• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Layanan HIV/AIDS dan Kekerasan terhadap Perempuan yang hidup dengan HIV di DKI Jakarta dan Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Integrasi Layanan HIV/AIDS dan Kekerasan terhadap Perempuan yang hidup dengan HIV di DKI Jakarta dan Sumatera Utara"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Integrasi Layanan HIV/AIDS dan 

Kekerasan terhadap Perempuan 

yang hidup dengan HIV di DKI 

Jakarta dan Sumatera Utara

Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Result in Health (RiH) Pusat Penelitian HIV dan AIDS – Unika Atma Jaya (PPH) Didukung pendanaanya oleh UN Trust Fund

Apa yang sudah diketahui tentang 

Kekerasan dan penularan HIV?

• Secara epidemiologi ada overlap antar kekerasan dan 

penularan HIV

• Kekerasan sebagai faktor risiko penularan HIV

• Korban kekerasan cenderung memiliki perilaku yang lebih 

berisiko

• Ketakutan terhadap terjadinya kekerasan berkaitan dengan 

keinginan untuk melakukan tes HIV

• Pasangan yang melakukan kekerasan cenderung memiliki 

pasangan seks yang lebih banyak

• Lebih sulit menegosiasikan perilaku yang lebih aman 

dengan pasangan yang melakukan kekerasan

• Kekerasan sebagai faktor risiko 

(2)

Masalah yang belum banyak digali 

dalam keterkaitan kekerasan dan HIV

• Kekerasan yang disebabkan karena status HIV:

– Prevalensi kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan 

HIV (PDHA) lebih tinggi dari pada perempuan pada 

umumnya (Bogart et al, 2005; )*

– Saat didiagnosis HIV perempuan lebih banyak mengalami 

kekerasan dari pasangan atau dari pihak lain (Gielen et al, 

2000)

– Jenis kekerasan yang dialami oleh PDHA sangat beragam 

(fisik, seksual, psikis, ekonomi, diskriminasi status HIV, 

sterelisasi yang dipaksakan) (IPPI, 2012)

• Kebutuhan layanan bagi PDHA yang mengalami 

kekerasan sesuai dengan tahapan hidupnya (Williams, 

2003)

Pertanyaan Penelitian

• Apa dampak pengalaman kekerasan bagi hidup 

PDHA sepanjang hidupnya?

• Apa saja kebutuhan PDHA terkait dengan 

pengalaman kekerasan yang dialami dan status 

kesehatannya sepanjang waktu?

• Bagaimana pengalaman mereka memanfaatkan 

layanan yang dibutuhkan dari waktu ke waktu?

• Apakah layanan yang bersifat terpadu yang 

tersedia untuk mereka?

(3)

Tujuan Penelitian

• Menggali situasi kekerasan pada PHDA dari waktu 

ke waktu (masa kecil, masa pacaran, menikah, 

memiliki anak, menjanda)

• Melihat seberapa jauh penyediaan layanan yang 

mengintegrasikan layanan kekerasan dan HIV bagi 

PHDA tersedia di daerah penelitian dan 

dimanfaatkan oleh PHDA (jika ada)

• Tantangan yang dihadapi oleh PHDA dan 

penyedia layanan (pemerintah dan masyarakat) 

dalam menyediakan layanan yang terintegrasi

Kerangka Pemahaman

• Kekerasan yang terjadi merupakan bentuk tindakan 

yang didasarkan pada konteks fisik, sosial dan biologis 

dari pelaku dan korban sepanjang hidupnya.

• Konteks ini bisa menjadi faktor risiko dan faktor yang 

mampu mengurangi terjadinya kekerasan yang 

merupakan berbagai transisi dalam hidupnya

• Memahami perjalanan seorang yang mengalami 

kekerasan bisa digunakan untuk mengembangkan 

intervensi yang sesuai dengan dinamika perubahan 

hidup seseorang

(4)

Kerangka Pemahaman

Faktor  Pelindung  dari  terjadinya  Kekerasan Faktor  Risiko  terjadinya  Kekerasan Faktor Pelindung  dari terjadinya  Kekerasan Kebutuhan & Layanan Diadopsi dari Hser et al, 2015 Perjalanan  hidup Faktor  Risiko  terjadinya  Kekerasan Usia Usia

Titik Perubahan Hidup

• Masa anak‐anak

• Remaja  HIV Positif

• Menikah  HIV Positif

• Memiliki anak  HIV Positif

• Menjanda  HIV positif

Pengalaman 

kekerasan

Respon terhadap 

Kekerasan

Konsekuensi 

Atas Kekerasan

Kebutuhan 

Layanan

(5)

Metode Penelitian

• Penelitian Komunitas melalui keterlibatannya dalam – Pengembangan disain penelitian – Pengumpulan data – Analisis awal dan validasi hasil analisis • Penelitian kualitatif dengan menggunakan panduan wawancara  semi terstruktur • Pengumpulan Data: Wawancara Mendalam dan Pengumpulan Data  Sekunder • Lokasi: Medan & Jakarta • Jumlah Informan: – PHDA: 20 orang, 10 orang/per kota – Penyedia Layanan/Pemangku Kepentingan: 20 orang, 10 orang/kota • Analisis Data: Framework Approach (Pope, 2000)

Fokus Pengumpulan Data

• PHDA:

– Kekerasan sepanjang hidup

– Jenis kekerasan dan masing‐masing pelaku

– Pengalaman memanfaatkan layanan kekerasan dan/atau 

HIV termasuk faktor‐faktor yang memungkinkan atau 

menghambat

• Penyedia Layanan:

– Persepsi tentang kekerasan pada PHDA

– Pengalaman memberikan layanan kepada PHDA yang 

mengalami kekerasan

– Hambatan dan peluang untuk menyediakan layanan yang 

kompre

(6)

Hasil

Karakteristik Informan

PHDA

• Usia: 19 – 41 tahun • Pendidikan:  – SD: 3 orang – SMP: 5 orang – SMA: 10 orang – PT: 2 orang • Status pernikahan  saat ini: – Menikah: 12 orang – Janda: 5 orang – Lajang: 3 orang • Pekerjaan: – Karyawan: 6 – Dagang:  3 – Pekerja Seks: 3 – Ibu Rumah tangga: 7 – Tidak bekerja: 1 • Jumlah Anak:  – Menikah: 0‐5 anak – Janda: 0‐2 anak

Penyedia Layanan

• Lembaga: – RS: 2 – Polisi: 2 – PKM: 4 – SKPD: 3 – LSM 6 – Stakeholder: 3 • Jabatan: – Direktur: 3 – Konselor: 3 – Manajer Kasus: 3 – PP HIV: 5 – Kasi: 2 – Admin 1 – Koordinator: 1 – Kabid Monev: 2 • Fokus Layanan/Bidang Kerja: – Kekerasan: 10 – HIV: 7 – Stakeholder HIV: 3

(7)

Mengetahui status HIV

Saat mengetahui status HIV+

• Setelah anak diketahui HIV+

• Setelah suami meninggal

• Saat suami sakit

• Saat hamil

• Ditawari oleh petugas ketika 

akses layanan

• Pengin tahu status karena 

teman lain positif

• Saat tes kesehatan calon TKI

• Saat sakit

Keterbukaan status

• Pasangan tidak mengetahui  status (8) • Sebagian informan sudah  memberikan informasi tentang  status ke keluarga (5) • Sebagian besar terbuka  dengan teman sesama ODHA • Tidak perlu terbuka kepada  lingkungan karena agar tetap  merasa nyaman berhubungan  sosial

Situasi Kekerasan

Kekerasan psikis

• Setiap ucapan atau tindakan yang merusak harga diri seseorang Kekerasan fisik

• Penggunaan dengan sengaja kekuatan fisik dengan potensi untuk mempengaruhi tindakan orang lain agar patuh atau menuruti  kemauannya. Kekerasan seksual • Tindakan atau ucapan yang dilakukan orang lain yang dimaksudkan  untuk memaksa seseorang sebagai objek seksual atau melakukan  perilaku seksual di luar keinginannya. Kekerasan ekonomi • Tindakan seseorang yang dengan sengaja menempatkan orang lain  terancam kesejahteraannya 

(8)

Pengalaman Kekerasan

Masa Kecil Pacaran/Rumah  Tangga Publik Status HIV+  (Layanan) Kekerasan Fisik 14 17 4 Kekerasan Seksual 1 9 2 Kekerasan Psikis 4 12 2 8 Kekerasan ekonomi 5 7 • 18 orang pernah mengalami satu kekerasan sepanjang hidupnya. • 14 orang pernah mengalami kekerasan pada masa anak‐anak) • 17 orang pernah mengalami kekerasan dari pasangan • 4 orang mengalami kekerasan dari orang tua, pasangan dan orang lain du  ruang publik (polisi, keluarga, pelanggan) • 8 orang melaporkan merasa mengalami diskriminasi ketika mengakses layanan  HIV • 10 orang mengalamai ketiga jenis kekerasan

Bentuk Kekerasan

Masa Kecil Pacaran/Berumah Tangga Publik Status HIV+ (Layanan)

Kekerasan Fisik Dicubit, ditampar, dipukul  bambu atau gesper,  dilempar dengan pisau,  digebuk, disiram air, diberi  pekerjaan lebih banyak,  dipukul, kaki dilindas  mobi, dijepit pintu,  ditampar, dihajar, disiram  air, ditonjok, diinjak‐ injak,  dikeroyok keluarga  suami, dipukul oleh  polisi ketika ditahan,  dipukul oleh pelanggan Kekerasan Seksual dipegang‐pegang anggota  tubuhnya dipaksa melakukan  hubungan seks di saat  tidak menginginkan dipaksa melakukan  gaya seks yang tidak  diinginkan, pelcehan  seksual Kekerasan Psikis dicemooh, dibully, dikata‐ katai, tidak diakui sebagai  anak, dianggap anak sial,  pembawa masalah  keluarga dikatai‐katai, dilecehkan,  dimaki, diancam status  HIV dibuka ke keluarga  dan orang lain, diancam  dilaporkan pekerjaan  sebagai PS, dipaksa  menikah, pasangan  memiliki pasangan seks  lain, diancam dicerai dilecehkan status  hubungan dengan pacar  oleh seseorang aktivis  gender, diasingkan  oleh mucikari stelah  tahu status HIV dibuka status HIVnya  oleh perawat, tidak  dilayani, dibedakan  dengan pasien lain,  dilihat dengan 'jijik'  oleh nakes, sikap  berlebihan dari  nakes, tidak diberi  informasi yang cukup  akibat dari sterelisasi Kekerasan ekonomi ditelantarkan, tidak  dibiayai, diikutkan ke  saudara,  ditinggal pergi, diambil  barang‐barang rumah  tangga, diambil paksa  uang yang dimiliki, tidak  boleh bekerja, tidak  dinafkahi

(9)

Penyebab terjadinya kekerasan

Masa Kecil • Ketidakpatuhan terhadap orang tua • Situasi ekonomi keluarga memburuk • Keluarga pecah • Penggunaan alkohol Dalam Rumah  Tangga • Tidak mau bertanggungjawab terhadap  keluarga (pasangan tidak memiliki pekerjaan) • Minta uang • Ingin pisah • Hubungan dengan orang ketiga • Penggunaan alkohol atau napza • Penerimaan keluarga Status HIV • Mengakses layanan

Justifikasi atas kekerasan yang dialami

Masa Kecil

• Bandel jadi wajar jika dipukul

Rumah 

Tangga

• Pasangan sedang capek

• Spontan

• Pasangan sudah memberikan nafkah

• Dosa kalau tidak melayani suami

• Melayani seks adalah kewajiban istri

Publik

• Kalau pakai kondom yang jangan 

dipaksa kan namanya dibayar

Status HIV 

(Layanan)

• Kesalahan diri karena tidak membuka 

status

(10)

Respon terhadap kekerasan 

(dalam rumah tangga)

• ‘Menerima’ ketika terjadi kekerasan

• Tidak berani mengeluh karena lebih 

baik memikirkan keluarga (anak)

• Santai saja, tidak daianggap serius

• Menghindar agar tidak menjadi lebih 

buruk

• Melawan ketika terjadi kekerasan

• Melakukan kekerasan terlebih dahulu 

sebelum pasangan melakukannya

• Melarikan diri untuk menghindari 

kejadian berulang

Ada variasi respon  terhadap kekerasan  ini berdasarkan  karakteristik PDHA: ‐ Ibu Rumah Tangga ‐ Pekerja Seks ‐ Pecandu/Pecandu  yang sudah pulih

Akibat Kekerasan

• Cedera fisik yang parah sebagai akibat dari kekerasan

• Gangguan psikis (tidak percaya diri, mengurung diri, 

trauma dan depresi)

• Merasa bodoh karena mau dikasari

• Menggunakan napza atau alkohol lebih banyak untuk 

merusak diri

• Melukai diri

• Mempengaruhi pekerjaan

• Tidak dinafkahi secara ekonomi

• Keinginan bunuh diri dan mencoba bunuh diri (9 orang)

• Pisah

(11)

Ya karena perlakuan tadi si bapak tiri, mamak juga 

nggak nggak peduli jadi yaudahlah nggak ada guna 

pun aku hidup… udah sempat ngepalkan tali pun 

ketiang ada dia deket kayu gitu kan, terus gelantungan 

gitu kan, terus datang kawan tiba‐tiba apa datang aja 

dia gitu kan, terkejut gitu kan “eh, kau ngapain mau 

bunuh diri kau?” (X, 29 tahun)

Pengungkapan Pengalaman Kekerasan

Tidak menceritakan  kejadian kepada  siapapun • Tidak mau  disalahin,  • Takut menambah  beban keluarga • Tidak ada gunanya • Takut disuruh  meninggalkan  pasangan Cerita ke teman • Mendengar saja • Menyalahkan • Memberi dukungan  untuk  Cerita ke keluarga: • Didiamkan • Disalahin • Mengingatkan  pasangan • Dukung untuk  berobat

(12)

Tindakan setelah kekerasan terjadi

• Lapor polisi

– Dicabut laporannya karena anak‐anak masih kecil

– Tidak diteruskan karena dianggap masalah keluarga

– Tidak diteruskan karena perlu biaya untuk visum

• Tidak melakukan apa‐apa

– Karena masih masih cinta dengan pasangan

– Tidak melaporkan karena takut statusnya diketahui

• Tidak mencari bantuan medis atau psikologis

– Tidak tahu informasi

– Bisa diobati sendiri

Pemanfaatan Layanan

Layanan kesehatan: • Sebagain informan belum  melakukan ART (2) • Sebagian menghentikan ART (3) • Sebagian yang lain masih  mengikuti ART (15) • Ke layanan hanya untuk  mengmabil obat • Layanan HIV saat ini lebih baik  dari pada tahun‐tahun  sebelumnya • Sebagian masih merasa  khawatir dengan kemungkinan  diskriminasi • Masih ada yang belum  mengikuti KDS Layanan kekerasan • Hanya sebagian kecil yang tahu  informasi layanan penanganan  kekerasan • Dua orang yang pernah  melaporkan kekerasan ke polisi • Bagi informan yang melapor ke  polisi, tidak diteruskan ke tingkat  yang lebih jauh karena  pertimbangan ‘keluarga’ • Hanya 1 informan melaporkan  pernah mengakses layanan  kekerasan (LBH)

(13)

Layanan

• Tidak tahu kebutuhan layanan: tidak merasa bahwa yang 

dialami adalah salah satu bentuk kekerasan (hal yang 

dianggap biasa) sehingga mencoba untuk mencari layanan

• Tidak memperoleh informasi tentang layanan yang ada 

(layanan kekerasan)

• Tidak diijinkan pasangan untuk mengakses layanan

• Khawatir tidak memperoleh perawatan yang semestinya 

karena statusnya (berdasarkan pengalaman sendiri atau 

mendengar cerita dari teman)

• Status HIV membuat enggan mengakses layanan kekerasan 

karena takut ketahuan statusnya. 

Penyediaan Layanan

Layanan HIV

• Fokus hanya pada layanan HIV  (pencegahan atau perawatan  dan pengobatan) • Tidak tersedia layanan  kekerasan sebagai layanan  lterkait dengan layanan HIV • Belum pernah memberikan  layanan terkait kekerasan yang  dialami oleh PDHA • Melakukan rujukan informal  (personal) ke layanan 

Layanan Kekerasan

• Fokus pada layanan hukum dan  psikologis dari kasus kekerasan  pada perempuan dan anak • Kasus terbanyak yang ditangani  adalah KDRT • Belum pernah menangani kasus  kekerasan pada PDHA • Tidak fokus pada HIV karena ada  dinas kesehatan atau belum jadi  fokus lembaga • Belum memasukkan kekerasan  pada PDHA dalam materi sosialisasi  anti kekerasan • Pernah melakukan rujukan informal 

(14)

Penyediaan Layanan Terintegrasi

Belum tampak ada layanan yang terintegrasi bagi PDHA yang  mengalami kekerasan • Kekerasan atau HIV belum menjadi agenda dalam kebijakan AIDS  atau anti kekerasan di daerah (belum mengidentifikasikan secara  rinci keterkaitan kekerasan dengan penularan HIV atau sebaliknya) • Fokus pada masing‐masing mandat lembaga sesuai dengan  ketersediaan dana untuk kegiatan pendukungnya • Belum ada prosedur di tingkat layanan untuk menilai pengalaman  kekerasan dalam layanan HIV demikian pula sebaliknya • Keterbukaan klien dinilai sebagai dasar untuk memberikan  pelayanan • Meski secara pemahaman merupakan hal yang penting untuk  memberikan layanan kekerasan dan HIV secara terintegrasi tetapi  keterbatasan kapasitas dan staf tidak memungkinkan itu dilakukan • Ada layanan yang ada ditutup karena tidak ada yang ditugaskan lagi

"Kita sih nggak sampai menanyakan seperti itu

ya.tapi ketika dia bilang, “Suami saya main 

sama perempuan ini, perempuan itu.” Saya  

menyarankan untuk dia periksa.apalagi kalau

dia sudah menyinggung‐nyinggung, “Suami saya

punya penyakit kelamin.”  itu kan membuka

akses kami untuk menyarankan ke klien ini, 

“Coba ibu juga periksa.” Karena penyakit

kelamin kan menular gitu kan“

(

W, penyedia layanan 

(15)

Kemungkinan Integrasi

“Memungkinkan.  Tentunya dengan prosedur dan 

mekanisme dengan lembaga terkait. Misalnya mana 

lembaga pencegahan HIV, kita taruh disana baru proses 

hukumnya berjalan. Orang yang disabilitas kita terima . 

Sakit, kita terima.  Kan haknya sama“

(Y, penyedia layanan 

kekerasan)

Kita sebagai lembaga yang didirikan oleh Pemda, ya 

memang itu tanggung jawab kami ya

. (Z, penyedia 

layanan korban kekerasan

)

Kemungkinan Integrasi

Siap, yang penting sesuai dengan kapasitas . Kalau misalkan 

pemeriksaan fisik, mungkin bs ditangani, tetapi jika butuh  

bantuan psikologis,perlu dirujuk ke lembaga lain (U, penyedia 

layanan kesehatan)

mungkin sekali bagi kami tenaga nya atau SDM nya,  terus

terang kami punya banyak jaringan rujukan kalau mereka

mengalami kekerasan terutama tentang ODHA ya dan kami 

juga punya jaringan dengan Lembaga bantuan Hukum, 

artinya kalau harus sampai diangkat ke meja hijau ataupun di 

proses secara hukum pun,sebenarnya ada sih yang membantu

kan seperti itu tetapi di sisi lain kalau kemudian perlu

pendampingan kekerasan tentu itu perlu juga". (U, penyedia 

(16)

Kemungkinan Integrasi

Jika kami mau menangani kekerasan, terlalu sensitif bagi  

kami. Kami harus tahu mana yang harus dicampuri dan mana 

yang tidak. (R, penyedia layanan kesehatan)

"kalau sebenarnya kan kalau yang HIV ini lebih banyak di KB 

tapi kalau hanya sosialisasi memang tugas PP. kita kan

memang tahap koordinasi,pengumpulan data mungkin bisa

kita masukkan kesitu kalau sosialisasi ini kan kalau anggaran

kita kan memang gak boleh tapi kalau Pak Camat minta,kita

tetap siap gitu memang anggarannya ".

(P, penyedia layanan kekerasan)

Bentuk Integrasi

• Integrasi Struktural

"Mungkin akan diberikan sama dengan yang lain, namun 

jika ada tambahan dari koordinatornya akan tergantung 

dari sistemnya sendiri". (V, penyedia layanan korban 

kekerasan)

• Integrasi Fungsional

Kita langsung merujuk saja, karena semuanya gratis maka nda 

perlu pakai BPJS dan sebagainya. Kita ada form rujukan  , kalau 

mereka bisa pergi sendiri, kita hanya memberikan rujukan saja. 

Tapi kalau butuh pendampingan, misalnya kekerasan fisik, ya 

kita antar pake ambulans (B, penyedia layanan kesehatan)

(17)

Upaya menghindari kekerasan

PDHA

• Proaktif untuk mencari informasi  mengenai layanan bantuan  kekerasan • Tidak menutup diri untuk  berkumpul dengan komunitas  belajar dari pengamalan orang lain,  saling berbagi informasi dengan  yang lain • Berani untuk melaporkan kekerasan   ada yang ingin melapor tapi  dilarang oleh keluarganya  • Berpisah dan menghindar dari  pelaku • Adanya support group

Layanan

• Harus memenuhi prinsip ya  atau kepribadian yang tangguh • Berani mengatakan yang  sebenarnya maka malah akan  dihargai laki laki atau  lingkungan • memutus rantai kekerasan itu,  upayanya harus berasal dari  korban kekerasan itu sendiri • Kekerasan harus dibuka dan  dibicarakan. Kalau dianggap  tabu atau menutup diri maka  akan makin memburuk

Diskusi

• Situasi kekerasan yang dialami oleh PHDA yang digali dalam 

penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya

• Analisis situasi kekerasan yang dialami oleh PHDA juga bisa 

memberikan gambaran pengalaman kekerasan dari dari 

waktu ke waktu

• Kekerasan yang dialami oleh PHDA merupakan hasil dari 

interaksi antara konteks psikologis, sosial dan fisik dari 

pelaku dan korban sehingga bisa menjelaskan bagaimana 

kekerasan itu berulang dan sulit untuk diprediksi 

berakhirnya

• Perubahan terhadap situasi kekerasan terjadi ketika sebuah 

kejadian penting juga terjadi (risk factor & protective factor)

(18)

Diskusi

• Konsep layanan cenderung dominan pada pendekatan yang  menempatkan korban seharusnya bisa menyelesaikan persoalan  sendiri atau korban tidak mampu melakukan sesuatu sehingga  harus bergantung pada profesional.  • Pendekatan yang mendorong pengendalian (control) atas situasi  belum tampak nyata dimana ada pemahaman bahwa korban  memiliki keterbatasan yang diakibatkan oleh konteks sosial tertentu  sehingga perlu didukung agar mampu untuk mengendalikan  situasinya • Akibatnya penyediaan layanan bagi korban kekerasan menjadi  parsial (sesuai dengan mandat dari penyedia layanan) dan sulit  untuk menyesuaikan dengan kebutuhan korban sesuai dengan  tahapan hidupnya. • Baik korban maupun penyedia layanan memiliki pandangan yang  sama bahwa solusi untuk menghindari terjadinya kekerasan  dibebankan kepada korban 

Kesimpulan

• Kekerasan (seksual, fisik, psikis dan ekonomi) pada PHDA terjadi dari  waktu ke waktu mulai dari masa kecil, masa pacaran, menikah, memiliki  anak, menjanda dengan pelaku utamanya adalah pasangan dekatnya • Perubahan situasi kekerasan pada PHDA ketika mereka mengalami  kejadian penting (pisah, menikah, memiliki pekerjaan, pindah) • Kekerasan yang dialami oleh PHDA belum menjadi perhatian penting bagi  mereka karena kutuhan keluarga, hubungan emosional, kepentingan anak  dan kepentingan ekonomi masih menjadi perhatian yang lebih penting  bagi PHDA • Layanan anti kekerasan terhadap perempuan yang tersedia masih belum  mampu dimanfaatkan oleh PHDA: – persepsi terhadap kekerasan yang dialami,  – kurangnya informasi,  – ketakutan untuk mengungkap pengalaman yang dialami karena terancam  terungkapnya status HIV atau pekerjaan.  – Hambatan dari pasangan atau keluarganya

(19)

Kesimpulan

• Layanan yang terintegrasi bagi PHDA yang mengalami kekerasan  belum bisa dilihat ujudnya karena: – Isu keterkaitan kekerasan dan AIDS belum menjadi agenda kebijakan di  daerah itu – Fokus pada mandat karena terkait dengan penganggaran yang  mendukung layanan tersebut – Belum ada prosedur formal yang menilai pengalaman kekerasan pada  layanan HIV atau risiko penularan HIV akibat kekerasan pada layanan  kekerasan – Ketersediaan tenaga menjadi kendala klasik yang mendukung tidak  tersedianya layanan yang terintegrasi • Ada potensi dan keinginan dari  penyedia layanan untuk  menyediakan layanan terintegrasi bagi PHDA yang mengalami  kekerasan dengan bentuk integrasi struktural dan integrasi  fungsional yang masing‐masing memiliki konsekuensi kebijakan dan  administratif

Rekomendasi

• Tidak membebankan perubahan atas situasi kekerasan hanya pada  PHDA, perlu dukungan untuk menyikapi konteks terjadinya  kekerasan – Membangun keyakinan dan modal sosial PHDA agar memiliki kapasitas  untuk memanfaatkan layanan – Memperkuat perluasan, keterjangkuan dan kualitas layanan anti  kekerasan khususnya bagi kelompok yang terstigma (PHDA, pekerja  seks, pecandu) – Memperkuat jaminan sosial (dalam bebagai bentuk) bagi kelompok  miskin sebagai strategi untuk mengurangi kekerasan terhadap  perempuan • Perlunya untuk mendengar pengalaman PDHA untuk merumuskan  kebijakan pengembangan layanan yang terintegrasi • Upaya untuk mendorong integrasi layanan bagi PDHA perlu  dibarengi dengan peruban kerangka pikir secara programatik 

(20)

Rekomendasi

Untuk membangun integrasi layanan bagi PHDA yang 

mengalami kekerasan maka beberapa hal yang perlu 

dilakukan:

• Kemeneg PPA

– Program anti kekerasan terhadap perempuan harus 

mempertimbangkan HIV sebagai sebab dan akibat dari 

kekerasan. Bukti bahwa prevalensi kekerasan lebih banyak 

dialami oleh PHDA dari pada perempuan pada umumnya

• Kementerian Kesehatan

– Penerapan strategi Layanan Komprehensif dan 

Berkesinambungan seharusnya memasukkan komponen 

layanan kekerasan bagi PHDA atau populasi perempuan 

lain yang dinilai rentan terhadap penularan HIV 

Rekomendasi

• Organisasi Masyarakat Sipil atau Organisasi Berbasis Masyarakat – Program dan pendaan yang mendukung kegiatan program selama ini  seharusnya tidak bisa dikompromikan dengan upaya untuk memenuhi  kebutuhan konstituennya terhadap pencarian upaya kesehatan atau  perlindungan hukum. • Pemerintah Daerah – Sesuai dengan UU 23 tahun 2014, kesejahteraan dan kesehatan  merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah sehingga perlu  untuk memberikan komitmen politik dan anggaran yang lebih besar  untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan  termasuk PHDA.  – Fungsi BPPM/BPMKB/Badan PPA sebagai koordinator untuk  penanganan kekerasan perempuan perlu diperkuat agar mampu  mendorong peran SKPD dan masyarakat dalam upaya mengurangi  kekerasan terhadap perempuan secara lebih terpadu

(21)

“kalau ditanya saran itu, saya juga

belum bisa mencegah itu mbak”

Terima Kasih

• Informan:

– Perempuan yang hidup dengan HIV

– Perwakilan lembaga penyedia layanan

• Pewawancara (Anggota IPPI):

– Yuli

‐ Kariz

‐ Eka

– Katarina

‐ Asih

• Pengurus Pusat IPPI

• UNTF

Referensi

Dokumen terkait

Upacara kita pada pagi ini merupakan salah satu lagi langkah Kerajaan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul “RISK MANAGEMENT KESELAMATAN

Teman-Teman Teknik Informatika Universitas Muria Kudus, yang sudah memberikan masukan dan nasehat untuk menyelesaikan skripsi ini dan proses akhir laporan skripsi, serta

Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, Pertimbangan hakim dalam memutus pidana minimum 1 (Satu) bulan penjara kepada pelaku yang didakwa melakukan tindak

Dari hasil analisis data dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel bonus pack berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan impulse buying, dengan koefisien

Selain itu dalam penelitian Anwer et al (2012) dengan pemberian ekstrak protein spirulina sebanyak 50 mg/kg berat badan tikus dan 50 µg/kg berat badan tikus

Adapun hasil penelitian ini adalah kelima sampel memiliki nilai keausan yang lebih rendah dari pasaran tetapi hanya sampel 4 dengan komposisi 15% serbuk tempurung kemiri, 30%

Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Barito Kuala memiliki sarana dan prasarana yang diperuntukan untuk pengawasan sumberdaya ikan di samping itu melakukan kegiatan-