PENGARUH KEPEMIMPINAN ORANG TUA TERHADAP
SIKAP RELIGIUS SISWA DI SMP-AL ISLAM KRIAN
SIDOARJO
Diajukan sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Kependidikan Islam (KI)
SKRIPSI
Oleh NUNIK ARIFANI
Nim: D03212053
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
F A K U L T A S ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Nama : Nunik Arifani, 2016 Pengaruh kepemimpinan orang tua terhadap sikap
religius siswa di SMP-AL-Islam Krian Sidoarjo
Kata kunci: Kepemimpinan orangtua, Sikap Religius
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... .i
SAMPUL DALAM ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ... 9
D. Definisi Operasional ... 10
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Kajian Tentang Kepemimpinan Orang Tua ... 14
1. Pengertian Kepemimpinan Orang Tua ... 14
2. Faktor Kepemimpinan Orang tua ... 17
3. Tipe Kepemimpinan OrangTua...19
B. Kajian Sikap Religius ... 23
1. Pengertian Sikap Religius ... 24
2. Dimensi Religius……….. ... 25
3. Fakto-Faktor Religius ……… ... 28
C. Hubungan Kepemimpina Orang Tua Terhadap Sikap Religius Siswa di SMP AL-Islam Krian Sidoarjo... 30
BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis data ... 32
B. Subyek Penelitian ... 34
C. Bahan dan Sumber Data ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
E. Validitas Data ... 38
F. Analisa Data……….. ... 40
1. Sejarah Singkat ... 42
2. Letak Geografis Sekolah ... 44
3. Sarana dan Prasarana ... 44
4. Keadaan Guru, Staf dan Karyawan ... 46
5. Struktur Organisasi ... 48
6. Visi dan Misi ... 49
B. Kepemimpinan Orangtua ... 53
C. Sikap Religius Siswa ... 61
D. Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua dengan Sikap Religius Siswa ... ... 68
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran-saran ... 78
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Orang tua
Kepemimpinana atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip atau rumusannya diharapkan
dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
Menurut Bundel memandang kepemimpinan sebagai suatu seni
untuk mempengaruhi orang lain mengajarkan apa yang diharapkan supaya orang lain mengerjakannya.1
Adapun menurut Rauch dan Behling menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
Menurut Cragan dan Wright kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok.
Dalam islam kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah,imamah, dan ulil amri. Juga ada istilah ra’in. kata khalifah
mengandung makna ganda dilain pihak khalifah diartikan sebagai kepala Negara dalam pemerintahan dan kerajaan Islam masa lalu.2
Dari definisi kepemimpinan di atas menurut para ahli dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah sikap untuk mempengaruhi
1
Imam Moedjiono, Kepemimpinan dan Keorganisasian. (Jakarta: UII Press,2002.) hal. 4.
2
Ibid, hal. 10
2
sebuah kelompok atau organisasi untuk sebuah pencapaian tujuan yang di
inginkannya.
Yang dimaksud kepemimpinan orang tua disini adalah kepala
keluarga yaitu seorang ayah, karena ayah adalah sosok tertinggi dalam keluarga. Ia merupakan sosok pemimpin atau kepala keluarga, dan figure yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam keluarga, sebagai
suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya ia memiliki kewajiban yang harus dipikulnya.adapun hak dan kewajiban seorang ayah adalah
sebagai berikut:3
1. Kewajiban suami
a. Memelihara keluarga dari api neraka
b. Mencari dan member nafkah yang halal
c. Bertanggung jawab atas ketenangan keselamatan, dan
kesejahteraan keluarga. d. Memimpin keluarga
e. Mendidik anak dengan penuh rasa kasih saying dan
tanggung jawab
f. Mencari istri yang shalehah dan pendidik
g. Member kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran agama
h. Mendoakan anak-anaknya
i. Menciptakan ketenangan jiwa dalam keluarga
3
3
j. Memilih lingkungan yang baik
k. Berbuat adil. 2. Hak suami
a. Dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga b. Dibantu dalam mengelola rumah tangga
c. Diperlakukan dengan baik dan penuh cinta kasih dalam
memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun psikis.
d. Menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan harta
keluarga yang diamanahkan padanya
e. Disantuni dan disayangi di hari tua oleh anak bahkan setelah meninggalnya.
Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap sesuai
dengan ajaran tradisional jawa, maka seorang pemimpin harus dapat memberikan teladan yang baik (ing ngarso sung tulodo) memberikan semangat sehingga pengikut itu kreatif (ing madyo mangun karso), dan
membimbing ( tut wuri handayani). Sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus mengerti serta memahami
kepentingan-kepentingan dari keluarga yang dipimpinnya (manungguling kawulo lam gusti).4
Dalam kehidupan apapun jika ada aktivitas mempengaruhi maka
terjadi kepemimpinan, maka dimana saja bisa terjadi hal memimpin dan
4
4
dipimpin bahkan dalam kehidupan kita sehari-haripun banyak terjadi
kepemimpinan. Kepemimpinan dapat menghasilkan hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif, hasil kepemimpinan tersebut berdasarkan
pada cara-cara sesorang membimbing, mempengaruhi maupun mengajak orang lain tersebut.
1. Faktor-faktor dalam kepemimpinan 5
Adapun factor-faktor yang ada dalam kepemimpinan yaitu; a. Pendayagunaan pengaruh
b. Hubungan antar manusia c. Proses komunikasi dan d. Pencapaian suatu tujuan.
Menurut Fielder dalam teorinya bahwa efektivitas suatu organisasi tergantung pada variable yang saling berinteraksi, yaitu (1)system
motivasi dari pemimpin, dan (2) tingkat keadaan yang menyenangkan dari situasi.6
Berdasar teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan dalam tiga
dimensi :
(1) hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan
5
(2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik
memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada kalau penugasan itu kabur tidak jelas dan tidak terstruktur; dan
(3) posisi kekuasaan, yaitu pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila ia member ganjaran, hukuman daripada ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.
Orang tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.7 Jadi orang tua bukan hanya orang yang
secara biologis melahirkan anak, tetapi adanya orang tua bisa dengan hubungan sosial, seperti orang tua angkat yang mana tidak melahirkan seseorang, tetapi bisa memiliki anak karena mengadopsi atau yang
lainnya.
Orang tua adalah pendidik dalam keluarga. Orang tua merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak merek. Dari mereka anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. 8
Berdasarkan pengertian diatas, maka kepemimpinan orang tua adalah aktivitas orang tua dalam mempengaruhi anaknya dalam segala hal.
kepemimpinan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai agama kepada anak.
7
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hal. 15
8
6
Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua
keterampilan, yaitu keterampilan manajemen maupun keterampilan teknis. Sedangkan criteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa criteria,
yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan yang serasi dengan anak,pengasuan keahlian teknis mendidik anak, memberikan contoh yang baik kepada anak,memperbaiki jika ada
kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik, mendidik dan melatih anak. Pola asuh orang tua dalam keluarga ada beberapa tipe diantaranya yaitu;9
1. Pola asuh demokratis, disini seorang orang tua bersikap friendly terhadap anaknya dan anak bebas untuk mengungkapkan pendapatnya. Disini seorang orang tua mau mendengarkan keluh
kesah anaknya dan orangtua memberikan masukan-masukan disini seorang orang tua buka hanya memberikan masukan sajah tapi juga
ikut mengarahkan anaknya. Orangtua tipe seperti ini lebih bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan terhadap anak atau memaksa anak.
2. Pola asuh otoriter, orangtua disini bersikap terlalu memaksakan kehendaknya sendiri, segala keinginannya harus di turuti oleh seorang
anaknya. Jika seorang anak tidak mau menuruti kemauan orangtuanya maka seorang anak akan diberikan hukuman. Orangtua tipe seperti ini biasanya tidak mengenal kompromi dan biasanya berkomunikasi
dengan satuh arah.
9
7
3. Pola asuh permisif, disini orantua terlalu membebaskan anaknya untuk
mengatur dirinya sendiri, pola asuh seperti ini yaitu memberikan sikap longgar atau terlalu bebas terhadap anaknya sehingga anak terlalu
bersifat semena-mena tanpa adanya control dari orangtuanya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Taufiqurrahman, dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, telah membuktikan bahwa
terdapat kepemimpinan orang tua yang demokratis, otoriter, dan permisif dalam suatu keluarga. Dibandingkan kepemimpinan orang tua yang
otoriter dan permisif, kepemimpinan orangtua yang demokratis lebih dominan dalam suatu keluarga. 10
Cara-cara kepemimpinan mana yang dipilih tergantung dari berbagai
pertimbanga tanpa mengabaikan kemungkinan efek yang ditimbulkan dari kebijakan yang dilakukan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana
proses mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok diarahkan untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada tiga factor yang mempengaruhi proses kepemimpinan, yaitu pemimpin, kelompok, dan
situasi. 11
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya menurut Thalib yaitu, bergembira menyambut kelahiran anak, member nama yang baik, memperlakukan anak dengan lemah lembut dan kasih saying,
10
Khazanah: majalah Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol.II, No.05 September – oktober 2003, IAIN Antasari Banjarmasin, hal.608.
11
Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita. Perilaku Keorganisasian. BPFE, Yogyakarta, 2000, hal.128.
8
menanamkan rasa cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak,
menanamkan akidah tauhid, membimbing dan melatih anak menerjakan sholat, berlaku adil, memperhatikan teman anak, menghormati anak,
member hiburan mencegah dari perbuatan dan pergaulan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno, menempatkan dalam lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat pada anak, mendidik bertetangga dan
bermasyarakat.12
Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam
keluarga. Segala sesuatu sekecil apapun yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh siapapun, termasuk orang tua akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan di hadirat Allah.13 Dengan tanggung jawab dari
orang tua dalam dunia pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak orang tua adalah model
yang harus dituru dan diteladani. Sebagai model, orangtua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena
itu, islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan
12
M. Thalib. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak) (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997). hal, 7
13
9
hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik buruknya keteladanan yang
diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orangtua tampilkan dalam bersikap dan berprilaku tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak.
Meniru kebiasaan orang tua adalah satuhal yang sering anak lakukan, karena memang masa perkembangannya, anak selalu ingin mengikuti apa-apa yang orang tua lakukan. Anak akan selalu meniru ini dalam
pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar melalui imitasi.14
Disebutkan pula dalam bukunya Abdul Mustaqim (2005:33-34),
beberapa aspek-aspek pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak berdasarkan ungkapan Luqman, yaitu:
a. Penanaman Aqidah atau tauhid. Aqidah atau tauhid dapat
diibaratkan sebagai fondasi. Karena itu ia harus kukuh dan kuat.
b. Penanaman kesadaran bertindak (berakhlak), yaitu kesadaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak dan langkah
manusia selalu berada dalam pengawasan Allah. Dengan keyakinan ini, manusia akan selalu sadar bahwa setiap tindakan
akan bernilai dan berimplikasi pada sebuah hasil baik atau buruk.
c. Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar. Shalat harus mulai ditanamkan sejak kecil, sehingga ketika dewasa,
anak telah terbiasa dan disiplin dalam menjalankan shalat.
14
10
d. Pelatihan kesabaran. Kesabaran perlu ditanamkan sejak didni.
Sebab, hidup ini penuh dengan tantagan, hambatan dan rintangan. Tanpa kesabaran, seseorang akan mudah putus asa dan patah
semangat dalam meraih cita-citanya.
e. Larangan bersikap sombong dan angkuh. Kesombongan perlu dihindari karenaakan mengantarkan pada kehinaan dan kerendahan
martabat, baik dimata Allah maupun dimata manusia. Oleh karena itu,
sikap sombong, meremehkan orang lain dan pongah harus dibuang
jauh-jauh. Sebaliknya sikap tawadhu’ dan rendah hati harus ditanamkan pada pribadi setiap anak.
Dalam mendidik anak ada sebuah dinamika yang mengiringinya. Pola asuh orang tua berbanding lurus denganmutu kepercayaan anak. Secara teoritis, semakin meningkat usia anak semakin tinggi kepercayaan orang
tua terhadap anak. Dengan demikian usia anak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola asuh yang dibangun oleh orang tua dalam
mendidik seorang anak. Kualitas ketergantungan anak mempengaruhi kualitas kepercayaan dan pengawasan orang tua terhadap anak. Semakin tinggi ketergantungan anak kepada orang tua semakin melemah
kepercayaan dan semakin ketat pengawasan yang diberikan kepada anak15.
15
11
B. Sikap Religius
Religi atau jiwa agama, pertama kali muncul di tengah-tengah kita
sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga sosial. Pada tingkat personal, agama berkaitan dengan apa yang diimani secara pribadi. Bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan anda, bagaimana pengaruh
agama pada apa yang anda pikirkan, rasakan, atau lakukan. Sedangkan pada tingkat sosial, agama dapat kita lihat pada kegiatan
kelompok-kelompok sosial keagamaan. Peneliti agama di sini melihat bagaimana agama berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat lainnya atau bagaimana dinamika kelompok terjadi dalam organisasi keagamaan.
Setiap diri kita adalah bagian dari anggota kelompok keagamaan.16
Dalam aspek perilaku, agama identik dengan istilah religiusitas
(keberagamaan) yang artinya seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim,
religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam.17
Sehingga dalam pandangan Jaluluddin Rahmat, religiusitas merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri seseorang. Manusia berperilaku
16Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama…… hal. 32-33.
17 Nashori dan mucharam, 2002. Dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas Berbasis Religiusitas. Jurnal Episteme 2 No. 1 Juni 2007 hal. 46-56
12
agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah.
Mengindarkan dari hukuman (siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala). Manusia hanyalah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian
hukuman dan hadiah.18 Dari sinilah kemudian kita dapat melihat bahwa tingkat religiusitas seseorang tidak hanya terletak pada spriritualitas individu, tetapi lebih menyerupai aktivitas beragama yang ditunjukkan
dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan secara konsisten.
1. Dimensi-dimensi dalam Religiusitas
Dalam konteks Islam, agama (ad-Din) adalah ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Agama sendiri sesungguhnya merupakan sistem yang
menyeluruh yang mencakup berbagai dimensi kehidupan. Menurut Glock dan Stark, ada lima dimensi keberagamaan.19Pertama, dimensi
peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimension, religious practice); yaitu aspek yang mengatur sejauh mana seseorang yang melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya;
pergi ke tempat ibadah, berdoa pribadi, berpuasa, dan lain-lain. Dimensi ritual ini merupakan perilaku keberagaman yang berupa
peribadatan berbentuk upacara keagamaan. Pengertian lain mengemukakan bahwa ritual merupakan sentimen secara tetap dan merupakan pengulangan sikap yang benar dan pasti. Perilaku seperti
18 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal. 133.
19 Dikutip oleh Utami Munandar dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas BerbasisReligiusitas...hal 51
13
ini dalam Islam dikenal dengan istilah mahdaah yaitu meliputi shalat,
puasa, haji dan kegiatan yang lain yang bersifat ritual, merendahkan diri kepada Allah dan mengagungkannya.
Kedua, dimensi keyakinan (the ideological dimension,
religious belief); yang berfungsi untuk mengukur tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang bersifat dogmatis dalam
agama. Misalnya; menerima keberadaan Tuhan, malaikat dan setan, surga dan neraka, dan lain-lain. Dalam konteks Islam, dimensi
ideologis ini menyangkut kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agamanya, baik itu dalam ukuran skala fisical, psikis, sosial, budaya, maupun interaksinya terhadap dunia-dunia mistik yang berada di luar
kesadaran manusia lainnya.
Ketiga, dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension, religious knowledge); yaitu tentang seberapa jauh
seseorang mengetahui, mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu mau melakukan aktifitas untuk
semakin menambah pemahamannya dalam keagamaan yang berkaitan dengan agamanya. Misalnya; mengikuti seminar keagamaan,
membaca buku agama, dan lain-lain.
Keempat, dimensi pengamalan (the experiential dimension, religious feeling); berkaitan dengan sejauh mana orang tersebut
14
lain. Berdoa merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah yang pada akhirnya ketenangan, ketentraman jiwa dan keindahan hidup akan digapai oleh semua manusia.
Kelima, dimensi konsekuensi (the consequential dimension,
religious effect); dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya; menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri dan lain-lain. Aspek ini berbeda dengan
aspek ritual. Aspek ritual lebih pada perilaku keagamaan yang bersifat penyembahan/adorasi sedangkan aspek komitmen lebih mengarah pada hubungan manusia tersebut dengan sesamanya.
Sedangkan Brown menyebutkan ada lima variabel yang berkaitan dengan asal usul agama itu sendri, yaitu:
1. Tingkah laku.
2. Renungan suci dan iman (belief).
3. Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience).
4. Keterikatan (infolvement). 5. Consequential effects.
Religiusitas biasa digambarkan dengan adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan agama sebagai unsur efektif dan perilaku sebagai unsur psikomotorik.
15
Al-Farabi melukiskan manusia sebagai binatang rasional (
al-hayawan al-nathiq) yang lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain. Manusia menikmati dominasinya atas spesies-spesies lain karena
mempunyai intelegensi atau kecerdasan (nuthq) dan kemauan (iradah). Keduanya merupakan fungsi dari daya kemampuan yang ada pada manusia.20
Dalam kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadlilah, dijelaskan bahwa manusia mempunyai lima kemampuan atau daya, yang menjadi
faktor dominan dalam mempengaruhi sikap religiusitas seseorang. Adapun kelima faktor tersebut, antara lain:
a. Kemampuan untuk tumbuh yang disebut daya vegetatif (
al-quwwat al-ghadziyah), sehingga memungkinkan manusia berkembang menjadi besar dan dewasa.
b. Daya mengindera (al-quwwah al-hassah), yang memungkinkan manusia dapat menerima rangsangan seperti panas, dingin dan lainnya. Daya ini membuat manusia mampu mengecap, membau,
mendengar dan melihat warna serta obyek-obyek penglihatan lain.
c. Daya imajinasi (al-quwwahal-mutakhayyilah) yang memungkinkan manusia masih tetap mempunyai kesan atas apa yang dirasakan meski obyek tersebut telah tidak ada lagi dalam
jangkauan indera.
20 Al-Farabi, “Al-Siyâsah al-Madaniyah”, dalam Yuhana Qumaer (Ed), Falâsifah al-Arâb:Al-Fârâbî, (Mesir, Dar al-Masyriq, tt), 91.
16
d. Daya berpikir (al-quwwat al-nathiqah), yang memungkinkan
manusia untuk memahami berbagai pengertian sehingga dapat membedakan antara yang satu dengan lainnya, kemampuan untuk
menguasai ilmu dan seni.
e. Daya rasa (al-quwwah al-tarwi'iyyah), yang membuat manusia mempunyai kesan dari apa yang dirasakan: suka atau tidak suka.21
Pengetahuan manusia, menurut al-Farabi, diperoleh lewat tiga daya yang dimiliki, yaitu daya indera (al-quwwah al-hassah), daya
imajinasi (al-quwwah al-mutakhayyilah) dan daya pikir (al-quwwah al-nathiqah), yang masing-masing disebut sebagai indera eksternal, indera internal dan intelek. Tiga macam indera ini merupakan sarana
utama dalam pencapaian keilmuan. Menurut Osman Bakar, pembagian tiga macam indera tersebut sesuai dengan struktur
tritunggal dunia ragawi, jiwa dan ruhani, dalam alam kosmos.22
Berdasarkan pada konsep psikologi al-Farabi, maka dapat disimpulkan bahwa manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi
tumbuhan (vegetative) dan binatang (animal). Ia juga dapat tumbuh dan berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar
(rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (al-aql al-kulli), sehingga dengan sendirinya manusia pun memiliki kesanggupan untuk lepas dari belitan dunia materi. Untuk selanjutnya
21Al-Farabi, Mabadi’ Ara’ Ahl al-Madînah al-Fadlilah (The Ferfect State), ed. Richard
Walzer (Oxford: Clarendon Press, 1985), 164-70
17
menjangkau realitas-realitas metafisis yang bersifat non-material.
Bahkan intelek ini diyakini banyak orang, akan mampu mengantarkan manusia “bertemu” dengan Tuhannya. Di sinilah letak keutamaan
nilai seorang manusia dibanding makhluk lain di sekitar mereka.23 C. Hubungan Kepemimpinan Orang Tua Dengan Sikap Religiusitas
Siswa
Orang tua memiliki peranan utama dalam pendidikan anaknya, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal
anak. Orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, baik secara jasmani maupun secara rohani. Orang tua bertanggung jawab terhadap anak, khususnya pada perkembangan sikap religius anak. Dalam
memilih ataupun memeluk agama masih tergantung kepada orang tuanya. Semakin baik perilaku kepemimpinan orang tua dalam mendidik
anak, maka semakin baik pula perkembangan anak, baik dalam perkembangan secara jasmani maupun perkembangan secara rohani.
Dalam kehidupan sehari-hari orang tua wajib memberikan
pelajaran serta menerapkan nilai-nilai atau sifat religius bagi anak-anaknya, agar ketika anak tumbuh dewasa memiliki sifat-sifat keagamaan,
orang tua sebaiknya mengajari anak untuk melaksanakan shalat, mengajari puasa, mengaji, memberikan pemahaman tentang zakat, dan menerapkan nilai-nilai agama yang lainnya.
23 Nur Afida, Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Self Regulation Mahasiswa Universitas Yudharta Pasuruan. Skripsi, 2009. Hal. 21
18
Dalam keluarga orang tua bertanggung jawab memberikan
pendidikan kepada anaknya dengan pendidikan yang baik berdasrkan nilai-nilai akhlak dan spiritual yang luhur.
Orang tua sebaiknya selalu mengawasi perkembangan anaknya, baik di dalam rumah, maupun di lingkungan luar, jika orang tua selalu mengawasi anak, maka anak akan dapat berkembang sesuai dengan
keinginan orang tua, berbeda dengan anak yang selalu diberi kebebasan oleh orang tua. Anak sulit dikontrol dan berkembang tidak sesuai
keinginan orang tua.
Menurut Rasul fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang
dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari
bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orangtua mereka. 24
Jadi pengembangan agama anak, dari anak meniru tindakan-tindakan peribadatan hingga anak mengembangkan potensi beragama yang
ia memiliki semua tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya. Jika orang tua tidak pernah membiasakan anak dengan sikap religius, maka anak
tidak akan bisa melakukan hal-hal yang bersifat agama.
Sehingga dengan adanya pengawasan dan bimbingan orang tua pada hal keagamaan diharapkan anak dapat memiliki sikap religious yang
baik.
24
Ibid, hal. 38
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Orang tua
Kepemimpinana atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan dari
ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip atau rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
Menurut Bundel memandang kepemimpinan sebagai suatu seni untuk
mempengaruhi orang lain mengajarkan apa yang diharapkan supaya orang
lain mengerjakannya.1
Adapun menurut Rauch dan Behlingmenyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
Menurut Cragan dan Wright kepemimpinan adalah komunikasi yang
secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan
kelompok.
Dalam islam kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah,imamah,
dan ulil amri. Juga ada istilah ra’in.kata khalifah mengandung makna ganda
dilain pihak khalifah diartikan sebagai kepala Negara dalam pemerintahan dan
kerajaan Islam masa lalu.2
Dari definisi kepemimpinan di atas menurut para ahli dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah sikap untuk mempengaruhi
sebuah kelompok atau organisasi untuk sebuah pencapaian tujuan yang di
inginkannya.
Yang dimaksud kepemimpinan orang tua disini adalah kepala keluarga
yaitu seorang ayah, karena ayah adalah sosok tertinggi dalam keluarga.Ia
merupakan sosok pemimpin atau kepala keluarga, dan figure yang
bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam keluarga, sebagai suami bagi
istrinya dan ayah bagi anak-anaknya ia memiliki kewajiban yang harus
dipikulnya.adapun hak dan kewajiban seorang ayah adalah sebagai berikut:3
1. Kewajiban suami
a. Memelihara keluarga dari api neraka
b. Mencari dan member nafkah yang halal
c. Bertanggung jawab atas ketenangan keselamatan, dan
kesejahteraan keluarga.
d. Memimpin keluarga
2Ibid, hal. 10
e. Mendidik anak dengan penuh rasa kasih saying dan tanggung
jawab
f. Mencari istri yang shalehah dan pendidik
g. Member kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai
dengan ajaran agama
h. Mendoakan anak-anaknya
i. Menciptakan ketenangan jiwa dalam keluarga
j. Memilih lingkungan yang baik
k. Berbuat adil.
2. Hak suami
a. Dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga
b. Dibantu dalam mengelola rumah tangga
c. Diperlakukan dengan baik dan penuh cinta kasih dalam
memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun psikis.
d. Menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan harta
keluarga yang diamanahkan padanya
e. Disantuni dan disayangi di hari tua oleh anak bahkan setelah
meninggalnya.
Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang
diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap sesuai dengan
teladan yang baik (ing ngarso sung tulodo) memberikan semangat sehingga
pengikut itu kreatif (ing madyo mangun karso), dan membimbing ( tut wuri
handayani). Sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah
harus mengerti serta memahami kepentingan-kepentingan dari keluarga yang
dipimpinnya (manungguling kawulo lam gusti).4
Dalam kehidupan apapun jika ada aktivitas mempengaruhi maka
terjadi kepemimpinan, maka dimana saja bisa terjadi hal memimpin dan
dipimpin bahkan dalam kehidupan kita sehari-haripun banyak terjadi
kepemimpinan.Kepemimpinan dapat menghasilkan hal-hal yang positif
maupun hal-hal yang negatif, hasil kepemimpinan tersebut berdasarkan pada
cara-cara sesorang membimbing, mempengaruhi maupun mengajak orang lain
tersebut.
1. Faktor-faktor dalam kepemimpinan 5
Adapun factor-faktor yang ada dalam kepemimpinan yaitu;
a. Pendayagunaan pengaruh
b. Hubungan antar manusia
c. Proses komunikasi dan
d. Pencapaian suatu tujuan.
Menurut Fielder dalam teorinya bahwa efektivitas suatu organisasi
tergantung pada variable yang saling berinteraksi, yaitu (1)system motivasi
dari pemimpin, dan (2) tingkat keadaan yang menyenangkan dari situasi.6
Berdasar teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan dalam tiga
dimensi :
(1) hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan mempunyai
lebih banyak kekuasaan dari pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan
yang baik terhadap anggotanya, kalau dia disenangi dihormati dan dipercayai;
(2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik
memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada kalau penugasan itu
kabur tidak jelas dan tidak terstruktur; dan
(3) posisi kekuasaan, yaitu pemimpin akan mempunyai kekuasaan
dan pengaruh lebih banyak apabila ia member ganjaran, hukuman daripada ia
tidak memiliki kedudukan seperti itu.
Orang tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial.7Jadi orang tua bukan hanya orang yang secara
biologis melahirkan anak, tetapi adanya orang tua bisa dengan hubungan
6Ibid, hal. 46
7 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: Rineka
sosial, seperti orang tua angkat yang mana tidak melahirkan seseorang, tetapi
bisa memiliki anak karena mengadopsi atau yang lainnya.
Orang tua adalah pendidik dalam keluarga.Orang tua merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak merek.Dari mereka anak
mula-mula menerima pendidikan.Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga.8
Berdasarkan pengertian diatas, maka kepemimpinan orang tua adalah
aktivitas orang tua dalam mempengaruhi anaknya dalam segala
hal.kepemimpinan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kepemimpinan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai agama kepada
anak.
Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua
keterampilan, yaitu keterampilan manajemen maupun keterampilan
teknis.Sedangkan criteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa
criteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina
hubungan yang serasi dengan anak,pengasuan keahlian teknis mendidik anak,
memberikan contoh yang baik kepada anak,memperbaiki jika ada kesalahan
dan kekeliruan dalam mendidik, mendidik dan melatih anak. Pola asuh orang
tua dalam keluarga ada beberapa tipe diantaranya yaitu;9
1. Pola asuh demokratis, disini seorang orang tua bersikap friendly terhadap
anaknya dan anak bebas untuk mengungkapkan pendapatnya. Disini
seorang orang tua mau mendengarkan keluh kesah anaknya dan orangtua
memberikan masukan-masukan disini seorang orang tua buka hanya
memberikan masukan sajah tapi juga ikut mengarahkan anaknya.
Orangtua tipe seperti ini lebih bersifat realistis terhadap kemampuan anak,
tidak berharap yang berlebihan terhadap anak atau memaksa anak.
Cirri-ciri orangtua demokratis
a. Orangtua lebih bersikap luwes terhadap anak, terutama yang
menyangkut minat anak dalam mengembangkan dirinya.
b. Mengembangkan sikap saling menghormati dan mengasihi
antaranggota keluarga dalam berbagai hal.
c. Dikembangkannya sikap terbuka, baik orangtua terhadpa anak maupun
anak terhadap orangtua untuk melancarkan komunikasi antaranggota
keluarga.
d. Adanya pembagian tugas dan wewenang dalam keluarga yang
menyangkut kepentingan bersama.
Dari cirri-ciri diatas dapat diberi contoh sebagai berikut pak Yusuf
mempunyai anak bernama Agil setiap datang waktu sholat pak yusuf
langsung menyuruh agi untuk mengejakan sholat tetapi terkadang Agil
memarahi anaknya tetapi Agil diberi pengertian terlebih dahulu bahwa
sholat di awal waktu itu lebih baik daripada diakhir waktu. Jadi dari
contoh diatas bisa disimpulkan bahwa dalam mendidik seorang anak itu
tidak harus ditekan melainkan anak tersebut kita beri penjelasannya
terlebih dahulu.l
2. Pola asuh otoriter, orangtua disini bersikap terlalu memaksakan
kehendaknya sendiri, segala keinginannya harus di turuti oleh seorang
anaknya. Jika seorang anak tidak mau menuruti kemauan orangtuanya
maka seorang anak akan diberikan hukuman. Orangtua tipe seperti ini
biasanya tidak mengenal kompromi dan biasanya berkomunikasi dengan
satuh arah.
Ciri-ciri orangtua bersifat otoriter
a. Orangtua sering menghukum secara fisik
b. Orangtua cendereng bersikap mengomando
c. Bersikap kaku
d. Orsngtua cenderung bersifat emosional dan menolak
3. Pola asuh permisif, disini orantua terlalu membebaskan anaknya untuk
mengatur dirinya sendiri, pola asuh seperti ini yaitu memberikan sikap
longgar atau terlalu bebas terhadap anaknya sehingga anak terlalu bersifat
semena-mena tanpa adanya control dari orangtuanya.
a. Orangtua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak
sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberi oleh
mereka.
b. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan
dorongan atau keinginannya.
c. Orangtua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur prilaku anak
tersebut meskipun sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Taufiqurrahman, dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, telah membuktikan bahwa
terdapat kepemimpinan orang tua yang demokratis, otoriter, dan permisif
dalam suatu keluarga. Dibandingkan kepemimpinan orang tua yang otoriter
dan permisif, kepemimpinan orangtua yang demokratis lebih dominan dalam
suatu keluarga.10
Cara-cara kepemimpinan mana yang dipilih tergantung dari berbagai
pertimbanga tanpa mengabaikan kemungkinan efek yang ditimbulkan dari
kebijakan yang dilakukan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana proses
mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok diarahkan untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada tiga factor yang
10Khazanah: majalah Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol.II, No.05 September – oktober
mempengaruhi proses kepemimpinan, yaitu pemimpin, kelompok, dan situasi.
11
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya menurut Thalib
yaitu, bergembira menyambut kelahiran anak, member nama yang baik,
memperlakukan anak dengan lemah lembut dan kasih saying, menanamkan
rasa cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak, menanamkan akidah
tauhid, membimbing dan melatih anak menerjakan sholat, berlaku adil,
memperhatikan teman anak, menghormati anak, member hiburan mencegah
dari perbuatan dan pergaulan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno,
menempatkan dalam lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat pada
anak, mendidik bertetangga dan bermasyarakat.12
Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam keluarga.
Segala sesuatu sekecil apapun yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh
siapapun, termasuk orang tua akan dipertanyakan dan dipertanggung
jawabkan di hadirat Allah.13Dengan tanggung jawab dari orang tua dalam
dunia pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam
keluarga.Bagi anak orang tua adalah model yang harus dituru dan
diteladani.Sebagai model, orangtua seharusnya memberikan contoh yang
11Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita. Perilaku Keorganisasian. BPFE, Yogyakarta, 2000, hal.128.
12 M. Thalib. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak) (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997).
hal, 7
terbaik bagi anak dalam keluarga.Sikap dan perilaku orang tua harus
mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, islam mengajarkan kepada
orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian seorang anak.Sejak kecil anak sudah mendapat
pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup
sehari-hari dalam keluarga.Baik buruknya keteladanan yang diberikan dan
bagaimana kebiasaan hidup orangtua tampilkan dalam bersikap dan berprilaku
tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak.Meniru kebiasaan orang tua
adalah satuhal yang sering anak lakukan, karena memang masa
perkembangannya, anak selalu ingin mengikuti apa-apa yang orang tua
lakukan. Anak akan selalu meniru ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah
anak belajar melalui imitasi.14
Disebutkan pula dalam bukunya Abdul Mustaqim (2005:33-34),
beberapa aspek-aspek pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak
berdasarkan ungkapan Luqman, yaitu:
a. Penanaman Aqidah atau tauhid. Aqidah atau tauhid dapat diibaratkan
sebagai fondasi. Karena itu ia harus kukuh dan kuat.
b. Penanaman kesadaran bertindak (berakhlak), yaitu kesadaran yang
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak dan langkah manusia
selalu berada dalam pengawasan Allah. Dengan keyakinan ini,
manusia akan selalu sadar bahwa setiap tindakan akan bernilai dan
berimplikasi pada sebuah hasil baik atau buruk.
c. Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar.
Shalat harus mulai ditanamkan sejak kecil, sehingga ketika dewasa,
anak telah terbiasa dan disiplin dalam menjalankan shalat.
d. Pelatihan kesabaran. Kesabaran perlu ditanamkan sejak didni.Sebab,
hidup ini penuh dengan tantagan, hambatan dan rintangan. Tanpa
kesabaran, seseorang akan mudah putus asa dan patah semangat dalam
meraih cita-citanya.
e. Larangan bersikap sombong dan angkuh. Kesombongan perlu
dihindari karenaakan mengantarkan pada kehinaan dan kerendahan
martabat, baik dimata Allah maupun dimata manusia. Oleh karena itu,
sikap sombong, meremehkan orang lain dan pongah harus dibuang
jauh-jauh. Sebaliknya sikap tawadhu’ dan rendah hati harus
ditanamkan pada pribadi setiap anak.
Dalam mendidik anak ada sebuah dinamika yang mengiringinya.Pola asuh
orang tua berbanding lurus denganmutu kepercayaan anak. Secara teoritis,
semakin meningkat usia anak semakin tinggi kepercayaan orang tua terhadap
terhadap pola asuh yang dibangun oleh orang tua dalam mendidik seorang
anak. Kualitas ketergantungan anak mempengaruhi kualitas kepercayaan dan
pengawasan orang tua terhadap anak.Semakin tinggi ketergantungan anak
kepada orang tua semakin melemah kepercayaan dan semakin ketat
pengawasan yang diberikan kepada anak15.
B. Sikap Religius
Religi atau jiwa agama, pertama kali muncul di tengah-tengah kita
sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga sosial. Pada tingkat
personal, agama berkaitan dengan apa yang diimani secara pribadi.
Bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan anda, bagaimana pengaruh
agama pada apa yang anda pikirkan, rasakan, atau lakukan. Sedangkan pada
tingkat sosial, agama dapat kita lihat pada kegiatan kelompok-kelompok
sosial keagamaan.Peneliti agama di sini melihat bagaimana agama
berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat lainnya atau bagaimana
dinamika kelompok terjadi dalam organisasi keagamaan.Setiap diri kita
adalah bagian dari anggota kelompok keagamaan.16
Dalam aspek perilaku, agama identik dengan istilah religiusitas
(keberagamaan) yang artinya seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh
keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam
penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, religiusitas
15 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, hal. 74
dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan
penghayatan atas agama Islam.17
Sehingga dalam pandangan Jaluluddin Rahmat, religiusitas merupakan
integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan
keagamaan dalam diri seseorang.Manusia berperilaku agama karena didorong
oleh rangsangan hukuman dan hadiah.Mengindarkan dari hukuman (siksaan)
dan mengharapkan hadiah (pahala).Manusia hanyalah robot yang bergerak
secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah.18Dari sinilah
kemudian kita dapat melihat bahwa tingkat religiusitas seseorang tidak hanya
terletak pada spriritualitas individu, tetapi lebih menyerupai aktivitas
beragama yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan
secara konsisten.
1. Dimensi-dimensi dalam Religiusitas
Dalam konteks Islam, agama (ad-Din) adalah ketetapan Illahi
yang diwahyukan kepada nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup
manusia. Agama sendiri sesungguhnya merupakan sistem yang
menyeluruh yang mencakup berbagai dimensi kehidupan. Menurut Glock
17Nashori dan mucharam, 2002. Dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas Berbasis Religiusitas. Jurnal Episteme 2 No. 1 Juni 2007 hal. 46-56
dan Stark, ada lima dimensi keberagamaan.19Pertama, dimensi
peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimension, religious
practice); yaitu aspek yang mengatur sejauh mana seseorang yang
melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya;
pergi ke tempat ibadah, berdoa pribadi, berpuasa, dan lain-lain.Dimensi
ritual ini merupakan perilaku keberagaman yang berupa peribadatan
berbentuk upacara keagamaan. Pengertian lain mengemukakan bahwa
ritual merupakan sentimen secara tetap dan merupakan pengulangan sikap
yang benar dan pasti. Perilaku seperti ini dalam Islam dikenal dengan
istilah mahdaah yaitu meliputi shalat, puasa, haji dan kegiatan yang lain
yang bersifat ritual, merendahkan diri kepada Allah dan
mengagungkannya.
Kedua, dimensi keyakinan (the ideological dimension, religious
belief); yang berfungsi untuk mengukur tingkatan sejauh mana seseorang
menerima hal-hal yang bersifat dogmatis dalam agama.Misalnya;
menerima keberadaan Tuhan, malaikat dan setan, surga dan neraka, dan
lain-lain.Dalam konteks Islam, dimensi ideologis ini menyangkut
kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agamanya, baik itu dalam
ukuran skala fisical, psikis, sosial, budaya, maupun interaksinya terhadap
dunia-dunia mistik yang berada di luar kesadaran manusia lainnya.
Ketiga, dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension,
religious knowledge); yaitu tentang seberapa jauh seseorang mengetahui,
mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana
seseorang itu mau melakukan aktifitas untuk semakin menambah
pemahamannya dalam keagamaan yang berkaitan dengan
agamanya.Misalnya; mengikuti seminar keagamaan, membaca buku
agama, dan lain-lain.
Keempat, dimensi pengamalan (the experiential dimension,
religious feeling); berkaitan dengan sejauh mana orang tersebut pernah
mangalami pengalaman yang merupakan keajaiban dari Tuhan.Misalnya;
merasa doanya dikabulkan, merasa diselamatkan, dan lain-lain. Berdoa
merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah yang
pada akhirnya ketenangan, ketentraman jiwa dan keindahan hidup akan
digapai oleh semua manusia.
Kelima, dimensi konsekuensi (the consequential dimension,
religious effect); dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang
itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari.Misalnya; menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak
mencuri dan lain-lain.Aspek ini berbeda dengan aspek ritual.Aspek ritual
sedangkan aspek komitmen lebih mengarah pada hubungan manusia
tersebut dengan sesamanya.
Sedangkan Brown menyebutkan ada lima variabel yang berkaitan
dengan asal usul agama itu sendri, yaitu:
1. Tingkah laku.
2. Renungan suci dan iman (belief).
3. Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience).
4. Keterikatan (infolvement).
5. Consequential effects.
Religiusitas biasa digambarkan dengan adanya konsistensi antara
kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan agama
sebagai unsurefektif dan perilaku sebagai unsur psikomotorik.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Religius
Al-Farabi melukiskan manusia sebagai binatang rasional (
al-hayawan al-nathiq) yang lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain.
Manusia menikmati dominasinya atas spesies-spesies lain karena
mempunyai intelegensi atau kecerdasan (nuthq) dan kemauan
(iradah).Keduanya merupakan fungsi dari daya kemampuan yang ada
pada manusia.20
Dalam kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadlilah, dijelaskan bahwa
manusia mempunyai lima kemampuan atau daya, yang menjadi faktor
dominan dalam mempengaruhi sikap religiusitas seseorang. Adapun
kelima faktor tersebut, antara lain:
a. Kemampuan untuk tumbuh yang disebut daya vegetatif (al-quwwat
al-ghadziyah), sehingga memungkinkan manusia berkembang
menjadi besar dan dewasa.
b. Daya mengindera (al-quwwah al-hassah), yang memungkinkan
manusia dapat menerima rangsangan seperti panas, dingin dan
lainnya. Daya ini membuat manusia mampu mengecap, membau,
mendengar dan melihat warna serta obyek-obyek penglihatan lain.
c. Daya imajinasi (al-quwwahal-mutakhayyilah) yang memungkinkan
manusia masih tetap mempunyai kesan atas apa yang dirasakan
meski obyek tersebut telah tidak ada lagi dalam jangkauan indera.
d. Daya berpikir (al-quwwat al-nathiqah), yang memungkinkan
manusia untuk memahami berbagai pengertian sehingga dapat
membedakan antara yang satu dengan lainnya, kemampuan untuk
menguasai ilmu dan seni.
e. Daya rasa (al-quwwah al-tarwi'iyyah), yang membuat manusia
mempunyai kesan dari apa yang dirasakan: suka atau tidak suka.21
21Al-Farabi, Mabadi’ Ara’ Ahl al-Madînah al-Fadlilah (The Ferfect State), ed. Richard Walzer
Pengetahuan manusia, menurut al-Farabi, diperoleh lewat tiga
daya yang dimiliki, yaitu daya indera (al-quwwah al-hassah), daya
imajinasi (al-quwwah al-mutakhayyilah) dan daya pikir (quwwah
al-nathiqah), yang masing-masing disebut sebagai indera eksternal, indera
internal dan intelek.Tiga macam indera ini merupakan sarana utama
dalam pencapaian keilmuan. Menurut Osman Bakar, pembagian tiga
macam indera tersebut sesuai denganstruktur tritunggal dunia ragawi,
jiwa dan ruhani, dalam alam kosmos.22
Berdasarkan pada konsep psikologi al-Farabi, maka dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi
tumbuhan (vegetative) dan binatang (animal).Ia juga dapat tumbuh dan
berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar
(rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (a
l-aql al-kulli), sehingga dengan sendirinya manusia pun memiliki
kesanggupan untuk lepas dari belitan dunia materi.Untuk selanjutnya
menjangkau realitas-realitas metafisis yang bersifat non-material. Bahkan
intelek ini diyakini banyak orang, akan mampu mengantarkan manusia
“bertemu” dengan Tuhannya. Di sinilah letak keutamaan nilai seorang
manusia dibanding makhluk lain di sekitar mereka.23
C. Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua Dengan Sikap Religius Siswa
22Osman Bakar, Hirarki Ilmu, terj. Purwanto (Bandung: Mizan, 1997), hal. 67.
Orang tua memiliki peranan utama dalam pendidikan anaknya, karena
lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal anak.
Orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, baik secara
jasmani maupun secara rohani. Orang tua bertanggung jawab terhadap
anak, khususnya pada perkembangan sikap religius anak. Dalam memilih
ataupun memeluk agama masih tergantung kepada orang tuanya.
Semakin baik perilaku kepemimpinan orang tua dalam mendidik
anak, maka semakin baik pula perkembangan anak, baik dalam perkembangan
secara jasmani maupun perkembangan secara rohani.
Dalam kehidupan sehari-hari orang tua wajib memberikan pelajaran
serta menerapkan nilai-nilai atau sifat religius bagi anak-anaknya, agar ketika
anak tumbuh dewasa memiliki sifat-sifat keagamaan, orang tua sebaiknya
mengajari anak untuk melaksanakan shalat, mengajari puasa, mengaji,
memberikan pemahaman tentang zakat, dan menerapkan nilai-nilai agama
yang lainnya.
Dalam keluarga orang tua bertanggung jawab memberikan pendidikan
kepada anaknya dengan pendidikan yang baik berdasrkan nilai-nilai akhlak
dan spiritual yang luhur.
Orang tua sebaiknya selalu mengawasi perkembangan anaknya, baik
di dalam rumah, maupun di lingkungan luar, jika orang tua selalu mengawasi
berbeda dengan anak yang selalu diberi kebebasan oleh orang tua. Anak sulit
dikontrol dan berkembang tidak sesuai keinginan orang tua.
Menurut Rasul fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk
membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang dilahirkan
sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama
yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan
dan pengaruh kedua orangtua mereka. 24
Jadi pengembangan agama anak, dari anak meniru tindakan-tindakan
peribadatan hingga anak mengembangkan potensi beragama yang ia memiliki
semua tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya. Jika orang tua tidak pernah
membiasakan anak dengan sikap religius, maka anak tidak akan bisa
melakukan hal-hal yang bersifat agama.
Sehingga dengan adanya pengawasan dan bimbingan orang tua pada
hal keagamaan diharapkan anak dapat memiliki sikap religious yang baik.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang
harusdilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat
tertentu,sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan,dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan
denganmenggunakan metode-metode tertentu.1 Adapun teknik penelitian yang
akan dilakukan ini kedepannya nantinya ada beberapa cara untuk mengumpulkan
data-data, dan untuk penelitian ini memilih lokasi di SMP “AL-Islam” Krian
Sidoarjo dengan alasan yang cocok dan sekaligus strategis untuk penelitian
karena merupakan suatu yang bisa dikatakan banyak siswa dan siswi yang
dipandang berkepribadian modern, bertempat tinggal dikota, yang juga
berdampak pada pergaulan mereka sehari-hari.. Dengan ini maka akan membantu
dalam penelitian. Penelitian kualitatif deskriptifbertujuan untuk memberikan
penjelasan secara rinci, lengkap danmendalam tentang fenomena sosial yang ada
di kaitannya dengan penelitian.2guna menguji hipotesis sebab yang diutamakan
adalah pemahaman terhadap masalah yang ada.
1Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: UGM Press, 1997), hal. 3
2Anselm Strauss dan Julict Corben, Dasar-dasar penelitian kualitatif prosedur teknik dan teori
Kemudian bentuk dan jenis penelitian kualitatif deskriptif iniakan mampu
menangkap, dimana hal ini lebih berharga dari padasekedar pernyataan jumlah
atau frekuensi dalam bentuk angka.Disamping itu bentuk penelitian ini lebih
menekankan pada masalahproses dan makna dari pada hasil, karena makna
mengenai sesuatusangat ditentukan oleh proses bagaimana ketentuan itu
terjadi.3Strategi Penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Hal ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa studi kasus adalah strategi yangpaling cocok untuk
menjawab pertanyaan “mengapa dan bagaimana”sehingga dapat dilakukan
klasifikasi dan klarifikasi secara tepatterhadap hakekat pertanyaan yang diajukan
dalam penelitian.Disamping itu juga dapat menguji apakah proposisi teori yang
dipakaisudah benar, atau alternative penjelasannya relevan.4
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan berparadigma Deskriptif- Kualitatif,
Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Menurut mereka, pendekatan
ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).Jadi, dalam
3Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif (Surakarta: UNS, 1996), hal. 54
4Roberty K. Yin, Case Studi Research: Desain dan Metode (Beverly Hill Sage publication,
hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau oraganisasi ke dalam variabel
atau hipotetis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.5
Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata
(bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dll)
atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan untuk pendiskripsian secara
analisis sesuatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan
yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakekat proses
tersebut.6
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai
fenomena secara rinci dan tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara
holistis kontektual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan
memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
Sedangkan jenis penelitiannya adalah menggunakan studi kasus. Gempur
Santoso mengatakan bahwa studi kasus adalah penelitian yang pada umumnya
bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu,
kelompok, lembaga, atau masyarakat tertentu. Tentang latar belakang, keadaan
sekarang, atau interaksi yang terjadi.7
5Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), hal. 5 6 Nana Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1989), hal.203
7Gempur Santoso, Fundamental Metodoogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Prestasi
Sedangkan Moh. Nazir, studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau
khas dari keseluruhan personalitas.Subjek penelitian dapat saja individu,
kelompok, lembaga maupun masyarakat.Peneliti ingin mempelajari secara
intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang
menjadi subyek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari
kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas
akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.8
B. Subyek penelitian
Berdasarkan di atas maka peneliti melakukan penelitian di SMP AL-Islam
Krian Sidoarjo. Sedang subyek atau sasaran penelitiannya adalah siswa dan siswi
kelas VII A. Guna untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang
diharapkan dalam penelitian, serta untuk membuktikan data yang akan dijadikan
referensi tersendiri bagi peneliti, hal ini dilakukan supaya memudahkan peneliti
untuk melakukan wawancara kepada narasumber yang benar.
C. Jenis Data
Yang dimaksud dengan jenis data dalam penelitian ini adalah subyek dari
narasumber data yang diperoleh sedangkan data yang bersifat deskriptif baik
berupa kata-kata tertulis maupun dari person yang ada dalam subyek penelitian,
secara jelas penelitian kali ini menggunakan pendekatan deskriptif yang berasal
dari wawancara, catatan lapangan dan sebagainya.Jenis data adalah ucapan
sertatindakan orang yang diwawancarai dan diamati.9
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis,yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
(atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.10Hal ini dikatakan
dataprimer karena diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama.Data
primer yang menyangkut wawancara mendalam berkaitandengan informan
yaitu siswa kelas VII A dan orang tuanya.
Data Sekunder
Data sekunder adalah dokumen, buku yang adakaitannya dengan
masalah ini, serta laporan hasil penelitiansebelumnya, apabila ada.Selanjutnya
data sekunder adalah dokumen, buku yang adakaitannya dengan masalah ini,
serta laporan hasil penelitiansebelumnya, apabila ada.Data sekunder adalah
data yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya
data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas
9Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,Op. cit., hal. 112
suatu perguruan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan
sebagainya.11
D. Bahan dan Sumber
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis
menggunakan sumber-sumber diantaranya:
1. Sumber Kepustakaan (data literatur)
Sumber yang digunakan untuk mencari teori tentang masalah-masalah
teoritis yang diteliti, yaitu mencari kepustakaan dan buku-buku serta
tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penulisan
skripsi ini.
2. Sumber Lapangan (data empiris)
Sumber data ini diperoleh dari lokasi penelitian yaitu SMP AL-Islam
Krian Sidoarjo. Yang dilakukan penulis melalui:
a) Informan
Informan adalah individu-individu yang memiliki beragam posisi,
sebagai mempunyai akses berbagai informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti.
Peristiwa dan aktivitas
Peristiwa dan aktivitas adalah setiap rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian inimeliputi:
1. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang
sistematikfenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini, yang menjadiobyek pengamatan
adalah siswa dan siswi kelas VII A dalam menerapkan sikap religius.
2. Wawancara mendalam Yaitu bentuk komunikasi antara dua orang,melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dariseorang lainnya(informan)
dengan mengajukan pertanyaanpertanyaanberdasarkan tujuan tertentu.12
Informasi disini mencakupsiswa - siswi, dan orang tua siswa. Untuk
mendapatkan data tentangbagaimana hubungan kepemimpinan orang tua
dengan sikap religius siswa. Pencacatan Arsip dan Dokumen. Tehknik ini
dilakukan untukmengumpulkan data yang bersumber dari arsip sekolah
tersebut.
3. Metode Dokumentas yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda dan sebagainya.Dibandingkan dengan metode lain, maka
12Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan
metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber
datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang
diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.Dalam hal ini peneliti
mengumpulkan data-data yang diperlukan yang terkait dengan permasalahan.
F. Validitas Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi “positivisme” dan
disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria, dan paradigmanya sendiri.
Pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas kriteria tertentu.Kriteria itu
terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan
kepastian.Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik pemeriksaan
sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan pemeriksaan datanya dilakukan
dengan:
1. Teknik perpanjangan keikutsertaan, ialah untuk memungkinkan peneliti
terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan
pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi
fenomena yang diteliti;
2. Ketekunan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
3. Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori;
4. Pengecekan atau diskusi sejawat, dilakukan dengan cara mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik
dengan rekan-rekan sejawat;
5. Kecukupan refensial, alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan
kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. film atau video-tape, misalnya dapat
digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat
dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik
yang telah terkumpul;
6. Kajian kasus negatif, dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan
kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang
telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding;
7. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data,
kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya seperti
ikhtisar wawancara dapat diperlihatkan untuk dipelajari oleh satu atau
Kriteria kebergantungan dan kepastian pemeriksaan dilakukan dengan
teknik auditing.Yaitu untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data.
Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti
telah menggunakan beberapa kriteria pemeriksaan keabsahan data dengan
menggunakan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah tersebut di atas,
untuk membuktikan kepastian data. Yaitu dengan kehadiran peneliti sebagai
instrumen itu sendiri, mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaing,
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
mengadakan wawancara dari beberapa orang yang berbeda, menyediakan data
deskriptif secukupnya, diskusi dengan teman-teman sejawat.
G. Analisa Data
Proses analisis data yang akan digunakan dalam penelitian inisetelah data
terkumpul adalah dengan langkah-langkah sebagaiberikut :
1. Membaca
Dalam proses membaca ini, penulis sekaligus mengkaji secara mutlak
dan mendalam apakah memang ada hubungan kepemimpinan orang tua
terhadap sikap religius siswa.
Dalam proses ini, setelah data dikaji, kemudian data ditafsirkan,
setelah itu disesuaikan dengan teori yang terkait dengan masalah pelaksanaan
adanya hubungan kepemimpinan orangtua dengan sikap religius siswa.
3. Menyimpulkan
Sebagai langkah terakhir adalah menyimpulkan dari seluruh hasil dari
penafsiran.Kegiatan menyimpulkan ini diharapkan dapat menghasilkan