151 HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF DAN LOKUS KENDALI INTERNAL
DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS SISWA SMA NEGERI 12 MEDAN
Arifin Ambarita
Program Studi Magister Psikologi, Universitas Medan Area
Corresponding author: E-mail: arifinambarita@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis siswa di SMA Negeri 12 Medan.Metode penelitian menggunakan penelitian kuantitatif.Populasi penelitian sebanyak 664 siswa, dengan jumlah sampel sebanyak 150 siswa.Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling.Pengumpulan data menggunakan alat ukur skala pola asuh otoritatif, skala lokus kendali dan skala kesejahteraan psikologis.Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan positif antara pola asuh otoritatif dengan kesejahteraan psikologis dengan koefisien korelasi (R) = 0,515; sig<0.05 maka hipotesis diterima dengan sumbangan efektif sebesar 26.6%. Ada hubungan yang signifikan positif antara lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis dengan koefisien korelasi (R) = 0.289; sig<0.05 maka hipotesis diterima dengan sumbangan efektif sebesar 8.3%. Ada hubungan yang signifikan positif antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis dengan koefisien korelasi (R) = 0.554; sig<0.05 maka hipotesis diterima dengan sumbangan efektif kedua variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 30.7%. Ini berarti ada pengaruh faktor lain sebesar 69.3% terhadap kesejahteraan psikologis. Kata Kunci :Pola asuh otoritatif, lokus kendali internal, kesejahteraan psikologis
Abstract
This research aims to determine the relationship between authoritative parenting and internal locus of control with the psychological well-being of students in senior high school students of SMA Negeri 12 Medan. The research method uses quantitative research. The population of this research are 664 students, with the total sample of 150 students. The sampling technique uses simple random sampling. Data collection uses authoritative parenting scale measurement, locus of control scale and psychological well-being scale. The data analysis technique using multiple linear regression analysis. The results showed that there was a positive significant relationship between authoritative parenting and psychological well-being with a correlation coefficient (R) = 0.515; sig <0.05, the hypothesis is accepted with an effective contribution of 26.6%. There is a positive significant relationship between internal locus of control and psychological well-being with a correlation coefficient (R) = 0.289; sig <0.05, the hypothesis is accepted with an effective contribution of 8.3%. There was a significant positive relationship between authoritative parenting and internal locus of control with psychological well-being with a correlation coefficient (R) = 0.554; sig <0.05, the hypothesis is accepted by the effective contribution of the two independent variables on the dependent variable by 30.7%. This means that there is an influence of other factors of 69.3% on psychological well-being.
152 PENDAHULUAN
Menurut teori psikologiego yang dikemukakan oleh Anna Freud (dalam Suryabrata, 2011), masa remaja merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan-perubahan dalam hal minat, motivasi, organisasi daripada ego, hubungan dengan orang tua dan orang lain, serta cita-cita yang dikejarnya. Oleh sebab itu masa remaja merupakan masa yang sangat berpengaruh dalam perkembangan anak karena pada masa ini lah mereka ingin menunjukkan jati diri, ego, dan entitas dirinya kepada dunia sekitarnya.Sehingga pada masa remaja ini lah banyak kita temui permasalahan-permasalahan berupa kenakalan remaja dari kategori ringan hingga berat yang mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya. Ryff (dalam Astuti, 2011) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil pencapaian psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk melalui perkembangan dalam kehidupannya. Kondisi mental yang sehat mengarahkan individu untuk berusaha mencapai suatu keseimbangan dalam hidup dengan menerima kualitas positif dan negatif diri, menyadari potensi yang dimiliki, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit, serta mampu memberikan kontribusi kepada orang lain dan lingkungan sekitar (Shek, dalam Punia & Malaviya, 2015).
RyffdanKeyes(1995)memberikan gambarantentangkesejahteraan psikologissebagaimodel multidimensiyangmenekankan padasejauhmanaindividu dapatbertanggung jawabterhadaphidupnya.Kesejahteraan psikologis dapatditandaidengan diperolehnyakebahagiaan,
kepuasanhidup,dantidakadanyatanda-tandadepresi.Kesejahteraan psikologis mengarah pada kebahagiaan dan pencapaian penuh atas potensi psikologis sebagai hasil dari pengalaman
hidup, sehingga mampu berfungsi secara optimal.Pencapaian kesejahteraan psikologis berkaitan dengan adanya hasrat untuk selalu bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang produktif melalui pedoman dan kebermaknaan dalam hidup. Kesejahteraan psikologis memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan, sehingga setiap individu akan berupaya dengan berbagai cara untuk mencapai kesejahteraan psikologis.
Menurut Ryff(1989)adaenam dimensidari kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, perkembangan pribadi,tujuanhidup,hubunganyangpositif denganoranglain,penguasaan lingkungan, dankemandirian. Pada hakikatnyauntukmampuberfungsisecaraoptimaldal am menjalanikehidupan, individuharusmemilikikesejahteraan psikologisyangtinggi.Individu dengankesejahteraan psikologisyangtinggi,memiliki sikapyangpositif terhadap diri, mampu menjalin hubungan yang berkualitas dengan orang lain, memiliki kemandirian, adanya hasrat untuk menjadi pribadi yang selalu berkembang, serta memiliki
tujuan danmaknahidup.Tidak semuaindividumemiliki kesejahteraan psikologisyangtinggi,adabeberapaindividu yang hanyamampuberfungsisecara minimaldalammenjalani kehidupan. Individudengankesejahteraan psikologisyang rendah,memilikiketidakpuasan dalamdiri,merasaterisolasi darilingkungansosial,memilikiketergantungan yang berlebihandenganoranglain,adanyaketidakpekaan terhadap lingkungan,mengalamistagnasidalamhidup,serta merasahiduptidakbermakna(Ryff,1989).
Ryff (dalam Astuti, 2011) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil pencapaian psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan
153 mandiri, mampu dan berkompetensi untuk
mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk melalui perkembangan dalam kehidupannya. Kondisi mental yang sehat mengarahkan individu untuk berusaha mencapai suatu keseimbangan dalam hidup dengan menerima kualitas positif dan negatif diri, menyadari potensi yang dimiliki, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit, serta mampu memberikan kontribusi kepada orang lain dan lingkungan sekitar (Shek, dalam Punia & Malaviya, 2015).
Kesejahteraan psikologis mengarah pada kebahagiaan dan pencapaian penuh atas potensi psikologis sebagai hasil dari pengalaman hidup, sehingga mampu berfungsi secara optimal.Pencapaian kesejahteraan psikologis berkaitan dengan adanya hasrat untuk selalu bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang produktif melalui pedoman dan kebermaknaan dalam hidup. Kesejahteraan psikologis memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan, sehingga setiap individu akan berupaya dengan berbagai cara untuk mencapai kesejahteraan psikologis.
Kesejahteraan psikologisbukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan tantangan-tantangan sepanjang hidup (Keyes, Shmotkin & Ryff, dalam Liwarti, 2013).Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya tanda-tanda depresi.Menurut Ryff & Singer (dalam Rachmayani & Ramdhani, 2014) ada enam dimensi dari kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, perkembangan pribadi, tujuan hidup, hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan kemandirian.
Ryff (2014) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh individu di lingkungan keluarga. Keluarga merupakanpendidikan informal bagi anak dalam belajar berbagai hal, seperti interaksi, nilai, moral, sikap, dan perilaku. Aktivitas keluarga memengaruhi kesejahteraan psikologis pada remaja, namun adanya variasi dalam aktivitas keluarga dapat disebabkan oleh perbedaan budaya pada setiap daerah (Maynard &
Harding, 2010). Pengalaman pribadi yang berkembang dari hubungan orangtua dan remaja menjadi sumber bagi remaja dalam melakukan evaluasi diri dan interaksi dengan orang lain. Hubungan antara orangtua dan remaja akan memengaruhi sikap remaja terhadap diri sendiri dan kualitas hubungan dengan teman sebaya (Afriani A, Baharudin R, Nor S, Nurdeng (2012). Penelitian Afriani (2012) menunjukkan bahwa dukungan orangtua dapat meningkatkan evalusi diri yang mengacu pada kepuasan diri dan kebahagiaan remaja.
Menurut Baumrind (dalam King, 2010:172) ada empat tipe pola asuh orangtua, yaitu pola asuh
authoritarian, authoritative, neglectful, dan
indulgent. Lebih lanjut dinyatakan bahwa orangtua
yang menerapkan pola asuh otoritatif akan berupaya untuk mengarahkan aktivitas anak secara rasional, mendorong anak untuk berani berpendapat melalui dialog secara verbal, mendengarkan pendapat anak, bersedia berbagi dengan anak terkait alasan menetapkan suatu aturan, dan menerima apabila anak menolak untuk menyesuaikan dengan aturan yang diterapkan. Orangtua dengan pola asuh otoritatifakan menetapkan ketegasan terkait kualitas anak dan menetapkan standar bagi perilaku anak dimasa depan. Orangtua juga menekankan pada keseimbangan antara kesenangan dan tugas, kebebasan dan tanggungjawab, serta otonomi dan disiplin.Pola asuh otoritatif berhubungan dengan hasil perkembangan yang positif, evaluasi diri yang positif, tingkat harga diri yang tinggi, penyesuaian diri, dan motivasi instrinsik untuk belajar yang tinggi (Ulfa, M. 2013).
Disamping dipengaruhi oleh dukungan keluarga melalui pola asuh, kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh lokus kendali (Locus of Control) (Ryff, Karimi, A, Alipour, O. R, Pour, M.A, dan Azizi, B. 2013).Lokus kendali didefinisikan sebagai suatu ukuran harapan umum seseorang mengenai pengendalian (kontrol) terhadap penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku (Rotter, dalam Hanurawan, 2010).Rotter mendefenisikan lokus kendali sebagai persepsi seseorang terhadap sumber-sumber yang mengontrol kejadian-kejadian dalam hidupnya,
154 dalam hal ini ada lokus kendali eksternal dan
internal.Jika individu tersebut meyakini bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialami merupakan tanggung jawab pribadi dan merupakan usaha sendiri, maka orang tersebut dikatakan memiliki lokus kendali internal.Sedangkan lokus kendali eksternal merupakan keyakinan individu bahwa keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya yaitu, nasib, keberuntungan atau kekuatan lain (Erdogan dalam Kutanis, Mesci & Ovdur, 2011).
Spector (dalam Munir & Sajid, 2010) mendefinisikan lokus kendali sebagai cerminan dari sebuah kecenderungan seorang individu untuk percaya bahwa dia mengendalikan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (internal) atau kendali atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya berasal dari hal lain di luar dirinya (ekternal). Seseorang juga dapat memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatur kehidupannya, atau justru orang lainlah yang mengatur kehidupannya, bisa juga ia berkeyakinan faktor nasib, keberuntungan, atau kesempatan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupannya (dalam Karimi & Alipour, 2011; 233). Setiap individu memiliki lokus kendali internal dan eksternal, perbedaannya hanya terletak pada perbandingannya. Orang yang memiliki lokus kendali internal akan memiliki lokus kendali eksternal, dan sebaliknya. Orang dengan lokus kendaliinternal digambarkan memiliki kontrol yang tinggi terhadap kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam kehidupannya, kurang merasa tertekan, cenderung mencari cara untuk mengatasi kegagalan, tidak mudah menyerah dan terus berusaha maju dan berhasil dalam setiap tugas sehingga kecil kemungkinan mengalami frustasi. Sementara orang dengan lokus kendali eksternal cenderung menyalahkan lingkungan atas kegagalan-kegagalan mereka, percaya dengan nasib dan cenderung mudah terpengaruh oleh stress karena cenderung merasa tidak berdaya dan mudah menyerah saat menghadapi tekanan.
Sekolah sebagai tempat siswa belajar untuk mengembangkan potensi dirinya diharapkan mampu memberikan pengalaman terbaik bagi siswa sehingga membuat siswa-siswanya merasa sejahtera secara fisik maupun psikologis
(well-being) karena kesejahteraan siswa mempengaruhi
hampir seluruh aspek bagi optimalisasi fungsi siswa di sekolah (Smith. dkk, 2010).Perasaan sejahtera secara psikologis menjadi salah satu hal yang memberikan dampak perasaan bahagia dan puas menjalani hidup dalam diri seseorang siswa di sekolah, kesejahteraan atau well being terdiri dari kepuasan hidup dan juga perasaaan yang positif seperti rasa senang, gembira dan puas. Individu yang yang memiliki kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang baik akan memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisinya (Keyes, Shmotkin & Ryff dalam Liwarti, 2013).
Fenomena terkait kesejahteraan psikologis (psychological well-being) ini juga terlihat pada diri siswa SMA Negeri 12 Medan.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa siswa SMA Negeri 12, terlihat mereka agak kurang dalam bersosialisasi dengan sesama temannya ketika jam istirahat atau waktu luang.Mereka lebih asik dengan dirinya sendiri dengan bermain gadget (seperti facebook, twitter,
instagram, game online dan permainan
lainnya).Waktu istirahat adalah waktu bagi siswa untuk mengaktualisasikan diri dengan bergaul atau bermain bersama teman-temannya, bergembira bersama, membangun perasaan positif dalam dirinya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dipaparkan diatas, maka penulis tertarik mengadakan sebuah penelitian mengenai “Hubungan Pola Asuh Otoritatif dan Lokus Kendali internaldengan Kesejahteraan Psikologis Siswa SMA Negeri 12 Medan”
METODE PENELITIAN
Definisi operasional kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi individu yang mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal dan internal, memiliki tujuan hidup dan membuat hidupnya bermakna serta mampu mengembangkan potensi dirinya secara kontinyu. Kesejahteraan
155 psikologis diukur dengan menggunakan skala yang
mengacu pada alat ukur psychological well-being yang dikembangkan oleh Ryff dan Keyes (2014) berdasarkan aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pengembangan diri.
Defenisi operasional pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang dilakukan atau diterapkan oleh orang tua yang menekankan aspek disiplin dengan memberikan ruang untuk berdiskusi dengan anak agar mengerti dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah disepakati, memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya apabila peraturan tersebut dirasa kurang sesuai. Jika anak mempunyai alasan-alasan yang kuat, orang tua akan bersedia merubah atau memodifikasi peraturan tersebut.Anak diberi kebebasan anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan bimbingan orang tua, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Pengukuran skala pola asuh otoritatif berdasarkan aspek kontrol dan aspek kehangatan (Baumrind dalam Maccoy, 1980).
Defenisi operasional lokus kendali internal adalah suatu konsep kepercayaan yang menunjukkan keyakinan bahwa individu dapat mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya baik keberhasilan maupun kegagalan dengan kemampuannya sendiri tidak peduli apakah faktor lingkungan akan mendukung atau tidak. Individu seperti ini percaya mereka mempunyai kemampuan menghadapi tantangan dan ancaman yang timbul dan berusaha memecahkan masalah dengan keyakinan yang tinggi. Lokus kendali diukur berdasarkan aspek internal dan eksternal dengan menggunakan skala J.B Rotter (Munir, A. 2006).
Populasi dalam penelitian iniadalahsiswa kelas X dan XI SMA Negeri 12 Medan sebanyak 664 orang.Siswa kelas XII tidak diikutsertakan karena pada saat penelitian mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik sampling acak sederhana
(simple random sampling)yaituteknik
pengambilan sampel dari sebuah populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil (Sugiyono, 2010).Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 150 orang.
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 12 Medan yang beralamat di Jl. Cempaka No. 76 Kelurahan Helvetia Tengah, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 – 23 April 2019.
Peneliti menggunakan tiga skala dalam penelitian ini, yaitu: skala kesejahteraan psikologis, skala pola asuh otoritatif, dan skala lokus kendali. Pernyataan dalam skala penelitian dikelompokkan menjadi item favorable dan unfavorable. Skala dalam penelitian ini merupakan skala Likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban pada masing-masing item, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala kesejahteraan psikologis terdiridari 54 item, skala pola asuh autoritatif terdiri dari 4 5 item,dan skala lokus kendali terdiri dari 29 item.
Skala pengukuran kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini mengadopsi skala yang disusun oleh Carol D. Ryff, setelah terlebih dahulu memperoleh ijin dari C.D Ryff peneliti menterjemahkan dan hasil terjemahan telah divalidasi oleh ahli yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji validitas pada skala kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa koefisien korelasi item total berkisar antara 0,321– 0,720. Hasil uji reliabilitas pada skala kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas sebesar 0,906. Alpha (α) sebesar 0,906 menggambarkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 90,6% variasi yang terjadi pada skor murni subjek, sehingga mampu mengukur atribut kesejahteraan psikologis.
Skala pengukuran polaasuhotoritatif dalam penelitian ini menggunakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti, skala ini telah melalui uji reliabilitas dengan menggunakan alphacronbach yang menunjukkan bahwa skala memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,910.Alpha (α)
156 sebesar 0,910 menggambarkan bahwa skala ini
mampu mencerminkan 91% variasi yang terjadi pada skor murni subjek, sehingga mampu mengukur atribut perilaku prososial. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa koefisien korelasi item total berkisar antara 0,305 – 0,698.
Skala pengukuran lokus kendali menggunakan skal yang dikembangkan oleh J.B Rotter dan telah diterjemahkan oleh Munir. A (2006). Hasil uji validitas pada skala lokus kendali menunjukkan bahwa koefisien korelasi item total berkisar antara 0,438–0,726. Hasil uji reliabilitas skala lokus kendali menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas sebesar 0,955. Alpha (α) sebesar 0,955 menggambarkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 95,5% variasi yang terjadi pada skor murni subjek, sehingga mampu mengukur atribut lokus kendali.
Data yang diperoleh dari subjek penelitian melalui alat ukur ditransformasikan ke dalam angka-angka menjadi data kuantitatif, sehingga data tersebut dapat dianalisis dengan pendekatan statistik. Analisis data kuantitatif dan uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda, dimana yang menjadi prediktor pertama (variabel bebas 1 = X1) adalah
pola asuh otoritatif dan prediktor kedua (variabel bebas 2 = X2) adalah lokus kendali internal,
sedangkan variabel terikat (Y) adalah kesejahteraan psikologis.
Data yang telah ditabulasi akan dianalisa berdasarkan jawaban yang telah diisi responden. Kemudian jawaban tersebut diolah menggunakan program SPSS untuk memperoleh mean empirik, standar deviasi dan juga mean hipotetik. Dari hasil pengolahan data ini kemudian dibuat kriteria atau kategorisasi dari masing-masing variabel berdasarkan rumus kategorisasi dari Azwar, (2016), yaitu:
Tinggi : apabila mean hipotetik < mean empirik dengan selisih melebihi bilangan satu SD Rendah : apabila mean hipotetik > mean empirik,
dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan koefisien determinasi (R Square) dalam analisis regresi linier berganda.Koefisien determinasi (R Square) atau sering disebut R2 dimaknai sebagai sumbangan pengaruh yang diberikan variabel bebas (X1 dan X2) terhadap
variabel terikat (Y).Dimana, analisis regresi linier berganda ini dimaksudkan untuk memprediksi seberapa besar nilai kesejahteraan psikologis sebagai variabel terikat apabila nilai variabel pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal sebagai variabel bebas dirubah dengan model persamaan regresi. Adapun rumus persamaan regresi linier berganda (Suharyadi dan Purwanto, 2011; 210) yaitu:
𝑌̅ = 𝑎 + 𝑏1𝑋1+ 𝑏2𝑋2+ . . . + 𝑏𝑛𝑋𝑛 + e
Keterangan:
Y : variable dependent, yaitu Kesejahteraan Psikologis
a : konstanta
b1 : koefisien regresi X1 terhadap Y, dengan
asumsi X2 tetap.
b2 : koefisien regresi X2 terhadap Y, dengan
asumsi X1 tetap
X1, X2: variable independent (pola asuh
otoritatif dan lokus kendali internal) e : standar error
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui peran dari dua atau lebih No Variabel Mean SD K-S P Keterang
an 1 Kesejahtera an Psikologis 99,93 10,08 2 0,900 0,393 Normal 2 Pola Asuh Otortitaif 118,19 14,22 8 0,981 0,291 Normal 3 Lokus Kendali internal 13,18 2,675 1,288 0,072 Normal
157 variabel bebas terhadap satu variabel tergantung.
Uji hipotesis akan menggunakan bantuan program SPSS versi 20.0 for windows. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji normalitas data melalui analisis Kolmogorov Smirnov. Uji linearitas data melalui analisis compare mean, serta uji multikolinearitas data melalui nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Collinearity Tolerance.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji normalitas sebaran ini adalah untuk membuktikan bahwa penyebaran data penelitian yang menjadi pusat perhatian, menyebar berdasarkan prinsip kurva normal.Uji normalitas sebaran dianalisis dengan menggunakan formula
Kolmogorov-Smirnov Test. Berdasarkan analisis
tersebut, maka diketahui bahwa data variabel Kesejahteraan Psikologis, Pola Asuh Otortitatif dan Lokus Kendali internal menyebar mengikuti sebaran normal, yaitu berdistribusi sesuai dengan prinsip kurva normal Ebbing Gauss. Sebagai kriterianya apabila p > 0.050 maka sebarannya dinyatakan normal, sebaliknya apabila p < 0.050 sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi dan Pamardiningsih, 2000). Tabel berikut merupakan hasil perhitungan uji normalitas sebaran.
Dari tabel di atas diperoleh hasil normalitas variabel kesejahteraan psikologis (Y) sebesar 0,393 dimana p > 0,050 dapat disimpulkan bahwa variabel kesejahteraan psikologis berdistribusi normal, kemudian untuk variabel pola asuh otoritatif (X1) sebesar 0,291 dimana p > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa variabel pola asuh otoritatif berdistribusi normal, selanjutnya untuk variabel lokus kendali internal (X2) sebesar 0,072
dimana p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel lokus kendali internal berdistribusi normal.
Uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan uji linieritas, dapat diketahui apakah variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini dapat atau tidak dianalisis secara korelasional. Artinya apakah Pola asuh Otoritatif dan Lokus Kendali internal memiliki hubungan dengan Kesejahteraan
Psikologis siswa. Hal ini secara visual dapat diterangkan dengan melihat garis linieritas, yaitu meningkatnya atau menurunnya nilai sumbu Y (Kesejahteraan Psikologis) seiring dengan meningkat atau menurunnya sumbu X (Pola Asuh Otoritatif dan Lokus Kendali internal).
Berdasarkan uji linieritas dapat diketahui apakah variabel bebas dan variabel terikat dapat atau tidak dianalisis secara parametrik dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel bebas Pola Asuh Otoritatif dan Lokus Kendali internal mempunyai hubungan yang linier terhadap variabel terikat (Kesejahteraan Psikologis). Sebagai kriterianya apabila p beda < 0,05 maka dinyatakan mempunyai hubungan yang linier (Hadi dan Pamardiningsih, 2000).
Tabel 2 Uji Linieritas Hubungan Linieritas F Beda P Beda Keterangan
X 1,2 – Y 32,608 0.000 Linier
X1 – Y 53,528 0.000 Linier
X2 – Y 13,453 0.000 Linier
Uji hipotesis dalam penelitian ini diarahkan untuk menguji ketiga hipotesis yang ada dalam penelitian ini. Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang diperoleh dalam perhitungan besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel koefisien korelasi menurut Sugiyono (2014), seperti pada tabel berikut:
Tabel 3 Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat Kuat Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu, ada hubungan yang positif antara pola asuh otoritatif dengan kesejahteraan psikologis siswa.
158 Semakin tinggi pola asuh otoritatif maka
kesejahteraan psikologisnya juga akan tinggi, begitu juga sebaliknya apabila pola asuh otoritatif rendah maka kesejahteraan psikologis juga rendah.
Kebenaran dari hipotesa pertama ini diperoleh melalui uji korelasi dengan menggunakan
Pearson Product Moment untuk mendapatkan
besar dan arah hubungan antara kedua variabel tersebut. Serta menggunakan uji regresi antara variabel pola asuh otortitatif dan variabel kesejahteraan psikologis untuk mendapatkan koefisien determinasi guna mendapatkan besarnya kontribusi variabel pola asuh otoritatif dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis. Keseluruhan perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20,0 for windows. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4 Hasil Analisa Regresi Linier antara Pola Asuh Otoritatif denganKesejahteraan Psikologis
R R2 P BE% Keterangan
0,515 0,266 0,000 26,6 Signifikan
Analisa tabel di atas adalah sebagai berikut:
a) Hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kesejahteraan psikoligis (R) sebesar 0,515 menunjukkan hubungan yang cukup kuat diantara keduanya.
b) Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,515) menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pola asuh otoritatif maka akan membuat kesejahteraan psikologis juga rendah.
c) Angka R2 sebesar 0,266 disebut koefisien determinasi, menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif memiliki kontribusi sebesar 26,6% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis, sementara sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
d) Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,05 hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua dalam penelitian ini yaitu, ada hubungan yang positif antara lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis siswa. Semakin tinggi lokus kendali internal maka kesejahteraan psikologisnya juga akan tinggi, begitu juga sebaliknya apabila lokus kendali internal rendah maka kesejahteraan psikologis juga rendah.
Kebenaran dari hipotesa kedua ini diperoleh melalui uji korelasi dengan menggunakan Pearson
Product Moment untuk mendapatkan besar dan
arah hubungan antara kedua variabel tersebut. Serta menggunakan uji regresi antara variabel lokus kendali internal dan variabel kesejahteraan psikologis untuk mendapatkan koefisien determinasi guna mendapatkan besarnya kontribusi variabel lokus kendali internal dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis. Keseluruhan perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20,0 for windows. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5 Hasil Analisa Regresi Linier antara Lokus Kendali internal dengan Kesejahteraan
Psikologis
R R2 P BE% Keterangan
0,289 0,083 0,000 8,3 Signifikan
Analisa tabel di atas adalah sebagai berikut:
a) Hubungan antara lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikoligis (R) sebesar 0,289 menunjukkan hubungan yang cukup kuat diantara keduanya.
b) Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,289) menunjukkan bahwa semakin tinggi lokus kendali internal akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya jika semakin rendah lokus kendali internal maka akan membuat kesejahteraan psikologis juga rendah.
c) Angka R2 sebesar 0,083 disebut koefisien
determinasi, menunjukkan bahwa lokus kendali internal memiliki kontribusi sebesar 8,3% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis, sementara sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
159 d) Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi
dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,05 hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini berbunyi, ada hubungan yang positif antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis siswa. Semakin tinggi pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal maka kesejahteraan psikologisnya juga akan tinggi, begitu juga sebaliknya apabila pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal rendah maka kesejahteraan psikologis juga rendah.
Kebenaran dari hipotesa ketiga ini diperoleh melalui uji regresi berganda antara variabel pola asuh otoritatif dan lokus kendali inernal dengan kesejahteraan psikologis. Keseluruhan perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20,0 for windows. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Hasil Analisa Regresi Berganda antara Pola Asuh Otoritatif dan Lokus Kendali Internal dengan Kesejahteraan Psikologis Variabe l F R R2 P Keterangan X1,X2 →Y 32,60 8 0,55 4 0,30 7 0,00 0 Signifika n
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan analisis regresi berganda, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis.
Analisa tabel di atas adalah sebagai berikut:
a) Besar hubungan antara variabel pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikoligis (R) sebesar 0,554 menunjukkan hubungan yang cukup kuat.
b) Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,554) menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi.
c) Angka R2 sebesar 0,307 disebut koefisien determinasi, menunjukkan bahwa variabel pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal memiliki kontribusi sebesar 30,7% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis, sementara sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
d) Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,05 hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
Selanjutnya untuk membuat persamaan regresi dapat dipedomani tabel di bawah ini:
Tabel 7 Hasil Uji Koefisien Coefficientsa Model Unstandar dized Coefficien ts Standar dized Coeffici ents Colinearit y statistics B Std. Error Beta t Sig . Tole ranc e VIF 1 (Constan t) 49.4 16 6.29 5 7.8 50 .00 0 Pola Asuh Authorita tive .340 .049 .480 6.8 94 .00 0 .971 1.03 0 Lokus Kendali Internal .781 .263 .207 2.9 75 .00 3 .971 1.03 0 a. Dependent Variable: Kesejahteraan Psikologis
Dari tabel di atas persamaan regresinya adalah Y = 0,340 (pola asuh otoritatif) + 0,781 (lokus kendali internal).
Uji Deskriptif Mean Hipotetik
Untuk variabel terikat kesejahteraan psikologis, dari hasil uji coba jumlah aitem yang valid sebanyak 35 aitem. Aitem-aitem pernyataan
160 menggunakan skala likert dengan 4 pilihan jawaban
dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 4, maka mean hipotetiknya adalah {(35 x 1) + (35 x 4)} : 2 = 87,5. Variabel pola asuh otoritatif, jumlah aitem yang valid 37 yang diformat dengan skala likert 4 pilihan jawaban, maka mean hipotetiknya adalah {(37 x 1) + (37 x 4)} : 2 = 92,5. Variabel lokus kendali internal, jumlah aitem yang valid sebanyak 21 aitem dengan 2 (dua) alternatif pilihan jawaban ya (1) dan tidak (0), maka mean hipotetiknya adalah {(21 x 0) + (21 x 1)} : 2 = 10,5.
Mean Empirik
Hasil perhitungan mean empirik (ME) dengan menggunakan program komputer SPSS dapat dilihat dari hasil uji deskriptif data out put SPSS. Dari perhitungan diperoleh mean empirik variabel kesejahteraan psikologis dalampenelitian ini adalah 99,93, mean empirik variabel pola asuh otoritatif adalah 118,19 dan mean empirik untuk variabel lokus kendali internal adalah 13,18.
Standar Deviasi
Nilai standar deviasi (SD) dari variabel kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini adalah 10,082, variabel pola asuh otoritatif sebesar 14,228 dan variabel lokus kendali internal sebesar 2,675.
Kriteria
Untuk mengetahui kondisi variabel kesejahteraan psikologis, pola asuh otoritatif dan lokus kendali, maka perlu dibandingkan antara mean empirik (ME) dengan mean hipotetik (MH) dengan memperhatikan besar bilangan standar deviasi (SD) dari masing-masing variabel. Untuk variabel kesejahteraan psikologis nilai standar deviasinya (SD) adalah 10,082, untuk variabel pola asuh otoritatif nilai standar deviasinya (SD) adalah 14,228 dan untuk variabel lokus kendali internal nilai standar deviasinya (SD) adalah 2,675.
Dari besaran nilai SD tersebut, maka variabel kesejahteraan psikologis, apabila mean hipotetik < mean empirik dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka dinyatakan bahwa kesejahteraan psikologis siswa tergolong tinggi dan apabila mean hipotetik > mean empirik, dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka
dinyatakan bahwa kesejahteraan psikologis siswa tergolong rendah.
Selanjutnya untuk variabel pola asuh otoritatif, apabila mean hipotetik < mean empirik dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka dinyatakan bahwa pola asuh otoritatif tergolong tinggi dan apabila mean hipotetik > mean empirik, dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka dinyatakan bahwa pola asuh otoritatif tergolong rendah. Demikian juga untuk variabel lokus kendali internal, apabila mean hipotetik < mean empirik dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka dinyatakan bahwa lokus kendali internal siswa tergolong tinggi dan apabila mean hipotetik > mean empirik, dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD, maka dinyatakan bahwa lokus kendali internal siswa tergolong rendah.
Gambaran perbandingan antara mean hipotetik dengan mean empirik selengkapnya disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 8 Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Hipotetik dan
Nilai Rata-rata Empirik
Variabel SD Nilai Rata-rata Keterang an Hipoteti k Empiri k Kesejahteraan Psikologis 10,0 82 87,5 99,93 Tinggi Pola asuh Otoritatif 14,2 28 92,5 118,19 Tinggi Lokus Kendali Internal 2,67 5 10,5 13,18 Tinggi PEMBAHASAN
Pembahasan berikut bertujuan untuk menjelaskan secara teoritis disertai dukungan empiris terhadap hasil pengujian hipotesis dan analisis hubungan diantara variabel independen yaitu: pola asuh otoritatif (X1) dan lokus kendali
161 ini yaitu kesejahteraan psikologis (Y) pada siswa
SMA Negeri 12 Medan.
Berdasarkan hasil pengujian data-data penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, berikut ini akan dipaparkan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh dari masing-masing variabel.
Hubungan Pola Asuh Otoritatif dengan Kesejahteraan Psikologis
Hubungan antara Pola Asuh Otortitatifdengan Kesejahteraan Psikologis (R) sebesar 0.515 menunjukkan hubungan yang kuat diantara keduanya. Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,515) menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif akan membuat kesejahteraan psiokologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya, jika pola asuh otoritatif rendah maka kesejahteraan psikologis juga semakin rendah. Angka R2 sebesar 0,266 disebut koefisien determinasi, menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif memiliki kontribusi sebesar 26,6% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis, sementara sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,05 hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Ryff bahwa tingkat kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pola asuh. Pola asuh yang diterapkan orang tua ada 4 tipe satu diantaranya adalah pola asuh otoritatif. Ryff (2014,
Psychological Well-Being items in a UK Birth Cohort Sample of Women.Washington, DC:
American Psychological Association) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh individu di lingkungan keluarga.Keluarga merupakan pendidikan informal bagi anak dalam belajar berbagai hal, seperti interaksi, nilai, moral, sikap, dan perilaku.Aktivitas keluarga memengaruhi kesejahteraan psikologis pada remaja, namun adanya variasi dalam aktivitas keluarga dapat disebabkan oleh perbedaan budaya pada setiap daerah (Maynard & Harding, 2010). Pengalaman pribadi yang berkembang dari
hubungan dengan orangtua menjadi sumber bagi anak dalam melakukan evaluasi diri dan interaksi dengan orang lain. Hubungan antara orangtua dan anak akan memengaruhi sikap terhadap diri sendiri dan kualitas hubungan dengan teman sebaya (Gecas; Wilkinson dalam Cripss & Zyromski, 2009).
Menurut Baumrind (dalam Benson & Haith, 2010) ada empat tipe pola asuh orangtua, yaitu pola asuh autoritatian, permisif, tidak peduli, dan otoritatif. Baumrind menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif akan berupaya untuk mengarahkan aktivitas anak secara rasional, mendorong anak untuk berani berpendapat melalui dialog secara verbal, mendengarkan pendapat anak, bersedia berbagi dengan anak terkait alasan menetapkan suatu aturan, dan menerima apabila anak menolak untuk menyesuaikan dengan aturan yang diterapkan.
Orangtua dengan pola asuh otoritatif akan menetapkan ketegasan terkait kualitas anak dan menetapkan standar bagi perilaku anak dimasa depan. Orangtua juga menekankan pada keseimbangan antara kesenangan dan tugas, kebebasan dan tanggungjawab, serta otonomi dan disiplin.Pola asuh otoritatif berhubungan dengan hasil perkembangan yang positif, evaluasi diri yang positif, tingkat harga diri yang tinggi, penyesuaian diri, dan motivasi instrinsik untuk belajar yang tinggi. Penelitian Buri, Kirchner, dan Walsh (dalam Cripps & Zyromski, 2009, Adolescents’
Psychological Wellbeing and Perceived Parental Involvemen: Implications for Parental Involvement in Middle Schools. RMLE Online.33(04), 1-13)
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif yang diterapkan orangtua dengan harga diri remaja.Individu dengan harga diri yang tinggi diprediksi memiliki taraf kesejahteraan psikologis tinggi (Ryff, 2014, Psychological Well-Being items
in a UK Birth Cohort Sample of Women.
Washington, DC: American Psychological Association).
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak sangat berpengaruh pada kepribadian yang dimiliki anak, dan kepribadian itu
162 akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis anak.
Pola asuh otoritatif (demokratis) mencakup peraturan yang realistis tidak mengekang tetapi tetap ada batasan atau kontrol orang tua yang wajar/tidak berlebihan, hukuman yang realistis, memberi hadiah, komunikasi terjalin baik, sehingga anak akan menjadi lebih mandiri, mempunyai kontrol diri, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, patuh dan berorientasi pada prestasi yang pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan psikologis anak.
Dari kesimpulan tersebut pada prinsipnya pola pengasuhan yang tepat adalah pola asuh otoritatif, dimana orang tua mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi tetap memberikan batasan-batasan serta mengontrol perilaku anak, orang tua bersikap hangat, mengasuh dengan kasih sayang penuh perhatian (Aisyah, dkk.,2012,
Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Tangerang Selatan).
Hubungan Lokus Kendali internal dengan Kesejahteraan Psikologis
Hubungan antara lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis (R) sebesar 0,289 menunjukkan hubungan yang cukup kuat diantara keduanya. Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,289) menunjukkan bahwa semakin tinggi lokus kendali internal akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya jika semakin rendah lokus kendali internal maka akan membuat kesejahteraan psikologis juga rendah. Angka R2
sebesar 0,083 disebut koefisien determinasi, menunjukkan bahwa lokus kendali internal memiliki kontribusi sebesar 8,3% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis, sementara sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,05 hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikembangkan oleh Rotter yang mendefenisikan lokus kendali sebagai persepsi seseorang terhadap sumber-sumber yang
mengontrol kejadian-kejadian dalam hidupnya, dalam hal ini ada lokus kendali eksternal dan internal. Kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh lokus kendali (Ryff, Karimi & Alipuor, Reduce Job
stress in Organizations: Role of Locus of Control,
International Journal of Business and Social Science, Vol. 2, No. 18, Oktober 2011). Lokus kendali didefinisikan sebagai suatu ukuran harapan umum seseorang mengenai pengendalian (kontrol) terhadap penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku (Rotter, dalam Hanurawan, 2010, Psikologi Sosial, Bandung).
Jika individu tersebut meyakini bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialami merupakan tanggung jawab pribadi dan merupakan usaha sendiri, maka orang tersebut dikatakan memiliki lokus kendali internal. Sedangkan lokus kendali eksternal merupakan keyakinan individu bahwa keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya yaitu, nasib, keberuntungan atau kekuatan lain (Erdogan dalam Kutanis, Mesci & Ovdur, 2011, The effects of locus
of control on learning performance: A case of academic organization.Journal of Economic and
Social Studies).
Spector (dalam Munir & Sajid, 2010,
Examining Locus of Control (LOC) as a Determinant of Organizational Commitment among University Professors in Pakistan. Journal of
Business Studies Quarterly) mendefinisikan lokus kendali sebagai cerminan dari sebuah kecenderungan seorang individu untuk percaya bahwa dia mengendalikan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (internal) atau kendali atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya berasal dari hal lain di luar dirinya (eksternal). Seseorang juga dapat memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatur kehidupannya, atau justru orang lainlah yang mengatur kehidupannya, bisa juga ia berkeyakinan faktor nasib, keberuntungan, atau kesempatan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupannya (dalam Karimi & Alipour, 2011; 233).
Kecenderungan individu apakah memiliki lokus kendali internal dan eksternal, terletak pada perbandingannya yang mana lebih dominan. Orang yang memiliki lokus kendali internal yang tinggi
163 akan memiliki lokus kendali eksternal yang rendah
dan sebaliknya. Orang dengan lokus kendali internal yang tinggi digambarkan memiliki kontrol yang tinggi terhadap kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam kehidupannya, kurang merasa tertekan, cenderung mencari cara untuk mengatasi kegagalan, tidak mudah menyerah dan terus berusaha maju dan berhasil dalam setiap tugas sehingga kecil kemungkinan mengalami frustasi. Sementara orang dengan lokus kendali internal yang rendah (dapat disebutkan bahwa dia memiliki lokus kendali eksternal) cenderung menyalahkan lingkungan atas kegagalan-kegagalan mereka, percaya dengan nasib dan cenderung mudah terpengaruh oleh stress karena cenderung merasa tidak berdaya dan mudah menyerah saat menghadapi tekanan.
Hubungan Pola Asuh Otoritatifdan Lokus Kendali Internal dengan Kesejahteraan Psikologis
Hasil penelitian ini menggambarkan ada hubungan positif antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis (R) sebesar 0,554 dengan p = 0.000, arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,554) menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya.
Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari hubungan antara prediktor pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal adalah sebesar 0,307. Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis dibentuk oleh pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kontribusi 30,7%. Sementara sisanya sebesar 69,3% kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor demografis, dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup , dan religiusitas (Ryff,2014,
Psychological Well-Being items in a UK Birth Cohort Sample of Women. Washington, DC:
American Psychological Association).
Ryff (dalam Astuti, 2011) menyebutkan kesejahteraan psikologis sebagai hasil pencapaian psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk melalui perkembangan dalam kehidupannya. Kondisi mental yang sehat mengarahkan individu untuk berusaha mencapai suatu keseimbangan dalam hidup dengan menerima kualitas positif dan negatif diri, menyadari potensi yang dimiliki, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit, serta mampu memberikan kontribusi kepada orang lain dan lingkungan sekitar (Shek, dalam Punia & Malaviya, 2015, Hubungan
Antara Dukungan Sosial Suami dengan
Psychological Well-Being pada Ibu yang Memiliki Anak Autisme. Jurnal Empati, April 2017).
Kesejahteraan psikologisbukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan tantangan-tantangan sepanjang hidup (Keyes, Shmotkin & Ryff, dalam Liwarti, 2013).Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya tanda-tanda depresi.Menurut Ryff & Singer (dalam Rachmayani & Ramdhani, 2014) ada enam dimensi dari kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, perkembangan pribadi, tujuan hidup, hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan kemandirian.
Ryff (2014) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh individu di lingkungan keluarga.Keluarga merupakanpendidikan informal bagi anak dalam belajar berbagai hal, seperti interaksi, nilai, moral, sikap, dan perilaku.Aktivitas keluarga memengaruhi kesejahteraan psikologis pada remaja, namun adanya variasi dalam aktivitas keluarga dapat disebabkan oleh perbedaan budaya pada setiap daerah (Maynard & Harding, 2010). Pengalaman pribadi yang berkembang dari hubungan orangtua dan remaja menjadi sumber
164 bagi remaja dalam melakukan evaluasi diri dan
interaksi dengan orang lain. Hubungan antara orangtua dan remaja akan memengaruhi sikap remaja terhadap diri sendiri dan kualitas hubungan dengan teman sebaya (Gecas; Wilkinson dalam Cripss & Zyromski, 2009). Penelitian Gecas (dalam Cripps & Zyromski, 2009) menunjukkan bahwa dukungan orangtua dapat meningkatkan evalusi diri yang mengacu pada kepuasan diri dan kebahagiaan remaja.Disamping dipengaruhi oleh dukungan keluarga melalui pola asuh, kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh Lokus Kendali (Ryff, Karimi & Alipuor, 2011).Robinson et.al (dalam Pratiwi, 2010) mengemukakan bahwa lokus kendali dapat memberikan peramalan terhadap
well-being seseorang.Individu dengan lokus kendali internal yang tinggi pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibanding individu dengan lokus kendali eksternal.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif pola asuh otoritatif dengan kesejahteraan psikologis siswa SMA Negeri 12 Medan. Hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kesejahteraan psikologis (R) sebesar 0,515 menunjukkan hubungan yang sedang diantara keduanya. Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,515) menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian pula sebaliknya semakin rendah pola asuh otoritatif akan membuat kesejahteraan psikologis juga semakin rendah. Angka R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,266. Ini menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif memiliki kontribusi sebesar 26,6% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis siswa. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari out put (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000, oleh karena probabilitas p < 0,05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
2. Ada hubungan positif lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis siswa SMA Negeri 12 Medan. Hubungan antara lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis (R) sebesar 0,289 menunjukkan hubungan yang rendah diantara keduanya. Arah hubungan positif (tanda positif pada angka 0,289) menunjukkan bahwa semakin tinggi lokus kendali internal maka kesejahteraan psikologis juga semakin tinggi, demikian sebaliknya semakin rendah lokus kendali internal maka kesejahteraan psikologis juga semakin rendah. Angka koefisien determinasi R2 sebesar 0.083 memberi arti bahwa lokus kendali internal memberikan kontribusi sebesar 8,3% dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis siswa. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari out put (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000. Oleh karena p < 0,05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan.
3. Ada hubungan positif pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis siswa SMA Negeri 12 Medan. Hasil penelitian menggambarkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal dengan kesejahteraan psikologis, dimana koefisien (R) sebesar 0,554 dengan p = 0.000. Arah hubungan yang positif (tanda positif pada angka 0,554) menunjukkan semakin tinggi pola asuh dan lokus kendali internal akan membuat kesejahteraan psikologis semakin tinggi, demikian juga sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,307 yang diperoleh dari hubungan antara prediktor pola asuh otoritatif dan lokus kendali internal memberikan kontribusi sebesar 30,7% menjelaskan kesejahteraan psikologis.. Dari hasil ini diketahui bahwa masih terdapat 69,3% pengaruh dari faktor lain terhadap kesejahteraan psikologis, seperti faktor demografis (usia, jenis kelamin) status sosial ekonomi, budaya, evaluasi terhadap pengalaman hidup, kepribadian, reliugisitas (Ryff Keyes, 2014)
165 Abdul Munir, (2006), Hubungan Beberapa
Karakteristik Siswa, Dukungan Orangtua, Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Siswa Berprestasi di Bawah Kemampuan (Underachiever) di SMA Negeri Kota Medan, Universitas Negeri Malang.
Afriani A, Baharudin R, Nor S, Nurdeng (2012).
The relationship between parenting style and social responsibility of adolescents in Banda Aceh, Indonesia. Journal of social
sciences & humanities 20(3): 736-7.
Aisyah, Siti, dkk. (2012). Perkembangan dan
Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Akhtar, M. (2009).Applying positive psychology to
alcohol-misusing adolescents. : a pilot intervension. Disertation. United Kingdom :
Msc applied positive psychology on University of East London.
Alwisol.(2005). Psikologi kepribadian. Malang: Penerbit Universitas Muhammdiyah.
Archana, Kumar, U. & Singh, R. (2014).Resilience
and Spirituality as Predictors of
Psychological Well-being among
Univercsity Students.Journal of
Psychosocial Research. 9(02), 227-235 Arikunto, S. (2013).Prosedur penelitian, suatu
pendekatanpraktik. Jakarta: Renika Cipta
Asmaliyah.(2009). Hubungan antara Persepsi
Remaja Awal terhadap Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Motivasi Berprestasi di SMP Negeri 13 Malang.UIN Maulana
Malik Ibrahim Press.
Astuti, W. A. (2011). Hubungan Antara Kestabilan
Emosi Dengan Psychological Well Being Pada Pasangan Muda, Universitas Sebelas
Maret.
Avey, J. B., Luthans, F., Smith, R. M. & Palmer, N. F. (2010).Impact of positive psychological
capital on employee well-being over time.
Journal of Occupational Health Psychology, 15(1), 17–28.
Azwar, S. (2009).Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha
, (2016).Penyusunan Skala Psikologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
, (2016).Dasar-dasar Psikometrika,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron,R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial (10th ed.). Jakarta: Erlangga
Baumrind, D. (2005). Patterns of Parental
Authority and Adolescent Autonomy.New Directions for Child and Adolescent Development.Summer. (108), 61-69.
Baumrind, King, A. Laura. 2010. Psikologi Umum. Jakarta: Salemba Humanika .
Baumrind, Diana (2011). Prototy Pical Descriptions Of 3 Parenting Styles.
(Online). Tersedia:
http://www.devpsy.org/teaching/parent/Bau mrind Parenting styles.pdf.
Benson, J. B.& Haith, M. M. (2010). Social and
emotional development in infancy and early childhood. San Diego: Academic Press.
Berk, L.E. (2012).Development Through The
Lifespan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bornstein, M. H. 2002. Handbook of Parenting.Volume 1.Child and Parenting.
Mahwah: New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Chatters, L., & Taylor, R. (1994).Religious
Involvement Among Older African
Americans.Journal of Aging and Health.
Cobb, S. 1987. Social Support as Moderator of live
Stress Psycholomatic Medicine.Jurnal of
Consulting and Clinical Psychology. 38, 5, 300-314
Cohen, S and Syne, S.I. 1985. Social Support And
Health. London: Academic Press Inc.
Cripps, K. & Zyromski, B. (2009).Adolescents’
Psychological Wellbeing and Perceived Parental Involvemen: Implications for Parental Involvement in Middle Schools.
RMLE Online. 33(04), 1-13.
Dariyo, Agoes. (2011). Psikologi Perkembangan
Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT
Refika Aditama
Desiningrum, Dinie Ratri. (2010). Family’s Social
Support and Psychological Well Being of
the Elderly in Tembalang.Anima.
Indonesian Psychological Journal, 26(1), 61-68
166 Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD,
SMP, dan SMA. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Diener, E., & Chan, M. Y. (2011).Happy People
Live Longer: Subjective WellBeing Contributes To Health And Longevity.
Applied Psychology: Health and Well-being, 3 (1), 1-43
Djabumir, N. (2016). Hubungan antara family
functioning dan psychological wellbeing pada emerging adulthood.Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. 5(1), 1-16 Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghufron M. N.,& Risnawati R. S. 2010.
Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: ArRuzz Media
Hadi, S & Pamardiningsih, Y. 2000.Manual SPS
Paket Midi. Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fakultas Psikologi UGM.
Hanurawan, Fattah. (2010). Psikologi Sosial.Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hauser, R.M., Springer, K. W., & Pudrovska, T. (2005).Temporal structures of psychological wellbeing.
Hsin kuang, Chi, Huery-Ren Yeh,dan Yu Lin, Chen. 2010. The Moderating effect of Locus
of Control on Customer Orientation and Job Performance of Salespeople. The
Business Review, Cambridge,16(2), 142-148.
Huppert, F. A. (2009). Psychological well-being :
Evidence regarding its Causes and consequences. Journal Compilation International Association of Applied Psychology : Health and well-being, 1(2), 137-164.
Karimi, Roohangiz., Alipour, Farhad. Reduce Job
stress in Organizations: Role of Locus of Control, International Journal of Business
and Social Science, Vol. 2, No. 18, Oktober 2011.
Karimi, A, Alipour, O. R, Pour, M.A, dan Azizi, B. (2013).”Relationship between Organizational Justice and job Satisfaction in ministry of Sport and Youth in Iran.”International Journal of Sport
Studies.Vol.3(11), 1149-1156.
Kasturi (2016), Meningkatkan Kesejahteraan
Psikologis Masyarakat Indonesia: Tinjauan
Psikologis Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia. Vol. 1, No. 1, Hal 1-7
Keyes, C.L.M. & Waterman, M.B. (2003).Dimensions of well-being and mental health in adulthood. Diakses dari
http://psycnet.apa.org/psycinfo/2003-02621-033
pada 28 Januari 2019.
Khoiruddin Syaiful Rahman. (2009). Analisis
Pengaruh Locus Of Control dan
Kepercayaan Terhadap Pemberdayaan Karyawan dalam Peningkatan Kinerja Karyawan (Studi Empiris Pada Yayasan Ponpes MTs–MA NU Assalam dan MTs– MA NU Muallimat di Kudus). Semarang :
Tesis UNDIP
Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner. 2005.
Perilaku Organisasi. Salemba Empat.
Jakarta.
Kustini.(2012). Locus of Control. Diunduh dari: http://www.damandiri.or.id/file/kustiniunair .pdf. Pada tanggal 29 Januari 2019, jam 10:48 WIB.
Kutanis, O., Mesci, M., & Ovdur, Z. (2011).The
effects of locus of control on learning performance: A case of academic organization. Journal of Economic and
Social Studies , 1 (2), 11-36.
Lakoy, Ferry Santje. (2009). Psychological
Well-Being Perempuan Bekerja dengan Status menikah dan Belum Menikah.Jurnal
Psikologi Vol 7 No 02, Desember 2009. Lefcourt, H. M., Martin, R. A., Fick, C. M., &
Saleh, W. E. (1985).Locus of control for
affiliation and behavior in social interactions.Journal of Personality and Social Psychology, 48(3), 755-759. doi:10.1037/0022-3514.48.3.755
167 Levenson, Hanna, (1981), Differentiating Among
Internalit, Powerful Others, and Chance,
Journal Research With The Locus of Control Construct Vol. 1, Academic Press Liwarti.(2013). Hubungan pengalaman spiritual
dengan psychological well-beingpada penghuni lembaga pemasyarakatan.Jurnal
sains dan praktik psikologi, 1, 77-88. Magister Psikologi UMM,ISSN.
Maccoby, E.E. (1980). Social Development:
Psychological Growth and The Parent-Child Relationship. United States of
America: Harcourt Brace Javanovich. Marga, Betty.m Soeharjo. L. B & Margono, H, M,
(2000), Studi Pendahuluan Hubungan
Antara Kembali Prestasi Belajar dan Lokus Kontrol Pada Siswa di SMPN di Surabaya,
Jiwa Majalah Psikiatri, 31, 1, 29-47. Jakarta, Yayasan Kesehatan Jiwa
Maynard, M.J. & Harding, S. (2010). Ethnic
Differences in Psychological Well-being in Adolescence in the Context of Time Spent in Family Activities. Soc Psychiat Epidemol.
45, (115-123).
Mearns, J. (2009). The Social Learning Theory of
Julian Rotter.
http://psych.fullerton.edu/jmearns/rotter.htm . diakses 22 Januari 2019.
Misero P.S. & Hawadi L. F. (2012).Adjustment
Problems dan Psychological Well-Being pada Siswa Akseleran (Studi Korelasional pada SMPN 19 Jakarta dan SMP Labschool Kebayoran Baru). Jurnal Psikologi Pitutur.
Volume 1.Nomor 1.
Munir, Saima & Mehsoon Sajid. 2010. Examining
Locus of Control (LOC) as a Determinant of Organizational Commitment among University Professors in Pakistan. Journal
of Business Studies Quarterly Vol. 1 (3), 78-93, ISSN 2152- 1034
Natiasa, A.J. (2010). Penggunaan School Well
Being pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bertaraf Internasional Sebagai Barometer Evaluasi Sekolah.Jurnal UI
Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora, 1.
Najati, Muhammad Utsman. (2012). The ultimate
psychology: Psikologi sempurna ala Nabi SAW. Jakarta: Pustaka Hidayah
Nazir, M. (2003). Metode penelitian Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Niaraki FR, Rahimi H. The impact of authoritative,
permissive and authoritarian behavior of parents on self concept, psychological health and life quality.Europan online
journal of natural and social sciences. 2013;02(1):78-85
Nirwana.(2013). Konsep Diri, Pola Asuh Orang
Tua Demokratis dan Kepercayaan Diri Siswa. Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 2.
No. 2.
Nurgiyantoro, Burhan, Gunawan, dan Marzuki. (2012). Statistika Terapan untuk
Penelitian-Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Papalia, D. E., Old., S. W., & Feldman, R. D. (2011). Human Development: Psikologi
Perkembangan. Edisi Kesepuluh. Jakarta:
Kencana.
Pervin, L.A., & John, O.P. (2005).Personality :
theory and research. NJ: Wiley
Phares, E. J. (1976). Locus of Control in
Personality. New Jersey: General Learning
Press
Piatek, R. dan Pinger, P. (2010). "Maintaining
(Locus of) Control? Assessing the Impact of Locus of Control on Education Decisions and Wages".IZA Discussion Paper.No.
5289.
Pratiwi, M. (2010).Gambaran Kesejahteraan
Psikologis Pada Dewasa Muda yang Pernah Menjadi Anak Panti Asuhan (Studi
Kasus SPWB pada 3 Orang Subyek). Depok: Fakultas Psikologi UI
Rahayu Ginintasasi. (2012). LOCUS OF
CONTROL.Diunduh dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIK
OLOGI/195009011981032-Rahayu_Ginintasasi/locus_of_control_%5B Compatibility_Mode %5D.pdf.
Rachmayani, D., & Ramdhani, N. (2014).Adaptasi