• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, terlihat di Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai pentingnya sanitasi masih rendah. Pembangunan sanitasi di Indonesia masih berada di urutan terbawah di antara negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Disamping itu, memperhatikan kondisi sanitasi saat ini, perlu keberlanjutan dan keterpaduan berbagai program agar sanitasi di daerah dapat lebih baik. Untuk itu penetapan target pembangunan sanitasi mutlak diperlukan agar upaya pembangunan tersebut dapat diselenggarakan dengan lebih terarah.

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara adalah suatu dokumen perencanaan strategis yang disusun untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara secara komprehensif, berkelanjutan dan partisipatif untuk memberikan layanan sanitasi bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara dan untuk mencapai target minimal layanan sanitasi yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDGs), kebijakan nasional AMPL, maupun peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten.

Pengembangan layanan sanitasi harus didasari oleh suatu rencana pembangunan sanitasi jangka menengah (3 sampai 5 tahunan) yang kompehensif

(2)

dan bersifat strategis. Rencana jangka menengah yang juga disebut Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara itu memang dibutuhkan mengingat daerah Indonesia akan memerlukan waktu bertahun-tahun (multi years) untuk memiliki layanan sanitasi yang memenuhi prinsip layanan Sanitasi menyeluruh. Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara juga dibutuhkan sebagai pengikat Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) dan para pelaku pembangunan sanitasi lainnya untuk dapat terus bersinergi mengembangkan layanan sanitasi Kabupatennya. Setelah disepakati, Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara akan diterjemahkan kedalam rencana tindak tahunan

(annual action plan). Isinya, informasi lebih rinci dari berbagai usulan kegiatan

(program atau proyek) pengembangan layanan sanitasi yang disusun sesuai tahun rencana pelaksanaannya.

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara merupakan bagian ketiga dari rangkaian proses pengembangan Strategi Sanitasi Kabupaten yang terdiri dari lima tahapan yakni pengenalan program dan pembentukan Pokja sanitasi, penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten, penyusunan dokumen SSK, yang kemudian dilanjutkan dengan tahap penyusunan rencana tindak sanitasi dan pemantauan/ monitoring dan evaluasi. Dokumen Strategi Sanitaasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara berisikan mulai dari Visi, Misi dan Tujuan serta strategi-strategi pencapaian yang digunakan. Perumusan strategi tersebut terbagi dalam dua aspek penting yaitu : Aspek Teknis : Mencakup perumusan strategi dan pengembangan strategi sub-sektor sanitasi yang terdiri dari Air limbah, Persampahan, Drainase, Air bersih dan Pola

(3)

hidup bersih masyarakat. Aspek Pendukung : Mencakup strategi dan penyusunan pengembangan dari sub pemerintahan daerah diantaranya Peraturan dan Kebijakan Daerah, Keuangan, Komunikasi, keterlibatan Pelaku Bisnis, Pemberdayaan masyarakat, aspek Jender dan Kemiskinan, Monitoring dan Evaluasi.

1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan SSK 1.2.1. Maksud

Maksud dari penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara adalah tersusunnya dokumen perencanaan strategis sanitasi yang dapat dijadikan rujukan perencanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Aceh Tenggara jangka menengah (2011–2015).

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan dokumen SSK ini adalah untuk :

1. Memberikan arahan serta koridor dalam penyusunan strategi sanitasi didalam penetapan sistem dan pelayanan sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Kerangka kerja Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara ini dapat memberikan gambaran tentang arah kebijakan pembangunan Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara selama 5 tahun yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.

3. Dipergunakan sebagai dasar penyusunan strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan program jangka menengah dan tahunan sektor sanitasi.

(4)

4. Dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi di Kabupaten Aceh Tenggara.

1.3. Landasan Hukum

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara di dasarkan pada landasan hukum yang meliputi :

1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 Kesehatan;

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Privinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 6. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

(5)

Pemerintah Pusat dan Daerah;

13. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

14. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;

15. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025;

16. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 17. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

18. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

19. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

20. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

22. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

23. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;

24. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah; 25. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; 26. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi

(6)

27. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah; 28. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi;

29. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

30. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional;

31. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;

32. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang;

33. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 34. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang

Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak;

35. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah;

36. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

37. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah; 38. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;

39. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;

(7)

Lindung;

41. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;

42. Permen PU Nomor 494 Tahun 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan;

43. Permen PU Nomor 20 Tahun 2006 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM);

44. Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;

45. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Retribusi Pengangkutan Sampah;

46. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 1 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Kabupaten Aceh Tenggara;

47. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 1 Tahun 2010 tentang Revisi Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara;

48. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Industri, Makanan dan Minuman, Pengolahan Air Serta Usaha Tempat-tempat Umum Kabupaten Aceh Tenggara;

49. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 30 Tahun 2011 tentang APBK Aceh Tenggara Perubahan Tahun Anggaran 2011;

50. Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 31 Tahun 2011 tentang APBK Aceh Tenggara Tahun Anggaran 2011.

(8)

51. Peraturan Bupati Aceh Tenggara Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penjabaran APBK Aceh Tenggara Tahun 2011.

1.4 Metode Penyusunan

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Aceh Tenggara ini disusun oleh Pokja sanitasi secara partisipatif dan terintegrasi lewat diskusi, lokakarya dan pembekalan baik yang dilalukan oleh Tim Pokja sendiri maupun dengan dukungan fasilitasi dari Tim Konsultan Manajemen Wilayah-I. Metode yang digunakan dalam penyusunan SSK ini menggunakan beberapa pendekatan dan alat bantu yang secara bertahap untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang lengkap. Serangkaian kegiatan dan metode dilakukan bersama pokja baik lokakarya dan pelatihan, diskusi dan pembekalan.

Metode penyusunan SSK ini, terdiri dari tahapan berikut:

1. Melakukan penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi Kabupaten saat ini (dari Buku Putih Sanitasi), untuk belajar dari fakta sanitasi guna menetapkan kondisi sanitasi yang tidak diinginkan. Pada tahap ini Pokja mengkaji kembali Buku Putih Sanitasi Kabupaten untuk memastikan kondisi yang ada saat ini khususnya kondisi yang tidak diinginkan atau permasalahan-permasalahan yang ada dalam pengelolaan sanitasi. Kondisi semua sub sektor layanan sanitasi yang terdiri; sub sektor air limbah, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan dan sektor air bersih serta aspek pendukung. Metode yang digunakan adalah kajian data sekunder dan kunjungan lapangan untuk melakukan verifikasi informasi.

(9)

2. Menetapkan kondisi sanitasi yang diinginkan kedepan yang dituangkan kedalam visi, misi sanitasi Kabupaten, dan tujuan serta sasaran pembangunan sanitasi Kabupaten. Dalam perumusan bagian ini tetap mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan dokumen perencanaan lainnya yang ada di Kabupaten.

3. Menilai kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan. Analisis kesenjangan digunakan untuk mendiskripsikan issue strategis dan kendala yang mungkin akan dihapadapi dalam mencapai tujuan.

4. Merumuskan Strategi Sanitasi Kabupaten yang menjadi basis penyusunan program dan kegiatan pembangunan sanitasi Kabupaten jangka menengah (5 tahunan). Dengan alat analisis SWOT mengkaji kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman dan Diagram Sistem Sanitasi.

1.5. Sistematika Dokumen

Pembahasan Strategi Sanitasi Kabupaten dalam dokumen ini terdiri dari tujuh (7) bab. Bab 1, 2 dan 3 dari Dokumen SSK ini merupakan Arah Pembangunan Sanitasi Kabupaten atau sering juga disebut sebagai Kerangka Kerja Sanitasi yang memberikan arahan jangka panjang (20 tahunan), dan jangka menengah (5 tahunan) untuk pembangunan sanitasi Kabupaten secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengadvokasi para pengambil keputusan ditingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Sedangkan Bab 3, 4, 5, 6 dan 7 memberikan gambaran rinci tentang substansi upaya-upaya strategis yang akan dilakukan.

(10)

- Bab 1 mengenai pendahuluan.

- Bab 2 memberikan penjelasan tentang arah pengembangan sektor sanitasi

kabupaten, menjelaskan visi dan misi, kebijakan umum, tujuan dan sasaran pembangunan sektor sanitasi Kabupaten.

- Bab 3 menjelaskan tentang isu strategi dan tantangan dalam sektor sanitasi

baik untuk semua sub sektor, sektor air bersih dan aspek pendukung layanan sanitasi.

- Bab 4 memaparkan tentang tujuan, sasaran, tahapan pencapaian dan strategi

setiap sub sektor sanitasi, sektor air bersih dan strategi aspek pendukung layanan sanitasi.

- Bab 5 menjelaskan tentang program dan kegiatan yang akan dilakukan secara

terintegrasi antar sub sektor dan aspek pendukung layanan sanitasi.

- Bab 6 menjelaskan tentang strategi monitoring dan evaluasi program sanitasi

Kabupaten.

(11)

BAB II

KERANGKA KERJA SEKTOR SANITASI KABUPATEN

2.1. Gambaran Umum Sanitasi Kabupaten 2.1.1 Limbah Cair Rumah Tangga

Limbah cair rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Perkiraan total produksi air limbah domestik rumah tangga untuk black dan grey water di Kabupaten Aceh Tenggara yaitu 59.884 m³/hari. Pengelolaan air limbah domestik yang berasal dari WC (black water) pada umumnya menggunakan system pengolahan setempat (on site system) dan bersifat individu. Disamping itu ada WC yang dipakai secara komunal, dimana satu WC dapat digunakan oleh beberapa keluarga secara bergantian. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara dalam membuang air limbah cair rumah tangganya yaitu sebagai berikut :

1. Membuang air limbah rumah tangga ke got/parit dekat rumahnya dengan atau tanpa melalui pipa

2. Membuang ke sungai dengan atau tanpa melalui pipa

3. Menampung air limbah rumah tangga ke dalam lubang yang dibuat dekat kamar mandi

4. Memakai air limbah rumah tangga untuk menyiram jalan.

Alasan mereka memperlakukan air limbah seperti disebutkan di atas adalah sebagai berikut :

(12)

1. Tidak adanya pelayanan pengelolaan air limbah rumah tangga seperti halnya sampah

2. Cara itu lebih mudah 3. Tidak membutuhkan biaya

4. Tidak ada larangan membuang air limbah ke got. 2.1.2 Limbah Padat (Sampah)

Pola penanganan sampah yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara adalah dengan membuat Tempat Pemrosesan Akhir dengan sistem terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Tak heran bila sistem ini dinilai sangat mengganggu lingkungan dan memaksa Kabupaten untuk segera menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sistem terbuka (open dumping) pada 2013 sesuai amanat undang-undang persampahan.

Alur pengelolaan persampahan di Kabupaten Aceh Tenggara meliputi : 1. Pewadahan : Pewadahan umumnya diadakan sendiri oleh

penduduk, kecuali di jalur protokol di pusat Kota dan sekitarnya.

2. Pengumpulan : Memperhatikan sistem pengumpulan sampah yang dilakukan di Kota Kutacane, maka khususnya di pusat pertokoan, jalur protokol dan beberapa kawasan permukiman adalah dengan sistem individu yang diangkut oleh petugas dengan menggunakan truk.

(13)

3. Pemindahan : Tahap pemindahan yang banyak dilakukan di Kota Kutacane adalah dengan menggunakan fasilitas bak-bak sampah, ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

4. Pengangkutan : Sistem pengangkutan sampah yang dilakukan di Kota Kutacane adalah dengan menggunakan truk.

5. Penyapuan jalan : Operasi penyapuan jalan di Kota Kutacane perlu ditingkatkan, khususnya di jalur-jalur jalan protokol. Pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatkan menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan oleh Kabupaten Aceh Tenggara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolan sampah perkotaan, antara lain :

1. Kepadatan dan penyebaran penduduk.

2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi. 3. Karakteristik sampah.

4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat.

5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). 6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota.

7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA. 8. Biaya yang tersedia.

(14)

9. Peraturan daerah setempat.

Sarana dan prasarana persampahan yang dirasakan masih kurang dimana Kabupaten Aceh Tenggara hanya memiliki 2 (Tempat Pembuangan Akhir) sampah. Berikut data TPA di Kabupaten Aceh Tenggara :

A. TPA Lumban Dolok Kutacane

a. Nama TPA : TPA Lumban Dolok

b. Luas Area : ± 2,500,00 m²

c. Pembelian/ Pengadaan : Tahun 1995

d. Mulai Operasional : Tahun 1995

e. Daya Tampung TPA : 10,000 m³

f. Terangkut Perhari : 54 m³

g. Terangkut Perminggu : 378 m³

h. Terangkut Perbulan : 1512 m³

i. Lokasi : Jauh dari Kota

j. Lokasi Timbulan TPA : Gundukan Sampah bisa

mencapai 20.000 m³/tahun

k. Lokasi Timbulan TPA : Gundukan Sampah bisa

mencapai 60 m³/hari

B. TPA Lawe Sigala-gala Kutacane

a. Nama TPA : TPA Desa Suka Damai

b. Luas Area : 350.000 m²

c. Pembelian/ Pengadaan : Tahun 2001

(15)

e. Daya Tampung TPA : 5,000 m³

f. Terangkut Perhari : 7 m³

g. Terangkut Perminggu : 49 m³

h. Lokasi : Jauh dari Kota

i. Lokasi Timbulan TPA : Gundukan Sampah bisa

mencapai 588 m³/tahun C. Kondisi TPA Lumban Dolok

a. Terletak di lereng bukit dan dibawahnya tempat :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan kebun masyarakat 2. Sebelah Barat tepat pada sungai Lawe Alas

3. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun masyarakat 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kebun masyarakat b. Tidak efektif terhadap lingkungan sekitarnya

c. Dapat mencemari air sungai Lawe Alas d. TPA dipagar dengan pagar beton

e. Disekitar TPA berdampingan dengan kebun masyarakat D. Kondisi TPA Lawe Sigala-gala

a. Terletak di tengah pulau/ di lindungi air (perlu perbaikan) b. Pada saat ini terkena infra struktur terkena bencana alam c. Tidak efektif terhadap lingkunga sekitarnya sekarang d. Disekitar TPA berdampingan dengan kebun masyarakat e. TPA dipagar dengan pagar beton

(16)

E. Kajian rencana pengelolaan TPA Lumban Dolok Kutacane a. Sistem pengolahan sampah organik

a. Kering : dengan cara di bakar b. Basah : Gundukan Sampah

b. Sistem Pengolahan sampah non organik

a. Plastik : Dikumpulkan oleh pemulung (di jual) b. Logam : Dikumpulkan oleh pemulung (di jual) c. Tanah hasil pembakaran dijadikan pupuk/ Kompos F. Kajian rencana pengelolaan TPA Lawe Sigala-gala

1. Sistem pengolahan sampah organik a. Kering : dengan cara di bakar b. Basah : Gundukan Sampah

2. Sistem Pengolahan sampah non organik

a. Plastik : Dikumpulkan oleh pemulung (di jual) b. Logam : Dikumpulkan oleh pemulung (di jual) c. Tanah hasil pembakaran dijadikan pupuk/ Kompos G. Sarana dan prasarana TPA

1. Mobil Pengangkut Sampah : 7 Unit

2. Gerobak Sampah : 3 Buah

(17)

2.1.3 Drainase Lingkungan

Di Kabupaten Aceh Tenggara Drainase Lingkungan yang produk inputnya adalah air hujan yang berasal dari cucuran atap dan halaman, jalan, serta dari kawasan publik lainnya. Saat ini kondisi drainase Aceh Tenggara yang ada (existing) tidak berfungsi dengan baik, pada musim kemarau sistem drainase terjadi kadangkalan akibat adanya sedimen aliran air, dan akibat timbunan sampah rumah tangga yang dibuang ke saluran. Sedangkan pada musim hujan kapasitas penampaan saluran tidak mampu menampung debit air, akibatnya air melimpah dan meluap sampai badan jalan. Selain itu ada beberapa ruas saluran drainase yang berfungsi juga sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga.

Pola kebiasaan masyarakat dibeberapa lokasi kota yang menjadikan saluran drainase sebagai tempat pembuangan air limbah rumah tangga seperti air bekas mandi, cuci, masak di dapur, air limbah tersebut langsung dialirkan kesaluran drainase. Akibat kondisi ini permasalahan yang terjadi adalah pada musim kemarau terjadi aliran yang lambat dengan kedalaman air yang kecil sekali, sehingga terjadi endapan dimana-mana dan tumpukan limbah yang menutup saluran, mengakibatkan perkembangbiakan nyamuk, lalat dan insekta lainnya. Dampak lain adalah tidak terpenuhinya syarat keindahan dan kesehatan lingkungan akibat tertutupnya limbah yang menimbulkan bau yang tidak sehat/ pencemaran udara dan ada beberapa tempat salurannya yang masih menggunakan tanah dasar/ tidak kedap air yang menyebabkan pencemaran terhadap air tanah seperti terjadi berbagai macam penyakit yaitu yang lebih kita kenal penyakit kulit.

(18)

drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan adalah saluran yang secara alamiah sudah ada di Kota Kutacane seperti sungai-sungai. Saluran alamiah yang mengalir di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara antara lain : Sungai Lawe Alas, Lawe Buan dan Lawe Kisam, serta anak-anak sungai lainnya dengan panjang secara keseluruhan yaitu 37.948,5 M.

Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan dan jalan lingkungan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro atau sungai-sungai yang dekat dengan saluran mikro tersebut. Di beberapa lokasi saluran drainase ada yang terputus atau tidak berhubung dengan saluran di bagian hilirnya, sedangkan bagian lagi saluran drainasenya hanya di satu sisi jalan, bahkan beberapa lokasi ada pula jalan yang tidak memiliki saluran drainase. Dengan demikian secara keseluruhan sistem drainase di Kota Kutacane dapat dikatakan belum terencana dengan baik.

Secara umum kondisi drainase di Kabupaten Aceh Tenggara terutama pada saluran drainase tertutup, sebagian besar kondisi bangunannya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak berfungsinya manhole sebagai street inlet. Selanjutnya pada drainase terbuka dijadikan tempat pembuangan sampah oleh penduduk sehingga saluran tersumbat dan terjadi penurunan kapasitas saluran sehingga pada waktu musim hujan saluran tidak mampu menampung debit air, maka sering terjadi banjir pada lokasi-lokasi dimana saluran penuh dengan sampah.

Saluran yang ada sebagian besar dimanfaatkan untuk saluran pembuangan rumah tangga. Sistem drainase yang merupakan sistem gabungan

(19)

antara limbah domestik dan air hujan, mempunyai kelebihan dalam hal pemanfaatan lahan dan minimatitas OP. Akan tetapi disisi lain keberadaan saluran drainase juga menimbulkan genangan air dan bau yang kurang sedap. Saluran pembuangan limbah domestik secara tidak langsung telah menimbulkan proses sedimentasi yang dapat berakibat terhadap terjadinya luapan air dan dapat menimbulkan genangan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan, secara umum penyebab terjadinya genangan pada beberapa lokasi disebutkan pada Tabel 2.1. Alternatif penanganan yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Selanjutnya kondisi saluran drainase yang ada yang telah mengalami penurunan kualitas dan fungsi akibat kurangnya bahkan tidak adanya pemeliharaan yang dilakukan secara berkala.

No Penyebab Genangan

1 Kapasitas saluran yang kurang 2 Terjadinya sedimentasi

3 Terjadinya tumpukan sampah

4 Kombinasi : Kapasitas kurang, sedimentasi, dan proses penumpukan sampah

5 Kondisi dimensi inlet saluran yang kurang memadai 6 Jumlah inlet drainase yang terbatas

7 Tidak tersedianya inlet menuju saluran drainase 8 Daerah terletak pada daerah cekungan

9 Kemiringan saluran drainase tidak sesuai Tabel 2.1.

(20)

Tabel 2.2.

Alternatif Penanganan Gangguan yang Terjadi di Kota Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara

No Alternatif penanganan gangguan

1 Memperbesar dimensi saluran untuk meningkatkan kapasitasnya 2 Melakukan pengerukan sedimen yang ada di saluran

3 Melakukan pembersihan sampah-sampah yang ada di saluran 4 Melakukan rehabilitasi saluran secara umum

5 Melakukan perbaikan inlet drainase 6 Menambah jumlah inlet drainase

7 Membuat inlet drainase menuju saluran dan membuat shortcut ke saluran drainase utama

8 Dibuat tampungan sementara, saluran pengumpul, pembuatan hutan kota, kombinasi pompa

9 Pebaikan kemiringan saluran menuju saluran drainase utama

2.1.4 Penyediaan air bersih

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan air bersih, PDAM membangun jaringan air bersih yang diarahkan terutama memenuhi kebutuhan ditengah kota. Pertimbangan yang dilakukan yakni banyaknya jumlah permukiman yang perlu dilayani ditengah kota. Pada masa mendatang rencana pengembangan jaringan air bersih dikaitkan dengan rencana pengembangan permukiman dan rencana pengembangan kota dimana lebih mengutamakan peningkatan pelayanan dengan sistem perpipaan.

Rencana debit kebutuhan air bersih di kawasan perencanaan berdasarkan kriteria umum pelayanan sistem perpipaan air bersih seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini. Secara garis besar ada beberapa kriteria yang digunakan dalam merencanakan sistem jaringan perpipaan untuk air bersih, diantaranya adalah :

(21)

Biaya instalasi yang terjangkau Menggunakan teknologi yang tepat Biaya perawatan yang rendah Sederhana, efektif dan efisien

Komponen yang dibutuhkan ada dan mudah didapatkan. Berikut kriteria umum pelayanan sistem perpipaan air bersih :

No Uraian Kawasan Perencanaan

1 Cakupan Layanan (%) 80

Ratio (%)

a. Sambungan Rumah (SR) 90

b. Terminal Air Hidran Umum (TAHU) 10

2 Jumlah Jiwa

a. Sambungan Rumah (SR) 6

b. Terminal Air Hidran Umum (TAHU) 100

3 Tingkat Pelayanan (L/org/hari)

a. Sambungan Rumah (SR) 120

b. Terminal Air Hidran Umum (TAHU) 30

4 Kebocoran (%) 25

Faktor Musim Puncak 1,15

Faktor Jam Puncak 1,75

5 Kebutuhan Non Domestik (%) 20

Sumber: Direktorat Air Bersih, DJCK Dep. PU

Selain kriteria umum pelayanan sistem perpipaan air bersih, tidak kalah pentingnya adalah kriteria teknis sistem jaringan perpipaan air bersih yang menggambarkan tekis dalam sistem perpipaan air bersih. Berikut tabel kriteria penjelasan sistem jaringan perpipaan air bersih :

Tabel 2.3.

(22)

No Uraian Standar 1 Kapasitas Aliran a. Sumber Air b. Kapasitas Produksi c. Pompa d. Jaringan Pipa Transmisi Distribusi Hari maksimum Hari maksimum Hari maksimum Hari maksimum Hari maksimum 2 Dimensi Pipa

a. Koeff. Hazen Williams (pipa baru) b. Kecepatan aliran

C = 120 0,3 – 2,5 m/det 3 Jarak maksimum valve, hidran kebakaran dan

kran umum: a. Katup

b. Hidran Kebakaran Pusat Ekonomi

Pusat permukiman berkepadatan tinggi dan sedang

Permukiman berkepadatan rendah Kran Umum

Setiap junction pipa Setiap persimpangan pipa

300 m 300 m 1000 m Melayani 20 KK 4 Tekanan Air

a. Tekanan Statis Maksimum b. Sisa Tekanan (Residual Head)

75 m 10 m 5 Kapasitas Resrvoir

Volume Reservoir Distrbusi

20% kebutuhan hari maksimum

Sumber : Pedoman Pengembangan Sistem Air Bersih, Dep. PU

A. Cakupan pelayanan

Ada 3 sumber air yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara untuk memenuhi kebutuhannya akan air, antara lain air tanah (sumur), sungai (Lawe Alas, Lawe Bulan, Lawe Kisam dan Lawe Kinga) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM Tirta Agara). Berikut Tabel 2.5 menerangkan sumber air yang digunakan berdasarkan hasil EHRA :

Tabel 2.4.

(23)

Sumber air yang digunakan untuk masak, mencuci pakaian, piring dan

menggosok gigi

Minum Masak

Cuci

Piring Cuci Gosok

& Gelas Pakaian Gigi

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Air Botol Kemsasan

14.6 85.4 3.7 96.3 3.4 96.6 3.4 96.6 3.1 96.9

Air Isi Ulang - membeli dari

penjual air isi ulang 25.4 74.6 7.3 92.7 3.4 96.6 3.4 96.6 4.2 95.8 Air Ledeng dari PDAM 8.2 91.8 10.1 89.9 10.1 89.9 10.1 89.9 10.4 89.6 Air Hidran Umum - PDAM

5.1 94.9 7.0 93.0 6.8 93.2 6.5 93.5 7.0 93.0

Air kran umum

-PDAM/PAMSIMAS 1.1 98.9 1.1 98.9 1.4 98.6 1.4 98.6 1.1 98.9 Air sumur pompa tangan 5.1 94.9 10.4 89.6 10.1 89.9 10.7 89.3 9.6 90.4 Air sumur gali terlindungi 20.6 79.4 23.9 76.1 18.6 81.4 16.6 83.4 18.0 82.0 Air sumur gali tdk terlindungi 13.0 87.0 15.2 84.8 12.4 87.6 11.8 88.2 11.8 88.2 Mata air terlindung

5.9 94.1 6.5 93.5 4.2 95.8 3.1 96.3 3.7 96.3

Mata air tdk terlindung 4.2 95.8 5.4 94.6 5.6 94.4 2.8 98,9 ,9 99,1 Air hujan

.8 99.2 .8 99.2 5.1 94.9 4.8 95.2 3.1 96.9

Air dari sungai 1.1 98.9 2.3 97.7 15.8 84.2 20.0 80.0 16.9 83.1 Air dari waduk/danau

6.2 93.8 6.5 93.5 8.7 91.3 9.9 90.1 9.3 90.7

Berdasarkan data yang diperoleh dari PDAM Tirta Agara Tahun 2011, dari 16 kecamatan yang ada baru 10 kecamatan yang telah terjangkau oleh PDAM Tirta Agara, yaitu Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Babul Makmur, Kecamatan Bambel, Kecamatan Babussalam, Kecamatan Badar, Deleng Pokhisen, Lawe Bulan, Lawe Sumur, Bukit Tusam dan Semadam dengan jumlah Desa yang terlayani sebanyak 240 Desa. Data selengkapnya tersedia pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.5.

(24)

No. Kecamatan Jumlah (Desa) Penduduk (Jiwa) Luas wil. (Km2)

Wil. yang telah ada jaringan Desa Km2 % 1. Badar 18 13 360.03 14 280.02 77.78 2. Babussalam 27 25.28 43.36 26 41.75 96.30 3. Lawe Bulan 24 15.54 805.04 15 503.15 62.50 4. Deleng Pokhisen 22 5.20 156.40 15 106.64 68.18 5. Bambel 33 15.94 48.15 14 20.43 42.42 6. Lawe Sumur 18 5.67 1.96 7 0.76 38.89 7. Bukit Tusam 23 9.89 57.50 6 15 26.09 8. Semadam 19 10.85 35.34 7 13.02 36.84 9. Lawe Sigala 35 18.29 57.85 10 16.53 28.57 10 Babul Makmur 21 12.30 12.48 19 11.29 90.48 Jumlah 240 131.967 1.578,11 133 1.008,59 55.42

Sumber: PDAM TirtaAgaraKabupaten Aceh Tenggara

Hingga Tahun 2011 PDAM Tirta Agara telah mengoperasikan 10 buah sumur air yang mendukung daya produksinya yang bersumber dari Sungai Lawe Sikap, Sungai Lawe Harum Peranginan, Sungai Lawe Bulan Perkison, Mata Air Berandang, Air Terjun Lawe Dua, Sungai Sp. Semadam, Sungai Lawe Sigala, Sungai Lawe Desky, Sungai Kp. Pakpak dan Sungai Lawe Pakam. Kapasitas produksi air minum PDAM Tirta Agara dapat dilihat pada Tabel 2.7. berikut.

Tabel 2.6.

(25)

Tabel 2.7.

Kapasitas Produksi Air Minum pada PDAM Tirta Agara Menurut Sumber Air Dalam Wilayah Kabupataen Aceh Tenggara Tahun 2011

No SUMBER KapasitasProduksi (ltr/det) Kondisi

1. SUNGAI LAWE SIKAP 60 BAIK

2. SUNGAI LW. HARUM 20 BAIK

3. SUNGAI LW. BULAN

PERKISON 40

BAIK

4. MATA AIR BERANDANG 7.5 RUSAK

5. AIR TERJUN LAWE DUA 5 RUSAK

6. SUNGAI SP. SEMADAM 10 BAIK

7. SUNGAI LAWE SIGALA 5 RUSAK

8. SUNGAI LAWE DESKY 5 RUSAK

9. SUNGAI KP. PAKPAK 5 RUSAK

TOTAL KAPASITAS PRODUKSI

(LTR/DET) 157.5

Sumber: PDAM Tirta Agara Kabupaten Aceh Tenggara

B. Aspek teknis dan operasional

Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara dalam memenuhi air bersih dilakukan dengan berbagai cara yaitu melalui air tanah (sumur pompa, sumur gali, dan mata air), sungai serta air dari PDAM Tirta Agara Kutacane.

Atas dasar proyeksi penduduk Tahun 2029, kebutuhan air di kawasan perencanaan adalah 59.884 m3/hari. Dari perkiraan kebutuhan air minum diatas dan adanya perencanaan beberapa kawasan di Kabupaten Aceh Tenggara, maka rencana pengembangan jaringan air minum dengan sistem perpipaan diprioritaskan kepada :

Perumahan/permukiman yang belum terlayani oleh PDAM Kawasan perencanaan, seperti kawasan wisata

Perbaikan/penggantian pipa distribusi yang bocor

(26)

teknis (misalnya rusaknya water meter dan pipa bocor) dan non teknis (illegal

connection dan administrasi) yang masih berkisar pada kisaran antara antara

32-33%, yang berarti masih jauh di atas ambang batas normal (20%). Angka kebocoran ini akan terus meningkat apabila tindakan perbaikan tidak segera dilakukan.

Melihat besarnya kebutuhan dan permintaan air bersih oleh masyarakat dan dalam pencapaian sasaran Milenium Development Goals (MDGs), maka PDAM merencanakan melakukan Revitalisasi & Pengembangan Instalasi Pengolahan dan Jaringannya antara lain :

1. Revitalisasi IPA dan Jaringan Lawe Sikap

2. Pembangunan IPA Lawe Kinge Kap. 120 Ltr/dtk (untuk Wil. Lawe Bulan, Perkison, Lawe Sumur dan Sebagian Kec. Bambel) serta sekaligus sebagai penambahan Pasokan Jaringan IPA Lawe Sikap

3. Pembangunan IPA Lawe Deski Kap. 30 Ltr/dtk (untuk wilayah Lawe Sigala & Babul Makmur).

Terhadap poin diatas saat ini sedang proses pembuatan DED di tingkat provinsi. a. Perpipaan

Pelayanan perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Kutacane secara garis besar di klarifikasikan sebagai berikut :

1. Pelayanan untuk rumah tangga

Kebutuhan air untuk rumah tangga ditentukan berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani, bentuk/jasa pelayanan, serta besarnya pelayanan yang di berikan. Bentuk pelayanan untuk rumah tangga di bedakan dalam 2 (dua) jenis

(27)

berdasarkan tingkat sosial ekonomi penduduk yaitu sambungan rumah (SR) dan kran umum (KU).

2. Pelayanan non rumah tangga dan komersial

Besarnya jumlah air untuk pemenuhan kebutuhan non rumah tangga didasarkan atas jenis fasilitas, jumlah dan besarnya pelayanan yang disesuaikan dengan standar yang ada.

b. Non perpipaan

Bagi penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara yang belum terlayani oleh jaringan pipa distribusi PDAM mengusahakan pemenuhan kebutuhan air bersih melalui upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

Beberapa permukiman teratur umumnya memenuhi kebutuhan air bersih untuk mandi, cuci, dan kakus melalui sumur gali dan sumur pompa.

Lingkungan yang tidak teratur dengan kepadatan tinggi dan tingkat ekonomi rendah, mencukupi kebutuhan air dengan memanfaatkan air sungai, membuat sumur gali/pompa sendiri.

C. Permasalahan

Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air bersih di Kabupaten Aceh Tenggara antara lain : masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih rendah, masalah kualitas air baku dan kuantitas yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau, serta masalah teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun.

(28)

Berikut permasalahan umum yang dihadapi dalam penyediaan air bersih PDAM Tirta Agara :

a. Sumber Air Baku

Debit air baku banyak yang telah mengalami penyusutan terutama pada musim kemarau sehingga kebutuhan tidak mencukupi sedangkan pada musim hujan tingkat kekeruhannya sangat extrim serta membawa lumpur dan pasir akibat erosi dari hulu sungai, serta sebahagian sudah tidak layak/tercemar akibat adanya masyarakat pekebun dan wisata air di hulu intake, sehingga diperlukan pemindahan sumber intake jauh ke hulu sungai atau ke sumber yang lain serta pembuatan waduk mini untuk sedimentasi disetiap sumbernya guna efektifitas dan efisiensi pengoperasian IPA.

b. Instalasi Pengolahan Air (IPA)

Instalasi Pengolahan Air yang ada saat ini hanya dapat difungsikan sebanyak 2(dua) unit yakni pada IPA Simpang Semadam (dibangun Tahun 2008) & IPA Lawe Harum Perkison (dibangun Tahun 2010), sedangkan yang lainnya tidak dapat difungsikan akibat mengalami kerusakan yang cukup berat, sehingga diperlukan perbaikan dan bahkan penambahan IPA baru dengan Kapasitas yang besar guna memenuhi banyaknya permintaan penyambungan baru seiring dengan pertambahan jumlah dan kesadaran penduduk akan air bersih yang sehat.

c. Jaringan perpipaan

Jaringan perpipaan primer dan distribusi telah banyak yang telah mengalami penyempitan dan penyumbatan bahkan kerusakan/kebocoran dikarenakan seringnya dibongkar pasang akibat pembersihan penyumbatan, serta

(29)

sulitnya melakukan perbaikan karna posisi pipa saat ini banyak yang berada di tengah jalan aspal, selain itu ukuran diameter pipa yang telah dibangun lebih dari 20 Tahun silam, terutama pada pipa pengantar dan distribusinya sudah tidak layak dan terlalu kecil hal ini seiring dengan perkembangan pembangunan, sehingga diperlukan revitalisasi dan penambahan jaringan perpipaan sesuai dengan daerah jangkauan kawasan pemukiman penduduk.

d. Water meter

Guna menghindari besarnya kehilangan air (NRW), selain merevitalisasi jaringan perpipaan, sangat dibutuhkan pula pemasangan ulang water meter disetiap pelanggan (SR), karena kondisi saat ini water yang ada dan berfungsi baik + hanya 20 % saja, sisanya telah mengalami kerusakan dan hilang.

2.2. Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan beberapa permasalah pokok sanitasi di Kabupaten Aceh Tengara, maka Visi Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara, adalah :

“Terwujudnya Sanitasi Aceh Tenggara yang Lebih Baik, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat”

Visi tersebut di atas mempunyai makna bahwa,

1. Terwujudnya mengandung arti usaha atau upaya percepatan pencapaian sanitasi yang lebih baik

2. Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara yang lebih baik mengandung arti peningkatan sanitasi dengan pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan

(30)

dan drainase sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan Standar Pelayanan Minimum (SPM)

3. Berkelanjutan mengandung arti sanitasi Aceh Tenggara dalam pengelolaannya harus berorientasi jangka panjang

4. Berbasis Masyarakat mengandung arti pengelolaan sanitasi ikut memberdayakann masyarakat.

Berdasarkan Visi Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara maka Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara yaitu:

1. Meningkatkan fasilitas dan akses layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi bagi seluruh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara

2. Meningkatkan upaya penyehatan lingkungan pemukiman melalui program perilaku hidup bersih dan sehat

3. Meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goal (MDGs) Tahun 2015 4. Meningkatkan pengelolaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat 5. Meningkatkan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, dan penilaian akses

sanitasi Kabupaten Aceh Tenggara

6. Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara melalui sanitasi.

2.3. Kebijakan Umum dan Strategi Sanitasi

Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi. Pemerintah hingga kini telah memiliki peta jalan pembangunan sanitasi

(31)

guna mencapai target “Menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015”.

Kabupaten Aceh Tenggara dalam meningkatkan akses penduduk terhadap sanitasi yang layak, kebijakan ke depan diarahkan pada peningkatan investasi pengelolaan sistem air limbah terpusat dan penyediaan sanitasi berbasis masyarakat dengan fokus pelayanan bagi masyarakat miskin. Investasi tersebut diberikan untuk pengembangan sistem pengolahan air limbah terpusat skala kota (off-site), pembangunan sistem sanitasi setempat (on-site) dan juga pengembangan

dan perbaikan Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT).

Untuk mengejar ketertinggalan dalam penyediaan layanan sanitasi, saat ini pemerintah melakukan terobosan melalui peluncuran Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) 2010-2014 yang menekankan bahwa sanitasi adalah urusan bersama seluruh pihak baik pemerintah, swasta, donor, dan masyarakat. Sementara itu, DAK bidang sanitasi digunakan untuk meningkatkan cakupan layanan sanitasi di daerah padat perkotaan, melalui pendekatan sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS).

Selanjutnya, untuk memastikan kualitas air minum dan sanitasi di samping meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting air minum dan sanitasi yang layak, Kabupaten Aceh Tenggara akan meningkatkan pelaksanaan strategi Sanitasi selama 2011-2015, yang bertujuan untuk menghilangkan praktik BAB di tempat terbuka pada akhir 2015.

Selain itu, kebijakan lainnya adalah menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah untuk mendukung pelayanan air minum dan

(32)

sanitasi yang layak, melalui penambahan, revisi, maupun deregulasi peraturan perundang-undangan.

Bersamaan dengan itu pemerintah berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), melalui komunikasi, informasi dan edukasi serta pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi di sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan sosialisasi perilaku yang higienis bagi siswa sekolah dan penerapan praktek perilaku hidup bersih dan sehat oleh masyarakat.

Tak kalah pentingnya adalah meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi yang layak, melalui penyusunan rencana induk sistem penyediaan air minum (RIS-SPAM) sesuai prinsip-prinsip pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat maupun lembaga; penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) yang selaras dengan RIS-SPAM; serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

Di sisi kelembangaan, meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum dan sanitasi yang layak melalui (a) penyusunan business plan, penerapan korporatisasi, pelaksanaan manajemen aset, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik yang dilakukan oleh institusi maupun masyarakat; (b) peningkatan kerja sama antar pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, antara pemerintah dan swasta, ataupun antara pemerintah, swasta, dan masyarakat; (c) peningkatan keterkaitan antara sistem pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah; dan (d) optimalisasi pemanfaatan sumber dana.

(33)

Di samping itu, peningkatan belanja investasi daerah untuk perbaikan akses air minum dan sanitasi yang difokuskan pada pelayanan bagi penduduk perkotaan terutama masyarakat miskin serta peningkatan iklim investasi yang mendukung pembangunan guna merangsang partisipasi aktif sektor swasta dan masyarakat melalui KPS dan CSR; dan juga untuk pengembangan dan pemasaran pilihan sistem penyediaan air minum dan sanitasi yang tepat guna.

Untuk mempercepat pencapaian target MDGs tahun 2015, Presiden RI telah memberikan perhatian khusus dengan mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan, khususnya tentang penyediaan air minum dan sanitasi yang layak. Hal ini telah sejalan dengan strategi nasional dalam RPJMN 2010-2014 yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan partisipasi masyarakat.

2.4. Sasaran Umum dan Arahan Tahapan Pencapaian

Sasaran umum diarahkan pada upaya mengatasi tiga sasaran terkait pembangunan sanitasi :

- Stop Buang Air Besar sembarangan (BABs), baik diperkotaan maupun di perdesaan dengan target yang akan ditentukan kemudian sesuai dengan renstra sanitasi

(34)

- Pengurangan timbulan sampah dari sembernya dan penanganan sampah yang berwawasan lingkungan seperti penerapan sistem sanitary landfill untuk TPA, serta teknologi lain yang aman

- Pengurangan genangan di 100 kota/Kabupaten rawan genangan seluas 22.500 Hektar

- Sasaran umum sanitasi yaitu meningkatkan jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap sarana air minum, sarana sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

1. Bidang air limbah

Berdasarkan pertimbangan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah domestik menurut Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan Departemen Kimpraswil tahun 2003 didasrkan pada faktor-faktor kepadatan penduduk, sumber air yang ada, kedalaman muka air tanah, kemampuan membiayai.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan pemilihan-pemilihan sistem pengolahan air limbah dengan mempertimbangkan kondisi tersebut terhadap kemungkinan penerapan sistem pengolahan terpusat (Off Site

System) ataupun sistem pengolahan setempat (On Site System) dengan

membandingkan keuntungan dan kerugian seperti pada Tabel 2.8. dan Tabel 2.9. berikut ini.

(35)

Tabel 2.8.

Perbandingan Off Site System dan On Site System menurut pedoman pengelolaan air limbah perkotaan

Off Site System On Site System

Keuntungan :

 Menyediakan pelayanan yang terbaik

 Sesuai untuk daeah dengan kepadatan tinggi  Pencemaran terhadap air

tanah dan badan air dapat dihindari

 Memiliki masa guna lebih lama  Dapat menampung semua limbah. Keuntungan :  Menggunakan teknologi sederhana

 Memerlukan biaya yang rendah

 Masyarakat dan tiap-tiap

keluarga dapat

menyediakan sendiri  Pengoperasian dan

pemeliharaan oleh masyarakat

 Manfaat dapat dirasakan secara langsung.

Kerugian :

 Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi

 Menggunakan teknologi tinggi

 Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan  Manfaat secara penuh

diperoleh setelah selesai jangka panjang

 Waktu yang lama dalam

perencanaan dan

pelaksanaan

 Perlu pengelolaan,

operasional, dan

pemeliharaan yang baik.

Kerugian :

 Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah,

misalnya sifat

permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lain-lain.

 Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas cucian

 Operasi dan

pemeliharaan sulit dilaksanakan.

Kepadatan penduduk di atas 100 orang per ha penggunaan sistem on site

akan memberikan dampak pencemaran yang sangat nyata terhadap air tanah dan

(36)

teridiri dari 16 Kecamatan kepadatan penduduk baru mencapai 49,79 orang per ha, sehingga penggunaan sistem on-site masih relevan.

Di dalam SSK dilakukan penentuan prioritas pengembangan system pengelolaan air limbah (off site atau on site) secara umum dan juga jangka waktu penanganan. Ada tiga kriteria dalam menentukan prioritas pengembangan system pengelolaan air limbah. Ketiga kriteria tersebut adalah kepadatan penduduk, klasifikasi wilayah (perkotaan atau perdesaan), dan resiko kesehatan lingkungan. Gambar di bawah ini menunjukkan peta yang dihasilkan dari proses penetapan zona dan sistem sanitasi :

Gambar 2.1.

Peta Area Penanganan Air Limbah

 Zona 1 (Jangka Pendek) prioritas III atau area dengan resiko rendah, merupakan area dengan permasalahan air limbah yang diarahkan untuk

(37)

diatasi/ditangani dalam jangka pendek dengan pilihan system pengelolaan air limbah setempat (On Site) dengan skala rumah tangga. Zona ini mencakup Kecamatan Darul Hasanah.

 Zona 2 (Jangka Menengah) prioritas II area dengan resiko sedang, merupakan area dengan permasalahan air limbah yang dapat diatasi/ditangani dalam jangka pendek dan menengah dengan pilihan system pengelolaan air limbah setempat (On Site) dan pendekatan komunal (tidak berbasis rumah tangga), terutama untuk wilayah yang cukup padat. Zona ini tersebar di seluruh kecamatan mencakup antara lain : Kecamatan Ketambe, Badar, Deleng Pokhison, Lawe Sumur, Babul Makmur, Leuser, Babul Rahmah, Lawe Alas, dan Tanoh Alas.

 Zona 3 (Jangka Panjang) prioritas 1 area dengan resiko tinggi, merupakan area dengan permasalahan air limbah yang diarahkan untuk di atasi/ditangani dengan pilihan system pengelolaan air limbah terpusat (Off Site) dalam jangka panjang dan dengan sistem pengelolaan secara komunal dalam jangka menengah. Zona ini menyangkut antara lain : Kecamatan Babussalam, Lawe Bulan, Bambel, Bukit Tusam, Semadam, dan Lawe Sigalagala.

2. Bidang persampahan

Penentuan wilayah kebutuhan penanganan persampahan dikelompokkan menurut wilayah pelayanan, yang didasari kepada perhitungan timbunan sampah yang dihasilkan oleh aktifitas, kepadatan penduduk, kuantitas dan kualitas sarana yang tersedia serta perilaku masyarakat.

(38)

penanganan sampah.

 Zona 1 (Jangka Pendek) atau area dengan resiko rendah yang dapat dilakukan dengan merubah perilaku masyarakat dalam pengelolaan persampahan dengan pola 3R. Zona ini meliputi Kecamatan Ketambe, Babul Rahmah, Darul Hasanah, Deleng Pokhison, Bukit Tusam, Tanoh Alas, dan Leuser.

 Zona 2 ( J a n g k a M e n e n g a h ) atau area dengan resiko sedang yang memerlukan penanganan melalui peningkatan sarana dan prasarana serta penanganan persampahan dengan pola 3R. Zona ini meliputi Kecamatan Badar, dan Lawe Alas.

 Zona 3 (Jangka Panjang) atau area dengan dengan resiko tinggi yang memerlukan penanganan penertiban pembuangan sampah di Daerah Aliran Sungai, penyediaan sarana dan prasarana persampahan dengan pola 3R. Zona ini berada pada Kecamatan Babussalam, Lawe Bulan, Lawe Sigala-gala, Babul Makmur, Simpang Semadam, dan Bambel. Gambar di bawah ini menunjukkan peta yang dihasilkan dari proses penetapan zona area penanganan persampahan :

(39)

Gambar 2.2.

Peta Zona Penanganan Persampahan

3. Bidang drainase

Dalam menentukan wilayah pengembangan saluran drainase yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah, maka disusun prioritas pengembangan sistem drainase. Penentuan daerah prioritas ini disusun berdasarkan 5 (lima) kriteria seleksi yang mengacu ke SPM, yaitu kepadatan penduduk, tata guna lahan (perdagangan, jasa, maupun permukiman), daerah genangan air hujan, serta tingkat resiko kesehatan.

Perencanaan penanganan ke depan dapat diilustrasikan sebagai berikut:  Zona 1 (Jangka Pendek), merupakan area dengan tingkat resiko yang relative

(40)

Ketambe, Deleng Pokhison, Bukit Tusam, Darul Hasanah, Lawe Alas, Babul Rahmah, Tanoh Alas, dan Leuser. Dalam peta diberi warna kuning.

 Zona 2 (Jangka Menengah), merupakan area dengan tingkat resiko menengah yang dapat diatasi dalam jangka menengah dan panjang mencakup Kecamatan Badar, dan Babul Makmur. Dalam peta diberi warna biru.

 Zona 3 (Jangka Panjang), merupakan area dengan tingkat resiko tinggi karena merupakan kawasan padat dan kawasan bisnis (Central Business District/CBD) yang harus diatasi secepatnya, mencakup Kecamatan Babussalam, Lawe Bulan, Bambel, Lawe Sumur, Semadam, dan Lawe Sigala. Dalam peta diberi warna biru. Gambar di bawah ini menunjukkan peta yang dihasilkan dari proses penetapan zona area penanganan drainase :

Gambar 2.3.

(41)

4. Bidang air bersih

Target pengembangan infrastruktur air bersih mempedomani target yang telah ditetapkan sebagaimana tertuang dalam MDGs. Dalam penentuan wilayah pengembangan jaringan air bersih yang dikelompok kepada dua kategori wilayah pengembangan yaitu wilayah perkotaan dan perdesaan. Konsentrasi pengembangan air bersih untuk wilayah perkotaan diarahkan untuk meningkatkan cakupan layanan air bersih oleh PDAM. Dari data pelayanan PDAM untuk wilayah perkotaan dan pelayanan air bersih berbasis masyarakat di wilayah perdesaan maka dapat dipetakan arahan penanganan air bersih. Penanganan pelayanan air bersih tersebut dapat dikelompokan dalam zona-zona sebagai berikut :

Gambar 2.4.

(42)

 Zona 1 (Jangka Pedek) dengan resiko rendah (warna hijau) adalah yang disebabkan oleh belum terdistribusinya air bersih secara merata. Untuk penanganannya diperlukan pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana air minum yang sudah ada, baik jaringan yang berbasis ekonomi maupun masyarakat. Zona ini diantaranya meliputi Kecamatan Ketambe dan Leuser.

 Zona 2 (Jangka Menengah) dengan resiko sedang (warna kuning) adalah zona yang memiliki permasalahan sumber air baku dan jaringan distribusi dan sangat membutuhkan pengembangan jaringan. Zona ini antara lain yaitu Kecamatan Badar, Semadam, Babussalam, Lawe Alas, Tanoh Alas, Babul Rahmah, dan Darul Hasanah.

 Zona 3 (Jangka Panjang) dengan resiko tinggi (warna merah) adalah zona yang memiliki masalah belum adanya jaringan distribusi, padat penduduk, serta butuh penanganan cepat. Zona ini meliputi Kecamatan Lawe Bulan, Lawe Sumur, Bambel, Bukit Tusam, Lawe Sigala-gala, Babul Makmur, dan Deleng Pokhison.

Gambar

Gambar  di  bawah  ini  menunjukkan  peta  yang  dihasilkan  dari  proses  penetapan  zona dan sistem sanitasi :

Referensi

Dokumen terkait

Adalah simpanan anggota atau calon anggota kepada BMT Bahtera yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo simpanan berjangka itu

Abdul Karim Zaidan telah merumuskan manhaj yang perlu ada pada diri para pendakwah agar dakwah yang dilakukan itu berkesan dan berjaya menarik orang ramai

a. Pemerataan pelayananan dan peningkatan kualitas pendidikan. Pemerataan pelayanan dan peningkatan kualitas kesehatan. Berkembangnya ekonomi rakyat yang didukung oleh

DATANG SENDIRI DOKTER PRAKTEK RJKAN PUSK RJKAN RS LAIN TEMPAT PENERIMAAN PASIEN RAJAL TIDAK PERNAH BEROBAT NOMOR REG (NO RM) PERNAH BEROBAT RUANG RAWAT INAP PERLU

Keterkaitan ini bernilai positif (nilai korelasi positif) yang diartikan bahwa peningkatan diameter bagian medial kokon, lingkar bagian medial kokon dan lingkar

Mengingat usaha pertanian menuntut dipenuhinya berbagai persyaratan operasional teknis, agar diperoleh efisiensi produksi yang tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan yang

Hasil pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat didapatkan bahwa dari 45 orang masyarakat yang memanfaatkan layanan konsultasi online diantaranya 65% masyarakat

Berdasarkan hasil perbandingan dan analisis mengenai pengendalian internal atas pengelolaan persediaan bahan baku ayam di Rocket Chicken Cabang Gayam dan