• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITC COREMAP LIPI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CRITC COREMAP LIPI 1"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KABUPATEN WAKATOBI - SULAWESI TENGGARA

 

S

S

T

T

U

U

D

D

I

I

B

B

A

A

S

S

E

E

L

L

I

I

N

N

E

E

E

E

K

K

O

O

L

L

O

O

G

G

I

I

2

2

0

0

0

0

6

6

(2)

STUDY BASELINE EKOLOGI 

KABUPATEN WAKATOBI 

SULAWESI TENGGARA 

TAHUN 2006 

DISUSUN OLEH:

 

NURUL DHEWANI 

WINARDI 

AGUS BUDIYANTO 

YAHMANTORO 

ACHMAD EFFENDI 

JOHN PICASOUW 

AGUS DENDI 

ABDULLAH SALATALOHI 

DEWIRINA ZULFIANITA 

 

 

 

 

 

 

CORAL REEF INFORMATION AND TRAINING CENTRE (CRITC) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)

Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330

(3)

R

R

I

I

N

N

G

G

K

K

A

A

S

S

A

A

N

N

E

E

K

K

S

S

E

E

K

K

U

U

T

T

I

I

F

F

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Propinsi Sulawesi Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton, kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan menjadi kabupaten tersendiri. Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten kepulauan yang mempunyai luas wilayah 1.390.000 ha. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol. Secara geografis Kepulauan

Wakatobi terletak antara 123o15’00’’ – 124o45’00’’ Bujur Timur dan 05o15’00’’ –

06o10’00’’ Lintang Selatan. Ada 5 (lima) kecamatan di Kabupaten ini yaitu Kecamatan

Wangi-wangi, Kecamatan Wang-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia, dan Kecamatan Binongko

Sebagai lokasi baru COREMAP II, studi baseline ekologi sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data-data dasar ekologi di lokasi tersebut. Studi baseline di Kabupaten Wakatobi, telah dilakukan oleh CRITIC Nasional pada tahun 2001. Namun dirasakan perlu untuk melakukan pengambilan baseline data di perairan Wakatobi kembali dengan perbedaan waktu lebih kurang 5 tahun. Studi ini bertujuan untuk melihat kondisi terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi serta menentukan titik-titik awal untuk keperluan monitoring di tahun-tahun berikutnya.

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006. Pengambilan data dilakukan di perairan Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Karang Kapota. Data yang dikumpulkan adalah karang, ikan karang dan megabenthos. Metode RRI dan LIT digunakan dalam pengumpulan data lapangan. Jumlah stasiun RRI seluruhnya adalah 52 stasiun, di Pulau Wangi-wangi 16 stasiun, Pulau Kaledupa 15 stasiun, Pulau Tomia 9 stasiun dan di Karang Kapota 12 stasiun. Untuk stasiun LIT, 3 stasiun di Pulau Wangi-wangi, 4 stasiun di Pulau Tomia, 4 stasiun di Pulau Kaledupa dan 4 stasiun di Karang Kapota.

Hasil studi menunjukkan bahwa :

• Secara keseluruhan sebaran terumbu karang hasil RRI dan LIT menunjukan kondisi yang berbeda pada masing-masing wilayah perairan, yaitu sedang dan baik,

• Kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi yang diamati di 52 stasiun RRI termasuk dalam kategori sedang dengan persentase tutupan karang hidup rata-rata sebesar 30,93%

• Persentase tutupan karang hidup dari 15 stasiun pengamatan LIT berkisar

antara 36,51 – 52,86 % dengan tutupan rata-rata 45,51% termasuk dalam

kategori sedang

• Jumlah jenis ikan yang dijumpai selama pengamatan adalah 332 jenis yang termasuk kedalam 37 suku. Komposisi jenis ikan major, target dan indikator adalah 6 : 3 : 1.

(4)

PENGANTAR

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten yang terpilih sebagai lokasi COREMAP II di Propinsi Sulawesi Tenggara. Sebagai tindak lanjutnya, CRITC Nasional telah melakukan baseline ekologi di perairan Kabupaten Wakatobi.

Dengan mempertimbangkan sebaran terumbu karang, jumlah personel, waktu serta dana, maka lokasi penelitian dikelompokkan menjadi 4 wilayah, yaitu :perairan Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Karang Kapota. Data diambil dari 52 stasiun RRI dan 15 stasiun LIT, yang meliputi informasi tentang persentase tutupan karang hidup, ikan karang dan megabenthos.

Baseline studi ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan serta kerjasama berbagai pihak. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh tim peneliti, financial support, PMU COREMAP II Kabupaten Wakatobi, TNC-WWF, serta seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Harapan kami agar hasil baseline studi ini dapat digunakan oleh semua stakeholder yang berkepentingan dalam mengelola terumbu karang, khususnya di Kabupaten Wakatobi

(5)

DAFTAR ISI

Hal RINGKASAN EKSEKUTIF 1 PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 DAFTAR TABEL 4 DAFTAR GAMBAR 5 DAFTAR LAMPIRAN 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 8 1.2. Tujuan 9 1.3. Luaran 9

II. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 10

2.2. Metode Pengambilan Data dan Analisa Data 10

2.2.1. Sistem Informasi Geografi 10

2.2.2. Karang 14 2.2.3. Ikan Karang 15 2.2.4. Megabenthos 15 2.3. Analisa Data 16 2.3.1. Karang 16 2.3.2. Ikan Karang 16 2.3.3. Megabenthos 16

III. HASIL DAN BAHASAN

3.1. Sistem Informasi Geografi 17

3.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 17

3.3. Hasil RRI 20 3.3.1. Karang 20 3.3.2. Ikan Karang 33 3.4. Hasil LIT 39 3.4.1. Karang 39 3.4.2. Ikan Karang 47 3.4.3. Megabenthos 54 IV. KESIMPULAN 59 DAFTAR PUSTAKA 60 LAMPIRAN 61

(6)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Lokasi penelitian, Jumlah stasiun RRI dan Jumlah transek

Permanen di perairan Kabupaten Wakatobi

10

Tabel 2. Luas Mangrove dan Terumbu Karang di setiap wilayah studi 17

Tabel 3. Gambaran Umum Terumbu Karang di perairan Kabupaten

Wakatobi

18

Tabel 4. Sepuluh jenis ikan karang yang mempunyai Kelimpahan

tertinggi di perairan Kabupaten Wakatobi

47

Tabel 5.Kelimpahan jenis ikan karang untuk masing-masing suku yang

dijumpai di perairan Kabupaten Wakatobi

48

Tabel 6. Kelimpahan megabentos di perairan Kabupaten Wakatobi

(jumlah individu per 140m2)

(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Wakatobi 11

Gambar 2. Stasiun RRI di perairan Kabupaten Wakatobi 12

Gambar 3. Stasiun LIT di perairan Kabupaten Wakatobi 13

Gambar 4. Rata-rata bentic lifeform dari 52 stasiun RRI di perairan

Kabupaten Wakatobi

20

Gambar 5. Rata-rata bentic Lifeform hasil RRI di Pulau Wangi-wangi, P.

Kaledupa, P. Tomia dan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

21

Gambar 6. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Pulau Wangi-wangi. 21

Gambar 7. Kondisi bentic lifeform hasil RRI di perairan P. Wangi-wangi,

Kabupaten Wakatobi

22

Gambar 8. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan P.

Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi

23

Gambar 9. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Pulau Kaledupa 24

Gambar 10. Kondisi bentic lifeform hasil RRI di perairan P. Kaledupa,

Kabupaten Wakatobi

25

Gambar 11. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan P.

Kaledupa, Kabupaten Wakatobi

26

Gambar 12. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Pulau Tomia 27

Gambar 13. Kondisi bentic lifeform hasil RRI di perairan P. Tomia,

Kabupaten Wakatobi

28

Gambar 14. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan P.

Tomia, Kabupaten Wakatobi

29

Gambar 15. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Karang Kapota 30

Gambar 16. Kondisi bentic lifeform hasil RRI di perairan Karang kapota,

Kabupaten Wakatobi

31

Gambar 17. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan

Karang Kapota , Kabupaten Wakatobi

32

Gambar 18. Komposisi ikan major, target dan indikator hasil RRI di

perairan Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi

34

Gambar 19. Komposisi ikan major, target dan indikator hasil RRI di

perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi

35

Gambar 20. Komposisi ikan major, target dan indikator hasil RRI di

perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi

37

Gambar 21. Komposisi ikan major, target dan indikator hasil RRI di

perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

38

Gambar 22. Rata-rata bentic lifeform di 15 stasiun LIT, Kabupaten

Wakatobi

39

Gambar 23. Rata-rata bentic lifeform di Pulau Wangi Wangi, Kaledupa,

Tomia dan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

39

Gambar 24. Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di Pulau Wangi-wangi,

Kabupaten Wakatobi

40

Gambar 25. Kondisi Bentic lifeform hasil LIT di perairan P. Wangi-wangi,

Kabupaten Wakatobi

(8)

Gambar 26. Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di Pulau Kaledupa,

Kabupaten Wakatobi

42

Gambar 27. Kondisi Bentic lifeform hasil LIT di perairan P. Kaledupa

Kabupaten Wakatobi

43

Gambar 28. Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di Pulau Tomia, Kabupaten

Wakatobi

42

Gambar 29. Kondisi Bentic lifeform hasil LIT di perairan P. Tomia

Kabupaten Wakatobi

45

Gambar 30. Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di Karang Kapota,

Kabupaten Wakatobi

44

Gambar 31. Kondisi Bentic lifeform hasil LIT di perairan Karang Kapota

Kabupaten Wakatobi

46

Gambar 32. Komposisi jenis ikan Major, target dan indikator hasil LIT di

Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi

50

Gambar 33. Komposisi jenis ikan Major, target dan indikator hasil LIT di

Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi

51

Gambar 34. Komposisi jenis ikan major, target dan indikator hasil LIT di

pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi

52

Gambar 35. Komposisi jenis ikan major, target dan indikator hasil LIT di

Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

53

Gambar 36. Kondisi Megabenthos hasil LIT di perairan Pulau

Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi

55

Gambar 37. Kondisi Megabenthos hasil LIT di perairan Pulau Kaledupa

Kabupaten Wakatobi

56

Gambar 38. Kondisi Megabenthos hasil LIT di perairan Pulau Tomia

Kabupaten Wakatobi

57

Gambar 39. Kondisi Megabenthos hasil LIT di perairan Karang Kapota

Kabupaten Wakatobi

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Posisi stasiun untuk karang dan ikan karang dengan

metode RRI.

63

Lampiran 2. Posisi stasiun transek permanen untuk karang, mega bentos dan ikan karang.

64

Lampiran 4. Komunitas ikan di perairan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. (Hasil LIT)

(10)

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Propinsi Sulawesi Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton, kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan menjadi kabupaten tersendiri. Wakatobi merupakan kependekan dari nama 4 pulau besar yang ada di kawasan tersebut, yaitu pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa Pulau

Tomia dan pulau Binongko. Di sebelah utara dibatasi dengan Laut Banda dan Pulau

Buton. Di sebelah Selatan dibatasi oleh laut Flores, di sebelah Timur oleh Laut Banda dan sebelah Barat dibatasi oleh Pulau Buton dan Laut Flores

Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten kepulauan yang mempunyai luas wilayah 1.390.000 ha. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol. Secara geografis Kepulauan Wakatobi terletak antara

123o15’00’’ – 124o45’00’’ Bujur Timur dan 05o15’00’’ – 06o10’00’’ Lintang Selatan.

Ada 5 (lima) kecamatan di Kabupaten ini yaitu Kecamatan Wangi-wangi, Kecamatan Wang-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia, dan Kecamatan Binongko.

Berdasarkan SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996 perairan kepulauan Wakatobi telah ditetapkan sebagai Taman Nasional, yang selanjutnya telah memperoleh penetapan berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002. Sesuai UU No. 5 Tahun 1990, Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi. Pada saat ini, zonasi Taman Nasional Kepulauan Wakatobi terbagi menjadi 5 zona, yaitu :

1. Zona Inti : Pulau Aname, Pulau Kantole, Pulau Runduma, Pulau Cowo-cowo dan Pulau Moromaho

2. Zona Pelindung : Pulau Ndaa, Karang Koromaho, Karang Koko.

3. Zona Pemanfaatan : Pulau Hoga, Pulau Tomia, Pulau Tolandono, Pulau Tokobao dan Pulau Lintea.

4. Zona Pemanfaatan Tradisional : Pulau Kambodi, Pulau Timau, Pulau Kompo Nuone, Pulau Kaledupa, Pulau Binongko dan Pulau Wangi-wangi.

5. Zona Rehabilitasi : Karang Kaledupa dan Karang Kapota

Kegiatan baseline di Kabupaten Wakatobi, dalam hal ini di pulau Wangi-wangi, pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Atol Kaledupa sudah dilakukan oleh CRITIC Nasional pada tahun 2001. Namun pada saat itu Kabupaten Wakatobi masih merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Buton. Walaupun baseline data telah dilakukan pada tahun 2001, dirasakan perlu melakukan pengambilan baseline data di perairan Wakatobi kembali dengan perbedaan waktu lebih kurang 5 tahun. Data yang dikumpulkan akan sangat menunjang untuk implementasi bidang COREMAP lainnya. Misalnya, digunakan oleh komponen CRITC untuk keperluan monitoring kesehatan

(11)

karang, dalam penentuan DPL oleh komponen CBM, digunakan oleh Komponen MCS ataupun oleh komponen Penyadaran Masyarakat.

1.2. TUJUAN

• Melihat kondisi terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi, khususnya di pulau Wangi-wangi, pulau Kaledupa, pulau Tomia dan Karang Kapota

• Menentukan titik-titik awal untuk keperluan monitoring di tahun-tahun berikutnya.

1.3. LUARAN

Hasil penelitian akan dikemas dalam satu bentuk laporan yang berisi :

• Kondisi bentic lifeform dan ikan karang dari setiap stasiun pengamatan yang ditampilkan dalam bentuk gambar dengan format JPEG. Informasi ini dapat digunakan untuk berbagai stakeholder, misalnya untuk menentukan DPL COREMAP di Kabupaten Wakatobi.

(12)

METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006 selama 12 hari. Pengambilan data dilakukan di perairan Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Karang Kapota (Gambar 1) Untuk pengamatan karang, ikan karang dan megabenthos, sampling telah dilakukan dengan Rapid Reef Inventory (RRI) (Long et al., 2004), sedangkan untuk keperluan monitoring sampling dilakukan dengan Line Intercept Transect (LIT) English et al., (1997). RRI dilakukan di 52 titik pengamatan (Gambar 2). Dari hasil RRI dipilih 15 titik untuk transek (Gambar 3)

Lokasi Penelitian, jumlah stasiun RRI dan Permanen transek di masing-masing tempat dirangkum dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1. Lokasi penelitian, Jumlah stasiun RRI dan Jumlah transek Permanen di perairan Kabupaten Wakatobi

Lokasi Stasiun RRI Stasiun LIT

Pulau Wangi-wangi 16 3

Karang Kapota 12 4

Pulau Kaledupa 15 4

Pulau Tomia 9 4

JUMLAH 52 15

2.2. Metode Pengambilan Data dan Analisa Data

Pengambilan baseline data di perairan Wakatobi melibatkan beberapa bidang penelitian, yaitu karang, ikan karang, benthos serta Sistem Informasi Geografis (SIG). Metode pengambilan data dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing bidang penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut :

2.2.1. Sistem Informasi Geografi

Untuk keperluan peta dasar sebaran ekosistem perairan dangkal, data citra penginderaan jauh (indraja) digunakan sebagai data dasar. Data citra indraja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic

Mapper Plus (selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak

dan kanal infra-merah dekat (band 1, 2, 3, 4 dan 5). Saluran 8 tidak digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat (kanal 4 dan 5) tetap dipakai karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk membedakan mintakat mangrove.

(13)
(14)
(15)
(16)

Citra yang digunakan adalah citra dengan cakupan penuh (full scene) yaitu 185 km x 185 km persegi. Ukuran piksel, besarnya unit areal di permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran multi-spectral (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini adalah : path-row 112-64 ( perekaman tahun 2003 bulan Juni )

Interpretasi Citra

Sebelum proses klasifikasi, batas-batas pulau, hutan mangrove dan juga batas terumbu baik Fringing reef maupun Patch reef didigitasi (on the screen

digitizing). Agar diperoleh hasil digitasi dengan ketelitian memadai, digitasi

dilakukan pada skala tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi band 4, 2,1. Kombinasi ini dipilih karena dapat memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling baik. Langkah awal adalah mendigitasi batas pulau. Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai teknik perentangan kontras model gamma, mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu karang yang bersifat tentatif. Pada prakteknya pendigitasian ini menemui kendala ketika harus mendigit daerah yang tertutup awan. Terlebih lagi area study kali ini, merupakan daerah transisi atau persambungan antara citra. Suatu hal yang sulit ketika citra yang ada disatukan dulu ( masking) baru didigitasi. Satu-satunya jalan adalah dengan mendigit secara terpisah dan hasil digitnya disatukan setelah file tersimpan dalam format vektor (.shp).

Keterbatasan lain dengan klasifikasi dengan citra ini adalah keterbatasan kemampuan energi elektromagnetik dalam hal penetrasinya pada perairan. Oleh karena itu untuk keperluan interpretasi obyek bawah air seperti kali ini hanya menggunakan band 1, 2, 3, dan 4 sebagai masukan dalam proses penyusunan komposit citra. Ini didasari beberapa referensi yang mengatakan bahwa band-band itulah yang mampu menembus kedalam air. Pada perairan agak jernih sampai jernih (seperti di daerah studi) band 4 dapat menembus sampai kedalaman 0,5 meter. Band 3 dapat menembus sampai kedalaman sekitar 5 meter. Band 2 lebih dalam lagi yaitu mencapai 15 meter, dan band 1 dapat mencapai 25 meter bahkan bisa di atas 30 meter. Ini berarti bahwa obyek, apapun itu, yang berada di kedalaman lebih dari 25 meter, sangat sulit diidentifikasi.

2.2.2. Karang

Metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al., 2004) digunakan untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang, biota bentik dan substrat. Di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, diamati persentasi tutupan karang hidup, biota dan substrat oleh seorang pengamat yang berenang lebih kurang selama 5 menit. Hasil pengamatan tersebut dicatat dalam lembar data (kertas tahan air).

(17)

Untuk keperluan monitoring pada tahun-tahun berikutnya, dipasang beberapa permanent transek di kedalaman lebih kurang 5 meter. Penentuan transek permanen ini diperoleh dari hasil RRI yang telah dilakukan pada hari sebelumnya. Metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi digunakan pada pengambilan data di lokasi transek permanen. Panjang garis transek 10 m dengan pengulangan 3 kali. Cara kerja LIT adalah sebagai berikut : 1) Pita/roll meter berukuran 70 meter diletakkan sejajar garis pantai oleh seorang penyelam dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. 2) Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter pada garis transek 0-10 meter, 30-40 meter dan 60-70 meter.

2.2.3. Ikan Karang

Seperti halnya karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang ditemukan pada setiap titik pengamatan.

Pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode Underwater Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 meter di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 meter dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per

transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2.

Jenis ikan yang diamati dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English, et

al., 1997), yaitu :

• Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Ikan-ikan target ini antara lain diwakili oleh suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan butana);

• Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan yang menjadi indikator kesuburan ekosistem terumbu karang. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

• Ikan-ikan major, yaitu ikan yang umum dijumpai di daerah terumbu karang selain ikan target dan indikator. Umumnya berukuran kecil (5–25 cm) dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan diwakili antara lain oleh suku Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan cina-cina), dan Blenniidae.

2.2.4. Megabenthos

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan berperan langsung di dalam ekosistem karena dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, digunakan metode “Reef

(18)

berada 1 meter di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 meter tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) =

140 m2.

Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek terdiri dari :

• Lobster (udang karang)

• ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela cabang karang Acropora spp., Pocillopora spp. atau Serriatopora spp.)

• Acanthaster planci (bintang bulu seribu) • Diadema setosum (bulu babi hitam)

• “Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil) • “Large Holothurian” (teripang ukuran besar) • “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil) • “Large Giant Clam” (kima ukuran besar) • “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil) • Trochus niloticus (lola)

• Drupella ( sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di sela-sela karang terutama karang bercabang)

• “Mushroom coral’ (karang jamur, Fungia spp.)

2.3. Analisa Data

2.3.1. Karang

Data hasil RRI dihitung persentase lifeformnya dan dianalisa secara deskriptif. Data hasil LIT dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Data yang diperoleh diproses dengan software Arcview 3.2., kemudian dieksport ke format JPEG.

2.3.2. Ikan Karang

Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Masuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan Randall (1993). Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/ha.

2.3.3. Megabenthos

Data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos yang ditemukan disajikan dalam bentuk tabel.

(19)

HASIL DAN BAHASAN

3.1. Sistem Informasi Geografi

Hasil yang diperoleh setelah pengecekan di lapangan dan perhitungan terhadap luas mangrove dan terumbu karang atas wilayah yang dipetakan disajikan dalam tabel sbb: Tabel 2. Luas mangrove dan terumbu karang di setiap wilayah studi.

Luas (km2) No. Jenis tutupan

Wanci Karang Kapota Kaledupa Tomia + Lintea 1 Terumbu karang • Fringing reef 72.67 56.65 117.22 86.59 • Patch reef 0.45 3.87 - 0.07 • Shoal 7.99 41.73 - - 2 Lagoon - - 0.29 16.54 3 Pasir - - - - 4 Mangrove - - 7.5 -

Dari Tabel 2 diatas terlihat bahwa terumbu karang yang terluas dijumpai di pulau

Kaledupa, yaitu 117,22 km2 diikuti oleh Karang Kapota (102,25 km2), pulau Tomia

(86,66 km2) dan pulau Wangi-wangi (81,11 km2). Dari keempat wilayah penelitian,

vegetasi mangrove hanya dijumpai di pulau Kaledupa, yaitu seluas 7,5 km2.

3.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Terumbu karang di Wakatobi bertipe karang tepi (fringing reef), karang gosong, patch reef dan atol. Rataan terumbu mempunyai lebar yang bervariasi antara 50-1,5 km untuk terumbu karang tepi. Tubir hampir semuanya dengan reef slope yang curam. Karang yang tumbuh di rataan terumbu umumnya didominansi oleh Montipora digitata,

Porites cylindrica dan Goniastrea rectiformis. Lereng terumbu atas umumnya

didominasi oleh Acropora spp dan lereng terumbu tengah pada kedalaman sekitar 20 meter didominasi oleh karang Acropora hyacinthus, Echinopora spp. Karang yang hidup di Wakatobi mencapai kedalaman lebih dari 40 meter.

Gambaran umum kondisi terumbu karang di masing-masing lokasi penelitian diuraikan dan dirangkum dalam Tabel 3. dan diuraikan sebagai berikut :

(20)

Tabel 3. Gambaran Umum Terumbu Karang di perairan Kabupaten Wakatobi

P. Wangi-wangi P. Kaledupa P. Tomia Karang Kapota Rataan Terumbu Landai, lebar Landai, lebar;

200m - 6km Landai, lebar; 1,30m - 1,2km Landai, lebar Kemiringan lereng terumbu 60-70 o 70-80 o 70-80 o 70-80 o Pertumbuhan karang sampai dengan 1-2m s/d 40m 2-4 m s/d 30 m s/d 50 m s/d 40 Algae Eucheuma Sargassum, Turbinaria, Eucheuma Halimeda Turbinaria, Sargassum Tumbuhan Thallasodendron ciliatum; 50% Thallasia heprichii, Enhalus acroides; 60% T. ciliatum; 60% T. ciliatum Pulau Wangi-wangi

Pulau Wangi-wangi merupakan pulau terbesar diantara pulau yang ada di Kabupaten

Kepulauan Wakatobi. Mempunyai luas 156,5 km2, berbentuk memanjang kearah barat

laut dengan lebar sekitar 14,63 km dan panjang 16,09 km. Di rataan Pulau Wangiwangi itu sendiri terdiri dari beberapa pulau antara lain Pulau Kapota, Pulau Kamponaone dan Pulau Suma. Rataan terumbu cenderung melebar kearah timur dan selatan dengan panjang sekitar 250 m – 1,5 km

Pantai Pulau Wangi-wangi mempunyai kenampakan yang hampir sama dengan pulau-pulau yang ada disekitarnya yaitu rataan terumbu umumnya sebagian besar landai dengan rataan terumbu yang lebar. Rataan terumbu ditumbuhi oleh Thallasodendron

ciliatum yang hampir merata, menutupi dasar perairan sebesar 50%. Beberapa jenis

algae yang cukup melimpah diantaranya Eucheuma yang telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Di antara tumbuhan lamun banyak dijumpai bintang laut jenis

Protoreaster nodosus dan Choriaster granulatus dari Family Oreasteridae.

Pertumbuhan karang dimulai pada kedalaman 1-2 meter yang berupa koloni-koloni kecil dengan keanekaragaman yang rendah. Pada rataan terumbu reef flat yang mendatar didominasi oleh Montipora digitata, Porites cylindrica dan Goniastrea

retiformis

Di daerah tubir karang cukup bervariasi jenisnya seperti Acropora spp, Montipora spp,

Porites spp, dan Stylophora pistillata. Lereng terumbu mempunyai kemiringan antara

60-70o dengan pertumbuhan karang hidup yang tidak begitu rapat (patches) sampai

kedalaman 40 meter. Karang yang tumbuh hanya didominasi oleh Acropora

hyacinthus, Echinopora mammiformis, Porites cylindrica dan beberapa Favia spp.

Pertumbuhan biota lainnya yang cukup menonjol adalah sponge dan soft coral (karang lunak) dari jenis Sinularia sp. dan Dendronephthya sp. Dendronephthya sp dijumpai dengan pertumbuhan yang sangat khas serta warna yang bervariasi, mulai dari putih, ungu sampai merah jingga. Pertumbuhan sponge mempunyai variasi dalam bentuk,

(21)

Sementara itu, Gorgonian banyak tumbuh dan mendominasi pada kedalaman lebih dari 30 meter dan makin kedalam densitas pertumbuhannya semakin tinggi.

Pulau Kaledupa

Luas Pulau Kaledupa adalah 64,8 km2. Pulau ini dikelilingi oleh rataan terumbu yang di

dalamnya terdapat beberapa pulau antara lain Pulau Kaledupa, dan Pulau Hoga. Mempunyai panjang lebih kurang 22,92 km dan lebar 7,31 km, dengan rataan terumbu agak landai sampai kedalaman 5 meter dan melebar kearah timur dan utara. Di sebelah selatan perairan Pulau Hoga telah ditetapkan masyarakat sebagai daerah perlindungan (no fishing zone).

Pantai Pulau Kaledupa mempunyai kenampakan yang hampir sama dengan pulau-pulau yang ada disekitarnya yaitu rataan terumbu sebagian besar landai dengan rataan terumbu yang lebar antara 200 m – 6 km. Dasar perairan berupa karang mati dan pasir lumpuran.

Pertumbuhan karang dimulai pada kedalaman 2-4 meter yang berupa koloni-koloni kecil dengan keanekaragaman yang tinggi. Pada rataan terumbu didominasi oleh

Porites cylindrica, Porites nigrescens dan Acropora palifera

Mendekati tubir, pertumbuhan karang semakin banyak dan beragam, didominasi oleh pertumbuhan Acropora acuminata , A. microphthalma dan Pocillopora verrucosa. Karang tumbuh dengan baik sampai kedalaman 30 meter. Lereng terumbu agak

curam dengan kemiringan antara 70-80o dan pada beberapa lereng terumbu terlihat

adanya parit-parit (grove/spur) yang tegak lurus dengan pantai. Hal ini menandakan bahwa energi gelombang di daerah tersebut cukup tinggi.

Pada kedalaman lebih dari 30 meter pertumbuhan karang mulai jarang, berupa patches-patches dan umumnya didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan masive dan encrusting. Tetapi di lokasi ini masih didapatkan jenis karang yang jarang dijumpai di daerah lain seperti marga Blastomussa dan Catalaphyllia. Komunitas karang sangat majemuk dan didominasi oleh jenis karang dari family Faviidae, Agariciidae, Caryophylliidae dan Mussidae. Rugositas cukup tinggi dengan kecerahan air berkisar antara 15-25 meter. Pertumbuhan soft coral (karang lunak) mendominasi pada kedalaman 3-10 meter yang umumnya dari marga Lobophytum dan Sinularia dengan ukuran koloni relatif besar, terutama pada tempat-tempat karang mati .

Pulau Tomia

Pulau Tomia mempunyai luas 52,4 km2, berbentuk memanjang kearah timur barat

dengan lebar pulau sekitar 7,80 km dan panjang 13,17 km. Merupakan pulau yang

relatif besar, terdiri dari Pulau Tomia dan Pulau Lintea. Rataan terumbu agak landai

sampai kedalaman 3 meter dan melebar kearah timur dan selatan.

Pantai di Pulau Tomia mempunyai kenampakan yang hampir sama dengan pulau-pulau yang ada disekitarnya yaitu rataan terumbu landai dengan lebar rataan terumbu antara 1,30 m – 1,2 km. Dasar berupa karang mati serta pasir lumpuran yang ditumbuhi lamun jenis Thallasodendron ciliatum serta diselingi oleh alga dari jenis

(22)

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI KAB. WAKATOBI 5.15 25.78 21.44 0.00 21.91 0.95 1.252.67 10.20 6.41 0.000.00 4.24

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble Sand Silt Rock TA

Gambar 4. Bentic lifeform rata-rata di 52 stasiun RRI,

Lereng terumbu agak terjal sampai kedalaman lebih dari 50 meter. Di lereng terumbu banyak dijumpai adanya parit-parit (grove/spuur) yang tegak lurus pantai. Pertumbuhan karang pada kedalaman 15 meter keatas yang umumnya didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan masive dan encrusting terutama pada tempat-tempat yang terlindung. Pada tempat yang terbuka didominasi oleh oleh pertumbuhan karang bercabang, dari kelompok Acroporidae.

Karang Kapota

Karang Kapota terletak disebelah selatan pulau Wangi-wangi dan sebelah barat Pulau Kaledupa. Karang ini mempunyai panjang lebih kurang 19,8 km dan lebar 7,2 km, dengan rataan terumbu yang melebar kearah timur dan utara. Rataan terumbu umumnya sebagian besar landai dengan dasar karang mati dan pasir sampai kedalaman 5 meter dengan lebar sekitar 200 m – 3,06 km.

Pertumbuhan karang dimulai pada kedalaman 1-4 meter yang berupa koloni-koloni kecil dengan keanekaragaman yang tinggi. Pada rataan terumbu didominasi oleh

Porites lutea, Pocillopra verrucosa, dan soft coral dari jenis Sinularia spp. dan Sarcophyton spp. Mendekati tubir, pertumbuhan karang semakin banyak dan

beragam, didominasi oleh pertumbuhan Acropora formosa, Acropora palifera, A.

brueggemanni, Porites lutea, Porites cylindrica dan Mycedium elephantotus dan Pocillopora verrucosa. Karang tumbuh dengan baik sampai kedalaman 30 meter.

Lereng terumbu curam dengan kemiringan antara 70-80o dan pada beberapa lereng

terumbu terlihat adanya goa-goa kecil. Hal ini menandakan bahwa energi gelombang di daerah tersebut cukup tinggi.

Pada kedalaman lebih dari 30 meter pertumbuhan karang mulai jarang, berupa patches-patches dan umumnya didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan submasive dan encrusting antara lain Leptoseris scabra, Pavona varians dan Tubastrea micrantha. Komunitas karang sangat bervariasi dan didominasi oleh jenis karang dari family Dendrophyllidae. Rugositas cukup tinggi dengan kecerahan air berkisar antara 15-25 meter.

3.3. Hasil Reef Resource Inventory (RRI) 3.3.1. Karang

Kondisi karang secara umum di Kabupaten Wakatobi yang di lihat berdasarkan pengamat an di 52 stasiun RRI disarikan dalam Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup rata-rata adalah sebesar 30,93%. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi termasuk dalam

(23)

Bentic lifeform berdasarkan masing-masing pulau terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup di Pulau Tomia (43,69%) lebih tinggi dari pulau Kaledupa (29,32%), pulau Wangi-wangi (26,81%) dan Karang Kapota (23,88%). (Gambar 5).

Di perairan Wakatobi, soft coral memiliki persentase tutupan relatif tinggi (21,91%), sedang kan tutupan soft coral tertinggi dijumpai di Karang Kapota (34,96%). Keberadaan soft

coral ini dapat dijadikan indikasi bahwa arus di perairan ini relatif kuat. Persentase tutupan DCA hampir sama di keempat lokasi, dengan persentasi rata-rata sebesar 21,44%, diduga hal ini menjadi salah satu petunjuk bahwa di perairan ini telah terjadi eksploitasi karang dalam waktu yang relatif lama. Hasil penelitian sosial ekonomi di desa Mola Utara, kecamatan Wangi-wangi (Hidayati & Rachmawati, 2002); di desa Sama Bahari, kecamaan Kaledupa (Nagib & Purwaningsih, 2002) serta di kelurahan Sama Bahari, kecamaan Tomia (Zaelani & Nawawi, 2002) dinyatakan bahwa degradasi terumbu karang di Kepulauan Wakatobi disebabkan oleh pengeboman, pembiusan, pengambilan karang dan pengambilan pasir. Pernyataan yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh TNC-WWF (2003).

Pulau Wangi-wangi

Hasil RRI di Pulau Wangi-wangi yang dilakukan di 16 stasiun menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hidup rata-rata adalah sebesar 26,81% yang dibentuk oleh Acropora sebesar 3,87% dan Non Acropora 22,94%. (Gambar 6 dan 7). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi karang di Pulau Wangi-wangi termasuk dalam

kategori sedang. 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pulau Wanci Karang Kapota Pulau Kaledupa Pulau Tomia Stasiun Penelitian

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble Sand Silt Rock TA

Gambar 5. Rata-rata bentic Lifeform hasil RRI di

Pulau Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia dan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI P.WANCI

3.87 22.94 24.50 0.00 22.35 0.73 0.18 4.05 9.78 4.560.000.00 7.03

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar 6. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di

(24)
(25)
(26)

Komponen bentic lain yang memberikan kontribusi relatif tinggi terhadap lifeform adalah DCA (24,50%) dan soft coral (22,35%).

Tutupan soft coral yang relatif cukup tinggi dijumpai di stasiun 2, 3, 7, 8, 9, 10, 11 dan 16, yaitu >25% dengan rata-rata tutupan sebesar 22,35% Keadaan ini memberikan indikasi bahwa arus di lokasi tersebut cukup kuat. Nilai DCA juga relatif tinggi, dengan rata-rata sebesar 24,50%. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan daerah di stasiun 1, 6, 7, 8, 13 dan 16 telah mengalami eksploitasi dalam kurun waktu yang cukup lama, ditunjukkan dengan nilai DCA >25%.

Persentase tutupan karang hidup di pulau wangi-wangi ditampilkan dalam Gambar 8. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup yang > 50% dijumpai sebelah utara pulau Wangi-wangi (stasiun 5). Delapan stasiun memiliki persentase tutupan karang hidup >25%, sedangkan 6 stasiun lainnya memiliki persentase tutupan karang hidup < 25%.

Pulau Kaledupa

Dari 15 stasiun pengamatan RRI terlihat bahwa kondisi karang di Pulau Kaledupa termasuk kedalam kategori

sedang. Persentase

tutupan karang hidup rata-rata adalah 29,32% yang dibentuk oleh Acropora 3,65% dan Non Acropora 29,32% (Gambar 9 dan 10 ). Soft coral menutupi substrat dengan persentase yang relatif besar, yaitu 16,25%. Tutupan DCA dan Rubble hampir sama, yaitu masing-masing sebesar 19,46% dan 10,37%.

Persentase tutupan karang

hidup di pulau Kaledupa ditampilkan dalam Gambar 11. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup di 11 stasiun pengamatan nilainya > 25%. Dan distribusinya hampir merata di seluruh pulau. Empat stasiun lainnya memiliki persentase tutupan < 25%.

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI. P.KALEDUPA 3.65 25.67 19.46 0.00 16.25 10.37 11.14 0.000.00 6.82 0.84 2.99 2.80

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar 9. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Pulau

(27)
(28)
(29)

Pulau Tomia

Dari 9 stasiun pengamatan RRI terlihat bahwa kondisi karang di Pulau Kaledupa termasuk kedalam kategori sedang.

Persentase tutupan karang hidup rata-rata adalah 43,69% yang dibentuk oleh Acropora 6,38% dan Non Acropora 37,32% (Gambar 12 dan 13 ). DCA menutupi

substrat dengan persentase yang relatif

besar, yaitu 20,57%. Tutupan Soft coral sebesar 14,07% dan Rubble sebesar 10,84%. Persentase tutupan karang hidup di Karang Kapota yang memiliki persentase tutupan >50% dijumpai pada 2 stasiun yang terletak di sebelah selatan Pulau Tomia. Enam stasiun memiliki persentase tutupan karang hidup >25% dan distribusinya relatif merata di sekeliling pulau. Hanya ada 1 stasiun yang memiliki persentase tutupan karang hidup <25%, yaitu stasiun 3, dengan persentase tutupan karang hidup sebesar 19,61% (Gambar 14).

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI P.TOMIA

6.38 37.32 20.57 0.00 14.07 0.76 10.84 5.43 0.000.00 2.15 1.52 0.97

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar 12. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Pulau

(30)
(31)
(32)

Karang Kapota

Dari 12 stasiun pengamatan RRI terlihat bahwa kondisi karang di Pulau Kaledupa termasuk kedalam kategori buruk.

Persentase tutupan karang hidup rata-rata adalah 23,88% yang dibentuk oleh Acropora 6,69% dan Non Acropora 17,16% (Gambar 15 dan 16). Sotf coral menutupi substrat dengan persentase yang relatif besar, yaitu 34,96%. Tutupan DCA dan Rubble memiliki nilai yang cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 21,23% dan 9,80%.

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI KARANG KAPOTA 6.69 17.19 21.23 0.00 34.96 1.48 9.80 4.51 0.32 2.85 0.00 0.00 0.97

Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar 15. Rata-rata bentic lifeform hasil RRI di Karang

(33)
(34)
(35)

Persentase tutupan karang hidup di Karang Kapota yang memiliki persentase tutupan >50% hanya dijumpai pada satu stasiun yang terletak di sebelah selatan karang Kapota. Empat stasiun yang terletak di utara dan selatan memiliki persentase tutupan >25%. Sedangkan 3 stasiun lainnya memiliki persentase tutupan karang hidup <25% (Gambar 17).

3.3.2. Ikan Karang

Pulau Wangi-wangi

Dari 3 kelompok ikan yang diamati, jumlah dan jenis ikan major paling banyak dijumpai, yaitu 101 jenis dan 8403 individu. Selanjutnya ikan target dijumpai 84 jenis dan 2797 individu, sedangkan ikan indikator sebanyak 23 jenis dan 445 individu. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 19 : 6 : 1. (Gambar 18)

Kehadiran jenis-jenis ikan di setiap stasiun pengamatan bervariasi baik frekuensi kehadiran, jumlah maupun jenisnya. Chaetodon kleini dan

Hemitaurichthys polylepis dari kelompok ikan indikator dijumpai hampir

disemua stasiun pengamatan. Sementara itu dari kelompok ikan major yang dijumpai dalam jumlah yang relatif banyak adalah ikan pakol atau pogo biru jenis Odonus niger (1569 individu) dari suku Balistidae, ikan betok laut jenis

Chromis weberi (1095 individu) dari suku Pomacentridae dan ikan nona manis

jenis Pseudanthias squamipinnis (1045 individu) dari suku Serranidae. Kelompok ikan target yang dijumpai dengan jumlah yang relatif banyak adalah ikan ekor kuning jenis Caesio caerulaureus (785 individu), Caesio tile (450 individu) keduanya dari suku Caesionidae serta Naso brevirostris (214 individu) dari suku Acanthuridae.

Jenis ikan target lainnya yang dijumpai adalah ikan kakak tua jenis

Bolbometapon muricatus dari suku Scaridae sebanyak 3 ekor dengan ukuran

besar dan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus). Kedua jenis ikan tersebut beratnya diperkirakan lebih kurang 10 kg per ekor.

Pulau Kaledupa

Pengamatan ikan karang di perairan pulau Kaledupa memperlihatkan bahwa jumlah dan jenis kelompok ikan major paling banyak dijumpai, yaitu 104 jenis dan 3390 individu. Selanjutnya ikan target dijumpai 82 jenis dan 2253 individu, sedangkan ikan indikator sebanyak 25 jenis dan 324 individu. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 10 : 7 : 1. (Gambar 19) Jumlah jenis ikan yang dijumpai di setiap stasiun pengamatan bervariasi.

Abudefduf sexfaciatus (375 individu), A vaigiensis (255 individu) dan Chromis weberi (235 individu), ketiganya dari kelompok ikan major dijumpai lebih

banyak dari jenis lainnya pada kelompok yang sama. Dari kelompok ikan target, jenis ikan yang dijumpai dalam jumlah yang relatif banyak adalah

Caesio caerulaureus (478 individu) dan Naso brevirostris (249 individu).

Sedangkan kelompok ikan indikator yang paling banyak adalah jenis

(36)
(37)
(38)

Pulau Tomia

Dari 3 kelompok ikan yang diamati, jumlah dan jenis ikan major paling banyak dijumpai, yaitu 111 jenis dan 3004 individu. Selanjutnya ikan target dijumpai 84 jenis dan 1377 individu, sedangkan ikan indikator sebanyak 26 jenis dan 252 individu. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 12 : 5 : 1. (Gambar 20)

Frekuensi kehadiran jenis-jenis ikan dari ketiga kelompok ikan berbeda. Kelompok ikan major, jenis Odonus niger dijumpai hampir disemua stasiun pengamatan dalam jumlah yang relatif banyak sedangkan kelompok ikan target dan indikator di setiap stasiun pengamatan relatif sama. Artinya, ketiga kelompok ikan tersebut selalu dijumpai di setiap stasiun walaupun jumlah jenis dan jumlah individu berbeda.

Ikan kakap jenis Lutjanus fulfus dari kelompok ikan target dan Chaetodon

kleini, C trifasciatus dan C baronessa dari kelompok ikan indikator dijumpai

hampir di semua stasiun pengamatan.

Karang Kapota

Pengamatan ikan karang di perairan Karang Kapota dengan metode RRI menunjukka bahwa kelompok ikan major dijumpai paling banyak baik dari jumlah jenis maupun jumlah individunya, yaitu 82 jenis dan 3345 individu. Selanjutnya ikan target dijumpai 76 jenis dan 1629 individu, sedangkan ikan indikator sebanyak 19 jenis dan 630 individu. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 5 : 3 : 1. (Gambar 21)

Frekuensi kehadiran ketiga kelompok ikan major, target dan indikator di setiap stasiun pengamatan relatif sama. Artinya, ketiga kelompok ikan tersebut selalu dijumpai di setiap stasiun walaupun jumlah jenis dan jumlah individu berbeda. Salah satu kelompok ikan target yang dijumpai dalam jumlah yang relatif banyak adalah ikan kakap (Lutjanus fulvus), jumlahnya mencapai >100 individu.

(39)
(40)
(41)

3.4. Hasil Line Intercept Transect (LIT) 3.4.1. Karang

Transek garis (LIT) dilakukan di lokasi-lokasi yang mewakili Pulau Wangiwangi, Karang Kapota, Pulau Kaledupa dan Pulau Tomia sebanyak 15 titik. Apabila dilihat secara keseluruhan, maka kondisi terumbu karang di wilayah penelitian kondisi karang di lokasi-lokasi transek secara keseluruhan dapat dimasukkan kedalam

kategori sedang.

Persentase tutupan karang hidup berdasarkan LIT di 15 titik berkisar antara 36,51 – 52,86 % dengan rata-rata

persentase tutupan karang hidup sebesar 45,51% (Gambar 22). Komponen Acropora hanya sebesar 5,31%, sedangkan Non Acropora sebesar 40,20%. Bentik lifeform yang memberikan kontribusi cukup berarti adalah soft coral (17%).

Bentik lifeform dari keempat lokasi tersebut memperlihatkan bahwa persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di Pulau Wangiwangi (52,86%), diikuti dengan P. Tomia, P. Kaledupa dan Karang Kapota dengan nilai masing-masing sebesar 47,91%, 44,78% dan 36,51%. DCA (16,17%) dan soft coral (33,17%) di karang Kapota lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga lokasi lainnya. Sementara komponen other biota tertinggi dijumpai di P. Wangi-wangi (20,57%) (Gambar 23)

Pengamatan kondisi terumbu karang di 4 wilayah penelitian diuraikan sebagai berikut:

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI KAB. WAKATOBI 5.31 40.20 11.26 0.00 17.00 3.462.42 7.62 10.20 0.00 0.08 0.73 1.72

Acropora Non- Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar 22. Rata-rata bentic lifeform di 15 stasiun LIT,

Kabupaten Wakatobi 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Karang Kapota Pulau Wanci Pulau Kaledupa Pulau Tomia

Stasiun Penelitian

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG PER STASIUN

Acropora Non- Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaw eed Other Biota

Rubble Sand Silt Rock

TA

Gambar.23. Rata-rata bentic lifeform di Pulau

Wangi Wangi, Kaledupa, Tomia dan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi

(42)

Pulau Wangi-wangi

Kondisi perairan yang relatif bersih dan pola arus yang baik, membuat persentase tutupan karang hidup di daerah ini baik. Dan hampir semua pantai berupa karang mati yang terangkat karena proses geologi. Pantai sempit dilanjutkan dengan rataan terumbu yang tidak begitu lebar dengan dasar perairan karang mati dan pasir lumpuran yang ditumbuhi oleh lamun dari jenis Enhalus acoroides dan

Thallasia hemprichii. Pertumbuhan karang di rataan terumbu berupa

gerombol-gerombol kecil (patches), terdiri dari karang sub-masif dari jenis Porites cylindrica.

Lereng terumbu agak curam dengan sudut kemiringan antara 65o-75o,

pertumbuhan karang hanya sampai kedalaman 30 meter.

Persentase tutupan karang di perairan Pulau Wangiwangi cukup baik, berkisar antara 41,10 – 68,47% dengan persentase tutupan rata-rata adalah sebesar 52,86%. Sedikit sekali jenis karang

Acropora di temukan di lokasi

transek dengan persentase tutupan sebesar 1,43%. Persentase tutupan karang non-Acropora sebesar 51,42%. Walaupun sedikit sekali kelompok Acropora ditemukan di lokasi transek,

kondisi karangnya

dikategorikan cukup baik. Biota lain seperti spong tutupannya sebesar 3,71%,

sedangkan DCA dicatat sebesar 8,43%. Kategori Other fauna persentase tutupannya dilokasi ini sebesar 20,57% (Gambar 24). Jenis karang yang dominan ialah Porites cylindrica.

Jika dikategorikan maka terumbu karang di perairan ini termasuk dalam

kategori baik. (Gambar 25)

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI P.WANCI

1.43 51.42 3.71 3.16 20.57 6.29 0.70 0.26 0.00 0.00 0.00 4.03 8.43

Acropora Non- Acropora DCA

DC Soft Coral Sponge

Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble

Sand Silt Rock

TA

Gambar 24. Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di

(43)
(44)

Pulau Kaledupa

Lokasi pengamatan berdekatan dengan daerah

pemukiman. Pesisir pantai banyak ditumbuhi semak belukar dan diselingi pohon kelapa serta mangrove. Rataan terumbu cukup luas dilanjutkan dengan lereng terumbu yang tidak begitu curam. Pertumbuhan karang hanya sampai kedalaman 25 meter. Kondisi karang kurang baik,

rata-rata persentase tutupan karang hidup adalah 44,78 % yang terdiri dari Acropora dan

Non-Acropora terutama dari

bentuk pertumbuhan sub-masif dan masif. Pertumbuhan softcoral mendominasi perairan ini, dan terdiri dari jenis Sinularia sp. dan Sarcophyton sp., dengan persentase tutupannya sebesar 16,18%. Persentase tutupan karang mati yang sudah dutumbuhi alga (DCA) 10,46%, sedangkan biota bentik lainnya seperti spong sebesar 3,48%. Kategori abiotik yaitu pasir sebesar 1,91 %. (Gambar 26) Persentase tutupan karang di perairan Pulau Kaledupa kurang baik, berkisar antara 31,80 – 51,23% dengan persentase tutupan rata-rata adalah sebesar 44,78%. Jika dikategorikan maka terumbu karang di perairan ini termasuk dalam kategori sedang. (Gambar 27)

Pulau Tomia

Lokasi pengamatan terdapat di sebelah tenggara Pulau Kaledupa, tepatnya di ujung tenggara Pulau Lentea. Pantai tidak begitu lebar dilanjutkan dengan rataan terumbu yang sempit. Lereng terumbu agak curam, pertumbuhan karang sampai pada kedalaman 25 meter dan pada kedalaman selanjutnya dasar perairan terdiri dari hamparan pasir.

Kategori biota bentik lain sangat kecil, terdiri dari spong dengan persentase tutupan 4,48%, dan alga 4,88 %.

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI P. KALEDUPA 4.19 40.59 10.46 0.00 16.18 3.48 0.74 4.781.91 13.15 4.20 0.33 0.00

Acropora Non- Acropora DCA

DC Soft Coral Sponge

Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble

Sand Silt Rock

TA

Gambar 26. . Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di Pulau

Kaledupa, Kabupaten Wakatobi

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI P.TOMIA 4.36 43.55 9.47 0.00 14.62 4.48 2.46 14.63 4.88 0.74 0.82 0.00 0.00

Acropora Non- Acropora DCA

DC Soft Coral Sponge

Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble

Sand Silt Rock

TA

Gambar 28. . Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di

(45)
(46)

Pertumbuhan softcoral mendominasi perairan ini, dan terdiri dari jenis Sinularia sp. dan Sarcophyton sp., dengan persentase tutupannya sebesar 14,62%. Kategori abiotik tutupannya sedikit sekali terdiri dari pasir sebesar 0,74%. Karang batu didominasi oleh kelompok Porites spp. Favia spp, Diploastrea

heliopora dan Acropora spp.

Persentase tutupan karang hidup di perairan Pulau Tomia cukup baik, berkisar antara 33,40 – 77,23% dengan persentase tutupan rata-rata adalah sebesar 47,91%. Jika dikategorikan maka terumbu karang di perairan ini termasuk dalam

kategori sedang. (Gambar 29)

Karang Kapota

Lokasi pengamatan terletak di sebelah selatan Pulau Wangi-wangi dan sebelah barat Pulau Kaledupa. Kondisi rataan terumbu dan lereng terumbu tidak berbeda jauh dengan di Pulau Kaledupa. Pertumbuhan karang hanya sampai kedalaman 20 meter. Persentase rata-rata tutupan karang hidup 36,51%, terdiri dari persentase tutupan

Acropora 11,28 % dan merupakan nilai tertinggi yang dicatat di perairan WAKATOBI, sedangkan persentase tutupan

non-Acropora 25,23 %. Kondisi

karang dilokasi ini dikategorikan cukup baik walaupun persentase tutupannya lebih rendah dari di lokasi sebelumnya. Hal ini ditunjang dengan adanya kelompok Acropora yang persentasenya cukup baik untuk kondisi perairan seperti ini. Kategori biota bentik lain yang cukup baik ialah softcoral dengan persentase tutupan 33,17 %. Kategori lain termasuk abiotik tutupannya sangat sedikit dan tidak menunjukan nilai yang berarti.

Persentase tutupan karang di perairan Karang Kapota cukup baik, berkisar antara 15,97 – 59,57% dengan persentase tutupan rata-rata adalah sebesar 36,51%. Jika dikategorikan maka terumbu karang di perairan ini termasuk dalam kategori sedang (Gambar 31).

TUTUPAN RATA-RATA KELOMPOK BENTIK TERUMBU KARANG DI KARANG KAPOTA 11.28 25.23 16.70 0.00 33.17 0.57 2.18 0.90 0.00 0.00 3.26 0.00 6.73

Acropora Non- Acropora DCA

DC Soft Coral Sponge

Fleshy Seaw eed Other Biota Rubble

Sand Silt Rock

TA

Gambar 30. . Rata-rata bentic lifeform hasil LIT di

(47)
(48)
(49)

3.4.2. Ikan Karang

Jumlah keseluruhan jenis ikan karang yang tercatat di 15 stasiun LIT dan 52 stasiun RRI di perairan Kabupaten Wakatobi adalah 332 jenis yang termasuk dalam 37 suku. Akan tetapi jumlah jenis ikan yang diamati di 15 stasiun LIT saja adalah 319 jenis yang terdiri dari kelompok ikan major (182 jenis), kelompok ikan target (105 jenis) dan kelompok ikan indikator (32 jenis) atau dengan perbandingan 6 : 3 : 1. Hal ini berarti, jika dijumpai 1 ekor ikan indikator, maka akan dijumpai pula 3 ekor ikan target dan 6 ekor ikan major. Nilai kelimpahan ikan karang di keempat wilayah penelitian adalah sebesar

14.982 individu per 350m2. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki

kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Sepuluh jenis ikan karang yang mempunyai Kelimpahan tertinggi di perairan Kabupaten Buton.

No. J e n i s Family Kategori Kelimpahan

(per 350 m2)

1 Odonus niger Balistidae Major 8596

2 Caesio caerulaureus Caesionidae Target 3720

3 Chromis ternatensis Pomacentridae Major 3535

4 Naso brevirostris Acanthuridae Target 3434

5 Chromis weberi Pomacentridae Major 2830

6 Pseudanthias huchtii Serranidae Major 2513

7 Caesio tile Caesionidae Target 1850

8 Pseudanthias squamipinnis Serranidae Major 1535

9 Abudefduf sexfasciatus Pomacentridae Major 1515

10 Caesio lunaris Caesionidae Target 1295

Dari tabel tersebut terlihat bahwa Odonus niger dijumpai dalam jumlah paling banyak. Hal ini desebabkan oleh karakteristik ikan tersebut. Ikan ini biasa hidup berkelompok (schooling) dalam jumlah besar. Selain itu O niger menyukai perairan yang berarus serta hidup di daerah tubir dengan tipe drop

off. Seperti diketahui bahwa tipe tubir di perairan Kabupaten Wakatobi adalah drop off. Keadaan ini sama dengan pengamatan yang dilakukan di perairan

Kabupaten Buton, dimana Odonus niger dijumpai dalam jumlah paling banyak. Selanjutnya Caesio caerulaureus dijumpai kedua terbanyak selama pengamatan. Keberadaan ikan ini juga berhubungan dengan ketersediaan makanan (plankton). Pada daerah tubir terjadi pertemuan arus antara perairan yang dangkal dengan perairan yang lebih dalam sehingga makanan relatif berlimpah di tempat ini. Diketahui pula bahwa C caerulaureus umumnya hidup berkelompok (schooling).

Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen ditempati oleh kelompok ikan ekor kuning dari jenis

Caesio caerulaureus sebanyak 3720 individu dan ikan butana Naso brevirostris

(50)

Tabel 5. Kelimpahan jenis ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di perairan Kabupaten Wakatobi

No SUKU Jumlah 1 POMACENTRIDAE 35870 2 BALISTIDAE 17453 3 CAESIONIDAE 12045 4 SERRANIDAE 9010 5 ACANTHURIDAE 8854 6 CHAETODONTIDAE 2390 7 LABRIDAE 1724 8 APOGONIDAE 1111 9 LUTJANIDAE 1037 10 SCARIDAE 776 11 LETHRINIDAE 501 12 MULLIDAE 450 13 POMACANTHIDAE 444 14 HOLOCENTRIDAE 418 15 SIGANIDAE 412 16 SCOMBRIDAE 300 17 SCOLOPSIDAE 297 18 PSEUDOCHROMIDAE 257 19 ZANCLIDAE 148 20 MONACANTHIDAE 132 21 HAEMULIDAE 98 22 PLATACIDAE 94 23 TETRAODONTIDAE 69 24 MICRODESMIDAE 50 25 CIRRHITHIDAE 38 26 NEMIPTERIDAE 24 27 MYLIOBATIDAE 24 28 BLENIIDAE 24 29 KYPHOSIDAE 22 30 PENGUIPEDIDAE 20 31 AULOSTOMIDAE 19 32 FISTURAIDAE 18 33 DASYATIDAE 18 34 SCORPAENIDAE 12 35 MALACANTHIDAE 10 36 PRIACANTHIDAE 8 37 OSTRACIIDAE 6

(51)

Hasil pengamatan ikan karang dengan metode LIT di masing-masing lokasi penelitian diuraikan sebagai berikut :

Pulau Wangi-wangi

Di perairan pulau Wangi-wangi kehadiran kelompok ikan major tercatat 14.210 individu dari 143 jenis, kelompok ikan target 1370 individu dari 92 jenis dan kelompok ikan indikator sebanyak 333 individu dari 26 jenis. Perbandingan antara masing-masing kelompok adalah 42 : 4 : 1. Dari kelompok ikan indikator kehadiran terbanyak dijumpai pada jenis

Hemitaurichthys polypelis dan Chaetodon kleini, masing-masing 155 individu

dan 125 individu.

Di perairan ini juga dijumpai 12 ekor ikan pari burung jenis Aetobatus narinari dari suku Myliobatidae dengan taksiran berat mencapai 10 kg per ekor.

Pulau Kaledupa

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok ikan major yang tercatat adalah sebanyak 6.527 individu dari 154 jenis, kelompok ikan target 4.604 individu dari 100 jenis dan kelompok ikan indikator sebanyak 224 individu dari 28 jenis. Perbandingan antara masing-masing kelompok adalah 29 : 20 : 1. Jumlah individu yang paling banyak dari kelompok ikan major adalah jenis

Chromis ternatensis sebanyak 1400 individu, kemudian jenis Odonis niger

sebanyak 1116 individu dan Chromis weberi sebanyak 410 individu. Dari kelompok ikan target, jumlah individu terbanyak dijumpai pada jenis Caesio

caerulaureus (1270 individu), Caesio lunaris (805 individu) dan Caesio tile

(590 individu).

Pulau Tomia

Kehadiran kelompok ikan major tercatat 6404 individu dari 143 jenis, kelompok ikan target 2616 individu dari 93 jenis dan kelompok ikan indikator sebanyak 463 individu dari 29 jenis. Perbandingan antara masing-masing kelompok adalah 13 : 5 : 1. Dari kelompok ikan major 3 jenis terbanyak yang tercatat adalah Chromis weberi (840 individu), Chromis ternatensis (615 individu) dan Odonus niger (575 individu). Sedangkan dari kelompok ikan target jumlah individu terbanyak dijumpai pada jenis Caesio caerulaureus (1100 individu), Caesio lunaris (350 individu) dan Caesio tile (200 individu).

Karang Kapota

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok ikan major yang tercatat adalah sebanyak 11843 individu dari 159 jenis, kelompok ikan target 6392 individu dari 100 jenis dan kelompok ikan indikator sebanyak 567 individu dari 32 jenis. Perbandingan antara masing-masing kelompok adalah 20 : 11 : 1. Artinya, apabila dijumpai 1 ikan indikator akan dijumpai 11 ikan target dan 20 ikan major.

Jumlah individu yang paling banyak dijumpai dari kelompok ikan indikator adalah ikan kepe belanda Hemitaurichthys polypelis (78 individu), Chaetodon

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

3.4.3. Megabenthos

Pencatatan biota megabentos dilakukan bersamaan dengan transek LIT,

dengan bidang pengamatan 2 x 70 m2, seluas 140 m2. Hasil pencacahan biota

disajikan dalam Tabel 5 .

Kelimpahan megabentos didominasi oleh 2 kelompok biota yaitu “mushroom coral” yaitu karang jamur yang terdiri dari Fungia spp. dan Drupella sp Kelimpahan tertinggi untuk kedua kelompok ini dicatat di Pulau Kaledupa dan Pulau Tomia. Karang jamur yang tercatat di Pulau Kaledupa adalah 43 ekor

sementara di lokasi lain jumlahnya bervariasi antara 1 – 39 ekor/140m2. Untuk

Drupella sp. Yang tercatat di Pulau Tomia adalah 27 individu per 140 m2, di

lokasi lain jumlahnya antara 5-25 ekor/140m2.

Dari tabel 5 dan Gambar 36, 37, 38 dan 39 terlihat bahwa Fungia spp dan

Drupella sp tersebar di semua stasiun pengamatan dengan pola yang sama.

Artinya di masing-masing stasiun LIT, Fungia spp merupakan megabentos yang paling dominan, kemudian diikuti oleh Drupella sp. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa kondisi habitat antara keempat wilayah penelitian hampir sama, seperti yang telah diuraikan pada sub bab 3.2 tentang gambaran umum lokasi penelitian.

Biota lain seperti Acanthaster plancii, Diadema setosum, Holothuria spp,

Tridacna spp dan Trochus niloticus ditemukan hampir diseluruh lokasi

pengamatan, namun dalam jumlah yang relatif kecil. Kehadiran megabentos yang bernilai ekonomis seperti Holothuria spp, Tridacna spp dan Trochus

niloticus dalam jumlah yang sedikit dapat memberikan gambaran bahwa

eksploitasi biota tersebut di wilayah ini relatif tinggi.

Tabel 5. Kelimpahan megabentos di perairan Kabupaten Wakatobi (jumlah individu per

140m2) P. Wangi-wangi P. Kaledupa Megabenthos 1 2 3 1 2 3 4 Acanthaster 0 2 1 0 0 3 0 CMR 25 11 8 43 13 28 23 Diadema setosum 17 3 0 0 0 7 0 Drupella 5 0 13 0 17 23 0 Small Giant Clam 5 0 4 0 6 1 3 Large Holothurian 0 1 0 1 1 0 0 Lobster 1 1 0 0 1 0 1

Trochus niloticus 3 0 2 1 0 2 0

P. Tomia Karang Kapota

Megabenthos 1 2 3 4 1 2 3 4 Acanthaster 2 0 0 0 0 0 0 0 CMR 18 32 4 1 9 39 6 20 Diadema setosum 0 0 0 0 16 12 3 8 Drupella 11 0 27 0 25 0 12 15 Small Giant Clam 2 2 1 0 7 1 3 4 Large Holothurian 1 0 1 0 1 1 0 0 Lobster 0 1 0 2 0 2 0 1

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

KESIMPULAN

Dari hasil studi yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : • Luas rataan terumbu karang di empat wilayahpenelitian di Kabupaten

Wakatobi adalah 387,24 Km2, sedangkan luasan mangrove 7,5 Km2

• Secara keseluruhan sebaran terumbu karang hasil RRI dan LIT menunjukan kondisi yang berbeda pada masing-masing wilayah perairan, yaitu sedang dan baik,

• Kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi yang diamati di 52 stasiun RRI termasuk dalam kategori sedang dengan persentase tutupan karang hidup rata-rata sebesar 30,93%.

• Persentase tutupan karang hidup dari 15 stasiun pengamatan LIT berkisar

antara 36,51 – 52,86 % dengan tutupan rata-rata 45,51% termasuk dalam

kategori sedang

• Di perairan Kabupaten Wakatobi dijumpai 332 jenis ikan yang tergolong kedalam 37 famili. Komposisi jenis ikan major, target dan indikator adalah 6 : 3 : 1.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Cox, G.W. 1967. Laboratory manual of General Ecology. M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota.

Hidayati, Deny dan Laksmi Rahmawati. 2002. Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia. Studi kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Utara In Seri Penelitian COREMAP-LIPI No 1. Deny Hidayati (ed). COREMAP-LIPI. 119 p

English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p.

Heemstra, P.C and Randall, J.E., 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephelidae).

Kuiter, R. H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia.

Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p.

Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17.

Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press.

Nagib, Laila dan Purwaningsih, Sri Sunarti. 2002. Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia. Studi kasus : Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Utara In Seri Penelitian COREMAP-LIPI No 2. Laila Nagib (ed). COREMAP-LIPI. 2002. 121 p.

Randall, J.E and Heemstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species.

TNC-WWF. 2003. Rapid Ecological Assessment Wakatobi National Park. Pet-Soede & Mark Edman (Eds.). 187 p.

Zaelani, Andy Ahmad dan Nawawi. 2002. Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia. Studi kasus :Kelurahan Bahari, Kecamatan Tomia, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Utara In Seri Penelitian COOREMAP-LIPI No 4. Andy Ahmad Zaelani & Nawawi (eds). COREMAP-LIPI. 2002. 87 p.

Gambar

Tabel 2. Luas mangrove dan terumbu karang di setiap wilayah studi.
Tabel 3. Gambaran Umum Terumbu Karang di perairan Kabupaten Wakatobi
Gambar 5. Rata-rata bentic Lifeform hasil RRI di  Pulau Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia dan  Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi
Gambar 7. Kondisi bentic lifeform hasil RRI di perairan P. Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data-data tambahan maupun keterbukaan informasi terbatas yang diperoleh oleh Perseroan baik dalam hal (i) keuangan (model proyeksi keuangan dari HR (financial

 Penetapan Status Keadaan Siaga Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan berlangsung sejak ditetapkannya keputusan ini tanggal

Berapa harga kotoran sapi perkilogram jika dijual ke pasar sebelum adanya pengolahan

Penggunaan gedung dan material adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi kebutuhan akan bahan mentah yang baru, sehingga

yang dimiliki oleh partisipan sebagai orang yang merawat pasien di rumah. ataupun di

Mengacu pada hasil penelitian ternyata ada pengaruh hubungan antara kondisi sosial ekonomi keluarga yang meliputi pendapatan, pendidikan, jenis pekerjaan dan ukuran keluarga

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa dari hasil validasi media pembelajaran interaktif grading pola dasar I diperoleh hasil se- bagai berikut: format

Hasil kajian menunjukkan ciri anatomi ekologi tertentu yang hadir pada spesies hutan paya bakau seperti kehadiran lapisan kutikel tebal pada permukaan epidermis adaksial dan