• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKU WARGA NEGARA YANG BAIK"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DOSEN: M. AYUB PRAMANA,SH

STMIK “AMIKOM” YOGYAKARTA T.A. 2011-2012

NAMA : SALMAN FARIS NIM : 11.12.5393

PROGRAM : S1 JURUSAN : SI KELOMPOK : G

(2)

Bukti Tuhan itu Ada

Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.

Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.

Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”

Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.

“Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.

Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.

Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”

Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.

“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.

Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.

“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.

(3)

“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.

“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.

Orang banyak berkata, “Tidak!”

“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.

Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.

Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?

Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?

Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).

Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.

Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.

Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!

Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.

Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.

Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 9 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama

(4)

ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.

Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.

Dalam Al Qur‟an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]

Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.

Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5] “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]

Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra‟d:2]

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya

(5)

Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]

Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta:

“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi‟ah:58-59]

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?”[Al Waaqi‟ah:63-64]

“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi‟ah:72] Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah:

“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” [Al Hajj:73]

Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur‟an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta.

(6)

T E R O R I S M E

Tragedi 11 September 2001 telah mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, karena aksi terorisme dapat terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Isu terorisme sekarang ini menjadi isu global yang perlu dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara tepat, hal ini dikarenakan kita harus mengambil sikap yang jelas terhadap terorisme internasional. Teror sebagai senjata yang efektif bagi si lemah yang merupakan kekuatan yang dapat digunakan secara tidak terbatas, perbedaan obyektif dari pelaku dan kekuatannya subyektif yang didapat untuk mencapai tujuan mereka.

Ruang Lingkup. Tulisan ini mencakup tentang terorisme dan hubungannya dengan dunia internasional serta penanggulangan terorisme itu sendiri.

Definisi terorisme. Terorisme dapat dipandang dari berbagai sudut ilmu: Sosiologi, kriminologi, politik, psikiatri, hubung-an internasional dan hukum, oleh karena itu sulit merumuskan suatu definisi yang mampu mencakup seluruh aspek dan dimensi berbagai disiplin ilmu tersebut.

Menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

US Department of Defense tahun 1990. Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengan-dung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi.

TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror tahun 2000. Terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan. Anti Terorisme

PBB , berdasarkan Chapter VII of UN CHARTER : meliputi implikasi legal dalam bentuk kewajiban dari setiap negara untuk menahan, menuntut dan menjatuhkan hukuman atau melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak terorisme.

TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror :adalah segala bentuk usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang meliputi perencanaan, persiapan dan pelaksanaan untuk menanggulangi aksi teror.

Seiarah Terorisme. Sejarah tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau. Hal ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dan bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu

(7)

pada sejarah terorisme modern. Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I dan terjadi hampir di seluruh permukaan bumi. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada PD-I. Pada dekade PD-I, aksi terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan idiologi.

Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal " damai ". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya terorisme. Fenomena terorisme itu sendiri merupakan gejala yang relatif baru, yaitu sesudah Perang Dunia II dan meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan teror telah berkembang dalam sengketa idiologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, ge-rilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.

Ciri-ciri terorisme. Berdasarkan matrik perbandingan karakteristik kelompok pengguna tindak kekerasan guna mencapai tujuannya, dapat disimpulkan ciri - ciri terorisme adalah sbb:

Organsisasi yang baik, berdisiplin tinggi, militan.Organsisasinya merupakan kelompok - kelompok kecil, disiplin dan militansi ditanarnkan melalui indoktrinasi dan latihan yang bertahun - tahun.

Mempunyai tujuan politik, tetapi melakukan perbuatan kriminal untuk mencapai tujuan. Tidak mengindahkan norma - norma yang berlaku, seperti agama, hukum ,dll.

Memilih sasaran yang me-nimbulkan efek psykologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.

Karakteristik Terorisme

Dapat ditinjau dari 4 macam pengelompokan yaitu :

Karakteristik Organisasi yang meliputi : organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hu- bungan intemasional.Karakteristik Operasi yang meliputi : perencanaan, waktu, taktik dan kolusi.

Karakteristik Perilaku yang meliputi : motivasi, dedikasi , disiplin , keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup - hidup.

Karakteristik Sumber daya yang meliputi : latihan / kemampuan, pengalaman per-orangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi.

Motif Terorisme. Teroris terin-spirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori : rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas menjadi :

Membebaskan Tanah Air. Pejuang - pejuang Palestina pada 15 Nopember 1988 memproklamasikan kemerdekaan-nya di Aljazair. Dalam mencapai tujuan tersebut pada akhirnya PLO terbagi atas dua front yaitu front Intifada dan gerakan radikal garis keras ( HAMAS ). Bagi negara Israel , PLO bagaimanapun bentuknya digolongkan ke dalam kelompok teroris.

(8)

Memisahkan diri dari pemerintah yang sah ( separatis ). IRA ( Irish Republica Army ) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris. Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia

dimasukkan ke dalam kelompok teroris.

Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk

menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayarandari Eropa. Sifat Internasional dari Terorisme.

Melaksanakan tindakan keke-rasan dengan melibatkan lebih dari satu negara. Kasus pembajakan pesawat komersil tidak dapat ditangani oleh satu negara saja.

Kekerasan yang menarik perhatian dunia. Aksi-aksi yang dilakukan oleh gerakan teroris senantiasa akan mengundang publikasi yang luas.

Tidak memperdulikan kepen-tingan negara dimana aksi teror itu dilaksanakan. Tujuan Terorisme. Tujuan dari teroris dapat dibedakan menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.

Tujuan jangka pendek.

Memperoleh pengakuan dari lokal, nasional maupun dunia internasional atas perjuangan-nya.

Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.

Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.

Menunjukkan ketidak-mampu-an pemerintah dalam melin-dungi dan mengamankan warganya.

Memperoleh uang ataupun perlengkapan.

Mengganggu atau menghancurkan sarana komunikasi maupun transportasi. Mencegah ataupun menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif. Menimbulkan mogok kerja

Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri. Mempengaruhi jalannya pemi-lihan umum

Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka Memuaskan atau membalaskan dendam.

Beberapa kelompok teroris menggunakan aksi-aksi teror yang bertujuan jangka pendek tersebut untuk melemahkan pihak pemerintah untuk mencapai tujuan jangka panjang mereka.

Tujuan Jangka Panjang

Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan seperti revolusi, perang sa- udara atau perang antar negara.

Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya. Mempengaruhi kebijaksanaan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional atau internasional.

(9)

Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional.

Cara kerja jaringan terorisme international. Dari fakta-fakta yang ada diketahui bahwa hubungan antara kelompok-kelompok terorisme secara tertutup telah terjalin.

Kerjasama antara kelompok terorisme. Meskipun tidak ada konspirasi internasional yang jelas antar kelompok terorisme, namun trend yang ada menunjukkan peningkatan kerjasama antara kelompok teroris di dunia.Kerjasama ini meliputi bantuan dalam hal sumber daya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan partisipasi dalam operasi bersama. Seiring dengan

berkembangnya kerjasama antar kelompok teroris, efisiensi dari operasional kelompok terorisme tersebut serta daerah operasional aksi terornya juga meningkat.

Di beberapa negara tertentu pemerintah justru mendukung adanya kerjasama antar kelompok teroris ini. Mereka memberikan dukungan logistik, mengorganisir pertemuan antar pimpinan dari kelompok yang berbeda serta memberikan bantuan dalam pelaksanaan operasinya. Peme-rintah ini menganggap penggunaan terorisme ini sebagai alternatif dari perang konvensional. Pada intinya pemerintah memanfaatkan kelompok teroris ini sebagai tentara cadangan mereka.Ada beberapa peristiwa penting mengenai kerjasama antar kelompok teroris dunia antara lain :

Pertemuan Di Badawi. Sesudah pertemuan di Badawi pada tahun 1971 yang dihadiri berbagai perwakilan organisasi teroris Eropa dan Timur Tengah. Menimbulkan kerja sama dalam pelaksanaan aksi teroris. ( Peristiwa serangan lapangan terbang Tel Aviv, Mei 1972 )

Pertermuan Larnaca. Kerja sama yang di bangun dalam pertemuan di Badawi dilanjutkan kemudian dengan pertemuan di Larnaca (Siprus) dalam tahun1997 yang mengembangkan kerja sama taktis dalam hubungan saling bantu dan saling memperkuat. Usaha tersebut diarahkan untuk menjamin sukses yang lebih besar dalam aksi-aksi teror, karena disadari bahwa di samping kemampuan masing-masing organisasi, dibutuhkan pula kerja sama yang lebih luas dengan organisasi lain yang serupa.

Kasus pemboman Konsulat Amerika di Pakistan. Al Qaeda membayar sejumlah teroris sektarian lokal Pakistan untuk merencanakan peledakan bom di luar gedung Konsulat Amerika yang menewaskan 12 warga Pakistan (8 Mei 2002).

Operasi Teroris. Operasi teroris biasanya dilaksanakan oleh elemen klandestin yang dilatih dan diorganisir secara khusus. Tindakan pengamanan yang ketat biasanya diberlakukan setelah sasaran operasi dipilih. Anggota tim biasanya tidak dipertemukan sebelum pelaksanaan latihan pendahuluan sesaat sebelum berangkat menuju sasaran. Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh elemen atau personel yang bertugas khusus sebagai intelijen khusus. Untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan operasi lebih banyak serangan yang direncanakan dari pada yang dilancarkan. Teroris senantiasa mencari dan mengeksploitir titik lemah dari sasaran. Mereka seringkali menyerang sasaran yang tidak dilindungi atau kurang pengamanannya. Karakteristik dari operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan pendadakan.

Metode. Teroris biasanya beroperasi dalam hubungan unit kecil yang terdiri dari personel yang terlatih menggunakan senapan otomatis ringan, granat tangan, bahan peledak munisi, dan radio transistor. Sebelum pelaksanaan operasi teroris biasanya berbaur dengan masyarakat setempat untuk menghindari deteksi dari aparat keamanan. Setelah pelaksanan operasi mereka kembali bergabung dengan masyarakat untuk memperbesar kemungkinan pelolosan mereka

(10)

Taktik Teroris

Bom. Taktik yang sering digunakan oleh kelompok teroris adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir ini tercatat 67 % dari aksi teror yang dilaksanakan berhubungan de-ngan bom.

Pembajakan. Pembajakan sa-ngat populer dilancarkan oleh kelompok teroris selama periode 1960-1970. Pembajakan terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan adalah taktik yang digunakan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan kesan Robinhood dan menghancurkan propaganda dari pemerintah. Tetapi jenis pembajakan yang lebih populer saat ini adalah pembajakan pesawat terbang komersil.

Pembunuhan. Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini. Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah pejabat pemerintah, pengusaha, politisi dan aparat keamanan. Dalam 10 tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris di seluruh dunia.

Penghadangan. Penghadangan yang telah dipersiapkan jarang sekali gagal. Hal ini juga berlaku bagi operasi yang dilaksanakan oleh kelompok teroris. Aksi ini biasanya direncanakan secara seksama, dilaksanakan latihan pendahuluan dan gladi serta dilaksanakan secara tepat. Dalam bentuk operasi ini waktu dan medan berpihak kepada kelompok teroris.

Penculikan. Tidak semua peng-hadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personil.

Penculikan biasanya akan diikuti oleh tuntutan tebusan berupa uang, atau tuntutan politik lainnya.

Penyanderaan. Perbedaan anta-ra penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali memiliki pengertian yang sama. Penculik biasanya menahan korbannya di tempat yang tersembunyi dan tuntut-annya adalah berupa materi dan uang, sedangkan penyanderaan berhadapan langsung dengan aparat dengan menahan sandera di tempat umum. Tuntutan pe-nyanderaan biasanya lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan teroris pada kasus pe-nyanderaan ini.

Perampokan. Operasi yang di-laksanakan oleh kelompok teroris

adalah sangat mahal. Untuk mendanai kegiatan mereka teroris merampok bank atau mobil lapis baja yang membawa uang dalam jumlah besar. Perampokan bank juga dapat digunakan sebagai ujian bagi program latihan personil baru.

Ancaman / Intimidasi. Merupakan suatu usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk menakut-nakuti atau mengancam dengan menggunakan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok, di daerah yang dianggap lawan, sehingga sasaran terpaksa menuruti kehendak pengancam untuk tujuan dan maksud tertentu.

Pengaruh Terorisme. Menga-cu pada aksi terorisme yang pa-ling faktual saat ini, yaitu Tragedi World Trade Centre (WTC) di New York USA tanggal 11 September 2001, dapat dirasakan pengaruh terorisme secara global .

(11)

Pengaruh pada Idiologi. Kaum fanatis/ radikal agama Islam di- tuduh bertanggung jawab terhadap serangan gedung kembar WTC. Osama bin Laden beserta organisasi AI-Qaeda dituduh sebagai kelompok yang anti kapitalisme barat, berhasil meya-kinkan dunia intemasional tentang keberadaan organisasinya dengan tujuannya menghancurkan Amerika sebagai simbol

kapitalisme negeri barat.

Pengaruh pada Agama. Jelas sekali dampak yang ditimbulkan oleh tragedi WTC "Islam" sebagai agama disudutkan sebagai biang keladi semua kegiatan terorisme yang berdampak pula kepada negara-negara Islam, termasuk negara Indonesia disi-nyalir sebagai tempat bersembunyi dan pelatihan Al Qaeda.

Pengaruh pada Politik. Tanggapan pemerintah Amerika terhadap Tragedi WTC, sudah sangat jelas bahwa jaringan teroris Osama bin Laden bersama organisasi Al Qaeda adalah musuh utama mereka, dan lewat seruan politiknya mereka minta dukungan dari negara lain yang mengental menjadi bentuk : berdiri bersama Amerika atau menjadi lawan. Pasca tragedi WTC, tidak hanya berdampak negatif terhadap negara kita, tetapi ada pula dampak positifnya, bahwa dalam

menangani masalah terorisme tidak bisa dilakukan secara sendirian, tapi butuh kerjasama dengan negara-negara lain. Pemerintah Amerika mulai membuka kran-kran bantuan luar negerinya terhadap Indonesia, karena Amerika butuh kerjasama dengan Indonesia dalam rangka memerangi terorisme.

Pengaruh pada segi Ekonomi. Kegiatan terorisme dalam bentuk pembajakan pesawat memang sudah sering terjadi, tetapi tragedi WTC benar-benar melahirkan semacam "trauma berpergian" dengan pesawat terbang bagi sebagian kalangan masyarakat, tidak hanya di Amerika, tetapi juga dibelahan dunia yang lain yang berakibat puluhan maskapai penerbangan menga-lami kerugian bahkan sampai terjadi penutupan perusahaan penerbangan tersebut.

Pengaruh pada bidang Hankam. Terorisme dianggap musuh oleh semua negara. Amerika membentuk aliansi bersenjata untuk memburu Osama bin Laden dan organisasi Al Qaeda. Aliansi yang dibentuk tersebut akhirnya menyerbu Afghanistan dan menyebabkan jatuhnya pemerintahan Taliban. Dari uraian di atas, nyata bahwa pengaruh aksi terorisme melampaui batas wilayah domestik suatu negara karena memang terorisme tidak mengenal batas wilayah baik itu aksi maupun dampak yang ditimbulkan.

Penanganan Terorisme. Mem-bahas tentang penanganan terorisme, tidak lepas dari dua tindak-an dasar yaitu upaya-upaya preventif dtindak-an upaya-upaya represif.

Sikap dan kebijaksanaan dasar Pemerintah Republik Indonesia. Sikap Dasar Pemerintah RI :

Teroris tidak dapat di tolerir karena bertentangan dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab.

Sandera adalah korban yang tidak berdosa dan harus diselamatkan. Kebijaksanaan dasar Peme-rintah RI.

Terorisme harus dibasmi tanpa mengenal kompromi.

(12)

Prinsip dari penanganan Te-rorisme. Beberapa prinsip da-lam menangani terorisme ini merupakan syarat bagi suksesnya pelaksanaan operasi.

Tujuan. Tujuan utama dari program memerangi terorisme adalah menetralisir kelompok teroris. Netralisir dalam konteks ini tidak harus membunuh teroris tetapi dengan meniadakan sumber ancaman.

Legitimasi. Pasukan keamanan yang menangani terorisme harus mendapat legitimasi dan payung hukum dalam menjalankan tugasnya

Kesabaran dan keteguhan. Sangat diperlukan khususnya bagi negosiator dalam rangka menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan banyak korban yang tidak perlu sambil memberi waktu kepada Tim Penanggulangan Teror untuk menyiapkan diri.

Menahan diri. Seluruh satuan yang terlibat dalam mekanisme penanggulangan teror harus bisa menahan diri semaksimal mungkin terhadap teroris dari bentuk ancaman, tuntutan dan bentuk intimidasi lainnya dalam rang-ka pencapaian tugas secara keseluruhan.

Keamanan. Keamanan adalah syarat utama dalam kegiatan pe-nanganan terorisme.

Kesatuan usaha. Kerjasama antar instansi yang terkait sangat menentukan keberhasilan pe- nanganan terhadap terorisme untuk itu sangat diperlukan kesatuan usaha.

Tindakan Preventif. Kegiatan penanggulangan anti teror ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Kegiatan ini meliputi tehnik pencegahan kejahatan murni yang ditujukan untuk memperkuat target serta prosedur untuk mendeteksi aksi teror yang terencana. Perencanaan dan latihan adalah unsur penting dalam program penanggulangan teror. Kegiatan preventif meliputi pe-rencanaan, tindakan pencegahan, persiapan dan latihan sebelum insiden terjadi. Selama tahap ini pertimbangan diberikan kepada penelitian, pengumpulan informasi dan intelijen, tindakan pen-cegahan, perencanaan yang mendalam serta latihan yang intensif. Pengalaman membuktikan bah-wa pencegahan adalah cara terbaik untuk melawan terorisme. Terdapat 8 langkah dalam tahap pencegahan meliputi :

Intelijen. Pengumpulan kete-rangan/intelijen mengenai teroris adalah hal terpenting dalam memerangi teroris. Siapa teroris, kapan, dimana dan bagaimana ia akan melancarkan aksinya ada-lah pertanyaan yang harus terjawab dalam pengumpulan intelijen ini. Informasi yang dikumpulkan meliputi bidang sosial, ekonomi dan politik dari suatu daerah.

Analisa ancaman. Idealnya langkah ini dilaksanakan secara terus menerus. Analisa terhadap ancaman ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan ancaman yang dapat terjadi. Dalam melakukan analisa ini kita harus berfikir dari sudut pandang seorang teroris. Bagaimana kita akan melancarkan aksi teror terhadap sasaran? Daerah mana yang memiliki titik lemah dan kerawanan? Strategi dan taktik apa yang akan digunakan.

Pengamanan Operasi. Penga-manan operasi atau kegiatan merupakan hal penting dalam pencegahan terjadinya aksi teror. Dalam pelaksanaan aksinya teroris akan mengeksploitasi data intelijen dari sasaran. Data intelijen ini diperoleh dari menggunakan agen, penyadapan dengan alat komunikasi dan penggunaan foto intelijen. Hal ini dapat kita cegah dengan kegiatan lawan intelijen serta dengan meningkatkan kesiap-siagaan terutama apa-rat keamanan. Dasar dari pengamanan kegiatan ini adalah rasa kepedulian dan latihan.

(13)

Pengamanan Personil. Tidak seorangpun yang kebal terhadap serangan dari teroris. Dalam memilih sasarannya teroris tidak pernah memandang bulu. Target dapat berupaya kantor pemerintah, instalasi atau tempat-tempat umum. Orang-orang yang berada di tempat tersebut menjadi sasaran teroris semata-mata karena mereka berada di tempat tersebut saat serangan teroris. Seringkali teroris juga memilih orang-orang tertentu sebagai sasaran untuk penculikan, penyanderaan dan pembunuhan.

Pengamanan Fisik. Pengaman-an fisik mencakup pengamanan terhadap berita, materi serta pencegahan tindak kejahatan. Meskipun tindak kejahatan termasuk dalam kegiatan teroris namun terdapat beberapa perbedaan yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan pengamanan fisik. Teroris biasanya lebih terorganisir, terlatih, dan lebih me-miliki motivasi dibanding kriminal biasa.

Wewenang dan Yuridiksi. Dalam menghadapi aksi teror harus jelas batas wewenang dan wilayah tanggung jawab dari setiap satuan yang terlibat, sehingga dapat tercipta satu kesatuan komando.

Pembentukan Manajemen Krisis. Merespon dari insiden terorisme dibutuhkan suatu keahlian khusus dan banyak pertimbangan. Tindakan yang pa-ling awal adalah insiden yang terjadi harus dipastikan aksi teroris bukan hanya sekedar tindak kejahatan. Langkah selanjutnya adalah rencana operasi harus segera dibentuk untuk menghadapi aksi teroris tersebut. Karena aksi teroris tidak me-ngenal batas wilayah, maka penanganannya pasti melibatkan banyak unsur, baik itu Kepolisian, Militer maupun Peme-rintah, untuk itu dibutuhkan suatu Badan yang

mengkoordinasikannya. Badan tersebutlah yang bertanggungjawab membentuk Manajemen Krisis agar setiap tindakan dapat terarah dan terpadu secara efektif dalam menangani terorisme. Tindakan Represif. Segala usaha dan tindakan untuk menggunakan segala daya yang ada meliputi penggunaan alat utama sistim senjata dan sistim sosial yang ada untuk menghancurkan aksi teror. Dalam pelaksanaan penanggulangan teror pembuat keputusan harus memahami benar kemampuan dari Tim aksi khusus dan hanya menggunakan tim ini dalam peran yang berada dalam koridor kemampuannya. Penggelaran dari kekuatan Tim aksi khusus ini akan tergantung pada situasi yang terjadi. Dalam manajemen penanggulangan te-ror ini pelaksanaan operasi, organisasi disusun sebagai berikut :

Tim Aksi Khusus. Tergantung dari besarnya insiden yang terjadi kekuatan pasukan dapat dikerahkan dari unit hingga detasemen.

Tim Negosiator. Tim ini senantiasa berinteraksi dengan teroris dengan melaksanakan negosiasi sambil mengulur waktu bagi tim aksi khusus agar dapat lebih mempersiapkan diri. Seringkali dalam penanganan teror situasi dapat teratasi dengan proses negosiasi tanpa harus penanganan dari tim aksi khusus.

Unsur Ring dalam. Unsur ini bertugas mengendalikan secara fisik daerah sekitar sasaran. Tim ini bertugas mengisolasi sekaligus berfungsi untuk me-ngumpulkan keterangan menge-nai teroris dan situasi di sasaran. Unsur dari Tim aksi khusus atau tim sniper dapat ditugaskan sebagai unsur ring dalam.

Unsur Ring luar. Tugas dari tim ini antara lain mengontrol akses keluar masuk daerah insiden dan mengosongkan bangunan di sekitar tempat insiden.

(14)

SEPARATISME DI INDONESIA

Pada masa kejayaannya, nasionalisme tampak begitu kuat mengakar dalam berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Ini dapat dengan mudah terlihat dalam berbagai ungkapan „bangsa-ku, negeri-ku, yang ku cinta‟ atau „demi kehidupan berbangsa dan bernegara‟, sebagaimana muncul hampir dalam setiap percakapan sehari-hari hingga dialog resmi kenegaraan. Memaknai

Indonesia, dalam konteks nasionalisme, merupakan sebuah kesatuan antara bangsa (nation) sekaligus negara (state) (Dhakidhae, 2001: v). Di dalamnya terdapat sebuah solidaritas negara-bangsa (nation-state) dari susunan beraneka solidaritas suku-negara-bangsa (ethnic). Sebuah misteri besar di balik bersatunya beraneka entitas kultural yang sangat heterogen dalam sebuah payung yang bernama negara-bangsa Indonesia, menjadi hal yang biasa saja dalam kehidupan nasional. Slogan “bhineka tunggal ika”, tampaknya menjadi adagium pamungkas yang mampu mereduksi semua perbedaan tersebut.

Namun, munculnya berbagai konflik sosial pada era 1990-an, tampaknya menjadi sebuah titik balik perjalanan nasionalisme di Indonesia. Setelah berjaya hampir setengah abad di bumi nusantara pasca kemerdekaannya, nasionalisme Indonesia seakan-akan runtuh begitu saja tanpa sisa. Rasa kebanggaan sebagai sebuah kesatuan bangsa Indonesia tampaknya menghilang, tergerus oleh gelombang semangat kesukuan dan kedaerahan yang tengah menggelora di

sejumlah wilayah. Ikatan kebangsaan Indonesia menjadi tidak begitu berarti, dan tenggelam oleh sentimen etnis yang sangat kental. Munculnya berbagai konflik bernuansa suku, agama, dan ras (SARA) di Kalimantan, Maluku, dan Poso, hingga gerakan pemberontakan lokal radikal di Timor Timur, Aceh, Maluku Selatan, dan Papua tampaknya menjadi bukti nyata rasa kebangsaan yang memudar dan sekaligus sebagai ancaman terhadap eksistensi Indonesia sebagai kesatuan entitas dalam sebuah negara-bangsa. Wacana separatisme kultural yang anti-nasionalisme Indonesia menjadi fenomena sekaligus pertanyaan yang terus membayang. Mungkinkah, nasionalisme Indonesia telah berakhir?

Memaknai Nasionalisme

Sebelum lebih jauh mengkaji mengenai apa itu nasionalisme Indonesia dan anti-nasionalis, ada baiknya pembahasan ini didasarkan pada konsep-konsep besar mengenai nasionalisme. Hingga saat ini, belum ada kesepakatan umum di antara pakar ilmu sosial dan ilmu politik dalam mendefinisikan mengenai konsep nasionalisme. Hal ini senada dengan apa yang John Hall (McCrone, 1998: 3) menyatakan bahwa nasionalisme sebagai sebuah rekaman historis memiliki makna yang beraneka ragam dan tidak ada satu pun teori universal tentang nasionalisme yang mumpuni. Sementara itu, Roger Brubaker (1996: 10) berpendapat bahwa nation (bangsa) merupakan sebuah kategori praktis, bukan sebaliknya sebagai kategori analisis. Artinya, untuk memahami nasionalisme, maka haruslah dipahami terlebih dahulu bagaimana konsep

nasionalisme itu digunakan dalam tataran praktis dan hakikat nation itu sendiri. Langkah tersebut diharapkan akan mengarahkan pada pemahaman struktur, pengetahuan pemikiran dan

(15)

Menjawab pertanyaan apa itu nation dan nasionalisme, Ernest Renan (McCrone, 1998: 5) menggambarkan bahwa nation merupakan sebuah solidaritas dengan skala besar yang terbentuk dari sebuah perasaan pengorbanan bahwa sekelompok orang telah menciptakan ikatan tersebut di masa lampau dan mempersiapkannya bagi generasi penerus mereka solidaritas tersebut untuk di masa mendatang. Dari jawaban tersebut, Renan berargumen bahwa nasionalisme merupakan perasaan kebersamaan dari setiap anggotanya. Perasaan tersebut terbentuk dan tumbuh selama pengalaman-pengalaman hidup yang mereka jalani yang kemudian memandu mereka untuk hidup bersama dalam sebuah proses pembangunan di masa depan yang lebih baik. Meski

demikian, Renan tidak menjelaskan bagaimana orang-orang tersebut dapat bertemu hingga dapat berkumpul hingga hidup bersama.

Pernyataan Renan, tampaknya hanya menjadi definisi ideal tentang nasionalisme di negara-negara Eropa. Karena memang definisi tersebut merupakan sintesis dari kondisi faktual yang terjadi di Eropa pada masanya. Terbentuknya negara-negara di Eropa merupakan sebuah evolusi dari komunitas dagang (gilda) yang memiliki persamaan visi demi keuntungan perdagangan yang mereka lakukan pada masa Abad Pertengahan (Kropotkin, 2006: 82). Pada awalnya, negara-negara di Eropa tidak lain hanyalah sebuah perserikatan kota-kota dagang yang independen. Namun, karena munculnya kekhawatiran adanya serangan dari bangsa bar-bar, kemudian negara-kota tersebut membentuk sebuah solidaritas yang lebih besar dari sekedar perkumpulan dagang, dengan sebuah institusi baru di bidang ekonomi dan sosial. Dari ikatan tersebut berevolusi hingga muncullah konsep nation, yang kini menjadi negara-negara di Eropa. Sebagaimana pandangan Hall, bahwa nasionalisme merupakan rekaman sejarah, tentunya akan menjadi sulit jika konsepsi tentang nation dan nasionalisme yang diusung oleh Renan tersebut untuk digunakan dalam konteks dunia ketiga, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini karena terdapat perbedaan alur historis antara kedua wilayah ini. Secara umum, perjalanan sejarah dari proses pembentukan negara-negara di dunia ketiga merupakan sebuah „unintended consequences‟ dari proses kolonialisasi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa. Indonesia merupakan sebuah bukti konkret dari konsekuensi yang tidak pernah diharapkan dari agenda kolonialisasi bangsa Eropa. Barangkali, Belanda, sebagai pihak kolonial utama di Indonesia, tidak pernah bermimpi akan lahirnya sebuah nation-state dari wilayah jajahannya di bumi nusantara.

Memahami Indonesia

Dalam konteks keIndonesiaan, kajian etnisitas seharusnya menjadi pembahasan fundamen ketika akan membahas mengenai nasionalisme Indonesia. Bagaimana tidak? Wilayah yang sekarang dikenal dengan sebutan Indonesia ini, pada mulanya merupakan sekumpulan wilayah dari kerajaan-kerajaan yang bersifat independen dan berbasis pada kekuasaan etnik dan otoritas kedaerahan. Sebut saja Kesultanan Aceh, Malaka, Riau, dan Jambi di Sumatera, Kesultanan Banten, Cirebon, Demak, dan Mataram di Jawa, Kesultanan Banjar di Kalimantan, Kerajaan Bali di Sunda Kecil, hingga Kesultanan Ternate dan Tidore di Indonesia Timur, semua itu merupakan fakta historis atas legitimasi etnis di masa lampau.

Perjalanan sejarah nusantara menemukan takdirnya yang lain, kedatangan kaum kolonial Eropa, secara langsung telah melumpuhkan dominasi lokal dari seluruh kerajaan etnis yang ada di nusantara. Praktek imperialisme ini secara tidak sengaja menyatukan secara paksa wilayah-wilayah independen tersebut dalam sebuah kesatuan teritori dan administratif di bawah kekuasaan kolonialisasi Hindia Belanda. Pemaksaan inilah yang di kemudian hari menjadi sebuah kondisi yang melahirkan cikal bakal nasionalisme Indonesia. Jika Renan tidak

memberikan penjelasan apa yang menyebabkan bertemunya berbagai entitas yang berbeda dalam proses pembentukan nasionalisme, maka dalam konteks Indonesia, salah satu faktor penyatu

(16)

tersebut adalah Pan Nederlansia sebagai proyek kolonialisasi di bumi nusantara yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda pada masa itu.

Hidup bersama di bawah tekanan dengan identitas kultural yang berbeda dalam waktu yang sangat lama, demikianlah pra-kondisi lahirnya nasionalisme Indonesia. Tidak dapat di pungkiri, bahwa faktor etnisitas pada perode perjuangan kemerdekaan masih menonjol. Bagaimana mungkin, sebuah organisasi perjuangan modern pertama, Budi Utomo yang merupakan simbol kebangkitan bangsa, masih menggunakan atribut ke-Jawa-annya sebagai „identitas‟ organisasi (Ricklef, 2000: 344). Fakta ini menunjukkan bahwa kesadaran etnis dan kedaerahan tidak bisa dilepaskan begitu saja dan digantikan dengan jubah kebersamaan nasional.

Meskipun demikian, perasaan ketertindasan sebagai nasib bersama akibat praktek kolonialisasi setidaknya mampu menghasilkan ikatan solidaritas yang lebih kuat, dan untuk sementara waktu mampu menciptakan sebuah kesatuan komunitas kebangsaan (nation) yang berdasarkan pada bayangan perasaan anti-kolonial. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Benedict Anderson (2001: 5) bahwa nation merupakan sebuah komunitas yang dibayangkan. Dalam kondisi ini, sebagian besar masyarakat lokal yang masih kental nuansa kesukuannya pada waktu itu memimpikan bagaimana mengusir pihak kolonial secara bersama-sama. Perasaan tersebutlah menjadi sebagai sebuah cikal-bakal kesadaran ke-Indonesia-an, sebuah nasionalisme anti-kolonial. Semangat anti-kolonial inilah yang menjadi motivasi sekaligus identitas perekat beraneka entitas kultural tersebut dalam memperjuangkan sebuah kemerdekaan negara-bangsa Indonesia.

Dalam perjalanan selanjutnya, semangat anti-kolonial inilah yang kemudian menjadi sebuah landasan nasionalisme Indonesia pada periode pertama untuk mengantisipasi munculnya kembali identitas etnis lokal. Slogan „revolusi belum selesai‟ hingga „neokolim‟ menjadi senjata yang cukup ampuh bagi penguasa republik yang baru lahir ini untuk memupus sentimen kedaerahan. Pembangunan identitas nasional terus diupayakan sebagai sebuah usaha merangkul berbagai identitas lokal yang bernuansa etnis. Meski belum sepenuhnya berhasil, negara setidaknya mampu menciptakan ikatan nation berada di atas keanekaragaman solidaritas suku-bangsa. Sementara itu, hal yang berbeda dilakukan oleh rezim selanjutnya, pada periode ini, konsep pembangunan nasionalisme lebih didefinisikan sebagai kemajuan pembangunan ekonomi dalam sebuah stabilitas politik yang tinggi. Sentralisasi pemerintahan dan pembangunan tampak begitu nyata. „Daerah‟ kehilangan kesejahteraan ekonomi dan politiknya sebagaimana yang dijanjikan oleh „Pusat‟. Sementara itu, pengawalan terhadap nasionalisme dilakukan secara represif, yang berdampak pada kebuntuan proses artikulasi ekonomi dan politik dari „Daerah‟ kepada proses pembuatan kebijakan nasional di „Pusat‟. Kehidupan bernegara menjadi sangat tiranik. Negara menghegemoni bangsa, dengan mengarahkan konsepsi nasionalisme sesuai dengan kebutuhan rezim penguasa.

Dengan kondisi seperti ini, berbagai etnis masyarkat di „Daerah‟ tidak lagi merasakan manfaat sebagai bagian dari Indonesia. Perasaan tersisihkan dari kesatuan sebagai bangsa dalam

nasionalisme Indonesia muncul. Walhasil, terjadi penguatan semangat kesukuan dan kedaerahan yang berdampak pada krisis identitas nasional dan krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional. Solidaritas nasional pun melemah, tergerus oleh sentimen etnisitas.

Ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, menimbulkan gejolak sosial di berbagai daerah. Konflik sosial hingga upaya disintegrasi nasional merebah di sejumlah daerah. Reformasi pun tidak lagi terelakkan. Keran demokratisasi, bahkan deliberalisasi di buka. Euforia reformasi memicu perubahan sosial yang begitu cepat. Ikatan etnisitas dan kedaerahan kembali

(17)

menunjukkan identitasnya. Pemerintah pusat seakan kehilangan legitimasi di sejumlah daerah. Puncaknya adalah lepasnya Timor Timur. Belum lagi wacana pemberontakan yang digulirkan oleh Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali bergulir di tingkat daerah.

Ketidakmampuan pemerintah pusat untuk mengelola konflik mengarah pada arogansi intelektual dalam mendefinisikan apa itu nasionalisme. Sejumlah pihak, khususnya yang memiliki

kepentingan di Pusat, menafsirkan gejolak sosial yang terjadi di sejumlah daerah sebagai sebuah tindakan institusional yang menentang nasionalisme Indonesia, separatisme. Padahal dalam kenyataan yang terjadi sesungguhnya, kemunculan tindakan yang kita sebut di sini sebagai „separatisme‟ merupakan buah dari ketidakmampuan pemerintah itu sendiri dalam mengelola konflik, yang pada hakikatnya bersumber pada ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial.

Separatisme tampaknya menjadi isu di mana pelakunya harus dibasmi sedemikian rupa, tanpa memahami alasan apa di balik munculnya gerakan tersebut. Bisa jadi separatisme merupakan bentuk otokritik terhadap hegemoni negara terhadap proses nation-building yang melahirkan pembangunan yang berketidakadilan. Meski demikian, tidak dapat dinafikan juga bahwa ada beberapa kelompok yang memanfaatkan isu perbedaan etnis dan ketimpangan distribusi kesejahteraan menjadi sebuah sumber daya politik yang memang ditujukan untuk memisahkan dari kebangsaan Indonesia.

Sebuah Solusi

Realita bahwa bangsa ini sebagai sebuah komunitas yang majemuk merupakan sebuah „ketetapan‟ yang telah terjadi. Fakta tersebut sudah seharusnya tidak lagi dipermasalahkan sebagai penyebab utama timbulnya konflik sosial. Mengutip Malesevic (2004: 118), bahwa perbedaan atribut etnis dan fisik bukan menjadi alasan utama terjadinya konflik etnik, melainkan adanya kekuatan politis yang memobilisasi masyarakat di tingkat „akar rumput‟ untuk saling menyerang. Hal serupa yang terjadi di Indonesia, besar kemungkinan bahwa konflik sosial yang bernuansa etnis di sejumlah daerah sesungguhnya bukan karena mereka berbeda berdasarkan atribut kultur dan fisik, melainkan adanya sebuah „kondisi sosial‟ dan ditambah dengan „penetrasi politis‟ yang mempengaruhi massa di tingkat „akar rumput‟.

Kondisi sosial di sini, dapat diartikan sebagai ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial yang timpang. Salah satu faktor historis terbentuknya nasionalisme Indonesia adalah berdasarkan fungsinya, yaitu bagaimana memberikan manfaat bagi seluruh entitas kultural yang ada dalam kepulauan nusantara. Pada periode awal, integrasi nasional ini memiliki agenda mendasar untuk dapat memberikan kebebasan politik bagi masyarakat yang pada waktu itu berada di bawah kolonialisasi Belanda. Evolusi fungsional integrasi nasional beradaptasi menjadi sebuah kebutuhan akan kesejahteraan sosial dalam masyarakat Indonesia kontemporer. Namun, dalam prakteknya, kesejahteraan sosial tersebut belum juga terealisasikan. Sebaliknya, ketimpangan sosial terjadi begitu dahsyat.

Dengan kondisi seperti ini, di mana ketidakmerataan kesejahteraan dan juga munculnya sentimen etnis, merupakan sebuah medium yang subur bagi tumbuhnya wacana gerakan separatis di Indonesia. Gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari kesatuan nasional pada hakikatnya memanfaatkan kondisi tersebut. Oleh karenanya, pemberantasan gerakan separatis yang hanya mengandalkan kekerasan militer maupun diplomasi omong kosong, tampaknya tidak akan pernah membuahkan hasil. Upaya memperlemah munculnya gerakan separatis tersebut adalah dengan langkah meminimalisasikan faktor-faktor pemicu munculnya gerakan separatis tersebut,

(18)

yakni distribusi dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia.

Pertama, peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil merupakan kunci pokok dalam

membungkam gerakan separatis. Dalam sejarahnya, munculnya berbagai gerakan yang dicap sebagai separatis merupakan dampak dari pembangunan yang tidak adil dengan ketimpangan kesejahteraan. Ketika hal tersebut dikaitkan dengan atribut etnis, kedaerahan, bahkan agama, hal tersebut tampaknya menjadi senjata yang ampuh bagi separatis dalam melakukan doktrinasi terhadap masyarakat umum untuk menentang negara. Namun, ketika kesejahteraan tersebut dapat terpenuhi, maka akan sulit bagi aktor-aktor gerakan separatis untuk mencari celah dalam mendapatkan legitimasi dari rakyat untuk perlawanannya melawan negara. Oleh karenanya, gerakan-gerakan perlawanan separatisme itu janganlah sekedar dilihat secara hitam-putih sebagai bentuk anti-nasionalisme. Karena, mungkin saja, gerakan tersebut merupakan pengingatan bagi pemerintah atas ketidakadilan pembangunan kesejahteraan yang dilakukan selama ini.

Kedua, reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia merupakan hal penting

dalam penjagaan keutuhan nasional sebagai upaya meredupkan isu-isu separatisme. Langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan institusi pendidikan sebagai

pembentukan kader-kader bangsa yang militan. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga melalui agenda pendidikan kewarganegaraan (civic education). Pendidikan kewarganegaraan ini merupakan upaya mempersiapkan generasi masa depan untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih baik (Azra, 2002: ix). Pendidikan kewarganegaraan ini bukan sekedar agenda doktrinatif dari negara kepada rakyat, melainkan sebuah upaya enkulturisasi

nasionalisme, yang bersumber dari budaya majemuk yang dimiliki bangsa.

Selain itu, pendidikan juga berperan sebagai objektifikasi nilai yang dimiliki bangsa, baik sisi positif maupun negatif, sehingga mampu membangkitkan semangat inward looking nationalism (Lubis, 2001). Rakyat menjadi sadar akan titik lemah dan kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang majemuk ini. Perbedaan kultur dari setiap etnis, ideologi, dan bahkan agama semestinya tidak ditutup-tutupi hanya sekedar untuk meghindari pergesekan, melainkan harus saling disepahami. Dari perbedaan ini, masyarakat berupaya untuk dicerdaskan dalam

memahami realitas tersebut. Perbedaan itu seharusnya menjadi modal budaya yang menjadi dasar pembangunan nasionalisme Indonesia.

(19)

PEMBERANTASAN KORUPSI

ABSTRAKSI

Dalam pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan pencegahan korupsi, serta ruang untuk peran serta masyarakat - yang seharusnya dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap informasi. Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik sebagai salah satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sedangkan di sisi penindakan, (tanpa bermaksud mengesampingkan pro kontra yang terjadi) undang-undang memberi ruang bagi para penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat pembuktian kasus korupsi. Saat ini kita tengah menanti kehadiran Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut intersepsi dalam rangka penegakan hukum, sesuai amanah undang-undang.

PEMBERANTASAN KORUPSI

Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu „mencegah‟, „memberantas‟ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan „peran serta masyarakat‟.

Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building, paper-less information system yang diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. KPK juga telah mengadakan berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba lainnya.

(20)

KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PERBAIKAN LAYANAN PUBLIK KPK menyambut baik tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik disamping untuk berbagai tujuan lain.

Pada awal kepemimpinan saya di KPK, saya beranggapan bahwa stigma salah satu negara korup yang sering diberikan kepada Indonesia terkait secara langsung upaya penindakan terhadap para pelaku korupsi oleh aparat penegak hukum. Namun setelah mempelajari berbagai survei yang menilai tingkat korupsi itu, saya sadari betapa pentingnya peran pelayanan publik terutama yang terkait dengan perijinan usaha dalam menentukan persepsi masyarakat terhadap tingkat korupsi di setiap negara. Sebagai contoh untuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Transparency International. Tahun 2008 ini IPK Indonesia 2,6 sedikit meningkat dari 2,3 pada tahun sebelumnya dengan peningkatan peringkat dari peringat 143 di tahun 2007 menjadi peringkat 126. Bisa dikatakan IPK ini merupakan survey on surveys, dimana untuk kasus Indonesia angka 2,6 merupakan agregat dari 10 survei yang dilakukan oleh berbagai organisasi internasional. Patut dicatat bahwa dari 10 survei tersebut hanya 1 survei yang secara langsung terkait dengan penindakan korupsi, dan sisanya (90%) merupakan survei yang terkait dengan layanan publik, khususnya di bidang investasi.

Saat ini telah ada beberapa pemerintah daerah yang menyelenggarakan one stop service untuk pelayanan publik khususnya yang terkait dengan layanan perijinan. Kemudahan pemberian layanan publik ini diharapkan akan mengurangi keengganan berinvestasi. Investasi diharapkan akan masuk karena pemerintahan yang melayani dengan baik dipersepsikan sebagai pemerintahan yang bersih, baik karena kemudahan yang diberikan, maupun karena tidak adanya biaya-biaya siluman yang memberatkan.

Berbagai penelitian nasional dan internasional mengaitkan secara langsung maupun tidak langsung antara korupsi (yang diwakili oleh ketepatan mutu-prosedur/waktu-biaya layanan publik) dengan tingkat investasi, tingkat kemiskinan, dan bahkan dengan berbagai tolok ukur pembangunan seperti angka kematian bayi, tingkat pendapatan perkapita dan angka melek huruf. Karena itu tidak mengherankan jika dalam pengantar hasil surveinya Transparency International menyatakan bahwa pada negara-negara miskin dengan level korupsi yang parah, korupsi bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati.

Kembali pada pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk mendorong efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi informasi juga dapat menghemat APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah. Diharapkan e-procurement yang menyediakan fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan meningkatkan transparansi proses pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran yang mungkin terjadi. Di berbagai kesempatan selalu saya tekankan bahwa transparansi merupakan syarat pertama dari perwujudan good governance. Mengapa? Karena transparansi akan mempermudah akses informasi bagi masyarakat yang kemudian mempermudah dan memancing

(21)

partisipasi mereka. Dengan adanya kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah dituntut untuk lebih akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Berbicara tentang penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurement ini, beberapa pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari berbagai sumber, disebutkan bahwa penghematan yang terjadi berkisar antara 15% hingga 23,5%, angka yang tidak tanggung-tanggung untuk ukuran APBN negara kita.

PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MEMPERKUAT PEMBUKTIAN KASUS KORUPSI

Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.

Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah.

Dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakan lawfull interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra.

KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kesimpangsiuran informasi terjadi, ketika salah satu stasiun televisi swasta menayangkan program yang memuat upaya penindakan KPK lengkap dengan pemutaran rekaman hasil penyadapan yang dilakukan KPK. Terkait dengan banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan para terperiksa, terdakwa, dan terpidana kasus-kasus yang ditangani KPK, ada sebagian masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya. Sebagai catatan, gambar-gambar dan rekaman yang ditampilkan tersebut diambil dari ruang persidangan atau di halaman dan lobby tamu KPK yang merupakan ruang publik. Parahnya lagi bukan hanya masyarakat awam hukum yang berpendapat demikian. Dalam satu kesempatan talk show di salah satu universitas di Yogyakarta medio September 2008 ini, seorang doktor hukumpun menyatakan bahwa KPK telah melanggar hak asasi manusia para terdakwa kasus tindak pidana korupsi karena memperdengarkan secara terus-menerus rekaman pembicaraan dengan tujuan sebagai hukuman asesoris yang diberikan untuk mempermalukan mereka.

(22)

Korupsi di Indonesia agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi telah menyebar luas ke seantero negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat serta modus yang makin beragam.

Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan koran Singapura, The Straits Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai the

envelope country, karena segala hal bisa dibeli, entah itu lisensi, tender, wartawan, hakim, jaksa,

polisi, petugas pajak atau yang lain. Pendek kata segala urusan semua bisa lancar bila ada “amplop”.

Korupsi membawa dampak pada kesenjangan ekonomi akibat memburuknya distribusi

kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menganga, maka korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak mengikuti kaedah-kaedah ekonomi sebagaimana mestinya).

Koruptor makin kaya, yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena uang gampang diperoleh, sikap konsumtif jadi terangsang. Tidak ada dorongan ke pola produktif, sehingga timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi.

Melihat permasalahan tersebut diatas sesungguhnya telah ada niat cukup besar untuk mengatasi korupsi. Namun penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif, setengah hati, dan tidak sungguh-sungguh. Ini terlihat dari tak adanya keteladanan dari pemimpin dan sedikit atau rendahnya pengungkapan kejahatan korupsi sementara masyarakat tahu bahwa korupsi terjadi di mana-mana.

Kini, masyarakat tentu sangat menantikan upaya-upaya manjur untuk mengatasi salah satu problem besar negara ini. Pertanyaannya, bagaimana upaya itu harus dilakukan? Secara khusus, jalan apa yang bisa diberikan Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh penduduk negeri ini dan mungkin juga paling banyak dianut oleh para koruptor, agar benar-benar kerahmatan yang dijanjikan bisa benar-benar terwujud?

Berdasarkan kajian terhadap berbagai sumber, didapatkan sejumlah cara sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam.

Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa.

Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam

keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”. Oleh karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh

terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini.

Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah.

(23)

Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar separo untuk kaum muslimin dan sisanya untuk orang Yahudi datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar ia mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi.

Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah, “Suap yang kalian tawarkan adalah

haram, dan kaum muslimin tidak memakannya”. Mendengar ini, orang Yahudi berkata, “Karena itulah (ketegasan Abdullah) langit dan bumi tegak” (Imam Malik dalam al-Muwatta‟).

Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan

kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR

Imam Ahmad).

Nabi sebagaimana tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras Ibnul Atabiyah lantaran menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan Bani Sulaym. Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah.

Ketiga, perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.

Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang bagus untuk mencegah korupsi.

Semasa menjadi khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir

jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan, bukan jaksa atau orang lain, diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separo untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang.

Keempat, teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah.

Dengan takwa pula, ia takut melakukan penyimpangan, karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

Di sinilah diperlukan keteladanan dari para pemimpin itu. Khalifah Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik puteranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.

(24)

Demi menjaga agar tidak mencium bau secara tidak hak, khalifah Umar bin Abdul Azis sampai menutup hidungnya saat membagi minyak kesturi kepada rakyat. Dengan teladan pemimpin, tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sedari dini.

Kelima, hukuman setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta‟zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.

Keenam, pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka

luruskan aku walaupun dengan pedang”.

Dari sini terlihat dengan jelas bahwa Islam melalui syariatnya telah memberikan jalan yang sangat gamblang mengenai pemberantasan korupsi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih. Semoga cara ini bisa menjadi masukan dalam meminimalisir tindak korupsi di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Peringatan tertulis diberikan oleh Kepala Unit Kerja/Bisnis kepada pegawai dalam bentuk surat peringatan, apabila melanggar minimal 1 (satu) ayat dari larangan sebagaimana

Dengan demikian pengertian BMD sebagaimana disebut dalam Permendari (o. $5 &ahun 0335 adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban PD maupun

Eksperimen mengenai kekuatan pelet maupun briket bijih besi berbinder organik dan inorganik telah banyak dilakukan, namun pengaruh binder terhadap sifat metalurgis

Radon adalah unsur Gas Mulia yang paling stabil karena jari-jari atomnya paling besar.. Argon adalah unsur Gas Mulia yang paling mudah bereaksi dengan

pengaruh secara simultan antara variabel persepsi nilai yang terdiri dari keterlibatan, loyalitas merek, persepsi harga, persepsi kualitas, pengenalan dan persepsi

Jadi simpulannya adalah dari ketujuh puisi yang terdapat pada buku paket “Inilah Bahasa Indonesiaku” semuanya terdapat nilai pendidikan dan hal ini sangat aik

Wesel tersebut memiliki satu track lurus dan dua track yang membelok ke kiri atau ke kanan di mana sumbu dari ketiga bertemu di satu titik. o Wesel

Siti Wulandari ‘Siwu’ sang pujaan hati yang selalu ada di setiap penulis mendapat kesulitan, selalu memberikan do’a, dorongan, semangat, motivasi serta cinta dan