• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DI KOTA PALU DALAM MEMECAHKAN MASALAH SEGIEMPAT BERDASARKAN GAYA KOGNITIF | Athira | JSTT 6931 23133 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DI KOTA PALU DALAM MEMECAHKAN MASALAH SEGIEMPAT BERDASARKAN GAYA KOGNITIF | Athira | JSTT 6931 23133 1 PB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

72

Andi Mirna Athira1), Sudarman Bennu dan Muhammad Rizal2)

1

(Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

2

(Staf Pengajar Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

Abstract

The purpose of this study were: (1) To describe the capability of SMP student’s field dependent cognitive style in solving quadrilateral problem, (2) To describe the capability of SMP school student’s field independent cognitive style in solving the quadrilateral problem. This study is an exploratory study by qualitative descriptive approach. Subjects of this study were 2 students of IX SMP AL-Azhar. Data collection techniques by cognitive style test, mathematics test, and interview.Cognitive style test was used to retrieve data about cognitive style, a math test was used to determine the student's capability to solve quadrilateral problems, and while the interview technique used was unstructured interviews, to determine matters relating to student answers. The data analysis techniques used are reduce the data, presentation of data, triangulation of data, and drawing conclusions. Based on the data analysis results, it can be concluded that: (1) Subjects haveFIcognitivestylesfaster to under stand the problem, compared with students have FD cognitive style of FD. Subjects with FD cognitive styles hould read 4 times and even more tounder stand the given problem. Different from subjects with FI cognitive styles who just byread 2 times, able to understand the given problem. (2) Subjects with FI cognitive style makes 2 alternative complete problem solving plans, and able to use the formula of plane area related by given problems, while subjects with FD cognitive style make an uncompleted problem solving plan and use the formula of plane area related by given problems. (3) When implementing the problem solving plan, subjects with FI cognitive styles were ableto implement the plant completely, and able identify the logical reason. Subject with FD cognitive style were able to implement problem solvingas planned, but unable to givea logical reasonabout the results, evenless confident with his results. (4) Subjects with FI cognitive style were ableto checking back the answer by recalculate the result. Subjects check the answer by comparing the results obtained with the unit costper meter, orcal culate by reverse method. Subject with FD cognitive style was checking his answer by stare the result and unable to checking back the answer.

Keywords: Cognitive Style, Solve the problem, Quadrilateral Problem.

Branca (1980) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Sejalan dengan Branca, Nasional Council of Teacher Mathematic (2000) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah sangat penting dalam belajar matematika. Karena itu, setiap siswa harus belajar bagaimana memecahkan

(2)

Polya (1985) mengemukakan 4 (empat) langkah penting yang harus dilakukan dalam pemecahkan masalah, yaitu: (1) memahami masalah (understanding the problem); (2) merencanakan pemecahan masalah (devise a plan); (3) melaksanakan pemecahan masalah yang telah direncanakan (carry out the plan);

dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

Penelitian ini tahap-tahap pemecahan masalah yang digunakan yaitu tahap Polya dengan alasan: (1) tahap-tahap pemecahan masalah yang dikemukakan Polya cukup sederhana; (2) perbedaan aktivitas-aktivitas yang memadai tiap-tiap tahap yang dikemukakan Polya cukup jelas; dan (3) tahap-tahap pemecahan masalah Polya secara implisit mencakup semua tahap pemecahan masalah yang diungkapkan ahli lain seperti Krulik & Rudnick pada tahun 1999.

Melalui pemecahan masalah

matematika, siswa diarahkan untuk mengembangkan kemampuannya antara lain membangun pengetahuan matematika yang baru, memecahkan masalah dalam berbagai konteks yang berkaitan dengan matematika, menerapkan berbagai strategi yang diperlukan, dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematika (Pearson Learning Group, 2008). Semua kemampuan tersebut dapat diperoleh bila siswa terbiasa melaksanakan pemecahan masalah menurut prosedur yang tepat, sehingga cakupan manfaat yang diperoleh tidak hanya terkait pada satu masalah yang dipecahkan saja, tetapi juga dapat menyentuh berbagai masalah lainnya serta mencakup aspek pengetahuan matematika yang lebih luas.

Kemampuan yang dimaksud di atas, aspek yang sangat penting untuk diketahui adalah guru dalam suatu pembelajaran adalah gaya kognitif siswa. Gaya kognitif merujuk pada cara seseorang memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi dari lingkungannya. Kemampuan seseorang dalam memproses

informasi berbeda-beda. Guru harus memahami bahwa karakteristik yang dimiliki oleh siswa beragam. Tidak ada siswa yang memiliki daya tangkap, daya serap, daya pikir dan daya kecerdasan yang sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya dalam sebuah kelas atau sekolah. Dengan mengetahui adanya perbedaan individual dalam gaya kognitif, guru dapat memahami bahwa siswa yang hadir di kelas memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah atau tugas-tugas yang diberikan.

Implikasi gaya kognitif berdasarkan perbedaan psikologi pada siswa dalam pembelajaran menurut Rahman (2008), siswa yang memilliki gaya kognitif FI cenderung memilih belajar individual, memungkinkan merespon lebih baik dan lebih memungkinkan mencapai tujuan dengan motivasi instrinsik dan cenderung bekerja untuk memenuhi tujuan sendiri. Sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif FD cenderung memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin berinteraksi dengan guru, memerlukan ganjaran penguatan yang bersifat ekstrinsik. Siswa dengan gaya kognitif FD ini guru perlu merancang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Mereka akan bekerja kalau ada tuntutan guru dan motivasi yang tinggi berupa pujian dan dorongan.

(3)

Setiap siswa memiliki kemampuan matematika yang unik (unique). Arends (2004) mengemukakan bahwa dalam kemampuan verbal dan kemampuan visual-spasial antar individu berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan matematika siswa berbeda-beda. Ada siswa

yang memiliki kemampuan dalam

memecahkan masalah bergaya kognitif. Dan dapat diartikan siswa yang bergaya kognitif mempunyai ciri sebagi berikut: siswa yang berkemampuan FI cenderung lebih memilih belajar individual, memungkinkan respon lebih baik dan lebih memungkinkan mencapai tujuan dengan motivasi instrinsik dan cenderung bekerja untuk memenuhi tujuan sendiri. Sedangkan siswa yang bersifat memiliki gaya kognitif FD cenderung memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin berinteraksi dengan guru, memerlukan ganjaran penguatan yang bersifat ekstrinsik.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengungkapkan kemampuan siswa SMP bergaya kognitif FDdanFIdalam

memecahkan masalah segiempat.

Pengungkapan langkah-langkah pemecahan masalah, didasarkan pada langkah pemecahan masalah oleh Polya (1985), yaitu: (a) memahami masalah; (b) merencanakan pemecahan masalah; (c) melaksanakan rencana pemecahan dan (d) memeriksa kembali hasil pekerjaan yang telah dibuat.

Witkin (1976) mendefinisikan gaya kognitif adalah “Cognitive style is a cognitive characteristic modes of functioning that we reveal throughout our perceptual and intellectual activities in highly consisten and pervasive way (Witkin)”.“Cognitive style is a superordinate construct which is involved in many cognitive operations, and which accoounts for individual differences in a variety of cognitive, perceptual, and personality variables (Vernon)”.

Berdasarkan defenisi menurut Witkin (1976) mengungkapkan bahwa gaya kognitif merupakan cara yang konsisten yang

dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal. Tidak semua orang mengikuti cara yang sama, masing-masing menunjukkan perbedaan. Gaya kognitif ini berkaitan erat dengan pribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.

Alat ukur untuk menggolongkan seseorang apakah termasuk gaya kognitif field independent atau field dependent adalah dengan Group Embedded Figures Test

(GEFT). Pada GEFT disajikan suatu gambar-gambar rumit, kemudian subyek diminta untuk menebalkan gambar sederhana yang melekat pada gambar rumit tadi. Gambar sederhana yang ditemukan harus sama persis baik ukuran dan arahnya, dengan salah satu gambar yang telah ditetapkan pada bagian belakang GEFT. Jika pada gambar rumit terdapat lebih dari satu gambar sederhana yang dimaksud, maka subyek cukup menebalkan satu gambar saja, asalkan memenuhi syarat yang telah ditetapkan tadi.

(4)

kata lain subyek semakin tidak mampu mengatasi pengaruh latar dari gambar rumit.

Berdasarkan pengertian tentang gaya kognitif tipe FI dan FD, maka subyek dengan skor gaya kognitif makin mendekati 18 disebut memiliki gaya kognitif FIdan subyek dengan skor gaya kognitif makin mendekati 0 disebut memiliki gaya kognitif FD.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi tentang kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi segiempat, berdasarkan gaya kognitif FD dan FI.

Subyek penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang bergaya kognitif FI dan FD yang telah mempelajari segiempat. Subyek dipilih dari seluruh siswa kelas IX menggunakan tes gaya kognitif yang telah dikembangkan oleh Philip K. Oltman, Evelyn Raskin, dan Herman A. Witkin. Tes gaya kognitif yang digunakan berupa Group Embedded Figures Test (GEFT).

Hasil tes GEFT, siswa dikelompokan atas dua bagian yakni satu kelompok yang mempunyai kemampuan gaya kognitif FD dan satu kelompok yang mempunyai kemampuan gaya kognitif FI. Dua kelompok tersebut dipilih minimal 2 subyek penelitian, yaitu masing-masing satu orang siswa dari kelompok gaya kognitif FD dan satu orang siswa dari kelompok gaya kognitif FI.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini meliputi tes gaya kognitif (GEFT), tes pemecahan masalah matematika, pedoman wawancara, dan alat bantu yang berupa handycam guna untuk merekam gerak gerik subyek dalam kegiatan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini dilakukan pembahasan hasil penelitian yang telah diungkapkan

sebelumnya tentang kemampuan

menyelesaiakan masalah matematik materi segiempat berdasarkan gaya kognnitif FI dan FD pada siswa SMP Al-Azhar. Pembahasan dilakukan berdasarkan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya.

Tahap Memahami Masalah

Tahap memahami masalah merupakan tahap pertama dalam pemecahan masalah menurut Polya (1985) yang menyatakan bahwa untuk dapat memecahkan suatu masalah, siswa harus dapat memahami masalah yang dihadapinya. Dalam penelitian ini, pada umumnya kedua subyek mampu memahami masalah dengan cara membaca masalah terlebih dahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yang memiliki gaya kognitif FI dan FD sama-sama mampu memahami masalah dengan cara membaca terlebih dahulu masalah yang diberikan. Ada perbedaan kemampuan memahami masalah anatar kedua responden. Subyek yang memiliki gaya kognitif FI lebih cepat memahami masalah, dibandingkan dengan subyek yang memiliki gaya kognitif FD. Subyek dengan gaya kognitif FD membaca masalah sebanyak 4 kali bahkan lebih agar mampu memahami masalah yang diberikan. Berbeda dengan subyek yang memiliki gaya kognitif FI hanya dengan membaca masalah sebanyak 2 kali, telah mampu memahami masalah yang diberikan.

(5)

diungkapkan oleh Polya (1985) bahwa siswa harus melihat dengan jelas apa saja yang diperlukan dalam memahami masalah dengan baik. Dari gambar yang mereka buat, kedua subyek FI dan FD mampu menyebutkan apa saja yang diketahui dan ditanyakan pada masalah yang diberikan. Diakhir wawancara, masing-masing subyek mampu menceritakan kembali masalah dengan bahasanya sendiri. Berdasarkan kategori tingkat kemampuan memahami masalah, maka subyek dengan gaya kognitif FI berada pada kategori tinggi karena subyek mampu memahami masalah dengan cepat dan hanya dengan membaca masalah tersebut sebanyak 2 kali sedangkan subyek dengan gaya kognitif FD berada pada kategori sedang dikatakan rendah karena subyek mampu memahami masalah dengan cara membaca masalah tersebut sampai beulang kali yaitu sebanyak 4 kali.

Tahap Membuat Rencana Penyelesaian Subyek dengan gaya kognitif FI dan FD memiliki gambaran yang jelas terhadap rencana penyelesaian masalah yang diberikan. Hal tersebut ditunjukan dengan kemampuan mengungkapkan ide-ide yang akan digunakan dalam memecahkan masalah. Ide-ide yang diungkapkan terkait dengan rumus yang akan digunakan serta mampu menjelaskan maksud dari rumus tersebut. Rumus yang dimaksud adalah rumus luas segitiga, belahketupat, trapesium dan persegipanjang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Polya (1973) bahwa membuat rencana penyelesaian mungkin tidak mudah, tetapi sesungguhnya keberhasilan utama menyelesaikan masalah bergantung bagaimana rencana yang dibuat.

Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing subyek FI dan FD mampu membuat rencana penyelesaian masalah matematika materi segiempat. Rencana penyelesaian masalah yang diajukan masing-masing responden FI dan FD, memiki perbedaan dan persamaan. Bagi subyek dengan gaya kognitif FI mampu mengajukan dua alternatif rencana penyelesaian masalah, sedangkan subyek

dengan gaya kognitif FD hanya satu rencana penyelesaian masalah yang diajukan. Dua rencana penyelesaian masalah yang diajukan subyek dengan gaya kognitif FI yaitu (1) dengan menghitung selisih luas tanah keseluruhan dengan, luas tanah yang dibuat taman, (2) menghitung jumlah luas segitiga yang akan di tanami rumput (masalah 1) dan paving (masalah 2). Sedangkan subyek dengan kognitif FD hanya mengajukan rencana penyelesaian masalah dengan menghitung jumlah luas segitiga yang akan di tanami rumput (masalah 1) dan paving (masalah 2).

Persamaan yang lain ketika menggunakan rumus segitiga, dan menghitung jumlah biaya yang dibutuhkan. Masing-masing subyek mengajukan jumlah biaya yang dibutuhkan adalah dengan mengalikan jumlah luas segitiga dengan jumlah biaya permeternya. Namun subyek dengan gaya kognitif FD lebih memilih menghitung luas segitiga dikalikan dengan biaya permeter, dan terakhir baru mengalikan dengan banyaknya segitiga yang terdapat pada gambar. Berdasarkan kategori tingkat kemampuan membuat rencana penyelesaian masalah, maka subyek dengan gaya kogniti FI berada pada kategori tinggi karena subyek FI mampu merencanakan masalah dengan tepat, sedangkan subyek dengan gaya kognitif FD berada pada kategori sedang karena subyek FD mampu merencanakan masalah tetapi masih kurang tepat.

Tahap Melaksanakan Rencana penyelesaian

Saat melaksanakan rencana

penyelesaian masalah, subyek dengan gaya kognitif FI dan FD secara langsung dapat menerapkan ide-idenya untuk menyelesaikan masalah. Kedua subyek tersebut melaksanakan rencana sesuai yang direncanakan. Hal ini tampak dari hasil menyelesaikan masalah yang dikerjakannya.

(6)

jawaban yang benar atas masalah yang diberikan. Subyek mulai menyajikan gambar lokasi tanah dan untuk memudahkan melaksanakan rencana pemecahan masalah. Subyek dengan gaya kognitif FI tampak ulet dalam menyelesaikan masalah, hal ini ditunjukkan oleh usaha subyek menghitung biaya yang dibutuhkan dan mampu memberikan argumen yang logis dalam proses menentukan biaya yang dibutuhkan. Berdasarkan hal itu, faktor keuletan memberikan pengaruh positif terhadap kesuksesan siswa dalam menyelesaikan masalah . Hal ini sesuai dengan pendapat Charles dan Lester dalam Yee (2008) bahwa faktor afektif seperti keuletan mempunyaipengaruh yang signifikan pada pemecahan masalah yang dilakukan seseorang sehingga ia akan berhasil dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Subyek dengan gaya kognitif FD, mampu melaksanakan rencana pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat ketika merencanakan menggunakan rumus segitiga, subyek tersebut tetap menggunakan rumus segitiga dalam menyelesaian masalah. Namun satu hal yang tidak diteruskan yaitu ketika merencanakan menggunakan rumus luas belahketupat, hal tersebut tidak diteruskan oleh subyek. Subyek dengan gaya kognitif FD memberikan argumen yang tidak logis untuk menentukan besar biaya yang dibutuhkan, hal ini terlihat ketika mengungkapkan bahwa jawabannya tidak benar. Subyek dengan gaya kognitif FD kurang teliti dalam mencari hasil yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (2001) bahwa sebuah perencanaan, memahami ide solusi tidak menjadi jaminan untuk mudah berhasil menyelesaikan masalah, diperlukan pengetahuan prasyarat yang baik.

Hal tersebut juga didukung oleh Stein et al, (1968, 1971) dalam Slameto (2010) yang menyatakan bahwa siswa dengan field independent lebih menyukai bidang-bidang

yang membutuhkan

keterampilan-keterampilan analitis seperti matematika,

fisika, biologi, teknik serta aktifitas-aktifitas mekanik. Siswa dengan field dependent

cenderung memilih bidang-bidang yang melibatkan hubungan-hubungan interpersonal seperti bidang ilmu-ilmu sosial, aktifitas-aktifitas persuasif, ilmu sastra, manajemen perdagangan.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa subyek dengan gaya kognitif FI lebih dapat menerapkan ide-ide penyelesaian masalah dengan tepat dan menemukan solusi yang benar. Sedangkan subyek dengan gaya kognitif FD menemukan solusi yang benar dan simpulan yang benar tetapi tidak yakin terhadap apa yang ia peroleh. Berdasarkan kategori kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian masalah, subyek dengan gaya kogtif FI berada pada kategori tinggi karena subyek FI mampu menyelesaikan masalah dengan benar dan tepat, sedangkan subyek dengan gaya kognitif FD berada pada kategori sedang karena subyek FD mampu menyelesaikan masalah dengan benar tapikurang lengkap.

Tahap Memeriksa Kembali

Memeriksa kembali merupakan langkah terakhir dalam pemecahan masalah menurut Polya. Subyek dengan gaya kognitif FI melakukan pemeriksaan kembali hasil penyelesaian masalah. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan ulang hasil pekerjaannya. Selain itu subyek melakukan perhitungan kembali biaya permeternya, dengan cara membagi seluruh biaya yang dibutuhkan dengan luas daerah yang akan dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa jawabannya sudah benar.

(7)

menghitung kembali subyek mengatakan bahwa dia sudah capek dan tidak mampu lagi menghitung kembali.

Berdasarkan kategori tingkat kemampuan memeriksa kembali hasil penyelesaian masalah , subyek dengan gaya kognitif FI berada pada kateri tinggi karena subyek FI mampu mengecek kembali dengan tepat, sedangkan subyek dengan gaya kognitif FD berada pada kategori rendah karena subyek FD tidak mamapu melakukan pengecekan kembali terhadap masalah yang telah diberikan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang mengacu pada pertanyaan penelitian dapat disimpulkan Pemecahan masalah oleh subyek dengan gaya kognitif FI dan gaya kognitif FD sebagai berikut:

a. Tahap memahami masalah

Subyek FI dalam memahami masalah dengan membaca dan menganalisis masalah sebanyak 2 (dua) kali, selanjutnya mengungkapkan masalah tersebut dalam bentuk gambar, sedangkan subyek FD Subyek memahami masalah dengan membaca secara berulang-ulang, sebelum mampu mengungkapkan masalah dalam bentuk gambar.

b. Tahap Merencanakan Penyelsesaian Masalah

Subyek FI dalam membuat rencana pemecahan masalah secara lengkap, dengan dua alternatif dan mampu menggunakan rumus luas bangun datar yang terkait dengan masalah yang diberikan, sedangkan subyek FD Subyek membuat rencana pemecahan masalah kurang lengkap dan menggunakan rumus luas bangun datar yang terkait untuk menyelesaiakan masalah.

c. Tahap Melaksanakan Rencana

Penyelesaian Masalah .

Subyek FI mampu melaksanakan rencana penyelesaian yang dibuat secara lengkap,

dan mempu menjelasakan dengan alasan yang logis, sedangkan subyek FD Subyek mampu melaksanakan penyelesaian masalah sesuai rencana, namun tidak mampu memberikan alasan yang logis tentang hasil yang diperoleh, bahkan kurang yakin terhadap hasil pekerjaannya. d. Tahap memeriksa kembali penyelesaian

masalah

Subyek FI mampu memeriksa kembali penyelesaiannya dengan kembali melakukan perhitungan. Subyek

memeriksa jawabannya dengan

mendandingkan hasil yang diperoleh dengan biaya satuan permeter, atau menghitung dengan cara terbalik sedangkan subyek FD Subyek kurang mampu melakukan pemeriksaan kembali hasil pekerjaannya. Subyek memeriksa jawabannya hanya dengan melihat-lihat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan penuh keikhlasan hati, penulis haturkan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Sudarman, M.Pd., selaku Ketua Tim Pembimbing dan Dr. Muhammad Rizal, M.Si., selaku Anggota Tim Pembimbing yang telah memberikan pembimbingan kepada penulis berupa arahan dan saran-saran sampai pada penyusunan artikel ini layak untuk dipublikasikan

DAFTAR RUJUKAN

Arends, I. R. 2004. Learning to Teach. New York: MrGraw Hill

Branca, N. A. 1980. Problem Solving as a Goal, Process and Basic Skill. Dalam Krulik,S dan Reys,R.E (ed). Problem Solving in School Mathematics. NCTM: Reston. Virginia

(8)

Nasional Council of Teacher Mathematic. (2000). Principles and Standards for Schools Mathematics. USA : Reston, V.A.

Polya, G. 1985. How to Solve It . A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed). Princeton, New Jersey : Princeton University Press.

Pearson Learning Gruop, Problem Solving Experiences: Making Sense of Mathematics, Research Paper, www.pearsonlearning.com, diakses tanggai 21 September 2013.

Rahman, A. 2008. Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Makassar. Jurnal Pendidikan dan Kebuyaan, No. 072, Tahun ke-14, Mei 2008

Ruseffendi, E. T 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse A. 1999. Innovative Tasks To Improve Critical and Creative Thinking Skills . p.138-145. from Developing Mathematical reasoning in Grades K-12. 1999 Year book. Stiff, Lee V. Curcio, Frances R. Reston, Virginia:The National Council of teachers of Mathematics, Inc

Witkin, H.A. 1976. Cognitive Style Academic Performance and in Teacher Student Relation. Dalam Messich, (ed). Individually in Learning. San Francisco: Jossey Bass.

Yee, Lee Peng. 2008. Teaching Secondary School Mathematics A Resource Book.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim katalase pada kelenjar submandibularis Rattus norvegicus strain wistar akibat

didapat dengan pemanas air menggunakan kolektor pada umumnya dengan ukuran yang sama. Sedangkan untuk kemampuan menghasilkan kalor, Metal Roof lebih baik dari pada

• Dengan menggunakan Framework SOSTAC dalam penerapan strategi e-marketing berbasis website diharapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh Cemara Ban dapat

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan

menjelasakan materi ajar.. 31 membagi dengan menggunakan media sempoa sesuai dengan materi yang sudah dijelaskan. Saya bertanya jawab dengan peserta didik mengenai

Tinjauan kota berdasarkan jumlah penduduk adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk

• Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran

Dalam fuzzifikasi, variabel input (crisp) dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari