• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA PENGAMEN JALANAN. Suci Indriyani Sri Widyawati Anna Dian Savitri Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA PENGAMEN JALANAN. Suci Indriyani Sri Widyawati Anna Dian Savitri Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

118 PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA PENGAMEN JALANAN

Suci Indriyani Sri Widyawati Anna Dian Savitri

Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh perilaku angresif remaja pengamen jalanan, faktor apa saja yang mendorong perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan, serta bagaimana usaha remaja pengamen jalanan dalam mengendalikan perilaku agresifnya. Tema penelitian ini terfokus pada gambaran secara menyeluruh perilaku agresif remaja pengamen jalanan, faktor-faktor yang mendorong perilaku agresif remaja pengamen jalanan, serta usaha remaja pengamen jalanan dalam mengendalikan perilaku agresifnya.

Metode yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah remaja pengamen jalanan, berusia 15-21 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Adapun informan sebanyak delapan orang yang berasal dari teman sesama pengamen jalanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku agresif yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan meliputi perilaku agresif menyerang fisik, bentuk perilaku agresif menyerang suatu objek, serta perilaku agresif secara verbal dengan menggunakan kata-kata kotor terhadap teman sesama pengamen jalanan maupun terhadap orang yang tidak dikenalnya. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku agresif remaja pengamen jalanan, yaitu faktor frustrasi, stres, deindividuasi, provokasi, alkohol, serta suhu udara panas. Upaya yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan agar terhindar dari perilaku agresif adalah dengan berusaha menghindari ajakan teman untuk berperilaku negatif, bertindak kriminal, pergi mengamen dan minum-minuman keras.

Kata Kunci : perilaku agresif, remaja pengamen jalanan

AGGRESSIVE BEHAVIOR OF ADOLESCENT TRAVELING SINGERS

The purpose of this study was to find an overall picture of the aggressive behavior of adolescent traveling singers, what factors that encourage them to have the behavior, and what efforts they made in controlling such behavior. The theme of this study was focused on overall picture of the aggressive behavior of adolescent traveling singers, what factors that encourage them to have the behavior, and what efforts they made in controlling such behavior.

The approach used in this study was qualitative and data were collected by doing interviews, conducting observations, and photo documentation.. Respondents consisted of adolescent traveling singers, between the age of 15 -21 years. Respondents in this study were eight fellow adolescent traveling singers.

Study results concerning the aggressive behavior of adolescent traveling singers were shown in the form of physical attacks, attacks to certain objects, verbally aggressive behavior by using both dirty words towards fellow adolescent traveling singers and people of which they didn’t recognize them. The influential factors to the aggressive behavior of the adolescent traveling singers were frustration, stress, de-individual, provocation, alcohol, and hot air temperature. Efforts shown by the adolescent traveling singers to avoid such aggressive behavior were done by avoiding their fellow offers to behave negatively, do criminal acts, become traveling singers and drink liquors.

(2)

119 Pendahuluan

Salah satu dampak negatif yang muncul akibat adanya era globalisasi adalah masalah di bidang ekonomi. Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia tidak diimbangi dengan tersedianya bahan pangan, tempat tinggal yang layak, serta lapangan pekerjaan. Keadaan inilah yang menimbulkan berbagai macam masalah serius seperti kemiskinan, kelaparan, meningkatnya jumlah tunawisma dan tingginya angka pengangguran dan maraknya kasus putus sekolah pada anak-anak dan remaja karena alasan ekonomi. Indonesia merupakan negara berkembang identik dengan kemiskinan. Banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan masyarakat miskin perkotaan. Bahkan, di malam hari banyak orang-orang tertentu yang tidur di depan toko pinggir (Wulan, 2008). Berdasarkan kondisi tersebut peneliti berusaha memfokuskan pada fenomena pengamen jalanan yang ada di kota Semarang.

Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, antara lain hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas dan terlindungi. Anak-anak sering

dieksploitasi untuk berbagai kepentingan, termasuk ekonomi (Fathia, 2009). Eksploitasi terhadap anak-anak selain dilakukan oleh pelaku usaha, juga melibatkan orangtua mereka sendiri, seperti yang terjadi di beberapa sudut kota Semarang dengan semakin maraknya fenomena pengamen jalanan.

Fenomena pengamen di era globalisasi sebagian besar dilatarbelakangi oleh kemiskinan. Selain itu ada yang sengaja menjadi pengamen karena tidak mendapat pekerjaan, malas bekerja dan karena ingin melakukan bisnis pengamen. Respon masyarakat terhadap pengamen tidak begitu baik, sebagian besar masyarakat tidak menyukai pengamen dan merasa terganggu dengan adanya pengamen. Fenomena ini semakin banyak dari waktu ke waktu dan penanganan pemerintah belum menunjukkan hasil yang diharapkan karena prospek pengamen semakin bertambah (Wulan, 2008).

Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah, sebagai kota metropolitan, wilayah kota amat strategis ditinjau dari sisi geografi, demografi, ekonomi dan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Berada pada perlintasan jalur Utara pulau Jawa yang menghubungkan kota Surabaya dan Jakarta, Semarang terdiri dari 16 kecamatan, 177 kelurahan. Jumlah penduduk kota Semarang pada tahun 2010 sebanyak 1.624.557 jiwa, dengan jumlah anak 262.315 jiwa (Badan pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana kota Semarang, 2010: 1).

(3)

120 Istilah anak jalanan dalam penelitian ini

menunjuk pada individu yang berada pada tahap remaja. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena remaja tidak termasuk golongan anak-anak tetapi remaja tidak pula termasuk dalam golongan orang dewasa (Hurlock, 1990: 206). Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya, karena pada periode itu, individu meninggalkan tahap kehidupan anak, untuk menuju ke tahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan. Keinginan untuk menunjukkan bahwa remaja mampu kemungkinan dapat mendorong munculnya perilaku agresif.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu mulai berintegrasi dengan orang dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa dirinya berada pada tingkat lebih rendah dari orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Batasan usia bagi remaja adalah usia 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Monks, Knoers, dan Haditono, 2002: 262). Dalam penelitian ini, peneliti selanjutnya akan menggunakan pengamen jalanan yang berada pada masa remaja.

Bagi remaja pengamen jalanan, kondisi ekonomi, kemiskinan, PHK yang dialami orangtuanya, dan kondisi keluarga yang tidak utuh lagi menjadi penyebab beberapa anak dan remaja

putus sekolah. Kondisi keluarga yang miskin membuat anak dengan mudah menjadi pengamen jalanan. Jika nantinya anak-anak tersebut bekerja di jalan, maka hanya ada dua alasan yaitu keinginan anak untuk membantu orangtua dan disuruh oleh orangtuanya (Trisnadi, 2004: 9). Orangtua dengan sengaja membiarkan anak bekerja sebagai pengamen jalan untuk mendapatkan uang atau untuk sekedar meminta-minta uang pada orang lain. Data yang dimiliki kota Semarang setidaknya tercatat sebanyak 674 ribu anak dibawah 13 tahun berstatus bekerja, anak umur 13-14 tahun bekerja lebih dari 15 jam per minggu,dan 760 ribu anak umur 15-17 tahun bekerja diatas 40 jam per minggu (Badan pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana kota Semarang, 2010: 142).

Kesuma (2010) menyatakan bahwa pengamen jalanan adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara bernyanyi atau memainkan alat musik di muka umum dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan imbalan uang atas apa yang dilakukan. Peralatan yang dipakai pengamen jalanan cukup sederhana, yaitu mereka hanya bermodalkan sebuah gitar, entah itu gitar yang berukuran standar ataupun gitar yang berukuran kecil. Bahkan ada juga yang hanya bermodalkan tepuk tangan saja. Ada juga pengamen yang bernyanyi dengan iringan beras yang di masukkan ke dalam botol-botol plastik lalu mereka kocok-kocok

(4)

121 sesuai bagaimana iringan lagu untuk lagu

yang sedang mereka bawakan. Umur dari para pengamen ini beranekaragam dari mulai usia anak-anak, remaja bahkan dewasa, bahkan tidak sedikit pula pengamen yang sudah berumur. Pengamen cilik atau masih anak-anak biasanya mengamen hanya dengan bernyanyi saja tanpa iringan alat apapun. Ada juga yang menggunakan tepukan tangannya sendiri atau botol plasitk yang diisi pasir atau beras bahkan juga ada yang memakai kecrekan. Pengamen jalanan tidak selalu mengamen sendiri, terkadang juga melakukannya dengan berkelompok. Kebanyakan dari pengamen jalanan mengamen dengan memakai gitar akustik.

Pengamen jalanan kini sudah menjadi pilihan mereka yang hidup dalam kemiskinan ekonomi dan kemiskinan pengetahuan. Anak-anak umur belasan tahun secara terpaksa menengadah tangannya di pintu-pintu angkutan kota, di dalam bis kota, bahkan juga di perempatan jalan kota-kota besar di Indonesia. Hasil data penelitian PAJS (persatuan anak jalanan Semarang), anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen sekitar 41,1%, tukang semir 22,2%, penjual koran 15,6%, ciblek 7,8%, dan sisanya bekerja apa saja termasuk mayeng (pemungut barang sampah). Anak jalanan tersebut menyebar di berbagai titik kota Semarang, diantara kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Pasar Johar, Bundaran Kalibanteng, Perempatan Metro, Pasar Karang Ayu, dan Swalayan Ada Banyumanik (Wijayanti,

2010: 5-6).

Perilaku agresif sepertinya telah menjadi sesuatu hal yang sangat biasa terjadi pada kehidupan sosial individu saat ini. Di Indonesia berita mengenai penganiayaan, pemerkosaan, perampokan bahkan pembunuhan sering dimuat di media cetak maupun media elektronik. Sebagai contoh adalah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok pengamen jalan pada seorang penjual nasi bungkus, pembunuhan ini dikarenakan seorang penjual nasi bungkus melerai tawuran antar kelompok pengamen jalanan lantaran masalah berebutan lahan (Suara Merdeka, 16 Oktober 2011).

Perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu (Breakwell, 1998: 17). Perilaku agresif dapat dimunculkan secara fisik maupun verbal. Perilaku agresi fisik yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara melakukan kekerasan secara fisik seperti menempar, memukul, melempar dengan benda terhadap orang lain di sekitarnya. Perilaku agresi verbal yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara mengeluarkan kata-kata untuk menyerang orang lain, dapat berupa ejekan, hinaan, caci maki. Banyak kerugian yang ditimbulkan karena perilaku-perilaku agresif tersebut, baik yang berupa kerugian materi hingga kerugian yang tidak bisa dihitung dengan materi seperti pemerkosaan dan hilangnya nyawa seseorang.

(5)

122 Perilaku agresif adalah keinginan menyakiti

orang lain untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif atau keinginan mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresi (Krahe, 2005: 17). Ada banyak faktor penyebab yang dapat memengaruhi perilaku agresif diantaranya adalah amarah, frustrasi dan lingkungan. Pada saat marah ada perasan ingin menyerang, meninju, menghancurkan, atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam, apabila disalurkan maka terjadilah perilaku agresif (Davidoff, 1991: 72).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal kepada tiga pengamen jalanan dengan pekerjaan sebagai pengamen jalanan, peminta-minta, penjual koran yang diantaranya adalah anak-anak dan usia remaja, pada tanggal 15-18 Februari 2012, di kota Semarang, yaitu di daerah Simpang Lima, dan kawasan sekitar Pahlawan, didapatkan hasil bahwa anak jalanan melakukan perilaku agresif baik verbal maupun non verbal hanya untuk mempertahankan diri, dan karena keinginan yang tidak terpenuhi, seperti halnya pengamen jalanan yang bekerja sebagi pengamen jalanan tersebut mempunyai hasrat marah, dan keinginan untuk menyerang ketika mereka merasa tidak dihargai saat mengamen, pada salah seorang pengamen jalanan yang bekerja sebagai peminta-minta ditemukan adanya konflik dengan sesama anak jalanan. Pada kenyataannya, perilaku agresif adalah respon terhadap amarah, kecewa, sakit fisik, penghinaan, ancaman seringkali memancing amarah dan akhirnya memancing agresi

(Davidoff, 1991: 73).

Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu untuk mencapai tujuan, keinginan, penghargaan, atau tindakan tertentu. Frustrasi juga dapat diartikan kegagalan atau gangguan dalam mencapai tujuan. Agresi adalah salah satu cara memberi respon terhadap frustrasi tersebut (Davidoff, 1991: 73). Kondisi ekonomi keluarga yang miskin juga seringkali dipahami sebagai faktor utama yang memaksa anak menjadi pengamen jalanan. Selain itu, kerasnya kehidupan semakin memperburuk kemungkinan munculnya dorongan-dorongan untuk berperilaku agresif. Anggapan bahwa pengamen jalanan identik dengan perilaku agresif dapat semakin memperburuk kemungkinan munculnya perilaku agresif pada pengamen jalanan. Konsepsi pemikiran mengenai anak adalah masa depan bangsa, diharapkan mampu menekankan perilaku agresif pada pengamen jalanan dengan memberikan perhatian kepada pengamen jalanan, sehingga pengamen jalanan dapat merasakan kehidupan yang lebih layak. Bukanlah hal mudah untuk hidup di jalanan dengan kondisi yang serba kekurangan dan berusaha memenuhi kebutuhan dengan mengamen, sehingga pengamen jalanan menunjukkan perilaku agresif sebagai bentuk pelampiasannya.

Perilaku agresif

Dollard dan Miller (dalam Sarwono, 2002: 305) menyatakan bahwa perilaku agresif dipicu oleh frustrasi yang merupakan hambatan

(6)

123 terhadap pencapaian suatu tujuan. Perilaku agresif

merupakan kekuatan hidup (life force) dan energi yang bisa bersifat membangun dan juga menghancurkan (Sobur, 2003: 434). Lebih lanjut Kartono (2005: 113) menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa terkendali, serangan, kekerasan, tingkah laku kegila-gilaan dan sadistis. Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2008: 195) menyatakan bahwa perilaku agresif adalah suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau bahkan pada dirinya sendiri.

Dalam penelitian ini perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.

Menurut Myers (dalam Sarwono, 2002: 298-299) terdapat dua bentuk perilaku agresif, antara lain:

a. Agresif rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression), yaitu ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri. Jadi, agresi sebagai agresi itu sendiri. Oleh karena itu, agresi jenis ini disebut juga agresi jenis panas. Akibat dari jenis ini tidak dapat dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian dari pada manfaat.

b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression)

Jenis agresi instrumental pada umumnya tidak disertai emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi di sini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain.

Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2008: 214) mengelompokkan agresi menjadi empat bentuk, yaitu:

a. Menyerang fisik, yang termasuk di dalamnya adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas. Menyerang fisik dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi target dan terjadi kontak fisik secara langsung.

b. Menyerang suatu objek, yang dimaksudkan disini adalah menyerang benda mati atau binatang.

c. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk didalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan sikap menuntut. d. Pelanggaran terhadap hak milik atau

menyerang daerah orang lain.

Dalam penelitian ini bentuk-bentuk perilaku agresif adalah menyerang fisik, menyerang suatu objek, verbal atau simbolis, serta pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain.

(7)

124 Remaja Pengamen Jalanan

Pengamen berasal dari kata amen-mengamen (menyanyi, main musik, dan lain sebagainya) untuk tujuan mencari uang. Amen-pengamen (penari, penyanyi atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah, dan mengadakan pertunjukan di tempat umum. Jadi, pengamen itu orang yang mempertunjukkan kebolehannya (dengan sungguh-sungguh dan keahliannya) di bidang seni (Sudiawan, 2007).

Kesuma (2010: 2) menyatakan bahwa pengamen jalanan adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara bernyanyi atau memainkan alat musik di muka umum dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan imbalan uang atas apa yang dilakukan. Kehadiran pengamen kadang mengganggu kenyamanan apalagi banyak dari pengamen jalanan yang memaksa untuk diberi imbalan, ada juga yang menolak jika diberi sejumlah uang yang nilainya terlalu kecil.

Dalam penelitian ini, remaja pengamen jalanan adalah individu pada rentang usia 12-24 tahun yang mendapatkan penghasilan dengan cara bernyanyi atau memainkan alat musik di muka umum dan berpindah-pindah dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan imbalan uang.

Metode Penelitian

Subjek pada penelitian ini berjumlah empat orang, dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Subjek merupakan remaja pengamen yang

ditemui di jalan-jalan.

2. Berusia 15-21 tahun 3. Laki-laki

Pada penelitian ini menggunakan keabsahan data triangulasi, yaitu merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005: 330). Denzim (dalam Moleong, 2005: 330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap remaja pengamen jalanan menunjukkan bahwa, remaja pengamen jalanan menunjukkan perilaku agresif, diantaranya menyerang fisik, menyerang suatu objek, dan verbal atau simbolis. Remaja pengamen jalanan menunjukkan perilaku agresif dengan terlibat pertengkaran dengan sesama pengamen jalanan, merusak mobil milik pemerintahan yang diparkir sebagai bentuk kekecewaan terhadap kehidupan dan menunjukkan perilaku agresif secara verbal, dengan adanya ucapan-ucapan kotor yang biasa digunakan dalam kehidupan remaja pengamen jalanan. Baron (dalam Koeswara, 1988: 5) menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan kecenderungan untuk menyerang, melukai orang lain untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara jahat dan melakukan tindakan sadistis lainnya.

(8)

125 Kehidupan ekonomi yang sulit dan kerasnya

kehidupan di jalanan, menjadikan perilaku agresif adalah hal biasa yang dilakukan oleh remaja pengamen jalanan. Perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Gambaran secara menyeluruh perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan terlihat dari bentuk-bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan oleh remaja pengamen jalanan. Berdasarkan temuan yang diperoleh peneliti berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui bahwa perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan muncul dalam bentuk menyerang fisik, verbal atau simbolis, menyerang suatu objek dan pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain. Bentuk perilaku agresif menyerang fisik yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan terlihat dari adanya perkelahian diantara remaja pengamen jalanan yang berawal dari adanya saling ejek diantara remaja pengamen jalanan.

Faktor yang mendorong perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan meliputi, frustrasi, stres, deindividuasi, provokasi, kekuasaan dan kepatuhan, kehadiran senjata, obat-obatan dan alkohol, dan suhu udara. Faktor frustrasi dan stres yang mendorong munculnya perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan disebabkan karena tekanan yang muncul terhadap pemenuhan kebutuhan. Remaja pengamen jalanan yang berasal dari latar belakang keluarga dengan ekonomi yang kurang membuat remaja pengamen

jalanan harus mencari nafkah dengan mengamen guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya hidup yang dari waktu ke waktu semakin meningkat diraskan sebagai sumber stres dan tekanan yang mendorong munculnya perilaku agresif sebagai bentuk pelampiasannya. Pada saat marah ada perasan ingin menyerang, meninju, menghancurkan, atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam, apabila disalurkan maka terjadilah perilaku agresif (Davidoff, 1991: 72). Peran lingkungan tempat tinggal remaja pengamen jalanan merupakan pemicu terjadinya perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan. Kebiasaan mengkonsumsi minum-minuman keras juga semakin memperburuk terjadinya perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan. Remaja pengamen jalanan seringkali lepas kendali karena pengaruh minum-minuman keras dengan semakin menunjukkan keberanian bertengkar dengan sesama pengamen jalanan. Selain pengaruh minum-minuman keras, suhu udara yang panas ketika remaja pengamen jalanan mengamen, mendorong meningkatnya emosi dan menjadikan remaja pengamen jalanan mudah marah terhadap teman.

Remaja pengamen jalanan yang merasa tertekan dengan tuntutan jaman yang semakin tinggi, seringkali melampiaskan kepenatan dalam hidup dengan mengkonsumsi minum-minuman keras. Kebiasan minum-minum-minuman keras pada remaja pengamen jalanan tersebut menjadikan remaja pengamen jalanan mudah

(9)

126 terpancing emosi ketika ada sesuatu dari teman

yang kurang berkenan baginya. Efek yang ditimbulkan dari minum-minuman keras tersebut awalnya digunakan remaja sebagai pelarian atas permasalahan hidup yang ada, namun dampak negatif yang ditimbulkan justru lebih besar dimana remaja pengamen jalanan menjadi ketagihan dan mudah terpancing emosi yang menyebabkan berkembangnya perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan.

Usaha remaja pengamen jalanan dalam mengendalikan perilaku agresifnya adalah dengan berusaha sabar, pergi mengamen ketika suasana hari sedang kacau, tidak bergaul dengan teman yang berperilaku negatif, serta memilih untuk menyendiri agar mendapatkan ketenangan. Remaja pengamen jalanan juga berusaha menghindari teman yang mengajak untuk bertindak negatif, seperti halnya dengan menodong dan mencuri. Meskipun teman yang mengajak tersebut adalah teman dekat, namun remaja pengamen jalanan meninggalkannya agar tidak terjebak dalam tindakan-tindakan yang negatif.

Terkadang remaja pengamen jalanan juga berusaha menghindari bentuk perilaku agresif dengan minum-minuman keras, segera tidur dan meninggalkan teman yang sedang mabuk-mabukan. Usaha remaja pengamen jalanan untuk terhindar dari perilaku agresif dengan melakukan minum-minuman merupakan langkah yang dapat menjadikan remaja pengamen jalanan terjebak dalam perilaku agresif itu sendiri. Hal ini

dikarenakan alkohol yang dikonsumsi remaja pengamen jalanan dapat mengarahkan kepada munculnya tindak-tindak kekerasan dan perilaku agresif. Remaja pengamen jalanan juga berusaha agar tidak mengikuti perilaku negatif teman dengan pergi mengamen. Remaja pengamen jalanan yang dituntut untuk memiliki kemandirian di tengah-tengah kerasnya kehidupan jalanan masih saja menunjukkan perilaku agresif karena adanya ketidakpuasan terhadap kondisi diri yang dirasa kurang beruntung dibandingkan orang lain.

Perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan merupakan hal wajar yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Kehidupan di jalan yang keras dengan berbagai tuntutan hidup yang harus dipenuhi remaja pengamen jalanan turut membentuk karakter keras dalam diri remaja pengamen jalanan yang menjadikan remaja pengamen jalanan erat kaitannya dengan perilaku agresif. Tidak semua remaja pengamen jalanan berperilaku agresif.

Simpulan

1. Gambaran secara menyeluruh perilaku agresif pada anak jalanan

Perilaku agresif yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan meliputi perilaku agresif menyerang fisik, bentuk perilaku agresif menyerang suatu objek, serta perilaku agresif secara verbal.

(10)

127 2. Faktor yang mendorong perilaku agresif

pada remaja pengamen jalanan

Perilaku agresif yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan terbentuk berdasarkan beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti faktor frustrasi, stres, deindividuasi, provokasi, alkohol, serta suhu udara panas. Masing-masing faktor mendorong munculnya perilaku agresif pada remaja pengamen jalanan.

3. Usaha remaja pengamen jalanan dalam mengendalikan perilaku agresifnya

Upaya yang ditunjukkan remaja pengamen jalanan adalah dengan berusaha menghindari ajakan teman untuk berperilaku negatif dan bertindak kriminal. Ketika ada teman yang menantang subjek lebih memilih diam namun jika sudah terlewat batas, subjek akan membalasnya. Remaja pengamen jalanan juga lebih memilih menghabiskan waktu mengamen dan minum-minuman keras ketika ada teman mengajak untuk bertindak di luar ketentuan yang ada.

Daftar Pustaka

Badan pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana kota Semarang Tahun 2010.

Breakwell, G.M. 1998. Copyng With Aggressive Behaviour: Mengatasi Perilaku Agresif. Alih Bahasa: Hidayat,B. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Davidoff, L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jilid Dua. Alih Bahasa: Dra. Mari Juniati. Jakarta: Erlangga.

Fathia, L. 2009. HAN dan Jaminan Pemenuhan

Hak Anak.

http://liza-

fathia.com/2009/08/han-dan-jaminan-pemenuhan-hak-anak.html. (Rabu, 23 Mei 2012).

Hurlock, E. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti Sudjarwo. Jakarta: Erlangga.

Kartono, K. 2005. Kenakalan Remaja: Jilid 2. Jakarta: Rajawali Press.

Kesuma, A. 2010. Banyaknya Pengemis dan Pengamen Jalanan Sebagai Akibat Kemiskinan. http://animas.blog.fisip.uns.ac.id/2010/12/0 6/banyaknya-pengemis-dan-pengamen- jalanan-sebagai-akibat-kemiskinan-oleh- animas-kesuma-n-karya-ini-disusun-untuk-memenuhi-tugas-bahasa-indonesia/. (Rabu, 23 Mei 2012).

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sarwono, S. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori – Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Angkasa.

Suaramerdeka. 2011. Melerai Tukang Ngamen Tawur, Penjual Nasi Bungkus Tewas Dibacok.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/php/ read/news/2011/10/16/99232/-Melerai- Tukang-Ngamen-Tawur-Penjual-Nasi-Bungkus-Tewas-Dibacok.

Sudiawan, A. 2007.Pengamen Bukan Pengemis. http://awan965.wordpress.com/2007/12/09/. Trisnadi, W. 2004. Lika-Liku Pendampingan Anak Jalanan Perempuan di Yogyakarta. Yogyakarta: Mitra Wacana.

Wijayanti, P. 2010. Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang. Jurnal Penelitian. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Wulan, S. 2008. Fenomena Pengamen Disekitar

Kampus Universitas Negeri Yogyakarta. http://joglosemar2007.blogspot.com/2008/

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang sama juga terjadi pada kecepatan 4,56 L/jam, dimana terjadi penurunan konsentrasi bioetanol pada output bioreaktor dibandingkan dengan input

[r]

Sebagai gambaran, LKB ini mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian/pengenalan faktor risiko,

Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu

nilai Konsumsi Bahan Bakar yang dihasilkan dari mesin diesel saat tanpa EGR. dibandingkan menggunakan venturi scrubber

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif korelatif, yaitu penelitian yang darahkan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan

Jika gejala berupa rasa gatal atau iritasi sudah mulai terjadi pada kulit organ kelamin anda maka bisa jadi ini adalah gejala yang harus segera anda antisipasi supaya tidak semakin

Berdasarkan tabel diatas Selasar Sunaryo memiliki Isu teknis yang cukup baik namun peran elemen interior ini kurang dimainkan dari pandangan wayfinding signage, elemen interior 4