• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Siswa dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Siswa di SMK Kristen Salatiga T2 942009050 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Siswa dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Siswa di SMK Kristen Salatiga T2 942009050 BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Menyesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka pada bab dua akan dibahas kajian teoritis yang relevan untuk memberikan kerangka dasar dalam melakukan analisis data.

2.1.

Kualitas Layanan

2.1.1.Definisi Kualitas

Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual konsumen terhadap barang atau jasa, yang diukur berdasarkan persyaratan konsumen tersebut. Dengan demikian kualitas barang atau jasa harus didasarkan pada kehendak konsumen. Jadi kualitas barang atau jasa harus dikendalikan sedemikian rupa agar barang atau jasa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki konsumen, juga bermanfaat menekan tingginya tingkat kepuasan barang atau jasa yang terjadi.

Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Menurut Deming dalam Yamit (2004) kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Juran dalam Yamit (2004) kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.

(2)

10 yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.

Kualitas juga dapat diartikan sebagai mutu atau efektivitas. Dalam dunia pendidikan, efektivitas sekolah mengacu pada kinerja unit organisasi yang disebut sekolah. Kinerja sekolah salah satunya dapat diperlihatkan melalui output sekolah tersebut. Dari segi ekonomi memberi pemahaman yang lebih rinci tentang mutu atau efektivitas pendidikan. Konsep-konsep efektivitas dihubungkan dengan proses produksi dari suatu organisasi yang disebut sekolah. Proses produksi dapat disebut sebagai perubahan dari input ke output.

Input dalam sistem di sekolah sekolah meliputi para

murid dengan segala karaterisrik tertentu, serta semua bantuan keuangan dan materi yang diberikan. Output meliputi prestasi yang dicapai murid pada akhir pendidikannya. Selanjutnya adalah proses atau alur masuk (throghtput), yaitu perubahan yang terjadi dalam sekolah, seperti keseluruhan metode pengajaran, pilihan kurikulum dan prasyarat organisasi yang memungkinkan para murid untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan para psikolog pengajaran menyelidiki manajemen di ruang kelas, seperti waktu tugas dan strategi pengajaran. Selanjutnya tenaga ahli pendidikan umum dan para sosiolog pendidikan melihat pada aspek-aspek organisasi sekolah, seperti gaya kepemimpinan (Scheerens, 2003).

Pfeffer dan Salancik (1978) dalam Scheerens (2003) melihat efektivitas organisasi dari perspektif politik. Mereka berpendapat bahwa efektivitas berkaitan dengan sejauhmana kelompok internal memenuhi permintaan pihak-pihak eksternal. Dalam kasus sekolah, kelompok ini berupa badan pengelola sekolah, orang tua dan atau masyarakat lokal yang berada di sekitar lingkungan sekolah.

(3)

11 (2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. (3) kualitas atau efektivitas merupakan upaya pihak internal untuk memenuhi permintaan-permintaan kepentingan pihak eksternal.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan kondisi sempurna yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan konsumen yang berupa proses, produk, jasa, manusia dan lingkungan.

2.1.2. Definisi Layanan

Kotler (2002) mendefinisikan pelayanan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan layanan adalah pemberian jasa kepada konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Layanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan pada umumnya layanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.

Pelayanan masyarakat menurut Soedarsono (2000) adalah penghubung pertama dalam rantai aktivitas untuk sistem total quality manajemen yang akan datang. Menurut pendapat Sanapiah (2000), pelayanan masyarakat dalam arti luas, yaitu keseluruhan proses penyelenggaraan kapentingan umum/masyarakat untuk menciptakan efisiensi, efektivitas, keadilan sosial dan kesejahteraan.

Keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No. 25 tahun 2004, disebutkan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan layanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara layanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan layanan maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

(4)

12 konsumen sesuai dengan kebutuhannya dan memenuhi keinginan konsumen.

Kualitas layanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Kualitas layanan

(service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas layanan yang nyata-nyata mereka terima/peroleh dengan layanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau inginkan terhadap atribut-atribut layanan suatu perusahaan. Perusahaan menganggap konsumen sebagai raja yang harus dilayani dengan baik, mengingat dari konsumen tersebut akan memberikan keuntungan kepada perusahaan agar dapat terus hidup. Jika layanan yang diterima atau dirasakan

(perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,

maka kualitas layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika layanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk.

Dari definisi-definisi tentang kualitas dan layanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas layanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Layanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau

service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa

(5)

13 2.1.3.Metode Servqual

Metode servqual adalah suatu kuisioner yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa (Nashihuddin, 2010). Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuisioner servqual dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, instansi, atau perusahaan telekomunikasi). Nilai Gap dapat diartikan sebagai nilai selisih antara nilai persepsi dan nilai harapan atau dengan kata lain selisih antara nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan dengan nilai yang diharapkan oleh pelanggan. Pengukurannya metode ini dengan mengukur kualitas layanan dari atribut masing-masing dimensi (Supranto, 2006).

Metode servqual memiliki dua perspektif, yaitu perspektif internal dan perspektif eksternal. Perspektif eksternal digunakan untuk memahami apa yang diharapkan konsumen, dirasakan konsumen, dan kepuasan konsumen. Sedangkan perspektif internal diidentifikasikan dengan bebas kesalahan (zero defect) dan melakukan dengan benar saat pertama kali serta menyesuaikan dengan permintaan (Nashihuddin,2010).

Parasuraman dan kawan-kawan (1994), mengemukakan lima dimensi pokok kualitas layanan, yaitu:

1. Tangibles (bukti terukur), menggambarkan fasilitas

fisik, perlengkapan, dan tampilan dari personalia serta kehadiran para pengguna.

2. Reliability (keandalan), merujuk kepada

kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat dan handal.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan

(6)

14

4. Assurance (jaminan), merupakan karyawan yang

sopan dan berpengetahuan luas yang memberikan rasa percaya serta keyakinan.

5. Empathy (empati), mencakup kepedulian serta

perhatian individual kepada para pengguna.

2.2.

Kepuasan Konsumen

Rangkuti (2003) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen didefinisikan sebagai respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dalam kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan menurut Kotler (2000) dan Supranto (2001), kepuasan konsumen adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk barang atau jasa. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kenyataan dengan harapan.

Menurut Gerson (2004) kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannnya telah terpenuhi atau terlampaui. Seorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya, secara nyata atau hanya anggapan, terpenuhi atau melebihi harapannya. Sedangkan menurut Moenir (2002), kepuasan masyarakat atau konsumen adalah apabila masyarakat atau konsumen memperoleh layanan dan menerima perlakuan hasil berupa hak dengan kegembiraan dan keiklasan dari penyelenggara layanan.

(7)

15 Harapan menurut Olson dan Dover dalam Tjiptono (2006), merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Sedangkan kinerja adalah persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Setelah merasakan layanan yang diberikan oleh perusahaan/organisasi, pengguna akan membandingkan harapan sebelumnya terhadap layanan dengan kinerja layanan. Apabila kinerja layanan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kepuasan tercapai, apabila kinerja layanan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka kepuasan tidak tercapai (Tjiptono, 2006).

Dari beberapa definisi kepuasan konsumen, dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah merasakan dan membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk barang atau jasa. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kenyataan dengan harapan. Dengan kata lain kepuasan konsumen merupakan suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan konsumen dipenuhi. Bila konsumen merasakan performa produk sama atau melebihi harapannya, berarti mereka puas. Sebaliknya jika performa produk kurang dari yang diharapkan, berarti mereka tidak puas. Suatu layanan dinilai memuaskan bila layanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen

merupakan elemen penting dalam

(8)

16

2.3.

Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2002) loyality is defined as non random purchase experessed over time by some decision

making unit. Loyalitas lebih ditujukan pada suatu

perilaku pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih. Jones dan Sanser mengatakan bahwa di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, tumpuan perusahaan untuk mampu bertahan hidup adalah pelanggan-pelanggan yang loyal (Hurriyati, 2005). Karena itu perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan kompetitifnya masing-masing melalui upaya yang kreatif, inovatif serta efisien, sehingga menjadi pilihan dari banyak pelanggan yang pada gilirannya nanti diharapkan loyal.

Gremler dan Brown dalam Hasan (2008) berpendapat bahwa loyalitas adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Sedangkan menurut Kotler dan Armstong (2008), bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan harapan atau harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh konsumen, opini dari teman dan kerabat, janji atau informasi dari pemasar atau pesaing.

Loyalitas merupakan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu (Samuel dan Foedjiawati, 2005). Loyalitas adalah komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku (Oliver dalam Hurriyati, 2005).

(9)

17 yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan di dalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/jasa tersebut.

Dari penjelasan tentang loyalitas tersebut, dapat dikatakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan juga perlu mempertahankan dan meningkatkan kulaitas layanan pendidikan bagi siswa sebagai konsumennya. Sehingga ketika siswa merasa puas dengan kualitas layanan pendidikan yang diberikan, siswa dapat bersikap loyal terhadap sekolah, salah satunya dengan memberikan rekomendasi kepada orang- orang terdekat mereka untuk menjadi siswa di sekolah tersebut.

2.4.

Konsep Layanan Pendidikan

2.4.1. Definisi Pendidikan

Pendidikan menurut Dewey (dalam pembahasan pengertian pendidikan menurut para ahli, 2011) adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.

(10)

18 Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2003), definisi pendidikan adalah proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya.

Menurut Brameld (kumpulan ilmu 2011), istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).

Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

(11)

19 Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan (Putra, 2010).

Tjiptono (2007), berpendapat bahwa istilah jasa adalah padanan kata dari kata service yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai jasa, layanan atau layanan. Layanan atau jasa memiliki beragam jenis dan berkaitan dengan empat sektor utama, yaitu: sektor pemerintah (kantor pos, kantor layanan pajak, kantor polisi), sektor nirlaba (sekolah, universitas dan rumah sakit), sektor bisnis (penerbangan, perbankan dan hotel), sektor manufaktur yang melibatkan pekerja jasa (akuntan, penasehat hokum dan arsitek). Pengertian jasa atau layanan menurut Kotler dan Keller (2009) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain dan pada dasarnya bersifat intangible dan tidak menghasilkan kepemikikan sesuatu. Layanan menurut Daviddow dan Uttal dalam Sutopo dan Suryanto (2003) merupakan usaha apa saja yang meningkatkan kepuasan konsumen. Sedangkan Pasolong (2007) berpendapat bahwa layanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok, dan organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

(12)

20 Menurut Sallis (2010), mutu atau kualitas dapat dipandang sebagi sebuah konsep yang absulut dan relatif. Kualitas dalam konsep layanan didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Kualitas dalam konteks ini dianggap sebagai mutu sesuai persepsi

(quality in perception), di mana sesuatu dikatakan

bermutu hanya dapat didefinisikan sendiri dari orang yang melihat atau merasakannya (yaitu pelanggan). Jadi dapat diartikan bahwa, konsep layanan pendidikan yang dimaksudkan adalah layanan yang diberikan kepada pelanggan pendidikan secara memuaskan dan dapat memenuhi kebutuhannya dalam hal pendidikan.

Kualitas yang baik merupakan dambaan setiap orang, terlebih dalam bidang pendidikan. Kualitas pendidikan biasanya terdiri dari beberapa indikator dan komponen yang saling barkait. Komponen dan variabel yang menetukan terwujudnya mutu pendidikan yang baik secara umum, masih dikaitkan dengan sistem, kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik, PBM, anggaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan belajar, budaya organisasi, kepemimpinan dan lain sebagainya (Onisimus, 2010). Dalam konteks pendidikan, kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.

2.4.2. Standar Layanan Pendidikan

(13)

21 6) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian (Depdiknas, 2006). Tercapainya kualitas dari kedelapan standar itu kemudian berujung kepada layanan pendidikan kepada peserta didik dan masyarakat serta

stakeholder pendidikan sebagai bagian dari konsumen

pendidikan. Dalam pembahasan kali ini tidak semua pasal dicantumkan, tetapi akan dipilih pasal dan ayat-ayat yang berkaitan secara langsung dengan standar layanan pendidikan.

Pada bab I berisi ketentuan umum, dengan pasal 1 ayat 4-8. Ayat 4 berbunyi standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ayat 5: standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, bahan kajian, mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenajang dan jenis pendidikan tertentu. Ayat 6: standar proses adalah standar nasiomal pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Ayat 7: standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan. Ayat 8: standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan criteria minimal tentang ruanag belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkl kerja, tempat brmain, tempat berkreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

(14)

22 minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ayat 3: setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pengaturan tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan diatur dalam bab VI. Pada bagian kedua dari bab VI pasal 35 mengatur tentang tenaga kependidikan. Ayat 1 bagian d berbunyi SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah atau madrasah, tenaga administrasi,tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan sekolah atau madrasah.

Bab VII pasal 42-48 mengatur tentang standar sarana dan prasarana. Pasal 42 ayat 1 berbunyi setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Ayat 2: setiap satuan pendidikan wajib memilik prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang benbgkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

(15)

23 Ayat 5: standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan.

Standar pengelolaan diatur dalam bab VIII dan pada bagian kesatu berisi tentang standar pengelolaan oleh satuan pendidikan. Pasal 50 ayat 3 berbunyi, pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, saran prasarana serta kesiswaan.

Pasal 52 ayat 1 berisi: setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang: kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus; kalender pendidikan akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan rinci secara semesteran, bulanan dan mingguan; struktur organisasi satuan pendidikan; pembagian tugas diantara pendidikan; peraturan akademik; tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana prasarana; kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat; biaya pengelolaan satuan pendidikan.

(16)

24 2.4.3. Mode-mode Pendidikan Dalam Sekolah Untuk

Meningkatkan Efektivitas

Mintzberg (1979) dan De Leeuw (1982), mengemukakan ketegori-kategori yang dapat digunakan sebagai kerangka untuk membedakan antara unsur-unsur dan aspek-aspek berfungsinya sekolah dalam upaya meningkatkan mutu atau efektivitas sekolah. Mode-mode pendidikan yang dipandang sebagai kondisi untuk meningkatkan efektivitas sekolah yaitu, tujuan,

struktur posisi atau sub unit (‘Aufbau’), struktur

prosedur (‘Ablauf’), kultur, lingkungan organisasi dan

proses dasar organisasi.

Bagian pertama yaitu tujuan, meliputi tujuan menurut berbagai kriteria efektivitas, prioritas dalam penentuan tujuan (kognitif – non kognitif), aspirasi menurut tingkat pencapaian dan distribusi pencapaian serta koordinasi tujuan. Kedua, struktur posisi

(‘Aufbau’) terdiri atas struktur manajemen, struktur

dukungan, pembagian tugas dan posisi serta peneglompokan para guru dan siswa. Ketiga, struktur

prosedur (‘Ablauf’) meliputi manajemen umum,

manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen personalia, manajemen keuangan dan administrative serta kejasama. Keempat, kultur yang mencakup pengukuran tidak langsung dan pengukuran langsung. Kelima, lingkungan yang meliputi pertukaran rutin (arus sumber daya, penyerahan prosuk), penyangga dan manipulasi aktif. Mode ke enam yaitu proses dasar organisasi, yang mencakup piulihan kurikuler, penyejajaran kurikulum, kurikulum sesuai dengan prestrukturisasi proses pengajaran, seleksi murid, tingkat individualisasi dan diferensiasi serta pengaturan pengajaran berkenaan dengan strategi mengajar dan organisasi kelas.

(17)

25 ini menunjukkan sejauhmana prestasi sekolah dihubungkan dengan latar belakang sosial dan etnik siswa, selain itu juga diuji pengaruh faktor sekolah yang memungkinkan atas prestasi belajar siswa (Coleman et al.,1966 dalam Scheerens, 2003).

Dalam laporan Coleman ada tiga karateristik sekolah yang diukur, yaitu karateristik guru, fasilitas material dan kurikilum serta karateristik kelompok atau kelas dimana para siswa ditempatkan. Selanjutnya ditambahkan karateristik lain dalam laporan Coleman ini, seperti sikap kepala sekolah dan guru terhadap murid dan sikap guru terhadap pendidikan terpadu, yaitu pengajaran multirasial dan tanpa perbedaan golongan (dalam pengertian sosial).

2.5.

Penelitian yang Relevan

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kualitas layanan dan loyalitas pelanggan baik dari segi ekonomi maupun yang ditinjau dari dunia pendidikan. Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian yang relevan dan mendukung penelitian, dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Hasil Penelitian yang Relevan

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

1 Abadi (2005) Menguji pengaruh

persepsi tentang kualitas layanan terhadap kepuasan

mahasiswa pada

Perguruan Tinggi di Kota Kendari (studi

pada mahasiswa

FE UNHALU, FE

UNSULTRA, dan

STIE Dharma

Barata).

Kualitas layanan berpengaruh positif

dan signifikan

(18)

26 Tabel 2.1.

Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

2 Noviana (2007) Menganalisis pengaruh kualitas

3 Matabei (2008) Menganalisis pengaruh kualitas

(19)

27 Tabel 2.1.

Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

5 Prasetyaningrum

1. Terdapat pengaruh yang positif dari variabel kualitas pembelajaran terhadap kepuasan mahasiswa.

2. Terdapat pengaruh yang positif dari 6 Wantara (2009) Menganalisis

pengaruh citra,

reputasi dan

kualitas pelayanan terhadap kepuasan

2. Kualitas pelayanan berpengaruh

posotif dan

signifikan terhadap kepuasan

mahasiswa.

(20)

28 Tabel 2.1.

Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

7 Susanti (2011) Menganalisis pengaruh kualitas

1.Kualitas layanan

yang diberikan

1.Kualitas pelayanan berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan siswa SMKN 11 Jakarta. 2.Kualitas layanan

melalui kepuasan siswa, berpengaruh signifikan terhadap loyalitas siswa SMKN 11 Jakarta. 3.Variabel physical

(21)

29 Tabel 2.1.

Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

9 Sari (2012) Pengaruh kualitas

1.Kualitas pelayanan pendidikan

3. Kualitas layanan pendidikan

Persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan akan mempengaruhi tingkat kepuasannya. Upaya pemberian layanan yang berkualitas baik dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen dapat merasa puas karena harapannya menggunakan layanan tersebut dapat terpenuhi (Wicaksono dan Ihalauw, 2005).

(22)

30 positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diduga bahwa semakin tinggi kualitas layanan yang diberikan oleh suatu organisasi/perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan oleh konsumen. Sehingga dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:

H11 : kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen.

2.6.2. Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas konsumen

Kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas konsumen kepada perusahaan yang memberikan kualitas layanan memuaskan (Tjiptono, 2006, Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Jika konsumen merasa puas terhadap layanan yang diberikan perusahaan, maka konsumen akan berbicara kepada orang lain tentang kebaikan perusahaan dan produk-produknya serta tetap setia untuk periode yang lama (Kotler dan Amstrong, 2004).

Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa konsumen yang merasa puas terhadap layanan yang diterimaya dari suatu perusahaan/organisasi, cenderung menjadi loyal. Hasil penelitian Rahayu (2008), menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa. Demikian pula dengan hasil penelitian Prasetyaningrum (2009), menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dari variabel kualitas pembelajaran dan kualitas layanan terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa. Penelitian Susanti (2011), menunjukkan bahwa kualitas layanan yang diberikan Program Diploma fakultas Teknik UNDIP berpengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa.

(23)

31 konsumen dapat menimbulkan sikap loyal. Sehingga dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:

H12 : kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen.

2.6.3. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Konsumen Melalui Mediasi Variabel Kepuasan Konsumen

Loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan dan ditemukan bahwa kualitas keterhubungan yaitu kepuasan, kepercayaan dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas. Pelanggan yang puas dan loyal (setia) merupakan peluang untuk mendapatkan pelanggan baru (Wulf, Gaby dan Locobucci dalam Cornelia dan Veronica, 2008). Perusahaan yang berhasil menjaga agar konsumen selalu puas akan lebih mudah untuk mempertahankan bahkan mengembangkan usahanya karena konsumen yang setia, sehingga konsumen tersebut kerap kali melakukan pembelian ulang dan rela membayar lebih (Johnson, 1997).

Berikut ini akan dikemukakan berapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas konsumen melalui mediasi kepuasan konsumen. Hasil penelitian Murjoko dan Shihab (2011), menemukan bahwa kualitas pelayanan melalui kepuasan siswa berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas siswa SMKN 11 Jakarta. Sari (2012), mengadakan penelitian tentang pengaruh kualitas pelayanan pendidikan terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa (Studi pada Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Palangkaraya) dan hasilnya menunjukkan bahwa kualitas layanan pendidikan melalui variabel kepuasan berpengaruh positif terhadap loyalitas mahasiswa STIMIK Palangkaraya.

(24)

32 dapat menimbulkan kepuasan konsumen dan mempengaruhi sikap loyal pada konsumen. Sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H13 : Kualitas layanan melalui variabel kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen.

2.6.4.Pengaruh Kualitas Layanan Secara Langsung Terhadap Loyalitas Konsumen

Tumpuan sebuah perusahaan atau organisasi untuk tetap bertahan hidup adalah pelanggan-pelanggan yang loyal (Jones dan Sanser dalam Huriyati, 2005). Menurut Zeithaml et. al. dalam Japarianto (2007), tujuan akhir keberhasilan perusahaan menjalin hubungan relasi dengan pelanggannya adalah untuk membentuk loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah: mengatakan hal yang positif tentang produk yang telah dikonsumsi, merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi kepada teman, pembelian yang dilakukan secara terus menerus terhadap produk yang telah dikonsumsi. Sehingga kualitas layanan yang baik berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan secara langsung. Maka dapat dikatakan bahwa dimensi kualitas layanan yang berupa

tangibles, reliability, responsiveness, assurance,dan

empathy yang positif berpengaruh langsung dengan

indikator loyalitas pelanggan yaitu mengatakan hal yang positif (say positive things), memberikan rekomendasi kepada orang lain (recommend friend) dan melakukan pembelian terus-menerus (continue

purchasing) (Japarianto, dkk, 2007).

(25)

33 tersebut, dapat dikatakan bahwa jika kualitas layanan tinggi maka dapat berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas konsumen. Sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H14 : Kualitas Layanan berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas konsumen.

2.7. Kerangka Berpikir

Agar penelitian ini menjadi jelas dan terarah, maka akan disusun kerangka berpikir berdasarkan variabel yang dipakai pada penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan yang terdiri dari lima dimensi dalam skala servqual yaitu Tangiables, Reliability, Responsiveness,

Assurance, dan Empathy terhadap kepuasan konsumen

berdasarkan harapan dan persepsi. Selanjutnya kepuasan (terpenuhinya harapan melalui persepsi) akan dilihat pengaruhnya terhadap loyalitas konsumen. Selain itu, akan dilihat juga pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas konsumen.

Gambar 2.1

Model Hubungan Antar Variabel

L Kualitas

Layanan

Loyalitas

Konsumen Kepuasan

Gambar

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 2.1.  Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
Tabel 2.1.  Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
Tabel 2.1.  Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada Karyawan bagian

MA YKUI Maskumambang Dukun Gresik Jawa Timur Lulus 10 165 Desy Wulandari MA Miftahul Ulum Suren Ledokombo Jember Jawa Timur Lulus 11 182 Lilik Karimah, S.Pd.. MTs Terpadu

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk membuat sebuah aplikasi Situs Pembelajaran Grammar Bahasa Inggris, yang diharapkan dapat digunakan sebagai supplement tambahan

Denda: Terhadap setiap hari keterlambatan penyelesaian pekerjaan Penyedia akan dikenakan Denda Keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari Nilai Kontrak

Hasil dari pengujian Sistem Aplikasi oleh pihak admin dan kasir menggunakan metode Blackbox sudah sesuai dengan tujuan program dibuat yaitu untuk membantu dalam

Organisasi pemerintah bidang cipta karya telah sesuai dengan kebutuhan Kabupaten Aceh Utara.

maka dengan ini kami tetapkan Pemenang Pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Poskesdes Banyu Kencana pada lingkungan SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma adalah sebagai

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif-analitik-eksploratif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu