• Tidak ada hasil yang ditemukan

Acinetobacter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Acinetobacter"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Acinetobacter  Acinetobacter 

1.

1. PendahuluanPendahuluan  Acinetobacter

 Acinetobacter merupakan salah satu genus dalam family Moraxellaceaemerupakan salah satu genus dalam family Moraxellaceae , , OrderOrder  Pseudomona

 Pseudomonadalesdales, Kelas, Kelas GammaproteobacteriaGammaproteobacteria, dan Phylum, dan Phylum  Proteobacteria Proteobacteria. . Di Di dalamdalam genus Acinetobacter terdapat 16 spesies yang berbeda, yaitu

genus Acinetobacter terdapat 16 spesies yang berbeda, yaitu  A.calcoaceticus A.calcoaceticus,,  A.baumannii,

 A.baumannii, A.baylyi, A.baylyi, A.baouvetii, A.baouvetii, A.gerneri, A.gerneri, A.grimontii, A.grimontii, A.haemolyticus, A.haemolyticus, A.johnsonii,A.johnsonii,  A.junii, A.lwoffii, A.radioresistens, A.schindleri,

 A.junii, A.lwoffii, A.radioresistens, A.schindleri, A.tandoii, A.tjernbergiae, A.A.tandoii, A.tjernbergiae, A.towneri,towneri, dandan  A.ursingii

 A.ursingii..1,21,2

 Acinetobacter 

 Acinetobacter  merupakan bakteri yang banyak ditemukan di alam dan di lingkungan merupakan bakteri yang banyak ditemukan di alam dan di lingkungan rumah sakit.

rumah sakit.2,32,3 Bakteri ini mampBakteri ini mampu hidup u hidup di lingkungan di lingkungan yang kering yang kering maupun lmaupun lembab.embab. Secara umum bakteri ini tidak bersifat patogen terhadap manusia, tetapi dapat Secara umum bakteri ini tidak bersifat patogen terhadap manusia, tetapi dapat menyebabkan inf

menyebabkan infeksi pada penderita dengan penurunan funeksi pada penderita dengan penurunan fungsi imun. gsi imun. Sekitar 25 % orangSekitar 25 % orang dewasa mengalami kolonisasi

dewasa mengalami kolonisasi  Acinetobacter Acinetobacter  pada  pada kulit, kulit, dan dan 7% 7% dewasa dewasa menunjukkanmenunjukkan kolonisasi pada daerah faring.

kolonisasi pada daerah faring.33  Spesies  Spesies  Acinetobacter Acinetobacter yang paling sering terisolasi dariyang paling sering terisolasi dari manusia adalah

manusia adalah Acinetobacter baumannii Acinetobacter baumannii dandan Acionetobacter lwoffii Acionetobacter lwoffii..2,32,3  Acinetobacter

 Acinetobacter baumanniibaumannii  merupakan bakteri yang paling umum menjadi penyebab  merupakan bakteri yang paling umum menjadi penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit

infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired infection)(hospital-acquired infection). . BakteBakteri ri ini ini mampumampu hidup pada hampir semua permukaan objek dan sangat rentan untuk menjadi hidup pada hampir semua permukaan objek dan sangat rentan untuk menjadi multiresisten terhadap

multiresisten terhadap antibiotik. antibiotik. Kedua hal Kedua hal ini merupakini merupakan hal yanan hal yang sangat bg sangat berperanerperan terhadap terjadinya

terhadap terjadinya hospital acquired infectionhospital acquired infection. . Selain Selain itu, itu, bakteri bakteri ini ini juga juga seringsering ditemukan mengkolonisasi saluran cerna penderita yang dirawat di ruang rawat intensif ditemukan mengkolonisasi saluran cerna penderita yang dirawat di ruang rawat intensif (ICU) dan menjadi reservoir infeksi

(ICU) dan menjadi reservoir infeksi  A.baumannii A.baumannii  multiresisten yang penting dalam  multiresisten yang penting dalam kejadian w

kejadian wabah di abah di rumah sakirumah sakit. t. Infeksi yInfeksi yang paling ang paling umum terjadi bumum terjadi berkaitan denganerkaitan dengan  Acinetobacter

 Acinetobacter baumanniibaumannii adalah infeksi saluran nafas (berkaitan dengan pemasanganadalah infeksi saluran nafas (berkaitan dengan pemasangan ETT atau trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, yang semuanya dapat ETT atau trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, yang semuanya dapat  bersifat

 bersifat progresif progresif dan dan berujung berujung pada pada septicemia.septicemia.2,32,3 Faktor Faktor risiko risiko terjadinya terjadinya hospitalhospital acquired infection oleh karena

acquired infection oleh karena  Acinetobacter  Acinetobacter baumanniibaumannii di antaranya adalah terapidi antaranya adalah terapi antibiotik dan/atau pembedahan, instrumentasi, ventilasi mekanik, dan perawatan di ICU. antibiotik dan/atau pembedahan, instrumentasi, ventilasi mekanik, dan perawatan di ICU. Walaupun demikian, terisolasinya

Walaupun demikian, terisolasinya  Acinetobacter  Acinetobacter baumanniibaumannii dari spesimen klinik lebihdari spesimen klinik lebih sering bersifat kolonisasi daripada infeksi.

sering bersifat kolonisasi daripada infeksi.22  Acinetobacter

(2)

sering kali menjadi lebih coccoid pada fase pertumbuhan stationer sehingga tampak sebagai coccus Gram negatif.2,3 Hal ini kadang menyebabkan bakteri ini salah diartikan sebagai  Neisseria.4  Acinetobacter   cenderung tersusun berpasangan atau berkelompok, dan relatif sulit mengalami dekolorisasi pada pewarnaan Gram. Dinding sel Acinteobacter menunjukkan tipikal dinding sel bakteri Gram negatif, tetapi destaining   relatif sulit karena bakteri ini cenderung menahan crystal violet sehingga identifikasi bakteri ini pada  pewarnaan Gram sering kali tampak sebagai Gram positif.5  Pewarnaan Gram  Acinetobacter  dari botol kultur darah positif sering kali menunjukkan morfologi coccus

Gram positif.2,3 Variabilitas dalam pewarnaan Gram maupun ukuran dan susunan selnya sering kali dapat diamati dalam satu kultur murni.6

Karakteristik biokimia yang mengindikasikan  Acinetobacter di antaranya adalah  bakteri ini bersifat obligat aerob, tidak memfermentasi laktosa, uji oksidase negatif, katalase positif, nitrate negatif, dan bersifat non motil. Beberapa karakteristik biokimia yang dapat diuji untuk membantu membedakan  Acinetobacter  dari bakteri Gram negatif oksidase negatif lainnya dapat dilihat pada tabel 1.

 Acinetobacter  relatif tidak reaktif terhadap banyak uji biokimia yang digunakan untuk membedakan bakteri Gram negatif. Identifikasi  Acinetobacter   pada laboratorium mikrobiologi klinik umumnya berupa salah satu dari tiga kelompok berikut, yaitu [1].  Acinetobacter calcoaceticus-baumaniii complex (jika koloni bersifat non hemolitik dan mengoksidasi glukosa), [2].  Acinetobacer lwoffii (non hemolitik, tidak mengoksidasi glukosa), [3]. Acinetobacter haemolyticus (hemolitik).7

(3)
(4)

Tabel 2. Perbedaan A.baumannii dan A.lwoffii8

2. Faktor Virulensi

Faktor virulensi yang dimiliki oleh  Acinetobacter seperti Toxic Slime Polysaccharides, Verotoxin, Siderophore, Outer Membrane Protein (OMP), Outer Membrane Vesicles (OMV), Hydrolytic Enzymes dan Quorum Sensing (QS).5,9

1. Toxic Slime Polysaccharides

Struktur :Toxic slime polysaccharides tersusun dari glucuronic acid, D-mannose, L-ramnose, dan D-glucose.

Mekanisme : [1]. Slime polysaccharides bersifat toksik terhadap neutrofil di mana zat ini menghambat migrasi serta fagositosis oleh neutrofil.

[2].Slime polysaccharides memberikan karakteristik surface hydrophobicity pada  Acinetobacter . Surface hydrophobicity ini memungkinkan  Acinetobacter saling melekat satu sama lain dan melakukan adhesi terhadap sel host maupun permukaan berbahan  plastik (kateter, prostese) sehingga memungkinkan terbentuknya  biofilm. Selain itu, sifat surface hydrophobicity ini juga memproteksi  Acinetobacter  dari fagositosis.

(5)

2. Verotoxin

Struktur : Verotoxin ditemukan pada beberapa  A.haemolyticus. Struktur dan komponen kimia verotoxin yang ditemukan pada  A.haemolyticus sama dengan yang ditemukan/diproduksi oleh  E.coli dan bakteri lainnya.  A.haemolyticus diperkirakan mendapatkan gen verotoxin ini melalui

horizontal gene transfer pada usus.

Mekanisme :Verotoxin tergolong dalam subfamily protein khusus, yaitu RNA  N-glycosidase yang berefek pada ribosome machinery dan menghambat sintesis protein. Verotoxin berkaitan dengan kejadian bloody diarrhea. Karena itu surveilans intensif terhadap adanya verotoxin-producing  A.haemolyticus  di lingkungan merupakan hal yang sangat penting

dilakukan sebagai upaya kontrol proaktiv.

3. Siderophore

Struktur : Siderophore tersusun dari amin histamine yang terbentuk dari hasil dekarboksilasi histidin.

Mekanisme : Salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri adalah dengan menurunkan konsentrasi besi bebas ekstraseluler melalui ikatannya dengan protein pengikat besi (lactoferrin) atau dengan transfer. Konsentrasi normal besi bebas dalam tubuh adalah 10-8 M, sementara konsentrasi besi yang diperlukan untuk pertahanan hidup  bakteri adalah 10-6. Dalam hal ini bakteri ( Acinetobacter ) memenuhi kebutuan besinya dengan cara mengikat besi eksogen dengan menggunakan siderophore (disebut juga acinetobactin).

4. Outer Membrane Protein (OMP)

Mekanisme : Beberapa OMP yang telah berhasil dikarakterisasi dari bermacam-macam strain  Acinetobacter   adalah OMP yang tergolong dalam family OmpA.  Acinetobacter dikelilingi oleh OmpA yang akan berikatan dengan sel eukariotik dan bertranslokasi ke nukelus untuk selanjutnya memicu apoptosis sel. Selain itu OmpA menstimulasi ekspresi gen gastrin dan interlukin B.

(6)

5. Outer Membrane Vesicles (OMV)

Struktur : OMV adalah nanovesicles bulat dengan diameter 20-200 nm yang berisi lipopilisakarida, OMP, lipid, dan DNA atau RNA.

Mekanisme : OMV yang terdapat pada permukaan  Acinetobacter   berperan dalam adhesi ke sel host dan internalisasi komponen vesicular ke sel host. Secreted OMV berperan dalam quorum sensing  Acinetobacter , transport faktor virulensi, inhibisi maturasi fagosom pada makrofag,  pembentukan biofilm dan transfer gen. Dengan kata lain, OMV dapat  berperan sebagai „kendaraan‟ untuk mentransport faktor   virulensi secara langsung ke sel host. Selain itu, OMV juga dapat terlibat dalam transfer materi genetik di antara spesies bakteri yang sama, termasuk transfer gen penyandi resistensi antibiotik. Materi genetik yang terkandung dalam OMV akan terproteksi dari efek nuclease. Pada Acinetobacter baumannii telah ditemukan OMV yang membawa  plasmid yang berisi gen penyandi resistensi terhadap carbapenem (blaOXA-24) dan dapat ditransfer di antara strain  A.baumannii  yang  berbeda.

6. Hydrolytic Enzymes

Struktur : Enzim hidrolitik yang dimiliki  A.baumannii  dan berperan sebagai faktor virulensi adalah Phospholipase D dan phospholipase C.

Mekanisme : Phospholipase D pada  A.baumannii  berperan dalam invasi sel epitel dan proliferasi bakteri pada serum host. Phospholipase C berperan dalam meningkatkan toksisitas sel epitel oleh A.baumannii.

7. Quorum Sensing (QS)

Mekanisme : Bakteri menguraikan sinyal kimia yang disekresikan olehnya untuk tujuan komunikasi interseluler dan adaptasi lingkungan. Kemampuan  bakteri untuk memonitor densitas sel sebelum mengekspresikan fenotip disebut “quorum sensing”. Molekul sinyal QS mempengaruhi  pembentukan biofilm yang merupakan faktor virulensi yang penting

(7)

3. Manifestasi Klinis

 Acinetobacter spp. menyebabkan infeksi nosokomial yang sering kali berupa  pneumonia, bakteremia, meningitis, endocarditis, infeksi saluran kemih, infeksi luka dan  beberapa bentuk infeksi lainnya.6

Infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh  Acinetobacter spp merupakan hal yang relatif umum terjadi pada penderita yang dirawat di ICU. Sebanyak 3-5% pneumonia nosokomial disebabkan oleh  Acinetobacter spp. Beberapa hal yang meningkatkan resiko  pneumonia atau kolonisasi saluran nafas bawah oleh  Acinetobacter spp  di ICU di antaranya adalah usia tua, penyakit paru kronik, imunosupresif, pembedahan, penggunaan antibiotik, penggunaan peralatan medis invasif (ETT, NGT), dan tipe peralatan respiratorik. 6

Bakteremia yang disebabkan oleh  Acinetobacter spp paling sering terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi sistem imun, di mana bakteremia yang terjadi umumnya  bersumber dari infeksi saluran nafas bawah. Selain itu, penyakit maligna, trauma, dan

luka bakar merupakan faktor predisposisi yang paling umum ditemukan pada bakteremia oleh  Acinetobacter spp. Pada neonatus, bakteremia yang terjadi adalah late onset  bacteremia dengan faktor resiko predisposisi di antaranya berupa berat badan lahir

rendah, terapi antibiotik sebelumnya, ventilasi mekanik, dan adanya konvulsi neonatal. 6 Meningitis yang disebabkan oleh  Acinetobacter   lebih sering berupa meningitis sekunder yang terjadi setelah prosedur bedah saraf atau trauma kepala. Faktor resiko terjadinya meningitis Acinetobacter di antaranya adalah adanya koneksi kontinyu antara ventrikel otak dan lingkungan luar, ventrikulostomi, fistula cairan cerebrospinal,  pemasangan indwelling ventricular catheter selama lebih dari 5 hari, dan penggunaan

antibiotik yang berlebihan. 6

Infeksi saluran kemih nosokomial yang disebabkan oleh  Acinetobacter spp. merupakan hal yang lebih jarang terjadi. ISK oleh karena Acinetobacter spp. lebih sering terjadi pada pasien tua, pasien yang dirawat di ICU, dan pada pasien dengan  permanent indwelling urinary catheter . Sebagian besar penderita adalah laki-laki. Hal ini kemungkinan mencerminkan prevalensi penggunaan kateter urine yang lebih tinggi pada laki-laki akibat terjadinya pembesaran prostat. Satu hal yang penting adalah bahwa terisolasinya Acinetobacter spp dari spesimen urine penderita yang menggunakan kateter urine tidak selalu mencerminkan terjadinya ISK. 6

(8)

terbuka), peritonitis (pada pasien yang menjalani continuous ambulatory peritoneal dialysis), cholangitis (setelah tindakan cholangiogram transhepatik perkutan dan drainasi  bilier perkutan), typhlitis (setelah transplantasi sumsum tulang autolog), osteomielitis dan infeksi ekstremitas (setelah trauma), serta infeksi mata (setelah trauma maupun pasca tindakan keratoplasty atau sekunder dari pemakaian lensa kontak). 6

4. Diagnosis

Infeksi atau kolonisasi oleh  Acinetobacter dapat ditegakkan berdasarkan hasil kultur dari sampel klinis dan lingkungan. Sampel lingkungan untuk kultur dapat berasal dari air limbah, lumpur, saluran air, sumber air bersih, tanah, sayuran, daging segar maupun  busuk, air liur binatang, dan air sungai. Sementara itu sampel klinik untuk kultur  Acinetobacter  dapat berupa darah, cairan serebrospinal, aspirat endotrakeal, pus, sputum,

urin, sekret pernafasan, ujung kateter, luka, feses, cairan tubuh steril, corda umbilicus  bayi, swab hidung, swab tangan dari pekerja medis, dan swab lingkungan medis (swab  permukaan alat-alat medis, wastafel, lantai, meja, lampu UV).5

Terdapat banyak jenis media yang dapat digunakan untuk kultur  Acinetobacter .  Acinetobacter merupakan bakteri yang bersifat non-fastidious  dan mampu tumbuh pada hampir semua media kultur yang umum digunakan.3,5 Untuk tujuan investigasi klinis rutin, terdapat beberapa tipe media yang dapat digunakan, di antaranya adalah BHI agar, nutrient agar, tryptic soy agar, Simon‟s citrate agar, Violet r ed bile agar, Luria Bertani agar, EMB agar, Mac Conkey agar, dan media Holton. Sementara untuk tujuan skrining lingkungan (terutama jika jumlah  Acinetobacter   diperkirakan sangat sedikit), dapat dilakukan metode enrichment sebelum kultur di media padat. Media enrichment yang dapat digunakan untuk tujuan ini di antaranya adalah Bauman‟s enrichment medium, MacConkey broth, TSB, BHI broth, dan Luria broth.5

Pada media blood agar, koloni  Acinetobacter   akan tampak sebagai koloni konveks  berukuran 0,5-2 mm, berwarna translusen sampai opaq, dengan permukaan halus dan  berbatas tegas. Pada MacConkey agar,  Acinetobacter  akan tampak sebagai koloni non lactose fermenter.10 Namun, Acinetobacter baumannii memiliki sifat sakarolitik sehingga  pada media MacConkey agar akan tampak sebagai koloni yang menyerupai koloni bakteri

(9)

Gambar 2. Koloni Acinetobacter pada BA plate (kiri) dan MacConkey (kanan)10

Gambar 3. Koloni Acinetobacter baumannii yang menyerupai koloni lactose fermenter  pada MAC agar 3 Uji biokimia terhadap koloni tersangka  Acinetobacter   umumnya dilakukan dengan  penggunaan metode identifikasi semiotomatis atau otomatis seperti GN card ID 32 GN, API 20NE, RapID NF Plus, Vitek 2 system, BD Phoenix, dan sebagainya. Semua metode ini didasarkan pada prinsip antibody-based agglutination.5

 Acinetobacter merupakan bakteri yang umum ditemukan di alam di mana antibiotika memberikan efektifitas yang berbeda terhadap spesies  Acinetobacter yang berbeda.

(10)

metode yang dapat dilakukan untuk karakterisasi genetik  Acinetobacter spp  dari sampel lingkungan di antaranya adalah PCR, PFGE, RAPD-PCR DNA fingerprinting, FISH, 16s rRNA gene restriction analysis (ARDRA), dan 16s rRNA gene PCR-DGGE fingerprinting. Gold standard untuk pemeriksaan karakterisasi genom Acinetobacter spp adalah DNA-DNA hybridization and sequence analysis, namun metode ini rumit dan tidak praktis untuk dikerjakan di sebagian besar laborat orium klinik.5

Metode lain yang dapat dilakukan dalam investigasi wabah yang disebabkan oleh  Acinetobacter spp.  di antaranya adalah biotyping, phage typing, cell envelope protein typing, plasmid typing, ribotyping, RFLP, dan arbitrarily primed PCR (AP-PCR). Tetapi metode ini terlalu mahal dan rumit untuk dikerjakan sehingga isolasi dan identifikasi  Acinetobacter lebih umum dikerjakan dengan metode kultur rutin.5

5. Terapi dan Profilaksis

Isolat  A.baumannii sering resisten terhadap banyak antibiotik termasuk penicillin, cephalosporin generasi pertama dan kedua, dan fluoroquinolone.3 Terapi infeksi serius oleh Acinetobacter  sebaiknya diberikan dalam bentuk terapi kombinasi berdasarkan hasil uji sensitivitas antibiotik. Pendekatan terapi terbaik untuk mengatasi infeksi  Acinetobacter multiresisten adalah kombinasi antibiotik yang memberikan hasil sinergis

yaitu kombinasi antara carbapenem, colistin, rifampin, atau ampicillin/sulbactam.5

 Acinetobacter mampu hidup di kondisi kering dalam waktu yang cukup lama (mingguan), sehingga disinfeksi secara rutin terhadap peralatan medis dan permukaan objek yang disentuh oleh pasien dan staf merupakan hal yang penting dilakukan untuk mencegah terjadinya transmisi. Tabel 3 berikut menunjukkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah transmisi Acinetobacter  dalam setting rumah sakit.11

(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Garrity, G.M., Bell, J.A., Lilburn, T.G. 2004. Taxonomic Outline of the Prokaryotes, Bergey‟s Manual of Systematic Bacteriology, 2nd  Edition. DOI:10.1007/bergeysoutline200405. New York: Springer.

2. Versalovic, J., Carrol, K.C., Funke, G., Jorgensen, J.H., Landry, M.L., Warnock, D.W. 2011. Manual of Clinical Microbiology, 10th Edition. Washington DC : ASM Press.

3. Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th Edition. China : Elsevier, Saunders

4. Ryan,K.J., Ray,C.G. 2014. Sherris Medical Microbiology. 6th  Edition. New York: McGraw-Hill Education.

5. Doughari, H.J., Ndakidemi,P.A., Human, I.S., Benade, S. 2011. The Ecology, Biology and Pathogenesis of  Acinetobacter spp.: An Overview, Minireview, Microbes and Environment, Vol. 26, No. 2, 101-112. Available online at : https://www.jstage.jst.go.jp/article/jsme2/26/2/26_ME10179/_pdf

6. Bèrèzin, E.B., Towner,K.J. 1996.  Acinetobacter spp. as Nosocomial Pathogens: Microbiological, Clinical, and Epidemiological Features. Clinical Microbiology Review, Vol. 9, No.2, pp.148-165. Available online at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC172888/pdf/090148.pdf

7. Winn, W., Allen, S., Janda, W., Koneman, E., Procop, G., Schreckenberger, P., Woods, G. 2006. Koneman‟s Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Constantiniu, S., Romaniuc, A., Iancu, L.S., Filimon, R., Taraşi, I. 2004. Cultural and Biochemical Characteristics of Acinetobacter spp. Strains Isolated From Hospital Units. The Journal of Preventive Medicine, 12 (3-4): 35-42. Available online at: http://www.jmpiasi.ro/2004/12%283-4%29/5.pdf

9. Roca, I., Espnal, P., Farrès, X.V., Vila,J. 2012. The  Acinetobacter baumannii Oxymoron: Commensal Hospital Dweller Turned Pan-Drug-Resistant Menace. Frontiers in Microbiology, Review Article, doi: 10.3389/fmicb.2012.00148. Available online at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3333477/pdf/fmicb-03-00148.pdf

10. http://www.medical-labs.net/acinetobacter-1839/

11. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. 2015. Mandell, Douglass, and Bennett‟s Principles and Practice of Infectious Diseases. 8th Edition. Canada : Elsevier, Saunders.

Gambar

Gambar 1. Pewarnaan Gram Acinetobacter baumannii 3
Tabel 2. Perbedaan A.baumannii dan A.lwoffii 8
Gambar 3. Koloni Acinetobacter baumannii yang menyerupai koloni lactose fermenter  pada MAC agar  3
Tabel 3. Pencegahan Transmisi Acinetobacter dalam setting RS 11

Referensi

Dokumen terkait

1 PENGARUH VOLUME URIN TERHADAP PEMERIKSAAN SEDIMEN URIN PADA.. PASIEN INFEKSI SALURAN

Jumlah infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Acinetobacter semakin meningkat dan seringkali sangat sulit bagi dokter untuk mengobati karena resistensi yang luas

Acinetobacter baumannii ( A. baumanii ) merupakan salah satu spesies Acinetobacter tersering diisolasi dari manusia, dan lebih sering dijumpai pada infeksi nosokomial

ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau. adanya

Surveilans Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah pengumpulan data kejadian infeksi saluran kemih akibat penggunaan alat dower kateter atau tindakan aseptik lain

Infeksi nosokomial di rumah sakit pada umumnya dapat terbagi dalam infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, infeksi luka operasi, infeksi aliran darah

Infeksi Saluran Kemih ISK Insiden Rate Infeksi Saluran Kemih adalah kejadian ISK dibagi Jumlah hari pemakaian Catheter Urine dikali 1000.. Periode Januari – Juni 2019 tidak terdapat

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi pada saluran kemih yang disebabkan oleh berkembang biaknya