• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA

DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI

DI PEDESAAN

(Analysis of Sheep Farming System Factors to Support Diversification

Farming System Model in Villages)

DWI PRIYANTO danU.ADIATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Diversification of farming system is commonly applied in villages to anticipate the risk of farming system failure. The farmer choices in determining their farming commodities are affected by technical, economical, environmental, and social factors. The research on farming system diversification model was conducted in Cianjur Regency. The aim of the study was to analyze factors which influenced farming system. Structured questionnaire survey was applied in assessing factors affecting diversification in farming system on 20 sheep farmers. Two regression of production function models were used in the analysis. The result shows that horticulture farming was the main income and sheep farming was as subsistence of horticulture, which was able to contribute 17.3% from total income. Number of sheep sold, price, and scale of farming of breeding was identified as factors affecting sheep farming income (P < 0.01), while other factor was not significantly affected the income. Income from sheep positively correlated with number of ewe reared by the farmer (P < 0.05). Income from agriculture (horticulture) significantly higher than from sheep farming (P < 0.01) and this affected total income of sheep farmer. Therefore horticulture was still main source of sheep farmer income in the village.

Key Words: Diversification of Farming System, Sheep Farming System

ABSTRAK

Pola diversifikasi usahatani umumnya dilakukan di pedesaan dalam upaya antisipasi resiko kegagalan usaha. Pilihan dalam menentukan komoditas usaha ditentukan oleh faktor teknis, ekonomis, lingkungan, dan sosial budaya. Penelitian terhadap 20 peternak untuk mengetahui model usaha diversifikasi dilakukan di Kabupaten Cianjur melalui survei berstruktur, untuk mengetahui usahatani model diversifikasi, serta menganlisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi sistem usahatani dengan 2 model persamaan regresi fungsi produksi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa model diversifikasi usaha yang dilakukan oleh peternak domba adalah kombinasi dengan usaha pertanian (komoditas hortikultura) yang merupakan sumber pendapatan utama karena frekuensi pola tanam yang tinggi. Usahaternak domba adalah merupakan usaha yang sifatnya sambilan dengan kontribusi pendapatan mencapai 17,13 persen dari total pendapatan. Dari analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan usahaternak adalah peubah ternak yang dijual, harga ternak, dan skala usaha (P < 0,01), sedangkan faktor lain tidak berpengaruh nyata. Pendapatan usahaternak juga berhubungan positif dengan jumlah induk yang dipelihara peternak pada pola pembibitan (P > 0,05). Terlihat terjadi kompetitif antara usaha pertanian dan usahaternak yang ditunjukkan luas lahan yang berhubungan negatif dengan pendapatan usahaternak domba. Peubah pendapatan pertanian sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi total pendapatan peternak, yang berarti usaha pertanian tersebut masih merupakan tumpuan utama pendapatan peternak di pedesaan.

Kata Kunci: Diversifikasi Usahatani, Usahaternak

(2)

(single commodity). Petani akan terhindar dari goncangan ekonomi apabila salah satu usaha mengalami gagal panen, karena masih ada usaha lain sebagai sumber pendapatan. Dilaporkan bahwa pilihan untuk melakukan diversifikasi usahatani ditentukan oleh kombinasi faktor teknis, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya (SALIEM dan SUPRIYATI, 2006). Dalam model diversifikasi di pedesaan juga mengakomodir usahaternak sebagai usaha komplementer dalam sistem usahatani. Pengembangan usahaternak merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian dalam mendukung pemenuhan pangan dan gizi, diprioritaskan pembinaan daerah-daerah produksi, disamping pembangunan daerah-daerah baru yang hal tersebut membutuhkan kebijakan yang serius (SOEHADJI, 1992).

Didalam menentukan pilihan komoditas usaha yang dilakukan oleh petani didasarkan pada ketersediaan sumberdaya yang dimiliki petani, termasuk pertimbangan menentukan besar kecilnya skala yang diusahakan, dan resiko yang kemungkinan akan dihadapi. Hasil penelitian SALIEM dan SUPRIYATI (2006), menunjukkan bahwa tingkat pendapatan usaha petani yang melakukan diversifikasi lebih tinggi dibanding petani non diversifikasi, dimana pengusahaan tanaman hortikultura memberikan tingkat pendapatan lebih tinggi dibanding palawija, walaupun membutuhkan modal yang besar dan resiko yang lebih tinggi. Pada dekade mendatang usahaternak berbasis lahan (land based livestock farming) dihadapkan pada persaingan dengan usahatani non peternakan dalam penggunaan sumberdaya lahan dan tenaga kerja, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan (SIMATUPANG dan HADI, 2004). Maka dari itu dalam upaya program pengembangan usahaternak mendukung pola diversifikasi usaha ketergantungan akan faktor sumberdaya yang dimiliki petani secara umum perlu dilakukan identifikasi sejauah mana pengaruhnya sistem usahaternak dalam mendukung pendapatan petani di pedesaan. Penelitian dilakukan dalam rangka menganalisis faktor-faktor sumberdaya usahaternak dalam mendukung pola diversifikasi usahatani di pedesaan.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan pada peternak domba di wilayah kantong produksi domba yakni di Desa Gegbrong, Kabupaten Cianjur. Survei dilakukan terhadap 20 peternak domba dengan menggunakan kuesioner terstruktur meliputi parameter teknis dan ekonomi yang terkait dengan sistem usahatani yang dilakukan peternak domba. Analisis usahatani diperhitungkan berdasarkan pendapatan tunai di masing-masing komoditas yang dilakukan peternak domba (net cash benefit), yang meliputi usaha pertanian, peternakan, dan diluar usahatani (non farm) sesuai petunjuk (AMIR dan KNIPSCHEER, 1989). Hal demikian dilakukan dengan pertimbangan bahwa usahatani yang dilakukan di lokasi pengamatan masih tertumpu pada tenaga kerja keluarga, sehingga alokasi biaya untuk tenaga kerja tidak dikeluarkan.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem usahatani digunakan model persamaan regresi fungsi produksi (SOEKARTAWI, 1994) dengan 2 model persamaan, yang dianalisis dengan program Statistical Analysis System (SAS, 1987) sebagai berikut:

NILAITER = ao + a1KEL + a2INDUK + a3SKALA + a4JUAL + a5HARGA + a6LAHAN + a7 PENG + a8 TANI+ a9 …... (1) TOTAL = bo + b1KEL + b2INDUK +

b3SKALA + b4JUAL + b5HARGA + b6NILAITER + b7LAHAN + b8PENG + b9 TANI + b10 …...……...… (2) dimana:

NILAITER = nilai pendapatan usahaternak domba (Rp/tahun)

TOTAL = Total pendapatan peternak setahun (Rp)

KEL = Jumlah anggota keluarga (jiwa) INDUK = Jumlah pemilikan induk (ekor) SKALA = Skala usaha pemilikan domba

(ekor)

JUAL = Jumlah domba dijual setahun (ekor)

(3)

LAHAN = Luas pemilikan lahan (m2) PENG = Pengalaman usahaternak domba

(tahun)

TANI = Pendapatan hasil pertanian (Rp/tahun)

ao dan bo = Intersep

a1 – a8 dan b1 – b19 = koefisien regresi a9 dan b9 = peubah pengganggu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi pendapatan usahatani diversifikasi peternak domba di pedesaan

Hasil pengamatan pendapatan usahaternak domba di lokasi mencapai Rp. 4.531.421/ peternak/tahun. Total pendapatan peternak tersebut dapat dinyatakan cukup tinggi. Dibandingkan dengan hasil penelitian KUSNADI et al. (2005) di Kabupaten Lombok pada usahaternak kambing (ruminansia kecil) mencapai Rp. 3.355.000/peternak/tahun dengan komoditas unggulan tanaman tembakau dan padi sawah. Tingginya pendapatan di lokasi pengamatan sebagai akibat peternak mengusahakan komoditas tanaman hortikultura (kentang, kubis, tomat, dan lainnya) yang cenderung memiliki frekuensi pola tanam yang tinggi selama setahun (pola tanam lebih intensif), disamping merupakan komoditas komersial sehingga pendapatan usahatani lebih besar dibanding komoditas lainnya. Usaha pertanian yang dilakukan peternak yakni tanaman kentang dengan pola tanam 3 kali/ tahun, kubis 3 kali/tahun, tomat 3 kali/tahun dan komoditas lainnya dengan frekuensi diatas 2 kali/tahun, disamping memiliki prospek pasar yang cukup potensial. Sebalikmnya hasil penelitian ISBANDI dan PRIYANTO (2004) pada usahaternak domba di Jawa Barat diperoleh total pendapatan peternak mencapai Rp. 10.238.814 dan Rp. 4.876.293/peternak/ tahun dengan rataan skala usaha sebesar 18,1 ekor dan 8,2 ekor masing-masing di Kabupaten Majalengka dan Purwakarta, yang hal tersebut karena pengaruh skala usaha, disamping pendapatan diluar usahatani yang dominan (non farm).

Dilihat dari kontribusi model diversifikasi yang diterapkan peternak terlihat masih

persen) yang disusul kontribusi usaha lain diluar pertanian mencapai 38,6 persen, sedangkan usahaternak domba hanya mencapai 17,13 persen. Pada kondisi demikian usahaternak masaih dikatagorikan sebagai usaha sambilan (usaha subsisten) dimana usaha tanaman pangan masih sebagai usaha utama (SOEHADJI, 1992). Pengamatan HENDAYANA

dan TOGATOROP (2003), mendapatkan kontribusi usahaternak domba cukup tinggi yakni mencapai 31,9 persen dan 26,9 persen masing-masing di Jawa Barat dan Sumatera Utara, dengan penghasilan utama masih pada usahatani tanaman pangan dan non pertanian lebih rendah dibanding usahaternak. Pengamatan di Kecamatan Galang, Sumatera Utara dihasilkan kontribusi usahaternak domba mencapai 37,11 persen dar total pendapatan (tanaman pangan dan perkebunan dan non pertanian), tetapi total pendapatan cenderung rendah (Rp. 1.832.629/peternak/tahun) (AGUSTIAN dan NURMANAF, 2001). Besar kecilnya kontribusi usahaternak tergantung dari kondisi agro-ekosistem maupun skala usaha yang dikembangkan oleh peternak. Pada kasus lahan kering dengan sumberdaya lahan semakin marginal, kontribusi pendapatan usahaternak akan semakin tinggi dibanding

pada lahan subur (PRIYANTO dan

SUDARYANTO, 1998).

Tabel 1. Kontribusi sumber pendapatan usahatani diversifikasi pada peternak domba

Subsektor usaha Kontribusi pendapatan (Rp/peternak/ tahun) Proporsi pendapatan (persen) Pertanian Ternak domba Usaha lainnya 2.006.315 776.314 1.738.791 44,27 17,13 38,60 Total pendapatan 4.531.421 100,00

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi diversifikasi usahatani di pedesaan

Pendapatan usahaternak domba

(4)

bebas yang dimasukkan dalam model sangat nyata (P < 0,01) berpengaruh terhadap pendapatan usahaternak (ditunjukkan nilai R2 = 0,94). Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah domba dijual, harga jual domba, dan peubah skala usaha sangat nyata (P < 0,01) berhubungan positif mempengaruhi pendapatan usahaternak (Tabel 2). Sedangkan peubah lainnya tidak nyata (P > 0,05) mempengaruhi pendapatan usahaternak. Hal demikian menunjukkan bahwa peubah jumlah ternak dijual, harga jual domba, dan skala usaha sangat menentukan dalam mendukung pendapatan usahaternak di pedesaan.

Faktor pemilikan induk berhubungan posistif dengan pendapatan usahaternak (P > 0,05). Menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan usahaternak ditentukan pula oleh besarnya skala pemilikan induk yang dipelihara peternak. Usahaternak domba di pedesaan umumnya diusahakan dengan usaha pola pembibitan, sehingga faktor pemilikan induk merupakan faktor utama dalam menghasilkan anak, yang pada akhirnya mempengaruhi besarnya penjualan ternak dan pendapatan usahaternak. Faktor pemilikan induk sangat terkait dengan Laju Reproduksi Induk (LRI) yakni rataan jumlah anak hidup sampai sapih per induk per tahun dirumuskan (GATENBY, 1986). Hasil pengamatan pada kasmbing di pedesaan (Kaligesing, Purworejo) diperoleh LRI sebesar 2,32 ekor/tahun (SETIADI et al., 1999), yang hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah anak yang dilahirkan per kelahiran, jarak beranak, dan laju mortalitas yang terjadi di lapangan.

Pendapatan usaha pertanian berhubungan positif dengan peubah pendapatan usahaternak, yang hal demikian menggambarkan bahwa ada keterkaitan antara pendapatan usaha pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai aset modal dalam mengembangkan usahaternak domba oleh petani. Usahaternak di pedesaan umumnya masih dinyatakan sebagai tabungan keluarga yang merupakan komplementer usaha pertanian (SOEHADJI, 1992), tetapi hasil penjualan ternak tersebut sangat mendukung ekonomi penduduk pedesaan. Kasus penjualan ternak di pedesaan umumnya dilakukan peternak masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan peternak yang sifatnya mendadak yakni dinyatakan oleh 78 persen peternak, dan mendukung kebutuhan lain (22 persen

peternak), diantaranya dimanfaatkan sebagai modal pembelian bibit tanaman pangan dan antisipasi biaya sekolah anak (SUBANDRIYO et al., 1995).

Jumlah anggota keluarga terlihat berhubungan negatif terhadap pendapatan usahaternak domba (P > 0,05), yang menggambarkan bahwa manajemen usahaternak tersebut tidak banyak membutuhkan alokasi tenaga kerja, dan masih dipenuhi dari tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja yang dicurahkan dalam pengelolaan usahaternak domba tidak mutlak mempengaruhi produktivitas ternak, dan secara langsung mempengaruhi pendapatan usahaternak, karena masih merupakan tenaga kerja sambilan. Walaupun dari hasil penelitian sebelumnya bahwa alokasi curahan tenaga kerja usahaternak utama dibutuhkan dalam kegiatan mengambil rumput (mengarit) yang mencapai 154 HOK/tahun yang terlihat cukup tinggi, tetapi masih dinyatakan sebagai tenaga kerja tambahan diluar usaha pertanian (PRIYANTO dan SUDARYANTO, 1998).

Tabel 2. Parameter dugaan dalam mempengaruhi pendapatan usahaternak domba

Variable Parameter estimasi Prob > |T| Prob > F INTERCEP KEL INDUK SKALA JUAL HARGA LAHAN PENG TANI -581036 -15208 39510 20576 247709 2.554651 -19.529056 -382.931060 0,09407 0,871 0,117 0,502 0,017(*) 0,001(*) 0,005 (*) 0,746 0,299 0,290 0,0001 (*) R2 R2 Adj 0,437 0,986

(*) = Berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)

Faktor penguasaan lahan juga berhubungan negatif dengan pendapatan usahaternak domba di lokasi (P > 0,05), yang menunjukkan bahwa meningkatnya pendapatan usahaternak justru dipengaruhi oleh penguasaan lahan yang semakin menurun. Hal tersebut

(5)

menggambarkan bahwa usahaternak domba dan usahatani (penguasaan lahan pertanian) merupakan kegiatan yang kompetitif dimana semakin luas pemilikan lahan cenderung akan menurunkan pendapatan usahaternak. Sesuai pengamatan SIMATUPANG dan HADI (2004), bahwa usahaternak yang dilakukan di pedesaan berimplikasi kompetitif dengan usaha non peternakan (pertanian) karena masih bersifat tradisional kaitan dengan siumberdaya lahan dan tenaga kerja yang merupakan tenaga kerja keluarga dalam melakukan usaha diversifikasi. Hal demikian didukung penelitian sebelumnya bahwa mata pencaharian peternak kambing PE di pedesaan memiliki pekerjaan lain yakni sebagai usahatani pertanian (tanaman pangan) sebesar 87,5 persen, dan 12,5 persen adalah memiliki usaha lainnya diluar usahatani (PRIYANTO et al., 2004). Pengalaman usahaternak berhubungan negatif terhadap pendapatan usahaternak yang menunjukkan dahwa usahaternak domba tidak banyak membutuhkan pengalaman dalam mendukung produktivitas atau dapat dinyatakan mudah dalam pemeliharaan.

Total pendapatan petani dalam sistem usahatani diversifikasi

Secara umum dalam analisis terlihat faktor-faktor peubah bebas yang dimasukkan dalam model persamaan sangat nyata (P < 0,01) mempengaruhi total pendapatan peternak (Tabel 3). Peubah bebas pendapatan usaha pertanian sangat nyata (P < 0,01) berhubungan posistif dengan total pendapatan peternak, yang hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usaha pertanian merupakan usaha dominan (utama) dalam mendukung total pendapatan rumahtangga. Pernyataan sama juga didukung bahwa faktor lahan usahatani yang juga berhubungan positif dengan total pendapatan peternak. Semakin luas penguasaan lahan oleh peternak akan semakin bertambah total pendapatan rumah tangga, yang menunjukkan bahwa usaha pertanian masih merupakan usaha pokok penduduk pedesaan. Berbeda dengan penelitian ISBANDI dan PRIYANTO (2004), bahwa pada kondisi usahaternak domba dengan sistem penggembalaan di Jawa Barat kontribusi pendapatan pada usaha diluar usaha

masing-masing di Desa Pasiripis dan Tegalsari, disusul usahaternak, dan usaha pertanian menunjukkan kontribusi paling rendah. Hal tersebut terjadi karena skala usaha pemeliharaan yang tinggi, disamping status pemilikan lahan yang relatif tidak dimiliki peternak, sehingga peternak lebih berorientasi pada usaha diluar pertanian. Sebaliknya yang terjadi di lokasi pengamatan orientasi tanaman hortikultura cukup intensif dan memiliki prospek jual yang tinggi sehingga masih sebagai faktor dominan dalam mendukung pendapatan.

Tabel 3. Parameter dugaan dalam mempengaruhi total pendapatan peternak domba

Variable Parameter

estimate Prob > |T| Prob>F INTERCEP KEL INDUK SKALA JUAL HARGA NILAITER LAHAN PENG TANI -601071 -246865 490257 51034 719088 11.048040 -2,092778 75,095795 -14166 0,617264 0,8213 0,4191 0,4482 0,8596 0,2589 0,1426 0,3843 0,4987 0,6559 0,0016 (*) 0,0017 R2 R2-Adj 0,8978 0,7955

(*) = Berpengauh sangat nyata (P < 0,01)

Peubah skala pemilikan induk, skala pemilikan ternak, jumlah ternak dijual, dan harga jual ternak berhubungan positif (P > 0,05) dalam mendukung pendapatan rumahtangga. Faktor pemilikan induk dianggap penting dalam usaha pemeliharaan ternak pola pembibitan, karena semakin besar skala induk yang dipelihara akan semakin berpeluang dalam mendapatkan anak hasil keturunan yang lebih banyak, dan sekaligus meningkatkan jumlah anak dijual, sekaligus mendukung pendapatan rumah tangga karena terkait dengan laju reproduksi induk (GATENBY, 1996).

Jumlah anggota keluarga berhubungan negatif dengan total pendapatan rumah tangga

(6)

banyak ditentukan oleh jumlah anggota keluarga. Anggota keluarga yang ada dalam pengamatan cenderung masih relatif muda (anak-anak), sehingga belum mampu mendukung penghasilan keluarga, dan bahkan masih sebagai beban keluarga. Disamping itu luas pemilikan lahan yang dikuasai peternak dalam usaha pertanian relatif kecil (rataan 2.290 m2) sehingga tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Demikian halnya pengalaman usahaternak memiliki hubungan negatif, yang menunjukkan bahwa pengalaman usahaternak tidak banyak berperan dalam mendukung pendapatan rumah tangga. Pendapatan usahaternak berhubungan negatif dengan total pendapatan rumah tangga, yang kondisi demikian mengindikasikan bahwa usahaternak belum sepenuhnya mampu mendukung ekonomi rumah tangga tetapi hanya sebagai usaha sambilan yang sifatnya insidentil, dan bukan dipersiapkan sebagai usaha pokok rumah tangga. Dalam kasus ini usahaternak masih merupakan usaha yang sifatnya kompetitif dengan usaha pertanian (hortikultura) terkait dengan pengelolaan alokasi tenaga kerja keluarga dalam melakukan pola usaha diversifikasi usaha yang digeluti peternak.

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan tentang model diversifikasi yang di usahakan peternak di lokasi pengamatan menunjukkan bahwa:

1. Model diversifikasi usaha yang dilakukan

oleh peternak domba adalah kombinasi antara ternak dengan usaha pertanian (komoditas hortikultura) yang merupakan sumber pendapatan utama karena diusahakan secara intensif dengan frekuesni pola tanam yang tinggi. Usahaternak domba adalah merupakan usaha yang sifatnya sambilan dengan kontribusi pendapatan mencapai 17,13 persen dari total pendapatan.

2. Hasil pengamatan terlihat terjadi usaha

kompetitif antara usaha pertanian dan usahaternak, hal demikian juga ditunjukkan luas lahan yang berhubungan negatif dengan pendapatan usahaternak domba. Faktor-faktor yang sangat nyata (P < 0,01) mempengaruhi pendapatan usahaternak

adalah terjadi pada peubah ternak yang dijual harga ternak, dan skala usaha yang dipelihara peternak. Peningkatan pendapatan usahaternak juga berhubungan positif jumlah induk yang dipelihara peternak pola pembibitan (P > 0,05).

3. Peubah pendapatan pertanian sangat nyata

(P < 0,01) berhubungan positif terhadap total pendapatan peternak, yang berarti usaha pertanian tersebut adalah merupakan tumpuhan utama pendapatan peternak di pedesaan. Sebaliknya pendapatan dari usahaternak domba tersebut berhubungan negatif dengan total pendapatan petani, yang menunjukkan masih terjadi pola persaingan antara usahaternak dengan usaha pertanian yang dikelola peternak di lokasi.

DAFTAR PUSTAKA

AGUSTIAN, A. dan A.R. NURMANAF. 2001. Kontribusi usahatani ternak ruminansia kecil terhadap pendapatan rumah tangga dan prospek pengembangannya dalam memanfaatkan peluang pasar pada masa mendatang (Kajian di Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 474 – 482.

AMIR, P. and KNIPSCHEER. 1989. Conducting On-farm Animal Research Procedure and Economic Analysis. Winrock International Institute for Agricultural Development an International Development Reseatch Centre. Morrilton, Arkansab, USA.

GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production in the

Tropic and Sub-Tropic. Tropical Agriculture Series. Longman, London.

HENDAYANA, R. dan M.H. TOGATOROP. 2003. Struktur curahan waktu kerja dan pendapatan peternak. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm 318 – 323.

ISBANDI dan D. PRIYANTO. 2004. Sumbangan subsektor usahaternak domba dalam mendukung ekonomi rumah tangga di Desa Pasiripis dan Tegalsari, Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 314 – 322.

(7)

KUSNADI, U., K. DWYANTO dan S. BAHRI. 2005. Pengembangan sistem usahatani ternak tanaman pangan berbasis kambing di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 685 – 692.

PRIYANTO, D. dan B. SUDARYANTO. 1998. Pengembangan usahaternak domba melalui peningkatan skala pemeliharaan induk di daerah lahan kering: Analisis ekonomi usahaternak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 805 – 814.

PRIYANTO, D., M. MARTAWIJAYA dan B. SETIADI. 2004. Analisis kelayakan usahaternak domba lokal pada berbagai skala pemilikan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 433 – 442.

SALIEM, H.P. dan SUPRIYATI. 2006. Farm diversification and farmer income in Rice field area. In Country Seminar on Poverty Allocation Throught Development of Secondary Crops. Bogor, 23 Maret 2006. ICASEPS dan UNESCAP-CAPSA Bogor.

SETIADI, B.,D.PRIYANTO dan SUBANDRIYO. 1999. Karakteristik morfologik dan produktivitas induk kambing Peranakan Etawah di Daerah Sumber Bibit, Kabupaten Purworejo. Pros. Seminar Nasional. Kiat Usaha Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Soedirman, Purwokerto. hlm. 114 – 127.

SIMATUPANG,P. dan P.U.HADI. 2004. Daya Saing Usaha Peternakan Menuju 2020. Wartazoa 14(2): 45 – 57.

SOEHADJI. 1992. Pengembangan peternakan dalam pembangunan jangka panjang tahap II. Pros. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balai penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 1 – 32.

SOEKARTAWI. 1994. Teori Ekonomi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb. Douglas. Rajawali , Jakarta.

STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM. 1987. SAS/STAT Guide for Personal Computer Version 6th Ed., SAS. Institute Inc., Carry, NC. USA.

SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, RIASARI, HASTONO

dan O.S. BUTAR-BUTAR. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumberdaya di Daerah Sumber Bibit Pedesaan. Puslitbang Peternakan, Bogor. 112 hlm.

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan apa gerangan yang terkandung dalam UU 22/2001 tentang kebijakan baru untuk sektor hilir dan mengapa monopoli Pertamina dianggap perlu diganti dengan pola baru..

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Adapun metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menggunakan metode peramalan yang disesuaikan dengan pola data historis penjualan perusahaan

Sumbangan tenaga kerja dalam pencapaian tujuan perusahaan tidak akan terlepas dari gaji dan upah yang diberikan kepada karyawan karena seseorang yang bekerja tentu

Analisa bahaya pada tahap proses dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang dapat timbul pada setiap tahap proses produksi sari buah jeruk

Berdasarkan tabel 6, pada kelompok responden yang menyatakan pernah dan sudah berhenti merokok terhadap kelompok responden yang menyatakan tidak merokok diperoleh nilai p:

LOI-1PATAI.I HIDROLII&lt;.. METODA PENELITIALJ

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh negara asal (country of origin), citra merek (brand image), dan kepercayaan merek (brand trust) terhadap