• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Terapi Musik Populer Terhadap Depresi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Terapi Musik Populer Terhadap Depresi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

www.lppm-stikes.faletehan.ac.id/ejournal ISSN 2088-673X

Pengaruh Terapi Musik Populer Terhadap Depresi Pada Lansia

di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas

Nadirawati

1*

, Novita Chindy Permana

1

1

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani, Kota Cimahi, Jawa Barat, Indonesia

*Corresponding Author: irakarnain@gmail.com

Abstrak

Lansia dapat mengalami kemunduran baik secara psikis maupun fisik (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2009). Data Kementerian Sosial Republik Indonesia menunjukan jumlah lansia yang depresi di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, lansia yang depresi sekitar 18% dan pada tahun 2011 menjadi mengalami peningkatan sekitar 32%. Synder & Linquist (2002) menyatakan salah satu terapi yang dapat mengatasi depresi adalah terapi musik. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi. Metode penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan pendekatan one

group pre-post test design. Sampel pada penelitian ini berjumlah 16 orang lansia yang mengalami depresi dengan

menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer adalah 7, sedangkan rata-rata skor depresi sesudah diberi terapi musik populer adalah 4,44. Hasil ini menunjukan ada perbedaan mean sebesar 2,563. Hasil uji statistik dapat disimpulkan ada pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia (p value 0.0001 ; α = 0,05). Saran terapi musik populer dapat dijadikan salah satu terapi untuk lansia yang mengalami depresi.

Kata kunci: Depresi, Lansia, Terapi musik populer

Abstract

Elderly can experience a decline both psychologically and physically. Psychological decline experienced by elderly including feelings of uselessness, loneliness, and the most common is depression (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2009). Data released by the Ministry of Social Affairs of the Republic of Indonesia shows that the number of depressed elderly people increase significantly every year. The elderly were depressed about 18% in 2009 and 32 % in 2011. Synder & Linquist (2002) states that music therapy can overcome depression. Music is an organized hearing stimulus. Music can improve, restore, nourish the physical, mental and emotional individuals in order to resolve depression. The purpose of this study is to determine the effect of popular music therapy on depression in the elderly at Social Home Tresna Werdha Karitas Cimahi. The research method used pre experimental with one group pre-posttest design. 16 elderly people who experience depression are taken as sample by using purposive sampling. The results showed that the mean depression score of elderly before and after being given popular music therapy was 7 and 4.44 respectively. Furthermore, the result shows that there is a mean difference of 2,563. The result of statistical test can be concluded there is a significant influence of popular music therapy on depression in elderly at Social Home Tresna Werdha Karitas Cimahi (p value 0.0001; α = 0,05).This study suggested the popular music therapy can be used as a therapy for depressed elderly.

(2)

Pendahuluan

Seseorang yang memasuki masa tua dapat mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik pada lansia meliputi perubahan pada semua sistem tuhuh, sedangkan kemunduran psikis yang dialami oleh lansia meliputi perasaan rendah diri, demensia (pikun), merasa tidak berguna lagi, kesepian serta yang paling sering dialami oleh lansia adalah depresi (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2009). Kementerian Sosial Republik Indonesia menyatakan bahwa jumlah lansia yang mengalami depresi di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, lansia yang mengalami depresi berjumlah 9,5 juta jiwa atau sekitar 20%. Pada tahun 2009, lansia yang mengalami depresi sekitar 18% dan pada tahun 2011 lansia yang mengalami depresi mengalami peningkatan sekitar 32%.

Tingginya angka depresi pada lansia tentunya akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual dari setiap lansia. Penderita depresi dapat terjadi perubahan pola tidur, nafsu makan, rasa putus asa dan tidak berdaya serta gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock, 1998 dalam Azizah 2011). Meskipun depresi banyak terjadi di kalangan lansia, depresi ini sering salah didiagnosis atau diabaikan. Beberapa faktor yang menyebabkan depresi pada lansia dapat disamarkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya. Depresi dapat memperpendek harapan hidup dengan mencetuskan atau memperburuk kemunduran fisik, kualitas hidup menurun, dan menghambat pemenuhan tugas-tugas pemenuhan lansia. Akhirnya, angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekwensi yang serius dari depresi yang tidak ditangani (Stanley & Beare, 2006).

Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 melaporkan bahwa setiap tahunnya di dunia terdapat 10-20 juta orang yang berupaya melakukan bunuh diri dan 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri. WHO memperkirakan angka ini sama dengan satu orang melakukan bunuh diri setiap menit dan satu orang mencoba bunuh diri setiap 3 detik. Berdasarkan data dari WHO jumlah rata-rata penduduk Indonesia yang meninggal akibat bunuh diri

mencapai 24 orang dari 100 ribu penduduk. berarti ada 50 ribu orang yang bunuh diri setiap tahunnya dengan usia sampai dengan 65 tahun (Makitan, 2012). Depresi dan penyakit akut selalu menjadi alasan para pelaku untuk melakukan bunuh diri (Sunarni (2011). Berdasar hal tersebut, maka diperlukan adanya terapi bagi lansia dengan depresi sehingga dapat meningkatkan, memulihkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual dari setiap lansia. Depresi dapat diobati secara efektif dengan farmakologi (obat antidepresan), psikoterapi atau kombinasi keduanya (de Groot, et al. 2010). Pengobatan dengan farmakologi cukup efektif namun juga memiliki efek samping yang membahayakan terutama bagi lansia, sehingga tidak begitu dianjurkan. Efek samping dari obat-obatan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan juga dapat menimbulkan masalah baru bagi pasien. Disamping itu juga perlu dikhawatirkan seandainya pasien lupa untuk mengkonsumsi obat dan menimbulkan gejala kekambuhan pada pasien. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik keperawatan komplementer. Mackin dan Arean (2005, dalam Putra 2014) menyatakan bahwa ada beberapa intervensi yang bisa digunakan untuk mengatasi depresi, diantaranya yaitu dapat diberikan terapi kognitif dan perilaku atau Cognitive Behavior Theraphy (CBT) dan kombinasi Interpersonal Psychotheraphy (IPT), dan juga terapi musik.

Terapi musik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan terapi lainnya diantaranya lebih ekonomis, bersifat naluriah yaitu musik dapat beresonansi secara naluriah sehingga dapat langsung masuk ke otak tanpa melalui jalur kognitif. Musik tidak membutuhkan kemampuan intelektual untuk menginterpretasikan. Dengan tidak adanya batasan batasan bagi pengguna terapi musik sehingga dapat diaplikasikan pada semua pasien tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kemampuan kognitifnya, sehingga sesuai untuk digunakan pada pasien lansia. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, spiritual dari setiap individu. Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi, seperti lagu

(3)

& Kushariyadi, 2011).

Synder & Linquist (2002) menyampaikan saat musik dimainkan, akan menghasilkan stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensori asendens ke neuron-neuron dari Reticular Activating System (RAS). Stimulus kemudian di transmisikan ke nuclei spesifik dari thalamus melewati area-area korteks serebral, sistem limbik dan korpus collosum dan melalui area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Musik dapat memberikan rangsangan pada saraf simpatik dan parasimpatik untuk menghasilkan respon relaksasi. Karakteristik respon relaksasi yang ditimbulkan berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot, dan tidur. Dalam keadaaan tersebut, akan mengurangi ketegangan dan kecemasan (Synder & Linquist, 2002).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan kepada dua Panti Kota Cimahi dan Bandung, dari lima Lansia, didapatkan tiga lansia mengalami depresi berasal dari Panti Werdha Karitas sedangkan di Budi Pertiwi hanya satu orang. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tiga diantaranya mengalami depresi dengan gejala menarik diri dari aktivitas-aktivitas biasa, sulit tidur, keletihan, penurunan nafsu makan, merasa sedih, tertekan, dan perasaan bahwa tidak ada satupun yang menyenangkan. Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa terapi musik efektif untuk mengatasi depresi, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Purbowinoto & Kartinah (2012) pengaruh terapi musik keroncong terhadap perubahan tingkat depresi pada lansia di PSTW Budi Luhur Yogyakarta bahwa dengan pemberian terapi musik sebanyak 6 kali cukup efektif untuk menurunkan tingkat depresi. Namun pada pelaksanaan terapi musik ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti tempo musik dan jenis musik sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait terapi musik terhadap penderita depresi. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas.

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen dengan pendekatan“Pre Test Post Test One Group Design” (before and after) yaitu pengukuran hasil penelitian yang dilakukan

sebelum eksperimen (01) dan sesudah eksperimen (02) yang lazim disebut pre test dan post test (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan depresi di Panti Werdha Karitas Cimahi berjumlah 16 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Hastono, 2007). Adapun kriteria inklusi dari sampel adalah klien lansia yang mengalami depresi ringan dan sedang, belum pernah mendapatkan terapi musik, tidak mengalami gangguan indra pendengaran dan penglihatan, tidak mengalami penurunan kesadaran, komunikatif dan kooperatif. Terapi musik ini dilakukan sebanyak 6 kali pada hari yang berbeda selama kurun waktu 2 minggu selama 15 menit di tiap sesinya. Instrumen pengukuran depresi yang digunakan yaitu intrumen pengukuran tingkat depresi inventaris depresi Beck & Deck, sedangkan lagu yang digunakan sekitar 10 lagu populer. Waktu yang dilakukan untuk penelitian ini pada bulan April 2014. Etik penelitian yang diterapkan pada penelitian ini berdasarkan ANA (dalam Pollit & Hungler, 2005) terdapat 5 kode etik penelitian dalam keperawatan, yaitu Self Determination, Privacy and Dignity, Anonimity and Confidentiality, Fair Treatment dan Protection from Discomfort and Harm. Penelitian ini sudah lulus Kaji Etik penelitian STIKes A Yani Cimahi.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Rata-rata depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberi terapi musik popular Tingkat Depresi Mean SD Min - Max 95% CI Pre test Post test 7 4,44 1,506 1,548 5 – 10 2 – 8 6,20 - 7,80 3,61 – 5,26 Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer adalah 7 dengan standar deviasi 1,506. Skor depresi terendah 5 dan skor depresi tertinggi

(4)

10. Rata-rata skor depresi pada lansia sesudah diberi terapi musik populer adalah 4,44 dengan standar deviasi 1,548. Skor depresi terendah 2 dan skor depresi tertinggi 8.

Skor depresi dari 16 lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik populer yang tergambar melalui grafik 1, menunjukkan bahwa skor depresi pada lansia sebelum diberikan terapi musik populer (pre test) sebagian besar berada pada rentang nilai 5 – 7 yaitu depresi ringan. Sedangkan skor depresi pada lansia sesudah diberikan terapi musik populer (post test) sebagian besar berada pada rentang nilai 2 – 4 yaitu tidak depresi.

Tabel 2 menunjukkan bahwa bahwa rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer adalah 7 sedangkan bahwa rata-rata skor depresi pada lansia sesudah diberi terapi musik populer adalah 4,44. Ada perbedaan mean sebesar 2,563 dengan standar deviasi 0,814. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil ada pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi (p value ; α = 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan dari 16 orang responden yang mengalami depresi, rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer adalah 7 dengan standar deviasi 1,506. Dan rata-rata skor depresi pada lansia sesudah diberi terapi musik populer adalah 4,44 dengan standar deviasi 1,548, (tidak depresi). Gejala depresi yang terjadi pada responden yang teridentifikasi diantaranya menarik diri dari aktivitas biasa, sulit tidur, keletihan, penurunan nafsu makan, merasa sedih, tertekan, dan perasaan bahwa tidak ada satupun yang menyenangkan. Hal ini terjadi karena lansia merasa gagal menjadi orang tua, tidak pernah dijenguk oleh keluarga, merasa tidak ada tempat untuk berbagi kesedihan, tidak cocok dengan teman satu kamar, dan berbagai penyakit fisik. Depresi yang dibiarkan berlarut-larut tentunya akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual dari setiap lansia. Akhirnya, angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekwensi yang serius dari depresi yang tidak ditangani (Stanley & Beare, 2006).

Menurut Sadock dan Sadock (2010) depresi meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan

masa lansia merupakan masa yang rentan terhadap depresi karena memasuki masa tua, seorang lansia dapat mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Sejumlah studi melaporkan data yang menunjukkan bahwa depresi pada orang lanjut usia dapat berkaitan dengan status sosioekonomi yang rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang juga sedang ada, serta isolasi sosial. Studi lain juga menunjukkan bahwa depresi pada orang lanjut usia kurang terdiaknosis dan tidak diobati, terutama mungkin oleh dokter umum. Lebih jauh lagi, diskriminasi terhadap usia dapat mempengaruhi dan membuat mereka lebih menerima gejala depresi sebagai hal yang normal pada pasien lanjut usia. Jika seorang lansia mengalami keterlambatan dalam menyesuaikan diri terhadap stressor-stressor tersebut maka dapat juga mengakibatkan depresi.

Grafik 1. Skor depresi sebelum dan sesudah diberikan terapi musik popular

Tabel 2. Pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi

Tingkat Depresi Mean Perbedaan Mean P- value SD Pre test Post test 7 4,44 2,563 0,0001 0,814

(5)

penatalaksanaan untuk menurunkan depresi, diantaranya penatalaksanaan primer, sekunder dan tersier. Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) ada beberapa metode terapi modalitas atau terapi komplementer yang dapat menurunkan depresi, salah satunya adalah terapi musik. Terapi musik adalah menggunakan musik atau elemen musik sebagai media terapi. Intervensi menggunakan terapi musik dapat mengubah ambang otak yang dalam keadaan stres menjadi lebih adaptif secara fisiologis dan efektif. Terapi ini dilakukan dengan meminta lansia untuk mendengarkan sejumlah sehingga para lansia dapat merasa rileks dan senang.

Manfaat dari pemberian terapi musik ini adalah dapat membentuk sikap seseorang dengan meningkatkan mood karena dengan rangkaian nada yang indah akan membangkitkan perasaan bahagia dan semangat positif, serta musik juga dapat menyebabkan tubuh menghasilkan hormon beta-endorfin (kebahagiaan) ketika mendengar suara musik yang indah (Natalina, 2013). Pada penelitian ini, lansia yang diberikan intervensi terapi musik populer adalah lansia yang mengalami depresi sebanyak 16 orang lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer adalah 7 sedangkan bahwa rata-rata skor depresi pada lansia sesudah diberi terapi musik populer adalah 4,44, ada perbedaan mean sebesar 2,563 dengan standar deviasi 0,814, p value 0.0001 (α = 0,05). Setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil ada pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi. Menurunnya skor depresi yang terjadi pada lansia disebabkan oleh pengaruh terapi music yang diberikan kepada lansia. Terapi musik ini dilakukan sebanyak 6 kali selama 15 menit di tiap sesinya pada hari yang berbeda selama kurun waktu 2 minggu. Musik akan menghasilkan stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensori asendens ke neuron-neuron dari Reticular Activating System (RAS). Stimulus kemudian di transmisikan ke nuclei spesifik dari thalamus melewati area-area korteks serebral, sistem limbik dan korpus collosum dan melalui area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Sistem saraf otonom berisi saraf simpatik dan

rangsangan pada saraf simpatik dan parasimpatik untuk menghasilkan respon relaksasi. Respon relaksasi dapat terjadi karena dengan sampainya stimulus dari musik akan membentuk gelombang alfa yang sempurna dan merangsang pelepasan neurotransmiter yaitu serotonin. Selanjutnya serotonin akan dirubah menjadi hormon melatonin yang memberikan efek relaksasi dan perubahan mood sehingga dapat menurunkan depresi (Purbowinoto & Kartinah, 2011). Synder & Linquist, (2002) mengatakan respon relaksasi yang ditimbulkan dari terapi musik dapat berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot, dan tidur. Hal ini terbukti dari hasil penelitian terjadinya penurunan angka depresi.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Purbowinoto dan Kartinah (2012) tentang Pengaruh Terapi Musik Keroncong Terhadap Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di PSTW Budi Luhur Yogyakarta terhadap 27 orang yang dilakukan sebanyak 6 kali cukup efektif untuk menurunkan tingkat depresi. Pada saat mendengarkan musik keroncong dengan melibatkan responden untuk ikut bernyanyi dapat membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi, meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Sehingga dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan dapat meringankan rasa sakit serta menurunkan depresi.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Eddyanto (2012) mengenai Pengaruh Terapi Musik Murotal Terhadap Intensitas Depresi Tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Surakarta. Keinginan dan harapan terbesar para tahanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar bisa senantiasa bersabar dan bisa secepatnya keluar dari tahanan atau dikurangi masa tahanannya. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Dengan terapi murotal, maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT. Selain itu, terapi murotal memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan

(6)

memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi sehingga secara optimal dapat menyingkirkan stres dan menurunkan intensitas depresi.

Penurunan skala depresi juga bisa disebabkan oleh adanya keaktifan pada setiap lansia dalam pemberian terapi. Dalam beberapa pelaksanaan terapi, lansia dapat dengan mudah mengungkapkan perasaan yang muncul dan menceritakan pengalaman hidupnya saat musik tersebut selesai diputar, dan ada juga beberapa lansia yang cenderung bercerita terbatas dan sulit mengekspresikan perasaannya. Dalam menangani kasus gerontik, perawat harus melakukan peran dan fungsinya sebagai care giver atau pemberi asuhan keperawatan secara langsung. Perawat juga memiliki otonomi yang luas dalam memberikan intervensi, terutama tindakan mandiri, sebagai sebuah profesi yang ditunjang dengan pendidikan tinggi. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik keperawatan komplementer. Salah satu terapi komplementer adalah terapi musik (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Pemberian terapi musik secara rutin dan teratur dapat membantu meningkatkan, memulihkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, spiritual dari setiap individu. Hal ini akan mempertahankan keseimbangan yang alami dan harmonis dalam kehidupan lansia. Sehingga pengembangan terapi musik sebagai salah satu intervensi dalam asuhan keperawatan untuk mengatasi depresi perlu diperhatikan. Tujuan utama dari pemberian terapi musik ini sebagai rehabilitatif pasien depresi. Hal ini dikarenakan terapi yang dilakukan dapat membantu lansia yang depresi dengan meningkatkan mood, perasaan bahagia, interaksi, hubungan sosial dan berbagi pengalaman. Sebelum diberikan terapi musik, kondisi lansia lebih banyak diam dan lebih memilih sendiri dibandingkan berinteraksi dengan lansia lainnya dan sesudah diberikan terapi musik lansia terlihat senang berinteraksi dengan lansia lainnya.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata skor depresi pada lansia sebelum diberi terapi musik populer dan sesudah

diberi terapi musik populer. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil terdapat pengaruh terapi musik populer terhadap depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas Cimahi. Referensi

Azizah (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineke Cipta

Beck, A.T., Beck Depression Inventory (BDI),

diakses dari

https://www.statisticssolutions.com/beck-depression-inventory-bdi/, 25 Maret 2017 Budiman. (2010). Buku Ajar Penelitian

Kesehatan. Cimahi : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Ahmad Yani Cimahi Bunuh Diri (Studi Kasus Di Kota Surakarta).

Diakses dari http:/ums.ac.id tanggal 11 Sept 2017

De Groot, M., et al. (2010). Depression Among Adults with Diabetes: Prevalence, Impact and Treatment Options. Diabetes Spectrum, 23(1). Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical care untuk penderita depresi. http://www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/13 615 17835.pdf diakses pada 21 desember 2014.

Eddyanto (2012). Pengaruh Terapi Musik Murotal Terhadap Intensitas Depresi Tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Surakarta diakses dari http://www.pdf. omdidien.com, 26 Mei, 2014

Hawari, D. (2011). Manajemen Stress, Cemas, Dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru

Hidayat, Alimul Aziz. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Kementrian Kesehatan, RI (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Diakses dari www.depkes.go.id tanggal 15 Juli 2014

(7)

(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013

Makitan G. (2012). 150 Orang Bunuh Diri Setiap

Hari di Indonesia. Tempo.

http://www.tempo.co/read/news/2012/10/06/0 6043 4077/150-Orang-Bunuh-Diri-Setiap-Hari-di-Indonesia diakses pada 25 Mei 2014 Mubarak, Wahit Iqbal., Chayatin, Nurul., &

Santoso, Bambang Adi . (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi, Edisi ke-2. Jakarta : Salemba Medika

Natalina, D. (2013). Terapi Musik Bidang Keperawatan. Jakarta : Mitra Wacana Media Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Purbowinoto, S. E., & Kartinah. (2011). Pengaruh Terapi Musik terhadap Perubahan

Tingkat Depresi pada Lansia di PSRW (Panti Sosial Tresna Wredha) Unit Budi Luhur, Kasongan, Bantul Yogyakarta. Diakses dari tersedia http://www.pdf.omdidien, tanggal 22 Maret 2014

Polit, D.F., & Hungler, B.P. (2005). Nursing research: Principles and methods. Philadelphia: Lippincott.

Data kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Sabri, L., & Hastono, S.P. (2008).Statistik

kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sadock, Banjamin J., & Sadock, Virginia A.

(2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC

Sarwono, Sarlito W. (2013). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta Setyoadi., & Kushariyadi. (2011). Terapi

Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika Snyder, Mariah., & Lindquist, Ruth. (2002).

Complementary / alternative therapies in nursing, Edisi ke-4. New York : Springer Publishing Company

Stanley, Mickey., & Beare, Patricia G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC

Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi ke-5. Jakarta : EGC

Sunarni .(2011). Tipe Kepribadian, Tingkat Pendidikan, Statussosial Ekonomi Dan Ide Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung :

Gambar

Tabel  1.  Rata-rata  depresi  pada  lansia  sebelum  dan sesudah diberi terapi musik popular  Tingkat
Tabel 2 menunjukkan bahwa bahwa rata-rata skor  depresi  pada  lansia  sebelum  diberi  terapi  musik  populer  adalah  7  sedangkan  bahwa  rata-rata  skor  depresi  pada  lansia  sesudah  diberi  terapi  musik  populer adalah 4,44

Referensi

Dokumen terkait

episiotomy saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis. 21) Melahirkan bayi dengan cara Bracht : Pada waktu bokong mulai membuka. vulva (crowning) segera

lahir. Kemudian lakukan cara yang sama untuk melahirkan bahu.. dan lengan depan bayi. Menolong dengan metode muller apabila sulit untuk melahirkan bahu. belakang

Adverse effects associated with the use of this device include wound dehiscence, variable rates of absorption over time (depending on such factors as the type of suture used,

Manfaat dari tesis ini adalah hasil evaluasi yang telah dilakukan melalui pengujian secara eksperimen maupun parameter model dapat memberikan informasi apakah kapal perang

Oleh karena itu kalau suatu negara mengintervensi agama, misalnya dengan menentukan agama mana yang menjadi agama resmi atau menentukan suatu agama menjadi dasar

Setiap saat orang selau diliputi kebutuhan dan sebagian besar kebutuhan itu tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang berbuat sesuatu pada suatu waktu

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara aktivitas belajar terhadap minat berwirausaha siswa kelas X SMK Negeri 1 Ambal

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan baik secara deskriptif maupun statistik dengan regresi linear berganda melalui program SPSS 17.0 maka dapat ditarik