BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap – tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. (2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah, atau kawasan, yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: (Notoatmodjo, 2003)
2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. (2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. (3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. (4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. (5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuia dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. (2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikannya materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. (4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok: (1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: (1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dam memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugasyang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. (3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga. (4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi
2.1.3. Praktik atau Tindakan (practice)
Praktik mempunyai beberapa tingkatan: (1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. (2) Respons
terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. (3) Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. (4) Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang mudah berkembang dengan baik.
2.2. Asam folat
Folasin dan folat adalah nama generik sekelompok ikatan yang secara kimiawi dab gizi sama dengan asam folat. Ikatan – ikatan ini berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan – pecahan karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Bentuk koenzim ini adalah tetrahidrofolat (THF) atau asam tetrahidrofolat (THFA) (Almatsier, 2001).
Fungsi utama koenzim folat (THFA) adalah memindahkan atom karbon tunggal dalam bentuk gugus formil, hidroksi metil atau metal dalam reaksi penting metabolisme beberapa asam amino dan sintesis asam nukleat. THFA berperan dalam sintesis purin-purin guanin dan adenin serta pirimidin timin, yaitu senyawa-senyawa yang digunakan dalam pembentukan asam-asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam-asam ribonukleat acid (RNA) (Almatsier, 2001).
Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau (istilah folat berasal dari kata latin folium, yang berarti daun hijau), hati daging tanpa lemak, serealia utuh, biji – bijian, kacang – kacangan, dan jeruk. (lihat Tabel 2.1.)
Tabel 2.1.
Nilai asam folat berbagai bahan makanan (μg / 100 gram)
Bahan makanan μg Bahan makanan µg
Hati ayam 1128 Asparagus 109
Hati sapi 250 Bayam 134
Ginjal sapi 45.3 Rumput laut kering 4700
Ikan kembung 36.5 Daun kacang 109.8
Ganggang laut 61 Daun selada 88.8
Kepiting 56 Kucai 57.8
Ubi jalar 52 Kacang kedelai 210
Jeruk Mandarin 5.1 Kacang hijau 121
Bungkil kacang tanah 124 Kacang merah 180
Sumber : Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, 1972
Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif. Vitamin B12 merupakan kofaktor dua jenis enzim pada manusia, yaitu metionin sintetase dan metilmalonil-KoA mutase. Reaksi metionin sintetase melibatkan asam folat. Gugus metal 5-metil tetrahidofolat (5-metil-H4 folat) dipindahkan ke kobalamin untuk membentuk metilkobalamin yang kemudian memberikan gugus metil ke homosistein. Produk akhir adalah metionin, kobalamin, H4 folat, yang dibutuhkan dalam pembentukan poliglutamil folat dan 5,10-metil-H4 folat, yang merupakan kofaktor timidilat sintetase dan akhirnya untuk sintesis DNA (Almatsier, 2001).
2.2.1. Nutrisi asam folat pada ibu hamil
Status nutrisi pada seorang wanita harus sudah ditaksir pada masa prakonsepsi dengan tujuan untuk mengoptimalkan kesehatan ibu hamil, janin dan anak. Kebanyakan nasihat tentang nutrisi berdasarkan pada angka kecukupan gizi yang bersumber dari Food and Drug Administration (FDA). Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat – zat esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. (Almatsier, 2001)
Suplementasi asam folat digunakan untuk mengurangi risiko terjadinya neural tube defects dan direkomendasikan pada saat prakonsepsi pada semua ibu – ibu yang berencana untuk hamil. Penutupan neural tube terjadi sekitar 18 – 26 hari setelah konsepsi, oleh karena itu suplementasi setelah didiagnosis hamil biasanya telat untuk mengurangi risiko neural tube defects. Efek yang mungkin timbul akibat pemberian suplementasi asam folat diantaranya mengurangi risiko congenital anomaly (neural tube defects), menurunkan leukemia limfoblastik pada anak (Thompson dkk, 2001), meningkatkan insidensi terjadinya kehamilan kembar (Czeizel dkk, 2004).
Kebutuhan akan asam folat meningkat pada saat kehamilan. Periode prakonsepsi adalah waktu yang optimal untuk memastikan konsumsi asam folat yang adekuat. Angka kecukupan gizi yang direkomendasikan pada ibu hamil sedikitnya 400 µg per hari. Dosis tinggi (4 mg per hari) direkomendasikan untuk ibu yang berisiko memiliki anak yang mengalami neural tube defects. Selain itu asam folat juga bisa menurunkan risiko cacat kongenital lain (Almatsier, 2001).
Tabel 2.2
Kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil
Zat Gizi
Nilai Gizi
Trimester I Trimester II Trimester III Energi (Kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Vitamin B12 (μg) Asam Folat (μg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Seng (mg) Iodine (μg) + 180 + 17 + 300 + 0,3 + 0,3 + 4 + 0,2 + 200 + 10 + 150 + 0 + 0 + 1,7 + 50 + 300 + 17 + 300 + 0,3 + 0,3 + 4 + 0,2 + 200 +10 + 150 + 0 + 0 + 1,7 + 50 + 300 + 17 + 300 + 0,3 + 0,3 + 4 + 0,2 + 200 + 10 + 150 + 0 + 0 + 1,7 + 50 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004
2.2.2. Neural tube defect
Sistem saraf pusat berbentuk seperti lempeng dari ektoderm yang tebal yang disebut sebagai lempeng neural pada tiga minggu awal kehidupan embrio. Pinggiran dari lempeng neural naik tingkatan membentuk lipatan neural, lipatan ini naik tingkatan membentuk tabung neural. Persatuan ini
diawali dari daerah servikal dan selanjutnya kearah kranial dan kaudal. Keterlambatan bersatunya pada kranial dan kaudal membentuk celah neural yang bisa mengakibatkan terpaparnya saluran tabung neural dengan cairan ketuban. Penutupan celah neural di kranial terjadi pada hari ke 25 setelah konsepsi dan penutupan celah neural di kaudal terjadi dua hari setelahnya. Neural tube defects merupakan hasil dari gagal menutupnya tabung neural secara normal diantara hari ke 25 – 28 setelah konsepsi. Neural tube defects ini bisa menyebabkan terjadinya anencephaly, encephalocele, dan myelomeningocele (Sadler, 1990).
Anencephaly adalah kerusakan berat pada perkembangan neuraxis (Lemire, 1978). Hal ini merupakan kegagalan menutupnya celah neural rostral (O’Rahilly, 1992). Encephalocele adalah herniasi jaringan otak dan atau mening melewati tengkorak kepala (Volpe, 2001). Myelomeningocele adalah kegagalan menutupnya tabung neural bagian posterior (Fishman, 1976).
Etiologi neural tube defects masih belum diketahui. Kebanyakan dikarenakan malformasi multifaktor. Faktor risiko terjadinya neural tube defects adalah faktor genetik (Leck, 1983), defisiensi asam folat, antagonis asam folat (Hernandez-diaz, 2001), dan gangguan metabolisme asam folat (Gos, 2002).
2.2.3. Hubungan asam folat dengan neural tube defects
Asam folat yang adekuat sangat diperlukan dalam perkembangan sel yang berperan pada saat sintesis asam nukleat dan asam amino. Defisiensi asam folat bisa menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dan neural tube defects. Beberapa bukti mendukung teori bahwa suplementasi asam folat menyebabkan terjadinya penurunan angka kejadian neural tube defects dan pemberian asam folat antagonis menyebabkan terjadinya peningkatan angka
kejadian neural tube defects (Hernandez-Diaz dkk, 2000). Konsentrasi asam folat pada serum dan sel darah merah pada ibu hamil yang melahirkan anak dengan neural tube defects lebih rendah dari ibu hamil yang melahirkan anak normal (Wald dkk, 1996). Profil biokimia ibu hamil yang melahirkan anak dengan neural tube defects tidak hanya rendah pada konsentrasi serum folat, akan tetapi terjadi peningkatan konsentrasi dari homosistein dan asam metilmalonik, dan penurunan konsentrasi vitamin B12 (Adams dkk, 1995). Hal ini menyatakan bahwa abnormalitas metabolisme asam folat juga bisa menyebabkan neural tube defects terlebih dari defisiensi nutrisi yang sederhana (Van der put dkk, 2001). Kadar homosistein pada cairan ketuban meningkat pada fetus yang mengalami neural tube defects (Steegers-Theunissen dkk, 1995).
Patogenesis terjadinya neural tube defects masih belum diketahui pasti. Beberapa hipotesis telah dikemukakan bahwa asam folat memfasilitasi kecepatan pembelahan sel pada saat penutupan tabung neural. Kadar asam folat yang rendah menyebabkan kurang adekuatnya kecepatan pembelahan sel dan masalah ini bisa diselesaikan dengan pemberian suplementasi asam folat (Daly dkk, 1998).