C1-1
KINERJA DIPHENYAMINE PADA PENGHAMBATAN OKSIDASI
ESTER POLIGLISEROL-ESTOLIDA ASAM OLEAT
Dicky Dermawan, Irma N.H.W. Tasti, Ricko Andito
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi, Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustafa No. 23 Bandung 40124
Email: 2d@itenas.ac.id
Abstrak
Ester poligliserol – estolida asam oleat (disingkat EPG) merupakan bahan terbaharukan yang sedang dikembangkan sebagai bahan alternatif untuk digunakan sebagai minyak pelumas. Penelitian ini mengkaji kinerja diphenylamine (disingkat DPA) sebagai antioksidan pada suatu sampel EPG yang memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin SAE 40. Uji ketahanan oksidasi dilakukan menggunakan Modified Indiana Stirring Oxidation Test: sampel sebanyak 350 gram ditempatkan dalam gelas beaker 1000 mL pada suhu 150oC. Ke dalam sampel dialirkan udara dan ditambahkan katalis logam berupa tembaga dan besi dengan luas permukaan berturut-turut 8 in2 dan 16 in2. Secara periodik diambil sampel dan diukur viskositas kinematiknya. Kenaikan viskositas sampel yang diukur pada suhu 40oC dan 100oC digunakan sebagai parameter ketahanan oksidasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak bergantung pada temperatur pengukuran viskositas, ketahanan oksidasi maksimum tercapai pada kadar DPA sebesar 1,5% yang memberikan tambahan masa pakai EPG dari 45,5 jam menjadi 88,9 jam. Masa pakai didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan sehingga oksidasi pada kondisi uji menyebabkan kenaikan viskositas sebesar 275%, diukur pada suhu 40oC. Peningkatan kadar DPA di atas 1,5% memberikan efek merugikan yang diakibatkan oleh peningkatan sifat prooksidan DPA.
Kata kunci: ester poligliserol–estolida asam oleat, pelumas, diphenylamine, antioksidan, Indiana Stirring Oxidation Test
Abstract
Polyglycerol esters of oleic acid – estolide (abbrev. PGE) is a biodegradable product being developed as an alternative material for lubricating oil base stock. This paper reports the performance of diphenylamine (abbrev. DPA) as antioxidant for a sample of PGE which meet SAE 40 automotive lubricating oil viscosity specification. Oxidation stability tests were carried out using Modified Indiana Stirring Oxidation Test: 350 grams of sample was placed in a 1000 mL beaker glass containing steel and copper plates with total area of 16 in2 and 8 in2, respectively which were used as catalysts. This apparatus was maintained at constant test temperature of 150oC. Contact with oxygen and agitation was maintained by air flew through the sample. Peridically, 10 mL of samples were withdrawed for kinematic viscosity measurement. Viscosity increases, measured at 40oC and 100oC were used as oxidation stability parameters. Result showed that, independent of the temperature of viscosity measurement, maximum oxidation stability was achieved at 1.5% DPA, which extended oil useful-life from 45.5 h to 88.9 h. Oil useful-life is defined as time required at test condition such that oxidation results in oil kinematic viscosity increase of 275%, measured at 40oC. DPA concentration above 1.5% results in increasing prooxidant effect which decrease the overall performance.
Keywords: Polyglycerol esters of oleic acid – estolide, lubricating oil, diphenylamine, antioxidant, Indiana Stirring Oxidation Test
C1-2
Pendahuluan
Meskipun penggunaan minyak mineral masih sangat mendominasi, aplikasi pelumas sintetik saat ini semakin berkembang dengan alasan kinerja. Perkembangan ini juga dipicu oleh semakin terbatasnya ketersediaan bahan dasar pelumas konvensional yang berasal dari fraksi minyak bumi, sehingga harganya terus menerus mengalami kenaikan. Di masa yang akan datang, kesadaran yang semakin baik terhadap dampak lingkungan akan meningkatkan kecenderungan untuk mencari dan menggunakan bahan-bahan alternatif atau bahan-bahan-bahan-bahan substitusi yang lebih ramah lingkungan.
Ester poligliserol – estolida asam oleat (EPG) merupakan senyawa yang sedang kami dikembangkan sebagai material alternatif untuk bahan dasar pelumas. Diantara keunggulan komparatif EPG dibandingkan dengan pelumas konvensional adalah bahan bakunya yang terbaharukan, fleksibilitas proses pembuatannya yang memungkinkan diperolehnya berbagai grade viskositas pelumas sesuai dengan kebutuhan (Dermawan, 2004a), serta relatif tingginya nilai indeks viskositas dan flash pointnya (Dermawan, 2004b). Akan tetapi, EPG memiliki suatu kelemahan mendasar, yaitu keberadaan ikatan rangkap dalam struktur molekulnya yang mengakibatkan EPG relatif lebih rentan terhadap oksidasi.
Oksidasi pelumas secara umum merupakan proses yang tidak dikehendaki karena dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya: oksidasi dapat menghasilkan produk ringan yang akan teruapkan bersama gas buang, meninggalkan sisa pelumas yang viskositasnya relatif lebih tinggi. Oksipolimerisasi yang terjadi juga memberikan akibat yang sama. Peningkatan viskositas akan meningkatkan ketidakefisienan sistem pelumasan. Disamping itu, produk oksidasi dapat merupakan asam-asam organik yang korosif terhadap sistem pelumasan. Pada eksten yang tinggi, oksidasi akan menghasilkan sludge dan endapan tak larut. Masa pakai pelumas harus diakhiri sebelum peningkatan viskositas, korosivitas, dan pembentukan sludge & endapan yang berlebihan terjadi.
Sifat oksidasi yang eksotermik mengakibatkan oksidasi pelumas merupakan proses auto-akselerasi: bersama-sama dengan panas yang dihasilkan reaksi, peningkatan gesekan internal akibat kenaikan viskositas akan meningkatkan suhu kerja mesin. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat oksidasi, dan pada gilirannya hal ini akan makin mempercepat laju peningkatan viskositas.
Skema mekanisme oksidasi pelumas (Mortier, 1997) bahkan menunjukkan bahwa jenis reaksi yang terjadi dipengaruhi oleh temperatur: reaksi dimulai dengan lepasnya hidrogen yang terikat paling lemah dari molekul pelumas dengan pengaruh suhu dan sifat katalitik permukaan gesek yang berupa logam, diikuti dengan absorpsi oksigen oleh radikal yang dihasilkan. Radikal peroksi yang dihasilkan akan menarik hidrogen dari molekul pelumas lain membentuk radikal baru yang juga akan mengabsorpsi oksigen dan seterusnya membentuk reaksi berantai yang mengakibatkan kerusakan pelumas:
R-H → ROO* + H* (1)
ROO* + R’-H→ ROOH + R’* (2)
R’* + O2 → R’OO* (3)
Pada suhu rendah, ROOH relatif stabil, akan tetapi akan terurai pada suhu tinggi menghasilkan radikal alkoksi dan radikal hidroksi yang sangat reaktif:
C1-3
Kedua radikal ini akan secara nonselektif berperan penting dalam percepatan perusakan molekul pelumas:
RO* + R”-H → ROH + R”* (5) OH* + R”’-H → HOH + R”’* (6)
Terminasi terjadi melalui penggabungan radikal-radikal menghasilkan molekul stabil dengan berat molekul tinggi, misalnya:
R’OO* + RO* → R’OOOR → R’OR + O2 (7)
Viskositas produk oksidasi ini akan sangat tinggi apabila produk ini masih berfasa cair. Bila tidak, produk ini akan berupa sludge dan/atau endapan tak larut.
Peningkatan ketahanan termal/oksidasi umumnya dilakukan melalui formulasi dengan antioksidan. Walaupun terdapat beragam variasi dari cara kerja antioksidan, secara umum antioksidan dapat digolongkan ke dalam radical scavenger dan hydroperoxide decomposer. (ATC, 1993). Penelitian ini mengkaji kinerja diphenylamine (disingkat DPA), suatu antioksidan yang tergolong radical scavenger sebagai aditif pada suatu sampel EPG yang memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin SAE 40.
Studi peningkatan ketahanan oksidasi ester poligliserol – estolida asam oleat (EPG) menggunakan phenyl-α-naphtylamine (PNA) telah dilaporkan sebelumnya. (Dermawan, 2006).
Material dan Metode
Ester poligliserol – estolida asam oleat (EPG) dibuat dari gliserol dan asam
oleat sesuai dengan metode yang dilaporkan terdahulu (Dermawan, 2004a), tetapi diberi penambahan 0,01% inhibitor korosi yang terlarut dalam n-butil alkohol. Setelah esterifikasi, sebelum disaring, ditambahkan 0,01% antifoaming agent. EPG yang digunakan memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin SAE 40.
Diphenylamine diperoleh dari E-Merck dan langsung digunakan dengan cara
melarutkannya dalam EPG sambil dihangatkan dalam atmosfer inert tepat sebelum uji ketahanan oksidasi dilakukan.
Uji Ketahanan Oksidasi dilakukan dengan Modified Indiana Stirring Oxidation
Test: Sampel sebanyak 350 gram ditempatkan pada gelas beaker yang suhunya dijaga tetap pada 150oC. Pengadukan dan pengontakan dengan oksigen dilakukan dengan cara mengalirkan udara ke dalam sampel. Katalis logam berupa lempengan tembaga dan besi dengan luas permukaan masing-masing 8 in2 dan 16 in2 digunakan sebagai katalis. Secara periodik diambil sampel dan diukur viskositas kinematiknya. Waktu oksidasi yang diperlukan sehingga viskositas kinematik sampel meningkat sebesar 275%, diukur pada suhu 40oC, 40C
KVI % 275
o
t , digunakan sebagai ukuran bagi masa pakai pelumas. Sebagai
pembanding, digunakan pula 100 C KVI % 100
o
t sebagai kriteria kedua. Hasil dan Pembahasan
Ketahanan Oksidasi EPG
Oksidasi pelumas akan mengakibatkan kenaikan viskositas, sehingga mengukur viskositas selama oksidasi berlangsung dapat dijadikan cara untuk mengamati ketahanan oksidasi pelumas. Gambar 1 menunjukkan viskositas EPG yang digunakan, diukur pada suhu 40oC dan 100oC, selama dilangsungkannya uji ketahanan oksidasi pada suhu 150oC. Tampak bahwa secara berangsur-angsur oksidasi meningkatkan
C1-4
viskositas pelumas: mula-mula peningkatan berlangsung lambat, tetapi makin lama peningkatan viskositas berlangsung semakin cepat.
Gambar 1 merupakan tipikal profil kenaikan viskositas EPG selama proses oksidasi dilangsungkan: kenaikan viskositas yang diukur pada suhu 40oC umumnya berlangsung lebih cepat daripada nilainya apabila diukur pada suhu 100oC. Waktu yang diperlukan selama uji oksidasi dilakukan untuk mencapai kenaikan viskositas dengan harga tertentu dijadikan ukuran bagi klasifikasi servis pelumas. Misalnya, untuk servis SL, API mensyaratkan kenaikan viskositas maksimum sebesar 275% (diukur pada suhu 40oC) dalam waktu uji 80 jam pada uji mesin Sequence IIIF. Servis SM (2004) bahkan mensyaratkan kenaikan viskositas maksimum hanya sebesar 150% dalam waktu uji 100 jam pada uji mesin Sequence IIIG. Pada penelitian ini masa pakai pelumas secara a priori dihitung berdasarkan kriteria ini, dilambangkan sebagai 40C
KVI % 275
o
t . Ditunjukkan pada
Gambar 1 bahwa untuk EPG yang tidak diberi aditif: t40C 45,5jam KVI
% 275
o
= . Membandingkan
hasil ini dengan persyaratan API, tampak jelas bahwa hasil pengujian ini mengindikasikan betapa pentingnya formulasi dilakukan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi bahan dasar ini. Ditunjukkan pula pada Gambar 1 nilai t100 C 42,3jam
KVI % 150
o
= sebagai kriteria pembanding, yaitu penilaian masa pakai pelumas yang didasarkan pada hasil pengukuran viskositas pada suhu 100oC.
Gambar 1 Profil Viskositas Bahan Dasar (EPG) yang Digunakan selama Uji Oksidasi pada 150oC
Formulasi dengan Diphenylamine
Formulasi dengan Diphenylamine (DPA) menghambat oksidasi karena aktivitasnya sebagai antioksidan. DPA mengkompetisi reaksi propagasi (Persamaan 2) sehingga sebagian alkil peroksida yang merusak, ROO*, terkonsumsi pada reaksi-reaksi: (Korcek, 1988) (8) (9) (10) (11) Viskositas Kinematik 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Waktu Oksidasi [jam]
V is kos itas K ine m at ik @ 40 oC [ cS t] 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 V is kos itas K in em at ik @ 1 00 oC [ cS t] 40oC 100oC
Kenaikan Viskositas Kinematik
0 1 2 3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Waktu Oksidasi [jam]
KV I @ 40 oC 0 1 2 3 KVI @ 1 00 oC 40oC 100oC jam 5 , 45 t40275C%KVI o = t100150%CKVI 42,3jam o =
C1-5
Pada suhu tinggi radikal nitroksil mampu bereaksi dengan alkil radikal sekunder, yaitu jenis radikal yang dominan dalam pelumas yang terdegradasi:
(12) Produk reaksi (12) dapat terurai membentuk suatu keton dan mengembalikan difenilamin ke struktur molekulnya semula:
(13)
Gambar 2 menunjukkan perbandingan profil kenaikan viskositas EPG tanpa aditif dengan EPG yang diformulasikan dengan 0,5% DPA. Tampak jelas bahwa masa pakai pelumas, 40 C
KVI % 275
o
t , berhasil ditingkatkan hingga mencapai 74,2 jam. Bila dibandingkan dengan ketahanan oksidasi bahan dasarnya, hal ini berarti peningkatan masa pakai sebesar ∆t27540o%CKVI =74,2−45,5=28,7 jam atau ekivalen dengan kenaikan sebesar 4528,,57=63%. Pembahasan yang sama, yang didasarkan atas pengukuran viskositas pada suhu 100oC menghasilkan ∆t150100%oCKVI =63,7−42,3=21,4 jam atau ekivalen dengan kenaikan sebesar 4221,,43=51%.
Gambar 3 Peningkatan Ketahanan Oksidasi.
Garis Putus-putus: EPG D tanpa Antioksidan; Garis Tegas: dengan DPA 0,5% Tabel 1 Pengaruh Formulasi dengan DPA, Pengukuran Viskositas pada 40oC
% DPA % Perbaikan 0 45.5 0.0 0% 0.5 74.2 28.7 63% 1.0 82.6 37.1 82% 1.5 89.8 44.3 97% 2.0 84.5 39.0 86% 2.5 85.7 40.2 88% jam ,
t40275o%CKVI ∆t40275o%CKVI,jam
jam 7 , 63 t100150%CKVI o = 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Waktu Oksidasi [jam]
0 1 2 3 K V I @ 100 oC jam 4 , 21 3 , 42 7 , 63 t100150%CKVI o = − = ∆ 0 1 2 3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Waktu Oksidasi [jam]
KVI @ 40 oC jam 2 , 74
C1-6
Tabel 1 menunjukkan masa pakai pelumas pada beberapa kadar DPA. Tampak bahwa peningkatan ketahanan oksidasi maksimum diperoleh pada kadar DPA sebesar 1,5% dengan masa pakai mencapai 89,8 jam. Hal ini berarti peningkatan masa pakai sebesar 44,3 jam atau ekivalen dengan peningkatan masa pakai sebesar 97%. Tabel 2 menunjukkan pengaruh kadar DPA terhadap masa pakai, tetapi menggunakan kriteria
C 100 KVI % 150 o t
∆ . Tampak bahwa, tak bergantung pada suhu ukur yang digunakan sebagai kriteria, DPA 1,5% memberikan hasil terbaik.
Tabel 2 Pengaruh Formulasi dengan DPA, Pengukuran Viskositas pada 100oC
% DPA % Perbaikan 0 42.3 0.0 0% 0.5 63.7 21.4 51% 1.0 72.3 30.0 71% 1.5 79.8 37.5 89% 2.0 75.5 33.2 78% 2.5 75.7 33.4 79% jam ,
t100150%oCKVI ∆t100150%oCKVI,jam
Gambar 4 Peningkatan Masa Pakai Pelumas pada Formulasi dengan DPA Berdasarkan Pengukuran Viskositas pada 40oC (atas) dan 100oC (bawah)
Pada konsentrasi DPA di atas 1,5%, sifat prooksidan DPA:
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 % DPA 0% 20% 40% 60% 80% 100% % P e rb aik a n jam, t C 40 KV I % 275 o ∆ 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 % DPA 0% 20% 40% 60% 80% % P e rb aik a n ja m , t C 100 KV I % 150 o ∆
C1-7
mulai tampak. Akibatnya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4, pemakaian DPA pada kadar di atas 1,5% akan memberikan pelemahan terhadap kemampuannya sebagai antioksidan.
Bila dibandingkan dengan dengan hasil studi serupa menggunakan aditif PNA yang dilaporkan terdahulu (Dermawan, 2006), maka hasil penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik. Pada konsentrasi optimum sebesar 2%, PNA memberikan tambahan masa pakai maksimum sebesar t40 C 19,8 jam
KVI % 275
o =
∆ atau ekivalen dengan
78% dari masa pakai bahan dasar EPG yang digunakan. Diperoleh pula fakta menarik bahwa apabila kadar aditif yang digunakan dinyatakan dalam satuan mmol nitrogen perkg bahan dasar, diperoleh bahwa konsentrasi optimum yang memberikan ketahanan oksidasi maksimum diperoleh pada PNA: 91 mmol/kg dan DPA: 89 mmol/kg, yang nilainya tidak berbeda secara nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa kadar nitrogen memegang peranan dalam mekanisme penghambatan oksidasi EPG dengan senyawa-senyawa amina aromatik. Akan tetapi, masih diperlukan lebih banyak bukti untuk memperkuat dugaan bahwa kadar nitrogen sebesar 90 mmol/kg merupakan kadar optimum pada penghambatan oksidasi EPG.
Kesimpulan dan Saran
Studi empirik untuk mengkaji kinerja difenilamin (disingkat DPA) sebagai antioksidan pada suatu sampel pelumas eksperimental ester poligliserol – estolida asam oleat (EPG) menunjukkan bahwa tidak bergantung pada temperatur pengukuran viskositas, peningkatan ketahanan oksidasi maksimum tercapai pada kadar DPA sebesar 1,5%. Studi ini juga menunjukkan bahwa peningkatan kadar antioksidan tidak selalu memberikan perbaikan. Penggunaan DPA pada konsentrasi di atas 1,5% memberikan efek yang merugikan karena meningkatnya efek prooksidan. Studi lanjut bagi peningkatan ketahanan oksidasi masih perlu dilakukan, misalnya menggunakan DPA yang dialkilasi (Holt, 1972), dan/atau menggunakan kombinasi dengan aditif lain yang mampu menetralkan radikal oksi dan hidroperoksida yang diakumulasikan pada mekanisme kerja DPA.
Daftar Pustaka
ATC, 1993, Document 49 Lubricant Additives and The Environment, CEFIC Belgium Dermawan, D., 2006, Kinerja Phenyl-
α
-Naphtylamine pada Penghambatan OksidasiEster Poligliserol-Estolida Asam Oleat, Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia, IPB, Bogor
Dermawan, D., 2004a, Pengaturan Viskositas Produk Esterifikasi Poligliserol dengan Campuran Estolida – Asam Oleat, Prosiding Seminar Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia UPN Veteran Yogyakarta
Dermawan, D., 2004b, Karakteristik Ester Poligliserol Dari Estolida & Asam Oleat Sebagai Bahan Dasar Pelumas Mesin Otomotif, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia & Proses, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang Holt, B., 1972, Alkylated Diphenylamine as Stabilizers (US Patent No. 3.655.559) Mortier, RM., Orszulic, ST., 1997, Chemistry and Technology of Lubricant, 2nd ed.,
Blackie Academic and Proffessional, London