KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI FITOPLANKTON DI WADUK PENJALIN KABUPATEN BREBES
Oleh : Akbar Sandi Wijaya1
akbar_sw87@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Waduk Penjalin pada bulan Juli-September 2012. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelimpahan dan komposisi fitoplankton di waduk Penjalin. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan pengambilan data primer dan sekunder. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali setiap minggu pada 7 stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 67 genera dari 4 divisio yaitu Chlorophyta (38 genera), Chrysophyta (15 genera), Cyanophyta (13 genera), dan Pyrrophyta (1 genus). Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 2.380-3.355 ind/L. Nilai koefisien saprobik Waduk Penjalin tergolong dalam mesosaprobik dan β-meso/Oligosaprobik yang berarti tercemar ringan. Sebagai usaha untuk menjaga kondisi perairan waduk Penjalin disarankan perlunya penanganan dan upaya manajemen bagi masyarakat sekitar tentang pemanfaatan dan pelestarian perairan waduk Penjalin bagi kehidupan manusia.
Kata kunci : Fitoplankton, Waduk Penjalin, Kualitas Air ABSTRACT
The research was conducted in Penjalin reservior in July until September 2012. The goal is to determine phytoplankton abundance and composition in Penjalin reservoir. The method used is survey method with primary and secondary data collection. Sampling was performed in 10 times a week at 7 stations. The results showed that found 67 genera of 4 divisio namely Chlorophyta (38 genera), Chrysophyta (15 genera), Cyanophyta (13 genera), and Pyrrophyta (1 genus). Phytoplankton abundance ranged between 2.380-3.355 ind/L. Sapobrik index shows the phase in β-mesosaprobik dan β-meso/Oligosaprobik which means light polluted. In an effort to maintain the condition of Penjalin reservoir suggest needed for handling and management efforts for the community about the use and preservation of Penjalin reservoir for human life.
Key words : Phytoplankton, Reservoir Penjalin, Water Quality
1 Dosen Pada Program Studi PSD Perikanan Fakultas Pertanian
PENDAHULUAN
Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam suatu perairan, selain sebagai dasar dari rantai pakan (primary producer) juga merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan (Yuliana, 2007). Struktur komunitas fitoplankton merupakan susunan individu dari beberapa jenis atau spesies fitoplankton yang terorganisir membentuk komunitas yang dapat dipelajari dengan mengetahui satu atau dua aspek tentang komunitas bersangkutan seperti indeks diversitas jenis dan kelimpahan (Odum, 1971). Menurut Moura et al. (2007), struktur komunitas fitoplankton yang meliputi kelimpahan, kekayaan jenis, dan distribusi fitoplankton pada suatu perairan umumnya berhubungan dengan kondisi lingkungan perairan fitoplankton tersebut berada yang salah satunya adalah lingkungan perairan waduk.
Menurut Sarnita (1986), pengelolaan perairan waduk sebagai salah satu sumberdaya alam, diarahkan untuk menjaga keserasian antara kegiatan-kegiatan manusia dan pembinaan mutu lingkungan. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuhnya tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak. Waduk Penjalin merupakan waduk di Kabupaten Brebes bagian selatan yang memiliki luas 1,25 km2, volume 9,5 juta m3 dengan volume maksimal airnya 7,7 juta m3, dan berada pada ketinggian 152 m di atas permukaan laut, serta berkedalaman 19 m. Waduk ini dibangun di atas tanah seluas 760.875 H pada masa pemerintahan Belanda sekitar tahun 1930-1933. Secara geografis waduk ini terletak di tengah-tengah Desa Winduaji,
Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Waduk Penjalin befungsi sebagai sumber pengairan atau irigasi untuk daerah Brebes (Tarikh, 2007).
Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton ini dapat dijadikan faktor dalam penilaian indeks saprobik untuk melihat tingkat pencemaran suatu perairan. Berdasarkan uraian di atas maka
dirumuskan permasalahan:
Bagaimana struktur komunitas fitoplankton yang meliputi kekayaan jenis, kelimpahan, keragaman, dominansi, distribusi, dan kesamaan antar stasiun di Waduk Penjalin; Bagaimana tingkat pencemaran pada perairan Waduk Penjalin; dan Bagaimana hubungan antara kelimpahan fitoplankton terhadap sifat fisik kimiawi perairan Waduk Penjalin.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, kelimpahan, dan komposisi fitoplankton di perairan waduk Penjalin serta mengetahui tingkat pencemaran pada waduk Penjalin.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Waduk Penjalin, Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September - Nopember 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di 7 lokasi stasiun pengamatan berdasarkan rona lingkungan perairan Waduk Penjalin (Gambar 1). Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada setiap stasiun pengamatan dan diulang sebanyak 10
(sepuluh kali) dengan selang waktu satu minggu. Sampel air permukaan diambil sebanyak 100 l pada setiap stasiun dengan menggunakan ember plastik (volume 10 l) dan disaring ke dalam plankton net no. 25. Sampel air dalam botol penampung plankton net dipindahkan ke dalam botol sampel lalu diberi larutan formalin 40% hingga kandungannya menjadi 4% dan lugol sebanyak 3 tetes.
Perhitungan sampel fitoplankton dimulai dengan cara sampel air dalam
botol sampel hasil penyaringan dihomogenkan (dikocok) dan diambil 1 tetes diletakkan di atas object glass kemudian ditutup dengan cover glass. Identifikasi fitoplankton dilakukan di bawah mikroskop binokuler dan
pengamatan menggunakan
perbesaran 400 kali. Indentifikasi fitoplankton menggunakan buku Thompson dalam Edmondson (1966), Shirota (1966), serta Wehr dan Sheath (2003).
Gambar 1. Peta lokasi dan stasiun pengambilan sampel (sumber: GPS-Map-v1.68-NT-Garmin Map Source-Indonesia) Keterangan:
Stasiun 1 = Masukan dari Sungai Kaligarung dengan koordinat 7o20’02,0’’LS dan 109o02’83,5’’BT
Stasiun 2 = Masukan dari Sungai Tambak Krama dengan koordinat 7o20’02,0’’ LS dan 109o02’83,5’’ BT
Stasiun 3 = Masukan dari Sungai Karang Sempu/Soka dengan koordinat 7o19’42,5’’ LS dan 109o02’82,0’’ BT
Stasiun 4 = Tempat percobaan budidaya ikan (Karamba) dengan koordinat 7o19’62,3’’ LS dan 109o02’88,0’’ BT
Stasiun 5 = Bagian Tengah waduk dengan koordinat 7o19’64,7’’ LS dan 109o03’05,5’’ BT Stasiun 6 = Dermaga dengan koordinat
7o19’65,5’’ LS dan 109o03’28,4’’ BT Stasiun 7 = Pengeluaran Air dengan koordinat 7o19’49,9’’ LS dan 109o03’22,8’’ BT Perhitungan jumlah jenis
fitoplankton menggunakan perbesaran 100 kali. Jenis diamati sebanyak 25 lapang pandang dan setiap sampel diulang sebanyak 3 kali. Perhitungan jumlah jenis mengunakan rumus
modifikasi dari Lackey Drop Microtranset Counting (APHA, AWWA, dan WEF 1992) yaitu F x N, rumus F yaitu
:
Keterangan:
F = Jumlah plankton per liter
N = Jumlah plankton yang ditemukan Q1 = Luas gelas penutup 18 x 18 (324 mm2) Q2 = Luas lapang pandang (1,11279 mm2) V1 = Volume air dalam botol sampel (113 ml) V2 = Volume air di bawah gelas penutup (0,045 ml) P = Jumlah lapang pandang yang diamati (25 kali) W = Volume air yang disaring (100 l)
Parameter kualitas air yang diukur dan dievaluasi adalah suhu air, penetrasi cahaya, pH, dan DO, TSS, BOD5, nitrat, ortofosfat, ammonia, dan silika. Untuk analisa tingkat
pencemaran ditentukan dengan indeks koefisien saprobik, dengan persamaan Dresscher dan van der Mark dalam Soewignyo et al. (1986) :
X = C + 3D – B – 3A A + B + C + D
Keterangan :
X = Koefisien Sapobrik (-3 sampai dengan 3) A = Kelompok organisme Cyanophyta B = Kelompok organisme Pyrophyta C = Kelompok organisme Chlorophyta D = Kelompok organisme Chrysophyta HASIL DAN PEMBAHASAN
Waduk Penjalin merupakan waduk di Kabupaten Brebes bagian
selatan yang memiliki luas 1,25 km2, volume 9,5 juta m3 dengan volume maksimal airnya 7,7 juta m3, dan berada pada ketinggian 152 m di atas permukaan laut, serta berkedalaman
19 m. Secara geografis waduk ini terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan
Kabupaten Brebes. Waduk Penjalin befungsi sebagai sumber pengairan atau irigasi untuk daerah Brebes. Kelimpahan dan Komposisi
Tabel 1. Total Kelimpahan fitoplankton per stasiun pengamatan (ind/l)
Divisio ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 Total Cyanophyta 575 593 857 458 566 370 722 4.141 Chlorophyta 1.617 1.590 1.445 1.500 1.346 1.288 1.151 9.937 Chrysophyta 1.083 1.172 741 760 792 722 613 5.883 Pyrrophyta 10 0 0 0 0 0 0 10 Total 3.285 3.355 3.043 2.718 2.704 2.380 2.486 19.971 Kelimpahan total fitoplankton
berkisar 2.380-3.355 ind/l dengan rata-rata 2.862 ind/l. Berdasarkan kelimpahan tersebut menurut Landner (1978), termasuk dalam kategori perairan Mesotrofik yaitu fitoplankton yang memiliki kisaran 2.000-15.000 ind/l dengan tingkat kesuburan sedang. Berdasarkan Gambar. 2, dapat dilihat fitoplankton terbanyak adalah dari divisio Chlorophyta dengan jumlah kelimpahan 9.937 ind/l, sedangkan yang paling sedikit berasal dari Phyrrophyta dengan jumlah 10 ind/l. Hal ini disebabkan Chlorophyta dapat beradaptasi dengan baik terhadap suatu lingkungan tempat hidupnya. Menurut Sachlan (1982), Chlorophyta mampu beradaptasi dengan lingkungan karena mempunyai cara berkembang biak yang beraneka ragam pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah.
Kelimpahan Pyrrophyta berdasarkan hasil penelitian terlihat
paling rendah diantara divisio lain. Bahkan dari stasiun 2 hingga 7 tidak ditemukan genera dari divisio ini. Kelimpahan Pyrrophyta yang sangat rendah tersebut, salah satunya disebabkan karena perairan tawar yang bukan merupakan habitat untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini menurut Sachlan (1982), hidup Pyrrophyta lebih banyak ditemukan di perairan laut dan sebagian kecil yang ditemukan di air tawar.
Kelimpahan relatif di Waduk Penjalin pada pengamatan sedikit berbeda antar stasiun. Hal tersebut mungkin dikarenakan keadaan lingkungan sekitar stasiun akibat adanya masukan bahan organik dan anorganik yang banyak memberikan pengaruh terhadap kelimpahan relatif fitoplankton dan organisme sekitar. Diagram analisis kelimpahan fitoplankton di Waduk Penjalin pada setiap stasiun, disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 2. Kelimpahan Relatif Fitoplankton Stasiun 1 – 7 Selama penelitian ada 67 genera dari
4 divisio yaitu Chlorophyta (38 genera), Chrysophyta (15 genera), Cyanophyta (13 genera), dan Pyrrophyta (1 genus) yang ditemukan berdasarkan hasil identifikasi fitoplankton pada 7 stasiun pengamatan di perairan Waduk Penjalin Kabupaten Brebes. Prosentase kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun yang paling sering ditemukan secara berturut-turut adalah dari divisio Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta dan Pyrrophyta (Gambar 2).
Genera yang ditemukan saat penelitian dari divisio Cyanophyta sebanyak 13, antara lain Anabaena, Aphanizomenon, Calothrix, Coelosphaerium, Choroococcus, Cyclotella, Cylindrospermum, Lyngbia, Merismopedia, Microcystis, Nostoc, Oscillatoria, dan Polycystis. Menurut Sachlan (1982), Cyanophyta merupakan pelopor kehidupan di dunia yang hampir terdapat di seluruh bagian perairan tawar. Cyanophyta juga memiliki sifat yang mampu hidup pada lingkungan ekstrim, hal ini disebabkan karena lendir tebal yang menyelimuti tubuhnya. Sifat lainnya adalah mampu mengikat nitrogen dari udara yang
bermanfaat untuk menambah nitrat ke dalam perairan.
Divisio Chlorophyta selama penelitian terdiri dari 38 genera yaitu Achantosphaera, Ankistrodesmu, Asterococcus, Botryococcus, Cavinula, Closterium, Chlamydomonas, Closterium, Coelastrum, Cosmarium, Crucigenia, Cylindrocystis, Dictyosphaerium, Dunaliella, Echinosphaerella, Euastrum, Glocosystus, Gonium, Kirchneriella, Lagerheimia, Microspora, Mougeotia, Mougeotiopsis, Pediastrum, Polyedrium, Raphidium, Scenedesmus, Selenastrum, Sphaerocystis, Spirogyra, Staurastrum, Staurodesmus, Tetraedron, Tetraspora, Trachelomonas, Treubaria, Ulothrix, dan Zygnema. Menurut Reynold (1984), genera fitoplankton yang sering hadir di perairan tawar yaitu dari divisio Chlorophyta. Menurut Davis (1955), Chlorophyta merupakan produsen primer dalam perairan alami, memiliki kloroplas dengan warna hijau cerah yang mengandung klorofil b sebagai komponen utamanya.
Divisio Chrysophyta terdiri dari 15 genera yaitu Amphipleura, Amphora, Asterionella, Aulacoseria,
Brachysira, Denticula, Diatoma, Fragilaria, Melosira, Navicula, Nitzchia, Pinnularia, Stauroneis, Synedra, dan Tabellaria. Menurut Davis (1955), menyatakan bahwa Chrysophyta ditemukan hampir di semua lingkungan akuatik yang mempunyai cukup cahaya untuk fotosintesis dan ketersediaan unsur hara. Divisio yang paling sedikit ditemukan yaitu dari divisio Pyrrophyta yang hanya ditemukan satu genera yaitu Peridinium. Hal ini sejalan dengan pendapat Sachlan (1982), hidup Pyrrophyta lebih banyak ditemukan di perairan laut dan sebagian kecil yang ditemukan di air tawar.
Kesamaan Kelimpahan Fitoplankton antar Stasiun
Berdasarkan hasil penelitian, kelimpahan fitoplankton juga dianalisis similaritas untuk melihat kesamaan
antar stasiun. Hasilnya memiliki rentang nilai similaritas 60,46-74,05 (Tabel 2). Rentang nilai tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton di antara stasiun dalam pengambilan sampel relatif sama. Similaritas tertinggi terdapat antara Stasiun 2 dan Stasiun 6 (74,05 %) dan terendah antara Stasiun 1 dan Stasiun 7 (60,46 %). Kelimpahan terendah terdapat pada Stasiun 6 yaitu dermaga. Hal ini dapat terjadi, karena masukan air dari sungai yang terdapat di waduk tersebut sehingga nutrient bertambah dan fitoplankton dapat tumbuh dan berkembang pada daerah
tersebut. Garno (2008)
mengemukakan bahwa dalam pertumbuhannya setiap jenis fitoplankton mempunnyai respon yang berbeda terhadap perbandingan nutrien yang terlarut dalam badan air.
Tabel 2.Matrik similaritas kelimpahan fitoplankton Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 1 Stasiun 2 71,144 Stasiun 3 67,915 73,586 Stasiun 4 65,452 73,496 68,612 Stasiun 5 73,039 71,82 71,147 70,788 Stasiun 6 64,799 74,054 72,616 70,224 68,397 Stasiun 7 60,465 66,234 68,175 65,918 65,638 66,552
Analisis Kualitas Air
Suhu air yang didapat selama penelitian adalah berkisar 24-25,33OC. Suhu yang didapat pada saat penelitian sangat mendukung untuk kehidupan fitoplankton. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah antara 20-30°C.
Konsentrasi pH yang didapatkan dari hasil penelitian untuk semua stasiun adalah 7. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa nilai pH di perairan Waduk Penjalin sangat mendukung untuk kehidupan fitoplankton. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Dengan
demikian nilai pH 7 menunjukkan bahwa perairan Waduk Penjalin sangat mendukung untuk kehidupan biota perairan.
Oksigen terlarut yang didapatkan dari hasil penelitian sebesar 6,43-7 mg/l dengan rata-rata sebesar 6,74 mg/l. Boyd (1988), menyatakan bahwa plankton dapat tumbuh dengan baik pada kondisi perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut >5 mg/l.
Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) selama penelitian berkisar antara 21,33-48 mg/l dengan rata-rata 31,23 mg/l. Rata-rata konsentrasi TSS yaitu 31,23 mg/l. Menurut Fardiaz (1992), tingginya konsentrasi TSS dalam perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya ke dalam air sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton.
Konsentrasi BOD5 selama penelitian berkisar antara 1,4-1,84 mg/l dengan rata 1,52 mg/l. Dari rata-rata konsentrasi BOD5 setiap stasiun tersebut, konsentrasi BOD5 di Waduk Penjalin masih berada di bawah batas minimal untuk peruntukannya berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 kelas III yaitu sebesar 3 mg/l.
Nitrat pada saat penelitian berkisar antara 0,314-5,037 mg/l. Berdasarkan konsentrasi nitrat tersebut, pada perairan Waduk Penjalin masih baik untuk kehidupan organisme. Hal ini didukung oleh pernyataan Yazwar (2008), konsentrasi nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mg/l.
Konsentrasi ortofosfat pada saat penelitian berkisar antara 0,00710-0,01360 mg/l. Mackentum (1969) mengemukakan bahwa konsentrasi ortofosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton umumnya
berkisar antara 0,27-5,51 ppm dan akan menjadi faktor pembatas apabila konsentrasinya >0,22 ppm.
Konsentrasi amoniak selama penelitian berkisar antara 0,28-0,45 mg/l. Konsentrasi tersebut untuk peruntukan rumah tangga masih tergolong baik akan tetapi untuk perikanan, batas maksimal amoniak adalah 0,02 mg/l berdasarkan PP. No. 82 Tahun 2001.
Konsentrasi Silika yang didapatkan pada saat penelitian berkisar antara 26,755-34,845 mg/l dengan rata-rata sebesar 30,124 mg/l. Silika memang bukan unsur hara yang membahayakan bagi makhluk hidup. Silika sangat dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel pada Chrysophyta. Effendi (2003) mengemukakan bahwa keberadaan silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena tidak bersifat toksik bagi organisme di dalamnya. Akan tetapi, pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan industri, keberadaan silika dapat menimbulkan masalah pada pipa karena dapat membentuk deposit silika.
Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Penjalin
Hasil analisis koefisien saprobik diperoleh Stasiun 3, 4, dan 6 tergolong fase β-mesosaprobik karena nilai koefisien saprobik berkisar antara 0,5-1. Stasiun 1, 2, 4, dan 7 tergolong fase β-meso/Oligosaprobik karena menurut Dresscher dan Van der Mark 1976 dalam Soewignyo et al. 1986, nilai saprobik berkisar 1,0-1,5 menunjukkan perairan berada pada tingkat pencemaran ringan dan sumber bahan pencemar berasal dari bahan organik dan anorganik. Kondisi ini dikarenakan aktivitas masyarakat di wilayah daerah
aliran sungai (DAS) disekitar Waduk Penjalin seperti aktivitas pertanian yang berupa penggunaan pupuk dan pestisida, aktivitas serta limbah dari rumah tangga yang merupakan sumber bahan pencemar baik organik maupun anorganik.
KESIMPULAN DAN SARAN Komposisi fitoplankton yang ditemukan sebanyak 92 jenis dari 4 divisi yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, dan Pyrrophyta. Kelimpahan fitoplankton selama periode penelitian berkisar antara 2.380-3.355 ind/l; serta tingkat kesamaan yang tinggi antar komposisi fitoplankton antar stasiun; Nilai koefisien saprobik Waduk Penjalin tergolong dalam β-mesosaprobik dan β-meso/Oligosaprobik yang berarti tercemar ringan;
Perlunya menjaga stabilitas perairan waduk yang memiliki kondisi cukup baik agar keberlangsungan hidup organisme di dalamnya dapat terjaga serta dapat dimanfaatkan sebagai alternatif mata pencaharian dengan usaha budidaya perikanan dan melakukan pengelolaan guna memastikan kondisi perairan waduk masih dapat optimum untuk menunjuang kegiatan disekitar.
DAFTAR PUSTAKA
APHA, AWWA, and WEF 1992. Standar Method for Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association, American Water Work Association and
Water Environment
Federation, Washington.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, New York.
Davis, C.C. 1955. The Marine and Fresh Water Plankton. Michigan State University Press, Chicago.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Garno, Y.S. 2008. Kualitas Air Dan Dinamika Fitoplankton Di Perairan Pulau Harapan. Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jurnal Hidrosfir Indonesia 3(2): 87-94 Landner. 1978. Eutrophication of Lake.
Analysis Water and Air Pollution Research Laboratory Stockholm. Sweden.
Mackentum, K.M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United States Department of Interior, Federal Water Pollution Control
Administration, Washington. Moura, A.N., E.W. Dantas, and M.C.B.
Oliveira. 2007. Structure of the Fitoplankton in a Water Supply System in the State of
Pernambuco – Brazil. Brazilian Archives of Biology and Technology Journal 50 (4): 645-654
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Terjemahan oleh Tjahyono Samingan. 1993. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Presiden Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang: Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sekretariat Negara, Jakarta.
Reynold, C.S., J.G. Tundisi and K. Hino. 1984. Observation on a Metalimnetic Phytoplankton Population in a Stably Stratified Tropical Lake. Arch. Hydrobyol Argentina 97: 7-17 Sachlan, M. 1982. Planktonologi.
Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Diponegoro, Semarang. Sarnita, A. 1986. Perairan Umum di
Indonesia sebagai salah satu Sumberdaya Alam. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum 9: 17-31
Shirota, A. 1966. The Plankton of South Vietnam. Technical Cooperation, Tokyo.
Soewignyo, P., H. Siregar, E. Suwandi dan W. Sumarsini. 1986. Indeks Mutu Lingkungan Perairan Ditinjau dari segi Biologis. Asisten I Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Tarikh. 2007. Waduk Penjalin.
http://longleytime.wordpress.co m/2007/12/17/all-about-waduk-penjalin. Diakses 10 November 2014.
Wehr, J. D. and R. G. Sheath. 2003. Freshwater Algae of North America: Ecology and Classification. Academic Press, New York.
Yazwar. 2008. Keanekaragaman dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Prapat Danau Toba. Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. Yuliana. 2007. Struktur Komunitas dan
Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Parameter Fisika-Kimia Perairan di Danau Laguna Ternate, Maluku Utara. Jurnal Protein 14 (1): 85-92