• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN TRADISI PERNIKAHAN TIONGHOA KHEK DI KELURAHAN TELUK BETUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN TRADISI PERNIKAHAN TIONGHOA KHEK DI KELURAHAN TELUK BETUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

TIONGHOA KHEK DI KELURAHAN

TELUK BETUNG

Vionna Tania; Agustinus Sufianto

Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730 vionnatania@yahoo.com; asufianto@binus.edu

ABSTRACT

This study is to reveal the comparison as well as the cause of the shift in Chinese wedding traditions of Khek ethnic located in the Village of Teluk Betung, in the '70s to the present. This study uses qualitative and quantitative methods. The results showed that: the marriage held based on customs, religions and beliefs of Khek ethnic had shifted by several factors such as a contact with other culture, advanced formal education, and heterogenous population. On that account this shift also poses some influence to the Chinese Khek in the Village of Teluk Betung community in the present.

Keywords: Teluk Betung Village, Khek, Wedding Traditions, Culture shift

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perbandingan serta penyebab terjadinya pergeseran tradisi pernikahan Tionghoa Khek di era 70-an dengan masa kini yang berlokasi di Kelurahan Teluk Betung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Adat pernikahan masyarakat Tionghoa Khek yang dilaksanakan berdasarkan adat, agama dan kepercayaan mengalami pergeseran yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: adanya kontak dengan kebudayaan lain, pendidikan formal yang maju dan penduduk yang heterogen, sehingga pergeseran tersebut pun menimbulkan beberapa pengaruh ke masyarakat Tionghoa Khek Kelurahan Teluk Betung di masa kini.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku, mulai dari suku lokal sampai pendatang yang telah menetap di Indonesia, salah satu suku pendatang tidak terkecuali adalah suku Tionghoa. Masyarakat Tionghoa di Indonesia merupakan masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang berbeda-beda. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya. Walaupun masyarakat Tionghoa sudah menetap sangat lama di seluruh wilayah Indonesia dan sudah beradaptasi dengan budaya Indonesia, tetapi ada sebagian masyarakat Tionghoa yang masih mempertahankan keunikan adat dan tradisi dari tanah asalnya. Salah satu keunikan tradisinya ditampilkan dalam upacara adat pernikahan.

Menurut Winarno Surachmad, definisi dari pernikahan adalah hubungan legal antara sepasang laki-laki dan perempuan yang akan menjalani hidup bersama, dapat juga diartikan sebagai dua keluarga yang pada awalnya tidak memiliki ikatan apapun, kemudian mempererat hubungan kekeluargaan dan bergabung menjadi sebuah keluarga. Dalam kamus bahasa Tionghoa, pernikahan didefinisikan sebagai hal mempersunting (seorang laki-laki mempersunting seorang perempuan) dan menikah (seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki), keduanya berarti sebagai persatuan dua keluarga, yang berdasarkan integrasi laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk hidup bersama dengan status suami dan istri secara publisitas umum. Masyarakat Tionghoa menganggap pernikahan bukan hanya untuk mempersatukan kasih dua orang, tetapi juga untuk menyatukan dua keluarga. Menurut Theo dan Lie (2014:56) Bagi masyarakat Tionghoa, upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang berdasarkan kekerabatan, penghormatan kepada leluhur, kemanusiaan, dan kekeluargaan. Inilah nilai dasar ritual pernikahan Tionghoa. Tapi perlu diketahui bahwa upacara pernikahan Tionghoa tidaklah seragam di semua tempat karena disesuaikan dengan pandangan mereka terhadap tradisi tersebut dan pengaruh lainnya pada masa lampau.

Upacara pernikahan merupakan hal yang penting dalam budaya Tionghoa karena mencerminkan salah satu bentuk xiao (bakti kepada orang tua dan kepada leluhur yaitu untuk melanjutkan keturunan dan pemujaan kepada leluhur (Cheng, 1946: 168-169) dan merupakan daur hidup seseorang yang harus dilalui. Pernikahan yang akan dilaksanakan wajib harus memperhitungkan hari, jam dan tanggal baik bagi tradisi adat Tionghoa. Yang diiharapkan nantinya, hari, tanggal dan jam baik tersebut adalah sebagai doa, sehingga kedua mempelai bisa menikmati kehidupan pernikahan mereka dengan bahagia sampai akhir hayat mereka. Karena orang Tionghoa sangat menghormati orangtuanya, keinginan untuk tidak mengecewakan harapan orang tua sangatlah diperhatikan, sehingga terkadang anak-anaknya tidak mengetahui makna dari apa yang telah disuruh orangtuanya lakukan. Dengan banyaknya kebutuhan yang harus dilengkapi dan kekurang pengetahuan akan hal itu, tidak jarang banyak pasangan yang akhirnya menyerahkan kepada orang tua mempelai untuk mempersiapkannya. Pesta pernikahan bukan hanya sebagai simbol sementara bahwa pasangan telah resmi dalam ikatan, namun bagi keluarga yang sangat memperhatikan adat istiadat, mereka menganggap bahwa pernikahan adat Tionghoa haruslah sakral, bukan hanya untuk kedua pasangan namun juga ikatan antara kedua belah pihak keluarga.

Penulis melihat beberapa fenomena yang menarik, dimana tidak sedikit warga Tionghoa di Teluk Betung khususnya yang berasal dari suku Khek yang melangsungkan pernikahannya tanpa mengikuti prosesi pernikahan sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Seiring dengan perkembangan zaman, maka terjadilah pergeseran pemikiran orang terhadap hal-hal tertentu menjadi lebih logis, sehingga melaksanakan pernikahannya dengan cara yang lebih praktis, modern, dan disesuaikan dengan kedua tradisi. Dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk meneliti penyebab dan pengaruh yang terjadi karena pergeseran tradisi pernikahan etnis tionghoa khususnya suku khek (客) tersebut dengan menggunakan teori Selo Soemardjan, yang menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial. Menurut Soemardjan ada beberapa faktor yang memperngaruhi perubahan sosial yaitu sistem pendidikan formal yang maju, penduduk heterogen dan adanya kontak dengan kebudayaan lain.

Menurut Titiek Suliyati melalui penelitiannya yang berjudul Adat Perkawinan Masyarakat Tionghoa di Pecinan Semarang menyatakan bahwa golongan Tionghoa peranakan dalam melaksanakan adat perkawinan, biasanya sudah tidak terlalu dipengaruhi oleh adat perkawinan dari negara asal. Bahkan cenderung melakukan perkawinan sesuai dengan aturan agama yang dianut serta lebih memilih model perkawinan modern atau model perkawinan barat. Warga Tionghoa Khek di Teluk Betung melaksakan tradisi pernikahan di masa kini dengan cara yang lebih praktis dan modern.

Menurut Hari Poerwanto melalui bukunya yang berjudul Cina Khek di Singkawang menyatakan bahwa kadang berlangsung perkawinan diantara orang Cina yang saling berbeda suku bangsa, atau seorang Cina dengan bumiputra. Di Teluk Betung sendiri banyak peranakan Tionghoa berbeda suku yang melangsungkan pernikahan sehingga tidak menutup kemungkinan tradisi pernikahan yang dipakai saling bercampur.

(3)

Menurut Ahmad Kurnia Elqorni melalui jurnalnya yang berjudul “Adat Pernikahan Suku Tionghoa” menyatakan bahwa ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing. Banyak faktor yang menyebabkan pergeseran tradisi pernikahan di Teluk Betung seperti yang telah disebutkan.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskripsi kualitatif karena penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau memberitahukan gejala, fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat tentang sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Sriartha, 2010: 13). Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berfokus pada individu atau kelompok yang diamati secara holistik tanpa mengisolasikan ke dalam variabel tertentu. Penulis juga menggunakan metode kuantitatif yang dilakukan untuk mendukung hasil yang didapatkan dari metode kualitatif tersebut. Metode kualitatif disini dilakukan melalui proses wawancara dengan 2 narasumber yang terdiri dari 2 warga Tionghoa Khek, 1 orang yang menikah pada era 70-an dan 1 orang yang menikah pada masa kini. Sedangkan metode kuantitatif ini dilakukan melalui pembagian kuisioner kepada 6 warga Tionghoa Khek, diantaranya yang menikah pada era 70-an dan dengan masa kini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seiring dengan perkembangan jaman, kebudayaan suatu bangsa pun akan mengalami perkembangan dan pergeseran. Pergeseran kebudayaan merupakan suatu kejadian yang terjadi dalam kehidupan di dunia ini. Pengertian pergeseran kebudayaan sendiri adalah adanya ketidak sesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga terjadilah keadaan yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi kehidupan.

Pergeseran kebudayaan yang terjadi dalam suatu bangsa tidak luput dari faktor-faktor yang mempengaruhi, diantara lainnya ada beberapa faktor penyebab terjadinya pergeseran pernikahan Tionghoa Khek di kelurahan Teluk Betung akan dijelaskan dibawah ini.

Faktor penyebab terjadinya pergeseran pernikahan Tionghoa Khek di kelurahan Teluk Betung Kontak dengan kebudayaan lain

Menurut teori Soemardjan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan sosial itu adalah adanya kontak dengan kebudayaan lain, sedangkan salah satu faktor yang menyebabkan pergeseran di kelurahan Teluk Betung ini adalah agama. Dapat diketahui bahwa agama dan kebudayaan itu sangat erat hubungannya, hubungan keduanya itu saling mendukung dan mempengaruhi. Dijaman kini banyak terjadi pernikahan berbeda agama di kelurahan Teluk Betung da nada sebagian agama yang tidak memperbolehkan melakukan suatu prosesi tertentu, dikarenakan prosesi itu bertentangan dengan ajaran agama tersebut, Sehingga prosesi tersebut pun tidak dilaksanakan.

Pendidikan formal yang maju

Modernisasi yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan adalah proses multi dimensional yang kompleks. Relasi modernisasi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan prasyarat bagi pembangunan tersebut. Pada satu sisi, pendidikan dipandang sebagai suatu variable modernisasi. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan tercapainya tujuan modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang memadai, akan sulit bagi masyarakat untuk mencapai kemajuan. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan merupakan kunci yang membuka pintu kearah modernisasi. Tidak bedanya dengan kota-kota lain, masyarakat di kelurahan Teluk Betung pun mengalami perkembangan globalisasi dan mempunyai pola pikir yang modern. Sebagian besar dari mereka merasa bahwa adat tradisional itu bersifat kompleks dan rumit. Maka mereka pun memilih cara yang praktis untuk menjalankan prosesi pernikahan tersebut.

(4)

Penduduk yang heterogen

Heterogen didalam struktur sosial itu mencakupi ekonomi dan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa faktor ekonomi memang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.Ekonomi memang mencakup banyak bidang dalam hidup ini contohnya dalam bidang sosial budaya. Faktor Ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat memegang peranan dalam menentukan tingkatan status sosial seseorang atau sekelompok orang di dalam lingkungannya. Ekonomi disetiap keluarga itu berbeda-beda, tidak berbeda dengan masyarakat di kelurahan Teluk Betung. Ekonomi pun menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pergeseran. Sebagian masyarakat yang kondisi ekonominya kurang itu tidak memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan saat melaksanakan prosesi pernikahan. Barang-barang yang berdasarkan tradisi awal harus diperlukan itu tidak sepenuhnya disiapkan dengan lengkap, karena kondisi ekonomi yang kurang.

Prosesi pernikahan Tionghoa Khek yang telah mengalami pergeseran di kelurahan Teluk Betung

Dibawah ini merupakan data yang didapat dari hasil wawancara dan pembagian kuisioner mengenai bagian prosesi pernikahan Tionghoa Khek yang telah mengalami pergeseran, dirangkum sebagai berikut:

Tabel 1 PERBANDINGAN UPACARA ADAT TIONGHOA KHEK

Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Tionghoa (Khek)

pada era 70-an

Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Tionghoa (Khek)

Jaman Sekarang

1.

Lamaran

- Pada jaman dahulu kedua calon mempelai ada yang tidak saling mengenal dengan calon istri atau calon suaminya tetapi dijodohkan oleh kedua orang tua calon mempelai dan langsung menerapkan hari pernikahan, selain itu ada juga yang dijodohkan dan mereka setuju dengan perjodohan tersebut tetapi mereka menajalani masa berpacaran terlebih dahulu.

- Di Indonesia, orang Tionghoa memakai acara lamaran, dimana calon mempelai wanita diberitahu lebih dahulu waktu pelaksanaannya, sehingga calon mempelai pria dapat mempersiapkan dirinya. Selama proses lamaran berlangsung, calon mempelai wanita tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan calon mempelai pria.

- Setelah lamaran dilakukan, pihak pria akan memberitahukan kapan dan barang apa saja yang akan dibawa saat sangjit.

- Dalam tradisi lamaran ini, orang tua kedua calon mempelai akan memberikan sebuah perhiasan yang berfungsi sebagai pengikat antara calon mempelai pria dengan calon mempelai wanita, sebagai tanda bahwa kedua calon mempelai sudah resmi menikah.

1. Lamaran

- Lamaran dilakukan ketika kedua calon mempelai sudah saling mengenal dan melakukan proses pendekatan (pacaran). - Lamaran dilakukan oleh keluarga calon

mempelai laki-laki dengan cara mengirimkan utusan ke rumah pihak calon mempelai perempuan. Lamaran dilakukan setelah ada kepastian bahwa lamaran akan diterima. Pihak keluarga calon mempelai laki-laki tidak akan menyentuh hidangan yang telah disajikan keluarga mempelai perempuan sampai ada kepastiannya lamarannya diterima.

- Saat lamaran dilakukan, mendiskusikan pula waktu dan barang yang akan dibawa pada saat sangjit karena permintaan masing-masing berbeda.

- Dalam tradisi lamaran ini, orang tua calon mempelai pria akan memberikan sebuah perhiasan berupa kalung yang berfungsi sebagai pengikat calon mempelai wanita, tanda bahwa calon mempelai wanita adalah calon istri dari calon mempelai pria tetapi belum resmi menikah

(5)

2. Acara Sangjit

Pihak Pria:

- Sesuai dengan tradisi Khek, pihak pria yang akan membawa nampan dan pihak wanita yang akan menukar isi nampan/mengambil sebagian isi nampan. Barang-barang seserahan akan diletakkan ataupun dikemas dalam nampan-nampan yang berjumlah genap (lambang angka hidup), biasanya maksimal berjumlah 12 nampan. Barang-barang yang biasa dibawa adalah sebagai berikut:

a) Mie (lambang panjang umur) b) 1 nampan kue satu (lambang

kebahagiaan)

c) 1 nampan 18 kue mangkok merah (lambang kelimpahan dan keberuntungan)

d) 1 nampan 18 apel (lambang keselamatan)

e) 1 nampan 18 Jeruk (lambang keberhasilan)

f) 1 nampan buah kelengkeng (lambang selamanya bersatu),

Buah atep yang disepuh merah (lambang langgeng sampai kapanpun)

Buah ceremai (lambang banyak keturunan)

Buah pala (lambang segala sesuatu berjalan lancar)

g) 1 nampan zhu kiok (lambang hoki) h) Permen manis (lambang kebahagiaan) i) 1 nampan berisi 2 botol arak merah

(lambang kebahagiaan) dan 2 pasang lilin merah (lambang perlindungan untuk menghalau pengaruh negatif) j) Kain merah (lambang kebahagiaan) k) Uang lamaran

l) Uang susu

m) Kaca (lambang agar kedua mempelai dapat berefleksi pada diri mereka masing-masing sehingga tidak saling menuntut).

- Orang yang akan membawa barang sangjit diputuskan berdasarkan keputusan pihak keluarga pria.

- Jika akan melangkahi kakak dari mempelai wanita, maka pihak laki laki harus membawa barang pelangkah, seperti 1 stel pakaian.

2. Acara Sangjit

Pihak Pria :

- Setelah ditentukan, sesuai dengan tradisi

Khek, pihak pria yang akan membawa

nampan dan pihak wanita yang akan menukar isi nampan/mengambil sebagian isi nampan. Barang-barang seserahan akan diletakkan ataupun dikemas dalam nampan-nampan atau kotak terbuka yang berjumlah genap (lambang angka hidup), biasanya maksimal berjumlah 9-12 nampan. Barang-barang yang biasa dibawa adalah sebagai berikut:

a) Mie (lambang panjang umur) b) 1 nampan kue satu (lambang

kebahagiaan)

c) 1 nampan kue mangkok merah (lambang kelimpahan dan keberuntungan) d) 1 nampan apel (lambang keselamatan) e) 1 nampan Jeruk (lambang keberhasilan) f) 1 nampan kalengan buah kelengkeng

(lambang selamanya bersatu)

g) 1 nampan kalengan zhu kiok (lambang hoki)

h) Permen manis (lambang kebahagiaan) i) 1 nampan berisi 2 botol wine (lambang

kebahagiaan) dan 2 pasang 2 lilin merah atau bohklam (lambang perlindungan untuk menghalau pengaruh negatif) j) Sandang (pakaian, sepatu, kosmetik) k) Kain merah (lambang kebahagiaan) l) Uang lamaran

m) Uang susu

n) Sudah jarang yang membawa kaca dikarenakan dianggap bukan hal yang wajib untuk diberikan.

- Orang yang membawa barang sangjit harus ditanyakan kepada pihak wanita. Ada yang mau dari pihak keluarga pria, ada juga yang mau memakai jasa spg.

- Jika akan melangkahi kakak dari mempelai wanita, maka pihak laki laki harus membawa barang pelangkah yang telah ditentukan oleh sang kakak.

Pihak wanita :

- Barang a-h hrs dibagi dua dan dikembalikan. - Barang i dikembalikan dan ditukar berupa 2

botol sirup merah, hanya menganbil 1 pasang lilin dan 1 pasang lagi dikembalikan. - Barang j diambil, dipasang pagi hari pada

hari resepsi pernikahan. - Barang k dan m wajib diambil.

Pihak wanita :

- Barang a-h hrs dibagi dua dan dikembalikan - Barang i dikembalikan dan ditukar berupa 2

botol sirup merah, hanya menganbil 1 pasang lilin dan 1 pasang lagi dikembalikan

- Barang j diambil dan ditukar dengan

sandang pria (pakaian, sepatu, jam tangan atau tali pinggang)

(6)

- Barang l diambil lembar pertama & lembar

akhir (tanda ada awal & ada akhir) - Setelah acara sangjit selesai, ibu calon

mempelai wanita akan memberikan pakaian kepada pihak pria yang telah membawa nampan.

- Barang k diambil, dipasang pagi hari pada hari resepsi pernikahan.

- Barang l diambil setengah dan kemudian dikembalikan.

- Barang m diambil lembar pertama & lembar akhir (tanda ada awal & ada akhir)

- Jumlah barang di atas harus ditanyakan ke pihak wanita. Ada yg suka angka 8 (hoki), atau 9 (selamanya bersama), atau 10 atau 12 (angka hidup)

- Setelah acara sangjit selesai, ibu calon mempelai wanita akan memberikan angpao (lambang keberuntungan) kepada pihak pria yang telah membawa nampan.

3. Acara bawa koper

- Acara bawa koper dilakukan di rumah - Satu Koper diisi pakaian yang baru (lambang

awal permulaan lembaran baru dan segala keperluan sandang si gadis akan dipenuhi oleh si pria),

Satu koper diisi kosmetik baru (lambang keseluruhan kebutuhan calon wanita akan ditanggung oleh calon mempelai pria), Satu koper isi bed cover & satu set sprei

- Sprei ranjang berwarna merah

- Koper yang dibawa akan disusun rapih diatas

ranjang dengan posisi terbuka dan disamping koper dihias dengan 2 apel & 2 jeruk yang didapat dari sangjit

- Kamar pengantin dihias dengan tulisan Xi

(lambang kebahagiaan)

- Di atas kasur ditaruh sepasang boneka angsa

(lambang kesetiaan)

3. Acara bawa koper

- Acara bawa koper tidak harus dilakukan jika

dilakukan di hotel

- Satu koper diisi bed cover & satu set sprei - Sprei ranjang berwarna merah atau pink - Koper yang dibawa akan disusun rapih

dengan posisi terbuka dan disamping koper dihias dengan sekeranjang apel dan jeruk yang didapat dari sangjit

- Kamar pengantin dihias dengan tulisan Xi

(lambang kebahagiaan)

- Di atas kasur ditaruh sepasang boneka

Ketentuan lain :

- Acara Sangjit & bawa koper dilakukan

minimal 7 hari sebelum resepsi diadakan.

- Setelah sangjit dan acara bawa koper selesai,

pihak wanita harus menjamu pihak pria makan di rumah.

Ketentuan lain :

- Acara Sangjit & bawa koper boleh dilakukan

pada hari yang sama dengan hari resepsi. - Setelah sangjit dan acara bawa koper selesai,

pihak wanita harus menjamu pihak pria makan, boleh di rumah atau di restoran.

Adanya suatu pergeseran dalam masyarakat akibat pergeseran sosial bergantung pada keadaan masyarakat itu sendiri yang mengalami pergeseran sosial. Satu hal penting yang harus di kaji kembali dari pergeseran tradisi pernikahan khek yang terjadi di kelurahan Teluk Betung ini adalah bagaimana pengaruh pergeseran tersebut terhadap tradisi pernikahan yang terjadi.

(7)

Pengaruh dari adanya pergeseran di kelurahan Teluk Betung

Tingkat Kepedulian dalam Pewarisan Tradisi Pernikahan Tionghoa Khek di Teluk Betung rendah

Tingkat kepedulian dalam mewariskan budaya sangat berpengaruh terhadap pergeseran dalam prosedur pernikahan. Beberapa factor diatas yang mempengaruhi itu semakin meningkat dan dalam berjalannya waktu tingkat kepedulian pewarisan budaya ini akan semakin merendah, maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya pergeseran dalam adat pernikahan tradisional.

Konsep Hidup dalam Tradisi Pernikahan

Orang-orang berlainan generasi memiliki konsep tersendiri dalam hidup, yang tentu saja berlainan. Konsep hidup yang modern semakin mengarah pada kepraktisan. Persyaratan dalam memilih pasangan hidup juga semakin mementingkan manusianya itu sendiri, merelatifkan latar belakang keluarga, dan hal ini juga membawa dampak bagi tradisi pernikahan. Misalkan saat melaksanakan prosesi pernikahan, ada sebagian orang yang menggantikan lilin dengan lampu yang berbentuk lilin, karena menurut mereka itu lebih praktis.

KESIMPULAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku, mulai dari suku lokal sampai pendatang yang telah menetap di Indonesia sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pergeseran. Adat pernikahan masyarakat Tionghoa yang dilaksanakan berdasarkan adat, agama dan kepercayaan mencerminkan asal-usul serta proses adaptasi budaya yang telah berlangsung sepanjang sejarah keberadaan masyarakat Tionghoa Khek di Kelurahan Teluk Betung. Pada dasarnya adat pernikahan masyarakat Tionghoa Khek di Kelurahan Teluk Betung juga mengalami pergeseran makna, karena pengaruh ekonomi, modernisasi serta pengaruh nilai-nilai agama resmi yang dianut oleh masyarakat Tionghoa di Kelurahan Teluk Betung.

Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan diatas, penulis berharap pihak terkait dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai fenomena yang terjadi pada pergesaran pernikahan Hakka dan Khek di beberapa wilayah di Indonesia. Penulis juga berharap melalui tugas akhir ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai tradisi pernikahan etnis Tionghoa khususnya suku Khek di kelurahan Teluk Betung. Mengingat banyaknya masyarakat, terutama kalangan muda yang kurang paham mengenai tradisi pernikahan etnis Tionghoa Khek, penulis berharap melalui penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat melestarikan budaya ke generasi-generasi selanjutnya.

REFERENSI

苏豫.时事出版社《全国各地结婚习俗全知道》.北京:北京代代读,2011. 丘桓兴.《中国国际广播出版社》. 广东:中国国际广播出版社,2011. 姜越.《婚冠丧祭:传统婚丧民俗解析》. 北京:现代出版社,2010. 刁统菊.《婚嫁礼俗》. 北京:中国社会出版社,2008. 万建中.《民间婚俗》.天津:天津人民出版社,2010.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : Alfabeta.

Soemardjan, Selo. 1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Theo, Rika & Lie, Fennie. 2014. Kisah, Kultur dan Tradisi Tionghoa Bangka. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Suliyati, Titiek. 2013. Pengaruh Budaya Melayu Pada Budaya Masyarakat Cina di Pecinan Semarang. Diakses 20 Juli 2015.

Poerwanto, Hari. 2005. Orang Cina Khek dari Singkawang. Depok: Komunitas Bambu.Christine Ongwijaya, Yohana. 2011. Adat Istiadat Pernikahan Etnis Tionghoa Keturunan Hakka Surabaya

yang Lahir di Tahun 40-an. Diakses 27 Agustus 2015.

http://dewey.petra.ac.id/catalog/ft_viewer.php?fname=jiunkpe/s1/chi/2010/jiunkpe-ns-s1-2010-12406014-24687-hakka-abstract_toc.pdf

(8)

Tong, Daniel. 2006. Chinese Traditions and Beliefs. Malaysia:The Academy of FengShui. http://www.ubsm.com.my/qws_ubsm/slot/pubcat_title/se04/14390bddb_3752.pdf Jie, Jian. 2013. Wedding Customs in China. HuangShan: HuangShan Publishing House.

He, YuJing. 2011. Chinese Wedding Traditions. United States: Createspace Independent Publishing Platform.

RIWAYAT PENULIS

Vionna Tania lahir di kota Jakarta pada tanggal 4 Juli 1993. Penulis menamatkan pendidikan SMA di

SMA Dian Kasih pada tahun 2011.

Agustinus Sufianto, B.E.C., lahir di kota Surabaya pada tanggal 3 Agustus 1978. Sejak tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Menurut kepercayaan orang Tionghoa, memilih pasangan hidup yang usianya berbeda 3 dan 6 tahun dengan usia sendiri itu merupakan suatu pantangan besar, yang

Dipilihlah KUHPerdata dalam pembagian warisan di kalangan masyarakat Tionghoa di Kota Pekalongan, walaupun tata cara adat budaya Tionghoa masih tetap dilaksanakan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan musik lagu pop mandarin pada pesta pernikahan etnis Tionghoa di Semarang merupakan salah satu ragam pertunjukan musik Mandopop

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk pergeseran dalam pernikahan adat Batak Samosir di Kuantan Singingi yaitu : Mebat atau Paulak Une atau merupakan

Ritual kong tek ( 德 )merupakan salah satu tradisi dalam ritual kematian masyarakat Tionghoa yang di dalamnya terdapat kepercayaan tradisional yang terkenal dengan

Ritual kong tek ( 德 )merupakan salah satu tradisi dalam ritual kematian masyarakat Tionghoa yang di dalamnya terdapat kepercayaan tradisional yang terkenal dengan

Terjadi pergeseran nilai ini tentu saja disebabkan karena faktor pendorong pergeseran atau perubahan.Kalau dilihat dalam masyarakat adat di Kenagarian Lubuk Jantan ini,

Untuk memahami pandangan ulama atau tokoh agama Islam terhadap tradisi paculan dalam pernikahan masyarakat adat Banten di Desa Linduk, dan mengevaluasi kesesuaian tradisi ini dengan