• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dalam Pot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dalam Pot"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan Tanaman

Padi Sawah (

Oryza sativa

L.) dalam Pot

(High influence of pooling on Plant Growth

Rice (Oryza sativa L.) in Pot )

Kasli dan Arman Effendi AR

Jurusan BDP Fakultas Pertanian Universitas Andalas

ABSTRACT

Long-term goal of this research is to improve the productivity of paddy crop is a modification of the SRI (The System of Rice Intensification), but that is environmentally sound but can reduce water use effectively and efficiently (saving water). Associated with these conditions, the cultivation will be applied in the future is the cultivation of rice crops requiring very little water (less than SRI and ICM), because the soil from the beginning until the harvest is not stagnant and not-m tarnish, but moist enough (aerase the soil is pretty good) and oxidation of the soil layer becomes thicker as needed prodiktivitas rice. While the particular target in this research was to study the growth of rice plants. This study wanted to get a level of optimum soil moisture content, using a Completely Randomized Design method of treating a variety of high puddle outside the pot (soil moisture levels in the pot). The result is 1). The rate of growth is best to treatment D (high pool of -10 cm from the ground) and treatment C (high pool of -5 cm from the ground), 2). Net assimilation rate is the best treatment D (high pool of -10 cm from the ground), 3). The highest total number of seedlings obtained in treatment D (high pool of -10 cm from the ground) which is 64.16 rods, much higher than other treatments and descriptions of the varieties Trunk Piaman 14-19, 4). Judging from the number of seedling growth parameters, high-tech farming with a pool of -10 cm below the soil surface (treatment D) resulted in the number of pups 180% better than conventional cultivation techniques (treatment A), and 5). Package of applied cultivating paddy latest technology with a high pool of approximately 10 cm below the soil surface will provide an optimal effect on the growth of rice plants.

Keywords: SRI (The System of Rice Intensification), saving water, aerase soil, a layer of oxidation, and Oryza sativa L.

PENDAHULUAN

anaman padi merupakan komoditas yang sangat penting artinya di Indonesia, karena padi sebagai bahan makanan pokok utama. Ketahanan pangan Indonesia bergantung pada produksi padi. Jika produktivitas padi tidak ditingkatkan maka kebutuhan pangan di Indonesia tidak akan terpenuhi secara konsisten, karena laju pertambahan penduduk lebih cepat dari peningkatan hasil tanaman padi. Realisasinya sampai pada tahun 2007 kebutuhan pangan Bangsa Indonesia tergantung pada negara lain, kecuali pada tahun 1984, 2008 dan 2009.

.Untuk mengatasi ketergantungan pangan dari negara lain maka sudah sewajarnya pemerintah sangat memperhatikan perbaikan teknologi dan

produksi padi nasional, salah satunya adalah peningkatan hasil persatuan luas tanaman padi sawah.

Strategi pembangunan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produksi yang berwawasan lingkungan. Penelitian ini sesuai dengan strategi pembangunan Indonesia yakni meningkatan produktivitas padi dengan pemakaian hemat air serta mengurangi emisi gas metan pada lahan sawah.

Beberapa faktor penyebab rendahnya hasil padi sawah yang dilakukan secara konvensional yakni dengan kondisi tanah anaerob (tanah tergenang) antara lain adalah: 1) tersedotnya energi untuk sintesis etilen dan untuk perkembangan jaringan aerenchyma yang menyuplai udara ke akar dalam tanah; 2) perkembangan akar padi tidak optimal; 3)

(2)

perkembangan bakteri aerob terhambat. Menurut Venkateswarlu dan Visperas (1987), teknik budidaya yang belum dilakukan secara optimal oleh petani menyebabkan tanaman padi belum mengekspresikan kemampuan potensialnya secara optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya. The System Rice Intensification (SRI) merupakan salah satu metode intensifikasi agar kemampuan genetik tanaman dapat diekspresikan secara optimal. Budidaya SRI telah mulai diterapkan di Indonesia untuk meningkatan hasil tanaman padi sawah persatuan luas, tetapi masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan untuk mencapai hasil optimal.

Dari kelima faktor yang diterapkan dalam budidaya SRI ada beberapa faktor utama yang belum jelas dan tegas dalam penerapannya di lapangan, salah satunya adalah kondisi tanah yang tidak tergenang atau yang lembab seperti apa tepatnya. Faktor ini belum ada laporan, sehingga sangat perlu dikaji secara mendalam. Disamping itu kondisi tanah metode SRI, PTT dan budidaya sawah konvensional sangat berhubungan dengan perkembangan aerenchyma sebagai jalur keluarnya gas metan dari dalam tanah ke atmosfir.

Ditinjau dari segi lingkungan metode SRI merupakan budidaya padi sawah dengan penggunaan air yang sangat efisien, menurut Budi (2001) budidaya padi sawah dengan tanah macak-macak dapat menghemat air kurang lebih 40 % dibandingkan dengan cara konvensional.

Teknis budidaya konvensional merupakan penyumbang gas metan sebagai salah satu gas rumah kaca yang mengakibatkan peningkatan pemanasan global. Kurang lebih 90 % gas metan yang diproduksi berasal dari lahan sawah konvensional melalui jaringan aerenchyma selama masa fase reproduktif (Cicerone dan Shetter, 1981). Oleh sebab itu, untuk mengurangi produksi gas metan di lahan sawah perlu pemikiran untuk merubah teknis budidaya dari konvensional menjadi teknis lainnya. Selain memperhatikan lingkungan yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan produktivitas padi.

Metode SRI sudah lama dilaksanakan baik di luar negeri seperti Madagaskar, China, Philipina dan sebagian kecil di daerah Indonesia. Dari beberapa komponen utama SRI yakni pemindahan bibit pada umur yang relatif masih muda, penanaman dilakukan satu bibit per titik, menggunakan jarak tanam yang lebar,

dan kondisi tanah diupayakan tetap lembab yang diterapkan pada budidaya SRI, tiga komponen pertama telah diterapkan secara konsisten, tetapi satu komponen terakhir yakni kondisi tanah tetap lembab diterapkan secara berbeda. Menurut Uphoff, et al (2002) metode SRI yang pertama kali diterapkan di Madagakas tentang kodisi tanah lembab ditandai dengan tanah sampai rengkah. Menurut Las (2004), Balitpa Sukamandi mengembangkan teknologi ICM (Integrated Crop Management) merupakan modifikasi dari SRI untuk meningkatkan hasil padi sawah diantara komponennya adalah pengelolaan irigasi secara intermittent, dimana tanah macak-macak dibiarkan sampai retak-retak. Selanjutnya menurut Kasim (2005), komponen pengelolaan hemat air dalam budidaya SRI ditandai dengan tanah macak-macak sampai tanah retak rambut. Namun demikian tidak dijelas berapa kadar air tanah, berapa nilai pF tanahnya atau berapa persen tingkat kejenuhannya. Perbedaan kadar air tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jaringan aerenchyma yang pada akhirnya juga berkorelasi dengan pertumbuhan, komponen produksi dan produktivitas tanaman padi sawah. Belum ada laporan yang menjelaskan secara tepat dan tegas tentang kondisi tanah macak-macak tersebut, serta belum ada juga laporan tentang perkembangan jaringan aerenchyma dan korelasinya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi sawah. Oleh sebab itu, perlu dikaji secara detail kondisi optimal macak-macak yang jelas dan terukur pada setiap stadia pertumbuhan tanaman padi.

Berdasarkan uraian di atas penelitian diarahkan pada upaya peningkatan hasil tanaman padi dengan SRI melalui manipulasi lingkungan tumbuh ke arah yang lebih baik. Optimalisasi lingkungan tumbuh didekati dengan teknologi budidaya tanaman padi sawah melalui pengelolaan pemberian air dan pengelolaan lingkungan tumbuh akar, selanjutnya akan dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman adi sawah serta dapat mengurangi emisi gas metan yang dihasilkan dari lahan sawah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

(3)

Universitas Andalas, pada Bulan April sampai Nopember 2011.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah satu jenis varietas padi Varietas Batang Piaman, pupuk kompos, pupuk Urea, SP36 dan KCl, Currater 3-G, dan 2,4 D dimetil amina.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca yang bertujuan untuk mengkaji tinggi genangan di luar pot terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah. Tinggi geangan di luar pot (kadar air tanah) yang bagaimana, sehingga jaringan aerenchyma tidak berkembang tetapi pertumbuhan tanaman padi sawah optimal. Kemudian kelembaban media tanam yang bagaimana dan cocok untuk dapat menunjang pertumbuhan tanaman padi sawah. Setelah tinggi genangan di luar pot yang optimal didapatkan pada penelitian tahap I, selanjutnya diaplikasikan pada penelitian tahap II di lahan sawah.

Padi ditanam pada media tanah dalam pot yang diberi lobang (tempat air masuk), sedangkan pot tersebut dalam kondisi terendam dalam ember yang lebih besar dan lebih tinggi. Tanah dalam pot tidak diberi air, tetapi air diperoleh atau berasal dari air resapan yang terletak di luar pot (air dalam ember). Tinggi genangan dalam ember merupakan perlakuan yang akan memberikan perbedaan nilai kadar air dalam pot sebagai media tanam. Penelitan ini melakukan mengujian terhadap lima perlakuan perbedaan tinggi genangan dalam ember terhadap permukaan tanah dalam pot (Gambar 1), dalam Model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan, sehingga didapatkan 15 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdapat tujuh pot tanaman, sehingga jumlah pot tanaman seluruhnya adalah 105. Tujuh rumpun tanaman dalam setiap unit percobaan digunakan untuk pengamatan perkembangan jaringan aerenchyma dan karakteristik pertumbuhan (vegetatif) sebanyak lima rumpun tanaman, sedangkan dua rumpun tanaman lagi digunakan untuk pengamatan parameter yang lain.

Gambar 1. Unit-unit Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi genangan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Hasil uji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5 % dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Rata-rata laju pertumbuhan tanaman dari penerapan berbagai tinggi Keterangan :

Pot = sebagai media tanam yang di dalamnya berisi tanah Ember = berisi air, tempat pot direndamkan dengan ketinggian

permukaan air

sesuai dengan perlakuan yakni +5 cm, 0 cm, 5 cm dan -10 cm

Lobang = Tempat masuk air ke dalam pot, dibuat 4 baris dan baris yang teratas = tinggi pemukaan air di luar pot sesuai perlakuan, setiap baris berjumlah 8 lobang, sedangkan jumlah lobang didasar pot tanaman 9 lobang Air = Di luar pot atau di dalam ember diisi dengan air (+5 cm) = Tinggi permukaan air di luar pot, 5 cm dari permukaan

tanah dalam pot

(0 cm) = Tinggi permukaan air di luar pot, sama dengan permukaan tanah dalam pot

(-5 cm) = Tinggi permukaan air di luar pot, 5 cm dibawah permukaan tanah dalam pot

(-10 cm) = Tinggi permukaan air di luar pot, 10 cm dibawah permukaan tanah dalam pot

(-15 cm) = Tinggi permukaan air di luar pot, 15 cm dibawah permukaan tanah dalam pot

Permukaan Tanah -5

c

m

-10

c

m

0

c

m

+5

c

m

Pot Emb er Loba ng Air -15

c

m

(4)

genangan pada padi sawah Varietas Batang Piaman (g/hari)

PERLAKUAN RATA-RATA D (-10 ) 6.14 a C (-5 ) 5.79 a A (+5 ) 4.94 ab E (-15) 4.46 ab B ( 0 ) 3.38 b

Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom berarti berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.

Pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa perlakuan tinggi genangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan padi sawah. Perlakuan tinggi genangan 10 cm di bawah permukaan tanah (D) dan perlakuan tinggi genangan 5 cm di bawah permukaan tanah (C) berbeda tidak nyata dengan perlakuan tinggi genangan 5 cm di atas permukaan tanah (A) dan perlakuan tinggi genangan 15 cm di bawah permukaan tanah (E), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tinggi genangan sama dengan permukaan tanah (B). Perlakuan D dan C lebih baik untuk parameter laju pertumbuhan tanaman.

Laju pertumbuhan tanaman secara umum dapat diartikan sebagai laju pertambahan berat kering tanaman total, jika yang diukur hanya satu tanaman dalam pot hasilnya adalah gram per tanaman per hari. Laju pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama kualitas penyinaran dan faktor-faktor pendukung pertumbuhan tanaman yakni air, unsur hara dan ketersediaan oksigen di sekitar perakaran.

Berhubungan dengan penelitian ini perlakuan D merupakan kondisi lingkungan yang paling optimal untuk laju pertumbuhan tanaman padi sawah. Hal ini disebabkan oleh perubahan sistem budidaya padi sawah yang selama ini dilakukan secara konvensional seperti pada perlakuan A yakni dengan kondisi tanah anaerob (tanah tergenang) menjadi system budidaya kondisi tanah yang aerob (tidak tergenang) sehingga jaringan aerenchyma tidak dibutuhkan untuk menyuplai udara ke akar dalam tanah, sehingga perkembangan akar lebih optimal, dan mikroorganisme tidak terhambat perkembangannya karena mikroba dalam tanah di sekitar akar padi memiliki kemampuan menyediakan nitrogen. Perbedaan tinggi genangan pada padi sawah yang

diberikan dengan berbagai tinggi genangan berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Menurut Venkateswarlu dan Visperas (1987), teknik budidaya yang belum dilakukan secara optimal oleh petani menyebabkan tanaman padi belum mengekspresikan kemampuan potensial sesuai genetiknya.

2. Laju Asimilasi Bersih (LAB)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi genangan pada padi sawah Varietas Batang Piaman berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih. Hasil uji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5 % dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Rata-rata laju asimilasi bersih tanaman dari penerapan berbagai tinggi genangan pada padi sawah Varietas Batang Piaman (g/cm2/hari)

PERLAKUAN RATA-RATA D (-10) 0.44 a A (+5) 0.36 ab C (-5 ) 0.34 ab E (-15) 0.32 ab B ( 0 ) 0.26 b

Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom berarti berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.

Pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa tinggi genangan untuk masing-masing perlakuan berbeda nyata. Perlakuan tinggi genangan 10 cm di bawah permukaan tanah (D) berbeda tidak nyata dengan perlakuan tinggi genangan 5 cm di atas permukaan tanah (A), perlakuan tinggi genangan 5 cm di bawah permukaan tanah (C) dan perlakuan tinggi genangan 15 cm di bawah permukaan tanah (E), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan perlakuan tinggi genangan sama dengan permukaan tanah (B), kemudian perlakuan B berbeda tidak nyata dengan perlakuan A, D dan E. Hal ini disebabkan oleh pada fase vegetative ini ketersediaan air tercukupi sehingga proses metabolisme yang memacu laju pertumbuhan berjalan dengan baik.

Laju asimilasi bersih didefinisikan sebagai kenaikan dalam berat kering tanaman persatuan waktu persatuan luas daun. Laju asimilasi bersih dapat dipandang sebagai satu ukuran efisiensi dari setiap satuan luas daun melakukan fotosintesis untuk mengakumulasikan bahan kering tanaman. Laju asimilasi bersih dipengaruhi oleh luas

(5)

daun yang berlangsung menangkap radiasi surya dan intensitas cahaya dan suhu. Suhu berpengaruh langsung terhadap aktivitas fotosintesis dan proses respirasi yang substratnya adalah bahan kering yang diakumulasikan selama proses fotosintesa. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan mekanisme penyerapan air oleh akar. Jumlah hara yang diserap oleh akar tanaman tergantung pada jumlah kadar air di dalam tanah yang ditentukan oleh kemampuan partikel tanah dalam memegang air dan kemampuan akar untuk menyerapnya. Menurut Gardner, dkk (1991), Apabila kekurangan air pada fase vegetatif menyebabkan perkembangan daun mengecil, pertumbuhan batang tertekan dan terjadinya peningkatan asam absisat (ABA) yang merangsang penutupan stomata yang mengakibatkan berkurangnya asimilasi CO2 ke

daun, sehingga terhambatnya pertumbuhan tanaman. Dari penelitian ini ternyata tinggi genangan 10 cm dibawah permukaan tanah (D) lebih baik dibandingkan dengan tinggi genangan sama dengan permukaan tanah (perlakuan B), karena ketersedian air pada perlakuan D lebih optimal dibandingkan dengan perlakuan B.

Menurut Kramer (1980) tanaman dapat menyerap air tanah bila retensi oleh partikel– partikel tanah yang lebih kecil dari daya serap tanaman. Hal ini berarti bila kadar air tanah sangat rendah, tanaman tidak dapat menyerap air sehingga tanaman menjadi layu dan bila terjadi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan tanaman akan mati. Sebaliknya pada keadaan jenuh air, meskipun resistensi oleh partikel–partikel tanah tidak ada air yang dapat diserap tanah kecuali pada tanaman tertentu misalnya padi. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya oksigen dalam tanah, sehingga menghambat aktivitas akar tanaman. Penurunan potensial air tanah mempengaruhi semua aspek fisik tanaman dan beberapa proses fisiologi. Pengaruh kekurangan air pada beberapa proses fisiologi tanaman terlihat pada akumulasi bahan kering menjadi lambat, laju perluasan daun menurun, dan penutupan stomata yang membatasi proses fotosintesis.

3. Jumlah Anakan Total (batang)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dengan penerapan berbagai tinggi genangan pada padi sawah Varietas Batang Piaman berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan

total. Hasil uji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5 % dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan total tanaman

dari penerapan berbagai tinggi genangan pada padi sawah Varietas Batang Piaman PERLAKUAN RATA-RATA D (-10) 64.16 a C (-5 ) 36.50 b A (+5) 35.50 b E (-15) 33.00 b B ( 0 ) 32.83 b

Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom berarti berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.

Teknik budidaya padi sawah yang selama ini direkomendasikan oleh instansi pertanian tanaman pangan adalah melakukan penggenangan lahan sawah terutama selama periode pertumbuhan vegetatif sampai menjelang panen. Penggenangan sampai kurang lebih 3-5 cm di atas permukaan tanah merupakan kondisi yang selama ini diangap baik untuk pembentukan anakan, jika pada fase pertumbuhan ini tinggi genangan dinaikan lebih dari 5 cm akan menghambat pembentukan anakan (Utomo dan Nazaruddin, 2000). Teknik budidaya seperti ini telah lama dilaksanakan oleh petani dan teknik ini masih dianggap yang terbaik. Sebaliknya berdasarkan perkembangan ilmu akhir-akhir ini, teknik budidaya yang terbaik adalah teknik budidaya yang tidak tergenang. Tinggi genangan 10 cm di bawah permukaan tanah lebih baik atau mempunyai jumlah anakan total tertinggi dibandingkan dengan tinggi genangan 5 cm di atas permukaan tanah.

Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah anakan total pada tinggi genangan D (-10) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan D (-10) memiliki jumlah anakan total yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kondisi aerase yang baik dan meningkatkatnya aktivitas mikroorganisme sehingga perombakan C-organik semakin cepat untuk pembentukan jumlah anakan, ketersediaan air yang sesuai juga mempengaruhi pada medium tumbuhnya. Sedangkan pada perlakuan lainnya dapat menekan pertumbuhan jumlah anakan maksimum yang disebabkan oleh terambilnya energi untuk perkembangan jaringan aerenchyma yang menyuplai udara kedalam

(6)

tanah dan perkembangan akar yang tidak optimal akibat aerase yang kurang baik, sehingga menurunkan pertumbuhan vegetatif yang disebabkan terhambatnya proses fotosintesis, sehingga fotosintat yang dihasilkan dan dialokasikan ke pembentukan anakan juga berkurang sehingga jumlah anakan menurunkan. Sedangkan pada perlakuan E walaupun lapisan tanahnya bersifat aerob, namun ketersediaan airnya masih kurang untuk pertumbuhan padi yang optimal sehingga jumlah anakan total lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan D. Gardner, et al, (1991), menyatakan bahwa jumlah anakan akan maksimal apabila tanaman memiliki sifat genetik yang baik dengan keaadaan lingkungan yang meguntungkan atau sesuai dengan pertumbuhan tanaman.

Pengelolaan air selama periode pertumbuhan vegetatif, baik yang tergenang maupun yang tidak tergenang, tanaman tidak mengalami kekurangan air karena dibuktikan dengan jumlah anakan total cukup banyak dan tidak menghambat tanaman padi dalam pembentukan anakan.

Menurut Ismunadji dkk (1988) menambahkan bahwa jumlah anakan maksimum ini juga ditentukan jarak tanam, radiasi matahari, hara mineral, kondisi lingkungan tanah serta teknis budidaya tanaman itu sendiri. Oleh sebab itu jumlah anakan maksimum akan meningkat apabila kondisi tersebut dapat tercukupi oleh tanaman baik pada fase vegetatif hingga fase generatif. Perkembangan jumlah anakan pada perlakauan D jauh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan bahwa pada fase pertumbuhan vegetatif kebutuhan air cukup bagi tanaman dan kondisi lingkungan tanah aerob atau lapisan tanah oksidasi lebih tebal dibandingkan dengan lainnya kecuali perlakuan E. Menurut Arraudeau dan Vergara (1992), air berperan sebagai faktor pembatas utama yang mutlak diperlukan oleh tanaman, sebagai pembawa unsur hara ke bagian tanaman, dan sebagai pengatur suhu tanaman. Selanjutnya Doorenbos dan Pruit (1975) mempertegas, bahwa tanaman padi sawah dengan produktivitas optimal tidak membutuhkan air secara berlebihan, tanaman padi membutuhkan air tarbanyak pada fase vegetatif yakni 320 mm selama 60 hari, hampir sama dengan tanaman kedelai yang membutuhkan air terbanyak pada fase pembungaan yakni 292 mm (beda 10 %) selama

45 hari, jagung membutuhkan air terbanyak pada fase pengisian biji yakni 250 mm (beda 28 %) selama 40 hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Laju pertumbuhan yang terbaik adalah perlakuan D (tinggi genangan -10 cm dari permukaan tanah) dan perlakuan C (tinggi genangan -5 cm dari permukaan tanah). 2. Laju asimilasi bersih yang terbaik adalah

perlakuan D (tinggi genangan -10 cm dari permukaan tanah).

3. Jumlah anakan total yang tertinggi didapatkan pada perlakuan D (tinggi genangan -10 cm dari permukaan tanah) yakni 64,16 batang, jauh lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan deskripsi Varietas Batang Piaman yakni 14 – 19.

4. Ditinjau dari parameter pertumbuhan jumlah anakan, teknologi budidaya dengan tinggi genangan -10 cm dibawah permukaan tanah (perlakuan D) menghasilkan jumlah anakan 180 % lebih baik dari teknik budidaya konvensional (perlakuan A).

5. Paket terapan teknologi budidaya padi sawah terbaru dengan tinggi genangan kurang lebih 10 cm dibawah permukaan tanah akan memberikan pengaruh yang optimal terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah.

Saran

Dilihat dari hasil penelitian ini yang cukup menjanjikan seperti memberikan pertumbuhan tanaman padi sawah yang optimal, jauh lebih baik dibandingkan dengan deskripsi Varietas Batang Piaman. Penelitian ini dilaksanakan di pot dalam rumah kasa, maka perlu diaplikasikan di lapangan (lahan sawah) untuk mengkaji jarak antar saluran yang efektif sehingga dapat terjadi peningkatan hasil yang signifikan di lahan sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, D.S. 2001. Strategi peningkatan efisiensi pendistribusian air irigasi dalam sistem produksi padi sawah berkelanjutan. Hlm 116-128 dalam Prosiding Lokakarya Padi, Implementasi

(7)

Kebijakan Strategi untuk Peninkatan Produksi Padi Berwawasan Agribisnis dan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Cicerune RJ, and Shetter JD. 1981. Source of atmospheric matahne: Meansurements inrice paddies and a discussion. J. Geophys. Res. 96:7203-7209.

Doorenbos, J., and Pruit W.O., 1975. Guidelines for predicting crop water requirements irrigation and drainage paper. No. 24. FAO, Rome.

Gardner, P.G., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell, 1991. Physiology of Crop Plants. Book. 1st ed The Iowa State University Press.

Ames, Iowa.

Ismunadji, M. Partohardjono, S. Syam, M dan Widjono, A. 1988. Padi. Buku I Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Kasim, M. 2005. Penerapan budidaya SRI (the System of Rice Intensification) untuk meningkatkan produksi padi di Indonesia. Makalah pada pelatihan nasional peningkatan mutu SDM Perguruan Tinggi dalam meningkatkan sistem pertanian berkelanjutan. Fakultas Pertanian

Unand berkerjasama dengan Depdiknas.

Kramer, P.J. 1980. Plant & Soil Water Relationship: A Modern Syntetis. Tata McGraw Hill Publishing Company LTD. New Delhi.

Las, I., 2004. Inovasi teknologi tanaman padi untuk sistem pertanian berkelanjutan. Indonesian Institiute for Rice Research (IIRR), Sukamandi. Makalah Pelatihan Peningkatan SDM Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Sistim Pertanian Berkelanjutan. Padang, 2-6 Desember 2004.

Uphoff, N., K.S.Yang, P.Gypmantasiri, K.Prinz, and H. Kabir, 2002. Keynote to Plenary Session 3 The System of Rice Intensification (SRI) and Its Relevance for Food Security and Natural Resource Management in Southeast Asia. International Sysposium Sustaining Food Security and Managing Natural Resources In Southeast Asia. January 8-11, 2002 at Chiang Mai, Thailand. Venkateswarlu, B., and R.M. Visperas, 1987.

Source-Sink Relationships in Crop Plants. International Rice Research Institute. Manila, Philippines.

.

Gambar

Gambar 1. Unit-unit Percobaan
Tabel 2. Rata-rata laju asimilasi bersih tanaman  dari  penerapan  berbagai  tinggi  genangan  pada  padi  sawah  Varietas  Batang Piaman (g/cm 2 /hari)

Referensi

Dokumen terkait

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan

Gum arab digunakan pada permen untuk mencegah melting/meleleh khususnya pada permen gum dengan kadar padatan terlarut yang tinggi, menjaga perisa dan aroma sehingga rasa permen

Peneitian yang berjudul “Tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran fee pada jual beli secara online via rekening bersama di forum jual beli Kaskus.com” bertujuan untuk

Capron dan Hulldan (1999) mendefinisikan sumber daya sebagai sejumlah pengetahuan, aset fisik, manusia, dan faktor-faktor berwujud dan tidak berwujud lainnya yang dimiliki

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Pengujian Logika Fuzzy pada Musuh Penyerang Pada musuh tipe penyerang, logika fuzzy akan mengatur peluang menyerang musuh berdasarkan parameter life dan range

Pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific merupakan salah satu model dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam

Sekolah Lurah di Universitas Islam Indonesia berbeda dengan Institut Pemerintahan dalam Negeri (IPDN) dikarenakan sekolah tersebut mencetak lulusan kader pemerintah