• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Asuransi Mikro dalam Mengembangkan Pembiayaan Mikro di Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prospek Asuransi Mikro dalam Mengembangkan Pembiayaan Mikro di Banten"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL RISET AKUNTANSI TERPADU Vol.13 No.2, 2020

Hal. 216-231

Prospek Asuransi Mikro dalam Mengembangkan Pembiayaan Mikro di Banten

Tenny Badina

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tennybadina@gmail.com

Umayatu Suiroh Suharto

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa umayatusuiroh@untirta.ac.id

Diterima 23 Oktober 2020, diterbitkan 30 Oktober 2020 Abstract

This study aims to analyze the micro finance prospect by micro finance insurance on developing micro finance di Banten Province. Theres two objects on this research, first, what kind of the best financial organization structure of finance institution will be maximaze the micro insurance benefit? Second, how the arrangement structure of micro finance can be realize of micro insurance benefit and what the economics benefit of micro insurance. This research using the interview stucturer as a research method. The interview structure method, describe as analysis of research data which colleted by interview on respondence. This study also based on research gate by other. The assumption of the reseach variable using from the research gate. The result of this research are 1) The distribution of the micro finance still individual object (not group objects), that’s make the optimation of benefits can be realize. For the next, finance institution should be increase for group objects on the distribution of the micro finance. 2) The micro finance had covered by micro insurance from the risk. The finance institution should be redesign by optimal of the micro finance distribution on unbankable group objects and decrease the risk. Grouping objects on the micro finance distribution, hopping can be minimize of the risk, and maximize the benefit of the micro finance.

Keywords: micro insurance, micro finance, micro finance institution, interview stucturer

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji prospek asuransi mikro dalam mengembangkan pembiayaan mikro di Provinsi Banten. Dua permasalahan penelitian yang diajukan: pertama, bagaimana struktur organisasi lembaga keuangan yang tepat untuk memaksimalkan manfaat ekonomi asuransi mikro? Kedua, bagaimana manajemen keuangan dan manfaat ekonomi dari penggunaan asuransi mikro oleh lembaga keuangan? Untuk menjawab dua pertanyaan penelitian ini digunakan wawancara semi-terstruktur untuk menafsirkan data yang dikumpulkan dari lapangan. Metodologi studi kasus digunakan dalam penelitian ini, mengingat kompleksnya keuangan mikro dan asuransi mikro. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyaluran pembiayaan mikro masih menggunakan pola penyaluran langsung ke individu pengusaha dan belum menggunakan pola penyaluran berkelompok sehingga belum memperoleh manfaat ekonomi yang maksimal dalam penggunaan asuransi mikro. Ke depan diharapkan bank dapat mengembangkan pola penyaluran pembiayaannya dengan pola penyaluran pembiayaan berkelompok dan menerapkan jaminan sosial sehingga lebih baik dalam mengelola penyaluran pembiayaan mikro dengan resikonya yang tinggi. 2. Asuransi mikro telah berperan sebagai

(2)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 217

instrument untuk menjamin resiko dalam penyaluran pembiayaan mikro. Namun bank sebaiknya mendesain penyaluran pembiayaan mikro yang ideal dengan pola berkelompok yang dapat meminimalisir resiko yang timbul sehingga semakin banyak pengusaha mikro yang belum bankable yang dapat memperoleh akses pembiayaan dari bank. Pola pembiayaan berkelompok dapat meminimalisir biaya yang ditimbulkan oleh resiko yang disebabkan gagal bayar nasabah, sehingga dana yang sebelumnya dialokasi untuk mengcover resiko kredit dapat dialihkan untuk memberi manfaat asuransi yang lebih luas bagi nasabah.

Kata kunci: Asuransi Mikro, Pembiayaan Mikro, Lembaga Keuangan Mikro

PENDAHULUAN

Asuransi mikro merupakan bagian dari perkembangan industri keuangan mikro pada tahun 1970 dengan estimasi potensi pasar di negara-negara kurang berkembang mencapai 4 miliar polis (Swiss Re, 2010). Dengan memberikan perlindungan pada pola konsumsi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dari kerentanan ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi dalam siklus hidup manusia. Asuransi mikro berkembang sebagai solusi proteksi sosial untuk kemiskinan dan kunci pertumbuhan ekonomi dan kewirausahaan di negara berkembang (Loewe, 2006; Churchill, 2011). Khususnya, sebagai mekanisme transfer resiko, asuransi mikro mendukung institusi keuangan mikro dan nasabahnya dengan jaminan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko pembiayaan dan meminimalisir biaya transaksi pembiayaan mikro. Di samping pentingnya keuangan mikro dan asuransi mikro pada pembangunan sosial ekonomi masyarakat miskin, kebutuhan keuangan mereka tidak selalu terpenuhi oleh institusi lokal dan pasar (Islam dan Maitra, 2011). Situasi ini membutuhkan kajian dalam bentuk riset bisnis dan manajemen di lembaga keuangan mikro agar dapat mengakselerasi pertumbuhan keuntungan. Bruton (2011) bahkan menyatakan bahwa menyalurkan pembiayaan ke masyarakat miskin memiliki tingkat resiko yang tinggi di dalam bisnis. Namun demikian, walaupun telah terdapat bukti potensi bisnis, riset oleh akademisi terhadap asuransi mikro dalam mendukung keuangan mikro masih dalam tahap awal pengembangan (Churchill, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengisi gap ilmu pengetahuan ini.

Dalam penelitian ini, digunakan desain riset studi kasus yang berfokus pada lembaga keuangan mikro Islam untuk menilai prospek asuransi mikro dalam pengembangan pembiayaan mikro di Provinsi Banten. Doz (2011) menyatakan bahwa studi kasus dapat membantu memberikan pemahaman dalam lingkungan yang kompleks. Secara khusus terdapat dua permasalahan dalam penelitian ini :

1. Bagaimana struktur organisasi yang tepat dalam memaksimalkan keuntungan ekonomi bagi asuransi mikro?

2. Bagaimana manajemen keuangan dan keuntungan ekonomi yang lebih luas dalam penggunaan asuransi mikro bagi nasabah pembiayaan mikro Islam?

Pertanyaan pertama penting karena menilai efektifitas dari asuransi mikro dalam memberikan jaminan bagi pembiayaan mikro, dan pada dasarnya keuntungan asuransi mikro dipengaruhi kemampuan lembaga keuangan dalam mengatasi ketidaksempurnaan pasar yang timbul dari asimetri informasi (adverse selection dan moral hazard) dan konflik agency dengan nasabah (Loewe,2006). Hal ini akan berpengaruh pada tingkat keuntungan yang diperoleh lembaga asuransi mikro dan supply pasar di masa depan. Oleh karenanya, seberapa efektif struktur organisasi dalam mengontrol asimetri informasi dan masalah agency adalah permasalahan yang penting.

(3)

218 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

Permasalahan kedua berkaitan dengan permasalahan pertama, namun berfokus pada regulasi publik pada level makro. Contohnya jika asuransi mikro mengurangi resiko keuangan bagi nasabah dan lembaga keuangan maka hal ini akan menstimulasi permintaan dan penawaran keuangan mikro. Pada akhirnya hal ini akan memberikan motivasi kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi yang dapat memiliki efek multiplier pada makro ekonomi yang lebih luas. Pendekatan penelitian studi kasus ini yaitu pada kondisi sosial ekonomi institusi dalam manajemen resiko dan ketidakpastian yang dihadapi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah di Provinsi Banten.

Literatur organisasi ekonomi memberikan kerangka kerja konseptual untuk menjelaskan prilaku pada pasar asuransi dan pembiayaan, khususnya di negara-negara maju. Secara eksplisit diakui bahwa masalah asimetri informasi dan konflik insentif keagenan merupakan permasalahan yang lazim dalam asuransi dan pembiayaan. Struktur organisasi dan fitur kontrak disusun untuk memitigasi permasalahan tersebut dan memastikan pasar beroperasi secara efisien.

TINJAUAN LITERATUR & PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Permasalahan asimetri informasi, adverse selection dan moral hazard

Rothschild dan Stiglitz (1976) membuktikan bahwa adverse selection terdapat pada transaksi asuransi karena adanya asimetri informasi antara penanggung dan pihak yang diasuransikan di tempat penjualan. Akibatnya, para pemegang saham/manajer perusahaan asuransi harus mengendalikan masalah ini melalui pemantauan ex-post, dan penggunaan mekanisme kontraktual yang mahal seperti penggunaan perjanjian yang membatasi, risiko harga yang berbeda untuk tingkat pertanggungan ganti rugi tertentu (mis. Mekanisme pembagian risiko). Dalam penelitian mereka di Afrika Barat, Criel et al. (1999) menemukan bahwa adverse selection adalah masalah yang sangat akut dalam asuransi kesehatan karena individu yang berisiko tinggi dengan status kesehatannya saat ini dapat menentukan kebutuhan perawatan kesehatan mereka di masa mendatang (mis. wanita hamil atau wanita usia subur) adalah yang paling mungkin mendapat manfaat dari, dan dengan demikian membeli, asuransi kesehatan.

Namun, dalam studinya tentang praktik lokal manajemen risiko berbasis desa di pedesaan India, Townsend (1994) menemukan bahwa membatasi keanggotaan asuransi bagi mereka yang diketahui memiliki risiko kesehatan secara signifikan mengurangi masalah adverse selection dan biaya transaksi dari asuransi. Informasi umum lainnya yaitu bahwa masalah asimetri asuransi di pasar asuransi/moral hazard timbul ketika hasil kontrak asuransi dapat dipengaruhi oleh tindakan tertanggung setelah polis asuransi diambil (Arrow, 1963).

Moral hazard mendorong perusahaan asuransi untuk menggunakan mekanisme kontrak dan melakukan pemantauan langsung yang mahal untuk meminimalkan dampak pada keuntungan bisnis perusahaan. Namun, penelitian terbaru oleh Paal dan Wiseman (2011) melaporkan bahwa di bagian dunia yang kurang berkembang, seperti komunitas pedesaan, sanksi sosial dan pemantauan oleh komunitas terbukti efektif dalam mengurangi masalah moral hazard dan biaya agensi dalam pemantauan dan penegakan kontrak.

Asimetri informasi, Permasalahan agency dan Bentuk Organisasi

Mayers dan Smith (1988) berpendapat bahwa dengan membatasi penjualan polis asuransi untuk kontributor modal yaitu dengan menggabungkan fungsi pelanggan-pemilik, secara efektif mengurangi biaya agensi antara pemegang polis dan penanggung risiko. Hal ini memberi keunggulan kompetitif dalam pasar asuransi karena efisien dan efektif dalam mengendalikan adverse selection (Smith dan Stutzer,1995). Smith dan Stutzer (1995) juga

(4)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 219

berpendapat bahwa hal ini akan mendorong pembangunan kepercayaan dan memotivasi untuk bertindak dengan hati-hati dan mengedepankan integritas. Bruton et al. (2009) juga melaporkannya bahwa secara timbal balik anggota dibatasi oleh kewajiban implisit kepada sesama anggota dan dikenai sanksi sosial (mis. hilangnya reputasi publik) jika perjanjian hutang dilanggar. Sanksi seperti itu juga dapat mengurangi dampak moral hazard manajemen keuangan mikro.

Lauz dan Muermann (2010) menambahkan bahwa potensi lain keuntungan dari bentuk timbal balik dimana modal disediakan oleh pemegang polis, maka biaya modal bisa dikurangi. Di sisi lain, Mayers dan Smith (1988) mengakui bahwa pemegang saham perusahaan asuransi bisa lebih efektif daripada anggota organisasi bersama/koperasi dalam mengendalikan ketidaksempurnaan pasar. Pemegang saham bisa juga menggunakan hak suara mereka untuk mendisiplinkan manajer yang menyimpang Oleh karena itu, profitabilitas organisasi sejenis/koperasi tidak selalu lebih baik daripada profitabilitas perusahaan saham. Bahkan, beberapa penelitian terbaru terkait kelompok pengaturan pembagian risiko di komunitas pedesaan di negara-negara yang kurang berkembang memberikan bukti yang menolak anggapan bahwa selalu ada timbal balik Pareto-optimal dan efisien.

Murgai et al. (2002) melaporkan bahwa ini bisa disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti ketidakmampuan anggota kelompok bersama untuk secara efektif mengendalikan adverse selection dan memantau perilaku pemegang polis secara efisien, dan kesulitan institusional yang menghambat penegakan kontrak yang efektif. Karena itu, relative belum diketahui efektivitas bentuk organisasi dalam mempromosikan keuangan mikro/asuransi mikro, sehingga pendekatan studi kasus ini dapat memberikan informasi yang berlaku di negara berkembang.

Asuransi Mikro, Pembiayaan Mikro dan Kemiskinan

Pentingnya asuransi dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tidak bisa terlalu ditekankan. Individu dan rumah tangga berpenghasilan rendah terutama menghadapi berbagai resiko bahaya lingkungan dan siklus hidup, yang jika tidak dikurangi dapat sangat mempengaruhi kesejahteraan mereka. Beberapa penelitian (Murdoch, 1999; Dercon et al., 2008) menunjukkan bahwa kemampuan kelompok berpenghasilan rendah untuk keluar dari kemiskinan di Indonesia dalam jangka panjang terhambat oleh biaya kesejahteraan substansial yang dikeluarkan ketika menghadapi risiko dan guncangan yang tak terduga. Beberapa strategi digunakan untuk mengatasi peristiwa kerugian termasuk menjual aset produktif, pengaturan pembiayaan informal dan keluarga atau jaringan yang saling mendukung.

Namun, strategi ini ternyata tidak efisien, tidak cukup dan tidak dapat diandalkan terutama dalam menghadapi guncangan yang secara sistematis mempengaruhi anggota dari komunitas yang sama. Murdoch (1999) dalam studi tentang strategi risiko yang digunakan oleh orang miskin di negara berkembang juga mencatat bahwa mekanisme penanggulangan risiko informal hanya berfungsi sebagai perlindungan parsial untuk kelompok berpenghasilan rendah. Penggunaan instrumen keuangan seperti asuransi, tabungan dan sistem jaminan sosial telah diidentifikasi sebagai strategi penanggulangan risiko yang menawarkan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat miskin. Secara khusus, asuransi mikro bisa memberi orang miskin akses ke layanan asuransi formal dan menyediakan sarana untuk mengatasi konsekuensi dari guncangan ekonomi yang parah, sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil peluang keuntungan yang akan membantu keluar dari kemiskinan (Dercon, 2008).

Selanjutnya, Leftley dan Mapfumo (2006) mengakui bahwa asuransi mikro bila digunakan dengan instrumen keuangan yang lain seperti pembiayaan, tabungan dan mekanisme sosial lainnya sebagai suatu jaring pengaman yang tak ternilai bagi kelompok berpenghasilan rendah. Dampak dari penggunaan asuransi mikro dalam rumah tangga

(5)

220 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

berpendapatan rendah telah didokumentasikan dengan baik dalam literatur (Dercon, 2008; Magnoni dan Zimmerman, 2011). Misalnya, dalam studi tentang skema kesehatan di Taiwan, Cheng dan Chiang (1997) menemukan bahwa asuransi kesehatan menghapus hambatan untuk perawatan kesehatan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Dror (2006) juga menyatakan bahwa asuransi mikro meningkatkan akses ke rawat inap dan konsultasi medis untuk rumah tangga berpenghasilan rendah di Filipina. Selanjutnya, Hamid (2011) menemukan bahwa penggunaan asuransi mikro berhubungan positif dengan indikator kemiskinan seperti pendapatan rumah tangga dan kecukupan makanan.

Mayoritas penelitian sebelumnya tentang dampak asuransi mikro sebagai strategi penanggulangan risiko untuk rumah tangga berpendapatan rendah difokuskan pada skema asuransi kesehatan. Ini tidak mengherankan karena asuransi kesehatan adalah produk asuransi mikro yang paling diminati dan dampaknya dapat diukur dengan mudah (mis. melalui pemanfaatan rumah sakit). Beberapa penelitian lain (Gine, 2007; Gine dan Yang, 2009; Karlan, 2011) juga mengevaluasi penyerapan dan dampak asuransi mikro pertanian. Namun, sangat sedikit penelitian yang mengevaluasi dampak asuransi mikro pada pembiayaan mikro/pinjaman. Chakarbarty (2012) mengkaji dampak asuransi jiwa pada pinjaman pembiayaan mikro di Bangladesh dan menemukan bahwa pembiayaan mikro ketika digunakan bersama dengan asuransi mikro mengurangi penggunaan pekerja anak untuk rumah tangga miskin. Juga, Hintz (2010) dalam studi tentang asuransi jiwa wajib yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi internasional Jerman Allianz menemukan bahwa penggunaan asuransi mikro meningkatkan literasi keuangan dan membantu melunasi hutang. Karena itu, penelitian ini melengkapi studi tentang asuransi mikro dan pembiayaan mikro dan memberikan kontribusi untuk pengembangan literatur keuangan.

Asuransi Mikro Islam

Asuransi dalam Islam telah ada sejak awal abad kedua era Islam ketika Muslim Arab memperluas perdagangan ke Asia dan berkontribusi untuk menutupi kecelakaan atau perampokan di pelayaran laut. Para ahli hukum Muslim menyimpulkan bahwa asuransi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip-prinsip saling menguntungkan dan kerja sama dan mencakup unsur-unsur tanggung jawab bersama, ganti rugi bersama, kepentingan bersama, dan solidaritas (Yusof, 1999, Shakir, 1999). Perusahaan asuransi Islam pertama (Perusahaan Asuransi Islam Sudan) didirikan pada tahun 1979, diikuti kemudian pada tahun yang sama dengan pembentukan Perusahaan Asuransi Islam Arab Saudi. Dua puluh tahun pada tahun 1999 ada 34 lembaga takaful yang beroperasi (Lewis dan Algaoud, 2001). Sejak itu, industri ini telah berkembang pesat dan, pada 2008, jumlahnya telah berkembang menjadi antara 100 dan 150 perusahaan (SwissRe, 2008). Intinya, agar sesuai dengan syariah, asuransi harus selalu mengikuti sumber hukum Syariah yaitu, Al-Quran, Sunnah (tradisi kenabian), Ijma (konsensus) dan Qiyas (analogi) masing-masing (Lewis, 2011).

Menurut Lewis (2011), ahli hukum Islam menganggap asuransi konvensional tidak dapat diterima karena tiga masalah yang melekat. Pertama, melanggar larangan gharar (ketidakpastian) karena manfaat yang harus dibayarkan pada masa mendatang yang tidak diketahui pada saat penandatanganan kontrak. Kedua, asuransi dianggap sebagai maysir (perjudian) karena pemegang polis dianggap bertaruh premi dengan syarat bahwa penanggung akan melakukan pembayaran (ganti rugi) akibat dari keadaan atau suatu peristiwa tertentu. Ketiga, dengan semua polis asuransi (termasuk asuransi umum) perusahaan asuransi menginvestasikan premi prabayar atas nama mereka yang diasuransikan, dan kegiatan investasi yang mendasari banyak perusahaan asuransi berbasis riba (Lewis, 2011). Berdasarkan argumen di atas, masyarakat muslim harus mencari mekanisme asuransi alternatif yang tidak

(6)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 221

hanya mematuhi syariah sebagaimana diajarkan oleh Islam tetapi juga mendukung dalam situasi kerentanan ekonomi yang dihadapi dalam siklus hidup manusia.

METODE PENELITIAN

Untuk menjawab dua pertanyaan penelitian digunakan wawancara semi-terstruktur, untuk menafsirkan data yang dikumpulkan. Baiman (1990) berpendapat bahwa menerapkan teori pada pertanyaan atau masalah penelitian membantu untuk mengoordinasikan dan mempertajam fokus penelitian. Yin (2004) juga menyarankan bahwa studi kasus dipilih karena dapat membantu peneliti untuk mempertajam fokus pada "kasus representatif". Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk lebih menilai keakuratan metodologi atau prosedur yang digunakan dan berkontribusi pada pengembangan teori dan penelitian empiris. Eisenhardt (1989), Eisenhardt dan Graebner (2007), Doz (2011) dan Welch (2011) lebih lanjut berpendapat bahwa desain studi kasus dapat melengkapi teori yang mapan dengan memberikan perspektif tingkat mikro yang "membumi". Wright dan Copestake (2004) melaporkan bahwa atribut seperti itu dapat bermanfaat menginformasikan hal yang bersifat komersial dan / atau keputusan terkait kebijakan publik. Studi kasus sangat tepat dalam penelitian ini mengingat kompleksnya sifat keuangan mikro dan asuransi mikro. Dengan berfokus pada studi kasus sampai batas tertentu juga membantu mengendalikan variasi dalam lingkungan bisnis yang dapat mengacaukan interpretasi data lapangan yang diperoleh dari yurisdiksi yang berbeda.

Kerja Lapangan

Kunjungan lapangan dan wawancara lapangan akan diorganisir dan dilakukan secara tatap muka dengan Chief Executive Officer (CEO) dari masing-masing Lembaga Keuangan Mikro (LKM). CEO dipilih sebagai responden dalam penelitian ini untuk mengetahui strategi wawasan operasional tentang pembiayaan mikro dan asuransi mikro. Responden dengan demikian sepenuhnya berpengetahuan tentang semua aspek dari proses bisnis dan kegiatan keuangan.

Seperti dalam studi kasus berbasis keuangan mikro sebelumnya (Copestake, 2001; Bruton, 2011), strategi dasar untuk pemilihan lokasi adalah mengidentifikasi dan mengatur dengan sengaja akses dengan LKM perwakilan dari berbagai jenis organisasi yang menawarkan asuransi mikro kepada peminjam berpendapatan rendah. Pada proses wawancara semi-terstruktur, responden diminta untuk mengungkapkan pandangan mereka tentang faktor kunci keberhasilan keuangan mikro dan asuransi mikro. Hal ini memungkinkan untuk menggali secara mendalam fenomena yang sedang diselidiki dan memaksimalkan jumlah informasi yang diperoleh dari narasumber di lapangan (Patton, 1990). Selanjutnya, untuk memastikan validitas dan reliabilitas informasi diperoleh dari wawancara, dan mengurangi risiko bias, jawaban dicatat untuk setiap responden dikonfirmasi kembali pada akhir wawancara (Patton, 1990). Data kualitatif yang dikumpulkan di lapangan kemudian dianalisis secara iteratif dan terus-menerus merujuk ke konstruksi teoretis yang mendasari desain penelitian untuk mengidentifikasi masalah yang memerlukan tindak lanjut dan/atau klarifikasi (Eisenhardt dan Graebner, 2007).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 9.160,70 Km2. Letak

(7)

222 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² - 7º1'1² LS, dengan jumlah penduduk sebesar 12.548.986 jiwa (bantenprov.go.id).

Pangsa kredit UMK terhadap total kredit perbankan di Banten baru mencapai 5,3 persen (Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah-November 2018, www.bi.go.id). Messah dan Wangai (2011) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi penyebab bank-bank komersial dan lembaga pembiayaan formal lainnya belum mampu memenuhi kebutuhan kredit bagi UMK yaitu yang pertama karena persyaratan pinjaman yang tidak bisa dipenuhi oleh pengusaha, dan kedua karena kondisi usaha yang belum sesuai atau belum menjanjikan dalam pandangan kreditur. Lembaga keuangan yang meminjamkan uang kepada pengusaha berpenghasilan rendah, sama rentannya dengan nasabah mereka. Apabila resiko suatu kejadian menimpa peminjam atau keluarga mereka, maka akan berdampak pada kemampuan dalam melunasi pinjaman.

Produk atau jasa UMK pada umumnya memiliki sifat lifetime (umur hidup) yang relatif pendek, daur hidup usaha atau bisnis yang singkat. Ekspektasi terhadap tujuan bisnis, volume bisnis, laba usaha dan pencapaian kemakmuran cenderung meleset karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian akan berimplikasi pada munculnya resiko. Persepsi dan respon dunia usaha khususnya UMK terhadap resiko beraneka ragam. Sehingga cara pandang dan jalan keluar dalam mengatasi resiko juga tidak sama. Secara umum resiko dipandang sebagai kejadian yang merugikan karenanya dikelola untuk dihindari (risk avoidance), dikurangi (risk reduction), ditahan atau ditekan (risk retention), dibagi (risk sharing), dan dialihkan atau ditransfer (risk transfer). Jalan keluar yang lazim ditempuh dalam mengatasi resiko adalah dengan cara berasuransi. Asuransi memberikan jaminan kepada UMK untuk sebagian atau seluruh kerugian finansial yang terkait dengan peristiwa atau risiko yang tidak terduga.

Tipe Organisasi Lembaga Keuangan PT Bank BRI Syariah

Bisnis mikro BRI Syariah saat ini merupakan segmen yang mengelola pembiayaan mikro dengan plafon mencapai Rp200 juta (“Mikro 200”). Perseroan menyalurkan segmen pembiayaan mikro bagi sektor-sektor produktif baik yang dilakukan oleh individu/perseorangan maupun badan usaha. Segmen usaha ini bertujuan memenuhi kebutuhan pembiayan para nasabah BRI Syariah, seperti pembiayaan modal kerja dan investasi.

BRI Syariah menargetkan usaha mikro dan usaha kecil, produk pembiayaan mikro terdiri dari dua produk yaitu Mikro Faedah iB dan KUR iB.

1. Mikro Faedah iB adalah produk pembiayaan dengan skema murabahah (jual beli), Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dan Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dimana total seluruh pembiayaan produk Mikro maksimal Rp200 juta per nasabah dengan tujuan pembiayaan untuk modal kerja, investasi dan konsumsi dengan plafond sampai dengan Rp200 Juta. Produk Mikro Faedah iB menawarkan skema tanpa dan dengan agunan. Agunan dapat berupa sertifikat tanah, kendaraan, dan lain-lain. Pembiayaan ini diberikan kepada calon nasabah dengan rentang umur minimal 21 tahun atau telah menikah untuk usia lebih besar atau sama dengan 18 tahun. Maksimal 65 tahun pada saat akhir jangka waktu pembiayaan.

2. KUR iB BRI Syariah adalah salah satu bank penyalur KUR yang merupakan program prioritas pemerintah dalam mendukung UMKM berupa kebijakan pemberian pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Saat ini, BRI Syariah merupakan satu-satunya penyalur KUR secara syariah dengan akad murabahah. Pembiayaan KUR iB dikategorikan menjadi dua yaitu KUR Mikro dengan

(8)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 223

plafon maksimal Rp25 juta dan KUR Kecil dengan plafon maksimal Rp200 juta. Penyaluran KUR iB dilakukan pada sektor produksi dan nonproduksi. Sektor produksi meliputi sektor pertanian dan kehutanan, sektor perikanan, industri pengolahan, konstruksi dan jasa-jasa produksi, sedangkan sektor nonproduksi meliputi sektor perdagangan.

BRI Syariah terus mengembangkan strategi bisnis untuk menjawab berbagai tantangan usaha. Pada 2018, Perseroan telah mengimplementasikan beberapa strategi dalam penyediaan layanan pembiayaan mikro, antara lain penyederhanaan proses dan sistem pembiayaan, peningkatan mutu pemantauan kinerja, menjalin kerjasama baru, serta meningkatkan sosialisasi dan promosi layanan.

Resiko gagal bayar merupakan isu utama pembiayaan mikro BRI Syariah, terutama skema pembiayaan KUR yang tanpa mensyaratkan jaminan. Asuransi mikro KUR memperoleh subsidi berupa jaminan asuransi mikro pemerintah yang justeru menimbulkan resiko moral hazard yang lebih tinggi. Namun subsidi pemerintah dalam bentuk asuransi mikro ini diperlukan dalam mendukung terlaksananya penyaluran pembiayaan mikro. Pimpinan BRI Syariah cabang Serang, Adiwiyoto (2019) menyatakan :

“Menentukan kelayakan seorang nasabah dalam memperoleh pembiayaan merupakan hal yang sulit terutama untuk nasabah baru. Oleh karena itu subsidi asuransi dari pemerintah sangat diperlukan dalam distribusi pembiayaan mikro. Melalui subsidi asuransi maka semakin banyak nasabah yang non bankable dapat memperoleh akses pembiayaan mikro sehingga dapat mengembangkan usahanya. Selanjutnya BRI Syariah dapat focus kepada nasabah existing yang telah terbukti track recordnya untuk dapat memperoleh pembiayaan dengan limit yang lebih besar sehingga dapat lebih mengembangkan usaha yang dimiliki oleh nasabah)“

Percepatan proses pembiayaan dan penyederhanaan sistem juga diimbangi dengan peningkatan sistem pengawasan pembiayaan untuk tahap sebelum dan sesudah keputusan pembiayaan. Selain itu, produk pembiayaan mikro yaitu pembiayaan dengan akad Musyarakah Mutanaqisah/MMQ juga dikembangkan untuk mengakomodir kebutuhan nasabah di lapangan. Selain itu, Perseroan juga telah menerapkan pembiayaan dengan skema trickle down business yang berasal dari segmen usaha lainnya dari Perseroan, khususnya segmen komersil. Sistem perbankan berbasis digital juga masih dikembangkan dengan menggunakan aplikasi DSAR Mobile dan APPEL Mobile. Dengan adanya kedua aplikasi itu, monitoring kinerja account officer mikro dapat dilakukan dengan lebih efektif serta lebih mudah. Pendataan pembiayaan pun dapat dilakukan melalui smartphone dengan mudah dan dari mana saja.

Peningkatan mutu pemantauan kinerja dilakukan untuk tiap unit kerja di seluruh Indonesia dan secara periodik sosialisasi dan evaluasi kebijakan dilakukan terus menerus. Dalam hal kerja sama, BRIsyariah menjalin kerja sama dengan komunitas usaha di bawah BEKRAF serta e-Commerce. Perseroan juga melakukan promosi seperti program ‘Serbu Pasar Faedah’.

Secara keseluruhan, bisnis Mikro BRI Syariah memberikan kinerja positif pada 2018. Terdapat beberapa aspek yang mengalami pertumbuhan seperti Outstanding (OS) Mikro 200 dan jumlah rekening (number of account atau NoA) Mikro 200.

Pembiayaan Mikro 200 tumbuh sebesar 18% menjadi Rp3,02 triliun dari semula Rp2,55 triliun di Tahun 2017. Jumlah nasabah yang tercatat untuk Pembiayaan Mikro 200 pun tumbuh sebesar 30%. Profitabilitas Pembiayaan Mikro dari pertumbuhan pembiayaan Mikro BRI Syariah di Tahun 2018, pendapatan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp504 miliar dan berkontribusi terhadap Laba bersih Perusahaan sebesar Rp8,35 miliar. Dalam rangka menjaga kesinambungan segmen bisnis pembiayaan mikro, Perseroan menentukan

(9)

langkah-224 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

langkah yang akan diambil pada tahun yang akan datang. Perseroan menyusun enam perencanaan strategis yang direalisasikan di tahun laporan 2019. Strategi-strategi itu adalah sebagai berikut:

1. Strategi Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko GCG, dimana sistem manajemen risiko diterapkan dalam proses pembiayaan mikro mulai dari proses inisiasi hingga monitoring pembiayaan.

2. Strategi Perbaikan Kualitas Pembiayaan mikro melalui restrukturisasi pembiayaan mikro yang sehat.

3. Strategi Peningkatan Produktivitas dengan menerapkan reward dan punishment secara konsisten dan implementasi disiplin proses dalam proses pembiayaan mikro.

4. Strategi Pertumbuhan Bisnis melalui penambahan jenis produk dengan variasi akad pembiayaan mikro disesuaikan dengan segmen bisnis yang dituju.

5. Strategi Keuntungan dan Optimalisasi Jaringan Pemetaan dan evaluasi keuntungan bisnis mikro dilakukan secara konsisten, serta optimalisasi jaringan mikro.

6. Strategi Literasi Syariah melalui sosialisasi aktif perekonomian syariah ke masyarakat luas. Untuk mendukung kinerja penyaluran dana, selain menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, Bank juga menerapkan tingkat bagi hasil yang bersaing. Selain itu, Bank memberikan kemudahan dalam proses penyaluran dana dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. BRI Syariah mengelola risiko pembiayaan dengan strategi sebagai berikut:

1. Melakukan analisa terhadap permohonan pembiayaan dari calon nasabah.

2. Melakukan review terhadap kebijakan pembiayaan dan prosedur operasi standar untuk setiap segmen pembiayaan.

3. Mengembangkan financing originating system untuk pembiayaan mikro dan konsumen sebagai alat yang membantu untuk mengurangi risiko pembiayaan.

4. Menetapkan target market nasabah dalam rangka mengantisipasi terjadinya Non Performing Financing (NPF).

5. Melakukan analisa portofolio terhadap pembiayaan yang diberikan baik berdasarkan segmen bisnis maupun sektor industri.

6. Menentukan Batas Maksimum Penyaluran Dana internal.

7. Melakukan analisa dampak terhadap pembiayaan Bank akibat terjadinya penurunan harga komoditas dan penurunan ekspor.

PT Bank BNI Syariah

Pembiayaan mikro BNI Syariah adalah pembiayaan produktif yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan UMKM akan pembiayaan dengan jumlah dan jangka waktu yang memadai serta sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pembiayaan mikro BNI Syariah terdiri dari tiga produk yang dibagi berdasarkan plafonnya, yaitu :

1. Mikro 2 iB Hasanah memiliki plafon mulai dari Rp5 juta hingga Rp50 juta untuk jangka waktu pembiayaan 6 bulan hingga 36 bulan.

2. Mikro 3 iB Hasanah memiliki plafon di atas Rp50 juta hingga Rp500 juta untuk jangka waktu pembiayaan 6 bulan sampai 60 bulan.

3. Wirausaha iB Hasanah memiliki plafond di atas Rp500 juta hingga Rp1 miliar untuk jangka waktu pembiayaan 12 bulan sampai 84 bulan.

Penyaluran pembiayaan Mikro meningkat sebesar 7.70 % menjadi Rp1,066 miliar dari sebelumnya sebesar Rp990 miliar pada tahun 2017. Untuk Net Ekspansi pembiayaan 44.05 % menjadi Rp76 miliar dari sebelumnya minus Rp28 miliar. Untuk kualitas pembiayaan mikro di tahun 2018 rata-rata RR 92,39 % dengan volume Rp918 miliar, Pra NPF 3,38 % dengan volume Rp34 miliar, NPF 4,23 % dengan volume Rp42 miliar.

(10)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 225

Tantangan yang dihadapi BNI Syariah di tahun 2019 adalah makin maraknya persaingan perbankan dan lembaga pembiayaan mikro lainnya, serta makin cepatnya perkembangan teknologi berbasis digital (Financial Technology), maka bisnis pembiayaan mikro BNI Syariah dituntut mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat dengan cepat dan terkini. Strategi bisnis mikro BNI Syariah di tahun 2019 adalah mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada baik infrastruktur, produk, serta SDM agar tercipta sinergi dan arah dalam bisnis Mikro BNI Syariah.

Strategi di dalam menghadapi kondisi tahun 2019, bisnis mikro BNI Syariah melakukan pemasaran produk mikro di seluruh outlet BNI Syariah untuk mengakselerasi pertumbuhan pembiayaan mikro dengan tujuan optimalisasi cabang dengan penetapan klasifikasi cabang, Focus Strategic Program tehadap komunitas-komunitas usaha sehingga outlet BNI Syariah menjadi one stop financial service untuk masyarakat di sekitar kantor cabang.

Derajat dan Zulfikar (2019), yang merupakan staf legal dan pembiayaan mikro BNI Syariah menyatakan bahwa : “Asuransi mikro merupakan hal yang penting dalam mendukung meningkatkan keuntungan, solvabilitas atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban, serta melindungi kepentingan para pemegang saham. Penyaluran pembiayaan mikro masih bersifat individu dan belum menerapkan penyaluran pembiayaan mikro secara berkelompok, mensyaratkan adanya jaminan ketika nasabah mengajukan pembiayaan. Skema pembiayaan tanpa jaminan hanya diberikan kepada nasabah existing yang telah memiliki track record yang baik dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran).”

BNI Syariah mentransformasi 106 outlet mikro menjadi outlet reguler sehingga dapat melayani seluruh layanan perbankan BNI Syariah. Proses transformasi dilakukan oleh Tim Taskforce yang dibentuk dan bekerja sejak Oktober 2017 hingga akhir tahun 2018. Transformasi outlet mikro menjadi reguler ini mampu meningkatkan kinerja outlet dengan baik, di mana total pembiayaan, DPK dan laba masing-masing outlet mengalami peningkatan.

Dalam mengakomodir kebutuhan nasabah eksisting pada tahun 2019, Unit Mikro BNI Syariah masuk pada segmen usaha kecil dengan pemasaran produk KUR dan penambahan variasi akad serta pembiayaan kepada segmen peternakan, perikanan dan pertanian, serta bekerja sama dengan Badan ekonomi Kreatif (BEKRAF) dalam hal pencarian bakat start up untuk mendapat binaan berkelanjutan menjadi entrepreneur yang bankable. BNI Syariah memiliki komitmen untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.

Kegiatan pemasaran produk pembiayaan mikro yang dilaksanakan selama tahun 2018 dengan melakukan sinergi di dalam memasarkan produk pembiayaan mikro di cabang-cabang BNI Induk, pemasaran produk pembiayaan mikro secara selektif pada sektor generik yang memiliki risiko rendah, mengikuti berbagai event pameran, dan menjalin kerja sama dengan komunitas-komunitas usaha.

Bank BNI Syariah dengan karakteristiknya sebagai penopang sektor riil, karena akad-akad yang terkait langsung dengan sektor riil, diharapkan dapat lebih membantu perkembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), yaitu dengan skema pembiayaan musyarakah dan mudharabah.

Sejak didirikan Divisi Bisnis Mikro pada tahun 2011, BNI Syariah melakukan mengembangkan dan ekspansi di sektor ini dengan dukungan 106 kantor layanan UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengembangan jaringan layanan mikro merupakan komitmen BNI Syariah untuk membantu mengembangkan para UMKM di berbagai daerah dalam bentuk pemberian fasilitas pembiayaan sektor UMKM yang dikelola secara Syariah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan standar kehidupan masyarakat/pengusaha kecil

(11)

226 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

berpenghasilan rendah (lower midle income) dan ber-partner dengan bank yang memberikan pemodalan secara halal.

Pada tahun 2018, ekspansi pembiayaan mikro BNI Syariah berjalan secara efektif di seluruh daerah di Indonesia dan turut memperkuat pertumbuhan nasional. Tahun 2017 BNI Syariah melakukan konversi layanan cabang mikro menjadi general banking yang dapat melayani seluruh kebutuhan jasa perbankan segmen UMKM.

Perbankan berperan sebagai lembaga pembiayaan bagi usaha mikro sebagai salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh dukungan sebagai kelompok usaha ekonomi rakyat yang merupakan sektor riil dan menjadi prioritas dalam aktivitas ekonomi yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Bank BNI Syariah ingin lembaga pembiayaan mikro mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

Evaluasi :

Sesuai dengan arah kebijakan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki (2019), yang meminta pengusaha kecil membentuk semacam koperasi atau kelompok usaha sesuai dengan sektor bisnisnya dimana kedepan pemerintah akan memprioritaskan penyaluran lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) kelompok seiring dengan diturunkannya suku bunga KUR per 1 Januari 2020 menjadi 6 persen. Maka penyaluran pembiayaan mikro oleh bank sebaiknya mulai menyiapkan skema pembiayaan berdasarkan kelompok. Dimana saat ini baru dilaksanakan oleh bank tertentu saja.

Penyaluran pembiayaan berdasarkan kelompok akan menghasilkan jaminan social (tanggung renteng) sehingga akan mengurangi biaya premi asuransi kerugian yang dibebankan kepada nasabah atau yang ditanggung pemerintah bagi nasabah subsidi di BRI Syariah. Atau bila dikehendaki untuk memberi manfaat yang lebih luas bagi nasabah yang pada akhirnya akan memberi manfaat juga bagi bank, pengurangan biaya premi asuransi kerugian dapat dialokasi untuk menyertakan asuransi kesehatan bagi nasabah pembiayaan mikro. Jaminan social dalam penyaluran pembiayaan telah banyak dibahas dalam berbagai literature dan akan menjadi arah kebijakan pemerintah ke depan dalam penyaluran pembiayaan mikro.

Fungsi Asuransi dalam Pengelolaan Keuangan Pembiayaan Mikro

Penyaluran pembiayaan mikro baik di BNI Syariah dan BRI Syariah telah didukung oleh jaminan asuransi berupa asuransi jiwa dan asuransi kerugian atas asset yang diperoleh. Namun nasabah pengusaha dapat mengajukan permintaan untuk perluasan jenis pertanggungan yang dijamin yaitu berupa asuransi stock barang yang tentu akan menambah biaya premi yang ditanggung nasabah. Pada skema pembiayaan mikro tertentu, BRI Syariah memperoleh subsidi premi asuransi dari pemerintah sehingga biaya penyaluran pembiayaan mikro dapat menjadi semakin rendah.

Kedua narasumber dari kedua bank sepakat bahwa analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) sangat penting dalam memitigasi resiko dalam penyaluran pembiayaan.Untuk skema-skema pembiayaan yang tidak mensyaratkan jaminan, maka diperlukan pendekatan khusus dalam memitigasi resiko seperti monitoring yang dilakukan secara rutin dan edukasi mengenai manajemen bisnis kepada nasabah. BNI Syariah masih mensyaratkan jaminan, namun bagi nasabah mikro existing yang telah terbukti kredibilitas nya dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran bisa memperoleh pembiayaan lanjutan dengan tanpa mensyaratkan jaminan.

(12)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 227

“Asuransi mikro mempunyai efek yang positif dalam mendukung kinerja keuangan karena memungkinkan Bank untuk meningkatkan volume bisnis dan memperoleh keuntungan dari skala ekonomi serta meningkatkan luas sasaran pelayanan produk dan jasa keuangan yang diberikan kepada nasabah.”

Sedangkan Derajat dan Zulfikar (2019) yang merupakan staf BNI Syariah menyatakan bahwa :

“Tingginya resiko dalam penyaluran pembiayaan mikro, menyebabkan prinsip mengenal nasabah menjadi penting untuk meminimalisir resiko yang mungkin timbul serta didukung dengan proses audit dan monitoring, sehingga bank dapat memantau bisnis nasabah dan memberikan pendampingan dan edukasi yang diperlukan. Asuransi memberikan jaminan dan memberikan perlindungan kepada bank dari resiko kerugian yang mungkin timbul dari nasabah yang gagal bayar.”

Evaluasi :

Resiko dalam penyaluran pembiayaan mikro cenderung lebih tinggi yang disebabkan oleh karakteristik nasabahnya yang unik, memerlukan perlakuan khusus dalam memitigasi potensi resiko yang ada. Manajemen bisnis yang baik terutama dalam analisis pembiayaan mikro, proses audit dan monitoring serta edukasi nasabah menjadi penting untuk selalu ditingkatkan kualitas pelaksanaannya.

Oleh karena itu asuransi hanya berperan sebagai support bisnis saja dan yang mengambil peranan terpenting dalam penyaluran pembiayaan mikro adalah bagaimana bank dapat mendesain skema pembiayaan mikro yang ideal, dimana dengan skema pembiayaan yang ideal tersebut dapat memitigasi resiko pembiayaan yang mungkin timbul. Bahkan dengan skema pembiayaan berkelompok akan memberikan jaminan social (tanggung renteng) dimana para nasabah mikro dalam kelompok akan saling menanggung dan mengawasi anggota yang ada di dalam kelompoknya. Hal ini akan mempercepat program inklusi keuangan pemerintah dimana akan mengatasi banyaknya jumlah masyarakat di Banten yang belum memiliki akses pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan lain (belum bankable).

Bank syariah harus merubah paradigmanya, tidak lagi menunggu nasabah yang datang untuk mengajukan pembiayaan, namun melakukan jemput bola. Bank syariah perlu mengenal komunitas-komunitas pengusaha mikro yang ada di wilayah operasionalnya dan menemukan potensi-potensi yang dapat dikembangkan di masyarakat melalui penyaluran pembiayaan mikro yang disertai pembinaan dan pendampingan nasabah dalam proses bisnisnya. Pembinaan dan pendampingan dapat berkolaborasi dengan lembaga pendidikan/Universitas sehingga akan terjadi sinergi antara Universitas, Bank, dan Pengusaha Mikro.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyaluran pembiayaan mikro masih menggunakan pola penyaluran langsung ke individu pengusaha dan belum menggunakan pola penyaluran berkelompok sehingga belum memperoleh manfaat ekonomi yang maksimal dalam penggunaan asuransi mikro. Ke depan diharapkan bank dapat mengembangkan pola penyaluran pembiayaannya dengan pola penyaluran pembiayaan berkelompok dan menerapkan jaminan social sehingga lebih baik dalam mengelola penyaluran pembiayaan mikro dengan resikonya yang tinggi.

2. Asuransi mikro telah berperan sebagai salah satu instrument dalam memitigasi resiko pembiayaan mikro. Namun bank sebaiknya mendesain penyaluran pembiayaan mikro yang ideal dengan pola berkelompok yang dapat meminimalisir resiko yang timbul

(13)

228 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

sehingga semakin banyak pengusaha mikro yang belum bankable yang dapat memperoleh akses pembiayaan dari bank. Pola pembiayaan berkelompok dapat meminimalisir biaya yang ditimbulkan oleh resiko yang disebabkan gagal bayar nasabah, sehingga dana yang sebelumnya dialokasi untuk mengcover resiko kredit dapat dialihkan untuk memberi manfaat asuransi yang lebih luas bagi nasabah, contohnya : asuransi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Akotey, O.J., Osei, K.A. and Gemegah, A. (2011), “The demand for micro insurance in Ghana”, Journal of Risk Finance, Vol. 12 No. 3, pp. 182-194.

Arrow, J.K. (1963), “Uncertainty and the welfare economics of medical care”, American Economic Review, Vol. 53 No. 5, pp. 941-973.

Baiman, S. (1990), “Agency research in managerial accounting: a second look”, Accounting, Organizations and Society, Vol. 15 No. 4, pp. 341-371.

Bruton, G.D., Ahlstrom, D. and Puky, T. (2009), “Institutional differences and the development of entrepreneurial ventures: a comparison of the venture capital industries in Latin Americaand Asia”, Journal of International Business Studies, Vol. 40 No. 5, pp. 762-778.

Bruton, G.D., Khavul, S. and Chavez, H. (2011), “Micro lending in emerging economies: building a new line of inquiry from the ground up”, Journal of International Business Studies, Vol. 42 No. 5, pp. 718-739.

Chakarbarty, S. (2012), “Does micro-credit increase bonded child labour in the absence of microinsurance?” Microinsurance research paper no. 12, International LabourOrganisation, Microinsurance Innovation Facility.

Cheng, S.H. and Chiang, T.L. (1997), “The effect of universal health insurance on healthcareutilization in Taiwan: results from a national experiment”, Journal of American Medical Association, Vol. 278 No. 2, pp. 89-93.

Churchill, C. (2007), “Insuring the low-income market: challenges and solutions for commercial insurers”, Geneva Papers on Risk and Insurance: Issues and Practice, Vol. 32 No. 3,pp. 401-412.

Churchill, C., Phillips, R.D. and Reinhard, D. (2011), “Introduction to the 2011 symposium issue of JRI on Microinsurance”, Journal of Risk and Insurance, Vol. 78 No. 1, pp. 1-5. Copestake, J., Bhalotra, S. and Johnson, S. (2001), “Assessing the Impact of microcredit: a

Zambian case study”, Journal of Development Studies, Vol. 37 No. 4, pp. 81-100. Criel, B., Stuyft, P. and Lerberghe, W. (1999), “The Bwamanda Hospital insurance

scheme:effective for whom? A study of its impact on hospital utilization patterns”, Social Scienceand Medicine, Vol. 48 No. 7, pp. 897-911.

Dercon, S., Kirchberger, M., Gunning, J.W. and Platteau, J. (2008), “Literature review on microinsurance”, Microinsurance paper no. 1, International Labour Organisation:microinsurance innovation facility.

(14)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 229

Doz, Y. (2011), “Qualitative research for international business”, Journal of International Business Studies, Vol. 42 No. 5, pp. 582-590.

Dror, D.M., Koren, R. and Steinberg, D.M. (2006), “The impact of filipino micro-health insurance units on income-related equality of access to healthcare”, Health Policy, Vol. 77 No. 3, pp. 304-317.

Easterly, W. (2009), “Can the West Save Africa?”, Journal of Economic Literature, Vol. 47 No. 2, pp. 373-344.

Easterly, W. and Levine, R. (1997), “Africa’s growth tragedy: policies and ethnic divisions”, Quarterly Journal of Economics, Vol. 112 No. 4, pp. 1203-1250.

Eisenhardt, K.M. (1989), “Building theories from case study research”, Academy of Management Review, Vol. 14 No. 4, pp. 532-550.

Eisenhardt, K.M. and Graebner, M.E. (2007), “Theory building from cases: opportunities and challenges”, Academy of Management Journal, Vol. 50 No. 1, pp. 25-32.

Ghatak, M. and Guinnane, T.W. (1999), “The economics of lending with joint liability: theory and practice”, Journal of Development Economics, Vol. 60 No. 1, pp. 195-228. Giesbart, L., Steiner, S. and Bendig, M. (2011), “Participation in micro life insurance and the use

of other financial services in Ghana”, Journal of Risk and Insurance, Vol. 78 No. 1, pp. 7-35.

Gine, X. and Yang, D. (2009), “Insurance, credit and technology adoption: field experimental evidence from Malawi”, Journal of Development Economics, Vol. 89 No. 1, pp. 1-11. Gine, X., Townsend. R.Mand Vickery, J. (2007), “Statistical analysis of rainfall insurance payouts in Southern India”, American Journal of Agricultural Economics, Vol. 89 No. 1, pp. 1248-1254.

Hamid, S.A., Roberts, J. and Mosley, P. (2011), “Can micro health insurance reduce poverty? Evidence from Bangladesh”, Journal of Risk and Insurance, Vol. 78 No. 1, pp. 57-82. Hintz (2010), “Social impact assessment of compulsory credit-life insurance”, in Morelli, E.,

Onnis,

G.A., Ammann, W.J. and Stutter, C. (Eds), Microinsurance: An Innovative tool for Risk and Disaster Management, Davos. International Monetary Fund (2010), International Financial Statistics, IMF, Washington, DC.

Islam, A. and Maitra, P. (2011), “Health shocks and consumption smoothing in rural households: does microcredit have a role to play?”, Journal of Development Economics, Vol. 79 No. 2, pp. 413-446.

Kader, H.A., Adams, M.B. and Hardwick, P. (2010), “The cost efficiency of takaful insurancecompanies”, Geneva Papers on Risk and Insurance: Issues and Practice, Vol. 35 No. 1, pp. 161-181.

Karlan, D. Kutsoati, E., McMillan, M. and Urdy, C. (2011), “Crop price indemnified loans for farmers: a pilot experiment in rural Ghana”, Journal of Risk and Insurance, Vol. 78 No. 1, pp. 37-55.

(15)

230 Tenny Badina, Umayatu Suiroh

Lauz, C. and Muermann, A. (2010), “Financing risk transfer under governance problems: mutual versus stock insurers”, Journal of Financial Intermediation, Vol. 19 No. 3, pp. 308-322.

Leftley, R. and Mapfumo, S. (2006), Effective Microinsurance Programs to Reduce Vulnerability, Opportunity International Network, London.

Lewis, M. K. (2011) ―Evolution of Takaful Products‖in K. Hassan and M. Mahlknecht (Eds). Islamic Capital Markets, Products and Strategies.New York: John Wiley & Sons. Loewe, M. (2006), “Downscaling, upgrading or linking? Ways to realize micro-insurance”,

International Social Security Review, Vol. 59 No. 2, pp. 37-59.

McPherson, M. (1996), “Growth of micro and small enterprises in Southern Africa”, Journal of Development Economics, Vol. 48 No. 2, pp. 253-277.

Magnoni, B. and Zimmerman, E. (2011), “Do clients get value from microinsurance? A systematic review of recent and current research”, Microinsurance Learning and Knowledge: Microinsurance Centre.

Mayers, D. and Smith, C.W. (1981), “Contractual provisions, organizational structure and conflict control in insurance markets”, Journal of Business, Vol. 54 No. 3, pp. 407-434.

Mayers, D. and Smith, C.W. (1988), “Ownership structure across lines of property-casualty insurance”, Journal of Law and Economics, Vol. 31 No. 2, pp. 351-378.

Murdoch, J. (1999), “Between the state and the market: can informal insurance patch the safety net?”, World Bank Research Observer, Vol. 14 No. 2 pp. 187-207.

Murgai, R., Winters, P., Sadoulet and de Janvry, A. (2002), “Localized and incomplete mutual insurance”, Journal of Development Economics, Vol. 76 No. 2, pp. 245-274.

Messah OB, and Wangai. 2011. Factors that influence The Demand for Credit Among Small-Scale Investor: a Case Study of Meru Central Distric, Kenya. Research Journal of Finance and Accounting, 2(2). www.iiste.org.

Organization for Economic Cooperation and Development (2009), Direct Investment Database,OECD, Paris.

Paal, B. and Wiseman, T. (2011), “Group insurance and lending with endogenous social collateral”,Journal of Development Economics, Vol. 94 No. 1, pp. 30-40.

Patton, M.Q. (1990), Qualitative Evaluation and Research Methods, Sage Publications, New York, NY.

Platteau, J.P. (1997), “Mutual insurance as an elusive concept in traditional rural communities”, Journal of Development Studies, Vol. 33 No. 6, pp. 764-796.

Roth, J., McCord, M.J. and Liber, D. (2007), The Landscape of Microinsurance in the World’s 100 Poorest Countries, Microinsurance Centre, Appleton, WI.

Rothschild, M.J. and Stiglitz, J. (1976), “Equilibrium in competitive insurance markets: an essay on the economics of imperfect information”, Quarterly Journal of Economics, Vol. 90 No. 4, pp. 629-649.

Smith, B.D. and Stutzer, M.J. (1990), “Adverse selection, aggregate uncertainty, and the role of mutual insurance contracts”, Journal of Business, Vol. 63 No. 4, pp. 493-510.

(16)

Tenny Badina, Umayatu Suiroh 231

Smith, B.D. and Stutzer, M.J. (1995), “A theory of mutual formation and moral hazard with evidence from the history of the insurance industry”, Review of Financial Studies, Vol. 8 No. 4, pp. 545-577.

Swiss Re (2010), Microinsurance–Risk Protection for 4 Billion People, No. 6, Sigma, Swiss Re, Zurich.

Townsend, R. (1994), “Risk and insurance in village India”, Econometrica, Vol. 62 No. 3, pp. 539-592.

Udry, C. (1994), “Risk and insurance in a rural credit market: an empirical investigation in Northern Nigeria”, Review of Economic Studies, Vol. 61 No. 3, pp. 495-526.

Wanyama, S., Burton, B. and Helliar, C. (2009), “Frameworks underpinning corporate governance: evidence on ugandan perspectives”, Corporate Governance: An International Review, Vol. 17 No. 2, pp. 159-175.

Welch, C., Piekkari, R., Plakoyiannaki, E. and Paavilainen-Mäntymäki, E. (2011), “Theorising from case studies: towards a pluralist future for international business research”, Journal of International Business Studies, Vol. 42 No. 5, pp. 740-762.

World Bank (2010), African Development Indicators, World Bank, Washington, DC. Wright, K. and Copestake, J. (2004), “Impact assessment of microfinance using qualitative data: communicating between social scientists and practitioners using the QUIP”, Journal of International Development, Vol. 16 No. 3, pp. 355-367.

Yin, R. (2004), Case Study Research: Design and Methods, Sage Publications, Thousand Oaks, CA.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tempoh sebulan yang lepas, berapa kerapkah anda membaca atau melihat secara dekat tanda amaran kesihatan pada kotak rokok.. 1

Aktivitas penjual di rumah dan di lapak jagung merupakan salah satu rutinitas yang dijalankan para penjual, kemudian alasan berdasarkan dalam hal ini bahan baku

Dari hasil pengujian, kekerasan tertinggi dimiliki oleh elektroda E7016 dengan nilai kekerasan 343 HVN dan lebar HAZ yang terbesar terdapat pada elektroda E6013 dengan lebar 2mm

Kambang Luari di negeri Duo Baleh Koto sedang mengadakan pertemuan dengan para punggawa.. Tiba- tiba datang seorang

Perubahan fisik berupa peningkatan berat badan yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri membuat wanita tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain, karena

Hasil dari pengembangan media gambar dapat digunakan guru untuk menyajikan kegiatan pembelajaran IPA pada materi tentang ciri-ciri khusus hewan yang di milikinya sesuai

Subjek disarankan agar menjadikan pengalaman bercerainya sebagai pelajaran agar dapat membina hubungan yang lebih baik ke depannya dengan pasangan, diharapkan

dalam konteks pelayanan terhadap jasa perusahaan tersebut, seperti adanya masalah keterlambatan pengiriman, dan pembayaran atau administrasi barang, maka para pekerja