• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN ORANG TUA TERHADAP SIKAP RELIGIUS SISWA DI SMP-AL ISLAM KRIAN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN ORANG TUA TERHADAP SIKAP RELIGIUS SISWA DI SMP-AL ISLAM KRIAN SIDOARJO."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN ORANG TUA TERHADAP

SIKAP RELIGIUS SISWA DI SMP-AL ISLAM KRIAN

SIDOARJO

Diajukan sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Kependidikan Islam (KI)

SKRIPSI

Oleh NUNIK ARIFANI

Nim: D03212053

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

F A K U L T A S ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Nunik Arifani, 2016 Pengaruh kepemimpinan orang tua terhadap sikap

religius siswa di SMP-AL-Islam Krian Sidoarjo

Kata kunci: Kepemimpinan orangtua, Sikap Religius

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... .i

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ... 9

D. Definisi Operasional ... 10

(8)

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Kajian Tentang Kepemimpinan Orang Tua ... 14

1. Pengertian Kepemimpinan Orang Tua ... 14

2. Faktor Kepemimpinan Orang tua ... 17

3. Tipe Kepemimpinan OrangTua...19

B. Kajian Sikap Religius ... 23

1. Pengertian Sikap Religius ... 24

2. Dimensi Religius……….. ... 25

3. Fakto-Faktor Religius ……… ... 28

C. Hubungan Kepemimpina Orang Tua Terhadap Sikap Religius Siswa di SMP AL-Islam Krian Sidoarjo... 30

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis data ... 32

B. Subyek Penelitian ... 34

C. Bahan dan Sumber Data ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Validitas Data ... 38

F. Analisa Data……….. ... 40

(9)

1. Sejarah Singkat ... 42

2. Letak Geografis Sekolah ... 44

3. Sarana dan Prasarana ... 44

4. Keadaan Guru, Staf dan Karyawan ... 46

5. Struktur Organisasi ... 48

6. Visi dan Misi ... 49

B. Kepemimpinan Orangtua ... 53

C. Sikap Religius Siswa ... 61

D. Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua dengan Sikap Religius Siswa ... ... 68

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran-saran ... 78

(10)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Orang tua

Kepemimpinana atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip atau rumusannya diharapkan

dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.

Menurut Bundel memandang kepemimpinan sebagai suatu seni

untuk mempengaruhi orang lain mengajarkan apa yang diharapkan supaya orang lain mengerjakannya.1

Adapun menurut Rauch dan Behling menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

Menurut Cragan dan Wright kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok.

Dalam islam kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah,imamah, dan ulil amri. Juga ada istilah ra’in. kata khalifah

mengandung makna ganda dilain pihak khalifah diartikan sebagai kepala Negara dalam pemerintahan dan kerajaan Islam masa lalu.2

Dari definisi kepemimpinan di atas menurut para ahli dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah sikap untuk mempengaruhi

1

Imam Moedjiono, Kepemimpinan dan Keorganisasian. (Jakarta: UII Press,2002.) hal. 4.

2

Ibid, hal. 10

(11)

2

sebuah kelompok atau organisasi untuk sebuah pencapaian tujuan yang di

inginkannya.

Yang dimaksud kepemimpinan orang tua disini adalah kepala

keluarga yaitu seorang ayah, karena ayah adalah sosok tertinggi dalam keluarga. Ia merupakan sosok pemimpin atau kepala keluarga, dan figure yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam keluarga, sebagai

suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya ia memiliki kewajiban yang harus dipikulnya.adapun hak dan kewajiban seorang ayah adalah

sebagai berikut:3

1. Kewajiban suami

a. Memelihara keluarga dari api neraka

b. Mencari dan member nafkah yang halal

c. Bertanggung jawab atas ketenangan keselamatan, dan

kesejahteraan keluarga. d. Memimpin keluarga

e. Mendidik anak dengan penuh rasa kasih saying dan

tanggung jawab

f. Mencari istri yang shalehah dan pendidik

g. Member kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran agama

h. Mendoakan anak-anaknya

i. Menciptakan ketenangan jiwa dalam keluarga

3

(12)

3

j. Memilih lingkungan yang baik

k. Berbuat adil. 2. Hak suami

a. Dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga b. Dibantu dalam mengelola rumah tangga

c. Diperlakukan dengan baik dan penuh cinta kasih dalam

memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun psikis.

d. Menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan harta

keluarga yang diamanahkan padanya

e. Disantuni dan disayangi di hari tua oleh anak bahkan setelah meninggalnya.

Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap sesuai

dengan ajaran tradisional jawa, maka seorang pemimpin harus dapat memberikan teladan yang baik (ing ngarso sung tulodo) memberikan semangat sehingga pengikut itu kreatif (ing madyo mangun karso), dan

membimbing ( tut wuri handayani). Sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus mengerti serta memahami

kepentingan-kepentingan dari keluarga yang dipimpinnya (manungguling kawulo lam gusti).4

Dalam kehidupan apapun jika ada aktivitas mempengaruhi maka

terjadi kepemimpinan, maka dimana saja bisa terjadi hal memimpin dan

4

(13)

4

dipimpin bahkan dalam kehidupan kita sehari-haripun banyak terjadi

kepemimpinan. Kepemimpinan dapat menghasilkan hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif, hasil kepemimpinan tersebut berdasarkan

pada cara-cara sesorang membimbing, mempengaruhi maupun mengajak orang lain tersebut.

1. Faktor-faktor dalam kepemimpinan 5

Adapun factor-faktor yang ada dalam kepemimpinan yaitu; a. Pendayagunaan pengaruh

b. Hubungan antar manusia c. Proses komunikasi dan d. Pencapaian suatu tujuan.

Menurut Fielder dalam teorinya bahwa efektivitas suatu organisasi tergantung pada variable yang saling berinteraksi, yaitu (1)system

motivasi dari pemimpin, dan (2) tingkat keadaan yang menyenangkan dari situasi.6

Berdasar teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan dalam tiga

dimensi :

(1) hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan

(14)

5

(2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik

memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada kalau penugasan itu kabur tidak jelas dan tidak terstruktur; dan

(3) posisi kekuasaan, yaitu pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila ia member ganjaran, hukuman daripada ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.

Orang tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.7 Jadi orang tua bukan hanya orang yang

secara biologis melahirkan anak, tetapi adanya orang tua bisa dengan hubungan sosial, seperti orang tua angkat yang mana tidak melahirkan seseorang, tetapi bisa memiliki anak karena mengadopsi atau yang

lainnya.

Orang tua adalah pendidik dalam keluarga. Orang tua merupakan

pendidik utama dan pertama bagi anak-anak merek. Dari mereka anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. 8

Berdasarkan pengertian diatas, maka kepemimpinan orang tua adalah aktivitas orang tua dalam mempengaruhi anaknya dalam segala hal.

kepemimpinan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai agama kepada anak.

7

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hal. 15

8

(15)

6

Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua

keterampilan, yaitu keterampilan manajemen maupun keterampilan teknis. Sedangkan criteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa criteria,

yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan yang serasi dengan anak,pengasuan keahlian teknis mendidik anak, memberikan contoh yang baik kepada anak,memperbaiki jika ada

kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik, mendidik dan melatih anak. Pola asuh orang tua dalam keluarga ada beberapa tipe diantaranya yaitu;9

1. Pola asuh demokratis, disini seorang orang tua bersikap friendly terhadap anaknya dan anak bebas untuk mengungkapkan pendapatnya. Disini seorang orang tua mau mendengarkan keluh

kesah anaknya dan orangtua memberikan masukan-masukan disini seorang orang tua buka hanya memberikan masukan sajah tapi juga

ikut mengarahkan anaknya. Orangtua tipe seperti ini lebih bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan terhadap anak atau memaksa anak.

2. Pola asuh otoriter, orangtua disini bersikap terlalu memaksakan kehendaknya sendiri, segala keinginannya harus di turuti oleh seorang

anaknya. Jika seorang anak tidak mau menuruti kemauan orangtuanya maka seorang anak akan diberikan hukuman. Orangtua tipe seperti ini biasanya tidak mengenal kompromi dan biasanya berkomunikasi

dengan satuh arah.

9

(16)

7

3. Pola asuh permisif, disini orantua terlalu membebaskan anaknya untuk

mengatur dirinya sendiri, pola asuh seperti ini yaitu memberikan sikap longgar atau terlalu bebas terhadap anaknya sehingga anak terlalu

bersifat semena-mena tanpa adanya control dari orangtuanya.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Taufiqurrahman, dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, telah membuktikan bahwa

terdapat kepemimpinan orang tua yang demokratis, otoriter, dan permisif dalam suatu keluarga. Dibandingkan kepemimpinan orang tua yang

otoriter dan permisif, kepemimpinan orangtua yang demokratis lebih dominan dalam suatu keluarga. 10

Cara-cara kepemimpinan mana yang dipilih tergantung dari berbagai

pertimbanga tanpa mengabaikan kemungkinan efek yang ditimbulkan dari kebijakan yang dilakukan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana

proses mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok diarahkan untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada tiga factor yang mempengaruhi proses kepemimpinan, yaitu pemimpin, kelompok, dan

situasi. 11

Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya menurut Thalib yaitu, bergembira menyambut kelahiran anak, member nama yang baik, memperlakukan anak dengan lemah lembut dan kasih saying,

10

Khazanah: majalah Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol.II, No.05 September – oktober 2003, IAIN Antasari Banjarmasin, hal.608.

11

Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita. Perilaku Keorganisasian. BPFE, Yogyakarta, 2000, hal.128.

(17)

8

menanamkan rasa cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak,

menanamkan akidah tauhid, membimbing dan melatih anak menerjakan sholat, berlaku adil, memperhatikan teman anak, menghormati anak,

member hiburan mencegah dari perbuatan dan pergaulan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno, menempatkan dalam lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat pada anak, mendidik bertetangga dan

bermasyarakat.12

Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam

keluarga. Segala sesuatu sekecil apapun yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh siapapun, termasuk orang tua akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan di hadirat Allah.13 Dengan tanggung jawab dari

orang tua dalam dunia pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak orang tua adalah model

yang harus dituru dan diteladani. Sebagai model, orangtua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena

itu, islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik.

Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan

12

M. Thalib. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak) (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997). hal, 7

13

(18)

9

hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik buruknya keteladanan yang

diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orangtua tampilkan dalam bersikap dan berprilaku tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak.

Meniru kebiasaan orang tua adalah satuhal yang sering anak lakukan, karena memang masa perkembangannya, anak selalu ingin mengikuti apa-apa yang orang tua lakukan. Anak akan selalu meniru ini dalam

pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar melalui imitasi.14

Disebutkan pula dalam bukunya Abdul Mustaqim (2005:33-34),

beberapa aspek-aspek pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak berdasarkan ungkapan Luqman, yaitu:

a. Penanaman Aqidah atau tauhid. Aqidah atau tauhid dapat

diibaratkan sebagai fondasi. Karena itu ia harus kukuh dan kuat.

b. Penanaman kesadaran bertindak (berakhlak), yaitu kesadaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak dan langkah

manusia selalu berada dalam pengawasan Allah. Dengan keyakinan ini, manusia akan selalu sadar bahwa setiap tindakan

akan bernilai dan berimplikasi pada sebuah hasil baik atau buruk.

c. Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar. Shalat harus mulai ditanamkan sejak kecil, sehingga ketika dewasa,

anak telah terbiasa dan disiplin dalam menjalankan shalat.

14

(19)

10

d. Pelatihan kesabaran. Kesabaran perlu ditanamkan sejak didni.

Sebab, hidup ini penuh dengan tantagan, hambatan dan rintangan. Tanpa kesabaran, seseorang akan mudah putus asa dan patah

semangat dalam meraih cita-citanya.

e. Larangan bersikap sombong dan angkuh. Kesombongan perlu dihindari karenaakan mengantarkan pada kehinaan dan kerendahan

martabat, baik dimata Allah maupun dimata manusia. Oleh karena itu,

sikap sombong, meremehkan orang lain dan pongah harus dibuang

jauh-jauh. Sebaliknya sikap tawadhu’ dan rendah hati harus ditanamkan pada pribadi setiap anak.

Dalam mendidik anak ada sebuah dinamika yang mengiringinya. Pola asuh orang tua berbanding lurus denganmutu kepercayaan anak. Secara teoritis, semakin meningkat usia anak semakin tinggi kepercayaan orang

tua terhadap anak. Dengan demikian usia anak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola asuh yang dibangun oleh orang tua dalam

mendidik seorang anak. Kualitas ketergantungan anak mempengaruhi kualitas kepercayaan dan pengawasan orang tua terhadap anak. Semakin tinggi ketergantungan anak kepada orang tua semakin melemah

kepercayaan dan semakin ketat pengawasan yang diberikan kepada anak15.

15

(20)

11

B. Sikap Religius

Religi atau jiwa agama, pertama kali muncul di tengah-tengah kita

sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga sosial. Pada tingkat personal, agama berkaitan dengan apa yang diimani secara pribadi. Bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan anda, bagaimana pengaruh

agama pada apa yang anda pikirkan, rasakan, atau lakukan. Sedangkan pada tingkat sosial, agama dapat kita lihat pada kegiatan

kelompok-kelompok sosial keagamaan. Peneliti agama di sini melihat bagaimana agama berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat lainnya atau bagaimana dinamika kelompok terjadi dalam organisasi keagamaan.

Setiap diri kita adalah bagian dari anggota kelompok keagamaan.16

Dalam aspek perilaku, agama identik dengan istilah religiusitas

(keberagamaan) yang artinya seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim,

religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam.17

Sehingga dalam pandangan Jaluluddin Rahmat, religiusitas merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri seseorang. Manusia berperilaku

16Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama…… hal. 32-33.

17 Nashori dan mucharam, 2002. Dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas Berbasis Religiusitas. Jurnal Episteme 2 No. 1 Juni 2007 hal. 46-56

(21)

12

agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah.

Mengindarkan dari hukuman (siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala). Manusia hanyalah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian

hukuman dan hadiah.18 Dari sinilah kemudian kita dapat melihat bahwa tingkat religiusitas seseorang tidak hanya terletak pada spriritualitas individu, tetapi lebih menyerupai aktivitas beragama yang ditunjukkan

dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan secara konsisten.

1. Dimensi-dimensi dalam Religiusitas

Dalam konteks Islam, agama (ad-Din) adalah ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Agama sendiri sesungguhnya merupakan sistem yang

menyeluruh yang mencakup berbagai dimensi kehidupan. Menurut Glock dan Stark, ada lima dimensi keberagamaan.19Pertama, dimensi

peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimension, religious practice); yaitu aspek yang mengatur sejauh mana seseorang yang melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya;

pergi ke tempat ibadah, berdoa pribadi, berpuasa, dan lain-lain. Dimensi ritual ini merupakan perilaku keberagaman yang berupa

peribadatan berbentuk upacara keagamaan. Pengertian lain mengemukakan bahwa ritual merupakan sentimen secara tetap dan merupakan pengulangan sikap yang benar dan pasti. Perilaku seperti

18 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal. 133.

19 Dikutip oleh Utami Munandar dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas BerbasisReligiusitas...hal 51

(22)

13

ini dalam Islam dikenal dengan istilah mahdaah yaitu meliputi shalat,

puasa, haji dan kegiatan yang lain yang bersifat ritual, merendahkan diri kepada Allah dan mengagungkannya.

Kedua, dimensi keyakinan (the ideological dimension,

religious belief); yang berfungsi untuk mengukur tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang bersifat dogmatis dalam

agama. Misalnya; menerima keberadaan Tuhan, malaikat dan setan, surga dan neraka, dan lain-lain. Dalam konteks Islam, dimensi

ideologis ini menyangkut kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agamanya, baik itu dalam ukuran skala fisical, psikis, sosial, budaya, maupun interaksinya terhadap dunia-dunia mistik yang berada di luar

kesadaran manusia lainnya.

Ketiga, dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension, religious knowledge); yaitu tentang seberapa jauh

seseorang mengetahui, mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu mau melakukan aktifitas untuk

semakin menambah pemahamannya dalam keagamaan yang berkaitan dengan agamanya. Misalnya; mengikuti seminar keagamaan,

membaca buku agama, dan lain-lain.

Keempat, dimensi pengamalan (the experiential dimension, religious feeling); berkaitan dengan sejauh mana orang tersebut

(23)

14

lain. Berdoa merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri

kepada Allah yang pada akhirnya ketenangan, ketentraman jiwa dan keindahan hidup akan digapai oleh semua manusia.

Kelima, dimensi konsekuensi (the consequential dimension,

religious effect); dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya; menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri dan lain-lain. Aspek ini berbeda dengan

aspek ritual. Aspek ritual lebih pada perilaku keagamaan yang bersifat penyembahan/adorasi sedangkan aspek komitmen lebih mengarah pada hubungan manusia tersebut dengan sesamanya.

Sedangkan Brown menyebutkan ada lima variabel yang berkaitan dengan asal usul agama itu sendri, yaitu:

1. Tingkah laku.

2. Renungan suci dan iman (belief).

3. Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience).

4. Keterikatan (infolvement). 5. Consequential effects.

Religiusitas biasa digambarkan dengan adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan agama sebagai unsur efektif dan perilaku sebagai unsur psikomotorik.

(24)

15

Al-Farabi melukiskan manusia sebagai binatang rasional (

al-hayawan al-nathiq) yang lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain. Manusia menikmati dominasinya atas spesies-spesies lain karena

mempunyai intelegensi atau kecerdasan (nuthq) dan kemauan (iradah). Keduanya merupakan fungsi dari daya kemampuan yang ada pada manusia.20

Dalam kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadlilah, dijelaskan bahwa manusia mempunyai lima kemampuan atau daya, yang menjadi

faktor dominan dalam mempengaruhi sikap religiusitas seseorang. Adapun kelima faktor tersebut, antara lain:

a. Kemampuan untuk tumbuh yang disebut daya vegetatif (

al-quwwat al-ghadziyah), sehingga memungkinkan manusia berkembang menjadi besar dan dewasa.

b. Daya mengindera (al-quwwah al-hassah), yang memungkinkan manusia dapat menerima rangsangan seperti panas, dingin dan lainnya. Daya ini membuat manusia mampu mengecap, membau,

mendengar dan melihat warna serta obyek-obyek penglihatan lain.

c. Daya imajinasi (al-quwwahal-mutakhayyilah) yang memungkinkan manusia masih tetap mempunyai kesan atas apa yang dirasakan meski obyek tersebut telah tidak ada lagi dalam

jangkauan indera.

20 Al-Farabi, “Al-Siyâsah al-Madaniyah”, dalam Yuhana Qumaer (Ed), Falâsifah al-Arâb:Al-Fârâbî, (Mesir, Dar al-Masyriq, tt), 91.

(25)

16

d. Daya berpikir (al-quwwat al-nathiqah), yang memungkinkan

manusia untuk memahami berbagai pengertian sehingga dapat membedakan antara yang satu dengan lainnya, kemampuan untuk

menguasai ilmu dan seni.

e. Daya rasa (al-quwwah al-tarwi'iyyah), yang membuat manusia mempunyai kesan dari apa yang dirasakan: suka atau tidak suka.21

Pengetahuan manusia, menurut al-Farabi, diperoleh lewat tiga daya yang dimiliki, yaitu daya indera (al-quwwah al-hassah), daya

imajinasi (al-quwwah al-mutakhayyilah) dan daya pikir (al-quwwah al-nathiqah), yang masing-masing disebut sebagai indera eksternal, indera internal dan intelek. Tiga macam indera ini merupakan sarana

utama dalam pencapaian keilmuan. Menurut Osman Bakar, pembagian tiga macam indera tersebut sesuai dengan struktur

tritunggal dunia ragawi, jiwa dan ruhani, dalam alam kosmos.22

Berdasarkan pada konsep psikologi al-Farabi, maka dapat disimpulkan bahwa manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi

tumbuhan (vegetative) dan binatang (animal). Ia juga dapat tumbuh dan berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar

(rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (al-aql al-kulli), sehingga dengan sendirinya manusia pun memiliki kesanggupan untuk lepas dari belitan dunia materi. Untuk selanjutnya

21Al-Farabi, Mabadi’ Ara’ Ahl al-Madînah al-Fadlilah (The Ferfect State), ed. Richard

Walzer (Oxford: Clarendon Press, 1985), 164-70

(26)

17

menjangkau realitas-realitas metafisis yang bersifat non-material.

Bahkan intelek ini diyakini banyak orang, akan mampu mengantarkan manusia “bertemu” dengan Tuhannya. Di sinilah letak keutamaan

nilai seorang manusia dibanding makhluk lain di sekitar mereka.23 C. Hubungan Kepemimpinan Orang Tua Dengan Sikap Religiusitas

Siswa

Orang tua memiliki peranan utama dalam pendidikan anaknya, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal

anak. Orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, baik secara jasmani maupun secara rohani. Orang tua bertanggung jawab terhadap anak, khususnya pada perkembangan sikap religius anak. Dalam

memilih ataupun memeluk agama masih tergantung kepada orang tuanya. Semakin baik perilaku kepemimpinan orang tua dalam mendidik

anak, maka semakin baik pula perkembangan anak, baik dalam perkembangan secara jasmani maupun perkembangan secara rohani.

Dalam kehidupan sehari-hari orang tua wajib memberikan

pelajaran serta menerapkan nilai-nilai atau sifat religius bagi anak-anaknya, agar ketika anak tumbuh dewasa memiliki sifat-sifat keagamaan,

orang tua sebaiknya mengajari anak untuk melaksanakan shalat, mengajari puasa, mengaji, memberikan pemahaman tentang zakat, dan menerapkan nilai-nilai agama yang lainnya.

23 Nur Afida, Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Self Regulation Mahasiswa Universitas Yudharta Pasuruan. Skripsi, 2009. Hal. 21

(27)

18

Dalam keluarga orang tua bertanggung jawab memberikan

pendidikan kepada anaknya dengan pendidikan yang baik berdasrkan nilai-nilai akhlak dan spiritual yang luhur.

Orang tua sebaiknya selalu mengawasi perkembangan anaknya, baik di dalam rumah, maupun di lingkungan luar, jika orang tua selalu mengawasi anak, maka anak akan dapat berkembang sesuai dengan

keinginan orang tua, berbeda dengan anak yang selalu diberi kebebasan oleh orang tua. Anak sulit dikontrol dan berkembang tidak sesuai

keinginan orang tua.

Menurut Rasul fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang

dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari

bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orangtua mereka. 24

Jadi pengembangan agama anak, dari anak meniru tindakan-tindakan peribadatan hingga anak mengembangkan potensi beragama yang

ia memiliki semua tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya. Jika orang tua tidak pernah membiasakan anak dengan sikap religius, maka anak

tidak akan bisa melakukan hal-hal yang bersifat agama.

Sehingga dengan adanya pengawasan dan bimbingan orang tua pada hal keagamaan diharapkan anak dapat memiliki sikap religious yang

baik.

24

Ibid, hal. 38

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Orang tua

Kepemimpinana atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan dari

ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip atau rumusannya diharapkan dapat

mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.

Menurut Bundel memandang kepemimpinan sebagai suatu seni untuk

mempengaruhi orang lain mengajarkan apa yang diharapkan supaya orang

lain mengerjakannya.1

Adapun menurut Rauch dan Behlingmenyatakan bahwa

kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah

kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

Menurut Cragan dan Wright kepemimpinan adalah komunikasi yang

secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan

kelompok.

Dalam islam kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah,imamah,

dan ulil amri. Juga ada istilah ra’in.kata khalifah mengandung makna ganda

(29)

dilain pihak khalifah diartikan sebagai kepala Negara dalam pemerintahan dan

kerajaan Islam masa lalu.2

Dari definisi kepemimpinan di atas menurut para ahli dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah sikap untuk mempengaruhi

sebuah kelompok atau organisasi untuk sebuah pencapaian tujuan yang di

inginkannya.

Yang dimaksud kepemimpinan orang tua disini adalah kepala keluarga

yaitu seorang ayah, karena ayah adalah sosok tertinggi dalam keluarga.Ia

merupakan sosok pemimpin atau kepala keluarga, dan figure yang

bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam keluarga, sebagai suami bagi

istrinya dan ayah bagi anak-anaknya ia memiliki kewajiban yang harus

dipikulnya.adapun hak dan kewajiban seorang ayah adalah sebagai berikut:3

1. Kewajiban suami

a. Memelihara keluarga dari api neraka

b. Mencari dan member nafkah yang halal

c. Bertanggung jawab atas ketenangan keselamatan, dan

kesejahteraan keluarga.

d. Memimpin keluarga

2Ibid, hal. 10

(30)

e. Mendidik anak dengan penuh rasa kasih saying dan tanggung

jawab

f. Mencari istri yang shalehah dan pendidik

g. Member kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai

dengan ajaran agama

h. Mendoakan anak-anaknya

i. Menciptakan ketenangan jiwa dalam keluarga

j. Memilih lingkungan yang baik

k. Berbuat adil.

2. Hak suami

a. Dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga

b. Dibantu dalam mengelola rumah tangga

c. Diperlakukan dengan baik dan penuh cinta kasih dalam

memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun psikis.

d. Menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan harta

keluarga yang diamanahkan padanya

e. Disantuni dan disayangi di hari tua oleh anak bahkan setelah

meninggalnya.

Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang

diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap sesuai dengan

(31)

teladan yang baik (ing ngarso sung tulodo) memberikan semangat sehingga

pengikut itu kreatif (ing madyo mangun karso), dan membimbing ( tut wuri

handayani). Sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah

harus mengerti serta memahami kepentingan-kepentingan dari keluarga yang

dipimpinnya (manungguling kawulo lam gusti).4

Dalam kehidupan apapun jika ada aktivitas mempengaruhi maka

terjadi kepemimpinan, maka dimana saja bisa terjadi hal memimpin dan

dipimpin bahkan dalam kehidupan kita sehari-haripun banyak terjadi

kepemimpinan.Kepemimpinan dapat menghasilkan hal-hal yang positif

maupun hal-hal yang negatif, hasil kepemimpinan tersebut berdasarkan pada

cara-cara sesorang membimbing, mempengaruhi maupun mengajak orang lain

tersebut.

1. Faktor-faktor dalam kepemimpinan 5

Adapun factor-faktor yang ada dalam kepemimpinan yaitu;

a. Pendayagunaan pengaruh

b. Hubungan antar manusia

c. Proses komunikasi dan

d. Pencapaian suatu tujuan.

(32)

Menurut Fielder dalam teorinya bahwa efektivitas suatu organisasi

tergantung pada variable yang saling berinteraksi, yaitu (1)system motivasi

dari pemimpin, dan (2) tingkat keadaan yang menyenangkan dari situasi.6

Berdasar teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan dalam tiga

dimensi :

(1) hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan mempunyai

lebih banyak kekuasaan dari pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan

yang baik terhadap anggotanya, kalau dia disenangi dihormati dan dipercayai;

(2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik

memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada kalau penugasan itu

kabur tidak jelas dan tidak terstruktur; dan

(3) posisi kekuasaan, yaitu pemimpin akan mempunyai kekuasaan

dan pengaruh lebih banyak apabila ia member ganjaran, hukuman daripada ia

tidak memiliki kedudukan seperti itu.

Orang tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik melalui hubungan

biologis maupun sosial.7Jadi orang tua bukan hanya orang yang secara

biologis melahirkan anak, tetapi adanya orang tua bisa dengan hubungan

6Ibid, hal. 46

7 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: Rineka

(33)

sosial, seperti orang tua angkat yang mana tidak melahirkan seseorang, tetapi

bisa memiliki anak karena mengadopsi atau yang lainnya.

Orang tua adalah pendidik dalam keluarga.Orang tua merupakan

pendidik utama dan pertama bagi anak-anak merek.Dari mereka anak

mula-mula menerima pendidikan.Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan

terdapat dalam kehidupan keluarga.8

Berdasarkan pengertian diatas, maka kepemimpinan orang tua adalah

aktivitas orang tua dalam mempengaruhi anaknya dalam segala

hal.kepemimpinan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kepemimpinan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai agama kepada

anak.

Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua

keterampilan, yaitu keterampilan manajemen maupun keterampilan

teknis.Sedangkan criteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa

criteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina

hubungan yang serasi dengan anak,pengasuan keahlian teknis mendidik anak,

memberikan contoh yang baik kepada anak,memperbaiki jika ada kesalahan

dan kekeliruan dalam mendidik, mendidik dan melatih anak. Pola asuh orang

tua dalam keluarga ada beberapa tipe diantaranya yaitu;9

(34)

1. Pola asuh demokratis, disini seorang orang tua bersikap friendly terhadap

anaknya dan anak bebas untuk mengungkapkan pendapatnya. Disini

seorang orang tua mau mendengarkan keluh kesah anaknya dan orangtua

memberikan masukan-masukan disini seorang orang tua buka hanya

memberikan masukan sajah tapi juga ikut mengarahkan anaknya.

Orangtua tipe seperti ini lebih bersifat realistis terhadap kemampuan anak,

tidak berharap yang berlebihan terhadap anak atau memaksa anak.

Cirri-ciri orangtua demokratis

a. Orangtua lebih bersikap luwes terhadap anak, terutama yang

menyangkut minat anak dalam mengembangkan dirinya.

b. Mengembangkan sikap saling menghormati dan mengasihi

antaranggota keluarga dalam berbagai hal.

c. Dikembangkannya sikap terbuka, baik orangtua terhadpa anak maupun

anak terhadap orangtua untuk melancarkan komunikasi antaranggota

keluarga.

d. Adanya pembagian tugas dan wewenang dalam keluarga yang

menyangkut kepentingan bersama.

Dari cirri-ciri diatas dapat diberi contoh sebagai berikut pak Yusuf

mempunyai anak bernama Agil setiap datang waktu sholat pak yusuf

langsung menyuruh agi untuk mengejakan sholat tetapi terkadang Agil

(35)

memarahi anaknya tetapi Agil diberi pengertian terlebih dahulu bahwa

sholat di awal waktu itu lebih baik daripada diakhir waktu. Jadi dari

contoh diatas bisa disimpulkan bahwa dalam mendidik seorang anak itu

tidak harus ditekan melainkan anak tersebut kita beri penjelasannya

terlebih dahulu.l

2. Pola asuh otoriter, orangtua disini bersikap terlalu memaksakan

kehendaknya sendiri, segala keinginannya harus di turuti oleh seorang

anaknya. Jika seorang anak tidak mau menuruti kemauan orangtuanya

maka seorang anak akan diberikan hukuman. Orangtua tipe seperti ini

biasanya tidak mengenal kompromi dan biasanya berkomunikasi dengan

satuh arah.

Ciri-ciri orangtua bersifat otoriter

a. Orangtua sering menghukum secara fisik

b. Orangtua cendereng bersikap mengomando

c. Bersikap kaku

d. Orsngtua cenderung bersifat emosional dan menolak

3. Pola asuh permisif, disini orantua terlalu membebaskan anaknya untuk

mengatur dirinya sendiri, pola asuh seperti ini yaitu memberikan sikap

longgar atau terlalu bebas terhadap anaknya sehingga anak terlalu bersifat

semena-mena tanpa adanya control dari orangtuanya.

(36)

a. Orangtua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak

sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberi oleh

mereka.

b. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan

dorongan atau keinginannya.

c. Orangtua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur prilaku anak

tersebut meskipun sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Taufiqurrahman, dosen

Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, telah membuktikan bahwa

terdapat kepemimpinan orang tua yang demokratis, otoriter, dan permisif

dalam suatu keluarga. Dibandingkan kepemimpinan orang tua yang otoriter

dan permisif, kepemimpinan orangtua yang demokratis lebih dominan dalam

suatu keluarga.10

Cara-cara kepemimpinan mana yang dipilih tergantung dari berbagai

pertimbanga tanpa mengabaikan kemungkinan efek yang ditimbulkan dari

kebijakan yang dilakukan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana proses

mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok diarahkan untuk mencapai

tujuan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada tiga factor yang

10Khazanah: majalah Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol.II, No.05 September – oktober

(37)

mempengaruhi proses kepemimpinan, yaitu pemimpin, kelompok, dan situasi.

11

Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya menurut Thalib

yaitu, bergembira menyambut kelahiran anak, member nama yang baik,

memperlakukan anak dengan lemah lembut dan kasih saying, menanamkan

rasa cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak, menanamkan akidah

tauhid, membimbing dan melatih anak menerjakan sholat, berlaku adil,

memperhatikan teman anak, menghormati anak, member hiburan mencegah

dari perbuatan dan pergaulan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno,

menempatkan dalam lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat pada

anak, mendidik bertetangga dan bermasyarakat.12

Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam keluarga.

Segala sesuatu sekecil apapun yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh

siapapun, termasuk orang tua akan dipertanyakan dan dipertanggung

jawabkan di hadirat Allah.13Dengan tanggung jawab dari orang tua dalam

dunia pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam

keluarga.Bagi anak orang tua adalah model yang harus dituru dan

diteladani.Sebagai model, orangtua seharusnya memberikan contoh yang

11Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita. Perilaku Keorganisasian. BPFE, Yogyakarta, 2000, hal.128.

12 M. Thalib. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak) (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997).

hal, 7

(38)

terbaik bagi anak dalam keluarga.Sikap dan perilaku orang tua harus

mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, islam mengajarkan kepada

orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik.

Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam

pembentukan kepribadian seorang anak.Sejak kecil anak sudah mendapat

pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup

sehari-hari dalam keluarga.Baik buruknya keteladanan yang diberikan dan

bagaimana kebiasaan hidup orangtua tampilkan dalam bersikap dan berprilaku

tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak.Meniru kebiasaan orang tua

adalah satuhal yang sering anak lakukan, karena memang masa

perkembangannya, anak selalu ingin mengikuti apa-apa yang orang tua

lakukan. Anak akan selalu meniru ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah

anak belajar melalui imitasi.14

Disebutkan pula dalam bukunya Abdul Mustaqim (2005:33-34),

beberapa aspek-aspek pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak

berdasarkan ungkapan Luqman, yaitu:

a. Penanaman Aqidah atau tauhid. Aqidah atau tauhid dapat diibaratkan

sebagai fondasi. Karena itu ia harus kukuh dan kuat.

b. Penanaman kesadaran bertindak (berakhlak), yaitu kesadaran yang

didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak dan langkah manusia

(39)

selalu berada dalam pengawasan Allah. Dengan keyakinan ini,

manusia akan selalu sadar bahwa setiap tindakan akan bernilai dan

berimplikasi pada sebuah hasil baik atau buruk.

c. Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar.

Shalat harus mulai ditanamkan sejak kecil, sehingga ketika dewasa,

anak telah terbiasa dan disiplin dalam menjalankan shalat.

d. Pelatihan kesabaran. Kesabaran perlu ditanamkan sejak didni.Sebab,

hidup ini penuh dengan tantagan, hambatan dan rintangan. Tanpa

kesabaran, seseorang akan mudah putus asa dan patah semangat dalam

meraih cita-citanya.

e. Larangan bersikap sombong dan angkuh. Kesombongan perlu

dihindari karenaakan mengantarkan pada kehinaan dan kerendahan

martabat, baik dimata Allah maupun dimata manusia. Oleh karena itu,

sikap sombong, meremehkan orang lain dan pongah harus dibuang

jauh-jauh. Sebaliknya sikap tawadhu’ dan rendah hati harus

ditanamkan pada pribadi setiap anak.

Dalam mendidik anak ada sebuah dinamika yang mengiringinya.Pola asuh

orang tua berbanding lurus denganmutu kepercayaan anak. Secara teoritis,

semakin meningkat usia anak semakin tinggi kepercayaan orang tua terhadap

(40)

terhadap pola asuh yang dibangun oleh orang tua dalam mendidik seorang

anak. Kualitas ketergantungan anak mempengaruhi kualitas kepercayaan dan

pengawasan orang tua terhadap anak.Semakin tinggi ketergantungan anak

kepada orang tua semakin melemah kepercayaan dan semakin ketat

pengawasan yang diberikan kepada anak15.

B. Sikap Religius

Religi atau jiwa agama, pertama kali muncul di tengah-tengah kita

sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga sosial. Pada tingkat

personal, agama berkaitan dengan apa yang diimani secara pribadi.

Bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan anda, bagaimana pengaruh

agama pada apa yang anda pikirkan, rasakan, atau lakukan. Sedangkan pada

tingkat sosial, agama dapat kita lihat pada kegiatan kelompok-kelompok

sosial keagamaan.Peneliti agama di sini melihat bagaimana agama

berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat lainnya atau bagaimana

dinamika kelompok terjadi dalam organisasi keagamaan.Setiap diri kita

adalah bagian dari anggota kelompok keagamaan.16

Dalam aspek perilaku, agama identik dengan istilah religiusitas

(keberagamaan) yang artinya seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh

keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam

penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, religiusitas

15 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, hal. 74

(41)

dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan

penghayatan atas agama Islam.17

Sehingga dalam pandangan Jaluluddin Rahmat, religiusitas merupakan

integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan

keagamaan dalam diri seseorang.Manusia berperilaku agama karena didorong

oleh rangsangan hukuman dan hadiah.Mengindarkan dari hukuman (siksaan)

dan mengharapkan hadiah (pahala).Manusia hanyalah robot yang bergerak

secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah.18Dari sinilah

kemudian kita dapat melihat bahwa tingkat religiusitas seseorang tidak hanya

terletak pada spriritualitas individu, tetapi lebih menyerupai aktivitas

beragama yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan

secara konsisten.

1. Dimensi-dimensi dalam Religiusitas

Dalam konteks Islam, agama (ad-Din) adalah ketetapan Illahi

yang diwahyukan kepada nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup

manusia. Agama sendiri sesungguhnya merupakan sistem yang

menyeluruh yang mencakup berbagai dimensi kehidupan. Menurut Glock

17Nashori dan mucharam, 2002. Dalam Salamah Noorhidayati, Kreativitas Berbasis Religiusitas. Jurnal Episteme 2 No. 1 Juni 2007 hal. 46-56

(42)

dan Stark, ada lima dimensi keberagamaan.19Pertama, dimensi

peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimension, religious

practice); yaitu aspek yang mengatur sejauh mana seseorang yang

melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya;

pergi ke tempat ibadah, berdoa pribadi, berpuasa, dan lain-lain.Dimensi

ritual ini merupakan perilaku keberagaman yang berupa peribadatan

berbentuk upacara keagamaan. Pengertian lain mengemukakan bahwa

ritual merupakan sentimen secara tetap dan merupakan pengulangan sikap

yang benar dan pasti. Perilaku seperti ini dalam Islam dikenal dengan

istilah mahdaah yaitu meliputi shalat, puasa, haji dan kegiatan yang lain

yang bersifat ritual, merendahkan diri kepada Allah dan

mengagungkannya.

Kedua, dimensi keyakinan (the ideological dimension, religious

belief); yang berfungsi untuk mengukur tingkatan sejauh mana seseorang

menerima hal-hal yang bersifat dogmatis dalam agama.Misalnya;

menerima keberadaan Tuhan, malaikat dan setan, surga dan neraka, dan

lain-lain.Dalam konteks Islam, dimensi ideologis ini menyangkut

kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agamanya, baik itu dalam

ukuran skala fisical, psikis, sosial, budaya, maupun interaksinya terhadap

dunia-dunia mistik yang berada di luar kesadaran manusia lainnya.

(43)

Ketiga, dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension,

religious knowledge); yaitu tentang seberapa jauh seseorang mengetahui,

mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana

seseorang itu mau melakukan aktifitas untuk semakin menambah

pemahamannya dalam keagamaan yang berkaitan dengan

agamanya.Misalnya; mengikuti seminar keagamaan, membaca buku

agama, dan lain-lain.

Keempat, dimensi pengamalan (the experiential dimension,

religious feeling); berkaitan dengan sejauh mana orang tersebut pernah

mangalami pengalaman yang merupakan keajaiban dari Tuhan.Misalnya;

merasa doanya dikabulkan, merasa diselamatkan, dan lain-lain. Berdoa

merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah yang

pada akhirnya ketenangan, ketentraman jiwa dan keindahan hidup akan

digapai oleh semua manusia.

Kelima, dimensi konsekuensi (the consequential dimension,

religious effect); dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang

itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan

sehari-hari.Misalnya; menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak

mencuri dan lain-lain.Aspek ini berbeda dengan aspek ritual.Aspek ritual

(44)

sedangkan aspek komitmen lebih mengarah pada hubungan manusia

tersebut dengan sesamanya.

Sedangkan Brown menyebutkan ada lima variabel yang berkaitan

dengan asal usul agama itu sendri, yaitu:

1. Tingkah laku.

2. Renungan suci dan iman (belief).

3. Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience).

4. Keterikatan (infolvement).

5. Consequential effects.

Religiusitas biasa digambarkan dengan adanya konsistensi antara

kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan agama

sebagai unsurefektif dan perilaku sebagai unsur psikomotorik.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Religius

Al-Farabi melukiskan manusia sebagai binatang rasional (

al-hayawan al-nathiq) yang lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain.

Manusia menikmati dominasinya atas spesies-spesies lain karena

mempunyai intelegensi atau kecerdasan (nuthq) dan kemauan

(iradah).Keduanya merupakan fungsi dari daya kemampuan yang ada

pada manusia.20

(45)

Dalam kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadlilah, dijelaskan bahwa

manusia mempunyai lima kemampuan atau daya, yang menjadi faktor

dominan dalam mempengaruhi sikap religiusitas seseorang. Adapun

kelima faktor tersebut, antara lain:

a. Kemampuan untuk tumbuh yang disebut daya vegetatif (al-quwwat

al-ghadziyah), sehingga memungkinkan manusia berkembang

menjadi besar dan dewasa.

b. Daya mengindera (al-quwwah al-hassah), yang memungkinkan

manusia dapat menerima rangsangan seperti panas, dingin dan

lainnya. Daya ini membuat manusia mampu mengecap, membau,

mendengar dan melihat warna serta obyek-obyek penglihatan lain.

c. Daya imajinasi (al-quwwahal-mutakhayyilah) yang memungkinkan

manusia masih tetap mempunyai kesan atas apa yang dirasakan

meski obyek tersebut telah tidak ada lagi dalam jangkauan indera.

d. Daya berpikir (al-quwwat al-nathiqah), yang memungkinkan

manusia untuk memahami berbagai pengertian sehingga dapat

membedakan antara yang satu dengan lainnya, kemampuan untuk

menguasai ilmu dan seni.

e. Daya rasa (al-quwwah al-tarwi'iyyah), yang membuat manusia

mempunyai kesan dari apa yang dirasakan: suka atau tidak suka.21

21Al-Farabi, Mabadi’ Ara’ Ahl al-Madînah al-Fadlilah (The Ferfect State), ed. Richard Walzer

(46)

Pengetahuan manusia, menurut al-Farabi, diperoleh lewat tiga

daya yang dimiliki, yaitu daya indera (al-quwwah al-hassah), daya

imajinasi (al-quwwah al-mutakhayyilah) dan daya pikir (quwwah

al-nathiqah), yang masing-masing disebut sebagai indera eksternal, indera

internal dan intelek.Tiga macam indera ini merupakan sarana utama

dalam pencapaian keilmuan. Menurut Osman Bakar, pembagian tiga

macam indera tersebut sesuai denganstruktur tritunggal dunia ragawi,

jiwa dan ruhani, dalam alam kosmos.22

Berdasarkan pada konsep psikologi al-Farabi, maka dapat

disimpulkan bahwa manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi

tumbuhan (vegetative) dan binatang (animal).Ia juga dapat tumbuh dan

berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar

(rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (a

l-aql al-kulli), sehingga dengan sendirinya manusia pun memiliki

kesanggupan untuk lepas dari belitan dunia materi.Untuk selanjutnya

menjangkau realitas-realitas metafisis yang bersifat non-material. Bahkan

intelek ini diyakini banyak orang, akan mampu mengantarkan manusia

“bertemu” dengan Tuhannya. Di sinilah letak keutamaan nilai seorang

manusia dibanding makhluk lain di sekitar mereka.23

C. Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua Dengan Sikap Religius Siswa

22Osman Bakar, Hirarki Ilmu, terj. Purwanto (Bandung: Mizan, 1997), hal. 67.

(47)

Orang tua memiliki peranan utama dalam pendidikan anaknya, karena

lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal anak.

Orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, baik secara

jasmani maupun secara rohani. Orang tua bertanggung jawab terhadap

anak, khususnya pada perkembangan sikap religius anak. Dalam memilih

ataupun memeluk agama masih tergantung kepada orang tuanya.

Semakin baik perilaku kepemimpinan orang tua dalam mendidik

anak, maka semakin baik pula perkembangan anak, baik dalam perkembangan

secara jasmani maupun perkembangan secara rohani.

Dalam kehidupan sehari-hari orang tua wajib memberikan pelajaran

serta menerapkan nilai-nilai atau sifat religius bagi anak-anaknya, agar ketika

anak tumbuh dewasa memiliki sifat-sifat keagamaan, orang tua sebaiknya

mengajari anak untuk melaksanakan shalat, mengajari puasa, mengaji,

memberikan pemahaman tentang zakat, dan menerapkan nilai-nilai agama

yang lainnya.

Dalam keluarga orang tua bertanggung jawab memberikan pendidikan

kepada anaknya dengan pendidikan yang baik berdasrkan nilai-nilai akhlak

dan spiritual yang luhur.

Orang tua sebaiknya selalu mengawasi perkembangan anaknya, baik

di dalam rumah, maupun di lingkungan luar, jika orang tua selalu mengawasi

(48)

berbeda dengan anak yang selalu diberi kebebasan oleh orang tua. Anak sulit

dikontrol dan berkembang tidak sesuai keinginan orang tua.

Menurut Rasul fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk

membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang dilahirkan

sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama

yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan

dan pengaruh kedua orangtua mereka. 24

Jadi pengembangan agama anak, dari anak meniru tindakan-tindakan

peribadatan hingga anak mengembangkan potensi beragama yang ia memiliki

semua tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya. Jika orang tua tidak pernah

membiasakan anak dengan sikap religius, maka anak tidak akan bisa

melakukan hal-hal yang bersifat agama.

Sehingga dengan adanya pengawasan dan bimbingan orang tua pada

hal keagamaan diharapkan anak dapat memiliki sikap religious yang baik.

(49)
(50)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang

harusdilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat

tertentu,sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,

mengembangkan,dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan

denganmenggunakan metode-metode tertentu.1 Adapun teknik penelitian yang

akan dilakukan ini kedepannya nantinya ada beberapa cara untuk mengumpulkan

data-data, dan untuk penelitian ini memilih lokasi di SMP “AL-Islam” Krian

Sidoarjo dengan alasan yang cocok dan sekaligus strategis untuk penelitian

karena merupakan suatu yang bisa dikatakan banyak siswa dan siswi yang

dipandang berkepribadian modern, bertempat tinggal dikota, yang juga

berdampak pada pergaulan mereka sehari-hari.. Dengan ini maka akan membantu

dalam penelitian. Penelitian kualitatif deskriptifbertujuan untuk memberikan

penjelasan secara rinci, lengkap danmendalam tentang fenomena sosial yang ada

di kaitannya dengan penelitian.2guna menguji hipotesis sebab yang diutamakan

adalah pemahaman terhadap masalah yang ada.

1Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: UGM Press, 1997), hal. 3

2Anselm Strauss dan Julict Corben, Dasar-dasar penelitian kualitatif prosedur teknik dan teori

(51)

Kemudian bentuk dan jenis penelitian kualitatif deskriptif iniakan mampu

menangkap, dimana hal ini lebih berharga dari padasekedar pernyataan jumlah

atau frekuensi dalam bentuk angka.Disamping itu bentuk penelitian ini lebih

menekankan pada masalahproses dan makna dari pada hasil, karena makna

mengenai sesuatusangat ditentukan oleh proses bagaimana ketentuan itu

terjadi.3Strategi Penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Hal ini didasarkan

atas pertimbangan bahwa studi kasus adalah strategi yangpaling cocok untuk

menjawab pertanyaan “mengapa dan bagaimana”sehingga dapat dilakukan

klasifikasi dan klarifikasi secara tepatterhadap hakekat pertanyaan yang diajukan

dalam penelitian.Disamping itu juga dapat menguji apakah proposisi teori yang

dipakaisudah benar, atau alternative penjelasannya relevan.4

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan berparadigma Deskriptif- Kualitatif,

Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Menurut mereka, pendekatan

ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).Jadi, dalam

3Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif (Surakarta: UNS, 1996), hal. 54

4Roberty K. Yin, Case Studi Research: Desain dan Metode (Beverly Hill Sage publication,

(52)

hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau oraganisasi ke dalam variabel

atau hipotetis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.5

Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata

(bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dll)

atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan untuk pendiskripsian secara

analisis sesuatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan

yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakekat proses

tersebut.6

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai

fenomena secara rinci dan tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara

holistis kontektual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan

memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.

Sedangkan jenis penelitiannya adalah menggunakan studi kasus. Gempur

Santoso mengatakan bahwa studi kasus adalah penelitian yang pada umumnya

bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu,

kelompok, lembaga, atau masyarakat tertentu. Tentang latar belakang, keadaan

sekarang, atau interaksi yang terjadi.7

5Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), hal. 5 6 Nana Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1989), hal.203

7Gempur Santoso, Fundamental Metodoogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Prestasi

(53)

Sedangkan Moh. Nazir, studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian

tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau

khas dari keseluruhan personalitas.Subjek penelitian dapat saja individu,

kelompok, lembaga maupun masyarakat.Peneliti ingin mempelajari secara

intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang

menjadi subyek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari

kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas

akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.8

B. Subyek penelitian

Berdasarkan di atas maka peneliti melakukan penelitian di SMP AL-Islam

Krian Sidoarjo. Sedang subyek atau sasaran penelitiannya adalah siswa dan siswi

kelas VII A. Guna untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang

diharapkan dalam penelitian, serta untuk membuktikan data yang akan dijadikan

referensi tersendiri bagi peneliti, hal ini dilakukan supaya memudahkan peneliti

untuk melakukan wawancara kepada narasumber yang benar.

C. Jenis Data

Yang dimaksud dengan jenis data dalam penelitian ini adalah subyek dari

narasumber data yang diperoleh sedangkan data yang bersifat deskriptif baik

berupa kata-kata tertulis maupun dari person yang ada dalam subyek penelitian,

(54)

secara jelas penelitian kali ini menggunakan pendekatan deskriptif yang berasal

dari wawancara, catatan lapangan dan sebagainya.Jenis data adalah ucapan

sertatindakan orang yang diwawancarai dan diamati.9

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis,yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

(atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.10Hal ini dikatakan

dataprimer karena diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama.Data

primer yang menyangkut wawancara mendalam berkaitandengan informan

yaitu siswa kelas VII A dan orang tuanya.

Data Sekunder

Data sekunder adalah dokumen, buku yang adakaitannya dengan

masalah ini, serta laporan hasil penelitiansebelumnya, apabila ada.Selanjutnya

data sekunder adalah dokumen, buku yang adakaitannya dengan masalah ini,

serta laporan hasil penelitiansebelumnya, apabila ada.Data sekunder adalah

data yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya

data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas

9Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,Op. cit., hal. 112

(55)

suatu perguruan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan

sebagainya.11

D. Bahan dan Sumber

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis

menggunakan sumber-sumber diantaranya:

1. Sumber Kepustakaan (data literatur)

Sumber yang digunakan untuk mencari teori tentang masalah-masalah

teoritis yang diteliti, yaitu mencari kepustakaan dan buku-buku serta

tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penulisan

skripsi ini.

2. Sumber Lapangan (data empiris)

Sumber data ini diperoleh dari lokasi penelitian yaitu SMP AL-Islam

Krian Sidoarjo. Yang dilakukan penulis melalui:

a) Informan

Informan adalah individu-individu yang memiliki beragam posisi,

sebagai mempunyai akses berbagai informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti.

Peristiwa dan aktivitas

(56)

Peristiwa dan aktivitas adalah setiap rangkaian kegiatan yang

berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian inimeliputi:

1. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang

sistematikfenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini, yang menjadiobyek pengamatan

adalah siswa dan siswi kelas VII A dalam menerapkan sikap religius.

2. Wawancara mendalam Yaitu bentuk komunikasi antara dua orang,melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dariseorang lainnya(informan)

dengan mengajukan pertanyaanpertanyaanberdasarkan tujuan tertentu.12

Informasi disini mencakupsiswa - siswi, dan orang tua siswa. Untuk

mendapatkan data tentangbagaimana hubungan kepemimpinan orang tua

dengan sikap religius siswa. Pencacatan Arsip dan Dokumen. Tehknik ini

dilakukan untukmengumpulkan data yang bersumber dari arsip sekolah

tersebut.

3. Metode Dokumentas yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

lengger, agenda dan sebagainya.Dibandingkan dengan metode lain, maka

12Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan

(57)

metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber

datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang

diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.Dalam hal ini peneliti

mengumpulkan data-data yang diperlukan yang terkait dengan permasalahan.

F. Validitas Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep

kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi “positivisme” dan

disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria, dan paradigmanya sendiri.

Pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas kriteria tertentu.Kriteria itu

terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan

kepastian.Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik pemeriksaan

sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan pemeriksaan datanya dilakukan

dengan:

1. Teknik perpanjangan keikutsertaan, ialah untuk memungkinkan peneliti

terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan

pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi

fenomena yang diteliti;

2. Ketekunan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

(58)

3. Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin membedakan

empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori;

4. Pengecekan atau diskusi sejawat, dilakukan dengan cara mengekspos hasil

sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik

dengan rekan-rekan sejawat;

5. Kecukupan refensial, alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan

kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. film atau video-tape, misalnya dapat

digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat

dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik

yang telah terkumpul;

6. Kajian kasus negatif, dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan

kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang

telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding;

7. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data,

kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya seperti

ikhtisar wawancara dapat diperlihatkan untuk dipelajari oleh satu atau

(59)

Kriteria kebergantungan dan kepastian pemeriksaan dilakukan dengan

teknik auditing.Yaitu untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data.

Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti

telah menggunakan beberapa kriteria pemeriksaan keabsahan data dengan

menggunakan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah tersebut di atas,

untuk membuktikan kepastian data. Yaitu dengan kehadiran peneliti sebagai

instrumen itu sendiri, mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaing,

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,

mengadakan wawancara dari beberapa orang yang berbeda, menyediakan data

deskriptif secukupnya, diskusi dengan teman-teman sejawat.

G. Analisa Data

Proses analisis data yang akan digunakan dalam penelitian inisetelah data

terkumpul adalah dengan langkah-langkah sebagaiberikut :

1. Membaca

Dalam proses membaca ini, penulis sekaligus mengkaji secara mutlak

dan mendalam apakah memang ada hubungan kepemimpinan orang tua

terhadap sikap religius siswa.

(60)

Dalam proses ini, setelah data dikaji, kemudian data ditafsirkan,

setelah itu disesuaikan dengan teori yang terkait dengan masalah pelaksanaan

adanya hubungan kepemimpinan orangtua dengan sikap religius siswa.

3. Menyimpulkan

Sebagai langkah terakhir adalah menyimpulkan dari seluruh hasil dari

penafsiran.Kegiatan menyimpulkan ini diharapkan dapat menghasilkan

(61)

Gambar

  Tabel 4.1 Data Guru, Staf dan Karyawan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif, dalam penelitian yang dilakukan tentang komisi yang diperoleh oknum jual

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa melalui pendekatan saintifik dengan metode outdoor study dapat meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi

merupakan kuas sebagai alat untuk melukis. Pada bagian itupun disebutkan mengenai kata airbrush yang artinya sebuah alat yang biasanya digunakan oleh

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini yaitu pada tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kejadian depresi dan kecemasan pada pasien DM Tipe

Untuk menghitung objek orang yang ada pada citra, terlebih dahulu mengklik tombol ekstraksi fitur untuk mendapatkan model training yang kemudian citra di input

Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas (PTK). Tujuan PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik pembelajaran secara berkesinambungan.

Memahami customer dapat diartikan selain membuat produk yang diinginkan pasar, sebagai businessman kita juga harus dapat memberikan nilai tambah (value)

Maka dengan melayani konsumen yang sifatnya homogen maka strategi pemasaran yang direncanakan dapat lebih mengarah dalam menyusun marketing mix yang meliputi perencanaan