• Tidak ada hasil yang ditemukan

M Aron Pase, Dairion Gatot Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "M Aron Pase, Dairion Gatot Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Karangan Asli

Perbandingan Efikasi Dosis Ondansetron 16, 24 dan 32 mg Dengan

Penambahan Dexamethason Untuk Pencegahan

Mual-Muntah Akibat Induksi Kemoterapi Cisplatin

M Aron Pase, Dairion Gatot

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

Abstrak

Pendahuluan: Cisplatin merupakan agen kemoterapi yang paling sering digunakan dalam pengobatan kanker dan efek paling sering akibat pengobatan ini adalah mual yang hebat dan muntah. Ondansetron adalah antagonis selektiv reseptor 5-HT3 yang dapat mengontrol mual-muntah akibat efek cisplatin. Pencegahan dan kontrol mual-muntah akibat agen kemotrapi dapat meningkatkan aktivitas fungsi dan kualitas hidup pasien kanker. Penelitian ini membandingkan efikasi dan keamanan dari tiga regimen dosis ondansetron (16 mg, 24 mg dan 32 mg) dalam mencegah mual-muntah akibat cisplatin Metoda: Satu sentra, uji klinik menggunakan metoda acak tersamar ganda. Sebanyak 29 pasien kanker yang menjalani kemoterapi pada bulan Maret – Agustus 2011, mendapatkan salah satu dosis tunggal 16, 24 atau 32 mg secara IV atau drip yang dimulai 30 menit sebelum pemberian cispaltin dosis sedang dalam siklus kemoterapi. Pasien dievaluasi terhadap episode mual-muntah dengan menggunakan skala Mual-Muntah (FLIE) dan efek yang tidak diinginkan dalam 24 setelah kemoterapi. Hasil: Dari 29 subjek penelitian, respon komplit (tidak ada episode muntah) didapatkan 41%, 58% dan 93% (p=0,0001) dari pasien yang mendapatkan dosis ondansetron 16, 24 dan 32 mg. Dan respon gagal didapatkan 58%, 41% dan 7% (p=0,0001). Ondansentron 32 mg lebih superior dibandingkan dosis ondansentron 24 mg dan 16 mg (p = 0,001). Kejadian sakit kepala (13%) dijumpai pada pasien yang mendapatkan ondansetron 32 mg.

Kesimpulan : Ondansetron 32 mg lebih efektif dalam mencegah mual-muntah akibat pemberian cisplatin dosis sedang, tetapi kejadian yang tidak diinginkan adalah sakit kepala. Ondansetron 24 mg efektif dan lebih aman. Ondansetron 16 mg mempunyai efikasi yang rendah.

Keyword : Ondansentron, Cisplatin, FLIE

Abstract

Introduction: Cisplatin is a widely used chemotheraupetic agent that demonstrated activity in a number of malignancies and severe nausea and emesis are the most frequent side effects of this treatment. Ondansetron is a selective 5-HT3 receptor antagonist that can control the nausea and vomiting by cisplatin. Prevention and controlling nausea and vomiting induced by chemotherapy agent can improves fuctional activity and quality of life for cancer patients. This study compares the efficacy and safety of three doses regimen of ondansetron (16 mg, 24 mg and 32 mg) in the prevention of cisplatin-induced nausea and vomiting.

Methods This was a single center study, a randomized, double-blind clinical trial. Twenty nine cancer patients in chemotherapy cyclus from March – August 2011, received either a single 16, 24 or 32 mg IV or drip of ondansetron beginning 30 minutes before chemotherapy of cisplatin medium dose in chemotherapy cycle. All patients were evaluated for emetic episodes and nausea episodes using the FLIE scale and adverse events for 24 hours after chemotherapy.

Results: Of the 29 subjects, complete response (no emetic episode) was noted in 41%, 58% and 93% (p=0,0001) of patients who received 16, 24 and 32 mg doses of ondansetron. And failure response was noted 58%, 41% and 7% (p=0,0001). The ondansentron 32 mg dose was superior than 24 mg and 16 mg (p = 0,001). The most common adverse event was headache (13%) in patient who received ondansentron 32 mg dose .

Conclusion: Ondansetron 32 mg dose more effective to prevent nausea and vomiting induced cisplatin medium doses, but headache was common adverse event. Ondansetron 24 mg was effective and safe. Ondansetron 16 mg was less effective to prevent nausea and vomiting induced cisplatin medium doses.

(2)

PENDAHULUAN

Pasien kanker sering mengalami ketakutan terbesar dalam hidup mereka ketika dihadapkan dengan pengobatan kemoterapi yang menyebabkan mual dan muntah. Premedikasi dengan obat-obat anti mual-muntah, khususnya yang bekerja pada susunan saraf pusat merupakan perawatan suportif yang sangat penting dan efektif dalam mencegah terjadinya efek mual dan muntah terhadap pasien-pasien yang mendapatkan pengobatan antineoplastik bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.1,2

Umumnya obat anti kanker menyebabkan keluhan gastro-intestinal, yang paling utama mual dan muntah, selain diare dan mukositis. Mual-muntah biasanya timbul beberapa waktu setelah pemberian sitostatik dan berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam. Cisplatin merupakan salah satu dari sekian agen anti neoplastik yang tersering menyebabkan mual setelah 24 jam mendapatkan kemoterapi. 3,4

Strategi pencegahan mual-muntah akibat kemoterapi telah banyak dilakukan dalam beberapa studi. Antagonis seretonin (dari reseptor 5HT3), terdiri Ondansetron, Granisetron, Dolasetron dan Palonosetron merupakan pilihan yang sering digunakan para klinisi untuk pencegahan mual-muntah yang signifikan akibat kemoterapi dengan cisplatin.5 Pasien yang mendapatkan 8,24, 32 mg ondansetron tergantung atas dosis dari sisplatin. Hasil pengamatan investigator respon komplit (tidak terdapat mual dan muntah) 77%, 88% dan 72% pada pasien yang mendapatkan 8, 24, 32 mg ondasetron. Ondasentron diberikan sebagai premedikasi kemoterapi melalui intravena dengan dosis yang bervariasi dari 8 mg – 32 mg berdasarkan level emetogenik. 6-8

Sepengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai efikasi Ondansetron 16 mg, 24 mg atau 32 mg di Sumatera Utara dalam rangka pencegahan efek mual-muntah akibat kemoterapi cisplatin pada pasien kanker. Para klinisi onkologis dari berbagai departemen menggunakan variasi dosis yang berbeda. Mengetahui efikasi dan keamanan dosis ondansetron dalam pencegahan mual-muntah akibat kemoterapi dengan cisplatin.

METODE Desain Penelitian

Studi dilakukan pada satu sentra kemoterapi dengan menggunakan uji klinik melalui metoda acak tersamar ganda

(double-blind). Sebanyak 29 pasien kanker yang menjalani

kemoterapi pada bulan Maret – Agustus 2011 di rumah sakit Haji Adam Malik.

Karakteristik Pasien

Semua pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi

Cisplatin dosis sedang dalam siklus kemoterapi. Kriteria inklusi

pasien adalah penderita dengan umur 18-75 tahun, karnofsky

 60 %, penderita kanker yang akan diterapi dengan Cisplatin dosis sedang 50-70 mg/m2 dan ersedia mengikuti penelitian. Dan kriteria eksklusi hasil kreatinin kliren ginjal (CrCl) -50 ml/min, fungsi ALT > 2 kali dari batas normal, pasien dengan riwayat muntah 24 jam sebelum kemoterapi dan pasien dengan sakit kepala yang berat.

Obat Kemoterapi dan Anti Emetik

Obat kemoterapi yang digunakan adalah cisplatin 50 – 70 mg/m2. Dan anti emetik sebagai premedikasi diberikan Ondansetron 16 mg, 24 mg atau 32 mg dalam mencegah efek mual dan muntah akibat kemoterapi dengan cisplatin 50-70 mg/m2. Setelah 24 jam kemoterapi pasien dinilai kualitas mual dan muntah dalam 24 jam dengan skala FLIE

Functional Living Index-Emesis (FLIE)

Skala FLIE telah lazim digunakan untuk mengukur studi antiemetik yang berhubungan kanker dan telah di desain agar mudah digunakan pasien. Pertama kali dilaporkan tahun 1992, FLIE memiliki 18 pertanyaan yang dikenal, domain nausea terdiri dari 9 pertanyaan dan domain muntah terdiri dari 9 pertanyaan. Total skor adalah 18. Jika didapat skor > 6 berarti ”tidak terdapat pengaruh pada kehidupan sehari-hari”, jika skor < 6 berarti ”terdapat pengaruh pada kehidupan seharihari”

Cara kerja

Adapun cara kerja studi ini : seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (informed consent), dilakukan pengambilan data subjek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, lamanya menderita, diagnosis, laboratorium (darah lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati), berat badan, tinggi badan dan pengobatan kanker (regimen), dilakukan randomisasi pada subjek dan dibagi atas tiga kali perlakuan yang akan diberikan ondansetron 16 mg ataut 24 mg atau 32 mg pada setiap siklus kemoterapi. Peneliti dan subjek tidak mengetahui isi dari obat, pasien diberikan 30 menit premedikasi Ondasetron dengan dosis 16 mg atau 24 mg atau 32 mg dalam NaCl 0,9 % atau Dextrosa 5 % 50-100 cc yang telah dirandom sebelum diberikan cisplatin. Diberikan 15-20 menit dexametason 20 mg IV sebelum pemberian Ondansetron dan setelah 24 jam kemoterapi pasien dinilai kualitas mual dan muntah dalam 24 jam dengan skala FLIE Analisa Data

Gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor muntah antara 3 kelompok intervensi Kelompok I (16 mg), Kelompok II (24 mg) atau Kelompok III (32 mg) dianalisa dengan uji Anova. Untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dilakukan analisa Bonforoni test. Hasil analisa statistik dikatakan memiliki kemaknaan jika nilai p < 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Penelitian dilakukan bangsal kemoterapi pada bulan JanuariAgustus 2011 di RSUP H Adam Malik Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK-USU.

HASIL

Penelitian uji klinis dengan pengambilan data tersamar ganda terhadapa pasien di RS. H.Adam Malik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam priode Maret-Agustus 2011, sebanyak 29 pasien yang masuk dalam subjek penelitian ini.

Perbandingan Efikasi Dosis Ondansetron 16, 24 dan 32 Mg dengan Penambahan Dexamethason

(3)

M Aron Pase, dkk

Semua subjek pada penelitian mendapatkan obat cisplatin dosis sedang 50-70 mg/m2 dalam regimen kemoterapinya disamping regimen lainnya.

Semua subjek dalam penelitian mendapatkan dosis ondansentron 16 mg, 24 mg dan 32 mg yang dilakukan secara acak dalam tiga siklus kemoterapi.

Karakteristik Data

Pada tabel 1 menjelaskan data karakteristik tentang subjek penelitian terdiri dari pasien wanita (72,6%) dan laki-laki (27,4%). Umur subjek terbanyak pada interval umur 41-60 tahun (69%). Suku Batak (41,4%) merupakan suku yang terbanyak dalam subjek penelitian, diikuti suku Jawa (37,4%) dan suku Aceh (6,9%). Sedangkan tipe kanker lebih banyak pada kanker ginekologi sebesar 51,7% diikuti kanker pada tulang dan jaringan lunak 24,1%, kanker kepala dan leher sebesar 13,8%, kanker payudara sebesar 6,9% dan kanker paru 3,5%.

Status karnofsky semua subjek diatas 60%, dengan status gizi yang baik (mean 21,8) dengan BSA rata-rata sebesar 1,49. Parameter laboratorium yang diperiksa sebelum diberikan berbagai dosis ondansentron pada subjek penelitian.

Tabel 1. Data Karakteristik Pasien

Data Karaketristik n % Jumlah pasien 29 - Laki-laki 8 27,6 - Perempuan 21 72,4 Usia - < 20 tahun 6 20,7 - 1-40 tahun 3 10,3 - 41-60 tahun 20 69 Suku - Aceh 2 6,9 - Batak 12 41,4 - Jawa 11 37,4 - Karo 1 3,4 - Padang 3 10,3 Tipe kanker - Ginekologi 15 51,7

- Tulang dan jaringan lunak (telinga, hidung, mata, lidah)

7 24,1

- Kepala dan leher 4 13,8

- Payudara 2 6,9

- Paru 1 3,5

Status nutrisi (IMT, kg/m2) - Mean

- D

Body surface area (BSA)

- Mean - SD 21,8 3,14 1,49 0,1 - - - - Laboratorium 16 mg Mean SD 24 mg Mean SD 32 mg Mean SD  Hb 11 0,97 10 0.79 11 0,49  Leukosit 7757 2962,54 7139 1729,4 7623 2661,09  Trombosit 368172 142218,5 403331 134387 379705 133451  Ureum 26 10,79 24 8,03 0,83 8,61  Creatinin 0,8 0,25 0,7 0,21 0,83 0,26  SGOT 20 10,55 18 7,97 19 6,47  SGPT 18 8,61 16 6,71 18 8,08

Efek Samping Selama Penelitian

Dari tiga kelompok pasien, tampak kejadian sakit kepala (13,79%) banyak terjadi pada pada subjek yang mendapatkan dosis ondansentron 32 mg, dan tidak ditemukan pada kedua kelompok subjek lainnya. Sedangkan efek samping seperti demam dan diare tidak ada dikeluhkan pada ketiga kelompok subjek.

Tabel 2. Efek Samping Subjek Selama Penelitian

Ondansetron Ondansetron Ondansetron

Efek Samping 16 mg 24 mg 32 mg

N % N % N %

Sakit kepala 0 0 0 0 4 13,79

Demam 0 0 0 0 0 0

Diare 0 0 0 0 0 0

Penilaian Skor Mual-Muntah

Pada subjek yang diberikan dosis ondansentron 16 mg didapatkan rata-rata skor mual dan skor muntah sebesar nilai 5 dan subjek yang diberikan dosis ondansentron 24 mg didapatkan rata-rata skor mual dan skor muntah sebesar nilai 5, berarti pada dua kelompok ini menunjukkan bahwa efek obat sisplatin mempengaruhi kehidupan sehari-hari kedua subjek, (Tabel 3) Sedangkan pada subjek yang mendapatkan ondansentron 32 mg didapatkan skor rata-rata skor mual dan skor muntah sebesar nilai 7, berarti pada subjek ini bahwa efek obat cisplatin tidak mempengaruhi kehidupan sehari-hari jika diberikan dosis ondansentron 32 mg sebagai premedikasi. Dan nilai skor mual dan muntah pada ketiga subjek, tampak subjek yang diberikan ondansentron 32 mg lebih signifikan secara statistik dengan nilai p 0,001 untuk skor mual dan skor muntah dibandingkan dengan subjek yang diberikan ondansentron 16 dan 24 mg.

Tabel 3. Skor Mual-Muntah Dengan Dosis Multipel Ondansentron

SKOR Dosis (16 mg) Dosis (24 mg) Dosis (32 mg) Nilai

p

Skor Mual 5,06 4,00 2,73 5,93 8,00 2,65 7,41 8,00 1,29 0,001 Skor Muntah 5,13 4,00 2,78 5,93 8,00 2,65 7,41 8,00 1,29 0,001 Efikasi Antiemetik

Respon komplit (berarti efek obat sisplatin tidak mempe-ngaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari subjek) dijumpai terbanyak pada subjek yang diberikan dosis ondansentron 32 mg sebanyak 27 orang (93,1%), diikuti subjek dengan ondan-sentron 24 mg sebanyak 17 orang (58,62%) dan ondanondan-sentron 32 mg sebanyak 12 orang (41,37%). Sedangkan gagal (berarti efek obat sisplatin mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari subjek dijumpai pada subjek yang diberikan dosis ondan-sentron 16 mg sebanyak 17 orang (58,62%), diikuti subjek dengan ondansentron 24 mg sebanyak 12 orang (41,37%) dan ondansentron 32 mg sebanyak 2 orang (6,89%). Berati dari data ini tampak pemberian ondansetron 32 mg lebih baik mencegah efek mual dan muntah akibat pemberian cispaltin dosis 50-70 mg/m2. (Tabel 4)

S D Median Median Mean Median Mean S D Mean SD

(4)

Perbandingan Efikasi Dosis Ondansetron 16, 24 dan 32 Mg dengan Penambahan Dexamethason untuk Pencegahan Mual-Muntah Akibat Induksi Kemoterapi Cisplatin

Tabel 4. Efikasi Anti Emetik Ondansentron Untuk Dosis Cisplatin 50-70 mg/m2 Dosis Dosis 16 mg 24 mg N % N % N % Respon komplit 12 41,37 17 58,62 27 93,1% 0,0001 Gagal 17 58,62 12 41,37 2 6,89 0,0001

Hasil perbandingan antara ketiga subjek, didapatkan bahwa antara subjek yang diberikan ondansentron 16 mg dengan 24 mg tidak menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (skor mual p value 0,486 dan skor muntah p

value 0,547). Subjek yang diberikan ondansentron 16 mg

dengan 32 mg menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (skor mual p value 0,001dan skor muntah p value 0,001). Dan subjek yang diberikan ondansentron 24 mg dengan 32 mg menunjukkan tidak menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (skor mual p value 0,052 dan skor muntah p value 0,055).

Dari ketiga subjek tampaknya pemberian dosis Ondansentron 32 mg lebih superior dibandingkan dengan dosis Ondansentron 16 mg, tetapi mempunyai efikasi yang sama dengan dosis 24 mg. (Tabel 5)

Tabel 5. Perbandingan Antar Dosis Ondasentron Berdasarkan Skor Mual-Muntah

Dosis Ondansetron p Value p Value

(Skor Mual) (Skor Muntah)

16 mg x 24 mg 0,486 0,547

16 mg x 32 mg 0,001 0,001

24 mg x 32 mg 0,052 0,055

DISKUSI

Cisplatin merupakan obat kemoterapi yang paling banyak

digunakan sebagai regimen untuk pengobatan kanker. Bagai-manapun, cisplatin memiliki efek etmogenik yang tinggi (level 4, resiko tinggi, > 90%) dibandingkan dengan agem kemoterapi lainnya. Efek mual muntah akibat pemebrian Cisplatin sering muncul dalam 24 jam setelah pemberian. Untuk itu, prinsip dasar untuk mencegah efek mual muntah diberikanlah obat anti muntah sebagai premedikasi agar tidak terjadi efek mual dan untah karena pemberian cisplatin.9

Pada studi ini cisplatin digunakan paling banyak dari departemen obstetrik dan ginekologi. Regimen cisplatin diberikan hari pertama, dan dilanjutkan dengan regimen lain pada hari berikutnya.

Ondansetron merupakan obat pertama yang spesifik

terhadap antagonis 5-HT3 yang telah terbukti efikasi, keamanannya dan sebagai obat tunggal sebagai anti emetik pre kemoterapi yang telah dilakukan percobaan di beberapa uji percobaan klinik.10,11 Dari beberapa penelitian juga bahwa ondansetron lebih superior dibandingkan dosis tinggi metoclopramide 5,10,11.

Pemberian steroid yang dikombinasi dengan ondansetron dapat meningkatkan efikasi dan komplit anti emesis yang tinggi

sebelum pemberian cisplatin dibandingkan dengan ondansetron saja (61% vs 46%, p = 0,02) dan efek mual yang berkurang (18,2% vs 32,8% , p <0.001). 12

Studi ini hanya menggunakan ondansetron sebagai premedikasi dan tidak menggunakan pembanding anti emetik lainnya seperti metoklopramid (@ primperan) dikarenakan yang pertama, studi sebelumnya telah membuktikan penggu-naan ondansetron lebih superior dibandingkan dosis tinggi metoklopramid untuk mencegah mual muntah akibat cisplatin, kedua protokol kemoterapi untuk premedikasi cisplatin dosis sedang, sebaiknya menggunakan antagonis 5-HT3, sehingga penggunaan ondansetron lebih baik dan etis. Kortikosteroid yang diberikan adalah dexametahson sebanyak 2 ampul sebelum diberikan ondansetron dan cisplatin.

Efikasi, keamanan dan penggunaan secara tunggal

ondansetron telah terbukti efektif digunakan dalam percobaan

uji klinik. Selamam percobaan dan perkembangan klinis penggunaan ondansetron telah dieavaluasi dalam berbagai variasi multipel dosis. 12,13

Pada studi ini digunakan ondansetron secara tunggal dengan berbagai dosis, mulai 16 mg, 24 mg dan 32 mg sebagai premedikasi. Sedangkan 8 mg tidak digunakan dalam perco-baan studi ini. Dalam studi Beck, didapatkan ondansetron 32 mg lebih superior dibandingkan dosis ondansetron 8 mg. 7,14,15

Pada studi ini didapatkan pemberian ondansentron 32 mg lebih superior dibandingkan dengan dosis ondansentron 24 mg, walupun secara statistik tidak bermakna secara signifikan (skor mual p = 0,052 dan skor muntah p = 0,055).Semakin tinggi dosis ondansentron 32 mg memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah efek mual-muntah akibat pemberian cisplatin dosis sedang (respon komplit 93,1%). Respon komplit pada subjek ondansentron dengan dosis 16 mg, 24 mg dan 32 mg didapatkan 41%, 58% dan 93%, secara berurutan. Dan respon gagal didapati 58%, 41% dan 6%.

Ondansentron tampak aman dan ditoleransi baik dalam

studi ini. Didapatkan efek samping sakit kepala sebanyak 4 orang (13%) pada subjek yang diberikan dosis ondansentron 32 mg. Sedangkan keluhan lain seperti demam dan diare, yang merupakan lazim ditemukan akibat pemberian

ondan-sentron tidak ditemukan. Dan pemeriksaan laboratorium

setelah pemberian ondansentron tidak kita lakukan.

Pada studi Berk ditemukan efek sakit kepala lebih banyak ditemukan 55 orang (25%) pada subjek yang diberikan ondansentron 32 mg dibandingkan subjek yang diberikan ondansentron 8 mg sebesar 44 orang (18%). Efek demam pada 32 mg vs 8 mg sebesar 7% vs 8%, sedangkan diare 8% v 7%. Peningkatan fungsi hati dijumpai pada cisplatin dosis tinggi didapatkan peningkatan fungsi hati (32 mg v 8 mg , 7% v 5%) sedangkan cisplatin dosis medium didapatkan peningkatan fungsi hati (32 mg v 8 mg , 0% v 1%). 9,16

Keterbatasan Studi

Studi ini memiliki keterbatasan. Pertama, tidak mengguna-kan obat kontrol (pembanding) anti emetik lainnya, seperti metoklopramid, dengan alasan studi sebelumnya dan protokol kemoterapi menyarankan pemberian antagonis 5-HT3 untuk Dosis

(5)

premedikasi dengan cisplatin dosis sedang.

Kedua, studi ini tidak melakukan pemeriksaan laboratorium

ulangan (fungsi hati) setelah pemberian ondansentron dan cisplatin dalam 24 jam pertama. Ketiga, pengukuran efek mual-muntah hanya dengan satu parameter (skala FLIE) yang mungkin memiliki nilai subjektifitas, tetapi lebih praktis untuk digunakan.

KESIMPULAN

Ondansetron 32 mg lebih efektif dalam mencegah

mual-muntah akibat pemberian cisplatin dosis sedang, tetapi kejadian yang tidak diinginkan adalah sakit kepala. Ondansetron 24 mg efektif dan lebih aman. Ondansetron 16 mg mempunyai efikasi yang rendah

DAFTAR PUSTAKA

1. de Boer-Dennert M, de Wit R, Schmitz PI, et al. Patient perceptions of the sideeffects of chemotherapy: the influence of 5HT3 antagonists. Br J Cancer 1997;76: 1055- 61.

2. Hickok JT, Roscoe JA, Morrow GR, King DK, Atkins JN, Fitch TR. Nausea and emesis remain significant problems of chemotherapy despite prophylaxis with 5- hydroxytryptamine-3 antiemetics: a University of Rochester James P. Wilmot Cancer Center Community Clinical Oncology Program Study of 360 cancer patients treated in the community. Cancer 2003;97: 2880-6. 3. Harryanto Reksodiputro. Pengobatan Suprtif Pada Pasien

Kanker, Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006: 874-84.

4. Robert Bradbury, R.Ph., B.C.P.S. Optimizing Antiemetic Therapy for Chemotherapy-induced Nausea and Vomiting. Clinical Coordinator Department of Pharmacy H. Lee Moffitt Cancer Center & Research Institute 2004:1-27.

5. Hainsworth J, Harvey W, Pendergrass K et al. A single-blind comparison of intravenous ondansetron, a selective serotonin antagonist, with metoclopramide in the prevention of nausea and vomiting associated with high-dose cisplatin chemotherapy. J Clin Oncol. 1991;9:721-8.

6. Kohler David R. Management of Emesis in Oncology. In Bethesda Handbook Of Clinical Oncology; 2nd edition, Philadelphia; 2005: 529-42.

7. Beck TM, Hesketh PJ, Madajewicz S et al. Stratified, randomized, double-blind comparison of intravenous ondansetron administered as a multiple-dose regimen versus two single oseregimens in the prevention of cisplatin-induced nausea and vomiting. J Clin Oncol. 1992;10:1969-1975.

8. Andrews PL, Sanger GJ. Abdominal vagal afferent neurons: an important target for the treatment of gastrointestinal dysfunction. Curr Opin Pharmacol. 2002;2: 650-6.

9. Paul J. Hesketh, M.D. Drug Therapy : Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting N Engl J Med 2008; 358: 2482-94.

10. Kris MG, Hesketh PJ, Somerfield MR, et al. American Society of Clinical Oncology guideline for antiemetics in oncology: update 2006. J Clin Oncol 2006;24:2932- 47. [Erratum, J Clin Oncol 2006;24:5341-2.]

11. Kris MG, Gralla RJ, Clark RA, et al. Incidence, course, and severity of delayed nausea and vomiting following the administration of high-dose cisplatin. J Clin Oncol 1985;3:1379-84.

12. Hesketh PJ, Beck T, Uhlenhopp M, Kris M, Hainsworth JD, Harker WG, Cohen J, Lester E, Kessler JF, Griffen D, Rouse P. Adjusting the dose of intravenous ondansetron to the emetogenic potential of the chemotherapy regimen.

J Clin Oncol. 1995;13:2117-2122.

13. Hesketh PJ, Harvey WH, Harker WG, et al. A randomized, double-blind comparison of intravenous ondansetron alone and in combination with intravenous dexamethasone in the prevention of high-dose cisplatin-induced emesis. J Clin Oncol 1994; 12:596-600

14. Grunberg S, Stevenson L, Russell CA, et al. Dose ranging Phase I study of the Serotonin antagonist GR38032F for prevention of cisplatin-induced nausea and vomiting. J

Clin Oncol.1989;7:1137-1141.

15. Gralla RJ, Osoba D, Kris MG et al. Recommendations for the use of antiemetics: Evidence based clinical practice guidelines. J Clin Oncol. 1999;17:2971-2994. 16. Roila F, Hesketh PJ, Herrstedt J, et al. Prevention of

chemotherapy- and radiotherapy- induced emesis: results of the 2004 Perugia International Antiemetic Consensus Conference. Ann Oncol 2006;17:20-8.

Perbandingan Efikasi Dosis Ondansetron 16, 24 dan 32 Mg dengan Penambahan Dexamethason

(6)

Karangan Asli

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Kadar Testosteron,

Berat Testis dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa

(Mus Musculus, L.) yang Dipaparkan

Monosodium Glutamate (MSG)

Maya Savira

Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Pendahuluan: Monosodium Glutamate (MSG) dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berakibat penurunan kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma. Pemberian vitamin C dapat mencegah penurunan kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang diberikan MSG.

Metode: Subjek penelitian mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) fertil, ±3 bulan, 25-35 gram, 25 ekor dibagi 5 kelompok. Kelompok pertama diberi NaCl 0,9% 0,3 ml intraperitoneal (ip) 30 hari, kedua diberi MSG 4 mg/g bb dalam 0,3 ml NaCl 0,9% ip 15 hari, 15 hari berikutnya NaCl, ketiga MSG 30 hari, keempat MSG 15 hari, 15 hari berikutnya vitamin C 0,2 mg/g bb dalam 0,3 ml aquadest oral dan kelima MSG 15 hari, 15 hari berikutnya ditambah vitamin C. Pemeriksaan kadar testosteron menggunakan ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Essay), berat testis menggunakan timbangan Sartorius 2402 dan jumlah sperma menggunakan kamar hitung Improved Neubauer.

Hasil: Diperoleh perbedaan rata-rata kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma pada tiap kelompok tetapi tidak bermakna.

Kesimpulan: Pemberian MSG dan vitamin C sendiri-sendiri maupun bersamaan tidak mempengaruhi kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma.

Kata Kunci: MSG, kadar testosteron, berat testis, vitamin C, sperma.

Abstract

Introduction: MSG causes forming of free radicals which decreases testosterone level, testicular weight and sperm count decrease. Taking vitamin C prevents all of those actions. Objective of this study is investigating effects of taking vitamin C to testosterone level, testicular weight and sperm count adult male mice given MSG.

Method: Subject was 25 adult male mice (Mus Musculus, L) strain DD Webster, fertile, ±3 months old, 25-35g and divided 5 groups. First group given 0,3 ml NaCl 0,9% intraperitoneal (ip) for 30 days, second given MSG 4 mg/g BW in 0,3 ml NaCl 0,9% ip15 days, 15 days later NaCl, third MSG 30 days, fourth MSG 15 days, 15 days later 0,2 mg/g BW vitamin C in 0,3 ml aquadest oral and fifth MSG 15 days, 15 days later plus vitamin C. Measuring testosterone level using ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay), testicular weight using Sartorius 2402 balance and sperm count using Improved Neubauer counting chamber. Results: No significant difference of testosterone level, testicular weight and sperm count mean. Conclusion: Taking MSG and vitamin C combined or separated did not affect testosterone level, testicular weight and sperm count.

Keywords: MSG, testosterone level, testicular weight, vitamin C, sperm.

(7)

Maya Savira

PENDAHULUAN

Monosodium glutamate (MSG) telah lama digunakan

sebagai penambah rasa makanan. Komponen utama dari MSG adalah Asam glutamat-L yang merupakan asam amino.

Rata-rata asupan MSG perkapita perhari pada masyarakat di negara industri sekitar 0,3-1,0 g. Terkadang bisa lebih tinggi, tergantung pada jenis makanan yang menjadi pilihan sese-orang.1

MSG diklasifikasikan sebagai generaly recognized as safe (GRAS) atau bahan yang aman untuk dikonsumsi.2 Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia juga tidak ditemukan adanya perbedaan gejala yang signifikan antara ornag sehat yang mengkonsumsi MSG dengan dosis antara 1,5-3 g/hari dibandingkan dengan yang mengkonsumsi placebo. 3 Tetapi, setelah penggunaannya selama bertahun tahun ternyata, bila MSG dikonsumsi dalam jumlah yang besar, dapat menimbulkan berbagai macam gejala berupa kebas dan jantung berdebar debar, mual dan sakit kepala gejala ini kemudian dikenal sebagai

Chinese restaurant syndrome.1

Penelitian yang dilakukan pada tikus neonatus yang dipaparkan MSG terjadi gangguan perkembangan testis, sel sertoli dan sel leydig pada masa pubertas nya.4

Pemberian MSG secara subkutan terhadap mencit dewasa selama 6 hari dengan dosis 4 dan 8 mg/g berat badan, menye-babkan peningkatan kadar glukosa eritrosit diikuti dengan peningkatan lipid peroksidasi juga peningkatan aktifitas enzim

glutathione reductase (GR), gluthatione-S-transferse (GST) dan gluthatione reductase (GR). Hal ini menggambarkan bahwa

pemberian MSG dengan dosis 4mg/g berat badan atau lebih menghasilkan stress oksidatif yang dilawan tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan aktivitas metaboliknya.5

Paparan MSG baik jangka pendek (15 hari) maupun jangka panjang (30 hari) menyebabkan penurunan berat testis, asam askorbat, peningkatan kadar lipid peroksidasi dan produksi oksigen reaktif pada testis yang pada akhirnya akan menurun-kan produksi sperma dan meningkatmenurun-kan jumlah sperma dengan morfologi abnormal. Tingkat kerusakan yang diakibatkan paparan MSG lebih besar pada tikus yang dipaparkan MSG dengan jangka waktu yang pendek.6,7

Vitamin C merupakan antioksidan pemecah rantai utama. Vitamin C menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma. Vitamin C ditemukan sedikit jumlahnya pada cairan semen laki laki infertil. Vitamin C meningkatkan jumlah sperma secara in vivo pada laki laki infertil dengan dosis 200-1000 mg/hari.8

Penelitian yang dilakukan Acharya terhadap testis tikus yang dipaparkan Cadmium (Cd) 10 mg/g berat badan dengan memberikan suplemen vitamin C dengan dosis 10 mg/kg berat badan dan vitamin E dengan dosis 100 mg/kg berat badan secara terpisah dapat menurunkakn kadar peroksidasi lipid, meningkatkan jumlah sperma, menurunkan persentase sperma abnormal, meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan meningkatkan kadar asam askorbat.9

Penelitian terhadap kualitas semen dan parameter biokimia pada kelinci jantan yang diberikan vitamin C, vitamin E dan minuman suplemen juga menemukan bahwa vitamin C, vitamin

E, minuman suplemen atau kombinasinya dapat mengurangi produksi radikal bebas dan memperbaiki kualitas cairan semen kelinci.10

Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 36 hari sudah dapat berperan sebagai antioksidan untuk menangkal efek senyawa radikal bebas yang dapat ditimbulkan oleh senyawa Plumbum Asetat 0,1% ditandai dengan penurunan kadar malondialdehyde (MDA) didalam sekresi epididimis.11

Penelitian yang dilakukan untuk menguji efek diet antioksidan yaitu vitamin C dan vitamin E terhadap kerusakan oksidatif di hati, ginjal dan otak tikus yang diakibatkan paparan MSG menunjukkan bahwa diet antioksidan memiliki potensi untuk melawan stress oksidatif yang diakibatkan oleh MSG.12

Oleh karena MSG dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif pada testis mencit dan peranan vitamin C sebagai antioksidan yang dapat mengurangi efek dari stress oksidatif, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang telah dipaparkan dengan MSG.

METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara mulai dari Mei-Juni 2009. Subjek penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 g. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kelompok perlakuan dan 5 jumlah ulangan per kelompok.

a) Kelompok I (P1) = diberi larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,3 ml secara intraperitoneal selama 30 hari.

b) Kelompok II (P2) = diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari, selanjutnya 15 hari berikutnya diberikan larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,3 ml secara intraperitoneal setiap hari.

c) Kelompok III (P3) = diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 30 hari.

d) Kelompok IV (P4) = diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari berikutnya diberikan vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml aquadest secara oral setiap hari.

e) Kelompok V (P5) = diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari berikutnya pemberian MSG diteruskan disertai dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,3 ml aquadest secara oral setiap hari.

Ethical clearance diperoleh dari Komisi Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba

(8)

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Kadar Testosteron, Berat Testis dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus Musculus, L.) yang Dipaparkan Monosodium Glutamate (Msg)

dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Pemeriksaan kadar testosteron dalam testis mencit dilakukan dengan menggunakan Enzyme Linked Fluorescent

Assay (ELFA). Pengukuran berat testis dilakukan dengan alat

timbangan Sartorius 2402 dengan ketelitian 0,1 mg. Pemeriksaan jumlah sperma dilakukan dengan menggunakan kamar hitung improved Neubauer.

Semua data yang diperoleh dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD). Data yang terdistribusi normal dan homogen diuji dengan uji ANOVA. Distribusi data yang tidak normal dan atau tidak homogen, dilakukan transformasi data. Setelah data terdistribusi normal maka data diuji dengan uji ANOVA. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 15,0 dan perbedaan rata-rata pada a < 0,05 dianggap bermakna (signifikan).

HASIL

Kadar testosteron mencit jantan dewasa

Dari penelitian diperoleh kadar testosteron dalam darah mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster sebagai berikut:

Tabel 1. Kadar testosteron mencit jantan dewasa (Mus

musculus, L) strain DD Webster (•g/ml)

Kelompok n Kadar Testosteron (X±SD)

P1 5 6,15±4,07 P2 5 0,80±0,83 P3 5 2,74±3,96 P4 5 0,77±0,63 P5 5 1,67±2,14 Keterangan :

P1 = NaCl 0,9 % 0,3 ml ip selama 30 hari (kontrol) P2 = MSG 4 mg/g bb dalam NaCl 0,9% 0,3 ml ip 15 hari pertama dan NaCl 0,9% 0,3 ml ip 15 hari berikutnya.

P3 = MSG 4 mg/g bb dalam NaCl 0,9% 0,3 ml ip selama 30 hari. P4 = MSG 4 mg/g bb dalam NaCl 0,9% 0,3 ml ip 15 hari pertama dan vitamin C 0,2 mg/g bb dalam 0,3 ml aquadest oral 15 hari berikutnya.

P5 = MSG 4 mg/g bb dalam 0,3 ml NaCl 0,9% ip 15 hari pertama dan ditambah dengan vitamin C 0,2 mg/g bb dalam 0,3 ml aquadest oral 15 hari berikutnya.

x = rata-rata, SD = standar deviasi

Berdasarkan Tabel 1 di atas terdapat perbedaan rata-rata kadar testosteron dalam darah mencit jantan dewasa. Kadar yang terendah dijumpai pada kelompok P4 dan yang tertinggi dijumpai pada kelompok kontrol. Data yang didapat dari hasil penelitian tidak terdistribusi normal maka data yang ada harus di transformasi, setelah terdistribusi normal data lalu diuji dengan menggunakan uji statistik ANOVA. Setelah dilakukan uji statistik ANOVA terhadap data hasil penelitian diperoleh perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05)..

Berat testis jantan dewasa

Untuk mendapatkan hasil akhir, jumlah berat testis kiri dan kanan dijumlah kemudian diambil rata ratanya. Dari

penelitian diperoleh berat rata rata testis mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster sebagai berikut:

Tabel 2. Berat testis mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster (g)

Kelompok n Berat testis (X±SD)

P1 5 0,11±0,01

P2 5 0,18±0,13

P3 5 0,12±0,02

P4 5 0,11±0,012

P5 5 0,10±0,01

Berdasarkan Tabel 2 di atas terdapat perbedaan rata rata berat testis mencit jantan dewasa dan berat yang terendah dijumpai pada kelompok P5 dan yang tertinggi dijumpai pada kelompok P2, tetapi setelah dilakukan uji statistik ANOVA diperoleh perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).

Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa

Dari penelitian ini diperoleh jumlah sperma di dalam suspensi cauda epididimis mencit jantan dewasa (Mus

musculus, L) strain DD Webster setelah 30 hari perlakuan

sebagai berikut :

Tabel 3. Jumlah Sperma di dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit Jantan Dewasa (juta/ml)

Kelompok n Jumlah Sperma (x ± SD)

P1 5 7,88±2,03

P2 5 5,79±2,45

P3 5 8,53±2,33

P4 5 6,57±2,44

P5 5 4,81±0,85

Nilai adalah rata-rata ± SD

Berdasarkan Tabel 3 di atas diperoleh perbedaan rata-rata jumlah sperma di dalam suspensi cauda epididimis mencit jantan dewasa, jumlah tertinggi dijumpai pada kelompok P3 dan terendah dijumpai pada kelompok P5. Setelah dilakukan uji statistik ANOVA diperoleh perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).

DISKUSI

Pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan atau lebih menghasilkan stress oksidatif yang dilawan tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan aktivitas enzim metaboliknya.5 Paparan MSG baik jangka pendek (15 hari) dan jangka panjang (30 hari), menyebabkan peningkatan kadar lipid peroksidasi testis dan penurunan kadar asam askorbat testis yang disebabkan oleh peningkatan produksi oksigen reaktif di testis yang kemudian menyebabkan kerusakan testis.7

Diet anti oksidan mempunyai potensi untuk melawan stress oksidatif yang diakibatkan oleh MSG.12 Vitamin C

(9)

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Kadar Testosteron, Berat Testis dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa

Maya Savira (Mus Musculus, L.) yang Dipaparkan Monosodium Glutamate (Msg)

merupakan pemecah rantai utama dan terdapat pada cairan ekstrasel. Vitamin C dapat menetralisirhidroksil, sipueroksid, dan radika hydrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma serta meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki laki infertile dengan dosis oral 200-1000 mg/hari.8

Pada penelitian ini dijumpai perbedaan rata-rata kadar testosterone dalam darah, berat testis dan jumlah sperma dalam cauda epidedimis mencit jantan dewasa, tetapi setelah dilakukan uji statistik ANOVA memperlihatkan perbedaan yang tidak bermakna.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dan MSG baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan tidak mempengaruhi kadar testosterone, berat testis, dan jumlah sperma mencit jantan dewasa.

Hal ini disebabkan perbedaan jenis subjek penelitian yang berpengaruh pada kadar puncak glutamat yang berbedabeda pada setiap hewan coba, dimana kadar puncak glutamat lebih besar pada tikus bila dibandingkan pada mencit, dan kapasitas metabolisme glutamat oleh hati meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Atau dosis vitamin C yang diberikan tidak cukup untuk memelihara kadar asam askorbat dalam testis. 13

KESIMPULAN

Tidak ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar testosteron, berat testis, dan jumlah sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus. L) yang dipaparkan Monosodium Glutamate (MSG) 4 mg/g bb.

DAFTAR PUSTAKA

1. Geha R, Beiser A, Ren C. Patterson R, Greenberger P, Grammer L, et al. Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study. The Journal of Nutrition. 2000; 130:1058S-62S.

2. Foods and Drugs Administration. 1995

3. Prawirohardjono W, Dwiprahasto I, Astuti I, Hadiwandowo S, Kristin E, Muhammad M, et al. The administration to Indonesians of monosodium L-glutamate in Indonesian foods, crossover, placebo-controlled study. Journal of Nutrition. 2000; 130:1074S-76S.

4. Franca L, Suescun M, Miranda J, Giovambattista A, Perello M, Spinedi E, et al. Testis structure and function in nongenetic hyperadipose rat model at prepubertal and adult ages. Endocrinology. 2006; 147:1556-63. 5. Ahluwalia P, Tewari K, Choudary P. Studies on the

effects of monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult male mice. Toxicol Lett. 1996; 84: 161-5.

6. Nayanatara A, Vinodini N, Damodar G, Ahamed B, Ramaswamy C, Shabarinath, et al. Role of ascorbic acid in monosodium glutamate mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine. 2008; 3:1-5. 7. Vinodini N, Nayanatara A, Damodara G, Ahamed B.,

Ramaswamy C, Shabarinath, et al. Effect of monosodium glutamat-induce oxidative damage on rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine. 2008; 3:370-3.

8. Agarwal A, Prabakaran S, Said T. Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl. 2005; 26:654-60. 9. Acharya U, Mishra M, Tripathy R, Mishra I. Testicular

dysfunction and antioxidant defense system of Swiss mice after chromic acid exposure. Reprod Toxicol, 2006; 22: 87-91.

10. Yousef MI, Abdallah GA, Kamel KI. Effect of ascorbic acid and vitamin E supplementation on semen quality and biochemical parameters of male rabbits. Anim Reprod Sci. 2003; 76:99-111.

11. Fauzi T. Pengaruh peberian timbal asetat dan vitamin C terhadap peroksidasi lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW. Biomedik USU. Medan. 2008.

12. Farombi EO, Onyema OO. Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Hum Exp Toxicol. 2006; 25:251-9.

13. Garattini S. Glutamic acid twenty years later. Journal of Nutrition. 2000; 130:901S-9S.**

Gambar

Tabel 2. Efek Samping Subjek Selama Penelitian
Tabel  3.  Jumlah  Sperma  di  dalam  Suspensi  Cauda  Epididimis Mencit Jantan Dewasa (juta/ml)

Referensi

Dokumen terkait

Bojong Mangu Kec Bojong Mangui Alat/instalasi biogas 2 Unit. BEKASI,

Dengan adanya komitmen organisasi tersebut diharapkan karyawan akan secara langsung bertanggung jawab pada pekerjaannya dan menaati seluruh peraturan yang ditetapkan oleh

Elfriede RM Silitonga atas segala doa yang diberikan, kasih sayang yang dicurahkan, dan pengorbanan yang dilakukan yang tidak pernah berhenti selama hidup penulis

pelayanan harus mengutamakan mutu pelayanan yang diberikan, sesuai dengan undang-undang nomor 44 tahun 2009 pasal 32(d) tentang Rumah Sakit dimana pasien mempunyai hak

Namun, hasil penelitian Triyono dan Hartanto dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dan perushaan manufaktur sebagai sempel menunjukkan bahwa

If you are using an older version of Packet Tracer and encounter an issue, please download and install Packet Tracer 7.1.. Most known issues in older versions of Packet Tracer

Hasil analisis bawah permukaan dan pemodelan dengan menggunakan data seismik 2D menunjukan bahwa, Formasi Makats dan Formasi Mamberamo merupakan formasi yang berpotensi