• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAJALAH / JURNAL GENERASI KAMPUS VOLUME 3, NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAJALAH / JURNAL GENERASI KAMPUS VOLUME 3, NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN X"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

GENERASI KAMPUS

MAJALAH / JURNAL

VOLUME 3, NOMOR 1, APRIL 2010

(2)

GENERASI KAMPUS

(CAMPUS GENERATION)

VOLUME 3, NOMOR 1, APRIL 2010

Terbit Dua kali setahun pada bulan April dan September. Berisi ringkasan hasil penelitian, gagasan kopseptual, kajian teori, aplikasi teori yang dimuat dalam Majalah/jurnal Generasi Kampus .

Pelindung : Prof. Dr. H. Syawal Gultom M.Pd. (Rektor Unimed) Pengarah : *Prof. Dr. Slamat Triono, M.Sc (Pembantu Rektor I

Unimed); *Drs. Chairul Azmi, M.Pd. (Pembantu Rektor II Unimed); *Dr. Berlin Sibarani, M.Pd. (Pembantu Rektor IV Unimed).

Penanggung jawab : Drs. Biner Ambarita, M.Pd.

(Pembantu Rektor III Unimed) Ketua Penyunting : Hariadi, S.Pd., M.Kes.

Sekretaris Penyunting : Tappil Rambe, S.Pd. Penyunting Pelaksana :

* Dr. Biner Ambarita, M.Pd. *Prof.Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. *Lamhot Sihombing, S.Pd, M.Pd. *Miswaruddin Daulay, S.Pd. *Mangaratua Simanjorang, M.Pd.*Pardomuan NJM. Sinambela, M.Pd. *Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. *Drs. Swardi Rajaguguk. *Drs. Indra Maipita, M.Sc. *Ir. Haikal Rahman, M.Sc. *Syamsul Gutom S.Mas, M.Kes. * Pembantu Dekan III FIP (Drs. Nasrun M.S), *Pembantu Dekan III FBS (Dr. Daulat Saragi, M. Hum), * Pembantu Dekan III FT (Drs. Hezekiel Pasaribu, M.Pd), * Pembantu Dekan III FPMIPA (Drs. Asrin Lubis, M.Pd), * Pembantu Dekan III FIS (Drs. Liber Siagian, M.Si) * Pembantu Dekan III FIK (Dr. Agung Sunarno M.Pd), dan * Pembantu Dekan III FE (Drs. Bangun Napitupulu, M.Si) Penyunting Ahli :

Prof. Selamat Triono, M.Sc, PhD (Universitas Negeri Medan); Prof. Dr. Hamka (Universitas Negeri Padang); Dr. Herminarta Sofyan (Universitas Negeri Yogyakarta); Prof. Yusuf Sudo Hadi (Institut Pertanian Bogor); Eddy Nur Ilyas, S.H, M.Hum (Universitas Syah Kuala Darussalam B. Aceh); Ir. H.RB. Ainurrasyid, NIS (Universitas Brawijaya); Syarif A. Barmawi, S.H, M.Si (Universitas Pajajaran Bandung); Prof. Dr. H.R. Boenyamin (Universitas Jendral Sudirman) Desain Cover : Drs. Nelson Tarigan, M.Pd.

Kontributor :

*Samrah, S.Pd. *Nurhaida, SH, M.Kn. *Surbita, SH. *Dra. Hayati Tamba. *Dra. Susiarni. *Nusawati BA. *Drs. Idrus. *Dra.Nismawarni Harahap. *

Pelaksana Tata Usaha :Bani Ismail; Dewita Rita

Alamat Tata Usaha :

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain. Naskah diketik dengan spasi 1,5 pada kertas A4 dengan jumlah halaman 10-15. (lebih jelas baca petunjuk bagi penulis pada sampul dalam belakang). Naskah yang masuk dievaluasi oleh

penyunting ahli.

Penyunting dapat

melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat

(3)

Kondisi lingkungan, baik lokal maupun global, yang dinamis mendorong dunia pendidikan untuk senantiasa meninjau kembali kesesuaian antara tujuan dan capaian. Berbagai fenomena dapat dijadikan indikator akan perubahan nilai dalam masyarakat yang semakin hari semakin kontras menyediakan tantangan yang patut diperhitungkan oleh dunia pendidikan.

Edisi kali ini membahas peningkatan mutu dan daya saing perguruan tinggi, evaluasi kurikulum dalam pembelajaran, aplikasi logika kabur dalam pengendalian pembangunan pendidikan, tawaran alternatif dalam membangun softskill, kualitas sumber daya manusia, perkembangan anak, manajemen mutu, serta penguatan eksistensi mahasiswa. Warna-warni pemikiran dalam edisi ini menunjukkan kepedulian para pemerhati akan kondisi pendidikan saat ini.

Semoga ulasan pada edisi kali ini dapat menggugah hati para pembaca yang budiman dan memberi sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan mutu pendidikan kita. Salam…!

Medan, April 2010 Penanggungjawab Pembantu Rektor III UNIMED,

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. NIP: 19570515 198403 1 004

(4)

MAJALAH/JURNAL

GENERASI KAMPUS

(CAMPUS GENERATION)

V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008 IL 2008

VOLUME 3, NOMOR 1, April 2010

Daftar Isi

Biner Ambarita Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Perguruan Tinggi

Menghadapi Era Globalisasi 1-17

Pardomuan N.J.M.

Sinambela Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(Kajian Teoritis Tentang Evaluasi Kurikulum dalam Pembelajaran)

18-42 Wanapri Pangaribuan Sistem Pengendalian Pembangunan

Pendidikan Berbasis Logika Kabur

(Fuzzy Logic) 43-53

Mangaratua M.

Simanjorang PMRI Alternatif dalam Upaya Membangun Softskill 54-64

Sukarman Purba Peningkatan Kualitas Sumber Daya

Manusia melalui Sektor Pendidikan 65-80 Indra kasih Pertumbuhan Gerak dan Karakteristik

Perkembangan Anak 81-100

Renova Marpaung Implementasi Manajemen Mutu Pembangunan Pendidikan di Sumatera

Utara 101-116

Paningkat Siburian Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi melalui Manajemen Yang Berorientasi Mutu

117-128 Tappil Rambe Penguatan Eksistensi Mahasiswa 129-140 Lamhot Basani

Sihombing Dampak Inovasi Pendidikan sebagai suatu Bidang Studi Pengantar

(5)

PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI DAN DAYA SAING PERURUAN TINGGI MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

Biner Ambarita Abstrak

Dalam Era Globalisasi peningkatan mutu, relevansi dan daya saing sudah merupakan keharusan. Hal ini disebabkan perubahan yang terjadi dalam setiap aspek kehidupan telah mengglobal. Untuk itu, Perguruan Tinggi sebagai suatu lembaga formal penghasil Sumber Daya Manusia haruslah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan memprioritaskan peningkatan mutu dan daya saing agar dapat mengikuti perubahan. Peningkatan mutu ini tercermin dari penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, keteguhan iman, berakhlak mulia, beretika, memiliki kepribadian yang tangguh dan mandiri. Untuk peningkatan Relevansi diperlukan keberanian para pengambil keputusan pimpinan perguruan tinggi untuk membuka penawaran berbagai program studi baru dan menutup bidang keilmuan tertentu yang sudah jenuh. Selain itu, Relevansi perguruan tinggi sangat tergantung pada akuntabilitas perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk itu, pengembangan kurikulum Perguruan Tinggi haruslah adaptif terhadap perubahan sehingga lulusannya dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di era globalisasi, Pengembangan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana, Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup, Pengembangan program-program unggulan baik di bidang pendidikan, penelitian maupun pengabdian pada masyarakat, Pengawasan dan Penjaminan Mutu secara Terprogram dan Teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan tri darma perguruan tinggi. Untuk meningkatkan daya saingnya dengan melakukan reformasi dalam bidang kelembagaan, akademik, administrasi dan manajemen pendidikan agar para diperoleh perguruan tinggi yang memiliki daya saing yang tinggi.

Kata kunci: Peningkatan Mutu, Relevansi, Daya Saing, Globalisasi

A. Pendahuluan

Untuk menyongsong kehidupan masa depan, pada umumnya orang sependapat bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Hal ini disebabkan karena perubahan yang sangat cepat dan kompleks dalam setiap lini

(6)

kehidupan. Perubahan terjadi secara terus-menerus dalam skala dan intensitas yang semakin meningkat. Khususnya dalam dua tiga dekade terakhir ini, perubahan tersebut telah terjadi dalam skala dan intensitas yang sangat tinggi. Pendorong utama dari perubahan ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda dengan masa sebelumnya, tingkat kecepatan yang membawa perubahan ini, menembus batas-batas nasional (footloose). Untuk itu, Perguruan Tinggi sebagai salah satu penghasil Sumber Daya Manusia haruslah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan memprioritaskan peningkatan mutu dan daya saing agar dapat mengikuti perubahan. Peningkatan mutu harus dilakukan secara berkesinambungan. Peningkatan mutu ini terlihat dari penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, keteguhan iman, berakhlak mulia, beretika, memiliki kepribadian yang tangguh dan mandiri. Peningkatan mutu terlihat pada prioritas pembangunan nasional yang terletak pada bidang ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terutama dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di kawasan ASEAN dan di kawasan Asia-Pasifik yang diwarnai dengan persaingan yang ketat dan menentukan jati diri suatu bangsa di antara bangsa-bangsa maju lainnya di dunia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mewujudkan kualitas SDM tersebut.

Berbicara tentang peningkatan mutu, maka tidak akan terlepas dengan upaya Pimpinan Perguruan Tinggi untuk membuat rencana strategis perguruan tinggi ke arah peningkatan kualitas dan daya saing. Sudah barang tentu keanekaragaman potensi dan sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi di Indonesia diharapkan adanya sinergitas antara Perguruan Tinggi dengan partisipasi masyarakat terutama dunia usaha dan dunia industri dalam mempercepat peningkatan mutu output perguruan tinggi. Selain itu, untuk menghadap perubahan tersebut, Perguruan Tinggi harus terus dibina dan dikembangkan untuk menyiapkan para mahasiswanya menjadi anggota masyarakat yang

(7)

memiliki kemampuan pendidik dan atau profesional, serta kemampuan kepemimpinan yang handal terhadap kebutuhan-kebutuhan pembangunan serta pengembangan pengetahuan dan teknologi, berjiwa penuh pengabdian dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara.

Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing PT merupakan suatu proses yang terintegrasi, sehingga diperlukan komitmen yang tinggi dari pengelola PT maupun civitas akademika untuk mewujudkannya. Pentingnya peningkatan mutu dan relevansi dilakukan agar para lulusan PT memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesatnya sehingga dapat bekerja pada dunia usaha dan industri sesuai dengan bigang kerjanya. Namun kenyataannya, permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah perbaikan mutu yang kurang atau tidak berhasil. Hal ini disebabkan karena : a) Strategi pembangunan pendidikan selama ini masih lebih bersifat Input oriented. b) Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro pada PT mengingat jumlah dan perbedaan PT pada setiap daerah. Seperti yang dinyatakan Tilaar (2000) bahwa pendidikan tinggi di Indonesia masih belum bermakna dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia, baik moral, etos kerja, kemampuan dan ketrampilan masih jauh dari harapan yang didambakan. B. Pembahasan

1. Tantangan yang dihadapi Perguruan Tinggi pada Era Globalisasi

Perubahan dalam kehidupan masyarakat yang berkembang dengan sangat pesat, maka muncul pendapat bahwa era yang akan dihadapi dalam abad mendatang adalah era globalisasi. Intinya adalah

(8)

bahwa segala kegiatan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat berlangsung secara global. Dalam hubungan ini Robertson (1992:8) merumuskan globalization sebagai "... the compression of the world and the intensification of consciousness of the world as a whole". Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa globalisasi menyangkut munculnya sistem budaya global. Budaya global ini dibawa oleh berbagai perkembangan sosial, budaya dan teknologi (misalnya kehadiran sistem informasi melalui satelit dunia), kehadiran pola global mengenai konsumsi dan konsumerisme, pengembangan gaya hidup kosmopolitan. Globalisasi disebutkan pula sebagai "the concrete structuration of the world as a whole", yakni kesadaran yang berkembang pada tingkat global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang dibangun secara berkelanjutan. Dengan demikian, globalisasi lebih dari sekedar sosiologi hubungan international. Juga berbeda dari teori sistem dunia (world system theory) yang menganalisis perkembangan dari saling ketergantungan ekonomi global dan yang mengklaim bahwa budaya globalisme adalah sekedar konsekuensi dari globalisasi ekonomi. Juga perlu dihindari pemahaman globalisasi dari thesis awalnya yang mengatakan bahwa globalisasi adalah "convergence of nation states towards a unified and coherent form of industrial society". Teori yang mutakhir mengatakan globalisasi terdiri dari dua proses yang bertentangan yakni homogenisasi dan diferensiasi dan bahwa terdapat interaksi yang kompleks diantara lokalisme dan globalisme, dan bahwa terdapat gerakan yang kuat melawan proses globalisme. Argumentasi tersebut di atas penting untuk sosiologi tradisional yang terus memfokuskan diri pada nation state dibandingkan dengan fokus terhadap dunia sebagai suatu sistem masyarakat. Ini menunjukkan pengaruh globalisasi akan semakin nyata pada dunia pendidikan dan ke adalam seluruh aspek kehidupan manusia.

(9)

Berbicara tentang relevansi pendidikan tinggi di Indonesia sangatlah kompleks. Dalam Era Globalisasi masalah relevansi sudah merupakan hal yang sangat penting diperhatikan agar kesesuaian lulusan perguruan tinggi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Relevansi dapat diaplikasikan apabila kita merubah pendekatan perguruan tinggi. Selama masih menganut pendekatan "Supply" maka selama itu pula relevansi tidak tercapai. Relevansi bisa diwujudkan apabila perguruan tinggi Indonesia telah bergeser pada pendekatan "Demand " artinya, program studi dibuka dan ditutup sesuai dengan permintaan pasar. Oleh karena itu, diperlukan keberanian para pengambil keputusan bidang pendidikan tinggi atau pimpinan perguruan tinggi tidak lagi berdasarkan penawaran berbagai program studi. Mungkin satu program studi atau bidang keilmuan tertentu sudah jenuh, pasar tidak lagi membutuhkan. Selain itu, Relevansi perguruan tinggi sangat tergantung pula pada akuntabilitas perguruan tinggi yang bersangkutan. Jika satu perguruan tinggi tidak ada komitmen pada pertanggungjawaban sosial, dan pertanggungjawaban keilmuan maka relevansi tidak pernah terwujud. Dengan demikian, relevansi perlu didorong terus menerus. Artinya, visi dan misi serta strategi perguruan tinggi harus diarahkan pada bagaimana mencapai tingkat relevansi lulusannya. Oleh karena itu, setiap perguruan tinggi harus merencanakan dan menerapkan berbagai program strategis yang sesuai dengan potensi daerah yang diorientasikan.

Selain itu, masalah daya saing pada era globalisasi merupakan salah satu aspek yang menarik untuk diperhatikan, khususnya daya saing di perguruan tinggi. Untuk mencapai daya saing perguruan tinggi, seperti diungkap oleh Ham dan Hayduk (2003) dalam Alma dan Hurriyati (2008) terdapat tiga faktor yang menjadi global issues dan berpengaruh kepada semua organisasi baik besar maupun kecil, organisasi profit dan non

(10)

profit, maupun perusahaan lokal atau global, termasuk di dalamnya perguruan tinggi. Ketiga faktor tersebut adalah service quality, customer satisfaction and behavioral intentions. Meminjam istilah Porter (1993) tentang konsep persaingan Industri, maka dalam dunia pendidikan lima kekuatan dalam persaingan itu dapat diterjemahkan sebagai: (a) Munculnya perguruan tinggi baru, termasuk perguruan tinggi asing yang membuka cabangnya di Indonesia; (b) Dibukanya jurusan/program studi baru oleh perguruan tinggi lainnya lebih menarik; (c) Terjadi perubahan dan peningkatan kebutuhan dari masyarakat pengguna lulusan perguruan tinggi; (d) Terjadinya perubahan dan kebutuhan dari calon mahasiswa atas jenis dan layanan pendidikan yang dikehendaki; (e)Ancaman dari perguruan tinggi yang sudah ada.

2. Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi

Berbicara tentang mutu, banyak para ahli mengemukakan pendapatnya antara lain: Juran mengatakan kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan itu berdasarkan pada lima prinsip (1) teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan; 2) psikologis, yaitu citra rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual yaitu jaminan; (5) etika yaitu sopan santun, ramah tamah, atau jujur. Dengan demikian, mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Kemudian, walaupun definisi mutu tidak ada yang universal, namun paling tidak ada beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dari sudut manajemen operasional mutu merupakan kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing

(11)

produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen yang melebihi atau paling tidak sama dengan produk pesaing.

Karakteristik utama globalisasi yang berkaitan dengan pendidikan, atau dengan perkataan lain yang merupakan peluang dan tantangan bagi pendidikan. Globalisasi menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dan individu anggota masyarakat. Globalisasi menyangkut kesadaran baru mengenai dunia sebagai satu kesatuan. Interaksi dan saling ketergantungan yang semakin besar dalam era baru perlu dijawab dengan tepat. Mengutip Kotter (1995) menyatakan "The globalization of markets and competition is creating enormous change. The new rule is: to succeed, one must capitalize on the opportunities available in the faster-moving and more competitive business environment while avoiding the many hazards inherent in such an environment". Dengan demikian, tamatan pendidikan tinggi seyogyanya dilengkapi agar mampu memanfaatkan peluang-peluang baru yang tersedia dalam era yang baru tersebut; peluang-peluang mana berubah dan bergerak sangat cepat, demikian pula dengan tantangan-tantangan yang ditimbulkannya. Jadi, produk perguruan tinggi harus mampu untuk berkompetisi yang salah satu syaratnya adalah memiliki keunggulan-keunggulan tertentu. Jadi kualitas pendidikan memegang peranan yang sangat sentral.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tinggi Indonesia maka pelaksanaan Tri darma perguruan tinggi seyogyanya dilaksanakan dengan benar dalam suasana yang kondusif untuk pengembangannya. Darma yang pertama masih perlu terus dikembangkan pelaksanaannya, termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan satuan acara perkuliahan yang rinci serta variasi metode belajar mengajar yang dipergunakan. Salah satu persyaratan utama untuk ini adalah para tenaga pengajar harus tekun dan memiliki motivasi yang tinggi untuk secara terus-menerus

(12)

menyempurnakan materi perkuliahannya. Darma yang kedua, penelitian, masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Satu hal yang nampaknya sangat penting untuk dikembangkan adalah budaya penelitian. Melaksanakan penelitian dalam suatu budaya penelitian yang benar akan membawa kepada penerapan manajemen penelitian yang baik. Dan pada gilirannya hasil penelitian tersebut akan mampu menjadi rekomendasi yang potensial dimanfaatkan oleh penentu kebijakan. Dengan perkataan lain, perguruan tinggi dapat tumbuh dan berkembang di dalam era globalisasi dengan memanfaatkan peluang-peluang yang ada di dalam dunia bisnis.

Untuk itu, Perguruan Tinggi haruslah dapat membangun citra atau kesan (image) dengan dimulai dari pengembangan kualitas atau reputasi program pendidikan yang ditawar dari program studi S1, S2 maupun S3, hubungan dengan industri dan dunia kerja, mendapatkan income generating baru kemudian mendapatkan image atau reputasi perguruan tinggi (Corporate Image), Shattock (2004:125-135). Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan mutu perguruan tinggi. Selain itu, berbagai kebijakan telah digulirkan untuk peningkatan mutu pendidikan. Salah satunya adalah kebijakan otonomi perguruan tinggi, yaitu perubahan perguruan tinggi berbadan hukum pendidikan (PT-BHP), walaupun kemudian mengundang polemik bagi para pelaksana dan praktisi pendidikan, namun perubahan yang dilakukan adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan Perguruan Tinggi yang bermutu yang mampu member kepuasan pelanggannya dan memiliki daya saing yang tinggi. Perguruan Tinggi Bermutu ialah Perguruan Tinggi yang mampu menghasilkan jasa-jasa yang sesuai dengan kebutuhan para pelanggannya, Tampubolon (2001:74). Perguruan tinggi bermutu dalam arti luas akan mampu mengatasi tantangan abad 21 dan memperbaiki kelemahan-kelemahan masa lalu, karena semua itu

(13)

merupakan kebutuhan para pelanggan. Jadi, perguruan tinggi bermutu adalah perguruan tinggi yang menghasilkan output (alumni) yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, memuaskan pelanggan (mahasiswa, orang tua, dan dunia kerja) dan member kegunaan bagi pelanggan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk mengembangkan perguruan tinggi bermutu dapat dilakukan dengan pendekatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Lebih lanjut, Tampubolon (2001) menyebutkan ada tujuh pilar terpadu dalam paradigma baru manajemen Perguruan Tinggi Bermutu : (1) Mutu (kepuasan pelanggan) adalah fokus semua usaha pengelolaan Perguruan tinggi bermutu. Mutu dipahami sebagai kepuasan pelanggan atas semua jasa atau layanan Perguruan Tinggi; (2) Visi dan misi bahwa mutu harus dirumuskan dan ditetapkan, karena merupakan arah dan cita-cita yang akan dituju melalui semua usaha Perguruan tinggi bermutu. (3) Komitmen, merupakan komitmen semua unsur pengelola perguruan tinggi bermutu, terutama unsur-unsur pimpinan, harus ada untuk menganut pandangan atau filosofi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pelanggan; (4) Kepemimpinan; kepemimpinan yang bermutu perlu ada agar semua usaha terkoordinasi dan semua unsur pengelola Perguruan tinggi termotivasi dengan sebaik-baiknya. Setiap tingkatan pimpinan termasuk dosen harus memiliki lima ciri pokok yaitu visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali komunikasi dan edukasi serta integritas yang tinggi. (5) Sumber Daya Manusia; tanpa SDM bermutu jasa bermutu tidak akan tercapai, karena itu pemberdayaan SDM perguruan tinggi harus dilakukan secara bersistem dan berkelanjutan, meliputi sistem pendidikan dan latihan serta kesejahteraannya (6) Sistem/Proses; semua kegiatan perguruan tinggi baik dalam perencanaan dan pengendalian (pelaksanaan) maupun peningkatan mutu harus mendapat perhatian

(14)

sungguh-sungguh (7) Partisipasi Aktif, semua pihak yang ada dalam organisasi, eksternal organisasi harus berpartisipasi dan harus digerakkan serta dikoordinasikan seoptimal mungkin tanpa mengabaikan kaidah-kaidah kerjasama, kemandirian dan persaingan. Dengan demikian, Melalui pendekatan MMT memusatkan perhatian pada: (1) proses dan sistem, artinya proses dinamika yang terus berkembang, dan kekuatan peraturan dan berbagai ketentuan tidak terjadi; (2) peningkatan mutu berkelanjutan, sesuai dengan kebutuhan pelanggan; (3) keterpaduan semua unsur yang berarti kerjasama dan kebersamaan adalah yang utama, bukan kepentingan individu atau interest kelompok tertentu. (4) pemberdayaan sumber daya manusia, tidak represif atau pengekangan kreativitas, inovasi dan kemandirian berkembang dengan baik; (5) kepemimpinan yang visioner, pemersatu, pemberdaya, terbuka dan delegatif. Peningkatan mutu terlihat pada pencapaian kecakapan akademik dan non akademik lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Untuk mengukur keberhasilan sebuah Universitas Menurut Shattock adalah, Shattock (2004:5). Beberapa faktor yang harus dilihat pada pengukuran keberhasilan tersebut antara lain kualitas mahasiswa yang masuk di universitas, rasio antara dosen dengan mahasiswanya, tingkat waktu yang dihabiskan mahasiswa pada perpustakaan, fasilitas yang tersedia, tingkat klasifikasi dan tingkat kelulusan serta kualitas penelitian. Kemudian, antara kegiatan penelitian dan kegiatan pengajaran terjadi keseimbangan.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 57, 58, 59, dan pasal 60, menyebutkan bahwa pengendalian mutu atau yang dikenal juga dengan Penjaminan mutu pendidikan dilaksanakan terhadap satuan pendidikan, termasuk

(15)

perguruan tinggi. Aspek-aspek penjaminan mutu yang terpenting dilaksanakan adalah (1) evaluasi peserta didik dan institusi; (2) akreditasi untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan; (3) sertifikasi untuk menunjukkan kompetensi kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Akreditasi yang diperoleh satuan pendidikan atau program studi menyatakan nilai harkat mutu institusi yang bersangkutan. Oleh karena itu, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT, 2007) menetapkan kriteria perguruan tinggi bermutu adalah perguruan tinggi yang terakreditasi. Perguruan tinggi terakreditasi bila memenuhi berbagai standar, diantaranya adalah standar kepemimpinan, standar kemahasiswaan, standar sumberdaya manusia, standar kurikulum, standar prasarana dan sarana, standar Pendanaan, standar tata pamong, standar sistem pengelolaan, standar sistem pembelajaran, standar suasana akademik, standar sistem informasi, standar sistem jaminan mutu, standar lulusan, standar penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dan standar program studi. Jika standar-standar yang telah ditetapkan memperoleh harkat penilaian tinggi, maka terakreditasi baik perguruan tinggi yang bersangkutan. Sehubungan dengan paradigma manajemen pendidikan tinggi yang menyangkut komponen kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi, dikemukakan catatan sebagai berikut: Kualitas merupakan sasaran yang bergerak, maka dalam setiap periode tertentu perlu ditetapkan benchmark untuk masing-masing perguruan tinggi, yang pada akhirnya menuju pada standar kualitas yang tinggi, Sutjipto (2002 : 17). Tujuan Benchmarking untuk mengidentifikasi dan menguji berbagai inovasi, serta penerapan yang terbaik untuk mengarahkan kunci keberhasilan universitas dalam proses pengembangan manajemen.

(16)

3. Upaya Peningkatan Relevansi

Perbedaan tempat satu Perguruan Tinggi dengan Perguruan Tinggi lainnya seharusnya merupakan kelebihan dan unggulan masing-masing. Perguruan Tinggi harus mengenali karakteristik daerah dimana Perguruan Tinggi tersebut berada. Dengan mengenali karakteristik daerahnya, maka Perguruan Tinggi dapat merencanakan kegiatan layanan yang tepat bagi pelanggan di sekitar Perguruan Tinggi, sehingga dapat merencanakan kesesuaian kebutuhan yang diinginkan daerah tersebut. Berbicara tentang relevansi pendidikan sangatlah kompleks. Relevansi dapat diaplikasikan apabila kita merubah pendekatan perguruan tinggi. Selama masih menganut pendekatan "Supply" maka selama itu pula relevansi tidak tercapai. Relevansi bisa diwujudkan apabila perguruan tinggi Indonesia telah bergeser pada pendekatan "demand" artinya, program studi dibuka dan ditutup sesuai dengan permintaan pasar, Tilaar, (1997: 194), menyatakan relevansi secara kurikuler menyangkut keserasian jenis, proses belajar yang dialami mahasiswa dengan suasana dan tuntutan masyarakat yang akan dimasuki mereka. Relevansi berkaitan pula dengan dunia kerja. Dunia kerja adalah tempat dimana semua manusia mampu berkiprah untuk menemukan jati dirinya, mengembangkan kemampuan berkarier, mengaktualisasikan dirinya dalam pergaulan hidup dan mencapai nilai kehidupannya secara optimal sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, artinya relevansi yang dicapai adalah relevansi kualitatif. Selanjutnya relevansi akan tercapai apabila perguruan tinggi dapat mempertahankan akuntabilitas dan nama baiknya di mata masyarakat. Nama baik (Brand) Image dapat diraih apabila perguruan tinggi bermutu, dikelola dengan baik (Shattock, 2004:121). Cerminan nama baik universitas terletak pada kemampuan para tenaga pengajarnya pada program penelitian dan pengabdian pada

(17)

masyarakat. Artinya, Universitas dikenal karena karyanya yang dapat digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan keberanian para pengambil keputusan bidang pendidikan tinggi atau pimpinan perguruan tinggi tidak lagi berdasarkan penawaran berbagai program studi. Mungkin satu program studi atau bidang keilmuan tertentu sudah jenuh, pasar tidak lagi butuh. Kemudian, pimpinan perguruan tinggi harus berani bereksperimen dan menguji berbagai langkah perubahan yang mungkin untuk dilakukan, sehingga hasil riset dapat menjembatani relevansi perguruan tinggi. Peningkatan relevansi diharapkan dapat memberikan dampak bag! perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya, sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya peningkatan relevansi, daya saing dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa. Untuk meningkatkan relevansi perguruan tinggi dapat dilakukan dengan: (1) Pengembangan Kurikulum yang adaptif, (2) Pengembangan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (3) Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana, (4) Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup, (5) Pengembangan program-program unggulan baik di bidang pendidikan, penelitian maupun pengabdian pada masyarakat, (6) Pengawasan dan Penjaminan Mutu secara Terprogram dan (7) Teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan tri darma perguruan tinggi.

4. Upaya Peningkatan Daya Saing

Untuk meningkatkan daya saing perguruan tinggi, maka perguruan tinggi melakukan reformasi yang mencakup: a) Reformasi Kelembagaan, reformasi ini dimaksudkan untuk mengadakan identifikasi kebutuhan-kebutuhan apa yang diperlukan sehingga dapat ditentukan unsur prioritas dan menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan

(18)

pemberian otonomi seluas-luasnya dan wewenang guna mengatur dirinya sendiri, b) Reformasi Bidang Akademik. Reformasi bidang akademik bertujuan untuk meningkatkan mutu dan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi untuk menghadapi tantangan masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan akreditasi program studi, program studi yang belum terakreditasi/disamakan diusulkan untuk dibina dan teruji pada program studi yang terakreditasi/disamakan. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan dan mengurangi biaya administrasi akademik, c) Reformasi Bidang Administrasi, yaitu bertujuan untuk mengadakan deregulasi dan desentralisasi guna meningkatkan efisiensi manajemen pendidikan tinggi, antara lain dengan memperpendek mata rantai birokrasi dan mengurangi biaya administrasi. Sistem pendidikan tinggi perlu dikelola secara lebih profesional. Jaringan telekomunikasi dan komputer on-line akan dapat membantu dalam koordinasi administrasi pendidikan tinggi, d). Reformasi Manajemen Perguruan Tinggi, yaitu Reformasi Manajemen Perguruan Tinggi perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehidupan yang penuh ketidakpastian, paradoksial, dan penuh persaingan, dengan upaya memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki Perguruan tinggi sebagai suatu sistem produksi yang dapat dinilai dengan tolok ukur, yaitu (a) mutu layanan, (b) mutu hasil didik (produk), dan (c) mutu pengelolaan proses pembelajaran. Mutu layanan jasa perguruan tinggi meliputi: tepat waktu pendidikan, jaminan keberhasilan pendidikan, iklim akademik yang mendukung, tidak adanya diskriminasi layanan jasa pendidikan, otonomi, kompetitif dalam kemudahan layanan dan kepercayaan penyelenggaraan. Mutu hasil didik (produk), meliputi: kompetensi pengetahuan dan sikap yang bersertifikasi, dan kompetitif secara nasional dan global, fleksibel dalam proses long life education, akreditasi, kemampuan membentuk jaringan

(19)

kerjasama, Mutu pengelolaan proses pembelajaran, yang meliputi: efisiensi, akuntabel disertai evaluasi diri, program terencana dengan baik, satuan biaya kompetitif, berbagai fasilitas kemudahan studi, otonomi penyelenggaraan, dan fleksibel. Menurut Tampubolon (2001) Perguruan Tinggi yang bermutu adalah lembaga pendidikan tinggi yang dikelola secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan jasa-jasa kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan pada pelanggannya. Untuk itu, Perguruan Tinggi harus dapat melakukan manajemen modern yang berorientasi pada peningkatan mutu berkelanjutan.

C. Penutup

Dalam menghadapi Era globalisasi, Perguruan Tinggi harus melakukan perubahan karena pada Era Globalisasi menuntut persaingan yang berorientasi pada mutu, relevansi dan daya saing. Persaingan yang ketat merupakan tantangan yang makin berat. Untuk itu, tidak ada pilihan lain selain peningkatan mutu pendidikan berkelanjutan, peningkatan relevansi dan daya saing perguruan tinggi agar mampu menghadapi persaingan tersebut. Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendesak yang perlu mendapat prioritas, karena pendidikan memegang peranan penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat menentukan jati diri suatu bangsa. Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan pendekatan MMT yang berfokus pada proses dan sistem, peningkatan mutu berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, keterpaduan semua unsur yang berarti kerjasama dan kebersamaan, pemberdayaan sumber daya manusia, kepemimpinan yang visioner, pemersatu, pemberdaya, terbuka dan delegatif. Untuk dapat mengisi lowongan pekerjaan, maka Perguruan Tinggi haruslah menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Untuk itu,

(20)

pengembangan kurikulum Perguruan Tinggi haruslah adaptif terhadap perubahan sehingga lulusannya dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di era globalisasi, Pengembangan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana, Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup, Pengembangan program-program unggulan baik di bidang pendidikan, penelitian maupun pengabdian pada masyarakat, Pengawasan dan Penjaminan Mutu secara Terprogram. dan Teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan tri darma perguruan tinggi. Mengingat pertumbuhan perguruan tinggi yang semakin meningkat, maka perguruan tinggi harus dapat meningkatkan daya saingnya dengan melakukan reformasi dalam bidang kelembagaan, akademik, administrasi dan manajemen pendidikan agar para diperoleh perguruan tinggi yang memiliki daya saing yang tinggi.

D. Daftar Pustaka

Alma, Buchari dan Ratih Hurriyati. 2008. Manajemen Coorporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan: Fokus Pada Pelayanan Prima. Bandung: Alfabeta.

Kotter, P. (1995). The New Rules How to Succeed in Today's Post-Corporate World. New York: The Free Press.

Porter, E. Michael. 1980. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors.New York: Macmillan.

Robertson, R. (1992). Globalization Social Theory and Global Culture. London: Sage Publ.

Shattock, Michael. Managing Succusful Universities, Open University Press, USA: McGraw Hill.

(21)

Sutjipto. 2002. Tantangan, Kebijakan dan Manajemen Pendidikan Tinggi: Implikasi Terhadap Transformasi IKIP Menjadi Universitas. Pidato Guru Besar, Universitas Negeri Jakarta

Tampubolon, Daulat P. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu. Jakarta: PT. Gramedia.

Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumberdaya Manusia Dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: Grasindo.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Beserta Penjelasannya. Bandung: Citra Umbara.

(22)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (Kajian Teoritis Tentang Evaluasi Kurikulum Dalam Pembelajaran)

Pardomuan N.J.M. Sinambela Abstrak

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan suatu rancangan pembelajaran beserta perangkatnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya jalur pendidikan sekolah. Evaluasi terhadap sebuah kurikulum merupakan kegiatan yang mencakup berbagai aspek baik mengenai tujuan kurikulum, isi kurikulum, maupun segala sesuatu yang terlibat dalam pembelajaran dengan menggunakan kurikulum yang ada. beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum antara lain (1) berorientasi kepada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) komprehensif; (4) berfungsi ganda; (5) berorientasi pada kriteria. Beberapa model untuk evaluasi kurikulum, yakni (1) Model Educational System Evaluation yang terdiri dari model CIPP, model EPIC, model CEMREL, model Atkinson, dan model stake; (2) model evaluasi yang lain yakni, model

measurement, model Congruencedan model Illuminatif.

Kata Kunci: Kurikulum tingkat satuan pendidikan, evaluasi kurikulum

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat, akibatnya setiap individu harus mampu untuk menghadapi tantangan dan ketidakpastian zaman yang semakin kompleks. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan satu-satunya cara agar bangsa Indonesia dapat bersaing dan siap menghadapi permasalahan-permasalahan hidup yang semakin kompleks. Peningkatan kualitas tiap individu bangsa kita dapat dijamin apabila sekolah sebagai tempat berlatih, belajar, dan mengembangkan diri baik dalam intelektual,

(23)

moral, sosial, dan spiritual benar-benar menjamin semua peserta didik mampu menghadapi masa depannya.

Perkembangan zaman pada abad Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung saat ini ditandai oleh adanya beberapa perubahan, diantaranya adalah lahirnya undang-undang tentang otonomi daerah dan undang-undang tentang kebijakan fiskal. Undang-undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonom, termasuk bidang pendidikan. Keinginan pemerintah yang digariskan dalam haluan negara agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, menuntut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu pula perlu kesiapan sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan operasional pendidikan.

Pembangunan daerah yang sudah otonomi dalam bidang pendidikan juga mempunyai tujuan untuk membangun dan menciptakan sumber daya manusia yang handal, cerdas, bertaqwa sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Untuk mewujudkan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan maka dituntut adanya mutu pendidikan yang baik. Keberhasilan pembangunan pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor,

(24)

antara lain kompetensi guru dan adanya kurikulum yang “up to date” dengan perkembangan zaman.

Penguasaan peserta didik terhadap suatu mata pelajaran, diukur dari hasil belajar yang diperoleh. Hasil belajar yang diperoleh dari nilai Ujian Nasional semakin lama semakin menggembirakan, akan tetapi masih belum dapat unggul dalam tingkat internasional. Nilai ujian nasional terkadang tidak dapat mengukur keberhasilan seorang peserta didik tersebut menguasai suatu mata pelajaran. Hal ini terlihat dengan adanya peserta didik yang juara olimpiade fisika tetapi tidak lulus ujian nasional matematika. Terdapat peserta didik yang nilai ujian nasionalnya bagus, akan tetapi ketika ada tes untuk masuk perguruan tinggi dan tes yang lain, ternyata peserta didik tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Kurikulum merupakan salah satu hal yang paling pokok yang harus dibenahi untuk menanggulangi masalah-masalah dalam pendidikan.

Seiring dengan perubahan zaman dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan. Di antaranya Kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi) dan yang terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pengembangan kurikulum yang telah dilakukan, diharapkan dapat sepenuhnya membantu guru untuk membantu peserta didik agar lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam menghadapi tantangan hidup. Penggunaan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki peserta didik dalam kehidupannya diharapkan juga membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar.

(25)

Dengan adanya hak otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi yang ada. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain itu , sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi yang luas sekolah dapat meningkatkan kinerja kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab.

Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan berhak untuk melakukan pengambilan keputusan dalam pengembangan kurikulum. Dengan adanya wewenang sekolah untuk mengembangkan sebuah kurikulum, maka sekolah dituntut untuk dapat mandiri dan berdaya guna dalam mengembangkan kompetensi yang termuat di dalam sebuah kurikulum.

Keterlaksanaan kurikulum tidak terlepas dari peran guru, karena hanya guru yang mengetahui apa yang terjadi di dalam pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak terlaksananya kurikulum, oleh karena itu guru harus benar-benar diberdayakan di dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut adanya kerjasama semua pihak. Kerjasama antar kepala sekolah, guru, peserta didik, dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat terlibat dalam suatu tindakan dan perilaku. Kerjasama yang tercipta hendaknya bersifat harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu sekolah tempat para juara, yaitu sekolah yang dapat dibanggakan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang

(26)

pengembangannya diserahkan kepada pihak sekolah diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga semua peserta didik mampu menghadapi persoalan-persoalan dan tantangan dalam hidupnya. B. Pembahasan

1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi/bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam sisdiknas (2003: pasal 1) tertulis bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sisdiknas (2003: pasal 36) menyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan (1) peningkatan iman dan taqwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (8) agama; (9) dinamika perkembangan global; dan (10) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Menurut Yatim (2006: 67) Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan

(27)

muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan menggunakan panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang disusun oleh BSNP. Tujuan panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna. Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisiensi pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik.

2. Kompetensi Profesional Guru dalam Proses Pembelajaran Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.

a. Kompetensi Pribadi

Seorang guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru dianggap sebagai suatu model yang harus dicontoh. Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), diantaranya kemampuan yang berhubungan dengan

(28)

pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama, kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai berlaku di masyarakat, mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata krama, bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.

b. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional guru adalah kompetensi yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting, karena langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini. Beberapa kompetensi yang berhubungan dengannya, antara lain kemampuan untuk menguasai landasan pendidikan, pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarnya, kemampuan dalam menerapkan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran, kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai sumber media dan sumber belajar, kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, dan kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja. c. Kompetensi Sosial

Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional. kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan, dan

(29)

kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara berkelompok.

3. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran

Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas; ketika penemuan-penemuan teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru di sekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan manusia yang dianggap berguna untuk diwariskan. Dalam kondisi yang demikian guru berperan sebagai sumber belajar (learning resources) bagi peserta didik. Walaupun demikian peserta didik tentu saja tidak harus belajar dari guru. Dalam abad teknologi dan informasi sekarang, peserta didik dapat belajar melalui berbagai sumber belajar yang ada.

Namun demikian peran guru dalam proses pembelajaran masih memiliki peranan penting. Bagaimanapun hebatnya kemajuan teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Teknologi yang konon katanya dapat mempermudah manusia mencari dan mendapatkan informasi dan pengetahuan, tak mungkin bisa mengganti peran guru. Oleh karena itu guru dalam pembelajaran harus mampu menjadi fasilitator, sebagai pengelola (learning manager), sebagai demonstrator, dan sebagai evaluator sehingga pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang direncanakan.

4. Penilaian Pembelajaran

Istilah penilaian, pengukuran, tes dan evaluasi seringkali membingungkan karena ketiganya dimungkinkan untuk terlibat dalam suatu proses. Ketiga istilah tersebut mengacu pada pengumpulan data dan informasi untuk maksud menggambarkan tingkat pengetahuan, performansi atau prestasi peserta didik atau grup. Penilaian sebagaimana dinyatakan di atas mencakup prosedur-prosedur yang digunakan untuk

(30)

memperoleh informasi mengenai pembelajaran peserta didik seperti pengamatan, tes, dan membuat keputusan berdasarkan kemajuan pembelajaran peserta didik. Tes adalah suatu bentuk penilaian yang meliputi sekumpulan pertanyaan yang disusun dalam suatu periode tertentu. Tujuan tes, membandingkan kondisi peserta didik dengan suatu kriteria tertentu atau membandingkan seorang peserta didik dengan peserta didik lainnya. Pengukuran adalah memberi skor untuk hasil-hasil tes atau bentuk penilaian lain, sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Contoh untuk pengukuran ini seperti menghitung jawaban yang benar atau memberi skor pada aspek-aspek tertentu dari suatu penyelesaian soal. Evaluasi adalah proses menentukan suatu nilai atau manfaat dari, atau memberikan suatu penilaian pada sesuatu berdasarkan pengujian dan pertimbangan yang hati-hati. Jadi evaluasi berkenaan dengan, jika seseorang menggunakan informasi penilaian.

Penilaian lebih luas dan mencakup pengukuran, evaluasi dan tes. Pengukuran terbatas pada deskripsi kuantitatif atau hasil-hasil pengukuran yang digambarkan dengan angka-angka. Pengukuran tidak meliputi baik deskripsi kuantitatif maupun kualitatif dan ada justifikasi. 5. Tujuan dan Prinsip Penilaian Pembelajaran

Adapun tujuan penilaian beragam. Sebagaimana dikemukakan oleh Webb (1992: 663) sebagai berikut:

Pertama adalah untuk dapat digunakan sebagai alat bagi guru untuk memberikan petunjuk dan umpan balik mengenai apa yang diketahui dan apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Kedua, untuk menggambarkan apa yang bernilai berkenaan dengan yang diketahui dan yang dipercaya oleh peserta didik. Ketiga, memberikan informasi kepada pembuat keputusan dan lainnya. Keempat, memberikan informasi tentang keefektifan sistem pendidikan sebagai suatu keseluruhan.

(31)

Tujuan-tujuan di atas beserta kegiatan-kegiatan yang dihasilkan dari data penilaian dihubungkan dengan setiap tujuan, dapat digambarkan sebagai berikut.

Keterangan: Tujuan penilaian di dalam ellips sedangkan kegiatan-kegiatan yang dihasilkan dari data penilaian berada pada kotak persegi yang dihubungkan dengan setiap tujuan Gambar 2.1 Tujuan dan Hasil Penilaian (NCTM, 1995: 25)

Penilaian dan tes sebagai bentuk penilaian, dapat diberikan pada awal suatu segmen pembelajaran. Salah satu tujuannya untuk menentukan kesiapan peserta didik yang diperlukan nanti dalam pembelajaran. Tes awal untuk menentukan kesiapan peserta didik tidak berbeda dengan tes yang digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran. Suatu tes yang dirancang untuk mengukur hasil akhir dalam suatu pembelajaran, diberikan pada awal pembelajaran untuk mengukur seberapa jauh peserta didik telah mencapai kompetensi dasar. Dalam hal ini penilaian atau tes akhir tidak perlu sama, tetapi ekivalen dengan tes awal.

Memonitor kemajuan siswa Mengevaluasi

Program Membuat Keputusan Pembelajaran Mengevaluasi

Hasil-hasil yang dicapai siswa Memodifikasi

Program Memperbaiki Pembelajaran

Mendorong Perkembangan

Mengetahui Hasil-hasil yang telah

(32)

Penilaian dan tes yang diberikan selama pembelajaran adalah dasar untuk penilaian formatif. Tujuannya untuk memonitor kemajuan pembelajaran, mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran dan memberikan umpan balik kepada guru dan peserta didik. Dari tujuannya dapat dilihat bahwa penilaian menjadi suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan dari guru kepada peserta didik mengenai apa yang perlu diketahui. Tes demikian biasanya disebut sebagai latihan, kuis, tes tiap pokok bahasan dan seterusnya. Gabungan tes dan bentuk penilaian lainnya perlu dipilih untuk memastikan bahwa keseluruhan tujuan khusus pembelajaran dinilai. Idealnya, penilaian dan tes disusun sedemikian hingga merupakan koreksi terhadap tujuan-tujuan khusus yang belum tercapai.

Kesulitan tertentu pada pembelajaran yang berlangsung terus menerus, memungkinkan penggunaan tes diagnostik. Bentuk tes demikian memerlukan sejumlah item tes khusus. Dari satu item berikutnya perlu dibuat variasi atau perbedaan yang sekecil mungkin, sehingga letak kesulitan peserta didik dapat diketahui.

Pada akhir suatu segmen pembelajaran, perhatian utama adalah mengukur hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai. Walaupun penilaian dan tes akhir khusus ditujukan untuk penilaian sumatif, misalnya menentukan nilai, tetapi dapat juga digunakan untuk fungsi yang lain. Tes akhir dapat digunakan untuk umpan balik bagi peserta didik, memberi remidi dan grading. Sebenarnya, juga dapat befungsi baik sebagai penilaian formatif maupun sumatif dan dalam beberapa hal sebagai suatu pretes untuk satuan bahasan berikutnya, jika satuan bahasan tersebut berkelanjutan. Penggunaan penilaian dan tes pada grading, memberikan informasi untuk mengevaluasi keefektifan pembelajaran. Bahkan hasil penilaian tersebut dapat dijadikan dasar

(33)

untuk mengambil keputusan mengenai keefektifan program pendidikan secara umum. Agar tujuan penilaian di atas memenuhi sasaran yang diharapkan maka prinsip penilaian pembelajaran perlu diketahui, dikuasai dan diterapkan oleh guru.

6. Pengertian Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari suatu pengembangan kurikulum. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan pada khususnya. Evaluasi dari sebuah kurikulum mempunyai hasil yang dapat digunakan oleh orang-orang yang mengembangkan kurikulum dan bagi orang-orang pemegang kebijaksanaan kurikulum dalam pengembangan sistem pendidikan. Demikian juga, hasil-hasil evaluasi tersebut dapat digunakan para guru, kepala sekolah, dan pelaksana pendidikan pada umumnya, untuk memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan ajar, memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran, dan alalt-alat pembelajaran.

Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk meneliti kembali, apakah suatu proses atau kegiatan yang terdapat dalam kurikulum itu telah dan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang diharapkan. Dengan evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu estimasi atau perkiraan tentang pertumbuhan dan kemajuan para peserta didik ke arah pencapaian tujuan-tujuan dan nilai-nilai kurikulum. Luas dan sempitnya program evaluasi kurikulum, sebenarnya ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan komponen-komponen dalam sistem kurikulum atau hanya komponen-komponen tertentu dalam sistem

(34)

kurikulum atau hanya komponen-komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut.

Menurut Yatim (2006: 57) menyatakan, dalam konteks evaluasi kurikulum, kegiatan evaluasi dilakukan pada semua komponen, yang meliputi: (1) evaluasi penjajakan kebutuhan dan kelayakan kurikulum; (2) evaluasi pengembangan kurikulum; (3) evaluasi proses belajar-mengajar; (4) evaluasi bahan pembelajaran; (5) evaluasi keberhasilan (produk) kurikulum, dan (6) penelitian kurikulum atau riset evaluasi kurikulum. Selanjutnya, suatu evaluasi kurikulum minimal berkenaan dengan tiga hal, yakni evaluasi sebagai moral judgment, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai. Saylor dan Alexander (dalam Yatim 2006: 59) berpendapat bahwa evaluasi adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi sebagai dasar pembuatan keputusan tentang suatu program pendidikan. Dari pengertian evaluasi tadi, dapat disimpulkan bahwa dalam evaluasi terdapat kegiatan pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan pembuatan keputusan. Hal tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya.

Kegiatan pengumpulan Informasi merupakan suatu langkah awal untuk dapat mengambil data dasar yang bermanfaat dalam pembuatan pertimbangan. Informasi dapat meliputi data kuantitatif dan kualitatif, umum dan khusus, dan berhubungan dengan manusia, materi, program atau proses. Kegiatan pembuatan pertimbangan merupakan suatu hasil penting dari kegiatan penilaian. Ketepatan pertimbangan bergantung atas ketepatan informasi yang diperoleh, sehingga dalam penyampaian informasi juga harus didasarkan terhadap rencana pertimbangan yang akan diambil. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan tujuan akhir dari sebuah penilaian. Suatu keputusan menuntut diikutinya suatu tindakan. Jadi, misalnya, suatu tim

(35)

pengembangan kurikulum telah memutuskan suatu kurikulum tersebut baik dan harus dilaksanakan, maka kurikulum tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan keputusan tersebut.

7. Objek-objek Evaluasi Kurikulum

Evaluasi terhadap sebuah kurikulum merupakan kegiatan yang mencakup berbagai aspek baik mengenai tujuan kurikulum, isi kurikulum, maupun segala sesuatu yang terlibat dalam pembelajaran dengan menggunakan kurikulum yang ada. Yatim (2006: 59) menyatakan bahwa evaluasi terhadap kurikulum mencakup keseluruhan komponen yang ada dalam kurikulum, yakni (1) komponen tujuan, dan komponen isi kurikulum; (2) komponen strategi pembelajaran; (3) komponen media; (4) komponen proses pembelajaran; dan (5) komponen hasil yang dicapai.

Komponen tujuan yang dinilai berhubungan dengan tujuan jenjang di atasnya, yaitu tujuan institusional dan selanjutnya dikaitkan dengan tujuan nasional/ tujuan merupakan acuan dari seluruh komponen dalam kurikulum. Tujuan, sebagai acuan terlebih dahulu harus dirumuskan sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai.

Komponen isi kurikulum mencakup keseluruhan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Komponen isi kurikulum yang menjadi objek evaluasi, bersumber dari garis-garis besar program pembelajaran, untuk setiap mata pelajaran, yang mencakup pokok-pokok bahasan satuan waktu tertentu. Luas dan dalamnya bahan disesuaikan dengan tujuan. Karena itu, tujuan dapat menentukan banyak tidaknya bahan yang akan disajikan. Evaluasi terhadap bahan tersebut dapat dilakukan dengan dua kemungkinan. Pertama, dengan mengevaluasi butir soal sebanyak-banyaknya sesuai

(36)

dengan banyaknya tujuan. Hal ini akan membutuhkan waktu lama. Kedua, mengevaluasi sampel yang mewakili bentuk-bentuk tertentu, sehingga tidak memerlukan waktu lama.

Komponen strategi pembelajaran dalam evaluasi kurikulum meliputi berbagai upaya dan penunjang yang diperlukan untuk mencapai tujuan berdasarkan isi yang ditetapkan. Komponen ini melalui berbagai pendekatan dan metode pembelajaran, serta peralatan yang digunakan oleh setiap mata pelajaran. Termasuk dalam komponen ini adalah evaluasi proses dan hasil belajar dari setiap mata pelajaran. Kriteria yang dipergunakan dalam evaluasi ini adalah kesesuaian dan ketepatan, kejelasan rumusannya. Sasaran dari evaluasi pada komponen ini meliputi relevansi materi dengan tujuan yang ditetapkan, kebenaran materi menurut pandangan yang berlaku, keluaran dan kedalaman materi, kebutuhan dan pengalaman peserta didik, dan kesesuaian dengan waktu dan fasilitas yang tersedia.

Komponen media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum secara lebih terinci dapat dicerna dengan sebaik-baiknya oleh siswa. Media meliputi buku pelajaran, modul, pembelajaran berprogram, naskah radio pendidikan, kaset video, film. Hal yang akan dievaluasi dalam komponen media adalah dilihat dari segi ketetapannya, kesesuaian isi dengan tujuan, kebutuhan dan pengalaman peserta didik, kesesuaiannya dengan kemampuan dan keterampilan pengajar, ketetapan dilihat dari waktu dan tempat.

Komponen belajar mengajar merupakan komponen kurikulum yang nantinya akan menghasilkan perubahan perilaku (kognitif, afektif, dan psikomotorik) para peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu petunjuk keberhasilan sebuah kurikulum. Yang menjadi sasaran

(37)

evaluasi adalah keseluruhan proses belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran yang mencakup perumusan tujuan, pemilihan materi pelajaran, pendekatan dan metode mengajar, kegiatan belajar, alat-alat pelajaran, evaluasi dan tindak lanjutnya.

Komponen hasil yang akan dicapai merupakan salah satu komponen penunjang yang harus dievaluasi. Alasan dari hal ini karena komponen ini berhubungan dengan sistem administrasi dan supervisi, sistem pelayanan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa dan sistem evaluasi. Evaluasi terhadap komponen ini dapat dilihat dari segi ketepatan program, kesesuaian dengan tujuan, sumbangannya bagi kelancaran pelaksanaan kurikulum, ketepatan dilihat dari waktu dan tempat, kesesuaian dengan keadaan siswa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, ternyata evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang sangat besar artinya dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi itu dapat dijadikan feed back untuk pengembangan kurikulum selanjutnya. Karena itu, evaluasi harus benar-benar dapat memperlihatkan keadaan yang sebenarnya, sehingga diketahui segi-segi kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dilaksanakan.

8. Syarat-syarat Evaluasi Kurikulum

Kurikulum yang dikembangkan merupakan suatu program yang telah dirancang untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Agar kurikulum dapat mencapai tujuan yang diinginkan tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga kurikulum itu dikatakan telah mencapai tujuan. Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum (Yatim, 2006: 62), antara lain (1) berorientasi kepada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) komprehensif; (4) berfungsi ganda; (5) berorientasi pada kriteria.

(38)

Syarat evaluasi kurikulum harus berorientasi kepada tujuan mengartikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan harus benar-benar diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi kurikulum. Tujuan-tujuan tersebut meliputi tujuan institusional (kelembagaan), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi), dan tujuan instruksional (pembelajaran) semua tujuan tersebut merupakan arah, pedoman, dan patokan dalam kegiatan evaluasi yang akan dilaksanakan. Syarat evaluasi kurikulum harus berkesinambungan mengartikan bahwa evaluasi terhadap kurikulum merupakan suatu kegiatan yang saling berkaitan. Artinya merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap penyimpulan. Syarat evaluasi kurikulum harus komprehensif dimaksudkan hendaknya evaluasi terhadap kurikulum mencakup seluruh komponen secara terpadu. Evaluasi kurikulum yang dilaksanakan harus meliputi tujuan, isi, strategi pembelajaran, media, dan sebagainya. Selain itu evaluasi hendaknya menggunakan berbagai pendekatan dan atau teknik evaluasi agar diperoleh informasi secara menyeluruh.

Hasil evaluasi kurikulum hendaknya dapat memiliki fungsi ganda untuk berbagai keperluan dalam pengambilan keputusan tentang langkah-langkah berikutnya, baik untuk keperluan pengambilan keputusan maupun untuk keperluan bagi sekolah di mana kurikulum dilaksanakan. Untuk memperoleh informasi dari hasil evaluasi, hendaknya didasarkan atas suatu kriteria yang telah ditetapkan secara seksama, yakni sesuai dengan sasaran, keserasian, keterampilan, kepercayaan, dan objektivitas.

9. Model Evaluasi Kurikulum

Terdapat beberapa model untuk evaluasi kurikulum, yakni mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks. Yatim (2006: 63)

(39)

memaparkan beberapa jenis evaluasi kurikulum , antara lain (1) Model Educational System Evaluation yang terdiri dari model CIPP, model EPIC, model CEMREL, model Atkinson, dan model stake; (2) model evaluasi yang lain yakni, model measurement, model Congruencedan model Illuminatif. a) Model CIPP (context, input, process, dan product)

Model desain evaluasi kurikulum CIPP dikembangkan oleh Daniel Stufelbearn yang di dalamnya mengandung empat unsur cakupan antara lain:

1) Context adalah penilaian yang berkaitan dengan usaha-usaha penemuan kebutuhan-kebutuhan peserta didik dengan berbagai masalah yang bersifat deskriptif dan komparatif. Kesimpulan dari penelitian dipergunakan untuk menentukan tujuan-tujuan sebagai titik pangkal bagi program pendidikan.

2) Input (masukan) yakni penilaian yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana menggunakan sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Penilaian ini berfungsi untuk mencari informasi yang dipergunakan menilai adanya beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih sehingga mampu memberikan bantuan kepada pengambil keputusan untuk memilih dan merancang prosedur yang kiranya sesuai dengan mencapai tujuan program

3) Prosesyaitu penilaian yang dilakukan pada saat program berlangsung, sehingga mampu menggambarkan kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan prosedur untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam desain pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk membantu dalam pengambilan keputusan dalam berbagai kesulitan-kesulitan

4) Product yakni penilaian yang berupaya untuk mengukur dan menafsirkan pencapaian suatu program. Hasilnya dipergunakan sebagai bahan perbandingan antara harapan dan hasil aktual.

(40)

Penilaian ini membantu pengambilan keputusan untuk menentukan program tersebut, apakah akan dilanjutkan, diakhiri, atau diadakan perombakan

b) Model EPIC (evaluation program innovative curriculum) Model EPIC atau evaluation program innovative curriculum

menggambarkan keseluruhan program evaluasi dalam sebuah kubus. Menurut Nana (2005: 189) jika dipandang bentuk evaluasi model ini dalam sebuah kubus, maka yang akan tampak adalah tiga bidang kubus. Bidang pertama adalah behavior atau perilaku yang menjadi sasaran pendidikan yang meliputi perilaku cognitive, affective, dan psychomotor. Bidang kedua adalah instruction atau pengajaran, yang meliputi organization, content,

method, facilities and cost, dan bidang ketiga adalah kelembagaan yang meliputi student, teacher, administrator, educational specialist, family and community.

Evaluasi dengan model EPIC dapat digambarkan sebagai berikut:

(41)

c) Model CEMREL (Central Midwestern Regional Education) Model evaluasi ini dikembangkan oleh Edward Russeet dan Louis Smith yang menitikberatkan evaluasi pada tiga aspek, yakni: (1) fokus evaluasi yang menekankan penilaian terhadap peserta didik mediator dan material; (2) peranan evaluasi adalah evaluasi yang berkaitan dengan kegiatan yang sedang berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan; (3) data yakni penilaian yang bersumber pada skala respon kuesioner dan observasi.

d) Model Atkinson

Evaluasi kurikulum menurut Atkinson, adalah penilaian yang diarahkan pada tiga domain, yakni: (1) struktur adalah penilaian yang berhubungan dengan masalah perencanaan sekolah dan organisasi sekolah; (2) proses yakni penilaian yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung; (3) produk yaitu penilaian yang mencakup perilaku sebagai hasil belajar peserta didik.

e) Model Stake (the stake congruence contingency model)

Menurut Robert E. Stake (dalam Brady, 1995: 269) bahwa pelaksanaan dalam evaluasi kurikulum mencakup deskripsi dan judgment (pertimbangan) mengenai program pendidikan. Dalam program pendidikan ada tiga fase yang perlu mendapat perhatian, yakni antecedents,

transaction, dan outcomes.

Antecedents (pendahuluan) merupakan kondisi yang mendahului proses pembelajaran yang mencakup karakter peserta didik dan guru, isi kurikulum, materi pembelajaran, organisasi sekolah, dan konteks masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang harus ada sebelum dilakukannya kegiatan transaksi, juga akan mempengaruhi hasil atau pengeluaran. Transaction(transaksi) merupakan proses pembelajaran yang meliputi komunikasi, alokasi waktu, urutan kegiatan, dan suasana sosial.

Gambar

Gambar 2.2 Evaluasi Model EPIC
Gambar 1. Pembangunan Pendidikan Yang Dinamis
Gambar 2. Pola pemodelan Kuantitatif (Fuzzy)
Tabel 1. Fuzzy Implication Functions Type of
+7

Referensi

Dokumen terkait

aspek kepastian lahan, sumberdaya hutan, kontinuitas sumberdaya hutan, konservasi serta sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Penataan ruang HTI bertujuan untuk

Penerapan Backpropagation Neural Network untuk prediksi membutuhkan waktu yang tidak sedikit karena perlu melakukan banyak percobaan dalam menetapkan jumlah input

atau kelas terhadap produk serta untuk mengetahui seberapa besar kesadaran IKM mamin di Jawa Timur akan pentingnya kemasan guna meningkatkan daya saing produknya

Aplikasi akad muzara`ah yang sah dalam madzhab Hanafi adalah: pertama: adanya kesepakatan akad yang mencakup penjelasan atas luasan tanah dan letaknya, jumlah, jenis

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah organisme Makrozoobenthos yaitu kelas bivalvia yang diambil dari perairan sekitar muara Sungai Porong, serta beberapa

Berarti Puskesmas Jogoloyo kecamatan Sumobito kabupaten Jombang, dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan harga diri pada

Jurnal edisi April 2011 ini menampilkan 6 enam tulisan ilmiah, yaitu Pemetaan Sosial Ekonomi Pengembangan Jaringan Jalan Pulau Madura; Hambatan Sosial Pengelolaan Waduk Rawa

Implikasi manajerial dari penelitian ini, untuk meningkatkan daya saing dalam mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi vokasi di Kabupaten Cilacap perlunya