Acinetobacter Acinetobacter
1.
1. PendahuluanPendahuluan Acinetobacter
Acinetobacter merupakan salah satu genus dalam family Moraxellaceaemerupakan salah satu genus dalam family Moraxellaceae , , OrderOrder Pseudomona
Pseudomonadalesdales, Kelas, Kelas GammaproteobacteriaGammaproteobacteria, dan Phylum, dan Phylum Proteobacteria Proteobacteria. . Di Di dalamdalam genus Acinetobacter terdapat 16 spesies yang berbeda, yaitu
genus Acinetobacter terdapat 16 spesies yang berbeda, yaitu A.calcoaceticus A.calcoaceticus,, A.baumannii,
A.baumannii, A.baylyi, A.baylyi, A.baouvetii, A.baouvetii, A.gerneri, A.gerneri, A.grimontii, A.grimontii, A.haemolyticus, A.haemolyticus, A.johnsonii,A.johnsonii, A.junii, A.lwoffii, A.radioresistens, A.schindleri,
A.junii, A.lwoffii, A.radioresistens, A.schindleri, A.tandoii, A.tjernbergiae, A.A.tandoii, A.tjernbergiae, A.towneri,towneri, dandan A.ursingii
A.ursingii..1,21,2
Acinetobacter
Acinetobacter merupakan bakteri yang banyak ditemukan di alam dan di lingkungan merupakan bakteri yang banyak ditemukan di alam dan di lingkungan rumah sakit.
rumah sakit.2,32,3 Bakteri ini mampBakteri ini mampu hidup u hidup di lingkungan di lingkungan yang kering yang kering maupun lmaupun lembab.embab. Secara umum bakteri ini tidak bersifat patogen terhadap manusia, tetapi dapat Secara umum bakteri ini tidak bersifat patogen terhadap manusia, tetapi dapat menyebabkan inf
menyebabkan infeksi pada penderita dengan penurunan funeksi pada penderita dengan penurunan fungsi imun. gsi imun. Sekitar 25 % orangSekitar 25 % orang dewasa mengalami kolonisasi
dewasa mengalami kolonisasi Acinetobacter Acinetobacter pada pada kulit, kulit, dan dan 7% 7% dewasa dewasa menunjukkanmenunjukkan kolonisasi pada daerah faring.
kolonisasi pada daerah faring.33 Spesies Spesies Acinetobacter Acinetobacter yang paling sering terisolasi dariyang paling sering terisolasi dari manusia adalah
manusia adalah Acinetobacter baumannii Acinetobacter baumannii dandan Acionetobacter lwoffii Acionetobacter lwoffii..2,32,3 Acinetobacter
Acinetobacter baumanniibaumannii merupakan bakteri yang paling umum menjadi penyebab merupakan bakteri yang paling umum menjadi penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit
infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired infection)(hospital-acquired infection). . BakteBakteri ri ini ini mampumampu hidup pada hampir semua permukaan objek dan sangat rentan untuk menjadi hidup pada hampir semua permukaan objek dan sangat rentan untuk menjadi multiresisten terhadap
multiresisten terhadap antibiotik. antibiotik. Kedua hal Kedua hal ini merupakini merupakan hal yanan hal yang sangat bg sangat berperanerperan terhadap terjadinya
terhadap terjadinya hospital acquired infectionhospital acquired infection. . Selain Selain itu, itu, bakteri bakteri ini ini juga juga seringsering ditemukan mengkolonisasi saluran cerna penderita yang dirawat di ruang rawat intensif ditemukan mengkolonisasi saluran cerna penderita yang dirawat di ruang rawat intensif (ICU) dan menjadi reservoir infeksi
(ICU) dan menjadi reservoir infeksi A.baumannii A.baumannii multiresisten yang penting dalam multiresisten yang penting dalam kejadian w
kejadian wabah di abah di rumah sakirumah sakit. t. Infeksi yInfeksi yang paling ang paling umum terjadi bumum terjadi berkaitan denganerkaitan dengan Acinetobacter
Acinetobacter baumanniibaumannii adalah infeksi saluran nafas (berkaitan dengan pemasanganadalah infeksi saluran nafas (berkaitan dengan pemasangan ETT atau trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, yang semuanya dapat ETT atau trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, yang semuanya dapat bersifat
bersifat progresif progresif dan dan berujung berujung pada pada septicemia.septicemia.2,32,3 Faktor Faktor risiko risiko terjadinya terjadinya hospitalhospital acquired infection oleh karena
acquired infection oleh karena Acinetobacter Acinetobacter baumanniibaumannii di antaranya adalah terapidi antaranya adalah terapi antibiotik dan/atau pembedahan, instrumentasi, ventilasi mekanik, dan perawatan di ICU. antibiotik dan/atau pembedahan, instrumentasi, ventilasi mekanik, dan perawatan di ICU. Walaupun demikian, terisolasinya
Walaupun demikian, terisolasinya Acinetobacter Acinetobacter baumanniibaumannii dari spesimen klinik lebihdari spesimen klinik lebih sering bersifat kolonisasi daripada infeksi.
sering bersifat kolonisasi daripada infeksi.22 Acinetobacter
sering kali menjadi lebih coccoid pada fase pertumbuhan stationer sehingga tampak sebagai coccus Gram negatif.2,3 Hal ini kadang menyebabkan bakteri ini salah diartikan sebagai Neisseria.4 Acinetobacter cenderung tersusun berpasangan atau berkelompok, dan relatif sulit mengalami dekolorisasi pada pewarnaan Gram. Dinding sel Acinteobacter menunjukkan tipikal dinding sel bakteri Gram negatif, tetapi destaining relatif sulit karena bakteri ini cenderung menahan crystal violet sehingga identifikasi bakteri ini pada pewarnaan Gram sering kali tampak sebagai Gram positif.5 Pewarnaan Gram Acinetobacter dari botol kultur darah positif sering kali menunjukkan morfologi coccus
Gram positif.2,3 Variabilitas dalam pewarnaan Gram maupun ukuran dan susunan selnya sering kali dapat diamati dalam satu kultur murni.6
Karakteristik biokimia yang mengindikasikan Acinetobacter di antaranya adalah bakteri ini bersifat obligat aerob, tidak memfermentasi laktosa, uji oksidase negatif, katalase positif, nitrate negatif, dan bersifat non motil. Beberapa karakteristik biokimia yang dapat diuji untuk membantu membedakan Acinetobacter dari bakteri Gram negatif oksidase negatif lainnya dapat dilihat pada tabel 1.
Acinetobacter relatif tidak reaktif terhadap banyak uji biokimia yang digunakan untuk membedakan bakteri Gram negatif. Identifikasi Acinetobacter pada laboratorium mikrobiologi klinik umumnya berupa salah satu dari tiga kelompok berikut, yaitu [1]. Acinetobacter calcoaceticus-baumaniii complex (jika koloni bersifat non hemolitik dan mengoksidasi glukosa), [2]. Acinetobacer lwoffii (non hemolitik, tidak mengoksidasi glukosa), [3]. Acinetobacter haemolyticus (hemolitik).7
Tabel 2. Perbedaan A.baumannii dan A.lwoffii8
2. Faktor Virulensi
Faktor virulensi yang dimiliki oleh Acinetobacter seperti Toxic Slime Polysaccharides, Verotoxin, Siderophore, Outer Membrane Protein (OMP), Outer Membrane Vesicles (OMV), Hydrolytic Enzymes dan Quorum Sensing (QS).5,9
1. Toxic Slime Polysaccharides
Struktur :Toxic slime polysaccharides tersusun dari glucuronic acid, D-mannose, L-ramnose, dan D-glucose.
Mekanisme : [1]. Slime polysaccharides bersifat toksik terhadap neutrofil di mana zat ini menghambat migrasi serta fagositosis oleh neutrofil.
[2].Slime polysaccharides memberikan karakteristik surface hydrophobicity pada Acinetobacter . Surface hydrophobicity ini memungkinkan Acinetobacter saling melekat satu sama lain dan melakukan adhesi terhadap sel host maupun permukaan berbahan plastik (kateter, prostese) sehingga memungkinkan terbentuknya biofilm. Selain itu, sifat surface hydrophobicity ini juga memproteksi Acinetobacter dari fagositosis.
2. Verotoxin
Struktur : Verotoxin ditemukan pada beberapa A.haemolyticus. Struktur dan komponen kimia verotoxin yang ditemukan pada A.haemolyticus sama dengan yang ditemukan/diproduksi oleh E.coli dan bakteri lainnya. A.haemolyticus diperkirakan mendapatkan gen verotoxin ini melalui
horizontal gene transfer pada usus.
Mekanisme :Verotoxin tergolong dalam subfamily protein khusus, yaitu RNA N-glycosidase yang berefek pada ribosome machinery dan menghambat sintesis protein. Verotoxin berkaitan dengan kejadian bloody diarrhea. Karena itu surveilans intensif terhadap adanya verotoxin-producing A.haemolyticus di lingkungan merupakan hal yang sangat penting
dilakukan sebagai upaya kontrol proaktiv.
3. Siderophore
Struktur : Siderophore tersusun dari amin histamine yang terbentuk dari hasil dekarboksilasi histidin.
Mekanisme : Salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri adalah dengan menurunkan konsentrasi besi bebas ekstraseluler melalui ikatannya dengan protein pengikat besi (lactoferrin) atau dengan transfer. Konsentrasi normal besi bebas dalam tubuh adalah 10-8 M, sementara konsentrasi besi yang diperlukan untuk pertahanan hidup bakteri adalah 10-6. Dalam hal ini bakteri ( Acinetobacter ) memenuhi kebutuan besinya dengan cara mengikat besi eksogen dengan menggunakan siderophore (disebut juga acinetobactin).
4. Outer Membrane Protein (OMP)
Mekanisme : Beberapa OMP yang telah berhasil dikarakterisasi dari bermacam-macam strain Acinetobacter adalah OMP yang tergolong dalam family OmpA. Acinetobacter dikelilingi oleh OmpA yang akan berikatan dengan sel eukariotik dan bertranslokasi ke nukelus untuk selanjutnya memicu apoptosis sel. Selain itu OmpA menstimulasi ekspresi gen gastrin dan interlukin B.
5. Outer Membrane Vesicles (OMV)
Struktur : OMV adalah nanovesicles bulat dengan diameter 20-200 nm yang berisi lipopilisakarida, OMP, lipid, dan DNA atau RNA.
Mekanisme : OMV yang terdapat pada permukaan Acinetobacter berperan dalam adhesi ke sel host dan internalisasi komponen vesicular ke sel host. Secreted OMV berperan dalam quorum sensing Acinetobacter , transport faktor virulensi, inhibisi maturasi fagosom pada makrofag, pembentukan biofilm dan transfer gen. Dengan kata lain, OMV dapat berperan sebagai „kendaraan‟ untuk mentransport faktor virulensi secara langsung ke sel host. Selain itu, OMV juga dapat terlibat dalam transfer materi genetik di antara spesies bakteri yang sama, termasuk transfer gen penyandi resistensi antibiotik. Materi genetik yang terkandung dalam OMV akan terproteksi dari efek nuclease. Pada Acinetobacter baumannii telah ditemukan OMV yang membawa plasmid yang berisi gen penyandi resistensi terhadap carbapenem (blaOXA-24) dan dapat ditransfer di antara strain A.baumannii yang berbeda.
6. Hydrolytic Enzymes
Struktur : Enzim hidrolitik yang dimiliki A.baumannii dan berperan sebagai faktor virulensi adalah Phospholipase D dan phospholipase C.
Mekanisme : Phospholipase D pada A.baumannii berperan dalam invasi sel epitel dan proliferasi bakteri pada serum host. Phospholipase C berperan dalam meningkatkan toksisitas sel epitel oleh A.baumannii.
7. Quorum Sensing (QS)
Mekanisme : Bakteri menguraikan sinyal kimia yang disekresikan olehnya untuk tujuan komunikasi interseluler dan adaptasi lingkungan. Kemampuan bakteri untuk memonitor densitas sel sebelum mengekspresikan fenotip disebut “quorum sensing”. Molekul sinyal QS mempengaruhi pembentukan biofilm yang merupakan faktor virulensi yang penting
3. Manifestasi Klinis
Acinetobacter spp. menyebabkan infeksi nosokomial yang sering kali berupa pneumonia, bakteremia, meningitis, endocarditis, infeksi saluran kemih, infeksi luka dan beberapa bentuk infeksi lainnya.6
Infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh Acinetobacter spp merupakan hal yang relatif umum terjadi pada penderita yang dirawat di ICU. Sebanyak 3-5% pneumonia nosokomial disebabkan oleh Acinetobacter spp. Beberapa hal yang meningkatkan resiko pneumonia atau kolonisasi saluran nafas bawah oleh Acinetobacter spp di ICU di antaranya adalah usia tua, penyakit paru kronik, imunosupresif, pembedahan, penggunaan antibiotik, penggunaan peralatan medis invasif (ETT, NGT), dan tipe peralatan respiratorik. 6
Bakteremia yang disebabkan oleh Acinetobacter spp paling sering terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi sistem imun, di mana bakteremia yang terjadi umumnya bersumber dari infeksi saluran nafas bawah. Selain itu, penyakit maligna, trauma, dan
luka bakar merupakan faktor predisposisi yang paling umum ditemukan pada bakteremia oleh Acinetobacter spp. Pada neonatus, bakteremia yang terjadi adalah late onset bacteremia dengan faktor resiko predisposisi di antaranya berupa berat badan lahir
rendah, terapi antibiotik sebelumnya, ventilasi mekanik, dan adanya konvulsi neonatal. 6 Meningitis yang disebabkan oleh Acinetobacter lebih sering berupa meningitis sekunder yang terjadi setelah prosedur bedah saraf atau trauma kepala. Faktor resiko terjadinya meningitis Acinetobacter di antaranya adalah adanya koneksi kontinyu antara ventrikel otak dan lingkungan luar, ventrikulostomi, fistula cairan cerebrospinal, pemasangan indwelling ventricular catheter selama lebih dari 5 hari, dan penggunaan
antibiotik yang berlebihan. 6
Infeksi saluran kemih nosokomial yang disebabkan oleh Acinetobacter spp. merupakan hal yang lebih jarang terjadi. ISK oleh karena Acinetobacter spp. lebih sering terjadi pada pasien tua, pasien yang dirawat di ICU, dan pada pasien dengan permanent indwelling urinary catheter . Sebagian besar penderita adalah laki-laki. Hal ini kemungkinan mencerminkan prevalensi penggunaan kateter urine yang lebih tinggi pada laki-laki akibat terjadinya pembesaran prostat. Satu hal yang penting adalah bahwa terisolasinya Acinetobacter spp dari spesimen urine penderita yang menggunakan kateter urine tidak selalu mencerminkan terjadinya ISK. 6
terbuka), peritonitis (pada pasien yang menjalani continuous ambulatory peritoneal dialysis), cholangitis (setelah tindakan cholangiogram transhepatik perkutan dan drainasi bilier perkutan), typhlitis (setelah transplantasi sumsum tulang autolog), osteomielitis dan infeksi ekstremitas (setelah trauma), serta infeksi mata (setelah trauma maupun pasca tindakan keratoplasty atau sekunder dari pemakaian lensa kontak). 6
4. Diagnosis
Infeksi atau kolonisasi oleh Acinetobacter dapat ditegakkan berdasarkan hasil kultur dari sampel klinis dan lingkungan. Sampel lingkungan untuk kultur dapat berasal dari air limbah, lumpur, saluran air, sumber air bersih, tanah, sayuran, daging segar maupun busuk, air liur binatang, dan air sungai. Sementara itu sampel klinik untuk kultur Acinetobacter dapat berupa darah, cairan serebrospinal, aspirat endotrakeal, pus, sputum,
urin, sekret pernafasan, ujung kateter, luka, feses, cairan tubuh steril, corda umbilicus bayi, swab hidung, swab tangan dari pekerja medis, dan swab lingkungan medis (swab permukaan alat-alat medis, wastafel, lantai, meja, lampu UV).5
Terdapat banyak jenis media yang dapat digunakan untuk kultur Acinetobacter . Acinetobacter merupakan bakteri yang bersifat non-fastidious dan mampu tumbuh pada hampir semua media kultur yang umum digunakan.3,5 Untuk tujuan investigasi klinis rutin, terdapat beberapa tipe media yang dapat digunakan, di antaranya adalah BHI agar, nutrient agar, tryptic soy agar, Simon‟s citrate agar, Violet r ed bile agar, Luria Bertani agar, EMB agar, Mac Conkey agar, dan media Holton. Sementara untuk tujuan skrining lingkungan (terutama jika jumlah Acinetobacter diperkirakan sangat sedikit), dapat dilakukan metode enrichment sebelum kultur di media padat. Media enrichment yang dapat digunakan untuk tujuan ini di antaranya adalah Bauman‟s enrichment medium, MacConkey broth, TSB, BHI broth, dan Luria broth.5
Pada media blood agar, koloni Acinetobacter akan tampak sebagai koloni konveks berukuran 0,5-2 mm, berwarna translusen sampai opaq, dengan permukaan halus dan berbatas tegas. Pada MacConkey agar, Acinetobacter akan tampak sebagai koloni non lactose fermenter.10 Namun, Acinetobacter baumannii memiliki sifat sakarolitik sehingga pada media MacConkey agar akan tampak sebagai koloni yang menyerupai koloni bakteri
Gambar 2. Koloni Acinetobacter pada BA plate (kiri) dan MacConkey (kanan)10
Gambar 3. Koloni Acinetobacter baumannii yang menyerupai koloni lactose fermenter pada MAC agar 3 Uji biokimia terhadap koloni tersangka Acinetobacter umumnya dilakukan dengan penggunaan metode identifikasi semiotomatis atau otomatis seperti GN card ID 32 GN, API 20NE, RapID NF Plus, Vitek 2 system, BD Phoenix, dan sebagainya. Semua metode ini didasarkan pada prinsip antibody-based agglutination.5
Acinetobacter merupakan bakteri yang umum ditemukan di alam di mana antibiotika memberikan efektifitas yang berbeda terhadap spesies Acinetobacter yang berbeda.
metode yang dapat dilakukan untuk karakterisasi genetik Acinetobacter spp dari sampel lingkungan di antaranya adalah PCR, PFGE, RAPD-PCR DNA fingerprinting, FISH, 16s rRNA gene restriction analysis (ARDRA), dan 16s rRNA gene PCR-DGGE fingerprinting. Gold standard untuk pemeriksaan karakterisasi genom Acinetobacter spp adalah DNA-DNA hybridization and sequence analysis, namun metode ini rumit dan tidak praktis untuk dikerjakan di sebagian besar laborat orium klinik.5
Metode lain yang dapat dilakukan dalam investigasi wabah yang disebabkan oleh Acinetobacter spp. di antaranya adalah biotyping, phage typing, cell envelope protein typing, plasmid typing, ribotyping, RFLP, dan arbitrarily primed PCR (AP-PCR). Tetapi metode ini terlalu mahal dan rumit untuk dikerjakan sehingga isolasi dan identifikasi Acinetobacter lebih umum dikerjakan dengan metode kultur rutin.5
5. Terapi dan Profilaksis
Isolat A.baumannii sering resisten terhadap banyak antibiotik termasuk penicillin, cephalosporin generasi pertama dan kedua, dan fluoroquinolone.3 Terapi infeksi serius oleh Acinetobacter sebaiknya diberikan dalam bentuk terapi kombinasi berdasarkan hasil uji sensitivitas antibiotik. Pendekatan terapi terbaik untuk mengatasi infeksi Acinetobacter multiresisten adalah kombinasi antibiotik yang memberikan hasil sinergis
yaitu kombinasi antara carbapenem, colistin, rifampin, atau ampicillin/sulbactam.5
Acinetobacter mampu hidup di kondisi kering dalam waktu yang cukup lama (mingguan), sehingga disinfeksi secara rutin terhadap peralatan medis dan permukaan objek yang disentuh oleh pasien dan staf merupakan hal yang penting dilakukan untuk mencegah terjadinya transmisi. Tabel 3 berikut menunjukkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah transmisi Acinetobacter dalam setting rumah sakit.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Garrity, G.M., Bell, J.A., Lilburn, T.G. 2004. Taxonomic Outline of the Prokaryotes, Bergey‟s Manual of Systematic Bacteriology, 2nd Edition. DOI:10.1007/bergeysoutline200405. New York: Springer.
2. Versalovic, J., Carrol, K.C., Funke, G., Jorgensen, J.H., Landry, M.L., Warnock, D.W. 2011. Manual of Clinical Microbiology, 10th Edition. Washington DC : ASM Press.
3. Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th Edition. China : Elsevier, Saunders
4. Ryan,K.J., Ray,C.G. 2014. Sherris Medical Microbiology. 6th Edition. New York: McGraw-Hill Education.
5. Doughari, H.J., Ndakidemi,P.A., Human, I.S., Benade, S. 2011. The Ecology, Biology and Pathogenesis of Acinetobacter spp.: An Overview, Minireview, Microbes and Environment, Vol. 26, No. 2, 101-112. Available online at : https://www.jstage.jst.go.jp/article/jsme2/26/2/26_ME10179/_pdf
6. Bèrèzin, E.B., Towner,K.J. 1996. Acinetobacter spp. as Nosocomial Pathogens: Microbiological, Clinical, and Epidemiological Features. Clinical Microbiology Review, Vol. 9, No.2, pp.148-165. Available online at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC172888/pdf/090148.pdf
7. Winn, W., Allen, S., Janda, W., Koneman, E., Procop, G., Schreckenberger, P., Woods, G. 2006. Koneman‟s Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
8. Constantiniu, S., Romaniuc, A., Iancu, L.S., Filimon, R., Taraşi, I. 2004. Cultural and Biochemical Characteristics of Acinetobacter spp. Strains Isolated From Hospital Units. The Journal of Preventive Medicine, 12 (3-4): 35-42. Available online at: http://www.jmpiasi.ro/2004/12%283-4%29/5.pdf
9. Roca, I., Espnal, P., Farrès, X.V., Vila,J. 2012. The Acinetobacter baumannii Oxymoron: Commensal Hospital Dweller Turned Pan-Drug-Resistant Menace. Frontiers in Microbiology, Review Article, doi: 10.3389/fmicb.2012.00148. Available online at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3333477/pdf/fmicb-03-00148.pdf
10. http://www.medical-labs.net/acinetobacter-1839/
11. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. 2015. Mandell, Douglass, and Bennett‟s Principles and Practice of Infectious Diseases. 8th Edition. Canada : Elsevier, Saunders.