• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. faktor kesengajaan manusia oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. faktor kesengajaan manusia oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dan lahan biasa terjadi baik disengaja maupun tanpa disengaja. Dengan kata lain terjadinya kabran hutan dan lahan diakibatkan oleh faktor kesengajaan manusia oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang, perkebunan, Hutan Tanaman Industri (HTI), penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan sebagainya. Faktor kebakaran hutan dan lahan karena kesengajaan ini merupakan faktor utama dan 90% kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini banyak disebabkan karena faktor kesengajaan (Purbowaseso, 2004).

Dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dapat berupa dampak ekologis yaitu musnahnya tumbuh-tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat bawah hingga pohon-pohon yang tinggi. Dampak kebakaran terhadap tumbuhan bawwah yaitu menyebabkan suksesi sekunder pada komunitas tumbuhan bawah meliputi perubahan komposisi jenis dan stuktur tumbuhan. Menurut McKinnon et al. (1996) dalam Purbowaseso (2004) kebakaran hutan kemungkinan dapat mengganggu proses ekologi hutan salah satunya adalah suksesi alami. Sedangkan dampak fisiologis kebakaran hutan yaitu terganggunya proses metabolisme dalam tumbuhan sebagai akibat dari pemanasan tinggi.

Dampak singkat dan jangka panjang api terhadap mikroorganisme tanah, dan efek terhadap kelangsungan ekosistem tidak pasti dan sering juga diperdebatkan. Dampak dari api terhadap populasi mikroorganisme tanah dan komposisi spesies tergantung pada besar kecilnya api tersebut, demikian pula

(2)

dengan kondisi lokasi dan cuaca sebelum dan sesudah terjadinya kebakaran. Api dengan kekuatan kecil walaupun bergerak dengan cepat tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi mikroorganisme, sedangkan api dengan kekuatan tinggi dengan jangka waktu lama mempunyai dampak yang besar terhadap populasi mikroorganisme. Penelitian yang dilakukan oleh Klopatek et al.(1988) diacu oleh Treseder, dkk (2004) menunjukkan sepuluh pembakaran susulan pada satu tahun, populasi mikoriza, hara tanah, dan tumbuh-tumbuhan yang terbakar sampai bagian kanopinya tidak dapat dikembalikan kondisinya pada keadaaan sebelum terjadinya kebakaran (Neary, 2004).

Tipe Kebakaran Hutan

Menurut Purbowaseso (2004), ada beberapa tipe kebakaran hutan yaitu:

1. Kebakaran Bawah (Ground Fire)

Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut. Penjalaran api beerlangsung secara perlahan dan tidak dipengaruhi oleh angin, tanpa nyala, sehingga sulit untuk dideteksi dan dikontrol. Dilihat dari dampaknya, tipe kebakaran ini merupakan tipe yang paling merusak lingkungan.

2. Kebakaran Pemukaan (Surface Fire)

Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembakaran dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Dalam penjalarannya, dipengaruhi oleh angin permukaan sehingga dapat membakar

(3)

tumbuhan yang lebih tinggi. Tipe ini merupakan tipe kebakaran yang paling umum, terjadi di hampr semua tegakan.

3. Kebakaran Tajuk (Crown Fire)

Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon lainnya. Arah dan kecepatan penjalaran api sangat dipengaruhi oleh angin, sehingga api menjalar dengan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Biasanya terjadi pada tegakan konifer dan api berasal dari kebakaran permukaan, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar dan terbawa angin.

Faktor Penyebab Timbulnya Kebakaran Hutan

Faktor-faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan meliputi bahan bakar, cuaca, waktu dan topografi. Faktor bahan bakar yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan terdiri atas ukuran, susunan, volume, jenis dan kandungan kadar airnya. Kelima hal tersebut memiliki pengaruh yang saling mempengaruhi, sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (Purbowaseso, 2004).

Faktor cuaca merupakan faktor penting kedua yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, meliputi: angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Waktu juga mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan, karena waktu sangat terkait dengan kondisi cuaca yang menyertai. Waktu dipisahkan atas siang dan malam hari. Terdapat hubungan antara waktu dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan. Faktor topografi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu kemiringan, arah lereng dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan.

(4)

Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Mikroorgnisme Tanah

Kebakaran hutan dapat menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati dan bisa mengubah kekayaan fisika dan kimia tanah sehingga akan mempengaruhi komposisi mikroba tanah. Jamur tanah merupakan salah satu mikroba tanah yang mempunyai peranan besar pada siklus bahan makanan yang selanjutnya akan

menentukan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman (Lailan dan Sukmana,2008).

Kebakaran serasah akan secara langsung dapat menaikkan suhu tanah. Hasil pembakaran yang terbentuk arang dan berwarna hitam akan banyak menyerap sinar matahari sehingga suu tanah akan naik. Pemanasan tanah akan berakibat buruk pada organisme renik atau dapat mempercepat tumbuhnya gulma (Sumardi dan Widyastuti, 2002).

Menurut hasil penelitian Hatta (2008) ditemukan bahwa jumlah mikroorganisme yang berada pada tanah hutan utuh lebih banyak daripada jumlah mikroorganisme yang terdapat pada tanah hutan bekas kebakaran. Jumlah mikroorganisme yang berada pada tanah hutan bekas kebakaran akan mengalami pemulihan dalam waktu beberapa tahun.

(5)

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan tanah sehingga akan menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan berkembang seetelah peristiwa kimia tersebut. Peubah yang termasuk sifat kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas tanaman antara lain pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan mikro serta kapasitas tukar kation (KTK). Komponen kimia tanah berperan dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Uraian kimia tanah bertujuan untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut maslah-masalah ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Hakim et al., 1986).

Setiap organisme memiliki kisaran pH tertentu tang masih memungkinkan bagi pertumbuhannya dan juga mempunyai pH optimum. Pada umumnya, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,6-8,0 dan nilai pH luar pada kisaran 2,0-1,0 sudah bersifat merusak (Buckle et al., 1987).

Reaksi pada media juga memiliki suatu pengaruh yang penting atas sifat/keadaan populasi mikrobiologis yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa. Bakteri aerobic termasuk golongan Cytophage sanggup berkembang pada pH 6,1 – 9,1. Tanah-tanah yang lebih masam pH 6,0 mungkin mengurangi sama sekali organisme ini, walaupun bakteri pendekomposisi selulosa lain sanggup berkembang pada pH 5,0 – 6,0. Aktinomicetes tumbuh dan berkembang pada pH 5,5 – 9,5, sedangkan cendawan berkembang dalam tingkatan reaksi yang

(6)

lebih leluasa pada pH 3,0 – 9,5. Trichoderma (yang juga pendekomposisi selulosa) sanggup berkembang pada pH 2,1 – 2,5 (Sutedjo et al., 1996).

Tanah-tanah di daerah beriklim basah berkembang ada kondisi iklim dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Keadaan ini mendorong terjadinya penurunan kadar kation-kation basa tanah (seperti Ca, Mg, dan K) dan meningkatkan kemasaman tanah. Terdapatnya hidroksil Al dan Fe yang melapisi mineral liat secara nyata mempengaruhi retensi dari ketersediaan hara (kation dan anion) (Damanik et al., 2010).

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam serta tergantung pada sifat dan ciri tanah tersebut. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : reaksi tanah, tekstuk atau jumlah liat, jenis

mineral liat, bahan organik dan pengapuran atau pemupukan (Hardjowigeno, 2003).

Semua fungi dapat menggunakan sumber nitrogen organik. Nitrogen organik yang paling sering digunakan adalah pepton, asam amino misalnya asam glutamat atau suatu amida seperti asparagin. Sejumlah kecil fungi dapat juga menggunakan nitrogen dalam bentuk anorganik seperti garam ammonium atau nitrat maupun berganti antara nitrogen organik dan anorganik. Sumber nitrogen organik seperti pepton atau asparagin selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber

(7)

nitrogen, sekaligus dapat juga dimanfaatkan sebagai sumber karbon (Kusnadi et al., 2003).

Pada umumnya kandungan N total pada tanah di lapisan 0 – 20 cm adalah antara 2000 – 4000 Kg/ha, namun yang tersedia bagi tanaman adalah kurang dari 3% dari keseluruhan jumlah tersebut. Nitrogen dalan tanah berasal dari bahan organik tanah (halus dan kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk dan air hujan (Hardjowigeno, 1989).

Sifat Biologi Tanah

Mikroorganisme tanah mempunyai tanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara serta berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, serta biologi tanah. Total mikroorganisme tanah dapat dijadikan indikator kesuburan tanah, yakni tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme pada suatu tanah dapat diindikasikan dengan populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup di tambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup dan kondisi ekologi lainnya yang menyokong perkembangan mikroorganisme tanah tersebut (Soepardi, 1983).

Populasi mikroba tanah yang terdiri atas alga biru-hijau, fitoplankton, bakteri, cendawan, dan aktinomiset pada permukaan dan lapisan olah tanah mencapi pulahan juta setiap gram tanah, yang merupakan bagian integral dan pembentuk kesuburan tanah pertanian. Disini terdapat perbedaan pendapat tentang berapa jumlah mikroba khususnya fungi yang ada dalam tanah yang subur. Lay dan Hastono (1992) menyebutkan, populasi fungi dalan tanah pertanian yang

(8)

subur adalah 400.000/gram tanah, sementara Rao (1994) menyebutkan bahwa populasi fungi dalam tanah yang subur adalah 119 x 103 sel/gram tanah. Namun sejatinya semakin banyak jumlah mikroba dalam tanah, kondisi tanah tersebut akan semakin baik (Arief, 2010).

Fungi Selulolitik

Mikroorganisme seperti jamur, bakteri, dan aktinomicetes banyak ditemukan pada tanah-tanah pertanian, hutan, dan dalam jaringan tumbuhan yang sudah membusuk. Beberapa diantaranya diketahui dengan mudah dan cepat merombak selulosa seperti penambahan inokulasi pada pembuatan kompos adalah bagian dari usaha mempercepat proses pengomposan (Alexander, 1977).

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman, di bangun oleh unit-unit D-glukosa dengan ikatan glukosida 1,4. Ikatan-ikatan ini membentuk mikrofibril selulosa yang tidak larut dalam air. Bagian selulosa yang mudah dihidrolisir disebut bagian amorf selulosa. Secara alami selulosa dapat didegradasi oleh enzim-enzim selulase. Selulosa merupakan substansi dalam proses enzimatis (Rao, 1994).

Selulosa merupakan senyawa karbon terbesar dari tumbuhan tingkat tinggi dan kemungkinan senyawa organik terbesar yang melimpah di alam. Selulosa penyusun utama dinding sel pada tanaman dan besama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan polimer glukosa dan polifenol yang sulit didekomposisi (Winarno, 1991).

(9)

Mikroorganisme perombak bahan orgnaik terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme tanah terdiri atas fungi sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik terdiri atas bakteri (Noor, 2004).

Kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman (Erikson et al., 1989).

Aktivitas fungi tidak saja terbatas pada penyediaan unsur hara, tetapi juga berperan aktif dalam mendekomposisi serasah dan bahkan secara bertahap dapat memperbaiki karakter struktur tanah. Rendahnya populasi dan aktivitas fungi tanah potensial pada lahan-lahan kritis, maka diperlukan usaha untuk memanipulasi ketersediaan populasi fungi potensial tersebut (Anas, 1989).

Di dalam ekosistem, organisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dll) dan atmosfer (CH4 maupun CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman. Adanya aktivitas organsime perombak bahan organik seperti mikroba saling mendukung keberlangsungan proses siklus hara dalam tanah. Akhir-akhir ini mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengandung lignin dan selulosa. Selain untuk meningkatkan biomass dan aktivitas mikroba tanah juga dapat mengurangi bibit penyakit, larva insek, volume bahan buangan, sehingga pemanfaatannya

(10)

dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah yang pada gilirannya merupakan keutuhan pokok untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah (Saraswati et al., 2008).

Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Fungi dibedakan dalam tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur. Kapang dan jamur mempunyai arti penting bagi pertanian. Bila tidak karena fungi maka dekomposisi bahan organik dalam suasana masam tidak akan terjadi (Soeperdi, 1983).

Pengomposan mencakup dua proses yang berjalan secara simultan yaitu proses perombakan bahan organik menjadi senyawa-senyawa sederhana dan mineral, yang kemudian dimanfaatkan mikroba dekomposer dan organisme lainnyauntuk ppertumbuhan dan perkembangan sel jaringan tubuhnya.beberapa senyawa organik seperti bentuk-bentuk gula sederhana yang larut dalam air dapat dengan mudah dirombak dan digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan dan sumber energi, demikian juga protein. Sedangkan bahan organik lainnya seperti hemiselulosa dan selulosa perombakannya melalui hidolisis enzimatik dengan enzim selulose sebagai katalis (Alexander, 1977).

(11)

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1. Kecamatan Pangururan

Penelitian ini dilaksanakan pada areal terbakar di Kawasan Hutan Lindung

Di Desa Siogung-ogung dan pada daerah Desa Sosor Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Status lahan yang terbakar di Desa Siogung-ogung merupakan Kawasan Hutan Lindung dengan luasan 0,5 Ha yagn terjadi pada tahun 2012. Kebakaran yang terjadi pada tahun 2013 di Desa Sosor Dolok status lahannya merupakan lahan masyarakat dan kawasan hutan dengan luasan 60 Ha. Letak geografis Kecamatan Pangururan berada pada koordinat 2032’ - 2045’ lintang utara, 98042’ - 98047’ bujur timur. Luasan wilayah Kecamatan Pangururan yaitu 121.43 km2 dan 50.37 meter diatas permukaan laut. Lokasi penelitian tersebut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simanindo

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Palipi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sianjur Mulamula

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta

Topografi wilayah umumnya bergelombang dang berbukit-bukit dan bergelombang. Kemiringan lahan umumnya dari landai sampai dengan curam. Angka curah hujan rata-rata 100 – 250 mm tiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni dan Juli.

(12)

Wilayah Kabupaten Samosir tergolong daerah yang beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C – 290C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04 % termasuk Kecamatan Pangururan, yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Samosir. Sebaran jenis tanah di wilayah Pangururan didominasi oleh jenis tanah litosol, podsolik, dan regasol. Gambar lokasi pengambilan sampel tanah bekas kebakaran merujuk pada Lampiran 4 Gambar C dan D.

2. Kecamatan Simanindo

Penelitian ini dilaksanakan pada areal terbakar dan areal yang tidak terbakar di Desa Sijambur Nabolak, Curaman Tomok, dan Desa Tolping, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Areal yang terbakar di Desa Sijambur Nabolak dan Curaman Tomok terjadi pada tahun 2010 dan 2011 dengan luasan 93 Ha untuk Desa Sijambur Nabolak dan 3 Ha pada daerah Curaman Tomok. Areal yang terbakar merupakan Kawasan Hutan Lindung. Letak geografis Kecamatan Simanindo berada pada koordinat 2032’ – 2045’ lintang utara, 98044’ - 98050' bujur timur. Luasan wilayah Kecamatan Simanindo yaitu 198.20 km2 dan 1539 – 1630 meter diatas permukaan laut.

Lokasi penelitian tersebut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pengururan dan Ronggur Nihuta

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Onan Runggu, Palipi dan

(13)

- Sebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba

Kecamatan Simanindo berada di hamparan dataran dan struktur tanahnnya labil berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Wilayah kabupaten samosir tergolong daerah yang beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C – 290C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04 persen. termasuk kecamatan simanindo, yang merupakan salah satu kecamatan di kabupaten samosir. Angka curha hujan rata-rata 100 – 250 mm tiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah pada bulan Februari. Sebaran jenis tanah di wilayah Simanindo didominasi oleh jenis tanah litosol dan podsolik. Gambar lokasi pengambilan sampel tanah yang tidak terbakar dan sampel tanah bekas kebakaran merujuk pada Lampiran 4 Gambar A, B, E dan F.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi secara singkat, perdagangan karbon adalah menjual kemampuan pohon untuk menyerap sejumlah karbon yang dikandung di atmosfir agar disimpan di dalam biomassa pohon untuk waktu

Saya akan mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan atasan dan menghormati atasan maka dengan ini saya sudah menerapkan nilai-nilai ASN (Nasionalisme :

Dalam proses pendampingan ini petani yang diharapkan adalah petani. peneliti yang mampu mengamati secara mendalam

Justifikasi Produk furniture yang diproduksi CV Noble Gallery Indonesia tidak termasuk dalam produk yang yang berasal dari bahan baku yang dibatasi

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan teknik Product Moment dengan menggunakan program SPSS 15 for windows dapat di ketahui nilai korelasi (r) sebesar

Golongan pangkat yang sudah berhak memakai baju sikepan ini adalah para putra dan sentanadalem yang sudah berpangkat Bupati Riya Nginggil dengan gelar Kangjeng Raden

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Konsentrasi