• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Trans

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Trans"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangan peradaban di Indonesia saat ini, fenomena psikologis semakin berkembang. Sebut saja fenomena kesurupan. Menurut keyakinan sebagian warga kesurupan merupakan keadaan dimana seseorang diganggu oleh makhluk halus atau setan. Orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku, dan sifatnya; perilakunya menjadi seperti kepribadian yang “memasukinya”.1

Fenomena kesurupan menjadi tema yang menarik dalam kajian psikiatris. Sebuah kajian debatable yang mengundang kontroversi dan dipandang dari berbagai sisi yang berbeda. Dalam banyak literatur sejarah psikiatiri, fenomena kesurupan dianggap sebagai sebuah asumsi primitif dalam memandang gangguan jiwa. Dalam sejarah abnormalitas, keyakinan akan masuknya roh jahat ke dalam orang yang mengalami gangguan kejiwaan masuk dalam fase demonologi awal. Dalam fase ini orang yang mengalami gangguan kejiwaan diyakini telah dirasuki oleh roh-roh jahat atau setan. Cara penanggulangannya adalah dengan melakukan eksorsisme. Eksorsisme adalah proses pengusiran roh jahat dengan menggunakan mantera atau siksaan ritualistic.1

Kesurupan dalam istilah medis disebut dengan Dissociative Trance Disorder (DTD). Penyebabnya lebih banyak karena masalah psikologis, misalnya tekanan hidup. Menurut pendapat para ahli di bidang psikologi dan psikiatri kesurupan disebabkan oleh reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental.

Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam keadaan trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada kesadaran. Dalam level ketidaksadaran, seseorang secara spontan merespon segala sesuatu stimulus yang muncul di sekitarnya. Sehingga mengakibatkan mengeluarkan simptom-simptom yang diluar akal sehat. Hal ini yang menjelaskan bahwa pada

(2)

saat seseorang mengalami kesurupan, memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku aneh yang muncul merupakan manifestasi dari trauma yang ditekan oleh ego dalam bawah sadar seseorang.

Kesurupan di Indonesia sering terjadi pada siswa-siswa atau pelajar sekolah. Siswa sekolahan dalam tahap perkembangan masih dalam rentang usia remaja. Usia remaja merupakan masa storm and stress, artinya pada masa ini seseorang sangat rentan dengan pengaruh lingkungan sosial. Tuntutan dari orangtua, guru, dan teman-teman mungkin saling bertentangan. Selain itu, anak remaja sebagai individu yang memasuki masa peralihan menuju kedewasaan seringkali mengalami problem psikis apabila kurangnya dukungan psikologis dari orang terdekatnya.

Dalam kondisi seperti ini, ego selalu berupaya melakukan mekanisme pertahanan diri, tetapi dalam batas ambang ego tidak dapat menekan beberapa ide-ide yang mendasari problem remaja, sehingga individu dalam keadaan stressful. Jika sudah demikian, stimulus perangsang kecilpun bisa dimanifestasikan sebagai stimulus besar. Dalam kondisi ini, remaja berada dalam tingkat sugestibilitas yang tinggi dan ketika satu stimulus penghantar sekaligus pembangkit stress diberikan ke remaja, maka remaja tersebut akan masuk kedalam keadaan trans. Sama halnya dalam keadaan hipnosis, individu mendapatkan anchor dari pihak kedua, sehingga masuk ke keadaan trans.

Kesurupan merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama pada berbagai suku bangsa. Pada suku–suku tertentu ini dikaitkan dengan ritual-ritual agama tertentu. Juga digunakan sebagai hiburan di pentas kesenian. Orang awam menyebutnya “kemasukan roh”. Dalam dunia medis hal ini disebut “trance” , dalam PPDGJ III gangguan ini dimasukkan dalam kelompok “gangguan disosiasi”. 1

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan trans dan kesurupan? 2. Apa saja gejala-gejala trans dan kesurupan?

3. Bagaimana cara mendiagnosis trans dan kesurupan? 4. Bagaimana terapi pada trans dan kesurupan?

(3)

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan trans dan kesurupan 2. Mengetahui apa saja gejala-gejala trans dan kesurupan

3. Mengetahui bagaimana cara mendiagnosis trans dan kesurupan 4. Mengetahui bagaimana terapi pada trans dan kesurupan

1.4. Manfaat Penulisan

1. Diharapkan refarat ini dapat dijadikan bahan pelajaran bagi mahasiswa 2. Diharapkan refarat ini dapat dijadikan salah satu syarat untuk mengikuti

ujian stase ilmu kesehatan jiwa

3. Diharapkan refarat ini dapat dijadikan sumber referensi dimasa yang akan datang.

BAB II

(4)

2.1. Definisi

Kesurupan berasal dari bahasa Jawa yang berarti kemasukan sesuatu hal yang gaib. Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai dengan adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal di bawah kendali kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh.

Trans yang disebut juga twilight state adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri dengan atau tanpa suatu identitas alternatif. Trans adalah suatu perubahan status kesadaran dan menunjukkan penurunan responsivitas terhadap stimulus lingkungan.2 Trans mempunyai persamaan arti dengan hipnosis, katalepsi dan keadaan ekstasi atau kekaguman dapat juga diartikan terlena.3

2.2. Epidemiologi

Kesurupan atau possesion dan trance, kasusnya banyak dijumpai di negara dunia ketiga. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 – 4% dari populasi umum.

Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali dihubungkan dengan stress atau trauma.4 Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang terjadi sebagian besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Mereka yang mempunyai kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi.5

Ketika individu merasa terlepas dari dirinya atau seolah-olah ia seperti bermimpi, maka dapat dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif.4 3

(5)

Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-anak, dengan disosiatif .2 Kondisi trans disosiatif adalah fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik namun membingungkan.

Studi epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan, kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita.

Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Anak-anak dapat mengalami periode amnestic berulang atau keadaan mirip trance setelah penyiksaan fisik atau trauma.2

2.3. Etiologi

Pada seseorang dengan gangguan amnesia disosiatif terdapat kompleksitas pembentukan dan pengumpulan ingatan. Pendekatan psikoanalitik menyatakan amnesia terutama sebuah mekanisme pertahanan dimana orang mengubah kesadarannya sebagai cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stressor eksternal.

Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor predisposisinya antara lain:

(6)

a. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara emosional

b. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan, pekerjaan, dan peperangan

c. Depresi

d. Usaha bunuh diri

e. Gangguan organik (khususnya epilepsi) f. Riwayat penyalahgunaan zat

2.4. Patofisiologi

Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self) yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Kesehatan mental merupakan modal utama kehidupan seorang manusia. Tanpa mental yang sehat, seorang manusia tidak dapat melaksanakan tugas kemanusiaannya dengan baik. Manusia yang sehat tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis. Bebas dari gangguan adalah indikasi manusia yang bermental sehat. Ada berbagai macam gangguan mental (mental disorder), salah satunya adalah gangguan trans disosiatif (dissociative trance disorder). Dalam masyarakat fenomena disosiatif dikenal dengan istilah kesurupan.

Kesurupan dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang terjadi bila roh yang lain memasuki seseorang dan menguasainya sehingga orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti ada kepribadian lain yang ‘memasukinya’. Maramis menyebutnya sebagai suatu mekanisme disosiasi yang dapat menimbulkan kepribadian ganda (multiple personality) dan gangguan identitas disosiasi (dissociative identity disorder). Kaplan & Sadock menyatakan bahwa disfungsi utama pada disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran sehingga orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda.

Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik sangat luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan terganggunya emosi dan beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah

(7)

rangsangan yang akan memengaruhi sistem limbic. Akhirnya, terjadilah kekacauan dari zat pengantar rangsang saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf yang keluar mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan perilaku atau sebaliknya.

Masyarakat memandang bahwa kesurupan itu terjadi karena seseorang telah kemasukan jin atau roh halus sehingga membuat perilakunya aneh di luar kesadarannya. Dan pengobatan menurut masyarakat umum dengan meminta pertolongan pada orang pintar, paranormal, ahli agama, dan orang-orang yang dianggap ahli menanganinya. Jarang sekali penderita disosiasi dibawa ke dokter. Kesurupan dalam psikologi dikenal dengan istilah fenomena disosiatif yang diartikan sebagai keadaan psikologis yang terjadi karena suatu perubahan dalam fungsi self (identitas, memori atau kesadaran).

Kondisi ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap, bersifat sementara atau kronis. Fenomena disosiasi ini mengacu pada kondisi trans disosiatif. Trans disosiatif adalah perubahan yang bersifat temporer dalam hal kesadarannya atau lemah/hilangnya perasaan identitas diri (sense of personal identity) tanpa kemunculan identitas baru. Dalam kondisi trans, hilangnya identitas tidak berhubungan dengan munculnya identitas baru dan tindakan yang dimunculkan selama kondisi trans umumnya tidak kompleks (misalnya kejang-kejang, berguling-guling, terjatuh).

Kesurupan adalah reaksi kejiwaaan yang dinamakan reaksi disosiasi (dissociative reactions). Reaksi itu mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk menyadari realitas sekitarnya, disebabkan tekanan fisik maupun mental. Reaksi disosiasi ini menimpa mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya tertekan. Stress yang bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi yang dikendalikan alam bawah sadar ini muncul ke permukaan, sehingga seseorang yang mengalami stress berat, maka ia sangat mudah sekali akan mengalami trans disosiasi.

2.5. Manifestasi Klinis

Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:

(8)

a. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di samping “aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan kepribadian yang merupakan gejala khas bagi skizofrenia. b. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang

yang lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi terjadi suatu metamorphosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang lain, binatang atau barang, dan ia juga bertingkah laku seperti orang, binatang atau barang itu. Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Keadaan yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena konflik dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu sub jenis dalam nerosa histerik). Bila disosiasi ini terjadi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara ilmiah sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik dan stress.

Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat, badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk. Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak mampu mengendalikan dirinya, melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya.

Mereka yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan ada yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak menyadari sama sekali.

Frigerio menyatakan, ada tiga stadium yang dialami orang kesurupan. 1. Irradiation, subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang

(9)

2. Being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada sebagian yang dialaminya disadarinya.

3. Stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai oleh yang memasukinya dan semua keadaan yang dialami tidak diingatnya.

Kesurupan biasanya berbeda dengan histeria. Jika histeria hanya mengeluarkan teriakan-teriakan dan tidak mengubah jenis suara, tapi kesurupan bisa mengubah pita suara. Bisa jadi suaranya berubah menjadi suara laki-laki padahal ia seorang perempuan atau juga sebaliknya.

2.6. Klasifikasi Trance

Gangguan trans (trance) dibagi menjadi dua kategori, yaitu dissociative trance dan possession trance.4 Fenomena dissociative trance umumnya ditandai olah adanya perubahan tiba-tiba pada kesadaran penderita, namun tidak disertai dengan adanya gangguan pada identitas penderita. Pada dissociative trance ini gejala yang muncul sederhana biasanya penderita tiba-tiba collapse, imobilisasi, dizziness, menjerit, berteriak, atau menangis. Gangguan pada memori jarang terjadi, jika terjadi (amnesia) biasanya bersifat fragmented.

Berbeda dengan dissociative trance, pada possession trance terdapat asumsi identitas lain yang berbeda. Identitas baru ini dianggap dari dewa, leluhur, atau roh yang telah merasuki pikiran dan tubuh penderita. Berbeda dengan dissociative trance yang dicirikan agak kasar, simplistic, dan perilaku regresif, penderita possession trance memiliki perilaku yang lebih kompleks atau rumit. Selama episode, penderita mengungkapkan sesuatu yang dilarang atau tidak, perilaku agresif tidak khas dan jarang, dan sering terjadi amnesia pada sebagian besar episode dimana identitas roh yang mengendalikan penderita.

(10)

Dunia kedokteran internasional, khususnya psikiatri mengakui fenomena ini dan dituliskan dalam penuntun diagnosis psikiatri yang paling mutakhir Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) dan The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10 (ICD10). DSM-IV memasukkan kerasukan patologis (pathologic possession) ke dalam diagnosis gangguan disosiatif yang tidak spesifik (dissociative disorder not otherwise specified). ICD10 mengkategorikan gangguan kerasukan sebagai trance and possession disorder.

1. Menurut kriteria riset DSM-IV: a. Salah satu (1) atau (2):

1. Trance, yaitu, perubahan sementara yang jelas pada keadaan kesadaran dan hilangnya rasa identitas pribadi yang biasa sedikitnya salah satu berikut ini :

a. penyempitan kesadaran akan sekeliling, atau focus selektif dan sangat, sempit yang tidak biasa terhadap stimulus lingkungan.

b. perilaku atau gerakan stereotipik yang dialami seolah-olah berada di luar kendali seseorang.

2. Trance “kemasukan”, perubahan tunggal atau episodik keadaan kesadaran yang ditandai dengan pergantian rasa identitas pribadi biasa oleh identitas baru. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh roh, kekuatan, dewa atau orang lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) keadaan di bawah ini :

a. perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan oleh budaya yang dialami seolah-olah dikendalikan oleh agen yang “memasuki”

b. amnesia penuh atau sebagian untuk peristiwa tersebut.

b. Keadaan trance atau “kemasukan” tidak diterima sebagai bagian praktik budaya kolektif atau praktik religious.

c. Keadaan trance atau “kemasukan” menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.

d. Keadaan trance atau “kemasukan” tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan gangguan psikotik singkat) atau gangguan identitas

(11)

disosiatif dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum.

2. Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ III

Kriteria diagnosis kesurupan atau trans menurut PPDGJ III (F44.3 gangguan trans dan kesurupan) adalah adanya kehilangan sementara penghayatan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans yang “involunter” (diluar kemauan individu)dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia, gangguan kepribadian multiple)

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak sepenuhnya diperlukan, namun penjelasan dibawah ini merupakan hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda dari kondisi normal.

1. Pemeriksaan neurologis rinci, mengungkapkan tidak ada kelainan neurologis. Namun, Pemeriksaan neuropsikologis menunjukkan bukti organicity.

2. EEG menunjukkan bilateral gelombang theta dan beta asimetri pada sementara wilayah, menunjukkan kemungkinan lesi struktural .

3. MRI menunjukkan lesi yang melibatkan beberapa hyperintense meninggalkan putamen, globus pallidus bilateral, dan bilateral fronto-parietal materi putih dalam.

2.9. Tatalaksana

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik/neurologik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.

(12)

Terapi kesurupan terbagi menjadi tiga, yakni terapi farmakologik, terapi psikoterapi, dan terapi hypnosis. Pada terapi farmakologi dapat digunakan barbiturat kerja sedang dan kerja singkat, seperti thiopental dan natrium amobarbital diberikan secara intravena, dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang.

Secara umum penanganan gangguan disosiatif sebagai berikut :

1. Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Amobarbital atau lorazepam parental pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif.

2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. 3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini.

Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

4. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.

(13)

5. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

BAB III KESIMPULAN

Kesurupan merupakan reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi atau reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk

(14)

menyadari realitas di sekitarnya, yang disebabkan oleh tekanan fisik maupun mental (berlebihan). Tetapi kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Reaksi disosiasi dapat terjadi secara perorangan atau bersama-sama, saling memengaruhi, dan tidak jarang menimbulkan histeria massal. Kesurupan hanya terjadi pada diri orang yang memiliki jiwa yang lemah, sehingga ketika mendapat tekanan tidak mampu untuk mengatasinya. Orang yang lemah dari segi jiwa atau mental melepaskan ketidak berdayaanya dengan tanpa disadarinya masuk ke dalam bawah sadarnya. Ketika berada dalam wilayah bawah sadarnya tersebut terjadilah letupan-letupan emosinya yang tertahan selama ini.

Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda.

Penyebab kesurupan multifaktorial, terutama kondisi psikologis yang tertekan, bermasalah dalam isu agama dan budaya, dan penelitian menunjukkan peningkatan kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha, serta Kekacauan neurotransmitter

Kriteria diagnosis untuk kesurupan dalam PPDGJ III sesuai dengan blok diangosis F44.3, gangguan trans dan kesurupan. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Pencegahan utamanya tertuju pada anak usia sekolah dan wanita dengan selalu berusaha menghadapi persoalan yang ada dengan sebaik-baiknya dan memiliki mental pertahanan yang baik sehingga tidak akan terjadi kondisi psikologis yang tertekan, stress, atau bahkan depresi, yang pada akhirnya akan menurunkan resiko terjadinya gangguan trance possession atau kesurupan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyonegoro RK. Budaya dan Gangguan Jiwa, Jiwa 1995; XXVIII (1): 1 14

(15)

2. Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition, Baltimore;Williams & Wilkins.

3. American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed., text revision. Washington, DC: Author.

4. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2009). Surabaya, Airlangga University Press,

5. Nietzel. M. T., Bernstein, D., Speltz, M. L. & McCauley, E. A. (1998). Abnormal psychology. Needham Heights: Allyn & Bacon

6. Wulf, D.M.(1997). Psychology of Religion Classic and Contemporary. 2nd edition. New York : John Wiley & Sons, Inc

7. Maslim, Rusdi. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Jakarta: PT Nuh Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan variasi starter kultur bakteri asam laktat dan penambahan tepung talas termodifikasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai pH, kadar total

Abstrak Tujuan dalam penelitian ini mendeskripsikan bagaimana kepercayaan masyarakat dan pengobatan pada masa Jahiliyah dan ketika masuknya Islam yang

Sedangkan untuk koefisien determinasi Adj (R²) adalah sebesar 0,457 yang menunjukkan bahwa sekitar 45,7% Retrun On Asset dipengaruhi oleh kepemilikan instirusional,

mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara Sistem Manajemen MK3 yang mencakup Perencanaan, Pendokumentasian, Penerapan dan Peningkatan system yang terus menerus

Dari hasil pengamatan mengenai aktivitas harian bekantan di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, aktivitas istirahat memiliki persentase yang cukup tinggi, yaitu

Dengan melihat hasil pengujian yang diperoleh, maka pembuatan sistem ini telah memenuhi tujuan awal dari penelitian, yaitu membuat sistem navigasi gedung SMK Pancasila

40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perubahan tersebut harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia, dan apabila perubahan Anggaran

Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan mempunyai tugas membantu Sekretaris DPRD dalam menyiapkan bahan dan data untuk menyusun perencanaan, program kegiatan di bidang