• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKENARIO APBN HIJAU DI ERA PANDEMI. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim Dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu Jakarta, 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKENARIO APBN HIJAU DI ERA PANDEMI. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim Dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu Jakarta, 2021"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SKENARIO APBN HIJAU

DI ERA PANDEMI

Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan

Iklim Dan Multilateral

Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu

Jakarta, 2021

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

5

(6)

6

(7)

7

1992 -UNFCCC 1997 – Kyoto Protocol Kyoto, Japan 2009 – Copenhagen Accord Copenhagen, Denmark 2007 –

Bali Road Map Bali, Indonesia

2016 –

Paris Agreement Paris, France

2018 –

Katowice Climate Package Katowice, Poland

Indonesia turut aktif dalam mengendalikan perubahan iklim di tingkat global melalui Conference of the Parties (COP) UNFCCC.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengendalikan perubahan iklim melalui berbagai ratifikasi kebijakan internasional ke dalam peraturan perundang-undangan, kebijakan, maupun rencana aksi nasional. APBN pun turut berkontribusi untuk mendanai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

KOMITMEN INDONESIA TERHADAP PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

ECONOMY

SOCIETY

ENVIRONMENT

17 target SDGs telah diarusutamakan ke dalam Rencana Aksi Nasional dalam Peraturan Presiden No.59/2017. Khususnya terkait upaya mengatasi perubahan iklim di target ke-13

DUA AGENDA AMBISIUS DI TAHUN 2030: SDGs (Ekonomi, Sosial, Lingkungan) & NDC

Pengurangan emisi di bawah skenario BaU

Sumber: Indonesia’s NDC

Pengurangan emisi melalui dukungan internasional

29%

up to

41%

Pada tahun 2030, Indonesia bertekad untuk mengurangi emisi GRK melalui:

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-GRK), 2011

Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), 2014 Indonesia Nationally Determined Contribution (NDC), 2016 RPJMN 2020-2024

note: data dalam MTon CO2e

PROSES INDUSTRI DAN PENGGUNAAN PRODUK KEHUTANA

N

ENERGI & TRANSPORTASI LIMBAH PERTANIAN

314 3.25 497 650 398 11 26 9 4 2.75

Target Penurunan Emisi per Sektor

KETAHANAN SISTEM KEHIDUPAN

Kesehatan, Permukiman, Infrastruktur

1

Bidang Adaptasi dalam RAN-API

2 9 %

4 1 %

Prioritas Nasional No.6

Pembangunan Lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim.

Program Prioritas: Pembangunan Rendah Karbon, Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim

KETAHANAN DAERAH KHUSUS

Perkotaan, Pesisir, Pulau Kecil

2

KETAHANAN EKONOMI

Ketahanan Pangan dan Energi

3

KETAHANAN EKOSISTEM

4

KETAHANAN SISTEM PENDUKUNG

5

Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, 2017 Mengatasi Perubahan Iklim dalam SDGs 13

Indonesia memiliki 2 agenda ambisius di tahun 2030 terutama terkait dengan perubahan iklim yakni SDGs dan NDC. Pembangunan ekonomi hijau dan ramah iklim sangat diperlukan untuk mencapai kedua agenda tersebut

(8)

www.djpk.kemenkeu.go.id

NDC INDONESIA: KOMITMEN MENURUNKAN EMISI GRK

29%-40% PADA 2030

8

Berdasarkan Paris Agreement dan Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDC-Indonesia)

29%

Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar:

dari baseline melalui upaya sendiri (unconditional scenario)

melalui dukungan internasional (conditional scenario)

hingga

41%

Rincian Target Mitigasi Perubahan Iklim pada NDC

Sumber: Draft Peta Jalan NDC Indonesia (2019)

Sumber: NDC Indonesia (2017) Proyeksi emisi baseline (BAU), • skenario penurunan emisi tanpa syarat (Unconditional) • dengan syarat (Conditional) dari 2010-2030

(9)

www.djpk.kemenkeu.go.id

PENCAPAIAN TARGET NDC DAN PROYEKSI KEBUTUHAN PEMBIAYAAN

500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Actual Emission Level (include FOLU) BAU NDC

Counter Measure 1 Counter Measure 2

Tingkat Emisi Aktual di 2017: 861 MTonCO2e

Tingkat Emisi BaU di 2017: 1. 860 MTonCO2e Capaian di 2017: 24,7% di bawah BaU Su mb er: KLH K, 2018

PROGRES DALAM MENCAPAI TARGET NDC

Berdasarkan

Second Biennial Update Report

(BUR-2) di 2018 , Indonesia memproyeksikan

kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target penurunan

emisi di 2030 mencapai USD247,2 miliar atau sekitar Rp3.461 triliun (Rp266,2 triliun/tahun).

Besarnya kebutuhan pembiayaan perubahan iklim mendorong Kementerian Keuangan untuk memanfaatkan mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim dalam

mengidentifikasi besaran pendanaan publik (APBN) untuk kegiatan pengendalian perubahan iklim.

Sumber: Second BUR (2018), Miliar USD

Dalam Miliar USD

(10)

Belanja Mitigasi

dan Adaptasi

Perubahan Iklim

INISIATIF CLIMATE BUDGET TAGGING DALAM APBN

Sejak tahun 2012, Kementerian Keuangan telah aktif melakukan beberapa studi kebijakan dalam mendukung pembiayaan perubahan iklim dan digunakan sebagai dasar pengembangan inisiatif penandaan anggaran perubahan iklim (climate

budget tagging).

Mekanisme tersebut diupayakan untuk meningkatkan transparansi pendanaan publik untuk pengendalian perubahan iklim di Indonesia. Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan mulai menerapkan mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim dalam APBN.

Climate Budget Tagging adalah mekanisme untuk memberikan tanda dalam dokumen perencanaan dan penganggaran untuk melacak dan mengidentifikasi macam-macam output dan besaran anggaran untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Implementasi CBT adalah hasil sinergi antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan KLHK dengan melibatkan sejumlah Kementerian/Lembaga yang terkait melalui sistem KRISNA.

Implementasi Penandaan Anggaran Mitigasi pada

Sistem ADIK 2016

Kajian Mitigation Fiscal

Framework (MFF) oleh BKF

2012

Kajian Low Emission Budget

Tagging and Scoring System (LESS)

2013

• Kerjasama BKF-UNDP/UNEP dalam program Sustainable Development Finance.

• Kajian Green Planning & Budgeting 2014

BKF menerbitkan Laporan

Anggaran Mitigasi Perubahan Iklim Tahun 2016-2017

2017 2018

2019 2020

• BKF menerbitkan Buku Pendanaan Publik untuk Pengendalian Perubahan Iklim

• Implementasi Climate Budget Tagging di tingkat daerah.

Kemenkeu menerbitkan Green Sukuk Global dengan merujuk pada data CBT

Kemenkeu menerbitkan Green Sukuk Global dan Retail dengan merujuk pada data CBT

2

Sejak tahun 2016, Kementerian Keuangan telah

mengimplementasikan

mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget

tagging) dalam APBN .

(11)

BELANJA MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam APBN (2016-2020)

2016 2017 2018 2019* 2020* 3,47% 4,48% 4,94% 3,70% 2,91% Rp72,4 T Rp95,6 T Rp109,7 T Rp91,0 T Rp79,6 T 72,4 95,6 109,7 91 79,6 2016 2017 2018 2019* 2020* Anggaran PI Selisih 193,8 170,6 156,5 175,2 186,6

Kebutuhan Pendanaan Perubahan Iklim per Tahun (Triliun Rupiah)

Anggaran Perubahan Iklim (Triliun Rupiah) dan Porsi dalam APBN (%)

• Selama 5 tahun terakhir pemerintah Indonesia telah mengalokasikan

anggaran perubahan iklim

rata-rata senilai Rp89,6 T per tahun atau

3,9% dari APBN per tahun

. Artinya sejak tahun 2016 s.d. 2020,

APBN

rata-rata telah mendanai 34%

dari total kebutuhan pembiayaan

perubahan iklim yang senilai

Rp3.461 triliun (Rp266,2 triliun/tahun)

untuk mencapai target NDC.

• Pada TA 2020 anggaran perubahan iklim mengalami penurunan

signifikan akibat

kebijakan realokasi dan refocusing anggaran

. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ruang fiskal dalam memenuhi kebutuhan

pembiayaan perubahan iklim per tahun untuk mencapai NDC menjadi

semakin sempit.

• Berdasarkan komposisinya di tahun 2020, anggaran mitigasi mencapai

55% sedangkan anggaran adaptasi sebesar 45%.

• Pemerintah perlu memobilisasi sumber pendanaan perubahan iklim di

luar APBN agar mampu menambah kapasitas pendanaan demi

mencapai target NDC.

* Hasil data sementara (2019 dan 2020)

(12)

Konfigurasi Pendanaan Publik APBN

2010

2011

2012

2013

2014

Pelayanan umum 67.7 64.6 64.1 62.1 66.9 Pertahanan 2.4 5.8 6.1 7.7 6.5 Ketertiban dan keamanan 2.0 2.5 2.9 3.2 2.8 Ekonomi 7.5 9.9 10.5 9.5 8.9 Lingkungan hidup 0.9 1.0 0.9 0.9 0.8 Perumahan & fsilitas umum 2.9 2.6 2.6 3.0 2.1 Kesehatan 2.7 1.6 1.5 1.5 0.9 Pariwisata & ekonomi kreatif 0.2 0.4 0.2 0.2 0.1 Agama 0.1 0.2 0.3 0.3 0.3 Pendidikan 13.0 11.1 10.4 10.1 10.1 Perlindungan sosial 0.5 0.4 0.5 1.5 0.5 Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi 2010-2014…..

(triliun rupiah)

Alokasi belanja fungsi lingkungan relatif stagnan dan

cenderung kecil dibandingkan alokasi belanja fungsi lainnya;

Lingkungan tidak semata-mata urusan LHK saja tapi harus

(13)

Klasifikasi Kehutanan Dlm Fungsi Budget

Alokasi sub fungsi kehutanan hanya dimasukkan ke dalam

fungsi ekonomi;

Menjadi bagian kecil dari sub fungsi lainnya dalam fungsi

lingkungan hidup;

Politik anggaran menjadi tidak berimbang dengan komitmen

yang dinyatakan (prioritasi sektor kehutanan dalam

pembangunan);

Fungsi Ekonomi

Perdagangan, Pengembangan

Usaha dan UMKM

Tenaga Kerja

Pertanian, Kehutanan, Perikanan

dan Kelautan

xxxxxx

xxxxxx

Fungsi Lingkungan Hidup

Manajemen Limbah

Manajemen Air Limbah

Penanggulangan Polusi

Konservasi SDA

Tata Ruang & Pertanahan

Penelitian & Pengembangan Perlindungan LH

Perlindungan LH Lainnya

(14)

PR BERSAMA

14

Bagaimana

Output dan

Outcome dari

setiap Rupiah

yang

dialokasikan

(15)

Peluang vs Tantangan

Tantangan:

• Berdasarkan estimasi Natural Climate Change and Global Carbon Project

(2020), semenjak negara-negara merelaksasi kebijakan lockdown, PSBB,

dll untuk pemulihan ekonomi, Intensitas emisi CO2 global dari bahan

bakar fosil telah meningkat kembali sejak bulan April 2020.

• Shortfall penerimaan pajak dan PNBP akibat pandemi COVID-19

menyebabkan ruang fiskal untuk membiayai aksi mitigasi dan adaptasi

perubahan iklim semakin sempit. Perlu mobilisasi sumber pembiayaan

perubahan iklim non-APBN.

• Berdasarkan assessment Green Stimulus Index yang dilakukan Vivid

Economics (2020). Porsi stimulus hijau di Indonesia belum optimal dan

masih berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial.

Sumber: Vivid Economics (2020)

(16)

www.djpk.kemenkeu.go.id

Perbaikan Tata Kelola Skema Budget Tagging & Budget Scoring Perubahan Mekanisme Pengelolaan Sektoral Sektor jangan hanya dikelola secara sektoral Skema insentif dan dis-insentif Berbasis performa kinerja

AGENDA REFORMASI

PEMERINTAH

Pilkada

serentak

(17)

Sovereign

Green Sukuk

3

Green Sukuk adalah instrumen untuk membiayai program

pemerintah terkait aksi perubahan iklim, termasuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Data Climate Budget Tagging menjadi referensi dalam penerbitan Green Sukuk.

1stGlobal Green Sukuk

USD1,25 miliar

2nd Global Green Sukuk

USD750 juta

1st Green Sukuk Retail (ST-006)

Rp1,46 triliun

3rdGlobal Green Sukuk

USD750 juta Maret 2018

Februari 2019

November 2019

Juni 2020

Lini Masa Penerbitan Sovereign Green Sukuk

Tenor 5 Tahun

Kupon 2,3%

• Kupon Terendah dalam Penerbitan Sukuk/Bond 5 tahun • 7,37x Oversubscribed Underlying Assets: Kementerian PUPR Kementerian Perhubungan Kementerian ESDM

Kementerian Keuangan telah meluncurkan buku Green Sukuk Allocation and Impact Report pada Maret 2020. Buku tersebut merupakan bentuk

komitmen pemerintah dalam hal transparansi publik dan akuntabilitas penuh pada penggunaan hasil penerbitan Green Sukuk ke-1 dan ke-2.

Allocation and Impact Report

8% 6% 17% 62% 7% 5% 27% 11% 49% 9%

Energi Terbarukan Efisiensi Energi Meningkatkan Ketahanan Iklim untuk Daerah Rentan Transportasi Berkelanjutan Pengelolaan Limbah dan Waste

to Energy

2018 2019

Alokasi Pendanaan Green Sukuk per Sektor (%) Proyeksi Penurunan Emisi dari

Penerbitan Global Green Sukuk:

5,7 juta ton CO2e Penerbitan 2018

3,2 juta ton CO2e Penerbitan 2019

(18)

18

3

rd

Global Green Sukuk Issuance

(19)

19

Global Green Sukuk

di tengah Pandemi

COVID-19

2018

• Yield 3,75% p.a.

• Tenor 5 tahun

• USD1,25 miliar

• Investor spread:

18% USA, 15% Eropa, 32% Timur Tengah, dan 35% Asia

2019

• Yield 3,90% p.a.

• Tenor 5,5 tahun

• USD750 juta

• Investor spread:

23% USA, 22% Eropa, 29% Timur Tengah, dan 25% Asia

2020

• Yield 2,30% p.a.

• Tenor 5 tahun

• USD750 juta

• Investor spread:

12% USA, 11% Eropa, 32% Timur Tengah, 40% Asia, dan 5% Indonesia.

1

st

2

nd

3

rd

Investor hijau mencapai

33,74% (meningkat 29%

dari tahun sebelumnya)

Ketahanan terhadap perubahan iklim untuk Area dan Sektor yang rentan/pengurangan risiko bencana

Waste to Energy dan

Manajemen Limbah

Transportasi Berkelanjutan

Sektor Prioritas 2020

Sumber: DJPPR-Kemenkeu (2020)

Green Sukuk masih potensial untuk dikembangkan dan diterbitkan sebagai salah satu instrumen pembiayaan defisit APBN yang peduli terhadap pengendalian perubahan iklim di tengah pandemi COVID-19

(20)

www.djpk.kemenkeu.go.id

20

BADAN PENGELOLA DANA LINGKUNGAN HIDUP (BPDLH)

PMK 137/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Dana Lingkungan

Hidup

Dokumen disusun berdasarkan rancangan tata kelola dan rencana strategis bisnis Badan Layanan Umum Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup

KMK 779/2019 tentang Badan Layanan Umum Dana Lingkungan Hidup sebagai Badan

Layanan Umum

Pembentukan BDPLH sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan pada Badan Layanan Umum

Kementerian / Lembaga terkait:

OPERATIONAL BPDLH

:

Penggalang

an Dana

Pengelolaan

Dana

Penyaluran Dana

HibahPinjamanSubsidiCarbon TradingLainnya

Badan ini bertujuan untuk memobilisasi dana publik dan swasta untuk secara efektif mendukung program

perlindungan lingkungan hidup termasuk perubahan iklim.

PP 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi

Lingkungan Hidup Salah satunya mengatur mengenai Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (PDLH)dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) Perpres 77/2018 tentang Pengelolaan Dana

Lingkungan Hidup

Mengatur mengenai pembentukan unit organisasi non-eselon untuk mengelola dana lingkungan hidup yang ditetapkan dengan PMK

UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Memandatkan penetapan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

(21)

www.djpk.kemenkeu.go.id

21

SDG INDONESIA ONE

Platform blended finance yang dikelola oleh PT. SMI memfasilitasi keterlibatan filantropis, donor, dana iklim, investor hijau, MDB, lembaga internasional, bank komersial, dana kekayaan negara, investor institusional.

Instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam mencapai 16 dari 17 Target SDGs.

Jenis Produk: Fasilitas Pengembangan, Fasilitas De-risking, Fasilitas Pembiayaan, & Dana Ekuitas.

Sektor prioritas: Kesehatan, Pendidikan, Energi Terbarukan dan Infrastruktur Perkotaan (transportasi, pengelolaan air & limbah)*

* berpotensi dapat diperluas

SDG Indonesia One akan mengelola & memanfaatkan dana USD 2,34 M *, untuk memfasilitasi 93 proyek senilai USD 18,2 M

* komitmen & janji dari 26 mitra pembangunan (per 05 Okt 2018)

* indikasi

Ringkasan Underlying Projects*

Transportasi Perkotaan Zona Ekonomi Khusus Pelabuhan Telekomunikasi Pariwisata Jalan Energi Terbarukan Kesehatan Kereta Api 5 Proyek (USD 6.48 M) 4 Proyek (USD 5.91 M) 72 Proyek (USD 2.48 M) 2 Proyek (USD 533 Jt) 1 Proyek (USD 535 Jt) 1 Proyek (USD 589 Jt) 1 Proyek (USD 535 Jt) 1 Proyek (USD 890 Jt) 3 Proyek (USD 113 Jt) Air 3 Proyek (USD 173 Jt)

(22)

22

Committed Mobilized USD Miliar 10.3 9,8 4,9 5,4 Entitas Pelaksana mekanisme keuangan UNFCCC Didirikan oleh Conference of the Parties (COP) UNFCCC tahun 2010 Dana perubahan iklim terbesar di dunia Mulai beropreasi pada tahun 2015 di Songdo Pembiayaan mitigasi-adaptasi yang seimbang Diversifikasi instrument keuangan

Apaitu

GCF

?

Potensi Pendanaan Replenishment Fund Proposal Request of No-Objection Letter (NOL) No-Objection Letter Fu n d in g No-Objection Letter

• Accredited Entities (AE) dan NDA merupakan komponen utama dalam mengakses pendanaan GCF. • GCF beroperasi melalui AE untuk

menyalurkan pendanaan ke dalam proyek atau program.

• Negara berkembang perlu memiliki NDA/focal point untuk mengakses pendanaan GCF.

• Badan Kebijakan Fiskal mewakili Menteri Keuangan ditetapkan sebagai NDA-GCF Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.756 / KMK.10 / 2017 Mekanisme Pendanaan

Area Pendanaan

Akses dan Pembangkit Energi Transportasi

FOLU

Bangunan, perkotaan, industri dan peralatan

Mitigasi

Adaptasi

Kesehatan, Pangan, dan Air

Mata pencaharian masyarakat dan komunitas Infrastruktur dan lingkungan binaan Ekosistem dan jasa lingkungan

OPSI PEMBIAYAAN PERUBAHAN IKLIM (ENERGI)

(23)

www.djpk.kemenkeu.go.id

23

PROYEK/PROGRAM INDONESIA YANG TELAH DISETUJUI GCF

Fasil

ita

s

Ke

siap

an

Pr

oposal

Pe

nda

naa

n

Program Kesiapan GCF Fase I dan II untuk NDA

dan Lembaga

Terakreditasi Nasional

1

Persiapan Proyek (PPF) Pembangunan

Bus Rapid Transit di Semarang

2

Skema Pendanaan (Nilai dalam Juta USD)

Geothermal Resource Risk Mitigation Facility (GREM)

Program fasilitas pendanaan bagi pengembangan energi panas bumi yang secara spesifik untuk de-risking pembiayaan pada tahap

eksplorasi. Implementasi program akan bekerja sama dengan PT SMI selaku executing entity.

Pendanaan GCF: USD 100 juta; Co-financing: USD 310 juta

3

Hibah :

Fase I USD 850 ribu Fase II USD 998 ribu

Hibah :

USD 788 Ribu

Climate Investor One (CIO)

Pendanaan GCF : USD 100 juta; Co-financing: USD 721,5 juta

Program blended finance facility dengan skema pendanaan berbeda sesuai fase pengembangan, konstruksi dan implementasi suatu proyek.

Implementasi di 11 negara. Indonesia diestimasikan akan dapat menyerap

minimal USD 43,9 juta dari nilai proyek total.

Skema Pendanaan (Nilai dalam Juta USD)

4

7,5 90 2,5 225 25 60 GCF - Loan GCF - Reimbursable Grant GCF - Grant

International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) - Loan Ministry of Finance/PT. Sarana Multi Infrastruktur

Private Sector - Equity

100 26,5 75 310 310 GCF - Reimbursable Grant

Co-Financing - Development Fund (Grant)

Co-Financing - CEF Tier 1 (Grant)

Co-Financing - CEF Tier 2 (Equity)

(24)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

CARBON PRICING (NILAI EKONOMI KARBON/NEK)

Carbon pricing curbs greenhouse gas emissions by placing a fee on emitting and/or offering an

incentive for emitting less. Carbon pricing works by capturing the external costs of emitting carbon

and placing that cost back at its source. Thus, it shifts the responsibility of paying for the damages of

climate change from the public to the GHG emission producers. It also creates a price signal that

provides a strong financial case for shifting investments away from high-emission technology towards

cleaner technology (UNFCCC, 2020)

• Di Indonesia, Carbon Pricing di Indonesia diterjemahkan menjadi Nilai Ekonomi Karbon/NEK

• Didefinisikan sebagai Pemberian harga (valuasi) atas emisi gas rumah kaca/karbon

• Difungsikan sebagai instrumen untuk mengubah perilaku ekonomi atas suatu barang/jasa:

– Harga adalah sinyal untuk aktivitas ekonomi

– Harga ≠ nilai

– Banyak hal yang bernilai tetapi tidak punya harga

• Dapat menjadi intervensi kebijakan untuk “market failure” dengan memanfaatkan kekuatan pasar

• Praktek dari “polluters-pay-principle”

• Dapat menjadi sumber alternatif untuk pembiayaan berkelanjutan bagi Pemerintah.

Latar Belakang

(25)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENGAPA NEK

Latar Belakang

Target NDC Pembangunan Berkelanjutan

Pengendalian Emisi GRK oleh Pelaku Usaha Command and Control Persuasive Measures Carbon Pricing (NEK) Pelestarian lingkungan Efisiensi produksi Penghematan SDA

NEK dari kaca mata Fiskal

72,4 95,6 109,7

193,8 170,6 156,5

2016 2017 2018

Climate Financing Need Climate Budget Allocation

266,2 Financing Gap Penanganan Perubahan Iklim per Tahun (T Rupiah) Peluang revenue Mendorong investasi hijau Bentuk penerapan PPP Mengatasi celah pembiayaan PI Internalisasi cost eksternalitas Mendorong Pertumbuhan berkelanjutan

▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ 25 2016 2017 2018

NDC INDONESIA

INDUSTRIAL PROCESSES AND PRODUCT USE FORESTRY ENERGY &

TRANSPORTATION WASTE AGRICULTURE

314 3.25 497 650 398 11 26 9 4 2.75

Target emisi per sektor (MTon CO2e)

2 9 %

4 1 %

Realisasi emisi per sektor

Actual Emission Level in 2017: 861 MTonCO2e BaU Emission Level in 2017: 1. 860 MTonCO2e

Achievement in 2017:

24,7% below BaU level

(26)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JENIS-JENIS INSTRUMEN NEK

Latar Belakang

Non Perdagangan Tidak ada perpindahan hak atas karbon

Pajak Karbon Kandungan Karbon Emisi GRK Result-Based Payment Perdagangan Karbon

Perdagangan Izin Emisi (cap and trade)

Batas Atas Emisi (emission cap)

A

B

A mempunyai surplus izin emisi

yang dijual ke B

Offset Karbon Subsidi

Penerapan NEK di Dunia

Sumber: State and Trends of Carbon Pricing 2020, World Bank

Cap and tax

(27)

www.djpk.kemenkeu.go.id

PEMETAAN INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL BERORIENTASI LINGKUNGAN

DBH SDA DAU DAK DID HIBAH DANA DESA

Tujuan mengatasi

ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah (keseimbangan vertikal) pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah (keseimbangan horizontal)

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional

insentif dalam

meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah, layanan dasar, dan pengentasan kemiskinan

Mendanai penyelenggaraan urusan pemerintah daerah untuk menunjang prioritas Nasional Mendanai kegiatan bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Karakteristik Kegiatan telah ditentukan (earmarked)

Layanan dasar publik dan ekonomi

Kegiatan bidang reguler (10), penugasan (9), dan afirmasi (6)

Sesuai kebutuhuan dan prioritas daerah

Pelayanan dasar publik dan prioritas nasional berdasarkan usulan K/L selaku executing agency

Pelayanan dasar publik di tingkat desa

Instrumen Kebijakan Fiskal yang berorientasi Lingkungan

Bagi hasil bidang kehutanan

Tidak spesifik

peruntukannya (block grant)

DAK penugasan bidang lingkungan hidup dan kehutanan

Kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup

Kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup

Dukungan pengelolaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup

Variabel dalam formula alokasi yang terkait bidang Kehutanan

Bagi Hasil Dana Reboisasi (60% pusat, 40% provinsi

penghasil)

Variabel kewilayahan Kriteria teknis bidang lingkungan hidup dan kehutanan

pengelolaan sampah Konservasi dan pembangunan kawasan pedesaan di Taman Nasional Gunung Leuser

Pelestarian lingkungan hidup

Mekanisme pengawasan kinerja atas penggunaan dana

Terukur, earmarked untuk kegiatan reboisasi

Tidak terukur, karena bersifat block grant

Terukur, sebagai dasar mekanisme penyaluran dan penyerapan dana

Terukur, ditetapkan dalam perencanaan dan

penganggaran keu. daerah

Terukur, dengan diilakukan pre-audit (persetujuan rencana kerja oleh K/L), dan

rekomendasi penyaluran dari K/L

Terukur, sebagai dasar mekanisme penyaluran dan penyerapan dana

(28)

Dalam penyusunan Perpres Sampah baru, Menko Maritim

menugaskan Wamen ESDM untuk

perhitungan formula harga beli listrik untuk proyek PLTSa, dan juga nilai tipping

fee dimasukkan di

Perpres

PERPRES 35/2018 DAN HISTORISNYA

Menggunakan Perpres 18/2016 dengan FIT (harga listrik) yaitu USD 18,77 cent/kWh 2016 Terdapat beberapa investor yang telah ikut lelang dan menyatakan proyek

ekonomis tanpa

tipping fee

/

/

Di Kota Bekasi (PT Nusa Wijaya) dan di Kota Solo (PT Citra Metro Plasma) mengajukan proposal proyek PLTSa dengan zero tipping fee

Perpres No. 18/2016 sampah digugat dan dianulir oleh MA, terkait tahapan AMDAL Kemenko Maritim menyusun draft Perpres sampah baru 2018

/

/

Perhitungan tim Wamen ESDM, bahwa harga beli listrik USD 13,35 cent/kWh dengan tipping fee yaitu Rp 500.000,-Perpres 35/2018 diterbitkan pada April 2018 dengan tercantum harga jual listrik yaitu USD 13,35 cent/kWh dan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) maksimum adalah Rp500.000,-2017

(*) Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat atau tidak lulus seleksi dan tidak ada BUMD yang mampu ditugaskan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan PLTSa

(29)

KARAKTERISTIK DARI PROGRAM PSEL PERPRES 35/2018

Gubernur/

Walikota

1.BUMD/

BUMN yang

ditugaskan;

atau

2.Badan

Usaha hasil

kompetisi

Kemenkeu

KompensasiPenugasan

Feed In Tariff Tipping Fee/ BLPS

Kementerian

LHK

Usulan bantuan BLPS Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah BUMN Aliran Uang Badan Usaha

• Gubernur/ Walikota mengusulkan kepada

Menteri ESDM untuk menugaskan PT PLN

membeli tenaga Listrik

• Terhadap PLN dapat diberikan kompensasi

sesuai UU berlaku.

• Harga pembelian oleh PT PLN diatur di

Pasal 11 ayat (1)

a. Kapasaitas sampai 20MW harga USD

13.35 cent/ kWh

b. Kapasitas > 20MW dengan formula USD

cent/ kWh=14,54-(0,076 x besaran

kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN

• Pendanaan proyek bersumber dari APBD

dan dapat didukung APBN (Bantuan BLPS).

• Proyek PSEL adalah Proyek Waste to Energy

dengan PT PLN harus membeli dengan

skema take or pay

Usulan bantuan BLPS Bantuan BLPS (DAK Non Fisik)

(30)

PERPRES 35 TAHUN 2018 DAN DANA BANTUAN BLPS

Perpres 35/2018 pada Bab VI

mengatur mengenai sumber

pendanaan untuk percepatan

pembangunan PLTSa

▪ Pasal 14 mengatur bahwa pendanaan untuk pembangunan PLTSa berumber dari

APBD dan dapat didukung oleh APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

▪ Pasal 15 mengatur bahwa pendanaan yang bersumber APBN digunakan untuk

bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) paling tinggi Rp500.000/ton

sampah. Alokasi anggaran bantuan BLPS diusulkan oleh Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

PENGALOKASIAN DANA BANTUAN

BLPS DALAM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NO. 48 TAHUN 2019

(31)

DANA BANTUAN BIAYA LAYANAN PENGOLAHAN SAMPAH (BLPS)

Kebijakan Pengalokasian dilakukan berdasarkan:

Kebutuhan biaya layanan pengolahan sampah (BLPS) selama setahun (diusulkan oleh daerah);

Penilaian kelayakan proses pengolahan sampah (oleh KLHK);

Kemampuan fiskal daerah terhadap biaya layanan pengolahan sampah (dinilai oleh Kemenkeu c.q DJPK).

Kebijakan Penggunaan : kompensasi atas jasa pengolahan sampah di PSEL, di luar biaya pengumpulan

dan pengangkutan

Pagu Alokasi BLPS

• 2019 : Rp26,91 miliar untuk Kota Surabaya (realisasi 0%)

• 2020 : Rp53,095 miliar, untuk daerah penerima akan ditetapkan dalam PMK berdasarkan usulan KLHK

Alokasi = %bobot x Kebutuhan BLPS setahun o %bobot : clustering kebutuhan BLPS thd Ruang Fiskal o Kebutuhan BLPS setahun = jml sampah x BLPS/tonnase

x jml hari operasional Sangat TinggiTinggi 12 0,00%4,10% 4,00%8,00% 25,00%30,00% Sedang 3 8,10% 12,00% 35,00% Rendah 4 12,10% 16,00% 40,00% Sangat Rendah 5 49,00%

Batas bawah Batas atas Besaran Bantuan BLPS di atas 16% Kategori kebutuhan BLPS thdp Kapasitas Fiskal Daerah Kelas

%bobot

berdasarkan

Ruang Fiskal

Daerah

(32)

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya pembangunan berkelanjutan yang

mengedepankan pelestarian lingkungan hidup semakin menguat dengan semakin banyak

instrumen fiskal utamanya transfer ke daerah dan dana desa yang penggunaannya diperuntukkan

terkait lingkungan hidup.

Beberapa jenis TKDD tersebut meliputi:

DBH Kehutanan Dana Reboisasi

DAK Fisik Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DAK Non Fisik Bantuan Biaya Pengelolaan Limbah Sampah (BPLS).

Dana Insentif Daerah

Dana Desa yang telah mengakomodir ekologi dan lingkungan hidup dalam penggunaannya (Permendesa

No. 11 Tahun 2019)

Jika mengacu pada skema EFT yang dikembangkan saat ini maka TKDD berbasis Lingkungan

Hidup dan Kehutanan tersebut bisa disebut dengan TANE (Transfer Anggaran Nasional berbasis

Ekologi). Sedangkan yang dilevel Provinsi (TAPE – berupa bantuan keuangan berbasis ekologi ke

Kab/Kota) dan dilevel Kab/Kota (TAKE – bantuan keuangan ke Pemdes dan penggunaan dana

(33)

www.djpk.kemenkeu.go.id

DBH KEHUTANAN ???

bagian daerah yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Kehutananyang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH IUPH → Penggunaan bersifat umum DBH PSDH → Penggunaan bersifat umum DBH DR → Penggunaan sudah ditentukan sesuai PMK No. 221/PMK.07/2019 I U R A N I J I N U S A H A P E M A N FA ATA N H U TA N ( I I U P H ) • Pungutan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan suatu kawasan hutan tertentu • Dilakukan pungutan sekali pada saat izin diberikan • Dihitung dengan rumus Tarif/Ha x Luas Areal PROVISI SUMBER DAYA HUTAN (PSDH) • Pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsic dari hasil hutan

• Dipungut dari hutan Negara • Dihitung dengan rumus Tarif (%) x Harga Patokan x Volume Produksi DANA REBOISASI (DR) • Dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu • Dipungut dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan • Dihitung dengan rumus Tarif/Satuan x Volume

PERLUASAN PENGGUNAAN DBH DR DALAM PMK 221/PMK.07/2019

KABUPATEN/ KOTA

Penggunaan sisa DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota yang disalurkan sampai dengan tahun 2016 dan masih terdapat di kas daerah, dapat digunakan untuk:

PROVINSI

DBH DR untuk provinsi penghasil diperluas penggunaannya untuk membiayai kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan pendukungnya. Kegiatan

pendukungnya meliputi :

1. perlindungan dan pengamanan hutan; 2. teknologi rehabilitasi hutan dan lahan;

3. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;

4. pengembangan perbenihan;

5. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, serta

pemberdayaan dan perhutanan sosial dalam rangka kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dan peningkatan pendapatan

masyarakat setempat;

6. operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);

7. pembinaan; dan/atau

8. pengawasan dan pengendalian. 1. Pengelolaan taman hutan raya;

2. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dalam mendukung kegiatan RHL;

dan/atau

3. Penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan

pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.

dilaksanakan oleh OPD yang ditunjuk oleh

bupati/walikota sesuai dengan kewenangan pada bidang terkait. Batas waktu penggunaan sisa DBH DR oleh kab/kota adalah ta 2022.

REALISASI TRANSFER DBH KEHUTANAN (RP TRILIUN)

Ket:

*) Sisa DBH DR pada Rekening Kas Umum Daerah s.d TA 2018 yang tidak termanfaatkan sebesar Rp 4,5 T 2015 2016 2017 2018 2019 2020 PSDH 0,50 0,66 0,83 0,70 0,74 0,71 IIUPH 0,11 0,19 0,14 0,17 0,17 0,05 DR*) 0,62 0,68 0,85 0,74 0,88 0,65 DBH Kehutanan 1,23 1,53 1,82 1,61 1,80 1,42 Opsi Riset 1 Kendala dan Permasalahan Realisasi DBH DR

(34)

34

(35)

www.djpk.kemenkeu.go.id

KEBIJAKAN UMUM DID 2020

35

Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan untuk memberikan insentif/penghargaan kepada daerah atas kinerja pemerintah

daerah dalam perbaikan/pencapaian kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan,

pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.

Perkembangan Pagu DID

Pokok-pokok Kebijakan DID 2020

❑ Melanjutkan peran insentif untuk memperbaiki pengelolaan TKDD

❑ Melanjutkan kebijakan yang mendukung pencapaian prioritas nasional

❑ Melanjutkan peran insentif dalam meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah

❑ Melanjutkan refocusing dan penajaman indikator yang lebih mencerminkan kinerja

pemerintah daerah

❑ Melanjutkan penguatan inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat

1,7 T 5,0 T 7,5 T 8,5 T 10,0 T 15,0 T 2015 2016 2017 2018 2019 2020

❑ Mendorong peningkatan investasi dan ekspor

❑ Mendorong pemanfaatan pembiayaan kreatif (creative financing)

❑ Mendorong peningkatan kualitan belanja melalui pemenuhan mandatory spending

❑ Mendorong penyampaian pelaporan tepat waktu

PAGU Rp15.000,0 miliar, meningkat 50% dari APBN 2019

(36)

www.djpk.kemenkeu.go.id

DID 2020 terdiri dari 3 kriteria utama sebagai eligibilitas daerah penerima DID dan 9 kategori yang terdiri dari beberapa

subkategori yang penilaiannya dilakukan secara mandiri/individual. Terdapat kategori kinerja yang baru, yaitu creative financing,

mandatory spending, ketepatan waktu pelaporan, peningkatan ekspor, dan peningkatan investasi

Kriteria Utama

Opini BPK

atas LKPD (WTP)

Penetapan Perda

APBD Tepat Waktu

Penggunaan

e-government

(e-budgeting dan

e-procurement)

Kategori Kinerja

1. Kesehatan Fiskal dan pengelolaan keuangan Daerah

a. Kemandirian Daerah

b. Efektifitas Pengelolaan Belanja Daerah c. Pembiayaan Kreatif (Baru)

d. Mandatory spending (Baru)

e. Ketepatan waktu pelaporan (Baru)

2. Pelayanan Dasar Publik Bidang Pendidikan

a. Angka Partisipasi Murni b. Peta Mutu Pendidikan

c. Rata-rata Nilai Ujian Nasional

3. Pelayanan Dasar Publik Bidang Kesehatan

a. Penanganan Stunting

b. Balita yang mendapatkan imunisasi lengkap

c. Persalinan di fasilitas kesehatan

4. Pelayanan Dasar Publik Bidang Infrastruktur

a. Akses sanitasi Layak b. Sumber air minum layak

5. Kesejahteraan Masyarakat

a. Penurunan Penduduk Miskin

b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

6. Pelayanan Umum Pemerintahan

a. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

b. Penghargaan Pembangunan Daerah c. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) d. Inovasi Daerah

7. Peningkatan ekspor (Baru) 8. Peningkatan investasi (Baru) 9. Pengelolaan Sampah

(37)

37

(38)

38

(39)

39

(40)

40

(41)

41

(42)

42

(43)

43

(44)

Pandemi telah mengubah segala nya, meski demikian memberikan

potensi perbaikan menuju era ramah lingkungan;

Pemerintah menggelontorkan program PEN dalam jumlah yang

sangat signifikan;

PEN bersifat ad-hoc ( hingga 2023) sehingga dibutuhkan kecepatan,

ketepatan mekanisme dan sasaran sekaligus keakuratan data;

Bounce back better harus siap secara konsep untuk kemudian sinergi

di dalam skema PEN ( melihat potensi masing-masing sektor);

Pembahasan revisi UU HKPD;

Penyusunan petunjuk pelaksanaan UU Cika;

Pelaksanaan Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020;

44

(45)

www.djpk.kemenkeu.go.id

Perbaikan Tata Kelola Skema Budget Tagging & Budget Scoring Perubahan Mekanisme Pengelolaan Sektoral Sektor jangan hanya dikelola secara sektoral Skema insentif dan dis-insentif Berbasis performa kinerja

AGENDA REFORMASI

PEMERINTAH

Pilkada

serentak

(46)

www.djpk.kemenkeu.go.id

46

Perencanaan program dan penganggaran tdk

terkoneksi→ pendanaan menjadi tdk optimal;

Bahasa renaksi (RAN/D)→ tdk serta merta

terkoneksikan dengan bahasa penganggaran;

PUPK belum diterjemahkan dengan baik

tumpang tindih kewenangan;

1

3

4

Perencanaan program dan penganggaran tidak tersusun

dengan bahasa kinerja yang pas→

input-proses-kegiatan-output-outcome dan juga satuan kegiatand an unit cost;

Problem Perencanaan dan

Penganggaran Publik

2

COST

CENTER

REVENUE

GENERATING

(47)

KINERJA KEPALA PD (ESELON II)

KINERJA KEPALA BIDANG (ESELON III)

KINERJA KEPALA SEKSI (ESELON IV)

SASARAN POKOK (Pertumbuhan Ekonomi)

RPJPD ARAH KEBIJAKAN

SASARAN DAERAH

(Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian)

KINERJA KEPALA DAERAH TUJUAN DAERAH (Pertumbuhan Ekonomi) VISI MISI RPJMD SASARAN PD

(Tingkat pendapatan petani)

PROGRAM (Produksi pertanian) PROGRAM (produksi Perkebunan) KEGIATAN (pengadaan bibit unggul) KEGIATAN (pelatihan SDM petani) KEGIATAN (Penggunaan teknologi tepat guna) KEGIATAN (Pembukaan lahan perkebunan) TUJUAN PD (NTP) RENSTRA PD KINERJA DAERAH

ARSITEKTUR

KINERJA*

Sumber: TEA, 2020

Menambahkan indicator LHK dan kebencanaan Prioritas daerah hasil Pilkada 2020

(48)

www.djpk.kemenkeu.go.id

ARSITEKTUR KINERJA

PEMBANGUNAN DAERAH

PP 13/2019

Indikator Kinerja Makro

Indikator Akuntabilitas

Kinerja Pemda

Indikator Penyelenggaraan

Urusan

IPM;Kemiskinan;Pengangguran;Ekonomi;Pendapatan Perkapita;Indek Gini Indikator Kinerja Penyelenggaraan Urusan Indikator Sasaran RPJMD

Kontruksi

Dok. RPJMD

Dok. Renstra PD

Kontruksi

TUJUAN

(Indikator Kinerja)

SASARAN

(Indikator Kinerja)

SASARAN

(Indikator Kinerja)

Program &

Kegiatan

(Indikator Kinerja)

TUJUAN

(Indikator Kinerja)

PROGRAM

(Indikator Kinerja)

=

Tentang Laporan & Evaluasi

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(49)

www.djpk.kemenkeu.go.id

sesuai Musrenbang RPJMD Ranc. Akhir RPJMD Rancangan RPJMD PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJMD SE KDH ttg Penyusunan Rancangan

Renstra-OPD VERIFI-KASI

sesuai Penyesuaian Rancangan Renstra-OPD Rancangan Akhir Renstra PD Penyempurnaan Rancangan Akhir Renstra-OPD Penetapan Renstra PD Renstra PD VERIFI-KASI Tdk sesuai

Perda

RPJMD

Tidak sesuai Penyusunan Rancangan Renstra PD sesuai Program prioritas, outcome, & pagu Program & Kegiatan prioritas, indikator, & pagu

TAHAPAN PENYUSUNAN RPJMD

Daer

ah

Per

ang

ka

t Daer

ah

RPJMD Teknokratik Capaian Kinerja layanan /urusan 5 tahun sebelumnya Permasalahan & isu strategis layanan/ursan VERIFI-KASI sesuai Penyusunan RPJMD (Teknokratik) Gambaran Keuangan dan Kerangka Pendanaan Data capaian Kinerja 5 tahun ke sebelumnya Permasalahan & Isu Strategis Daerah Tidak sesuai Data & List of problem

Rancangan Awal Renstra PD

Penyusunan

Rancangan Awal Renstra PD

BAGAN ALIR PENYUSUNAN RPJMD DAN RENSTRA PERANGKAT DAERAH

APRIL-MEI

(50)

www.djpk.kemenkeu.go.id

DASAR PERUMUSAN VISI & MISI CALON KDH

RPJMN

2020-2024

RPJPD Tahap IV

(2005-2025)

RPJMD

TEKNOKRATIK

VISI, MISI &

PROGRAM

03

04

01 PENDAHULUAN

02 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

KEUANGAN DAERAH PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGISDAERAH

Sistematika

Calon KDH & Wakil KDH

RPJMD Kebijakan dan Sasaran Pokok

RPJPD menjadi pedoman dalam perumusan visi, misi, dan program calon KDH

Tujuan

Sasaran

Strategi Arah Kebijakan Program dan Pendanaan

VISI & MISI PRESIDEN

& WAKIL PRESIDEN

(51)

PEMBANGUNANDAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014

PMDN 86/2017 Pasal 167 (7),

Tujuan dan Sasaran Paling sedikit Mengindikasikan

:

Peningkatan dan Pemerataan

Kesempatan

Kerja

Peningkatan dan Pemerataan

Lapangan

Berusaha

Pemerataan Peningkatan dan Akses dan

Kualitas Pelayanan Publik

Peningkatan dan Pemerataan

Pendapatan

Masyarakat

Peningkatan dan Pemerataan

Daya Saing Daerah

Merupakan perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah diserahkan Ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

PEMBANGUNAN DAERAH :

INDIKATOR MAKRO :

PP 13/2019, Terdiri dari:

IPM

Kemiskinan

Pengangguran

Ekonomi

Pendapatan Perkapita

(52)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN TAHAN BENCANA

Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup (IKLH)

Indeks Resiko

Bencana (IRB)

Indeks Gas Rumah

Kaca (GRK)

PEMBANGUNAN DAERAH YANG BERBASIS LINGKUNGAN &

KETAHANAN BENCANA

Pembangunan yang berbasis lingkungan dan ketahanan bencana harus menjadi komitmen Kepala

Daerah yang tertuang dalam indikator tujuan dan/atau sasaran RPJMD/RKPD

(53)

www.djpk.kemenkeu.go.id

53

Terima

Kasih

Referensi

Dokumen terkait

Laringitis akut adalah radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut atau manifestasi dari merupakan kelanjutan dari rinofaringitis

Dengan demikian, untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka, maka perpustakaan perlu terus mengikuti dan mengembangan teknologi komunikasi dan informasi, guna

Kenaikan laba bersih ditopang oleh kenaikan volume produksi dan harga jual rata-rata, serta keuntungan selisih kurs sebesar USD9 juta dan tidak adanya amortisasi goodwill,

kendaraan meninggalkan garis henti (memasuki persimpangan) dilakukan dengan mencatat mencatat waktu tempuh setiap kendaraan dari garis henti ke hilir persimpangan untuk

Karakter yang memiliki keragaman fenotipe dan genotipe luas terdapat pada karakter keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah polong, jumlah polong bernas,

Untuk lebih jelasnya, lihat jenis kerusakan yang mempengaruhi jenis konservasi benda koleksi museum pada Tabel 2 sampai

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul : Konstruksi Polemik Antara Gubernur DKI Jakarta Dengan DPRD Dalam Media Massa (Analisis Wacana Pemberitaan Polemik