SKENARIO APBN HIJAU
DI ERA PANDEMI
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan
Iklim Dan Multilateral
Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu
Jakarta, 2021
2
3
4
5
6
7
1992 -UNFCCC 1997 – Kyoto Protocol Kyoto, Japan 2009 – Copenhagen Accord Copenhagen, Denmark 2007 –Bali Road Map Bali, Indonesia
2016 –
Paris Agreement Paris, France
2018 –
Katowice Climate Package Katowice, Poland
Indonesia turut aktif dalam mengendalikan perubahan iklim di tingkat global melalui Conference of the Parties (COP) UNFCCC.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengendalikan perubahan iklim melalui berbagai ratifikasi kebijakan internasional ke dalam peraturan perundang-undangan, kebijakan, maupun rencana aksi nasional. APBN pun turut berkontribusi untuk mendanai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
KOMITMEN INDONESIA TERHADAP PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM
ECONOMY
SOCIETY
ENVIRONMENT
17 target SDGs telah diarusutamakan ke dalam Rencana Aksi Nasional dalam Peraturan Presiden No.59/2017. Khususnya terkait upaya mengatasi perubahan iklim di target ke-13
DUA AGENDA AMBISIUS DI TAHUN 2030: SDGs (Ekonomi, Sosial, Lingkungan) & NDC
Pengurangan emisi di bawah skenario BaU
Sumber: Indonesia’s NDC
Pengurangan emisi melalui dukungan internasional
29%
up to
41%
Pada tahun 2030, Indonesia bertekad untuk mengurangi emisi GRK melalui:
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-GRK), 2011
Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), 2014 Indonesia Nationally Determined Contribution (NDC), 2016 RPJMN 2020-2024
note: data dalam MTon CO2e
PROSES INDUSTRI DAN PENGGUNAAN PRODUK KEHUTANA
N
ENERGI & TRANSPORTASI LIMBAH PERTANIAN
314 3.25 497 650 398 11 26 9 4 2.75
Target Penurunan Emisi per Sektor
KETAHANAN SISTEM KEHIDUPAN
Kesehatan, Permukiman, Infrastruktur
1
Bidang Adaptasi dalam RAN-API
2 9 %
4 1 %
Prioritas Nasional No.6
Pembangunan Lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim.
Program Prioritas: Pembangunan Rendah Karbon, Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim
KETAHANAN DAERAH KHUSUS
Perkotaan, Pesisir, Pulau Kecil
2
KETAHANAN EKONOMI
Ketahanan Pangan dan Energi
3
KETAHANAN EKOSISTEM
4
KETAHANAN SISTEM PENDUKUNG
5
Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, 2017 Mengatasi Perubahan Iklim dalam SDGs 13
Indonesia memiliki 2 agenda ambisius di tahun 2030 terutama terkait dengan perubahan iklim yakni SDGs dan NDC. Pembangunan ekonomi hijau dan ramah iklim sangat diperlukan untuk mencapai kedua agenda tersebut
www.djpk.kemenkeu.go.id
NDC INDONESIA: KOMITMEN MENURUNKAN EMISI GRK
29%-40% PADA 2030
8
Berdasarkan Paris Agreement dan Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDC-Indonesia)
29%
Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar:
dari baseline melalui upaya sendiri (unconditional scenario)
melalui dukungan internasional (conditional scenario)
hingga
41%
Rincian Target Mitigasi Perubahan Iklim pada NDC
Sumber: Draft Peta Jalan NDC Indonesia (2019)
Sumber: NDC Indonesia (2017) Proyeksi emisi baseline (BAU), • skenario penurunan emisi tanpa syarat (Unconditional) • dengan syarat (Conditional) dari 2010-2030
www.djpk.kemenkeu.go.id
PENCAPAIAN TARGET NDC DAN PROYEKSI KEBUTUHAN PEMBIAYAAN
500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Actual Emission Level (include FOLU) BAU NDC
Counter Measure 1 Counter Measure 2
Tingkat Emisi Aktual di 2017: 861 MTonCO2e
Tingkat Emisi BaU di 2017: 1. 860 MTonCO2e Capaian di 2017: 24,7% di bawah BaU Su mb er: KLH K, 2018
PROGRES DALAM MENCAPAI TARGET NDC
Berdasarkan
Second Biennial Update Report
(BUR-2) di 2018 , Indonesia memproyeksikan
kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target penurunan
emisi di 2030 mencapai USD247,2 miliar atau sekitar Rp3.461 triliun (Rp266,2 triliun/tahun).
Besarnya kebutuhan pembiayaan perubahan iklim mendorong Kementerian Keuangan untuk memanfaatkan mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim dalam
mengidentifikasi besaran pendanaan publik (APBN) untuk kegiatan pengendalian perubahan iklim.
Sumber: Second BUR (2018), Miliar USD
Dalam Miliar USD
Belanja Mitigasi
dan Adaptasi
Perubahan Iklim
INISIATIF CLIMATE BUDGET TAGGING DALAM APBN
Sejak tahun 2012, Kementerian Keuangan telah aktif melakukan beberapa studi kebijakan dalam mendukung pembiayaan perubahan iklim dan digunakan sebagai dasar pengembangan inisiatif penandaan anggaran perubahan iklim (climate
budget tagging).
Mekanisme tersebut diupayakan untuk meningkatkan transparansi pendanaan publik untuk pengendalian perubahan iklim di Indonesia. Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan mulai menerapkan mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim dalam APBN.
Climate Budget Tagging adalah mekanisme untuk memberikan tanda dalam dokumen perencanaan dan penganggaran untuk melacak dan mengidentifikasi macam-macam output dan besaran anggaran untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Implementasi CBT adalah hasil sinergi antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan KLHK dengan melibatkan sejumlah Kementerian/Lembaga yang terkait melalui sistem KRISNA.
Implementasi Penandaan Anggaran Mitigasi pada
Sistem ADIK 2016
Kajian Mitigation Fiscal
Framework (MFF) oleh BKF
2012
Kajian Low Emission Budget
Tagging and Scoring System (LESS)
2013
• Kerjasama BKF-UNDP/UNEP dalam program Sustainable Development Finance.
• Kajian Green Planning & Budgeting 2014
BKF menerbitkan Laporan
Anggaran Mitigasi Perubahan Iklim Tahun 2016-2017
2017 2018
2019 2020
• BKF menerbitkan Buku Pendanaan Publik untuk Pengendalian Perubahan Iklim
• Implementasi Climate Budget Tagging di tingkat daerah.
Kemenkeu menerbitkan Green Sukuk Global dengan merujuk pada data CBT
Kemenkeu menerbitkan Green Sukuk Global dan Retail dengan merujuk pada data CBT
2
Sejak tahun 2016, Kementerian Keuangan telah
mengimplementasikan
mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget
tagging) dalam APBN .
BELANJA MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam APBN (2016-2020)
2016 2017 2018 2019* 2020* 3,47% 4,48% 4,94% 3,70% 2,91% Rp72,4 T Rp95,6 T Rp109,7 T Rp91,0 T Rp79,6 T 72,4 95,6 109,7 91 79,6 2016 2017 2018 2019* 2020* Anggaran PI Selisih 193,8 170,6 156,5 175,2 186,6
Kebutuhan Pendanaan Perubahan Iklim per Tahun (Triliun Rupiah)
Anggaran Perubahan Iklim (Triliun Rupiah) dan Porsi dalam APBN (%)
• Selama 5 tahun terakhir pemerintah Indonesia telah mengalokasikan
anggaran perubahan iklim
rata-rata senilai Rp89,6 T per tahun atau
3,9% dari APBN per tahun
. Artinya sejak tahun 2016 s.d. 2020,
APBN
rata-rata telah mendanai 34%
dari total kebutuhan pembiayaan
perubahan iklim yang senilai
Rp3.461 triliun (Rp266,2 triliun/tahun)
untuk mencapai target NDC.
• Pada TA 2020 anggaran perubahan iklim mengalami penurunan
signifikan akibat
kebijakan realokasi dan refocusing anggaran
. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ruang fiskal dalam memenuhi kebutuhan
pembiayaan perubahan iklim per tahun untuk mencapai NDC menjadi
semakin sempit.
• Berdasarkan komposisinya di tahun 2020, anggaran mitigasi mencapai
55% sedangkan anggaran adaptasi sebesar 45%.
• Pemerintah perlu memobilisasi sumber pendanaan perubahan iklim di
luar APBN agar mampu menambah kapasitas pendanaan demi
mencapai target NDC.
* Hasil data sementara (2019 dan 2020)
Konfigurasi Pendanaan Publik APBN
2010
2011
2012
2013
2014
Pelayanan umum 67.7 64.6 64.1 62.1 66.9 Pertahanan 2.4 5.8 6.1 7.7 6.5 Ketertiban dan keamanan 2.0 2.5 2.9 3.2 2.8 Ekonomi 7.5 9.9 10.5 9.5 8.9 Lingkungan hidup 0.9 1.0 0.9 0.9 0.8 Perumahan & fsilitas umum 2.9 2.6 2.6 3.0 2.1 Kesehatan 2.7 1.6 1.5 1.5 0.9 Pariwisata & ekonomi kreatif 0.2 0.4 0.2 0.2 0.1 Agama 0.1 0.2 0.3 0.3 0.3 Pendidikan 13.0 11.1 10.4 10.1 10.1 Perlindungan sosial 0.5 0.4 0.5 1.5 0.5 Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi 2010-2014…..
(triliun rupiah)
▪
Alokasi belanja fungsi lingkungan relatif stagnan dan
cenderung kecil dibandingkan alokasi belanja fungsi lainnya;
▪
Lingkungan tidak semata-mata urusan LHK saja tapi harus
Klasifikasi Kehutanan Dlm Fungsi Budget
▪
Alokasi sub fungsi kehutanan hanya dimasukkan ke dalam
fungsi ekonomi;
▪
Menjadi bagian kecil dari sub fungsi lainnya dalam fungsi
lingkungan hidup;
▪
Politik anggaran menjadi tidak berimbang dengan komitmen
yang dinyatakan (prioritasi sektor kehutanan dalam
pembangunan);
Fungsi Ekonomi
Perdagangan, Pengembangan
Usaha dan UMKM
Tenaga Kerja
Pertanian, Kehutanan, Perikanan
dan Kelautan
xxxxxx
xxxxxx
Fungsi Lingkungan Hidup
Manajemen Limbah
Manajemen Air Limbah
Penanggulangan Polusi
Konservasi SDA
Tata Ruang & Pertanahan
Penelitian & Pengembangan Perlindungan LH
Perlindungan LH Lainnya
PR BERSAMA
14Bagaimana
Output dan
Outcome dari
setiap Rupiah
yang
dialokasikan
Peluang vs Tantangan
Tantangan:
• Berdasarkan estimasi Natural Climate Change and Global Carbon Project
(2020), semenjak negara-negara merelaksasi kebijakan lockdown, PSBB,
dll untuk pemulihan ekonomi, Intensitas emisi CO2 global dari bahan
bakar fosil telah meningkat kembali sejak bulan April 2020.
• Shortfall penerimaan pajak dan PNBP akibat pandemi COVID-19
menyebabkan ruang fiskal untuk membiayai aksi mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim semakin sempit. Perlu mobilisasi sumber pembiayaan
perubahan iklim non-APBN.
• Berdasarkan assessment Green Stimulus Index yang dilakukan Vivid
Economics (2020). Porsi stimulus hijau di Indonesia belum optimal dan
masih berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial.
Sumber: Vivid Economics (2020)
www.djpk.kemenkeu.go.id
Perbaikan Tata Kelola Skema Budget Tagging & Budget Scoring Perubahan Mekanisme Pengelolaan Sektoral Sektor jangan hanya dikelola secara sektoral Skema insentif dan dis-insentif Berbasis performa kinerjaAGENDA REFORMASI
PEMERINTAH
Pilkada
serentak
Sovereign
Green Sukuk
3
Green Sukuk adalah instrumen untuk membiayai program
pemerintah terkait aksi perubahan iklim, termasuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Data Climate Budget Tagging menjadi referensi dalam penerbitan Green Sukuk.
1stGlobal Green Sukuk
USD1,25 miliar
2nd Global Green Sukuk
USD750 juta
1st Green Sukuk Retail (ST-006)
Rp1,46 triliun
3rdGlobal Green Sukuk
USD750 juta Maret 2018
Februari 2019
November 2019
Juni 2020
Lini Masa Penerbitan Sovereign Green Sukuk
Tenor 5 Tahun
Kupon 2,3%
• Kupon Terendah dalam Penerbitan Sukuk/Bond 5 tahun • 7,37x Oversubscribed Underlying Assets: Kementerian PUPR Kementerian Perhubungan Kementerian ESDM
Kementerian Keuangan telah meluncurkan buku Green Sukuk Allocation and Impact Report pada Maret 2020. Buku tersebut merupakan bentuk
komitmen pemerintah dalam hal transparansi publik dan akuntabilitas penuh pada penggunaan hasil penerbitan Green Sukuk ke-1 dan ke-2.
Allocation and Impact Report
8% 6% 17% 62% 7% 5% 27% 11% 49% 9%
Energi Terbarukan Efisiensi Energi Meningkatkan Ketahanan Iklim untuk Daerah Rentan Transportasi Berkelanjutan Pengelolaan Limbah dan Waste
to Energy
2018 2019
Alokasi Pendanaan Green Sukuk per Sektor (%) Proyeksi Penurunan Emisi dari
Penerbitan Global Green Sukuk:
5,7 juta ton CO2e Penerbitan 2018
3,2 juta ton CO2e Penerbitan 2019
18
3
rd
Global Green Sukuk Issuance
19
Global Green Sukuk
di tengah Pandemi
COVID-19
2018
• Yield 3,75% p.a.
• Tenor 5 tahun
• USD1,25 miliar
• Investor spread:
18% USA, 15% Eropa, 32% Timur Tengah, dan 35% Asia2019
• Yield 3,90% p.a.
• Tenor 5,5 tahun
• USD750 juta
• Investor spread:
23% USA, 22% Eropa, 29% Timur Tengah, dan 25% Asia2020
• Yield 2,30% p.a.
• Tenor 5 tahun
• USD750 juta
• Investor spread:
12% USA, 11% Eropa, 32% Timur Tengah, 40% Asia, dan 5% Indonesia.1
st
2
nd
3
rd
Investor hijau mencapai
33,74% (meningkat 29%
dari tahun sebelumnya)
Ketahanan terhadap perubahan iklim untuk Area dan Sektor yang rentan/pengurangan risiko bencana
Waste to Energy dan
Manajemen Limbah
Transportasi Berkelanjutan
Sektor Prioritas 2020
Sumber: DJPPR-Kemenkeu (2020)
Green Sukuk masih potensial untuk dikembangkan dan diterbitkan sebagai salah satu instrumen pembiayaan defisit APBN yang peduli terhadap pengendalian perubahan iklim di tengah pandemi COVID-19
www.djpk.kemenkeu.go.id
20BADAN PENGELOLA DANA LINGKUNGAN HIDUP (BPDLH)
PMK 137/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Dana Lingkungan
Hidup
Dokumen disusun berdasarkan rancangan tata kelola dan rencana strategis bisnis Badan Layanan Umum Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup
KMK 779/2019 tentang Badan Layanan Umum Dana Lingkungan Hidup sebagai Badan
Layanan Umum
Pembentukan BDPLH sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan pada Badan Layanan Umum
Kementerian / Lembaga terkait:
OPERATIONAL BPDLH
:
Penggalang
an Dana
Pengelolaan
Dana
Penyaluran Dana
▪ Hibah ▪ Pinjaman ▪ Subsidi ▪ Carbon Trading ▪ LainnyaBadan ini bertujuan untuk memobilisasi dana publik dan swasta untuk secara efektif mendukung program
perlindungan lingkungan hidup termasuk perubahan iklim.
PP 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi
Lingkungan Hidup Salah satunya mengatur mengenai Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (PDLH)dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) Perpres 77/2018 tentang Pengelolaan Dana
Lingkungan Hidup
Mengatur mengenai pembentukan unit organisasi non-eselon untuk mengelola dana lingkungan hidup yang ditetapkan dengan PMK
UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Memandatkan penetapan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
www.djpk.kemenkeu.go.id
21
SDG INDONESIA ONE
Platform blended finance yang dikelola oleh PT. SMI memfasilitasi keterlibatan filantropis, donor, dana iklim, investor hijau, MDB, lembaga internasional, bank komersial, dana kekayaan negara, investor institusional.
➢
Instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam mencapai 16 dari 17 Target SDGs.
➢
Jenis Produk: Fasilitas Pengembangan, Fasilitas De-risking, Fasilitas Pembiayaan, & Dana Ekuitas.
➢
Sektor prioritas: Kesehatan, Pendidikan, Energi Terbarukan dan Infrastruktur Perkotaan (transportasi, pengelolaan air & limbah)*
* berpotensi dapat diperluas
SDG Indonesia One akan mengelola & memanfaatkan dana USD 2,34 M *, untuk memfasilitasi 93 proyek senilai USD 18,2 M
* komitmen & janji dari 26 mitra pembangunan (per 05 Okt 2018)
* indikasi
Ringkasan Underlying Projects*
Transportasi Perkotaan Zona Ekonomi Khusus Pelabuhan Telekomunikasi Pariwisata Jalan Energi Terbarukan Kesehatan Kereta Api 5 Proyek (USD 6.48 M) 4 Proyek (USD 5.91 M) 72 Proyek (USD 2.48 M) 2 Proyek (USD 533 Jt) 1 Proyek (USD 535 Jt) 1 Proyek (USD 589 Jt) 1 Proyek (USD 535 Jt) 1 Proyek (USD 890 Jt) 3 Proyek (USD 113 Jt) Air 3 Proyek (USD 173 Jt)
22
Committed Mobilized USD Miliar 10.3 9,8 4,9 5,4 Entitas Pelaksana mekanisme keuangan UNFCCC Didirikan oleh Conference of the Parties (COP) UNFCCC tahun 2010 Dana perubahan iklim terbesar di dunia Mulai beropreasi pada tahun 2015 di Songdo Pembiayaan mitigasi-adaptasi yang seimbang Diversifikasi instrument keuanganApaitu
GCF
?
Potensi Pendanaan Replenishment Fund Proposal Request of No-Objection Letter (NOL) No-Objection Letter Fu n d in g No-Objection Letter• Accredited Entities (AE) dan NDA merupakan komponen utama dalam mengakses pendanaan GCF. • GCF beroperasi melalui AE untuk
menyalurkan pendanaan ke dalam proyek atau program.
• Negara berkembang perlu memiliki NDA/focal point untuk mengakses pendanaan GCF.
• Badan Kebijakan Fiskal mewakili Menteri Keuangan ditetapkan sebagai NDA-GCF Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.756 / KMK.10 / 2017 Mekanisme Pendanaan
Area Pendanaan
Akses dan Pembangkit Energi Transportasi
FOLU
Bangunan, perkotaan, industri dan peralatan
Mitigasi
Adaptasi
Kesehatan, Pangan, dan Air
Mata pencaharian masyarakat dan komunitas Infrastruktur dan lingkungan binaan Ekosistem dan jasa lingkungan
OPSI PEMBIAYAAN PERUBAHAN IKLIM (ENERGI)
www.djpk.kemenkeu.go.id
23PROYEK/PROGRAM INDONESIA YANG TELAH DISETUJUI GCF
Fasil
ita
s
Ke
siap
an
Pr
oposal
Pe
nda
naa
n
Program Kesiapan GCF Fase I dan II untuk NDAdan Lembaga
Terakreditasi Nasional
1
Persiapan Proyek (PPF) PembangunanBus Rapid Transit di Semarang
2
Skema Pendanaan (Nilai dalam Juta USD)
Geothermal Resource Risk Mitigation Facility (GREM)
Program fasilitas pendanaan bagi pengembangan energi panas bumi yang secara spesifik untuk de-risking pembiayaan pada tahap
eksplorasi. Implementasi program akan bekerja sama dengan PT SMI selaku executing entity.
Pendanaan GCF: USD 100 juta; Co-financing: USD 310 juta
3
Hibah :
Fase I USD 850 ribu Fase II USD 998 ribu
Hibah :
USD 788 Ribu
Climate Investor One (CIO)
Pendanaan GCF : USD 100 juta; Co-financing: USD 721,5 juta
Program blended finance facility dengan skema pendanaan berbeda sesuai fase pengembangan, konstruksi dan implementasi suatu proyek.
Implementasi di 11 negara. Indonesia diestimasikan akan dapat menyerap
minimal USD 43,9 juta dari nilai proyek total.
Skema Pendanaan (Nilai dalam Juta USD)
4
7,5 90 2,5 225 25 60 GCF - Loan GCF - Reimbursable Grant GCF - GrantInternational Bank for Reconstruction and Development (IBRD) - Loan Ministry of Finance/PT. Sarana Multi Infrastruktur
Private Sector - Equity
100 26,5 75 310 310 GCF - Reimbursable Grant
Co-Financing - Development Fund (Grant)
Co-Financing - CEF Tier 1 (Grant)
Co-Financing - CEF Tier 2 (Equity)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
CARBON PRICING (NILAI EKONOMI KARBON/NEK)
Carbon pricing curbs greenhouse gas emissions by placing a fee on emitting and/or offering an
incentive for emitting less. Carbon pricing works by capturing the external costs of emitting carbon
and placing that cost back at its source. Thus, it shifts the responsibility of paying for the damages of
climate change from the public to the GHG emission producers. It also creates a price signal that
provides a strong financial case for shifting investments away from high-emission technology towards
cleaner technology (UNFCCC, 2020)
• Di Indonesia, Carbon Pricing di Indonesia diterjemahkan menjadi Nilai Ekonomi Karbon/NEK
• Didefinisikan sebagai Pemberian harga (valuasi) atas emisi gas rumah kaca/karbon
• Difungsikan sebagai instrumen untuk mengubah perilaku ekonomi atas suatu barang/jasa:
– Harga adalah sinyal untuk aktivitas ekonomi
– Harga ≠ nilai
– Banyak hal yang bernilai tetapi tidak punya harga
• Dapat menjadi intervensi kebijakan untuk “market failure” dengan memanfaatkan kekuatan pasar
• Praktek dari “polluters-pay-principle”
• Dapat menjadi sumber alternatif untuk pembiayaan berkelanjutan bagi Pemerintah.
Latar Belakang
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENGAPA NEK
Latar Belakang
Target NDC Pembangunan BerkelanjutanPengendalian Emisi GRK oleh Pelaku Usaha Command and Control Persuasive Measures Carbon Pricing (NEK) Pelestarian lingkungan Efisiensi produksi Penghematan SDA
NEK dari kaca mata Fiskal
72,4 95,6 109,7
193,8 170,6 156,5
2016 2017 2018
Climate Financing Need Climate Budget Allocation
266,2 Financing Gap Penanganan Perubahan Iklim per Tahun (T Rupiah) Peluang revenue Mendorong investasi hijau Bentuk penerapan PPP Mengatasi celah pembiayaan PI Internalisasi cost eksternalitas Mendorong Pertumbuhan berkelanjutan
▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ 25 2016 2017 2018
NDC INDONESIA
INDUSTRIAL PROCESSES AND PRODUCT USE FORESTRY ENERGY &TRANSPORTATION WASTE AGRICULTURE
314 3.25 497 650 398 11 26 9 4 2.75
Target emisi per sektor (MTon CO2e)
2 9 %
4 1 %
Realisasi emisi per sektor
Actual Emission Level in 2017: 861 MTonCO2e BaU Emission Level in 2017: 1. 860 MTonCO2e
Achievement in 2017:
24,7% below BaU level
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JENIS-JENIS INSTRUMEN NEK
Latar Belakang
Non Perdagangan Tidak ada perpindahan hak atas karbon
Pajak Karbon Kandungan Karbon Emisi GRK Result-Based Payment Perdagangan Karbon
Perdagangan Izin Emisi (cap and trade)
Batas Atas Emisi (emission cap)
A
B
A mempunyai surplus izin emisi
yang dijual ke B
Offset Karbon Subsidi
Penerapan NEK di Dunia
Sumber: State and Trends of Carbon Pricing 2020, World Bank
Cap and tax
www.djpk.kemenkeu.go.id
PEMETAAN INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL BERORIENTASI LINGKUNGAN
DBH SDA DAU DAK DID HIBAH DANA DESA
Tujuan mengatasi
ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah (keseimbangan vertikal) pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah (keseimbangan horizontal)
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
insentif dalam
meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah, layanan dasar, dan pengentasan kemiskinan
Mendanai penyelenggaraan urusan pemerintah daerah untuk menunjang prioritas Nasional Mendanai kegiatan bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Karakteristik Kegiatan telah ditentukan (earmarked)
Layanan dasar publik dan ekonomi
Kegiatan bidang reguler (10), penugasan (9), dan afirmasi (6)
Sesuai kebutuhuan dan prioritas daerah
Pelayanan dasar publik dan prioritas nasional berdasarkan usulan K/L selaku executing agency
Pelayanan dasar publik di tingkat desa
Instrumen Kebijakan Fiskal yang berorientasi Lingkungan
Bagi hasil bidang kehutanan
Tidak spesifik
peruntukannya (block grant)
DAK penugasan bidang lingkungan hidup dan kehutanan
Kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup
Kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup
Dukungan pengelolaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup
Variabel dalam formula alokasi yang terkait bidang Kehutanan
Bagi Hasil Dana Reboisasi (60% pusat, 40% provinsi
penghasil)
Variabel kewilayahan Kriteria teknis bidang lingkungan hidup dan kehutanan
pengelolaan sampah Konservasi dan pembangunan kawasan pedesaan di Taman Nasional Gunung Leuser
Pelestarian lingkungan hidup
Mekanisme pengawasan kinerja atas penggunaan dana
Terukur, earmarked untuk kegiatan reboisasi
Tidak terukur, karena bersifat block grant
Terukur, sebagai dasar mekanisme penyaluran dan penyerapan dana
Terukur, ditetapkan dalam perencanaan dan
penganggaran keu. daerah
Terukur, dengan diilakukan pre-audit (persetujuan rencana kerja oleh K/L), dan
rekomendasi penyaluran dari K/L
Terukur, sebagai dasar mekanisme penyaluran dan penyerapan dana
Dalam penyusunan Perpres Sampah baru, Menko Maritim
menugaskan Wamen ESDM untuk
perhitungan formula harga beli listrik untuk proyek PLTSa, dan juga nilai tipping
fee dimasukkan di
Perpres
PERPRES 35/2018 DAN HISTORISNYA
Menggunakan Perpres 18/2016 dengan FIT (harga listrik) yaitu USD 18,77 cent/kWh 2016 Terdapat beberapa investor yang telah ikut lelang dan menyatakan proyek
ekonomis tanpa
tipping fee
/
/
Di Kota Bekasi (PT Nusa Wijaya) dan di Kota Solo (PT Citra Metro Plasma) mengajukan proposal proyek PLTSa dengan zero tipping fee
Perpres No. 18/2016 sampah digugat dan dianulir oleh MA, terkait tahapan AMDAL Kemenko Maritim menyusun draft Perpres sampah baru 2018
/
/
Perhitungan tim Wamen ESDM, bahwa harga beli listrik USD 13,35 cent/kWh dengan tipping fee yaitu Rp 500.000,-Perpres 35/2018 diterbitkan pada April 2018 dengan tercantum harga jual listrik yaitu USD 13,35 cent/kWh dan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) maksimum adalah Rp500.000,-2017(*) Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat atau tidak lulus seleksi dan tidak ada BUMD yang mampu ditugaskan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan PLTSa
KARAKTERISTIK DARI PROGRAM PSEL PERPRES 35/2018
Gubernur/
Walikota
1.BUMD/
BUMN yang
ditugaskan;
atau
2.Badan
Usaha hasil
kompetisi
Kemenkeu
KompensasiPenugasanFeed In Tariff Tipping Fee/ BLPS
Kementerian
LHK
Usulan bantuan BLPS Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah BUMN Aliran Uang Badan Usaha• Gubernur/ Walikota mengusulkan kepada
Menteri ESDM untuk menugaskan PT PLN
membeli tenaga Listrik
• Terhadap PLN dapat diberikan kompensasi
sesuai UU berlaku.
• Harga pembelian oleh PT PLN diatur di
Pasal 11 ayat (1)
a. Kapasaitas sampai 20MW harga USD
13.35 cent/ kWh
b. Kapasitas > 20MW dengan formula USD
cent/ kWh=14,54-(0,076 x besaran
kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN
• Pendanaan proyek bersumber dari APBD
dan dapat didukung APBN (Bantuan BLPS).
• Proyek PSEL adalah Proyek Waste to Energy
dengan PT PLN harus membeli dengan
skema take or pay
Usulan bantuan BLPS Bantuan BLPS (DAK Non Fisik)
PERPRES 35 TAHUN 2018 DAN DANA BANTUAN BLPS
Perpres 35/2018 pada Bab VI
mengatur mengenai sumber
pendanaan untuk percepatan
pembangunan PLTSa
▪ Pasal 14 mengatur bahwa pendanaan untuk pembangunan PLTSa berumber dari
APBD dan dapat didukung oleh APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
▪ Pasal 15 mengatur bahwa pendanaan yang bersumber APBN digunakan untuk
bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) paling tinggi Rp500.000/ton
sampah. Alokasi anggaran bantuan BLPS diusulkan oleh Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
PENGALOKASIAN DANA BANTUAN
BLPS DALAM
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NO. 48 TAHUN 2019
DANA BANTUAN BIAYA LAYANAN PENGOLAHAN SAMPAH (BLPS)
❑
Kebijakan Pengalokasian dilakukan berdasarkan:
•
Kebutuhan biaya layanan pengolahan sampah (BLPS) selama setahun (diusulkan oleh daerah);
•
Penilaian kelayakan proses pengolahan sampah (oleh KLHK);
•
Kemampuan fiskal daerah terhadap biaya layanan pengolahan sampah (dinilai oleh Kemenkeu c.q DJPK).
❑
Kebijakan Penggunaan : kompensasi atas jasa pengolahan sampah di PSEL, di luar biaya pengumpulan
dan pengangkutan
❑
Pagu Alokasi BLPS
• 2019 : Rp26,91 miliar untuk Kota Surabaya (realisasi 0%)
• 2020 : Rp53,095 miliar, untuk daerah penerima akan ditetapkan dalam PMK berdasarkan usulan KLHK
Alokasi = %bobot x Kebutuhan BLPS setahun o %bobot : clustering kebutuhan BLPS thd Ruang Fiskal o Kebutuhan BLPS setahun = jml sampah x BLPS/tonnase
x jml hari operasional Sangat TinggiTinggi 12 0,00%4,10% 4,00%8,00% 25,00%30,00% Sedang 3 8,10% 12,00% 35,00% Rendah 4 12,10% 16,00% 40,00% Sangat Rendah 5 49,00%
Batas bawah Batas atas Besaran Bantuan BLPS di atas 16% Kategori kebutuhan BLPS thdp Kapasitas Fiskal Daerah Kelas
%bobot
berdasarkan
Ruang Fiskal
Daerah
▪
Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya pembangunan berkelanjutan yang
mengedepankan pelestarian lingkungan hidup semakin menguat dengan semakin banyak
instrumen fiskal utamanya transfer ke daerah dan dana desa yang penggunaannya diperuntukkan
terkait lingkungan hidup.
▪
Beberapa jenis TKDD tersebut meliputi:
✓
DBH Kehutanan Dana Reboisasi
✓
DAK Fisik Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan
✓
DAK Non Fisik Bantuan Biaya Pengelolaan Limbah Sampah (BPLS).
✓
Dana Insentif Daerah
✓
Dana Desa yang telah mengakomodir ekologi dan lingkungan hidup dalam penggunaannya (Permendesa
No. 11 Tahun 2019)
▪
Jika mengacu pada skema EFT yang dikembangkan saat ini maka TKDD berbasis Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tersebut bisa disebut dengan TANE (Transfer Anggaran Nasional berbasis
Ekologi). Sedangkan yang dilevel Provinsi (TAPE – berupa bantuan keuangan berbasis ekologi ke
Kab/Kota) dan dilevel Kab/Kota (TAKE – bantuan keuangan ke Pemdes dan penggunaan dana
www.djpk.kemenkeu.go.id
DBH KEHUTANAN ???
bagian daerah yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Kehutananyang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.DBH IUPH → Penggunaan bersifat umum DBH PSDH → Penggunaan bersifat umum DBH DR → Penggunaan sudah ditentukan sesuai PMK No. 221/PMK.07/2019 I U R A N I J I N U S A H A P E M A N FA ATA N H U TA N ( I I U P H ) • Pungutan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan suatu kawasan hutan tertentu • Dilakukan pungutan sekali pada saat izin diberikan • Dihitung dengan rumus Tarif/Ha x Luas Areal PROVISI SUMBER DAYA HUTAN (PSDH) • Pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsic dari hasil hutan
• Dipungut dari hutan Negara • Dihitung dengan rumus Tarif (%) x Harga Patokan x Volume Produksi DANA REBOISASI (DR) • Dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu • Dipungut dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan • Dihitung dengan rumus Tarif/Satuan x Volume
PERLUASAN PENGGUNAAN DBH DR DALAM PMK 221/PMK.07/2019
KABUPATEN/ KOTA
Penggunaan sisa DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota yang disalurkan sampai dengan tahun 2016 dan masih terdapat di kas daerah, dapat digunakan untuk:
PROVINSI
DBH DR untuk provinsi penghasil diperluas penggunaannya untuk membiayai kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan pendukungnya. Kegiatan
pendukungnya meliputi :
1. perlindungan dan pengamanan hutan; 2. teknologi rehabilitasi hutan dan lahan;
3. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
4. pengembangan perbenihan;
5. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, serta
pemberdayaan dan perhutanan sosial dalam rangka kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dan peningkatan pendapatan
masyarakat setempat;
6. operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
7. pembinaan; dan/atau
8. pengawasan dan pengendalian. 1. Pengelolaan taman hutan raya;
2. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dalam mendukung kegiatan RHL;
dan/atau
3. Penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan
pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
dilaksanakan oleh OPD yang ditunjuk oleh
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan pada bidang terkait. Batas waktu penggunaan sisa DBH DR oleh kab/kota adalah ta 2022.
REALISASI TRANSFER DBH KEHUTANAN (RP TRILIUN)
Ket:
*) Sisa DBH DR pada Rekening Kas Umum Daerah s.d TA 2018 yang tidak termanfaatkan sebesar Rp 4,5 T 2015 2016 2017 2018 2019 2020 PSDH 0,50 0,66 0,83 0,70 0,74 0,71 IIUPH 0,11 0,19 0,14 0,17 0,17 0,05 DR*) 0,62 0,68 0,85 0,74 0,88 0,65 DBH Kehutanan 1,23 1,53 1,82 1,61 1,80 1,42 Opsi Riset 1 Kendala dan Permasalahan Realisasi DBH DR
34
www.djpk.kemenkeu.go.id
KEBIJAKAN UMUM DID 2020
35
Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan untuk memberikan insentif/penghargaan kepada daerah atas kinerja pemerintah
daerah dalam perbaikan/pencapaian kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan,
pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan Pagu DID
Pokok-pokok Kebijakan DID 2020
❑ Melanjutkan peran insentif untuk memperbaiki pengelolaan TKDD
❑ Melanjutkan kebijakan yang mendukung pencapaian prioritas nasional
❑ Melanjutkan peran insentif dalam meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah
❑ Melanjutkan refocusing dan penajaman indikator yang lebih mencerminkan kinerja
pemerintah daerah
❑ Melanjutkan penguatan inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat
1,7 T 5,0 T 7,5 T 8,5 T 10,0 T 15,0 T 2015 2016 2017 2018 2019 2020
❑ Mendorong peningkatan investasi dan ekspor
❑ Mendorong pemanfaatan pembiayaan kreatif (creative financing)
❑ Mendorong peningkatan kualitan belanja melalui pemenuhan mandatory spending
❑ Mendorong penyampaian pelaporan tepat waktu
PAGU Rp15.000,0 miliar, meningkat 50% dari APBN 2019
www.djpk.kemenkeu.go.id
DID 2020 terdiri dari 3 kriteria utama sebagai eligibilitas daerah penerima DID dan 9 kategori yang terdiri dari beberapa
subkategori yang penilaiannya dilakukan secara mandiri/individual. Terdapat kategori kinerja yang baru, yaitu creative financing,
mandatory spending, ketepatan waktu pelaporan, peningkatan ekspor, dan peningkatan investasi
Kriteria Utama
Opini BPK
atas LKPD (WTP)
Penetapan Perda
APBD Tepat Waktu
Penggunaan
e-government
(e-budgeting dan
e-procurement)
Kategori Kinerja
1. Kesehatan Fiskal dan pengelolaan keuangan Daerah
a. Kemandirian Daerah
b. Efektifitas Pengelolaan Belanja Daerah c. Pembiayaan Kreatif (Baru)
d. Mandatory spending (Baru)
e. Ketepatan waktu pelaporan (Baru)
2. Pelayanan Dasar Publik Bidang Pendidikan
a. Angka Partisipasi Murni b. Peta Mutu Pendidikan
c. Rata-rata Nilai Ujian Nasional
3. Pelayanan Dasar Publik Bidang Kesehatan
a. Penanganan Stunting
b. Balita yang mendapatkan imunisasi lengkap
c. Persalinan di fasilitas kesehatan
4. Pelayanan Dasar Publik Bidang Infrastruktur
a. Akses sanitasi Layak b. Sumber air minum layak
5. Kesejahteraan Masyarakat
a. Penurunan Penduduk Miskin
b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
6. Pelayanan Umum Pemerintahan
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
b. Penghargaan Pembangunan Daerah c. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) d. Inovasi Daerah
7. Peningkatan ekspor (Baru) 8. Peningkatan investasi (Baru) 9. Pengelolaan Sampah
37
38
39
40
41
42
43
▪
Pandemi telah mengubah segala nya, meski demikian memberikan
potensi perbaikan menuju era ramah lingkungan;
▪
Pemerintah menggelontorkan program PEN dalam jumlah yang
sangat signifikan;
▪
PEN bersifat ad-hoc ( hingga 2023) sehingga dibutuhkan kecepatan,
ketepatan mekanisme dan sasaran sekaligus keakuratan data;
▪
Bounce back better harus siap secara konsep untuk kemudian sinergi
di dalam skema PEN ( melihat potensi masing-masing sektor);
▪
Pembahasan revisi UU HKPD;
▪
Penyusunan petunjuk pelaksanaan UU Cika;
▪
Pelaksanaan Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020;
44
www.djpk.kemenkeu.go.id
Perbaikan Tata Kelola Skema Budget Tagging & Budget Scoring Perubahan Mekanisme Pengelolaan Sektoral Sektor jangan hanya dikelola secara sektoral Skema insentif dan dis-insentif Berbasis performa kinerjaAGENDA REFORMASI
PEMERINTAH
Pilkada
serentak
www.djpk.kemenkeu.go.id
46Perencanaan program dan penganggaran tdk
terkoneksi→ pendanaan menjadi tdk optimal;
Bahasa renaksi (RAN/D)→ tdk serta merta
terkoneksikan dengan bahasa penganggaran;
PUPK belum diterjemahkan dengan baik
→
tumpang tindih kewenangan;
1
3
4
Perencanaan program dan penganggaran tidak tersusun
dengan bahasa kinerja yang pas→
input-proses-kegiatan-output-outcome dan juga satuan kegiatand an unit cost;
Problem Perencanaan dan
Penganggaran Publik
2
COST
CENTER
REVENUE
GENERATING
KINERJA KEPALA PD (ESELON II)
KINERJA KEPALA BIDANG (ESELON III)
KINERJA KEPALA SEKSI (ESELON IV)
SASARAN POKOK (Pertumbuhan Ekonomi)
RPJPD ARAH KEBIJAKAN
SASARAN DAERAH
(Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian)
KINERJA KEPALA DAERAH TUJUAN DAERAH (Pertumbuhan Ekonomi) VISI MISI RPJMD SASARAN PD
(Tingkat pendapatan petani)
PROGRAM (Produksi pertanian) PROGRAM (produksi Perkebunan) KEGIATAN (pengadaan bibit unggul) KEGIATAN (pelatihan SDM petani) KEGIATAN (Penggunaan teknologi tepat guna) KEGIATAN (Pembukaan lahan perkebunan) TUJUAN PD (NTP) RENSTRA PD KINERJA DAERAH
ARSITEKTUR
KINERJA*
Sumber: TEA, 2020Menambahkan indicator LHK dan kebencanaan Prioritas daerah hasil Pilkada 2020
www.djpk.kemenkeu.go.id
ARSITEKTUR KINERJA
PEMBANGUNAN DAERAH
PP 13/2019
Indikator Kinerja Makro
Indikator Akuntabilitas
Kinerja Pemda
Indikator Penyelenggaraan
Urusan
▪ IPM; ▪ Kemiskinan; ▪ Pengangguran; ▪ Ekonomi; ▪ Pendapatan Perkapita; ▪ Indek Gini Indikator Kinerja Penyelenggaraan Urusan Indikator Sasaran RPJMDKontruksi
Dok. RPJMD
Dok. Renstra PD
Kontruksi
TUJUAN
(Indikator Kinerja)
SASARAN
(Indikator Kinerja)
SASARAN
(Indikator Kinerja)Program &
Kegiatan
(Indikator Kinerja)TUJUAN
(Indikator Kinerja)
PROGRAM
(Indikator Kinerja)=
Tentang Laporan & EvaluasiPenyelenggaraan Pemerintah Daerah
www.djpk.kemenkeu.go.id
sesuai Musrenbang RPJMD Ranc. Akhir RPJMD Rancangan RPJMD PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJMD SE KDH ttg Penyusunan RancanganRenstra-OPD VERIFI-KASI
sesuai Penyesuaian Rancangan Renstra-OPD Rancangan Akhir Renstra PD Penyempurnaan Rancangan Akhir Renstra-OPD Penetapan Renstra PD Renstra PD VERIFI-KASI Tdk sesuai
Perda
RPJMD
Tidak sesuai Penyusunan Rancangan Renstra PD sesuai Program prioritas, outcome, & pagu Program & Kegiatan prioritas, indikator, & paguTAHAPAN PENYUSUNAN RPJMD
Daer
ah
Per
ang
ka
t Daer
ah
RPJMD Teknokratik Capaian Kinerja layanan /urusan 5 tahun sebelumnya Permasalahan & isu strategis layanan/ursan VERIFI-KASI sesuai Penyusunan RPJMD (Teknokratik) Gambaran Keuangan dan Kerangka Pendanaan Data capaian Kinerja 5 tahun ke sebelumnya Permasalahan & Isu Strategis Daerah Tidak sesuai Data & List of problemRancangan Awal Renstra PD
Penyusunan
Rancangan Awal Renstra PD
BAGAN ALIR PENYUSUNAN RPJMD DAN RENSTRA PERANGKAT DAERAH
APRIL-MEI
www.djpk.kemenkeu.go.id
DASAR PERUMUSAN VISI & MISI CALON KDH
RPJMN
2020-2024RPJPD Tahap IV
(2005-2025)
RPJMD
TEKNOKRATIK
VISI, MISI &
PROGRAM
03
04
01 PENDAHULUAN
02 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
KEUANGAN DAERAH PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGISDAERAH
Sistematika
Calon KDH & Wakil KDH
RPJMD Kebijakan dan Sasaran Pokok
RPJPD menjadi pedoman dalam perumusan visi, misi, dan program calon KDH
Tujuan
Sasaran
Strategi Arah Kebijakan Program dan Pendanaan
VISI & MISI PRESIDEN
& WAKIL PRESIDEN
PEMBANGUNANDAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
PMDN 86/2017 Pasal 167 (7),
Tujuan dan Sasaran Paling sedikit Mengindikasikan
:
Peningkatan dan Pemerataan
Kesempatan
Kerja
Peningkatan dan PemerataanLapangan
Berusaha
Pemerataan Peningkatan dan Akses danKualitas Pelayanan Publik
Peningkatan dan Pemerataan
Pendapatan
Masyarakat
Peningkatan dan Pemerataan
Daya Saing Daerah
Merupakan perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah diserahkan Ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
PEMBANGUNAN DAERAH :
INDIKATOR MAKRO :
PP 13/2019, Terdiri dari: