• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sukun (Artocarpus Communis)

Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia bahkan di beberapa negara seperti Fiji, Tahiti, Kepulauan Samoa ,dan Hawai.Buah Sukun telah dimanfaatkan sebagai makanan pokok tradisional. Akan tetapi, bagi masyarakat Indonesia konsumsi buah Sukun umumnya masih terbatas sebagai makanan ringan dan sayur (Pitojo,1992).

Taksonomi tumbuhan Sukun diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus communis Sumber : Widowati (2003)

Buah Sukun berbentuk bulat atau agak lonjong. Warna kulit buah hijau muda sampai kekuning-kuningan. Ketebalan kulit berkisar antara 1-2mm. Daging buah berwarna putih agak kecoklatan dengan ketebalan berkisar 7cm. Teksturnya berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Diameter buah kurang lebih 26 cm. Tangkai buah sekitar 5cm . Berat buah dapat mencapai

(2)

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis buah-buahan yang potensial sebagai sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat buah sukun adalah 27% . Bobot buah sukun rata-rata adalah 1500 g dengan bobot daging buah yang dapat dimakan sekitar 1.350 g (Widowati, 2004).

Gambar 2.1 Buah Sukun

Sebagai salah satu sumber alternatif pangan , buah Sukun memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi (Widowati,2003). Selain karbohidrat, protein, dan lemak, buah Sukun juga mengandung vitamin antara lain : vitamin B1,B2, dan vitamin C serta mineral yaitu kalsium, fosfor, dan zat besi (Ragone, et.al 2006). Buah Sukun yang sudah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A dan B komplek tetapi kurang bagus sebagai sumber vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P pada buah Sukun lebih baik daripada kentang dan hampir sama dengan ubi jalar (Koswara,2006). Kandungan buah sukun dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(3)

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Sukun

Komposisi dalam 100 gram Buah Sukun

Energi (kal) 108 Protein (g) 1,3 Lemak (g) 1,07 Serat (g) 4,9 Abu (g) 0,9 Kalsium (mg) 17 Fosfor (mg) 0.12 Besi (mg) 0,54 Karbohidrat (g) 27,12 Vitamin B1 (mg) 0,11 Vitamin C (mg) 0,05 Vitamin B2 (mg) 0.03 Air (g) 70,65 Sumber:Widowati( 2003) 2.2 Pati

Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, ubi akar dan padi atau gandum. Pati bila dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan koloidal (Sastrohamidjojo, 2005). Struktur dari pati pada tanaman memberikan keingintahuan karena pati terbentuk dari unit glukosa dalam bentuk granula makroskopis (Halley, 2014). Selain ukuran granula karakteristik lain dari pati adalah adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge,et.al. 1976).

(4)

Pati merupakan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang terdapat pada tanaman dan mampu mensuplai 70 hingga 80 % kalori yang dibutuhkan manusia dari bahan pangan yang dikonsumsi. Namun, selain sebagai sumber kalori utama, pati juga mempunyai sejumlah kegunaan pada makanan, seperti : sebagai bahan pengikat, pembentuk lapisan, penstabil, pembentuk tekstur, pengental, dan lainnya (Winarno, 2004).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5–10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut(Bank,et.al. 1975). Bagian yang larut dalam air disebut amilosa, bila ditambah iodium akan memberikan warna biru. Bagian yang lain yaitu yang tak larut dalam air, disebut amilopektin yang mempunyai berat molekul antara 70.000-106, dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah. Kedua bagian tersebut mempunyai rumus empiris (C6H10O5)n. Baik amilosa maupun amilopektin, bila dihidrolisis menunjukkan adanya sifat-sifat karbonil dan kenyataan pati tersusun atas satuan-satuan maltosa (Sastrohamidjojo, 2005).

Perbedaan antara amilosa dan amilopektin tidak saja dalam berat molekulnya, tetapi juga dalam kenyataan bahwa dalam amilosa satuan-satuan gula dihubungkan dengan ikatan 1,4 , sedangkan dalam amilopektin ikatannya pada 1,6 atau dengan perkataan lain atom C1 dari satu gula dihubungkan dengan atom C6 dari satuan gula berikutnya. Bila pati yang terdapat dalam sel dihidrolisis oleh enzim maka pati akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut dekstrin; hingga diperolah dimer, maltosa. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(5)

Gambar 2.2 Struktur Dari Amilosa dan Amilopektin (Whistler, et al., 1984)

2.3 Modifikasi Pati

Modifikasi pati umumnya melibatkan metode esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi dimana dengan adanya gugus hidroksi pada unit α-D-glukopiranosil yang dapat membentuk polimer pati. Modifikasi pati dilakukan dengan penambahan zat yang reaktif, misalnya penambahan reagen organik dan dikontrol temperatur serta pH pada saat reaksi ( BeMiller, et.al. 2009 ).

Sedangkan menurut Glicksman (1969), pati termodifikasi adalah pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki atau merubah sifat sebelumnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya.

(6)

Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap pegadukan mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusuma, dkk.1989).

Ada beberapa teknik untuk modifikasi pati,yaitu :

2.3.1 Modifikasi Fisika

Modifikasi fisika untuk pati biasanya digunakan untuk mengubah struktur granula dari pati dan mengubah pati alamai menjadi pati yang larut dalam air dingin dan mikro pati. Sebagian besar metode fisik yang digunakan saat ini adalah : Heat-moisture Treatment, Annealing (penguaatan terhadap air), Retrogadasi , Pembekuan , Ultra High Pressure Treatment, Glow Discharge Plasma Treatment,

Osmotic- Pressure Treatment , Thermal Inhibiton (inhibisi termal) , Gelatinization (pergelatinisasi) (Neelam, et al. 2012).

2.3.2 Modifikasi Kimia

Modifikasi kimia melibatkan gugus fungsi pada pati tersebut, yang akan menghasilkan perubahan nyata pada sifat fisikokimia dari pati. Sifat kimia dan fungsional yang dicapai ketika memodifikasi pati dengan substitusi kimia, antara lain: kondisi reaksi ( konsentrasi reaktan, waktu reaksi, pH, adanya katalis ), jenis substituen ( derajat substitusi, molar substitusi) dan distribusi dari substituen pada molekul pati. Ada beberapa teknik modifikasi secara kimia, antara lain : Eterifikasi, Esterifikasi, Ikat Silang, Penambahan Asam, Oksidasi , Modifikasi Ganda (Neelam,et al. 2012).

(7)

Modifikasi pati secara kimia melibatkan beberapa pereaksi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Beberapa metode modifikasi pati secara kimiawi (Neelam,et al.2012)

2.3.3 Modifikasi Enzimatis

Modifikasi ini melibatkan tentang suspensi pati menjadi enzim utama termasuk hidrolisis enzim yang cenderung untuk menghasilkan turunan enzim yang lebih tinggi. Beberapa enzim yang sudah diteliti dan digunakan untuk memodifikasi pati , antar lain : Amilomaltase (α-1,4-α-1,4 glukosil tranferase), siklomaltodekstrinase, transglukosidase , dan β-amilase (Neelam,et al. 2012).

(8)

Modifikasi enzimatis terhadap pati dapat dilakukan dengan menggunakan satu enzim atau lebih pada kondisi yang sesuai bergantung dari jenis atau sumber enzim yang digunakan. Contoh hasil modifikasi pati secara enzimatis adalah maltodekstrin dan siklodekstrin (Yuliana, 2011 ).

2.3.4 Modifikasi Genetika

Teknik – teknik pada metode ini meliputi teknologi transgenik bahwa target enzim yang terlibat dalam biosintesis pati demikian hakikat dari keuntungan dari bahaya kimia lingkungan pascapanen dan modifikasi enzimatis. Beberapa metode yang telah diteliti yaitu pati bebas amilosa, pati tinggi amilosa dan altered

amilopektin structure (Neelam,et al. 2012).

2.4 Metode Ikat Silang (Cross-lingking)

Ikat silang merupakan salah satu metode untuk memodifikasi pati. Prinsip dari metode ini adalah mengganti gugus OH- pada pati diganti dengan gugus eter, ester, atau gugus posfat .

Secara umum ikatan silang dibedakan menjadi 2 yaitu, ikatan silang kimia (chemical crosslinking) dan ikatan silang fisika (physical crosslinking). Ikatan silang kimia dapat terjadi melalui ikatan kovalen maupun ion. Ikatan silang pada suatu polimer dapat mempengaruhi derajat penggembungan/pembengkakan (swelling). Ketika terdapat pelarut, suatu polimer ikat silang akan menggembung, pada saat molekul-molekul pelarut menembus jaringannya. Tingkat penggembungan atau pembengkakan (swelling) ini bergantung pada tingkat pengikat silangan dan afinitas antara pelarut dan polimer. Ikatan silang fisika terdiri dari ikatan-ikatan silang yang labil secara termal, yakni ikatan yang putus oleh pemanasan dan mengikat kembali setelah pendinginan (Stevens, 2007).

(9)

Raina dkk, (2006) menjelaskan tentang keuntungan dari penggunaan metode ikat silang adalah dapat menghasilkan pati dengan swelling power yang kecil dimana hal ini akan memperkuat granula pati dan menjadikan pati lebih tahan terhadap medium asam dan panas sehingga tidak mudah pecah saat pemanasan. Selain itu, metode ikat silang dapat meningkatkan tekstur, viskositas,

paste clarity, gel strength, adhesiveness pati. Di sisi lain ,metode ini memiliki

kekurangan yaitu menjadikan solubility sediment volume, gel elasticity, dan

freeze-thaw stability pati menurun.

Metode ikat silang dilakukan dengan cara menambahkan granula pati dengan reagen ikat silang. Contoh reagen ikat silang yaitu monosodium (MSP), sodium tripolifosfat (STPP), sodium trimetafosfat (STMP), epichlorohydrin , phosphoryl cloride , dan glutaraldehida (Mao Gui-Jie,2006). Reaksi ikat silang pati dengan menggunakan reagen POCl3 dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Reaksi Ikat Silang Pati dengan POCl3( Pudjihastusti, 2010)

Rakhmawati melakukan penelitian tentang pati termodifikiasi menggunnakan metode cross-lingkingdimana pati garut digunakan sebagai pengganti tepung terigu sebagai bahan baku pada industri bakery, dan didapatkan bahwa metode cross-lingking dapat meningkatkan swelling power pati garut sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku roti.

(10)

2.5 Trinatrium Trimetafosfat (TMP)

Trinatrium trimetafosfat adalah garam yang memiliki toksisitas yang rendah dan tidak berbahaya bagi manusia. Di USA, zat ini sering digunakan untuk ikat silang dengan pati untuk pembuatan makanan (Gliko-Kabir, 2000). Trinatrium trimetafosfat berbentuk butiran putih atau bubuk putih yang memiliki pH yang netral dan tidak berbau. Rumus molekul dari trinatrium trimetafosfat adalah Na3P3O9 dan memiliki berat molekul 306. Trinatrium trimetafosfat dapat digunakan sebagai detergen dan produk pembersih, pengolahan air, modifikasi pati, pembersih logam, zat aditif pada industri (Innophos USA,Inc). Struktur trinatrium trimetafosfat dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Struktur Trinatrium Trimetafosfat (Innophos USA,Inc)

2.6 Pati Fosfat

Pati fosfat dapat dibuat dengan cara fosforilasi dengan menambahkan reagen yang memiliki gugus fosfat. Pati yang memiliki gugus OH akan dipertukarkan dengan gugus fosfat yang akan membentukan ikatan silang. Pati fosfat yang dihasilkan akan menjadi pati yang lebih tahan terhadap pengadukan, asam , panas, dan kecenderungan retrogadasi yang rendah.

(11)

Pati fosfat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: pati monofosfat dan pati difosfat. Pati monofosfat dihasilkan dari reaksi fosforilasi pati dengan sodium tripolifosfat, sedangkan pati difosfat dihasilkan dari reaksi fosforilasi pati dengan sodium trimetafosfat (STMP).Pati monofosfat meningkatkan kejernihan pasta, viskositas, dan daya ikat air.Pati difosfat dapat meningkatkan ketahanan terhadap retrogradasi, temperatur tinggi, dan pH rendah dibandingkan dengan pati alami (Martina, 2015).

Fosforilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran pati, maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan sentuhan serta meningkatkan kelarutan dalam air

b. Temperatur

Makin tinggi temperatur, maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur operasi.

c. Waktu reaksi

Waktu reaksi yang terlalu cepat mengakibatkan reaksi belum berjalan sempurna sedangkan jika waktu reaksi terlalu lama mengakibatkan tekstur yang kasar. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak dinding sel pati yang pecah sehingga terjadi pelubangan dari granula pati termodifikasi yang menyebabkan permukaan menjadi tidak rata pada granula pati tersebut sehingga tekstur yang dihasilkan kasar .

d. Perbandingan berat air terhadap pati

Perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan penggunaan pelarut, sedangkan perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan pati(Martina, 2015). .

(12)

Reaksi ikat silang pati dengan trinatrium trimetafosfat dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Reaksi Ikat Silang Pati dengan Trinatrium Trimetafosfat (Sukhija ,dkk. 2015 )

Pati fosfat dalam bidang farmasi dapat dimanfaatkan dalam formulasi tablet sebagai pengikat, matriks,bahan pembentuk film untuk penutup luka, pengental dan pensuspensi (Yuliana, 2011 ) dan matriks terhadap disolusi tablet lepas lambat teofilin ( Guntara , 2012 ).

Anwar melakukan penelitian pembuatan pati fosfat dari pati singkong yang digunakan sebagai bahan pensuspensi sirup kering ampisilin dan didapatkan bahwa senyawa pati singkong fosfat dapat digunakan sebagai pensuspensi sirup kering ampisilin baik dengan mereaksikan pati singkong pragelatinisasi dengan POCl3 atau Na2HPO4.

(13)

2.7 Karakterisasi

2.7.1 Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Spektrofotometri infra-merah adalah sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang kimia organik. Ia merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti CH, O-H, C=N, dan C=N, menyebabkan pita absorpsi infra-merah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituen yang lain (Day, et.al. 1990).

Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik ( Wirjosentono, 1987). Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking), dan getaran punter yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbiter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah (Hartomo, 1986)

Pancaran infra-merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 µm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah merah dekat, 14.290 – 4000 cm-1 (0,7 – 2,5 µm) dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm-1 (14,3 – 50 µm) (Silverstein, et.al, 1986). Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2003).

(14)

2.7.2 Swelling power

Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Balagopalan, et al., 1988). Swelling power terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30% (Winarno, 2002).

Swelling powerdipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat

air melalui pembentukan ikatan hydrogen.Setelah gelatinisasi iktatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air.Sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati yang mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling powermenjadi meningkat (Herawati, 2010).

Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekuldan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinyamenentukan swelling power dan kelarutan (Moorthy, 2004). Swellingmerupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin .Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusidalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat korelasi yang negatifantara swelling power dengan kadar amilosa, swelling power menurunseiring dengan peningkatan kadar amilosa ( Li , et.al, 2001).

(15)

2.7.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapafenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbsi elektron.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan (Wirjosentono, 1996).

Gambar

Gambar 2.1 Buah Sukun

Referensi

Dokumen terkait

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Secara umum definisi drainase adalah usaha pengeringan air dari suatu tempat atau daerah, baik berupa air permukaan atau air yang keluar dari dalam tanah ke

Pemeritahan sekitar sangat mendukung dengan adanya pondok pesantren subulul huda, karena secara langsung pondok pesantren subulul huda ikut serta dalam proses

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti bahwa sosialisasi cardiopulmunary guidelines berdasar rekomendasi American Heart

Manfaat yang saya peroleh dari belajar menggunakan teknologi informasi adalah dengan belajar menggunakan teknologi informasi saya mendapat informasi dengan cakupan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Eukaliptus.. (Eucalyptus spp) yang diambil dari limbah pemanenan dari berbagai varietas pada kawasan