serta refleksi siswa tentang pencapaian, perkembangan, kekuatan, dan karya terbaik sebagai hasil belajarnya. Portofolio juga diartikan sebagai kumpulan karya siswa dalam

(22)

kurun waktu tertentu (Depdiknas, 2002). Pembatasan waktu dilakukan dengan ketat menggunakan alat ukur waktu yang tersedia pada sistem komputer.

Angket merupakan instrumen evaluasi berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden (Candiasa, 2010). Terdapat dua jenis angket, yakni angket terstruktur dan angket tidak terstruktur atau angket terbuka. Angket terstruktur adalah angket yang di dalamnya memuat pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban. Angket tidak terstruktur atau angket terbuka tidak menyertakan pilihan jawaban yang diharapkan. Dengan kata lain, Responden dapat memberi respon secara bebas menurut pikirannya masing-masing.

Inventorri adalah instrument evaluasi berupa sejumlah pernyataan yang disertai rentang sekor untuk dipilih. Umumnya rentangan sekor dalam inventori bergerak dari satu kutub ke kutub yang lain. Misalnya sebuah inventori yang di dalamnya memuat peryataan tentang tata cara berpakaian. Rentangan sekor yang disedaiakan misalnya 1 sampai 10, yang mana 1 berada pada kutub jelek dan 10 berada pada kutub 10. Penilai akan memberikan sekor sesuai hasil pengamatan yang dilakukan.

1.6.2.2 Tim Penilai

Tujuan, perencanaan, dan pelaksanaan pendidikan karakter harus dibuat jelas sehingga mudah dievaluasi. Cara mengevaluasi pendidikan karakter juga harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat diperlukan data yang akurat sebagai ukuran keberhasilan mencapai tujuan pendidikan karakter sebagai bahan laporan kepada masyarakat.

(23)

Sekolah merupakan tempat untuk validasi nilai, tempat kerja sama antara staf sekolah dengan anak dan dengan orang tua anak, tempat untuk mengetahui apakah pendidikan karakter berjalan dengan sukses atau tidak. Usaha untuk mempertahankan pendidikan karakter ada pada sekolah. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan oleh tim evaluasi pendidikan karakter. Tim tersebut beranggotakan guru, pegawai administrasi, staf sekolah yang lain, orang tua, wakil masyarakat, siswa, dan ahli evaluasi dari suatu perguruan tinggi. Tugas tim evaluasi adalah menentukan apa yang harus dievaluasi, menentukan kapan, dimana, dan oleh siapa evaluasi dilaksanakan, dan membuat jadwal pelaksanaan evaluasi.

Dalam melaksanakan tugasnya, tim evaluasi harus mengikuti beberapa petunjuk pentinga, antara lain: 1) evaluasi harus mencakup indikator hasil belajar yang diinginkan dari implementasi program pendidikan karakter, sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikoreksi segera; 2) staf sekolah harus mereview hasil penilaian pendidikan karakter; 3) penilaian dilakukan dengan berbagai teknik, termasuk jurnal, anekdot, laporan-individu, survey, tes, angket, wawancara, dan sebagainya; 4) pembuatan disain dan langkah-langkah implementasi evaluasi pendidikan karakter harus melibatkan siswa, orang tua, dan staf sekolah; dan 5) sebaiknya diadakan kerjasama penilaian dengan perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya.

Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan anggota tim agar mampu mengerjakan tugasnya masing-masing. Bila proses evaluasi sudah dilaksanakan, maka kegiatan pokok berikutnya adalah mengambil keputusan tentang nilai yang diperoleh siswa, dan kemudian memutuskan cara untuk

(24)

menyebarkan hasil tersebut kepada peserta. Berdasarkan jadwal, tim kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya.

1.6.2.3 Kriteria Penilaian

Kriteria berfungsi sebagai pedoman dalam mengevaluasi pendidikan karakter. Kriteria adalah standar yang diyakini memiliki kepastian, sehingga sesuatu bisa diputuskan berdasarkan kriteria ini. Ada sebelas kriteria yang dipilih sebagai standar yang akan memandu usaha pendidikan karakter, yaitu kepedulian, kerjasama, komitmen, keberanian, perubahan, hubungan, koherensi, konsensus, komunikasi, budaya, dan kekritisan.

Kepedulian, yang meliputi prinsip-prinsip seperti empati, antusiasme, dan perilaku pro-sosial adalah konsep yang menembus organisasi dari pemimpin sampai ke partisipan. Kerjasama mengarahkan bagaimana individu bersama-sama memecahkan masalah. Kerjasama adalah hubungan saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan melalui berbagi tanggung jawab, otoritas, dan akuntabilitas.

Komitmen ditujukan kepada individu untuk bekerjasama. Identitas seseorang adalah apa yang telah dia komitmenkan. Komitmen individu adalah mempersiapkan energi, fisik, atau psikologis bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Hubungan dalam pendidikan karakter komunikasi antar-individu, baik di sekolah maupun di masyarakat. Pemisahan, sekat, dan perpecahan yang disebabkan oleh ras, etnis, gender, usia, prestasi, materi pelajaran, bakat, kecakapan, politik, atau penghasilan adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak perlu terjadi.

(25)

Fungsi terpenting bagi pendidikan karakter di masyarakat dan di sekolah adalah mencapai konsensus dalam nilai demokratis. Orang-orang di dalam dan di luar program perlu mengetahui apa yang terjadi dan mengapa. Perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan karakter harus dilakukan secara terbuka, mengingat misi, harapan, gaya, dan metode merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh semua staf sekolah dan masyarakat.

Budaya lingkungan sekolah, etos, atau kurikulum tersembunyi yang berdasarkan kriteria kepedulian dan konsensus merupakan inti dari program pendidikan karakter. Akhirnya pendidik perlu bersikap kritis agar bisa melakukan penilaian berdasarkan standar atau kriteria yang ada. Sikap kritis ditujukan terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan bagaimana membuat model nilai-nilai yang diajarkan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Karakter

Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila (Kemdiknas, 2011). Pendidikan karakter dimaksudkan untuk menghasilkan anak didik yang jujur, sopan, baik hati, bersikap yang baik, dan berperilaku yang baik pula. Sikap dan perilaku yang kurang baik, seperti sombong, curang, anarkis, dan seterusnya agar dibuang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Pemberian contoh atau teladan dan pembiasaan untuk bersikap dan berperilaku

yang baik merupakan dasar pendidikan karakter. Sikap jujur dan

bertanggungjawab disertai toleransi dan apresiasi terhadap sesama akan menumbuhkan sikap nasinalisme. Perilaku suka bekerja dibarengi dengan kreativitas yang tinggi akan menghasilkan inovasi-inovasi di berbagai bidang yang akan membawa keunggulan bangsa di tengah persaingan global.

Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi. Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan

(27)

Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013).

Pendidikan karakter tidak dijalankan sebagai mata pelajaran tersendiri, melainkan terintegrasi pada semua mata pelajaran yang ada. Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah (Kemdiknas, 2010). Guru harus mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam rencana program pembelajaran (RPP) dan dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas pada semua mata pelajaran yang ada. Siswa didorong untuk mampu melakukan evaluasi diri dan mengenali jati diri budaya bangsa, sehingga dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, melainkan merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter mencakup pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dan perilaku yang baik. Berbagai pengetahuan yang diterima peserta didik dari berbagai sumber hendaknya mampu disaring agar mendapatkan pengetahuan yang baik untuk diamalkan. Sikap dan perilaku yang disaksikan peserta didik baik secara langsung maupun melalui berbagai media hendaknya dapat disaring untuk memilih sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai luhur Pancasila.

(28)

2.2 Model Pendidikan Karakter Komprehensif

Model pendidikan karakter komprehensif yang dikembangkan adalah model pendidikan karakter komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari model ngayah dengan sistem

nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa di Bali, yang melibatkan prajuru, krama, dan keluarga. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala

sekolah, guru, dan pegawai administrasi. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua atau wali siswa. Selanjutnya, masyarakat sekitar yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap pendidikan, seperti komite. Keterlibatan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar diharapkan dapat mengoptimalkan pengamatan kepada siswa dalam upaya membina karakter mereka. Selama di sekolah pihak sekolah lebih banyak berperan, selama di rumah pihak keluarga lebih banyak berperan, dan selam pergaulan siswa di masyarakat pihak masyarakat sekitar yang lebih berperan. Forum komunikasi berkala antara ketiga pihak tersebut dimanfaatkan untuk membahas temuan masing-masing untuk merumuskan kebijakan pendidikan karakter lebih lanjut.

Pendidikan karakter untuk anak-anak dan generasi muda menjadi amat penting bagi orang-orang yang tertarik dengan reformasi pendidikan karakter.

Kerjasama antara keluarga dan kelompok masyarakat akan dapat

mengidentifikasikan nilai-nilai karakter, mengajarkannya, memberi contoh, dan mendorong keberanian generasi muda untuk mempraktekkannya. Intinya, perkembangan kognitif dan karakter, baik individu maupun masyarakat merupakan hal yang amat penting dalam pendidikan publik, yang terintegrasi

(29)

dalam lingkungan sekolah, baik dalam kurikulum, strategi mengajar, atau program ko-kurikuler. Lickona (2001) menyebut bahwa sekolah, keluarga, dan gereja harus terlibat secara komprehensif untuk menyukseskan pendidikan karakter.

Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menguraikan tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter seperti berikut. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Beberapa tahun belakangan ini sekolah memang telah kehilangan kapasitas untuk bisa melaksanakan dengan baik dan benar misi moral tersebut, padahal moral merupakan komponen yang amat esensial dalam usaha memelihara dan mengembangkan ide-ide maupun usaha-usaha dari para pendidik. Misi moral yang dimaksudkan di sini bukanlah menunjuk kepada kepercayaan

(30)

secara religius, melainkan moral yang bisa dipahami oleh guru, pegawai administrasi, siswa, dan orang tua siswa mengingat mereka memiliki tanggung jawab satu sama lainnya. Menurut DeRoche & Williams (1999), paradigma yang dipegang pada misi moral ini antara lain adalah: 1) pendidikan adalah kegiatan moral; 2) masa muda dari siswa yang dapat dbutirpa amat pendek dan krusial; 3) apa yang dipelajari dan apa yang tidak dipelajari sangat penting; 4) apa yang menjadi kebiasaan dan apa yang tidak menjadi kebiasaan memiliki konsekuensi terhadap siswa; dan 5) apa yang diyakini baik dan benar oleh seseorang adalah sesuai dengan pandangan hidup secara umum.

Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat yang terus-menerus

mempertahankan komitmen untuk mengajarkan nilai moral yang sangat berharga itu selalu terlupakan. Anak-anak lebih banyak belajar kebiasaan dan moral dari kelompoknya dan media masa seperti televisi, majalah, surat kabar, atau internet, sehingga pengalaman yang diperoleh di sekolah kurang diakui. Peran guru sudah berkurang hanya sebagai teknisi, yaitu menggunakan berbagai strategi untuk membantu mentransfer informasi dan ketrampilan kepada siswa. Arti kata guru sebagai seseorang yang membantu anak untuk membentuk dirinya menjadi lebih baik telah direduksi menjadi sekedar membantu anak untuk meningkatkan kemampuan, kompetensi, ketrampilan, atau teknik.

Masyarakat merasa bahwa penurunan nilai moral dan karakter disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) keluarga yang tidak utuh; 2) media masa seperti televisi, film, majalah, atau media masa lainnya yang menyajikan kekerasan, pemakaian obat terlarang, penyimpangan perilaku seks, pencurian, dan kecurangan akademis; 3) kurangnya tokoh panutan karena banyak

(31)

atlit, artis, politisi, atau pemimpin yang mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan prinsip moral dan etika, sehingga menimbulkan kebingungan mana pahlawan dan mana selebriti.

Pendidikan dipandang sebagai kesempatan untuk memperoleh

pengetahuan untuk menguasai dunia. Banyak siswa menyatakan bosan bersekolah, yang mungkin disebabkan oleh media hiburan yang serba indah dan disajikan secara besar-besaran. Selain itu siswa memandang bahwa pelayanan yang diberikan oleh guru adalah hak mereka, jadi tidak memandang pendidikan sebagai tanggung jawab mereka. Sikap tersebut jelas tidak menguntungkan bagi pemeliharaan hubungan yang baik dan benar antara guru dengan siswa.

Tidak ada komunitas, khususnya komunitas sekolah yang dapat berfungsi lama tanpa misi moral, bahasa, aturan, dan hak atau kewajiban. Michael Fullan, tokoh reformasi pendidikan internasional menyatakan bahwa kunci reformasi pendidikan adalah kualitas hubungan antar personal yang terlibat di sekolah. Semakin jelas bahwa etika dan moralitas, tersebut merupakan isu sentral dalam pendidikan anak. Masyarakat, pendidik, dan orang tua menghapkan dengan tegas agar anak-anak belajar dengan baik untuk menjadi produktif, baik hati, dan berguna bagi kemanusiaan. Anak harus diajar berpikir rasional dan bertanggungjawab. Selain itu anak harus diajar untuk senang belajar, selama ingin hidup di alam demokrasi, di mana setiap orang memiliki hak, kewajiban, kebebasan, kepentingan yang sama, dan tanggung jawab.

Ada dua tujuan utama bersekolah, yaitu pengembangan pengetahuan akademik dan pembentukan karakter. Pengembangan pengetahuan akademik berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan dan ketrampilan intelektual

(32)

anak. Pembentukan karakter membantu pembentukan sikap dan perilaku yang disebabkan oleh karakter, seperti kejujuran, integritas, rasa hormat, tanggung jawab, disiplin diri, dan ketahanan diri. Benninga dkk. (2003) menemukan bahwa sekolah dengan kualitas penerapan pendidikan karakter yang baik cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi.

Pengetahuan akademik dan pengembangan karakter mempersiapkan anak untuk memasuki dunia kerja, untuk pendidikan selanjutnya, untuk pendidikan sepanjang hayat, dan untuk kewarganegaraan. Program pendidikan karakter tidak menggantikan tanggung jawab guru dan murid dalam pendidikan pengetahuan akademik. Pendidikan karakter menciptakan lingkungan yang diharapkan mampu meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Harapannya adalah tidak ada siswa yang menamatkan sekolah dengan menguasai pengetahuan akademik namun kurang dalam hal karakter.

2.3 Model Evaluasi Pendidikan Karakter yang Komprehensif 2.3.1 Bentuk Asesmen

Pendidikan karakter lebih banyak menekankan pada hasil belajar untuk domain afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter dilakukan melalui teknik evaluasi yang sesuai untuk mengukur domain afektif dan psikomotor, seperti observasi atau pengamatan langsung dan portofolio serta dibantu angket dan inventori. Kepala sekolah, guru, dan pegawai administrasi memegang pedoman observasi untuk mengamati sikap den perilaku siswa. Orang tua atau wali juga memagang pedoman observasi untuk mengamati sikap dan perilaku putra-putrinya. Komite juga memegang pedoman observasi untuk

(33)

mengobservasi sikap dan perilaku siswa. Setiap siswa memegang buku untuk merekam portofolio masing-masing.

Observasi adalah teknik evaluasi dengan cara mengamati langsung hasil belajar yang ingin dievaluasi. Instrumen observasi atau pengamatan langsung berupa lembar observasi yang memuat indikator-indikator yang menjadi pedoman dievaluasi dan telah dilengkapi dengan kriteria-kriteria untuk masing-masing indikator. Penilai dapat menuliskan informasi atau memberi tanda pada kriteria yang sudah diberikan. Selain observasi, interview juga efektif digunakan untuk evaluasi sikap (Muller, 1985).

Asesmen portofolio mendasarkan penilaian pada kumpulan karya-karya yang dikerjakan siswa. Wyatt III dan Loper (1999) mendefinisikan portofolio sebagai suatu koleksi personal yang berisi bukti-bukti karya (artifak) serta refleksi siswa tentang pencapaian, perkembangan, kekuatan, dan karya terbaik sebagai hasil belajarnya. Portofolio juga diartikan sebagai kumpulan karya siswa dalam kurun waktu tertentu (Depdiknas, 2002). Pembatasan waktu dilakukan dengan ketat menggunakan alat ukur waktu yang tersedia pada sistem komputer.

Angket merupakan instrumen evaluasi berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden (Candiasa, 2010). Terdapat dua jenis angket, yakni angket terstruktur dan angket tidak terstruktur atau angket terbuka. Angket terstruktur adalah angket yang di dalamnya memuat pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban. Angket tidak terstruktur atau angket terbuka tidak menyertakan pilihan jawaban yang diharapkan. Dengan kata lain, Responden dapat memberi respon secara bebas menurut pikirannya masing-masing.

(34)

Inventorri adalah instrument evaluasi berupa sejumlah pernyataan yang disertai rentang sekor untuk dipilih. Umumnya rentangan sekor dalam inventori bergerak dari satu kutub ke kutub yang lain. Misalnya sebuah inventori yang di dalamnya memuat peryataan tentang tata cara berpakaian. Rentangan sekor yang disedaiakan misalnya 1 sampai 10, yang mana 1 berada pada kutub jelek dan 10 berada pada kutub 10. Penilai akan memberikan sekor sesuai hasil pengamatan yang dilakukan.

2.3.2 Tim Penilai

Tujuan, perencanaan, dan pelaksanaan pendidikan karakter harus dibuat jelas sehingga mudah dievaluasi. Cara mengevaluasi pendidikan karakter juga harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat diperlukan data yang akurat sebagai ukuran keberhasilan mencapai tujuan pendidikan karakter sebagai bahan laporan kepada masyarakat.

Sekolah merupakan tempat untuk validasi nilai, tempat kerja sama antara staf sekolah dengan anak dan dengan orang tua anak, tempat untuk mengetahui apakah pendidikan karakter berjalan dengan sukses atau tidak. Usaha untuk mempertahankan pendidikan karakter ada pada sekolah. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan oleh tim evaluasi pendidikan karakter. Tim tersebut beranggotakan guru, pegawai administrasi, staf sekolah yang lain, orang tua, wakil masyarakat, siswa, dan ahli evaluasi dari suatu perguruan tinggi. Tugas tim evaluasi adalah menentukan apa yang harus dievaluasi, menentukan kapan, dimana, dan oleh siapa evaluasi dilaksanakan, dan membuat jadwal pelaksanaan evaluasi.

(35)

Dalam melaksanakan tugasnya, tim evaluasi harus mengikuti beberapa petunjuk pentinga, antara lain: 1) evaluasi harus mencakup indikator hasil belajar yang diinginkan dari implementasi program pendidikan karakter, sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikoreksi segera; 2) staf sekolah harus mereview hasil penilaian pendidikan karakter; 3) penilaian dilakukan dengan berbagai teknik, termasuk jurnal, anekdot, laporan-individu, survey, tes, angket, wawancara, dan sebagainya; 4) pembuatan disain dan langkah-langkah implementasi evaluasi pendidikan karakter harus melibatkan siswa, orang tua, dan staf sekolah; dan 5) sebaiknya diadakan kerjasama penilaian dengan perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya.

Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan anggota tim agar mampu mengerjakan tugasnya masing-masing. Bila proses evaluasi sudah dilaksanakan, maka kegiatan pokok berikutnya adalah mengambil keputusan tentang nilai yang diperoleh siswa, dan kemudian memutuskan cara untuk menyebarkan hasil tersebut kepada peserta. Berdasarkan jadwal, tim kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya.

2.3.3 Kriteria Penilaian

Kriteria berfungsi sebagai pedoman dalam mengevaluasi pendidikan karakter. Kriteria adalah standar yang diyakini memiliki kepastian, sehingga sesuatu bisa diputuskan berdasarkan kriteria ini. Ada sebelas kriteria yang dipilih sebagai standar yang akan memandu usaha pendidikan karakter, yaitu kepedulian, kerjasama, komitmen, keberanian, perubahan, hubungan, koherensi, konsensus, komunikasi, budaya, dan kekritisan.

(36)

Kepedulian, yang meliputi prinsip-prinsip seperti empati, antusiasme, dan perilaku pro-sosial adalah konsep yang menembus organisasi dari pemimpin sampai ke partisipan. Kerjasama mengarahkan bagaimana individu bersama-sama memecahkan masalah. Kerjasama adalah hubungan saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan melalui berbagi tanggung jawab, otoritas, dan akuntabilitas.

Komitmen ditujukan kepada individu untuk bekerjasama. Identitas seseorang adalah apa yang telah dia komitmenkan. Komitmen individu adalah mempersiapkan energi, fisik, atau psikologis bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Hubungan dalam pendidikan karakter komunikasi antar-individu, baik di sekolah maupun di masyarakat. Pemisahan, sekat, dan perpecahan yang disebabkan oleh ras, etnis, gender, usia, prestasi, materi pelajaran, bakat, kecakapan, politik, atau penghasilan adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak perlu terjadi.

Fungsi terpenting bagi pendidikan karakter di masyarakat dan di sekolah adalah mencapai konsensus dalam nilai demokratis. Orang-orang di dalam dan di luar program perlu mengetahui apa yang terjadi dan mengapa. Perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan karakter harus dilakukan secara terbuka, mengingat misi, harapan, gaya, dan metode merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh semua staf sekolah dan masyarakat.

Budaya lingkungan sekolah, etos, atau kurikulum tersembunyi yang berdasarkan kriteria kepedulian dan konsensus merupakan inti dari program pendidikan karakter. Akhirnya pendidik perlu bersikap kritis agar bisa melakukan penilaian berdasarkan standar atau kriteria yang ada. Sikap kritis ditujukan terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan bagaimana membuat model nilai-nilai yang diajarkan.

(37)

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Kerangka pemecahan masalah yang dicoba ditawarkan adalah pelaksanaan

focus group discussions (FGD) melibatkan para kepala sekolah dan para guru

untuk membahas pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif. Harapannya, para guru mampu menyiapkan, melaksanakan pembelajaran karakter secara komprehensif. Kepada para orang tua atau wali siswa disampaikan format observasi untuk mengamati sikap dan perilaku siswa selama di rumah. Selain itu, kepada para orang tua atau wali siswa disampaikan daftar isian terkait pembinaan karakter yang telah dilakukan kepada putra putrinya. Kepada msyarakat umum disampaikan format observasi terhadap sikap dan perilaku siswa. Selain itu, kepada msyarakat disampaikan pula daftar isian terkait saran untuk pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif. Kepada siswa diberikan buku saku untuk merekam dan mengevaluasi sikap dan perilakunya setiap hari. Buku tersebut akan dipantau setiap minggu oleh wali kelas bekerjasama dengan guru Bimbingan Konseling (BK).

Penyelenggara pendidikan, khususnya pendidikan karakter, yakni kepala sekolah dan guru sangat memerlukan bantuan dari para orang tua atau wali siswa untuk memberikan hasil pantauannya terhadap sikap dan perilaku siswa di rumah. Hasil pantauan tersebut dapat dijadikan pertimbangan untuk merevisi proses pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itu, laporan pantauan orang tua atau wali terhadap sikap dan perilaku putra-putrinya akan sangat membantu pekerjaan guru.

(38)

Selain itu, informasi terkait model pembinaan karakter anak yang dilakukan dapat menjadi informasi bagi guru sebagai model pembinaan pendidikan karakter alternatif. Di sisi lain, masyarakat sekitar dapat membantu memberikan penilaian terhadap sikap dan perilaku anak yang dipantau untuk membantu guru mengambil keputusan terkait pembinaan pendidikan karakter yang dilakukan. Masukan dari masyarakat sekitar terkait model pendidikan karakter dapat dijadikan acuan untuk memilih model pendidikan karakter oleh guru. Pada diri siswa akan tumbuh kebiasaan untuk menilai diri sendiri sebagai bahan untuk melakukan introspeksi diri ke arah karakter yang lebih baik. Dengan demikian akan terbentuk sinergi yang amat baik antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar untuk pelaksanaan pendidikan karakter, agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan karakter, yang akan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan.

3.2 Metode Kegiatan

Kegiatan pengabdian akan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut. 1) Para kepala sekolah dan para guru yang menjadi subyek pengabdian diajak

melakukan FGD bersama penyelenggara di Sekolah Laboratorium UNDIKSHA untuk mengkaji pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif.

2) Para kepala sekolah dan para guru melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif terpadu dengan tugas keseharian masing-masing. 3) Para kepala sekolah dan para guru melaksanakan asesmen pendidikan

(39)

4) Menyampaikan instrumen asesmen pendidikan karakter kepada para orang tua atau wali siswa untuk diisi sesuai dengan pengamatan mereka terhadap sikap dan perilaku putra-putrinya.

5) Menyampaikan buku catatan kepada para orang tua atau wali siswa untuk diisi model pembinaan sikap dan perilaku yang dilakukan terhadap putra-putrinya.

6) Menyampaikan instrumen asesmen pendidikan karakter kepada sampel masyarakat sekitar untuk diisi sesuai dengan pengamatan mereka terhadap sikap dan perilaku siswa yang diamati.

7) Menyampaikan buku catatan kepada sampel masyarakat sekitar untuk diisi model pembinaan sikap dan perilaku yang disarankan.

8) Menyampaikan buku kecil kepada siswa untuk diisi rekaman sikap dan perilakunya setiap hari serta hasil evaluasi diri terhadap sikap dan perilaku mereka yang direkam sendiri.

3.3 Metode Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan mengamati proses pendidikan karakter komprehensif yang terjadi di sekolah. Proses dimaksud mencakup proses kerja sama antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar, serta antusiasme dari ketiga pihak tersebut. Selain itu, evaluasi juga dilakukan terhadap iklim sekolah berkaitan dengan pendidikan karakter. Evaluasi dilakukan oleh panitia dengan melibatkan pakar yang independen. Selain itu, penilain juga dilakukan oleh siswa sendiri, kepala sekolah, guru, orang tua atau wali, serta sampel masyarakat sekitar. Indikator pencapaian yang ditetapkan adalah, bahwa pengabdian dinyatakan

(40)

berhasil apabila: 1) masing-masing pihak sudah bekerja untuk pendidikan karakter sesuai panduan yang disepakati, 2) semua pihak, yakni pihak sekolah, keluarga, maupun masyarakat sekitar memberi penilain bahwa pendidikan karakter komprehensif bermanfaat, 3) terbentuk iklim sekolah yang kondusif terkait pendidikan karakter menurut penilaian pakar yang independen, 4) siswa berpendapat bahwa program yang dilaksanakan menyenangkan dan tidak membebani, 5) terjadi pengurangan frekuensi pelanggaran tata-tertib di lingkungan sekolah.

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

FGD dengan para guru untuk persiapan melaksanakan pendidikan

karakter terpadu yang yang berlangsung selama dua kali mampu menghasilkan pemahaman dan kesamaan pandangan tentang pendidikan karakter terpadu. Para peserta sudah lebih menyadari bahwa pendidikan karakter tidak hanya diintegrasikan pada pembelajaran semua mata pelajaran di kelas, melainkan juga dilaksanakan dalam semua kegiatan sekolah. Upacara bendera, bermain di halaman saat istirahat, perlombaan, pembersihan, kegiatan ulang tahun sekolah, dan seterusnya, semua bisa disisipi dengan pendidikan karakter. Apalagi kegiatan-kegiatan seperti olah raga, pramuka, persembahyangan bersama sangat membuka peluang pendidikan karakter secara terpadu.

Para guru juga sudah sangat menyadari bahwa mereka tidak mungkin bertanggungjawab sendiri untuk pendidikan karakter. Pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin amat berperan dalam pendidikan karakter. Hasil diskusi dengan pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin memberi pemahaman bahwa betapa besar peran mereka dalam pendidikan karakter. Layanan yang cepat, tertib, dan adil dari staf administrasi, staf perpustakaan, dan petugas konsumsi memberi pengalaman yang berarti kepada siswa untuk berlaku tertib, adil, dan bertanggungjawab. Layanan

(42)

kebersihan yang memadai dari petugas kebersihan dan layanan keamanan dan ketertiban yang memadai dari satuan pengamanan memberikan rasa nyaman kepada siswa, dan sekaligus memberi pengalaman dan keteladanan kepada mereka untuk terbiasa hidup bersih, aman, dan tertib, sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

Peran orang tua dalam pendidikan karakter juga disadari amat tinggi. Di rumah, orang tua berperan penuh untuk pendidikan karakter. Pembinaan orang tua kepada anak sangat menentuan keberhasilan pendidikan karakter. Selain itu, semua sikap dan perilaku di rumah menjadi teladan yang penting bagi anak. Selanjutnya, sikap tertib berlalu lintas saat mengantar anak ke sekolah atau menjemput anak dari sekolah merupakan teladan yang amat penting bagi anak. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan pihak sekolah sangat berperan menentukan keberhasilan pendidikan karakter.

Semua pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter dan terlibat dalam

FGD mencoba mengimplementasikan pendidikan karakter secara terpadu.

Implementasi dari hasil FGD diobservasi secara berkala. Observasi dilakukan terhadap sikap dan perilaku siswa. Hasil observasi tahap pertama belum menunjukkan adanya perubahan sikap dan perilaku siswa akibat pendidikan karakter terpadu yang dibahas dalam FGD sebelumnya. Oleh karena itu, dilakukan FGD lagi untuk membahas hasil observasi pertama. Dalam FGD, baik guru, pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin menyatakan sudah terjadi perubahan sikap dan perilaku pada siswa, namun belum seberapa dan itu terjadi baru pada anak-anak tertentu. Pada FGD saat itu

(43)

disepakati untuk memberikan lembar panduan pelaksanaan pendidikan karakter terpadu kepada siswa, agar mereka ahu apa yang terjadi.

Observasi kedua juga belum menunjukkan adanya perubahan sikap dan perilaku yang optimal seperti yang diharapkan. Walaupun demikian siswa sudah menunjukkan animo untuk terlibat dalam semua kegiatan yang dapat disisipi pendidikan karakter. Tanggung jawab sudah berkembang dalam pengerjaan tugas dan keikutsertaan dalam kegiatan. Pada FGD membahas temuan observasi kedua ini terungkap bahwa dunia bermain anak masih sangat dominan mempengaruhi karakter anak. Dunia bermain menjadi media komunikasi yang sangat efektif bagi anak-anak. Anak-anak mengutamakan kegiatan bermain daripada yang lain. Oleh karena itu disepakati untuk memberikan ruang bermain yang lebih longgar kepada anak. Semua pihak mengatur kegiatan masing-masing untuk dapat memberi peluang yang lebih banyak kepada anak untuk bermain. Pengawasan dilakukan oleh semua pihak agar dalam permainan anak-anak tetap menedepankan keselamatan, kebersihan, dan etika. Pagi hari orang tua rela mengantar anak lebih pagi agar ada keempatan anak berkomunikasi dengan teman-temannya, antara lain melalui permainan. Siang hari saat pulang sekolah, orang tua rela meluangkan waktu lebih banyak untuk menunggu anak karena mereka sedang asik bermain.

Komunikasi dalam permainan sangat banyak menumbuhkan rasa kebersamaan, tanggung jawab, dan tenggang rasa. Memang sesekaliwaktu terjadi pelanggaran, namun saat itu juga anak yang melakukan pelanggaran merangkul temannya yang dilanggar sebagai tanda meminta maaf. Keterlibatan guru sangat jarang dalam mengatasi masalah antar-anak yang timbul dalam permainan. Mereka sendiri sudah mampu mencari penyelesaian masalah mereka selama

(44)

permainan. Petugas kebersiahan dan petugas keamanan sesekali waktu mengingatkan anak yang menganggu kebersihan atau ketertiban dalam bermain. Hal ini menunjukkan peran semua pihak dalam pendidikan karakter sudah semakin meningkat.

Pada akhir FGD muncul ide untuk mengembangkan media komunikasi

online yang dapat diakses guru, siswa, kepala sekolah, pegawai, dan orang tua

siswa. Penyediaan media yang dapat membantu pihak sekolah menyelenggarakan pembelajaran dan sekaligus memantau kegiatan siswa sehari penuh juga dapat membantu penyelenggaraan pendidikan karakter secara terpadu. Media yang dapat berfungsi seperti di atas adalah situs web dinamik yang dilengkapi fasilitas untuk menyelenggarakan komunikasi interaktif secara on-line. Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (jaringan internet) sangat mendukung pengembangan media tersebut. Mayoritas sekolah sudah memiliki situs web

(website). Apabila situs web dilengkapi media komunikasi antara guru, pegawai,

siswa, kepala sekolah, dan orang tua, maka pemantauan siswa dapat diselenggarakan lebih efektif dan efisien.

4.2 Pembahasan

Pendidikan karakter tidak diselenggarakan sendiri, melainkan terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Selain itu, pendidikan karakter harus dilakukan

secara terpadu olehh guru, p

egawai administasi, staf perpustakaan, petugas

kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas

konsumsi, dan penjaga kantin. Sekalipun demikian, masih banyak kendala yang

muncul dalam pendidikan karakter.

Kendala dimaksud antara lain berupa

(45)

keterbatasan waktu, keterbatasan kemampuan mengamati siswa yang cukup banyak, dan keterbatasan instrumen untuk merekam kemajuan belajar. Kendala tersebut perlu difasilitasi dengan segera agar kemajuan belajar siswa secara terpadu untuk materi pembelajaran dan pendidikan karakter dapat direkam dengan baik dan dapat diberi umpan balik yang relevan. Solusi lain yang lebih berpeluang untuk diimplementasikan adalah pelibatan orang tua dan masyarakat lainnya dalam pendidikan karekter secara terpadu. Anak berada di sekolah hanya sekitar enam jam. Waktu 18 jam dalam sehari dilalui anak dalam keluarga atau di masyarakat. Oleh karena itu pelibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan karakter secara terpadu dan eksplisit sangat membantu.

Penyediaan media yang dapat membantu pihak sekolah menyelenggarakan pembelajaran dan sekaligus memantau kegiatan siswa sehari penuh juga dapat membantu penyelenggaraan pendidikan karakter secara terpadu. Media yang dapat berfungsi seperti di atas adalah portal web pembelajaran yang dilengkapi fasilitas untuk menyelenggarakan komunikasi interaktif secara on-line. Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (jaringan internet) sangat mendukung pengembangan media tersebut. Mayoritas sekolah sudah memiliki situs web (website) dan bahkan beberapa sekolah sudah menyelenggarakan e-pembelajaran (e-learning). Bila situs web sekolah dilengkapi fasilitas asesmen

online, maka guru dapat menyelenggarakan asesmen formatif secara online dan

sekaligus dapat menyiapkan umpan balik secara online pula. Media asesmen

online membuka peluang kepada guru untuk menyelengarakan asesmen teman

sebaya (peer assessment), selain asesmen dari guru. Selain itu, media tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melatih siswa untuk menyelenggarakan pengajuan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

maka Pokja Pengadaan Barang, Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya Pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun Anggaran 2014 menetapkan Paket tersebut di

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Giving Question and Getting Answer dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Motivasi

Penilaian aspek keuangan harus memperhitungkan nilai aktiva berjalan dan/atau kemampuan keuangan badan usaha terhadap kewajiban keuangan dalam melaksanakan perjanjian

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (5) Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, potensi daerah sebagaimana

Adanya asimetri informasi antara manager dan pemegang saham akan menimbulkan masalah yang bisa merugikan para pemegang saham, tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana tata

Di dalam silsilah keluarga klien terdapat anggota keluarga yang menderita TB paru yaitu kakeknya, kakenya pernah batuk berdarah. R melakukan pengobatan sebulan sebelum An.R

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat

Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,