• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Sebagian besar petani karet di Indonesia membuat bokar (bahan olah karet) masih menggunakan koagulan yang dapat merusak mutu karet seperti cuka para, pupuk TSP, tawas, air perasan nenas dan mengkudu. Koagulan tersebut bersifat asam tetapi tidak mempunyai sifat anti bakteri dan antioksidan, sehingga memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar. Pertumbuhan bakteri pembusuk melakukan biodegradasi protein dalam bokar menjadi ammonia dan sulfida yang berbau busuk sehingga menimbulkan polusi udara disekitarnya. Oleh karena itu, agar kualitas bokar yang dihasilkan petani mengurangi polusi udara, maka harus dicari koagulan lateks yang disamping bersifat asam juga anti bakteri dan antioksidan. Koagulan yang memenuhi syarat tersebut adalah asap cair, yang mengandung asam-asam organik (bersifat asam) dan anti bakteri, serta mengandung berbagai senyawa phenol.

Batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit merupakan limbah perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yang dapat diolah kembali dan ramah lingkungan. Batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit yang merupakan limbah perkebunan dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar dalam pengasapan di pabrik pengolahan Ribbed Smoke Sheet (RSS). Dan cangkang sebagai bahan bakar boiler yang dapat dimanfaatkan dalam salah satunya phenol yang dapat mengisolasi air dan antibakteri (jamur). Seiring melimpahnya batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit diperkebunan. Mendorong usaha mencari bahan alternatif lain yakni dengan cara pembuatan asap cair, asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung.

Asap cair diperoleh sebagai hasil pendinginan dan pencairan asap dari bahan-bahan yang mengandung komponen kayu karet dan cangkang seperti selulosa,

(2)

hemi-selulosa, dan lignin serta senyawa karbon lainnya. Senyawa dalam asap cair yang berperan penting sebagai pengumpalan lateks adalah senyawa asam dan phenol. Anti bakteri dari senyawa asam dan phenol yang terkandung dalam asap cair dapat membunuh bakteri dalam lateks, sehingga tidak terjadi bau busuk karena tidak terjadi dekomposisi protein menjadi ammonia dansulfida. Antioksidan dari phenol akan melindungi molekul karet dari proses oksidasi. Dengan peran berbagai senyawa kimia yang terkandung dalam asap cair, maka pemanfaatan asap cair sebagai koagulan lateks akan menjadikan dasar pengembangan proses peningkatan kualitas hasil koagulan yang ramah lingkungan dan berdampak positif. Ide dari pembuatan asap cair dari batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit ini adalah untuk bahan alternatif koagulan lateks pengganti bahan kimia seperti asam semut (formic acid) untuk penggumpal lateks, dikarenakan harga asam semut (formic acid) sangat mahal dan melimpahnya limbah perkebunan sehingga timbul ide pembuatan asap cair untuk proses penggumpal lateks. Jadi peneliti ingin menggunakan asap cair dari batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit sebagai koagulan yang ramah lingkungan serta lebih murah dan mengurangi terjadinya penyakit pada organ tubuh yang diakibatkan oleh bahan kimia.

Adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa hasil samping pertanian, batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap cair adalah dengan membakar batang karet dan cangkang kelapa sawit dalam suatu ruangan yang disebut alat penghasil asap, kemudian asap tersebut dialirkan keruang pirolisis asap dalam kondisi sirkulasi hingga membentuk pengembunan. Asap cair yang telah dihasilkan dipergunakan untuk koagulan lateks dimana koagulan lateks sama halnya dengan koagulan di pabrik pengolahan karet Ribbed Smokked Sheet, merupakan hasil dari pembentukan lateks cair menjadi beku dengan mencampurkan bahan kimia seperti asap cair, pembentukkan akan terjadi lebih cepat dan baik

(3)

dibandingkan dengan prakoagulasi atau biasa disebut pembentukan koagulasi tanpa bahan kimia.

1.2. Urgensi Penelitian

Adapun urgensi dalam penelitian pembuatan asap cair dari batang kayu karet dan cangkang kelapa sawit ini adalah untuk mendapatkan alternatif bahan pengganti asam semut (formic acid) untuk penggumpalan, dikarenakan harga asam semut (formic acid) sangat mahal sehingga masyarakat kebanyakan mengganti asam semut (formic acid) dengan pupuk TSP untuk proses penggumpalan, sehingga mengakibatkan bahan baku menjadi kurang bagus. Oleh Karena itu agar kualitas bokar yang dihasilkan petani mengurangi polusi udara, maka harus dicari koagulan lateks yang disamping bersifat asam juga anti bakteri dan antioksidan. Koagulan yang memenuhi syarat tersebut adalah asap cair, yang mengandung asam-asam organik .

1.3. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengurangi penggunaan zat kimia dan polusi udara dengan pembuatan asap cair yang dapat digunakan sebagai koagulan lateks.

1.4. Target Temuan

Target temuan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

• Untuk mengetahui pengaruh dari asap cair terhadap karakteristik lateks. • Mengurangi pemakaian bahan kimia di pabrik karet dan mengurangi.

pencemaran lingkungan.

• Sebagai pemanfaatan limbah dan mengurangi pencemaran lingkungan.

1.5. Kontribusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bahan alternatif lain sebagai koagulan bagi masyrakat dan petani lateks, dan dapat dijadikan pembelajaran sebagai referensi bagi penelitian ini.

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kayu Karet

Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan diameter cukup besar. Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas, dibatang inilah terkandung getah yang terkenal dengan nama lateks (Setiawan dan Agus, 2005). Pohon karet akan di replanting. Dikarenakan kebutuhan batang kayu karet terus meningkat oleh karena itu masyarakat menggunakan batang kayu karet sebagai alat bahan bakar untuk memasak, selain itu batang kayu karet digunakan dalam industri perkebunan dan juga digunakan sebagai bahan baku kertas, meubel dan produk lainnya. Diperkebunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) batang kayu karet biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pengolahan Rubber Smoke Sheet (RSS). Karena dibatang kayu karet terdapat phenol yang bisa membuat kualitas sheet lebih baik. Batang kayu karet di perkebunan saat replanting dan banyaknya kayu karet sehingga mendorong usaha untuk mencari bahan alternatif lain menjadikan batang kayu karet sebagai salah satu bahan asap cair untuk koagulasi lateks. Asap cair ini bersifat sebagai pengawet karena dapat mengandung komponen senyawa anti bakteri, antioksidan dan anti jamur (Suheryanto, 2010).

Batang merupakan bagian tumbuhan yang memiliki peran mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada di atas tanah, yaitu daun, bunga dan buah. Dengan percabangannya memperluas bidang asimilasi, dan menempatkan bagian-bagian tumbuhan di dalam ruang sedemikian rupa, hingga dari segi kepentingan tumbuhan bagian-bagian tadi terdapat dalam posisi yang paling menguntungkan, jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, menjadi tempat penimbunan zat-zat cadangan makanan, khusus pada tanaman karet, batang merupakan sumber produksi lateks. Kayu karet tua merupakan biomassa yang kandungan lignoselulosa

(5)

tinggi dimana lignoselulosa mengandung komponen penyusun utama meliputi Holoselulosa 67,38%, dan Lignin 20,68% (Boerhendhy, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi zat yang terkandung dalam kayu karet No Komposisi Persentase (%) 1 Holoselulosa 67.38 2 Selulosa 47.81 3 Lignin 20.68 4 Pentosan 17.80 5 Silika 0.30 6 Kadar Abu 1.21 7 Kadar Air 5.58 Sumber: Boerhendhy, 2006. 2.2. Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp dan 20% yang dilapisi dengan cangkang sawit. Produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang asalnya dari tempurung kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa biasa, tempurung kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu (ash content) yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa dan cangkang sawit. Cangkang sawit bisa diolah menjadi beberapa produk yang bernilai ekonomiis tinggi, yaitu : karbon aktif, fenol, asap cair, tepung tempurung dan briket arang. Cangkang kelapa sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri, usaha dan rumah tangga. Beberapa

(6)

diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi, yaitu: karbon aktif, asap air, fenol, briket arang, dan tepung tempurung. Secara garis besar, cangkang sawit yang sering dibicarakan orang memiliki kegunaan sebagai berikut : 1. Sebagai bahan bakar untuk boiler.

2. Bahan campuran untuk makanan ternak.

3. Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalan/pengganti aspal, khususnya diperkebunan sawit.

4. Dan kegunaan lainnya.

Tabel 2.2 Komposisi zat yang terkandung dalam cangkang kelapa sawit No Komposisi Persentase (%) 1 Kalium 7,5 2 Klor 28 3 Karbonat 1.9 4 Nitrogen 0,05 5 Natrium 1,4 6 Kalsium 1,5 7 Posfat 0,09 8 Silika 61 9 Selulosa 26,27 10 Hemiselulosa 12,61 11 Lignin 42,96 Sumber: Widiarsi, 2008 2.3. Lateks

Lateks adalah bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh pohon karet (Hevea bransiliensis). Getah karet yang diperoleh dengan menyadap kulit batang karet dengan pisau sadap sehingga keluarlah getah yang disebut dengan lateks. Karet alam, diperoleh dengan cara koagulasi lateks yang dihasilkan oleh tumbuhan

(7)

tropis atau subtropis (missalnya H.brasiliensis) dengan asam asetat. Lateks adalah hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks terdapat enzim seperti invertase yang akan mengatur proses perombakan sukrosa untuk pembentukan karet. Lateks terutama tersusun dari air dan di dalam air tersebut terdapat 30 % karet sebagai emulsi. Lateks terdiri dari emulsi butiran-butiran kecil hidrokarbon karet yang memiliki molekul rata-rata 200.000-400.000. Lateks termasuk isoprenoid adalah hormon seperti giberelin maupun asam absisat.

Proses polimerisasi rangkai isoprene merupakan proses alami yang umum dan proses ini terdapat pada proses pembentukan karet alam. Karet adalah polimer yang mengandung 300-6000 satuan isoprene. Karet kotor adalah karet alam yang dibekukan dengan asam sembarangan, pupuk, atau tanaman gadung. Karet dicampuri kotoran ternak, pasir, atau serpihan kayu untuk menambah berat karet beku. Selain itu, karet juga direndam di air agar semakin berat. Padahal, itu hanya akan memicu proses pemecahan protein karet dan menimbulkan bau busuk. Cara mendapatkan karet alam yang bermutu bagus biasa dilakukan dengan cara mengangin-anginkan lembaran karet alam dalam waktu yang lama sehingga diperlukan bangunan yang besar dan tenaga kerja yang banyak. Pengolahannya dengan cara konvensional menimbulkan bau busuk yang mencemari udara di pabrik dan lingkungannya. Telah ditemukan teknologi asap cair untuk mengatasi masalah tersebut. Mutu karet tetap bagus, proses produksi lebih cepat, tenaga kerja lebih sedikit, dan tidak menimbulkan bau busuk.

Tabel 2.3 Komposisi Karet Alam

No Komponen Persentase (%)

1 Karet Hidrokarbon 36

(8)

3 Karbohidrat 1,6

4 Lipida 1,6

5 Senyawa Organik Lain 0,4 6 Senyawa Anorganik Lain 0,5

7 Air 58,5

Sumber: Surya, 2006

2.4. Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :

1. Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. 2. Secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang

berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral.

3. Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke electrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.

4. Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut: Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negative (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua.

Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat dayatariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi (Sudarmo,2004).

(9)

2.5. Pirolisis

Pirolisis adalah peruraian pada biomassa dengan bantuan panas tanpa adanya oksigen atau dengan jumlah oksigen yang terbatas. Biasanya terdapat tiga produk pada proses pirolisis yaitu gas, pyrolisis oil, dan arang, yang mana proporsinya tergantung dari metode pirolisis, karakteristik biomassa dan parameter reaksi. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila cangkang dan batang kayu karet dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang agak tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun cangkang batang kayu karet dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Prasetyowati, 2014).

Proses pirolisis untuk pembuatan asap cair dapat memakai bahan baku berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pembakaran tidak sempurna menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas sebagai pendispersi. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses pirolisis antara lain : dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi (Mansur, 2009).

Pirolisator merupakan alat membuat asap cair. Alat ini terdiri dari 5 komponen : yaitu tabung reaktor, destilator, pipa penyalur asap, separator, dan kompor. Reaktor adalah wadah yang terbuat dari plat berdiameter 50 cm dan tinggi 100-125 cm. Reaktor adalah tempat meletakan bahan baku asap cair. Destilator adalah tempat dikondensasinya asap menjadi bentuk cair. Separator merupakan wadah untuk menampung kotoran sehingga asap cair yang dihasilkan bersih. Kompor digunakan sebagai pemanas reaktor. Reaktor dibuat dengan menggabungkan sebuah wadah berbahan dasar stainless stell dengan diameter

(10)

50 cm dan tinggi 1 meter dengan sebuah penutup yang telah terhubung ke pipa besi.

2.6. Asap Cair

Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dll (Amritama, 2007).

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri untuk pengawetan Ribbed Smoked Sheet (Tranggono at al., 1997). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkandengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).

Menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungan dibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma, warna, dan rasa, serta penggunaannya tidak mencemari lingkungan.

Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400 derajat Celcius (Soldera 2008). Pirolisa merupakan proses pemecahan lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa sellulosa mengalami 2 tahap. Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi yang menghasilkan glukosa.Tahap kedua pembentukan

(11)

asam asetat dan homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992).

Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005). Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap cair dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Asap Cair Komposisi Kandungan (%)

Air 11-92

(12)

Asam 2,8-4,5 Karbonil 2,6-4,6

Ter 1,1,7

Sumber : Maga (1988)

2.6.1 Aplikasi Asap Cair

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan lateks, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk pengawetan lateks menjadi koagulum, meningkatkan efisiensi, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan produk. Di bidang perkebunan, teknologi pengasapan digunakan secara tradisional yaitu pada pengolahan karet sheet, pengolahan kopra dan pengomprongan tembakau. Pengasapan dengan tujuan utama untuk pengurangan kadar air ini juga berefek positif terhadap keawetan produk yang diasapi, bahkan kayu yang berada diatas dapur tungku akan lebih awet dibanding kayu dibagian bangunan lain yang tidak terkena asap. Proses pengawetan ini terjadi karena adanya senyawa-senyawa phenol, karbonil dan asam serta komponen lain yang jumlahnya ratusan yang merupakan antimikrobia, antioksidan, dan disinfektan (Darmadji, 2009). Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada pengawetan koagulasi lateks dengan cara:

a. Mencampur secara langsung kedalam emulsi lateks. b. Pencelupan.

c. Pemercikan cairan (spraying).

d.Penyemprotan kabut asap cair kedalam ruang pengasapan (atomizing).

e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas permukaan yang panas.

(13)

Menanggapi kebijakan zero waste di industri perkebunan sesuai dengan ISO 14000, khususnya diperkebunan karet, telah dilakukan inovasi penelitian pemanfaatan limbah kayu karet tua hasil peremajaan kebun untuk bahan baku pembuatan asap cair serta memanfaatkan asap cair tersebut sebagai pengganti pengasapan karet sheet tradisional sekaligus untuk meningkatkan kulitas produk karet. Penelitian ini diawali dengan optomasi proses produksi asap cair dari kayu karet dengan menggunakan response surface methodology, evaluasi anti bakteri dan anti jamur karet, evaluasi sebagai koagulan lateks dan karakteristik karet sheet yang dihasilkan. Hasil uji asap cair kayu karet terhadap pertumbuhan jamur pada karet, dilaporkan bahwa pada konsentrasi asap 2 % dapat menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan bakteri yang diisolasi pada karet sheet, ruang sortasi, ruang penyimpanan dan bidangsadap (Darmadji, 2005)

Penggunaan asap cair kayu karet untuk proses pembekuan lateks pada industri perkebunan karet sheet didapatkan dengan pengunaan optimum pada konsentrasi 4,45 %, jumlah 120,12 ml dan waktu koagulasi 4,12 jam. Pada kondisi optimum tersebut karet sheet yang dihasilkan mempunyai elongasih kekerasan dan plastisitas (PRI) yang baik. Secara fisik karet sheet I RSS. Karet sheet yang dihasilkan berwarna coklat keemasan pada produk yang diakibatkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa karbonil pada asap cair terhadap protein lateks dan karet (Darmadji,dkk, 2005).

Penelitian tersebut juga dilakukan dengan menggunakan asap cair kayu karet dan cangkang karet sebagai koagulan dan pengawet lateks beku rakyat (BOKAR). Hasil pengamatan dari aspek teknis asap cair mampu sebagai koagulan dan pengawet koagulum lateks dilihat dari pengamatan sifat fisik koagulum sebagai warna, bau, tekstur permukaan, jamur dan lain sebagainnya. Pengamatan terhadap vulkanisal karet yang dihasilkan memberikan hasil yang sangat baik pada parameter kekerasan, PRI,

(14)

tegangan putus dan perpanjangan putus, sekaligus asap cair ini dapat mengurangi bau busuk bokar yang sangat mengganggu lingkungan. Keterpaduan industri perkebunan karet, asap cair kayu karet tua ternyata juga dapat berfungsi sebagai anti jamur pada kayu pada kayu karet serta dapat juga sebagai anti rayap. Dengan metode perendaman kayu karet dalam asap cair, dihasilkan olahan kayu karet yang awet dengan warna yang kuning keemasan sampai coklat sehingga kualitasnya lebih baik (Adi Pazman., 2009).

Arang hasil produksi asap cair juga mempunyai potensi yangsangat besar untuk arang aktif dan aflikasinya untuk pemurnian asap cair, dan sebagai pilter yang baik kompon karet yang selanjtnya digunakan bahan pembuatan sol sepatu dan ban (Darmadji, dkk., 2005).

2.6.3 Manfaat Asap Cair 1. Industri Pangan

Asap cair mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet/penggumpal lateks karena sifatnya antimikrobia dan antioksidannya. Tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisonal dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang semuanya tersebut dapat dihindari.

2. Industri Perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair sebagai pengganti asam formiat, anti jamur, anti bakteri.

3. Industri Kayu

Asap cair dapat digunakan untuk pengawet kayu, yaitu sebagai lapisan luarnya yang dolesi dengan mengunakan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dibandingkan pada

(15)

kayu yang tidak diolesi asap cair.

2.6.4 Jenis Tingkat Asap Cair 1. Asap Cair Grade 3

Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih mengandung tar. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Utnuk mengawetkan kayu, 1cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam kayu dalam larutan. 2. Asap Cair Grade 2

Asap cair grade 2 digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan 1 menit yang telah dibersihkan ke dalam 50% asap cair, tambahkan garam ikan yang diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari.

3. Asap Cair Grade 1

Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makan seperti bakso, mie, tahu dan bumbu – bumbu barbeque. Asap cair grade 1 bewarna kuning bening, rasa sedikit asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan kedalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut kedalam 1 kg adonan bakso, mie atau tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari

2.7 pH (Power of Hydrogen)

pH (Power of Hydrogen) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH bersifat netral pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih

(16)

daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia (Wikipedia.com diakses 14 agustus 2019).

2.8 Lama Beku Lateks

Waktu koagulasi merupakan salah satu parameter pengamatan yang dilakukan pada analisa karakteristik lateks yang digumpalkan dengan menggunakan asap cair dari kayu karet dan cangkang kelapa sawit. Prosedur pengamatan proses koagulasi dilihat dari dosis pencampuran dan lamanya waktu terjadi, pengamatan dilakukan secara kasat mata terhadap perubahan bentuk koagulan yang terjadi. Dari hasil pengamatan lama waktu yang dibutuhkan dalam penggumpalan setelah pencampuran

2.9 Nilai Plastisitas Awal (Po)

Nilai Plastisitas Awal (Po) adalah kemampuan karet menahan tekanan dari pembebanan yang tetap selama waktu tertentu pada waktu karet belum diusangkan. Syarat uji minimum Po = 30 semua jenis SIR menunjukkan bahwa karet harus memliki BM minimum rata-rata 1.300.000 SIR dengan Po kurang dari 30 biasanya disebabkan karet telah mengalami degradasi atau pemotongan rantai molekulnya, yang berakibat sifat fisiknya merosot (Siregar, 2009).

2.10 Plasticity Retention Index ( PRI )

Plasticity Retention Index (PRI) adalah pengujian yang bertujuan untuk menentukan perbandingan plastisitaas karet sebelum dan setelah pengusangan. Pengusangan dilakukan selama 30 menit pada suh 140oC. Plastisitas retention index yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi (Siregar, 2009).

Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khusunya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai rendah akan peka terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat menjadi lunak. Faktor utama yang mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan antara pro oksidasi dan anti oksidan (Siregar, 2009).

(17)

2.11 Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Uji BNT merupakan prosedur pengujian perbedaan diantara rata-rata perlakuan yang paling sederhana dan paling umum digunakan. Uji BNT (Beda Nyata terkecil) atau yang lebih dikenal sebagai uji LSD (Least Significance Different) adalah metode yang diperkenalkan oleh Ronald Fisher. Metode ini menjadikan nilai BNt atau nilai LSD sebagai acuan dalam menentukan apakah rata-rata dua perlakuan berbeda secara statistik atau tidak.

Untuk menghitung nilai BNt atau LSD, kita membutuhkan beberapa data yang berasal dari perhitungan sidik ragam (ANOVA) yang telah dilakukan sebelumnya, data tersebut berupa MSE dan dfE. Selain itu juga butuh tabel t-student. Secara lengkap rumusnya adalah sebagai berikut:

BNtα = tα, 𝑑𝑓𝑒 √2(MS𝑒 ) r

(18)

17 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mutu Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP). Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari November 2018 s/d Agustus 2019.

3.2. Rancangan Penelitian

Pada percobaan ini dilakukan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial dengan menggunakan beberapa variabel yaitu variabel bebas dan variabel tetap.

3.2.1 Variabel Tetap

Pada penelitian ini variable tetap yang digunakan adalah

 Bahan baku cangkang kelapa sawit dan kayu karet.

 Asap cair.

 Alat produksi asap cair.

 Volume Lateks 3.2.2 Variabel Tidak Tetap

Pada penelitian ini variable tetap yang digunakan adalah

 Konsentrasi asap cair : 3%, 6%, 9%, 12%, 15%.

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah :

 Alat pembuat asap cair

 Stopwatch  Pipet tetes  Neraca analitik  Cawan Porselin  Pengaduk  Gelas Ukur

(19)

18 3.3.2 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

 Lateks

 Batang kayu karet

 Cangkang kelapa sawit 3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan asap cair

 Kayu karet dipotong kecil-kecil kemudian campurkan dengan cangkang kelapa sawit pada perbandingan yang sama.

 Masukkan bahan baku keruang pembakaran.

 Semakin lama pemanasan, tekanan didalam tabung akan semakin tinggi dan mendorong asap melewati pipa yang telah terhubung dengan tabung kondensator.

 Didalam kondensator asap cair didinginkan menggunakan air.

 Lakukan pengen dapan pada asap cair selama 12 jam. 3.4.2 Tahap Penelitian

Adapun prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Ditimbang lateks sesuai dengan persentase kombinasi yang digunakan.

 Campurkan konsentrasi asap cair sesuai dengan persentase kombinasi yang digunakan.

 Campurkan konsentrasi asam semut sesuai dengan presentase kombinasi yang digunakan.

 Dicampurkan lateks dan asap cair kemudian diaduk hingga homogen.

 Dicampurkan lateks dan asam semut kemudian diaduk hingga homogen.

 Diamkan hingga lateks menggumpal pada suhu ruang.

(20)

19 3.4.3 Parameter yang Diamati

1. Derajat Keasaman (pH)

 Hasil analisis laboratorium keasaman asap cair diukur dengan menggunakan pH meter.

 Berdasarkan konsentrasi 3%, 6%, 9%, 12%, dan 15% dicampurkan dengan 100 ml aquades kedalam gelas ukur.

 Elektroda pada pH meter dibilas dengan aquades dan dikeringkan.

 Elektroda dicelupkan kedalam asap cair selama beberapa saat, sehingga diperoleh pembacaan yang stabil.

2. Lama Beku Lateks

 Pada uji untuk penetapan lama beku dilakukan dengan cara diamati saat melakukan pembekuan lateks.

 Pada saat membekukan lateks menggunakan asap cair dengan konsentrasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% serta dibandingkan dengan koagulan asam semut.

 Konsentrasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%. Setelah diberikan asap cair dan asam semut. Setiap perlakuan didiamkan sampai membeku pada suhu ruang.

 Lama pembekuan diukur dengan stopwatch 3. Plastisitas Awal (P0)

 Pegujian dilakukan dengan cara menggiling sampel dan ukur ketebalannya dengan thickness gauge.

Sampel dilubangi dengan wallace punch sebanyak 6 lubang, tekanan uap pada wallace punch adalah 0,5-1,0 psi.

 Sampel yang telah dilubangi dimasukkan kedalam piringan wallace rapid plastimeter lalu ditutup dengan menekan handle, lalu bagian atas akan menekan piringan selama 15 detik.

(21)

20

micrometer akan berhenti, maka nilai P0 (Plastisitas Awal)

dapat dicatat.

4. Plastisitas Retensi Indeks (PRI)

 Sampel yang telah diukur plastisitas awal (P0) dimasukkan

kedalam oven pada suhu 140°c selama 30menit.

 Setelah 30menit, keluarkan sampel dari oven kemudian masukkan sampel kedalam wallace rapid plastimeter untuk diukur plastimeter pada lateks setelah pengusangan.

(22)

21 3.5. Prosedur Pembuatan Asap Cair

Gambar 3.1. Prosedur Pembuatan Asap Cair Persiapan alat dan bahan

Batang Kayu Karet Cangkang Kelapa Sawit Pembuatan Asap cair

Pembakaran

Asap

Pendinginan

Asap cair kotor

Penyaringan

Asap cair bersih

Pengamatan: pH, Lama beku, P0, PRI

Asap Abu dan asap

cair

kotoran

(23)

22 Keterangan :

a. Bahan baku cangkang kelapa sawit dan batang kayu karet.

b. Masukkan bahan baku ke dalam ruang pembakaran hampa udara.

c. Setelah api sudah menyalah dan stabil, tutup pintu ruang pembakaran agar api tersebut mati dan asapnya muncul.

d. Asap yang timbul akan melewati pipa yang ditenggelamkan didalam air, asap tersebut akan berubah menjadi butiran-butiran air yang membentuk cair.

(24)

23 3.6 Jadwal Penelitian

No. Jenis Kegiatan

Bulan

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Konsultasi dan Pengajuan Judul

2 Persiapan Alat dan Bahan 3 Seminar Proposal Tugas Akhir 4 Pembuatan Alat Asap Cair 5 Pembuatan Asap Cair 6 Penelitian dan Analisa Data 7 Penyusunan Laporan Penelitian Tugas Akhir 8 Sidang Tugas Akhir

(25)

Gambar

Gambar 3.1. Prosedur Pembuatan Asap CairPersiapan alat dan bahan

Referensi

Dokumen terkait

(2) Tarif Layanan Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk mahasiswa sebelum angkatan tahun 20 14/20 15 ditetapkan dengan Keputusan Rektor Badan Layanan

Cahaya Haramain Tour Umroh dan Haji Khusus merancang kegiatan strategi pemasaran islami dengan menggunakan bauran pemasaran ( marketing mix ) tidak hanya itu untuk

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan penyebaran kuesioner yang dibagikan kepada 73 responden mahaiswa semester akhir

Indeks seismisitas merupakan harga yang menggambarkan jumlah total even gempa bumi yang terjadi dalam waktu satu tahun dengan magnitudo lebih besar dari magnitudo

Adversity quotient yang tinggi merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki oleh remaja warga binaan agar mereka tetap memiliki orientasi masa depan

Oleh karena itu, peramalan untuk permintaan produk adalah dasar keputusan perencanaan yang paling penting dengan tujuan menghindari persediaan dalam jumlah dan

Penelitian ini bertujuan tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh bimbingan rohani Islam terhadap penurunan tingkat kecemasan ibu-ibu hamil anak pertama di Rumah

Pertanyaan siswa kepada guru dijawab dengan informasi yang memadai, pertanyaan kedua dan ketiga juga dijawab oleh guru dengan informasi yang diinginkan, dalam