• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN hidrosepalus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN hidrosepalus"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS HIDROSEFALUS Definisi Definisi

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007).

ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007).

Epidemiologi Epidemiologi

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin,  juga

 juga dalam dalam hal hal perbedaan ras. perbedaan ras. HidrosefaluHidrosefalus s dapat dapat terjadi pada terjadi pada semua semua umur. umur. Pada Pada remajaremaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

Etiologi Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara

pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempattempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :

pada bayi dan anak ialah :

1) Kelainan Bawaan (Kongenital) 1) Kelainan Bawaan (Kongenital) a. Stenosis akuaduktus Sylvii a. Stenosis akuaduktus Sylvii b. Spina bifida dan kranium bifida b. Spina bifida dan kranium bifida c.

c. Sindrom Dandy-WalkeSindrom Dandy-Walkerr

d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

(2)

2) Infeksi

 Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan  jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain

infeksi adalah toxoplasmosis. 3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

Patofisiologi dan Patogenesis

CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 10-2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328)

Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu : 1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor 3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : 1. Kompresi sistem serebrovaskuler.

(3)

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler 3. Perubahan mekanis dari otak.

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis 5. Hilangnya jaringan otak.

6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan : 1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. 3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

(4)

1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)

2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

a. Fontanel anterior yang sangat tegang.

b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol. d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213) Diagnosis

Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.

 Anak-anak atau orang dewasa memberikan reaksi yang berbeda karena tempurung kepala tidak lagi bisa membesar untuk mengakomodir penumpukan jumlah CSS. Gejala umumnya adalah muntah, mengantuk, papillederma (pembengkakan bagian syaraf optik),

(5)

pandangan yang tidak jelas, diplopia (pandangan ganda), mata layu, kehilangan keseimbangan, dan kehilangan daya ingat. (Darsono, 2005:214)

Diagnosis Banding

Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)

Terapi

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : a) Mengurangi produksi CSS.

b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi. c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi : 1. Penanganan Sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.

2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)

Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)

3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)

Prognosis

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena

(6)

penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005).

Pemeriksaan Penunjang.

1. Scan temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma, kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial ). Fungsi ventrikel kadang digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran).

2. EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic

3. Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala

4. MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi

Penatalaksanaan Medis

Pasang parau untuk mengeluarkjan kelebihan CSS dari ventrikel lateral kebagian ekstrakranial ( biasanya peritonium untuk bayi dan anak-anak atau atrium pada remaja ) dimana hal tersebut dapat direabsorbsi.

Komplikasi

1.Peningkatan TIK

2.Infeksi malfungsi pirau

3.Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik 4.IQ menurun

(7)

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN  Anamnese

1) Riwayat penyakit / keluhan utama

Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.

2) Riwayat Perkembangan

Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.

Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.  Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.

Keluhan sakit perut.

Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi :

 Anak dapat melioha keatas atau tidak.  Pembesaran kepala.

 Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.

2) Palpasi

 Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.

 Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela

tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. 3) Pemeriksaan Mata

  Akomodasi.

 Gerakan bola mata.  Luas lapang pandang   Konvergensi.

 Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.  Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Observasi Tanda –tanda vital

Didapatkan data – data sebagai berikut :

 Peningkatan sistole tekanan darah.  Penurunan nadi / Bradicardia.

(8)

Diagnosa Klinis :

 Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari

pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )

 Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “

(Mercewen’s Sign)

 Opthalmoscopy : Edema Pupil.

 CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi

komputer.

 Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre Operatif

1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut berhubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar

Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang

Kriteria hasil :  Nyeri berkurang, tidak ada grimace meringis Kesakitan, Kepala mengecil

Rencana Keperawatan :

1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi

R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit.

R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.

4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu

R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti asetaminofen,kodein)

(9)

2) Kecemasan sehubungan dengan keadaan yang akan mengalami operasi.

Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya. Tujuan : Setelah dilakukan pendekatan dan intervensi Kecemasan berkurang atau dapat diatasi.

Kriteria Hasil : kecemasan berkurang Rencana keperawatan :

1. Kaji status mental dan tingakt ansietas dari pasien/keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau nonverbal

R/ Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu

2. Berikan penjelasan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan

R/ Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan.

3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya

R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan

4. Libatkan keluarga dalam perawatan, perencanaan, motivasi dan membuat keputusan

R/ Meningkatkan rasa control terhadap diri dan meningkatkan kemandirian serta dukungan.

3) Resiko Kekurangan cairan sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah. Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.

Kriteria Hasil : muntah berkurang dan pemasukan cairan meningkat Rencana keperawatan :

1. Kaji tanda vital, peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi, hipotensi ortostatik

R/ peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah)

R/ Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan

(10)

3. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter uruine, hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi

R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian

4. Tekankan cairan sedikitnya 250cc/hari atau sesuai indikasi

R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi 5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi (antipiretik, antiemetic)

R/ Berguna menurunkan kehilangan cairan 6. Berikan cairan IV sesuai keperluan

R/ Pada adanya penurunan masuka/banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki kekurangan

Post – Operatif .

1) Nyeri akut sehubungan dengan post operasi dilakukan pemasangan shunt. Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang

Kriteria hasil: Skala nyeri berkurang (1-3), Grimace kesakitan berkurang Rencana Keperawatan :

1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi

R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit.

R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.

4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu

R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti asetaminofen,kodein)

R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat. 6. Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.

(11)

pemompaan dilakukan perlahan  –  lahan dengan interval yang telah ditentukan.

R/ Mencegah terjadinya infeksi dan pemyebaran cairan terlalu luas

8. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt. R/ Menjaga kestabilan kondisi pasien

9. Berikan posisi yang nyaman. Hindari posisi pada tempat dilakukan shunt. R/ Meningkatkan rasa nyaman bagi pasien

10. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)

R/ Indikator adanya masalah pada nyeri 11. Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya.

R/ Memudahkan untuk mengatasi nyeri pasien

2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi gangguan nutrisi. Kriteria Hasil : Adanya peningkatan BB, Turgor kulit normal, Mukosa bibir normal, output dan input seimbang

Rencana Keperawatan :

1. Kaji kemampuan pasien untuk menelan, mengunyah, batuk dan mengatasi sekresi

R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi

2. Timbang berat badan sesuai indikasi

R/ mengebaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah status pemberian nutrisi

3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur pasien selama makan atau selama pemberian makan lewat NGT

R/ menurunkan resiko terjadinya aspirasi 4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

R/ Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan

5. Konsultasi dengan ahli gizi

R/ Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada berat badan, usia, penyakit.

(12)

6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti leawat selang NG, member makanan lunak dan cairan agak kental

R/ Pemilihan rute tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien 7. Pertahankan kebersihan oral (mulut)

R/ Meningkatkan nafsu makan pasien

3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi

Kriteria Hasil : suhu tubuh normal, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak terjadi komplikasi.

Rencana Keperawatan:

1. Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.

R/ Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut

2. Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan

R/ Menurunkan resiko infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi semakin meluas

3. Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.

R/ Timbulnya pengingkatan suhu sebagai indikasi adanya infeksi 4. Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.

R/ Mencegah terjadi penyebaran infeksi dan mengontrol pemajanan infeksi

4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit sehubungan dengan imobilisasi. Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.

Kriteria Hasil : tidak terdapat iritasi pada kulit, keadaan kulit kering dab bersih Rencana keperawatan :

1. Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.

R/ Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol

2. Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur. R/ Mencegah adanya kerusakan kulit yang bertambah parah

3. Jasgalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur. R/ Mencegah adanya iritasi pada kulit

(13)

R/ Menstimulasi sirkulasi, menigkatkan nutris sel atau oksigenasi jaringan, meningkatkan kesehatan jaringan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

• http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm

• DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328 –332.

• Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.

• Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.

• Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

Referensi

Dokumen terkait

Tabungan merupakan simpanan dalam bentuk mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah mutlaqah atau akad wadiah. Bank sebagai

Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui kerja alat dan mengetahui kecepatan angin yang dibutuhkan untuk dapat memutar kincir angin yang digunakan untuk penggerak

5.3.5 Setiap Ofisial di dalam PON-XIX Tahun 2016 ini sedapat mungkin adalah seorang Atlet yang telah mengetahui dan memahami setiap peraturan PERKEMI dan peraturan

Dalam studi literatur ini akan membahas tentang algoritma yang digunakan pada deteksi tepi dan perbedaan hasil citra dengan menggunakan enam buah metode pada

Model Komponen Adaptif Pencapaian dari gameplay akan menjadi ukuran yang digunakan oleh komponen adaptif dalam melakukan penyesuaian aktivitas pembelajaran dan skenario

Penelitian DOLPHIN mencoba menjawab dua pertanyaan: 1) Apakah aman menggunakan 3HP bersama dengan ART berbasis dolutegravir? 2) Jika ya, apakah dosis dolutegravir perlu

Teori  dasar  yang  digunakan  untuk  mendesain  struktur  perkerasan  lentur  berbeda  dengan  struktur  perkerasan  kaku.  Desain  struktur  perkerasan 

untuk mengetahui kedudukan penggunaan kata - kata Bahasa Inggris dalam bahasa gaul kalangan remaja Indonesia dalam Bahasa Indonesia perlu juga digunakan metode