• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. B. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibilities merupakan suatu elemen penting dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. B. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibilities merupakan suatu elemen penting dalam"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

19. Corporate Social Responsibilities (CSR)

B. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibilities merupakan suatu elemen penting dalam kerangka keberlanjutan perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono (2007:7), mendefenisikan CSR sebagai berikut :

CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Dari defenisi di atas, dapat dikatakan bahwa CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi binsis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (Stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Bila kita telaah lebih dalam, CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar bentuk finansial melainkan rasa kepercayaan dari masyarakat sekitar dan stakeholders lainnya terhadap perusahaan. Kepercayaan inilah yang sebenarnya menjadi modal dasar agar perusahaan dapat terus melakukan aktivitasnya.

(2)

CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf pekerjaannya beserta seluruh keluarga. CSR merupakan cara perusahaan untuk mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. Hubungan mutualisme dapat diwujudkan sehingga tidak hanya perusahaan yang akan beruntung karena tujuan utamanya tercapai, yaitu untuk mendapatkan profit. Namun, masyarakat serta lingkungan juga mendapat manfaat akan keberadaan perusahaan, sehingga masyarakat serta lingkungan bersedia menerima perusahaan bahkan ikut menjaga terjaminnya keberlanjutan hidup perusahaan.

H. Komponen Utama CSR

Menurut Wibisono (2007:134), CSR terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu :

j. Perlindungan lingkungan

Organisasi lingkungan memiliki peranan sebagai wadah kontrol sosial yang fokus terhadap pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan hidup. Program perlindungan lingkungan ini berfungsi agar perusahaan dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan berwawasan lingkungan. Contohnya: pengolahan limbah.

k. Perlindungan dan jaminan karyawan

Karyawan merupakan faktor penting bagi perusahaan. Apabila perusahaan dapat bersinergi dengan serikat pekerja, maka hampir dapat dipastikan bahwa

(3)

kinerja karyawan akan positif. Contohnya: pelatihan/kemajuan karir. l. Interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat

Masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dapat mempengaruhi arah dan kebijakan sebuah perusahaan. Peran masyarakat menjadi penting karena masyarakat merupakan salah satu bagian dari komponen stakeholder perusahaan. Contohya: memperkerjakan tenaga lokal.

m. Kepemimpinan dan pemegang saham

Pemegang saham merupakan pihak yang sangat berkuasa dalam perusahaan. Para direksi maupun manajer yang diangkat dalam RUPS harus mengetahui keinginan dari para pemegang saham dan memberikan informasi secara transparan mengenai keadaan perusahaan. Contohnya: semua informasi tentang program atau kegiatan yang dijalankan perusahaan dapat melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non-finansial.

n. Penanganan pelanggan/produk

Menciptakan hubungan baik dengan pelanggan akan memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Jika pelanggan mendapatkan kepuasan dari perusahaan, bisnis akan terus bergulir dengan adanya repeat order dari pelanggan. Contohnya: keterlibatan pelanggan dalam pengembangan produk.

o. Pemasok (supplier)

Pemasok merupakan pihak yang menguasai jaringan distribusi. Hubungan yang baik dengan pemasok menguntungkan perusahaan karena pemasok telah mengetahui keinginan perusahaan dan akan memenuhinya sesuai dengan keinginan pelanggan. Contohnya: komunikasi dengan pemasok.

(4)

p. Komunikasi dan laporan

Komunikasi dan pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi, baik bagi stakeholder maupun shareholder. Sistem informasi ini diperlukan baik dalam proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya: memasukkan data kontribusi sosial ke dalam laporan tahunan.

c. Faktor yang mempengaruhi CSR

Menurut Chatrine (2008), pada umumnya implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :

3. Komitmen pimpinan perusahaan

Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial tidak akan memperdulikan aktivitas sosial. Perusahaan secara keseluruhan sebaiknya meyakini bahwa CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan usaha. Dengan kata lain, CSR bukan lagi dilihat dari sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) di masa mendatang. Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktivitas sampingan atau suatu hal yang dapat dikorbankan demi mencapai efisiensi. Namun, CSR telah menjadi bagian penting dalam perusahaan, dimana CSR jika disikapi secara strategis dapat digunakan untuk memperbaiki konteks kompetitif perusahaan yang berupa kualitas lingkungan bisnis tempat perusahaan beroperasi.

4. Ukuran dan kematangan perusahaan

(5)

memberikan kontribusi daripada perusahaan kecil dan belum mapan. CSR adalah wujud kesadaran perusahaan yang merupakan bagian dari masyarakat, dimana sebaiknya antara perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme sehingga tercipta harmonisasi hubungan bahkan meningkatkan citra dan performa perusahaan.

5. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur oleh pemerintah

Regulasi dan penataan sistem pajak yang kacau akan memperkecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Peran aktif pemerintah sangat diperlukan sehingga perusahaan dapat menjadi penolong dalam mengatasi masalah sosial yang ada di negara ini. Bisa dipastikan pemerintah tidak akan sanggup mengatasi berbagai permasalahan sosial secara sepihak. Untuk itu, sekecil apapun kedermawanan yang diberikan oleh perusahaan akan sangat besar artinya bagi pemerintah maupun masyarakat. Jika sistem regulasi kondusif dan insentif pajak semakin besar diberikan akan lebih berpotensi dalam memberikan semangat pada perusahaan untuk berkontribusi pada masyarakat.

C. Tahapan penerapan CSR

Dalam melaksanakan CSR, perlu dibuat suatu perencanaan matang yang menyeluruh dan dapat dijalankan secara matematis. Menurut Umar (2003:349), Program jangka panjang suatu perusahaan diturunkan dari perencanaan jangka menengah dan jangka pendek. Program CSR merupakan perencanaan jangka panjang perusahaan dengan tujuan agar perusahaan dapat sustainable di dunia

(6)

usaha. Untuk mendukung perencanaan jangka panjang perusahaan perlu dibuat program-program yang mendukung pencapaian dari tujuan tersebut. Melaksanakan program CSR membutuhkan langkah-langkah pembentukan dan persiapan hingga akhirnya dapat dilaksanakan. Menurut Rahendrawan (2006), ada beberapa langkah persiapan dan penerapan CSR, yaitu :

D. Perencanaan CSR, yang terdiri dari:

C. mempersiapkan target dan tujuan dari pelaksanaan CSR untuk perusahaan

D. mempersiapkan alat ukur kinerja dan alat ukur status dari CSR

E. mengidentifikasi inovasi dan/atau intervensi terhadap sistem yang sedang diterapkan

F. mengidentifikasi masalah CSR yang relevan dengan kegiatan operasional perusahaan

G. mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan CSR, baik dengan unit organisasi dan/atau dari kematangan CSR itu sendiri

H. menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan CSR di dalamnya

I. mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang relevan dalam merancang CSR

J. mempersiapkan program-program dari CSR E. Persiapan aktivitas CSR, yang terdiri dari:

C. proses pengambilan keputusan dan pengesahan program-program CSR D. memanajemen perubahan dan inovasi-inovasi yang dibutuhkan

(7)

E. organisasi program-program CSR, baik internal maupun eksternal F. sumber daya internal dari perusahaan (sumber daya manusia, modal,

dll)

F. Pengimplementasian CSR, yang terdiri dari:

C. menghubungkan program-program CSR dengan para stakeholders, yang keterlibatannya akan ditentukan berdasarkan kondisi, prioritas, dan anggaran perusahaan

D. mengimplementasikan program

E. person(s) in charge, orang yang memimpin pelaksanaan program CSR G. Evaluasi, yang terdiri dari:

C. metode pengawasan dan perangkatnya D. metode evaluasi dan perangkatnya

E. mekanisme pengembangan terus menerus

F. person(s) in charge, orang yang ditugaskan untuk memimpin jalannya evaluasi

H. Pelaporan, yang terdiri dari:

C. mekanisme dan sistem pelaporan internal dan eksternal D. komunikasi internal dan sistem koordinasi

E. sistem komunikasi eksternal F. laporan verifikasi

(8)

C. Ukuran Keberhasilan Program CSR

Menurut Wibisono (2007:145), untuk melihat sejauh mana efektivitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya. Setidaknya, ada dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan, yaitu:

a. Indikator Internal 1) Ukuran Primer

a) Minimize, yaitu meminimalkan perselisihan, konflik, atau potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif.

b) Asset, yaitu aset perusahaan yang terdiri dari pemilik, pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik, dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara dengan aman.

c) Operational, yaitu seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancar.

2) Ukuran Sekunder

a) Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL BUMN).

b) Tingkat complience pada aturan yang berlaku. b. Indikator Eksternal

1) Indikator Ekonomi

3. Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum. 4. Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis. 5. Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara

(9)

berkelanjutan. 2) Indikator Sosial

1. Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial

2. Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat.

3. Tingkat kepuasan masyarakat.

6. Jenis-jenis perusahaan berdasarkan karakteristik tanggung jawab perusahaan

Klasifikasi konseptual CSR dikemukakan oleh Carol (1991) dalam Chatrine (2008), memberikan karakteristik tanggung jawab perusahaan yang didasarkan pada empat tipe perusahaan sebagai berikut :

a. tipe perusahaan reaktif (reactive), dengan karakteristik sebagai berikut : 1) tidak adanya dukungan dari manajemen

2) manajemen merasa entitas sosial itu tidak penting

3) tidak adanya laporan tentang lingkungan sosial perusahaan

4) tidak adanya dukunga pelatihan tentang entitas sosial kepada karyawan b. tipe perusahaan defensif (defensive), dengan karakteristik sebagai berikut :

1) isu lingkungan hanya diperhatikan jika dipandang perlu

2) sikap perusahaan tergantung pada kebijakan pemerintah tentang dampak lingkungan yang harus dilaporkan

3) sebagian kecil karyawan mendapat dukungan untuk mengikuti pelatihan tentang lingkungan sosial perusahaan

(10)

c. tipe perusahaan akomodatif (accomodative), dengan karakteristik sebagai berikut:

1) terdapatnya beberapa kebijakan top management tentang lingkungan sosial

2) kegiatan akuntansi sosial dilaporkan, baik secara internal maupun eksternal

3) terdapat beberapa karyawan yang mendapat dukungan untuk mengikuti pelatihan tentang lingkungan sosial perusahaan

d. tipe perusahaan proaktif (proactive), dengan karakteristik sebagai berikut : 1) top management mendukung sepenuhnya mengenai isu-isu lingkungan

sosial perusahaan

2) kegiatan akuntansi sosial dilaporkan, baik secara internal maupun eksternal

3) karyawan memperoleh pelatihan secara berkesinambungan tentang akuntansi dan lingkungan sosial perusahaan

7. Manfaat kegiatan CSR

Menurut Rogovsky (2000) dalam Wibisono (2007:131), ada berbagai macam manfaat yang dapat diperoleh apabila program CSR diterapkan oleh perusahaan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. manfaat bagi individu karyawan, yaitu : 1) belajar metode alternatif dari berbisnis

(11)

2) menghadapi tantangan pengembangan dan bisa berprestasi dalam lingkungan baru

3) mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan baru

4) memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberi kontribusi bagi komunitas lokal

5) mendapatkan persepsi baru atas bisnis b. manfaat bagi penerima program, yaitu :

1) mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki organisasi atau tidak memiliki dana untuk mengadakannya 2) mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan

yang segar dan kreatif dalam memecahkan masalah

3) memperoleh pengalaman dari organisasi seperti menjalankan tugas c. manfaat bagi perusahaan, yaitu :

1) memperkaya kapabilitas karyawan yang telah menyelesaikan tugas bekerja sama dengan komunitas

2) peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas 3) meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal

4) meningkatkan citra dan profil perusahaan di masa masyarakat karena para karyawan menjadi duta besar bagi masyarakat.

(12)

8. Hambatan/tantangan penerapan program CSR

Menurut Rudito (2007:240), terdapat faktor penghambat/tantangan dalam menjalankan program CSR, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Kualitas sumber daya yang rendah. Dalam konteks ini, sumber daya yang tersedia kurang dapat memenuhi kebutuhan dari perusahaan. Di samping itu, pola hidup komunitas lokal sangat berbeda dengan pola hidup dari industri itu sendiri.

b. Jumlah staf yang kurang memadai. Ini merupakan dampak dari sumber daya lokal yang kurang memadai sedangkan perusahaan dituntut untuk mempekerjakan penduduk lokal sebagai konsekuensi dari keberadaan perusahaan di wilayah tersebut.

c. Kurangnya dukungan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan sistem dan keadaan politik di daerah tersebut.

d. Perbedaan persepsi di pihak internal dan atau pihak eksternal perusahaan. Pihak internal tentu saja ingin memaksimalkan keuntungan. Dengan adanya Program CSR, tentu saja akan menambah biaya bagi perusahaan. Namun, program CSR harus tetap dijalankan karena menyangkut kepentingan pihak eksternal, seperti masyarakat sekitar.

9. Penerapan CSR pada BUMN

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional, disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang atau

(13)

jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan perintis dalam sektor usaha yang belum diminati oleh swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden, hasil penerimaan lainnya. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, perdagangan, dan konstruksi.

Sebagai institusi bisnis, BUMN dituntut untuk dapat menghasilkan laba sebagaimana layaknya perusahaan bisnis lainnya. Namun di sisi lain, pada saat yang bersamaan BUMN dituntut untuk berfungsi sebagai alat pembangunan nasional dan berperan sebagai institusi sosial. Peran sosial ini mengisyaratkan bukan saja pemilikan dan pengawasannya oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep public purpose (sasarannya adalah masyarakat) dan public interest (orientasinya pada kepentingan masyarakat).

Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2003, dikenal dua bentuk Badan Usaha Milik Negara, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara, dan tujuan utamanya mencari keuntungan.

(14)

Sedangkan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa sekaligus mencari keuntungan.

Upaya perusahaan untuk meningkatkan peran mereka dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi multi pihak yang solid dan baik, yaitu kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat, yang disebut dengan Kemitraan Tripartit. Ketentuan perundangan diperlukan sebagai dasar perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR, yaitu tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, khususnya dalam pasal 74, yang terbagi menjadi 4 ayat, yaitu:

Ayat (1) : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Ayat (2) : Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil dibebankan

(15)

No.:1232/KMK.013/1989 tanggal 11 November 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1%-5% dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pegelkop.

Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Program PUKK) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.:316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat, pedoman pembinaan usaha kecil tersebut beberapa kali mengalami penyesuaian, yaitu melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dari perspektif bisnis, PKBL

(16)

merupakan wujud kepedulian sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Peraturan pelaksanaan program PKBL tertuang dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007, terutama pasal 9 dan pasal 11, yaitu sebagai berikut:

Pasal 9 (1) Dana Program Kemitraan bersumber dari :

a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen);

b. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional; c. Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada.

(2) Dana Program BL bersumber dari :

a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen); b. Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.

(3) Besarnya dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh :

a. Menteri untuk Perum; b. RUPS untuk Persero;

(4) Dalam kondisi tertentu besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri/RUPS.

(5) Dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disetorkan ke rekening dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Pembukuan dana Program Kemitraan dan Program BL dilaksanakan secara terpisah dari pembukuan BUMN Pembina.

Pasal 11

(1) Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk :

a. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan;

b. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan;

(17)

1) Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan;

2) Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan;

3) Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan Mitra Binan.

(2) Dana Program BL :

a. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun, penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.

b. Setiap tahun berjalan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.

c. Setiap tahun berjalan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli. d. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN

Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana Program BL tahun berikutnya.

e. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina : 1) Bantuan korban bencana alam;

2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; 3) Bantuan peningkatan kesehatan;

4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; 5) Bantuan sarana ibadah;

6) Bantuan pelestarian alam;

f. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Peduli ditetapkan oleh Menteri.

B. Profitabilitas Perusahaan 1. Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas adalah suatu angka yang menunjukkan kemampuan suatu entitas usaha untuk menghasilkan laba. Profitabilitas merupakan hasil dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Menurut Gitman (2003:599). “Profitability is the relationship between revenues and cost generated by using the

(18)

Menurut IAI, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, paragraf 17, menyatakan bahwa :

“Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Di samping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya”.

Di dalam dunia usaha, perusahaan diharapkan untuk dapat menciptakan penghasilannya secara optimal. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan, dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan karena disadari benar pentingnya arti dari profit terhadap kelangsungan dan masa depan perusahaan.

Profitabilitas dapat diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak ukurnya adalah dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat di dalam menganalisis kondisi keuangan hasil operasi dan tingkat Profitabilitas perusahaan.

2. Metode Perhitungan Profitabilitas Perusahaan

Van Horne dan Wachowicz (2005:222) mengemukakan rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis, yaitu rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya

(19)

dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan terdiri atas Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin) dan Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin). Profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi terdiri atas Tingkat Pengembalian Aktiva (ROA) dan Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE).

Menurut Brigham dan Houston (2006:107–110), ada empat macam rasio profitabilitas (profitability ratio) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini akan menunjukkan kombinasi efek dari likuditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Rasio-rasio tersebut adalah sebagai berikut :

a. Rasio margin laba atas penjualan (Profit Margin on Sales) . Rasio ini mengukur jumlah laba bersih per nilai rupiah penjualan, yang diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan hasil penjualan.

b. Rasio kemampuan dasar untuk menghasilkan laba (Basic Earning Power

–BEP). Rasio ini mengindikasikan kemampuan dari aktiva-aktiva

perusahaan untuk menghasilkan laba operasi, yang diperoleh dengan cara membagi keuntungan sebelum beban bunga dan pajak (EBIT) dengan total aktiva.

c. Rasio tingkat pengembalian total aktiva (Return on Assets-ROA). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki. ROA diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan total aktiva.

d. Rasio tingkat ekuitas saham (Return on Equity-ROE). Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk

(20)

setiap rupiah modal dari pemilik, yang diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan total ekuitas saham.

3. Return on Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio untuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu merupakan perbandingan antara laba bersih dengan rata-rata total aktiva. Dimana rata-rata total aktiva dapat diperoleh dari total aktiva awal tahun ditambah total aktiva akhir tahun dibagi dua. Menurut Syahyunan (2004:85), “Return on Assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan”.

Return on Assets bisa diperoleh dari Net Profit Margin dikalikan dengan Asset Turn Over. Asset Turn Over adalah penjualan bersih dibagi rata-rata total aktiva. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Return on Asset (ROA) mengukur berapa persentase laba bersih terhadap total aktiva perusahaan tersebut.

Rumus Return on Assets (ROA) adalah:

Dengan mengetahui rasio ini, dapat dinilai apakah perusahaan telah efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan, karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk

ROA = × Aktiva Total Bersih Laba 100 %

(21)

i. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Ada dua penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini, yaitu: a. Chatrine E.Y. Sitorus (2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Chatrine berjudul “ Analisis terhadap Hubungan antara Program Corporate Social Resposibilities dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus PT. Toba Pulp Lestari Tbk)”. Variabel independen yang digunakan adalah Program CSR, sedangkan variabel dependen adalah Profitabilitas Perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program CSR dan Profitabilitas Perusahaan tidak berhubungan secara nyata. Meskipun koefisien korelasi menyatakan hubungan yang kuat antara Program CSR dengan Profitabilitas, namun disebabkan signifikansi yang nilainya terlalu besar, mengakibatkan hubungan tersebut tidak nyata atau tidak berdampak langsung terhadap perusahaan (hubungan negatif).

b. Rina Tresnawati (2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Rina berjudul “Pengaruh Sebelum dan Setelah Penerapan Program Corporate Social Responsibility terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus terhadap PT. TELKOM). Variabel independen yang digunakan adalah Program CSR, sedangkan variabel dependen adalah Profitabilitas Perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Program Corporate Social Responsibility membawa pengaruh yang positif terhadap Profitabilitas Perusahaan. Hal

(22)

tersebut dapat dilihat dari peningkatan Profitabilitas setelah diterapkannya Program CSR yang didukung oleh pengujian hipotesis.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian Chatrine E.Y. Sitorus (2008) Analisis Terhadap Hubungan Antara Program Corporate Social Responsibilities dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus PT. Toba Pulp Lestari Tbk.) Program CSR sebagai variabel independen (X) dan Profitabilitas perusahaan sebagai variabel dependen (Y) Metode Penelitian Asosiatif yang menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan yang mengukur profitabilitas dengan rasio GPM dan ROA. Metode analisis data menggunakan Korelasi Product Moment dan uji hipotesis. Program CSR dan Profitabilitas perusahaan tidak berhubungan secara nyata. Rina Tresnawati (2008) Pengaruh Sebelum dan Setelah Penerapan Corporate Social Responsibility terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus terhadap PT. Telkom) Program CSR sebagai variabel independen (X) dan Profitabilitas perusahaan sebagai variabel dependen (Y) Metode Penelitian Deskriptif yang menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan yang mengukur profitabilitas dengan rasio ROA. Metode analisis data menggunakan uji selisih rata-rata (uji beda). Terdapat pengaruh yang signifikan dengan diterapkannya program Corporate Social Responsibility terhadap Profitabilitas perusahaan.

Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2010

D. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual

(23)

sesudah penerapan Program Corporate Social Responsibility. Variabel yang diukur yaitu Profitabilitas Perusahaan dan Program Corporate Social Responsibility. Profitabilitas Perusahaan diukur dengan Rasio Profitabilitas, yaitu menggunakan Rasio Return on Asset (ROA). Dalam hai ini, ROA yang diteliti berasal dari laporan keuangan Tahun 1998-2008. Sedangkan Program CSR diukur berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007. Hasil penelitian ini akan dapat menjawab apakah Tingkat Profitabilitas PT. Pelabuhan Indonesia I sesudah penerapan Program CSR mengalami peningkatan atau penurunan dibandingkan sebelum penerapan Program CSR.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis, maka dapat dirumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:

Sebelum: Sesudah: dibandingkan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Peneliti, 2010 Profitabilitas Perusahaan Profitabilitas Perusahaan Program CSR Naik / Turun

(24)

2. Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49), “Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris, yang menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih.” Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan landasan teori dan kerangka

konseptual yang telah disusun, maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Terdapat perbedaaan Tingkat Profitabilitas antara sebelum dan sesudah penerapan program CSR pada PT. Pelabuhan Indonesia I”.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa produksi kopi berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap volume ekspor

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul :”EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN

Dari sisi sistem yang dibutuhkan adalah database karena semua aplikasi web yang akan dibuat semua terhubung ke database dan akan melakukan tiga tahap yaitu input,

Menjadi menarik ketika etnis Minang merupakan salah satu etnis yang sering diangkat pada Media, namun banyak penggambaran akan etnis Minang yang disajikan membuat etnis ini

This research aims at finding out the correlation between the mastery of present tense and the ability I writing descriptive text of the eighth grade students of SMP N

Pada ayat di atas juga menjelaskan bahwa suami diwajibkan memberikan nafkah kepada isteri yang telah diceraikan dalam keadaan hamil hingga melahirkan. Penegasan

bahwa sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah daerah dapat memberikan

Memaksimalkan keuntungan perusahaan jika menggunakan G-CESS ,meningkatkan produktivitas dengan mencegah kondisi abnormal peralatan dan fasilitas listrik serta mencegah penurunan