• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa Positive 1

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis

dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa

Purnomo Widiyanto1 , Hamam Hadi2 , Teguh Wibowo3

1, 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta

Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta 3 RSUD Saras Husada Purworejo

Abstrak

Berat badan interdialysis digunakan sebagai dasar menentukan ultra fi ltrasi pada pasien hemodialisa. Ultra fi ltrasi yang berlebihan dapat mempengaruhi hemodinamik pasien. Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR), pada tahun 2012 sebanyak 11% pasien dengan hemodialisa mengalami hipotensi. Penelitian observasional analitik ini menggunakan design survey cohort bertujuan untuk menganalisis perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah pasien post hemodialisis di RSUD Saras Husada Purworejo. Sebanyak 40 responden dalam penelitian terbagi menjadi dua kelompok dan ditentukan dengan tehnik purposive sampling sesuai dengan criteria inklusi dan ekslusi. Data survey kohort di analisis menggunakan Paired T-Test, Spearman Rank Test dan Chi Square dan didapatkan karakteristik subyek sebagai berikut; jenis kelamin p= 0,736, umur p= 0,744, riwayat DM p=0,311 dan riwayat HT p= 0,185 artinya tidak terdapat hubungan yang signifi kan dengan kenaikan BB interdialisis (p>0,05). Hubungan BB interdialisis dengan perubahan TD, RR= 2,750 x²= 3,84 dan p=0,050 (p=0,05) terdapat hubungan yang signifi kan dengan arah+ positif. Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah. Kelompok terpapar dengan kenaikan BB interdialisis > 8% terjadi hipotensi.

Keywords: BB interdialisis, Tekanan darah, Hemodialisis

Positive Correlation of Changing Interdialysis Body Weight

with the Changing of Post Dialysis Blood Pressure

Abstract

Interdialysis body weight is used to determine ultra fi ltration speed on hemodialisa patients. The overload ultra fi ltration can infl uence patients hemodynamic. According to Renal Registry Indonesia, it was 11 percent in 2012 dialysis patients experienced hypotension. This observational analytic study used cohort survey aims to analyse changing of interdialysis body weight and of blood pressure among dialysis patients in RSUD Saras Husada Purworejo. In this research, 40 respondents divided into two groups by purposive sampling based on inclusion and exclusion criteria. Data was analysed using Paired T-Test, Spearman Rank Test and Chi Square and was obtained characteristics subject sexes p= 0.736, p= 0.744 age, history of diabetes p= 0.311 and p= 0.185 HT history means that there were no signifi cant correlation with the increase interdialisis BB. (p>0.05). Correlation interdialisis BB with changing in BP, RR= 2,750 x²= 3.84 and p= 0.050 (p= 0.050) was signifi cantly in positive direction. Conclusion, there was correlation between interdialysis body weight changing with blood pressure elevation. 8% of those who exposed the rise interdialysis body weight was hypotension.

Keywords: BB interdialysis, blood preasure, Haemodialisys.

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 11 November 2013 Artikel diterima pada 11 November 2013

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

(2)

2 Widiyanto, Hadi, & Wibowo, JNKI, 2014, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 1-8

Pendahuluan

Ginjal berfungsi untuk pengaturan konsentrasi elektrolit dan pH cairan ekstra seluler (CES) dan mengekresikan sampah nitrogen serta produk sampingan metabolisme lainya dalam bentuk urine. Sel ginjal juga membentuk dan mensekresikan dua hormon, kalsitriol dan eritropoetin1.

Prevalensi pasien CKD di Amerika Serikat pada akhir tahun 2002, sekitar 345.000 orang terus meningkat dan insiden gagal ginjal didunia juga mengalami peningkatan terus. Dinegara maju, angka gagal ginjal cukup tinggi. Lebih dari 10% atau lebih dari 20 juta, berusia 20 tahun atau lebih tua menderitra Cronik Kidney Disease menurut The National Instittute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease2.

Kejadian morbiditas penyakit ginjal di Indonesia juga mengalami peningkatan. Menurut YAGINA (Yayasan Ginjal Indonesia) dalam Sari, 2009 menjelaskan pada tahun 2007 terdapat 6,7 % dari penduduk Indonesia sudah mempunyai gangguan fungsi ginjal dengan tingkat sedang sampai berat. Menurut Indonesian Renal Registry (IRR, 2010) di Indonesia pasien gagal ginjal yang melakukan tindakan Hemodialisa mengalami peningkatan dari tahun 2007 jumlah pasien 6862 orang dan tahun 2009 meningkat menjadi 12800 orang. Tahun 2010 meningkat meningkat menjadi 14833 orang yang menjalani pengobatan hemodialisa3.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah pasien post hemodialisis di RSUD Saras Husada Purworejo.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey (observasional) dengan Desain penelitian ini menggunnakan rancangan survei cohort. Dalam penelitian ini pasien dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pasien yang kenaikan berat badan interdialisis >8 % (terpapar) dan pasien yang kenaikan berat badannya <8% (tidak terpapar), kemudian kedua kelompok tersebut diobservasi tekanan darahnya sebelum dan sesudah dialisis. Penelitian ini dilaksanakan di ruang Hemodialisa RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2013.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu5.

Kriteria inklusi adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel, sedangkan kriteria eklusi adalah ciri-ciri

anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel4. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien

hemodialisa rutin lebih dari tiga bulan, hemodialisa terjadwal frekwensi 2 kali seminggu, durasi HD 4 jam, kesadaran compos mentis, bersedia ikut dalam penelitian, umur 20 tahun sampai 64 tahun. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah penderita anemia berat, pasien yang mengkonsumsi obat antihipertensi sebelum hemodialisa, usia lebih dari 65 tahun. Jumlah sampel 20 pasien pada kelompok terpapar dengan kenaikan berat badan intedialisis > 8% dan 20 pasien pada kelompok yang tidak terpapar dengan kenaikan berat badan interdialisis < 8%.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik subyek penelitian

Dari tabel 1.1. Dapat diketahui hasil dari variabel jenis kelamin dengan p-value = 0,736, umur dengan p value = 0,744, riwayat diabetus melitus (DM) dengan p-value = 0,311 dan riwayat hipertensi dengan p-value = 0,185, artinya dapat disimpulkan tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kenaikan berat badan interdialisis dengan nilai p-value lebih dari 0,05.

Analisis Univariat

Kelompok pasien yang terpapar (kenaikan BB a.

interdialisis > 8% )

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan post HD yang lalu 54,315 kg, Median 51,400 kg, (95% CI: 47,118-1,512) dengan standar deviasi 15,3784 kg. Berat terendah 38,5 kg dan berat tertinggi 114,1 kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95%diyakini bahwa rata-rata berat badan post hd yang lalu adalah diantara 47,118 kg sampai 61,512 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan pre hd 59,935 kg, median 57,600 kg, (95% CI: 52,280-67,590) dengan standar deviasi 16,3566 kg. Berat terendah 42,6 kg dan berat tertinggi 124,4 kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan pre hd adalah diantara 52,280 kg sampai 67,590 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan post hd 54,995 kg, median 52,550 kg, (95% CI: 47,508-62,482) dengan standar deviasi 15,9982 kg. Berat terendah 38,4 kg dan berat tertinggi 118,3 kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan post hd adalah diantara 47,508 kg sampai 62,482 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah sistole pre HD 164,550 mmHg, median 158,500 mmHg, (95% CI: 156,457 - 172,643) dengan standar

(3)

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa Positive 3 estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole post hd adalah diantara 69,884 mmHg sampai 78,616 mmHg.

Kelompok pasien yang tidak terpapar dengan b.

kenaikan BB interdialisis < 8%

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan post HD yang lalu 54,695 kg, median 54,350 kg, (95% CI: 50,099-59,291) dengan standar deviasi 9,8206 kg. Berat terendah 35,4 kg dan berat tertinggi 80,5 kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan post hd yang lalu adalah diantara 50,099 kg sampai 59,291 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan pre HD 57,420 kg, median 55,950 kg, (95% CI: 52,815-62,025) dengan standar deviasi 9,8387 kg. Berat terendah 37,5kg dan berat tertinggi 84,5kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan pre hd adalah diantara 52,815 kg sampai 62,025 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata berat badan post HD 54,115kg, median 53,350 kg, (95% CI: 49,512-58,718 ) dengan standar deviasi 9,8344 kg. Berat terendah 35,2 kg dan berat tertinggi 80,2kg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini deviasi 17,2915 mmHg. TD Sistole terendah 140,0

mmHg dan TD sistole tertinggi 197,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole pre hd adalah diantara 156,457 mmHg sampai 172,643 mmHg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah sistole post HD 128,700 mmHg, median 125,000 mmHg, (95% CI: 117,408 - 139,992) dengan standar deviasi 24,1271 mmHg. TD sistole terendah 90,0 mmHg dan TD sistole tertinggi 188,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole post hd adalah diantara 117,408 mmHg sampai 139,992 mmHg.

Hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah diastole pre HD 89,900 mmHg, median 88,500 mmHg, (95% CI: 84,830-94,970) dengan standar deviasi 10,8332 mmHg. TD diastole terendah 74,0 mmHg dan TD diastole tertinggi 115,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah diastole pre hd adalah diantara 84,830 mmHg sampai 94,970 mmHg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah diastole post HD 74,250 mmHg, median 73,500 mmHg, (95% CI: 69,884 - 78,616) dengan standar deviasi 9,3295 mmHg. TD diastole terendah 57,0 mmHg dan TD diastole tertinggi 102,0 mmHg. Dari

Tabel 1.1 Karakteristik subyek penelitian pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo tahun 2013 Varibel

Kelompok tidak terpapar (kenaikan<8%)

Kelompok terpapar

(kenaikan BB > 8% ) χ² P-value

n % n %

Jenis kelamin Laki-laki 13 32,5 14 35,0

0,114 0,736 wanita 7 17,5 6 15,0 Umur > 51 tahun 13 32,5 12 30,0 0,107 0,744 < 51 tahun 7 17,5 8 20,0 Riwayat penyakitDM DM 8 20,0 5 12,5 1,026 0,311 Tidak DM 15 37,5 12 30,0 Riwayat penyakit Hipertensi Hipertensi 15 37,5 11 27,5 1,758 0,185 Tidak hipertensi 5 12,5 9 22,5

Sumber: Data Primer

Tabel 2.1. Distribusi frekwensi berat badan dan tekanan darah pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo Tahun 2013

Variabel Mean S.D Median Minimal-Maksimal 95%CI

BB Post HDYang Lalu 54,315 15,378 51,400 38,5-114,1 47,118-61,512

BB Pre HD 59,935 16,356 57,600 42,6-124,4 52,280-67,590 BB Post HD 54,995 15,998 52,550 38,4-118,3 47,508-62,482 TD Sistole Pre HD 164,550 17,291 158,500 140,0-197,0 156,457 -172,643 TD Sistole Post HD 128,700 24,127 125,000 90,0-188,0 177,408-139,992 TD Diastole Pre HD 89,900 10,833 88,500 74,0-115,0 84,830-94,970 TD Diastole Post HD 74,250 9,329 73,500 57,0-102,0 69,884-78,616

(4)

4 Widiyanto, Hadi, & Wibowo, JNKI, 2014, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 1-8 bahwa rata-rata berat badan post hd adalah diantara

49,512 kg sampai 58,718 kg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah sistole pre HD 152,100 mmHg, median 153,000 mmHg, (95% CI: 141,999-162,201) dengan standar deviasi 21,5819 mmHg. TD sistole terendah 106,0 mmHg dan TD sistole tertinggi 197,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole pre hd adalah diantara 141,999 mmHg sampai 162,201 mmHg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah sistole post HD 134,950 mmHg, median 140,000 mmHg, (95% CI: 125,105- 144,795) dengan standar deviasi 21,0350 mmHg. TD Sistole terendah 93,0 mmHg dan TD sistole tertinggi 169,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole post hd adalah diantara 125,105 mmHg sampai 144,795 mmHg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah diastole pre HD 88,250 mmHg, median 91,500 mmHg, (95% CI: 81,781-94,719) dengan standar deviasi 13,8217 mmHg. TD diastole terendah 58,0 mmHg dan TD diastole tertinggi 114,0 mmHg. Dari estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah hd adalah diastole pre hd antara 81,781 mmHg sampai 94,719 mmHg.

Dari hasil analisis didapatkan rata-rata tekanan darah diastole post HD 80,000 mmHg, median 83,000 mmHg, (95% CI: 74,485-85,515) dengan standar deviasi 11,7831 mmHg. TD Diastole terendah 50,0 mmHg dan TD diastole tertinggi 98,0 mmHg. Dari

estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistole post hd adalah diantara 74,485 mmHg sampai 85,515 mmHg. Distribusi frekwensi kejadian hipotensi

Dari tabel 2.3 dapat diketahui bahwa pasien dengan kenaikan berat badan interdialisis > 8% sebagian besar pasien mengalami hipotensi yaitu sejumlah 16 pasien atau 40% dan tidak mengalami hipotensi 4 pasien atau 10%

Dari tabel 2.3 dapat diketahui bahwa pasien dengan kenaikan berat badan interdialisis < 8% yang mengalami hipotensi yaitu sejumlah 9 pasien atau 22,5% dan yang tidak mengalami hipotensi 11 pasien atau 27,5%.

Dari keseluruhan jumlah pasien yang diteliti yang mengalami kejadian hipotensi sejumlah 25 pasien atau 62,5% dan yang tidak hipotensi sejumlah 15 pasien atau 37,5%.

Dari hasil uji Paired T-Test didapatkan t hitung -12,272, menunjukan bahwa BB post HD yang lalu lebih rendah dari BB pre HD, p-value = 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 maka Ho ditolak artinya ada beda rata-rata antara BB post HD yang lalu dengan BB pre HD dengan selisih (delta= -4,1725).

Dari hasil uji Paired T-Test didapatkan t hitung 13,934, menunjukan bahwa BB pre HD lebih besar dari BB post HD, p-value = 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 maka Ho ditolak artinya ada beda rata-rata antara BB pre HD dengan BB post HD denganselisih (delta= 4,1225).

Tabel 2.2 Distribusi frekwensi berat badan dan tekanan darah pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo Tahun 2013

Variabel Mean S.D Median Minimal-Maksimal 95%CI

BB Post HD Yang Lalu 54,695 9,820 54,350 35,4-80,5 50,099-59,291

BB Pre HD 57,420 9,838 55,950 37,5-84,5 52,815-62,025 BB Post HD 54,115 9,834 53,350 35,2-80,2 49,512-58,718 TD Sistole Pre HD 152,10 21,581 153,000 106,0-197,0 141,999-162,201 TD Sistole Post HD 134,950 21,035 140,000 93,0-169,0 125,105-144,795 TD Diastole Pre HD 88,250 13,821 91,500 58,0-114,0 81,781-94,719 TD Diastole Post HD 80,000 11,783 83,000 50,0-98,0 74,485-85,515 Sumber: Data Primer

Tabel 2.3. Distribusi frekwensi kejadian hipotensi pada pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo tahun 2013

Variabel

Kelompok tidak terpapar (kenaikan<8%) Kelompok terpapar (kenaikan BB > 8% ) Total n % n % n % Hipotensi 9 22,5 16 40 25 62,5 Tidak hipotensi 11 27,5 4 10 15 37,5 Jumlah 20 20 40 100

(5)

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa Positive 5 Dari hasil uji Paired T-Test didapatkan p-value

= 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari 0,5 artinya ada beda rata-rata antara TD sistole pre HD dengan TD sistole post HD dengan delta 26,500 dan t hitung 8,415 dapat diartikan bahwa TD sistole pre HD lebih tinggi dibandingkan TD sistole post HD.

Dari hasil uji Paired T-Test didapatkan p-value = 0,001 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 artinya ada beda rata-rata antara TD diastole pre HD dengan TD diastole post HD dengan delta 11,950 dan t hitung 6,672 artinya TD diastole pre HD lebih tinggi dibandingkan TD diastole post HD.

Korelasi delta (Δ) berat badan interdialisis dan a.

delta (Δ) tekanan darah sistole.

Tabel 4.11. Korelasi BB interdialisis dengan tekanan darah sistole pada pasien hemodialisa di RSUD

Saras Husada Purworejo Tahun 2013

Variabel Hasil Spearman Rank Test

R p- value

Delta (Δ) (BB interdialisis - delta (Δ) tekanan darah sistole

0,478 0,002

Sumber: Data Primer

Dari tabel diatas diketahui nilai r = 0,478 dan nilai p-value = 0,002 dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan berat badan interdialisis dengan tekanan darah sistole menunjukkan hubungan yang sedang, dan berpola positif yang artinya semakin bertambah berat badan maka semakin tinggi terjadi penurunan tekanan darah. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan interdialisis dengan tekanan darah sistole dengan p- value 0,002 dimana p< 0,005.

Korelasi delta (Δ) berat badan interdialisis dan b.

delta (Δ) tekanan darah diastole.

Dari tabel diatas diketahui nilai r = 0,220 dan nilai p-value = 0,172 dapat diambil kesimpulan

bahwa hubungan berat badan interdialisis dengan tekanan darah diastole menunjukkan hubungan yang lemah, dan dari uji statistik didapatkan tidak terdapat hubungan yang signifi kan antara berat badan interdialisis dengan tekanan darah diastole p-value = 0,172 lebih besar dari 0,005.

Hubungan antara perubahan berat badan c.

interdialisis dengan perubahan tekanan darah. Dari hasil uji statistik hubungan antara berat badan interdialisis dengan kejadian hipotensi pada kelompok pasien dengan kenaikan BB >8% sebanyak 16 pasien (80%) dan pada kelompok pasien dengan kenaiakn BB <8% sebanyak 9 pasien (45%). Hasil uji statistik didapatkan p-value = 0,050 yang berarti terdapat hubungan yang signifi kan. Dari hasil analisis diperoleh RR= 2,750 yang artinya pasien dengan kenaikan berat badan interdialisis > 8% mempunyai resiko 2,75 kali untuk mengalami perubahan tekanan darah kearah hipotensi.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 pasien pada kelompok terpapar dengan kenaikan berat badan interdialisis > 8% dan 20 pasien tidak terpapar dengan berat badan interdialisis < 8% terhadap perubahan tekanan darah post hemodialisis.

Karakteristik Pasien 1.

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin didapatkan p- value 0,736, umur didapatkan p- value Tabel 2.4. Perbedaan rata- rata berat badan dan tekanan darah pada keseluruhan pasien hemodialisa

di RSUD Saras Husada Purworejo tahun 2013.

Variabel Mean SD Hasil Paired T-test

Delta t p- value

BB post hd yang lalu –BB pre hd 54,50 58,67 12,737 13,383 -4,1725 -12,272 0,000 BB pre HD - BB post HD 58,66 54,55 13,383 13,115 4,1225 13,934 0,000 TD Sistole pre HD –TD Sistole post HD 158,32

131,82

20,306 22,565

26,500 8,415 0,000 TD diastole pre HD –TD diastole post HD 89,08

77,13

12,286 10,887

11,950 6,672 0,000 Sumber: Data Primer

Tabel 4.12. Korelasi BB interdialisis dengan tekanan darah diastole pada pasien hemodialisa di RSUD

Saras Husada Purworejo Tahun 2013

Variabel Hasil Spearman Rank Test

R p- value

Delta (Δ) (BB interdialisis - delta (Δ) tekanan darah diastole

0,220 0,172

(6)

6 Widiyanto, Hadi, & Wibowo, JNKI, 2014, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 1-8 0,744, riwayat penyakit DM didapatkan p- value 0,311

dan riwayat penyakit hipertensi didapatkan p- value 0,185. Hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kenaikan berat badan interdialisis dengan nilai p-value lebih dari 0,05.

Dari hasil peneliti ini bahwa faktor jenis kelamin, umur, riwayat penyakit DM dan hipertensi tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik. Hal ini sesuai dengan penelitian Lolyta (2011) bahwa usia, jenis kelamin, penggunaan obat antihipertensi tidak ada pengaruh yang signifi kan terhadap kenaikan berat badan6.

Faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan berat badan interdialisis antara lain: intake cairan, rasa haus, dukungan sosial dan keluarga, self effi cacy, stress.

Intake cairan, prosentase air didalam tubuh manusia 60%, dimana ginjal yang sehat akan berfungsi mengeksesi dan mereabsorbsi air untuk menyeimbangkan osmolaritas ginjal. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mengalami kerusakan dalam pembentukan urin sehingga menyebabkan kelebihan volume cairan dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2008).

Self Effi cacy yaitu kekuatan yang berasal dari seseorang yang bisa mengeluarkan energi positif melalui kognitif, motivasional, afektif. Self effi cacy yang tinggi dibutuhkan untuk memunculkan motivasi dari dalam diri agar dapat mematuhi terapi dan pengendalian cairan dengan baik, sehingga dapat mengatur peningkatan berat badan interdialisis 7.

Rasa haus, pasien gagal ginjal kronik juga mengalami rasa haus yang berlebihan. Merespon rasa haus normalnya dengan minum, akan tetapi pasien CKD tidak diijinkan untuk berespon dengan cara yang normal terhadap rasa haus yang mereka rasakan. Rasa haus dapat disebabkan oleh masukan sodium, kadar sodium yang tinggi, penurunan potasium, angiotensin II, peningkatan urea plasma, hipovolemia post dialisis dan faktor psikologis7.

Dukungan sosial dan keluarga, tindakan hemodialisis dapat menimbulkan stress bagi pasien. Dukungan keluarga dapat meningkatkan kualiatas

hidup pasien dan berhubungan dengan kepatuhan pasien untuk menjalani terapi (Soninier,2000).

Stress. Pada pasien Hemodialisis (HD) dapat menyebabkan pasien berhenti memonitoring asupan cairan, bahkan ada juga yang berhenti melakukan terapi HD, kejadian ini dapat berakibat pada perubahan berat badan interdialisis (Potter & Perry, 2006) 3.

Distribusi kejadian 2.

Pada semua kelompok yang terpapar dan tidak terpapar yang menjalani hemodialisis yang mengalami kejadian hipotensi sejumlah 25 pasien atau 62,5% dan yang tidak hipotensi sejumlah 15 pasien atau 37,5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lolyta (2011) kenaikan berat badan interdialisis berpengaruh terhadap tekanan darah p-value 0,049. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Hudak & Gallo (2010) bahwa kenaikan berat badan interdialisis yang berlebih akan mempengaruhi ultrafi ltrasi cairan yang dapat berakibat terjadinya gangguan hemodinamik berupa hipotensi3.

Kejadian hipotensi lebih banyak terjadi pada pasien yang terpapar dengan kenaikan BB interdialisis > 8% dikarenakan berhubungan dengan ultrafi ltrasi cairan yang lebih besar dengan kecepatan perpindahan cairan dari insterstitial kedalam intravaskuler. Penurunan volume intravaskuler yang terlalu cepat melebihi pergeseran cairan ekstravaskuler ke intravaskuler akan menyebabkan hipotensi.

Korelasi berat badan interdialisis dengan tekanan 3.

darah sistol

Pada tabel 4.12 didapatkan nilai r: 0,478 dan nilai p-value: 0,002 dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan berat badan interdialisis dengan tekanan darah sistole menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola positif. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifi kan.

Nugroho (2003) dalam penelitiannya terdapat korelasi antara status volume dengan delta sistolik didapatkan r = -0,361 dan p-value= 0,036 terdapat hubungan yang bermakna secara statistik. Kelebihan berat badan interdialisis akan meningkatkan

Tabel 4.13. Hubungan BB interdialisis dengan hipotensi pada pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo Tahun 2013

Kenaikan berat badan interdialisis

Perubahan tekanan darah

Total RR χ² p-value

Hipotensi Tidak hipotensi

n % n % n % 2,750 (95% CI:1,051-7,197) 3,840 0,050 BB < 8% 9 45 11 55 20 100 BB > 8% 16 80 4 20 20 100 Jumlah 25 62,5 15 37,5 40 100

(7)

Korelasi Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa Positive 7 Variabel jenis kelamin, umur, riwayat penyakit DM

1.

dan riwayat hipertensi tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kenaikan berat badan interdialisis dengan hasil analisis nilai p-value lebih dari 0,05 yaitu jenis kelamin p-value = 0,736, umur dengan p value = 0,744, riwayat diabetus melitus (DM) dengan p-value = 0,311 dan riwayat hipertensi dengan p-value = 0,185. Terdapat hubungan antara berat badan

2.

interdialisis dengan tekanan darah sistole dengan menunjukkan hubungan yang sedang, dan berpola positif yang artinya semakin bertambah berat badan maka semakin tinggi terjadi penurunan tekanan darah dengan hasil analisis diketahui nilai r = 0,478 dan nilai p-value = 0,002

Hubungan berat badan interdialisis dengan

3.

tekanan darah diastole menunjukkan hubungan yang lemah dengan hasil analisis nilai r = 0,220 dan dari uji statistik didapatkan tidak terdapat hubungan yang signifi kan antara berat badan interdialisis dengan tekanan darah diastole dengan hasil analisis p-value = 0,172

Hubungan peruahan berat badan interdialisis

4.

dengan perubahan tekanan darah antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar didapatkan p-value = 0,050, nilai χ²= 3,84 dan nilai RR = 2,750. Kelompok pasien yang terpapar dengan kenaikan berat badan interdialisis > 8% beresiko terjadi perubahan tekanan darah ( hipotensi ) post hemodialisa 2,75 kali dibandingkan kelompok tidak terpapar dengan kenaikan berat badan interdialisis < 8%.

Saran

Bagi RSUD Saras Husada Purworejo 1.

Khususnya unit hemodialisa untuk membuat standar asuhan keperawatan dalam membatasi kenaikan berat badan interdialisis pasien hemodialisa kurang dari 8%. Perawat hemodialisa dapat memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang resiko penambahan berat badan interdialisis lebih dari 8%.

Bagi pasien hemodialisa dan masyarakat umum 2.

Hendaknya pasien dan keluarga pasien hemodialisa dapat mengatur kenaikan kenaikan berat badan interdialisis kurang dari 8 %. Bagi peneliti lain

3.

B a g i P e n e l i t i s e l a n j u t n y a h e n d a k n y a melakukanpenelitian lebih lanjut dengan variabel berbeda antara lain faktor volume cairan, kadar hematokrit dan albumin, profi l ultrafi ltrasi dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kualiatas hidup pasien CKD.

resistensi vaskuler dan pompa jantung sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah sistole3.

Korelasi berat badan interdialisis dengan tekanan 4.

darah diastole.

Pada tabel 4.13 didapatkan nilai r = 0,220 dan p- value = 0,172 dapat diambil kesimpulan menunjukkan hubungan yang lemah dan tidak terdapat hubungan yang signifi kan secara statistik. Penelitian ini mendukung penelitian Nugroho (2003) dengan nilai r = -0,394 dan p- value = 0,146, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status volume dan delta tekanan darah diastole.

Hubungan antara perubahan berat badan 5.

interdialisis dengan perubahan tekanan darah. Hasil penelitian pada tabel 4.14 didapatkan χ²= 3,84 lebih besar dari χ² tabel dan p-value = 0,050 yang berarti terdapat hubungan yang signifi kan antara perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah. Hasil analisis diperoleh RR= 2,750 yang berpola positif yang artinya pasien dengan penambahan kenaikan berat badan interdialisis >8% mempunyai resiko 2,75 kali untuk mengalami perubahan tekanan darah kearah hipotensi.

Penelitian ini mendukung pada penelitian Agustriadi (2009) tentang hubungan volume darah relatif terhadap episode hipotensi dengan hasil Beta = 0,46, OR = 1,5, IK 95% dan p-value = 0,01

Penambahan berat badan yang signifi kan akan berpotensial terjadi hipotensi post dialisis dikarenakan ultrafi ltrasi yang tinggi dan cepat. Target dry weight (berat badan kering) terlalu rendah dan fluktuasi kecepatan ultrafi ltrasi. Selama ultrafi ltrasi , perpindahan cairan dari intravaskuler ke membran dialiser dan dikombinasi penurunan tekanan hidrostastik kapiler memicu perpindahan cairan dari insterstitial kedalam intravaskuler. Penurunan volume intravaskuler yang terlalu cepat melebihi pergeseran cairan ekstravaskuler ke intravaskuler akan menyebabkan hipotensi. Penurunan volume darah akan memicu aktifitas aktivitas saraf parasimpatis mengakibat penurunan curah jantung yang berakibat penurunan tekanan darah. Hipotensi berresiko terjadi penurunan kesadaran, kram otot, pusing, mual, muntah dan rasa tidak nyaman.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, penelitaian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

(8)

8 Widiyanto, Hadi, & Wibowo, JNKI, 2014, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 1-8

Daftar Pustaka

Hudak, Carolyn M., Barbara M.Gallo.

1. Keperawatan

Kritis: Pendekatan Holistik. Ed 6. Volume 2. AlihBahasa: Monica Ester, Made Kariasa,Made Sumarwati. Efi Afifah; Editoredisi bahasa Indonesia: YasminAsih, EGC: Jakarta 2010 NIDKK (The National Instittute of Diabetesand 2.

Digestive and Kidney Disease);diunduh dari http://www.nidkk.nih.gov. Tanggal 19 Mei2013 jam 22.35 wib; 2010

Indonesian Renal Registry,.

3. 3 Report Of

Indonesian Renal Registry. Pernefri:Jakarta; 2010

Notoatmodjo, Soekidjo,

4. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta; 2010 Machfoedz, Ircham,

5. Metodologi Penelitian

Kuantitatif & Kualitatif (Bidang Kesehatan,

Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran). Fitramaya: Yogyakarta; 2010

Lolyta, Rika, Ismonah, Achmad Solehan.

6. Analisis

Faktoryang Mempengaruhi Tekanan Darah Hemodialisis padaPasien Gagal Ginjal Kronik (Studi Kasus di RS TelogorejoSemarang ). Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Diunduh dari http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ ilmukeperawatan/article tanggal 25-06-2013 jam 00.45wib; 2011

Istanti, Y. P.

7. Faktor-Faktor yangberkontribusi terhadap interdialytic weight gain (IDWG) pada pasien chronic kidney disease (CKD) di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Universitas Indonesia, http:// www.digilib.ui.ac.id/fi le?fi le=pdf/abstrak-125543. pdf. diunduh tanggal 25 Agustus 2013 jam 13.15 wib; 2009.

(9)

Tingkat Pengetahuan Tentang Persiapan Kehamilan Pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakarta 9

Tingkat Pengetahuan tentang Persiapan Kehamilan pada Remaja Putri

di SMA Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakarta

Siti Nurunniyah1, Mulyanti2, Rita Nur Octafi yani3

1, 2, 3Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak

Persiapan kehamilan harus dilakukan semenjak seorang perempuan masih remaja. Resiko terjadinya anemia, KEK, dan tidak merawat kehamilan sering terjadi akibat kurangnya pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Sebanyak 118 siswi kelas XI di SMA Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakarta telah menjadi responden yang ditentukan dengan stratifi ed random sampling. Kuisioner persiapan kehamilan digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. Analisa univariat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja terhadap persiapan kehamilan dikategorikan cukup (56%/66 reponden). Indikator tingkat pengetahuan yang meliputi pengertian persiapan kehamilan dalam kategori baik (100%); usia reproduksi sehat dalam kategori cukup (66%/78 responden); imunisasi tetanus toxoid dalam kategori kurang (72%/85 orang); asam folat dalam kategori baik (57%/67 orang); anemia dikategorikan baik sebanyak 85 orang (72%); dan status gizi pada kategori cukup (49%/58 orang). Darimpulan rata-rata tingkat pengetahuan persiapan kehamilan di kategorikan cukup baik, sedangkan tingkat pengetahuan tentang persiapan kehamilan terutama tentang imunisasi Tetanus Toxoid dalam kategori kurang baik.

Kata Kunci: Tingkat pengetahuan, Persiapan kehamilan, Remaja putri.

Degree of Knowledge Teen Women Students in Sedayu I

Public High School Bantul Yogyakarta on Pregnance Preparation

Abstract

Pregnancy preparation has to be undertaken since women in teenage. The risk of anemia, KEK, and neglegance of pregnancy causes by poor knowledge. This is a descriptive quantitative research using cross-sectional design. It was 118 of Sedayu I public high schools student participating in the research determined by stratifi ed random sampling technique. Questioner of pregnancy preparation used as tool to collect data. Univariate analysis presents that degree of knowledge of preganancy preparation on teen students was average ((56%/66 repondents). Indicators of degree of knowledge include defi nition in good category (100%); understanding of ideal health reproduction in average (66%/78 respondents); tetanus toxoid immunization in lower category (72%/85 people); understanding of folic acid in average category (57%/67 people); anemia in great category by 85 respondents (72%); and diet status in average category (49%/58 people). Conclusion, the level of knowledge of teen women students on the pregnancy preparation is mostly in good level, while, understanding of tetanus toxoid immunication is low.

Keywords: Pregnancy, Preparation Teenage Students

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 13 November 2013 Artikel diterima pada 13 November 2013

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

(10)

10 Nurunniyah, Mulyanti, & Octafi yani, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 9-13

Pendahuluan

Sekitar 2 – 27% dari seluruh kematian perinatal disebabkan karena kelahiran prematur dengan berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi prematur di Indonesia diperkirakan 7-14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi pertahun1. Tahun 2005

angka kejadian persalinan prematur di Rumah Sakit Indonesia sebanyak 3142 kasus dan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 3063 kasus2. Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sebesar 33,3% 3.

RSU PKU Muhammadiyah Bantul kejadian kelahiran bayi prematur sebesar 6,12%. Perbaikan dalam angka kematian perinatal dapatdicapai dengan pemberian pengawasan antenatal untuk semua wanita hamildengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan janin dan neonatus 4.

Di Provinsi DIY, akses ibu hamil terhadap tenaga kesehatan tanpa memandang umur kandungan saat kontak pertama kali (K1) cukup tinggi yaitu 92,7 %, namun cakupan akses ibu hamil yang lengkap (K4) sebanyak 4 kali pada tiap trimester selama kehamilan dengan pola 1-1-2 oleh tenaga kesehatan masih belum optimal yaitu 61,4 %. Khusus untuk daerah Bantul, cakupan pemeriksaan ibu hamil K4 mencapai 85,48% dari target sebesar 95%.

Meskipun demikian, diperlukan perhatian khusus karena penurunan angka kematian bayi masih jauh dari target. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kualitas layanan ANC untuk memastikan diagnosis dini dan perawatan yang tepat, di samping pendekatan kesehatan ibu hamil yang terpadu dan menyeluruh 6 .Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan di RS Panembahan Senopati Bantul dari 1 Januari 2011 hingga 29 Februari 2012, proporsi kelahiran bayi prematur dari 2543 orang ibu bersalin adalah 8,13 %. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara frekuensi kunjungan Antenatal Care (ANC) dengan kejadian prematur di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Bahan dan Metode

P e n e l i t i a n i n i m e n g g u n a k a n m e t o d e observasional dengan rancangan penelitian studi case control. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dengan bayi prematur di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta, sedangkan teknik pengambilan sampmenggunakan tehnik acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan jumlah 156 orang, yaitu 78 orang responden untuk kasus dan 78 orang responden untuk control di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta.

Tabel 1. Karakteristik Responden (Ibu Hamil) di Kabupaten Bantul

No Karakteristik Responden x² P -value Kasus Kontrol n % n % 1. Umur <20 tahun >35 tahun a. 21 23 34 44 4,746 0,029 20 – 35 tahun b. 57 73 44 56 78 100 78 100 2. Pendidikan Rendah (SD) a. 15 19,2 8 10,3 3,543 0,170 Sedang (SMP-SMA) b. 61 78,2 6,5 83,3 Tinggi (PT) c. 2 2,6 5 6,4 78 100 78 100 3. Paritas ≥ 4 a. 69 88 13 17 80,622 0,0001 < 4 b. 9 12 65 83 78 100 78 100

4. Riwayat Penyakit/penyulit kehamilan Sebelumnya a. Ada 1) 35 45 49 73 5,056 0,25 Tidak 2) 43 55 29 37 Sekarang b. Ada 1) 27 35 54 69 18,720 0,001 Tidak 2) 51 65 25 31 Total 78 100 100 100

(11)

Tingkat Pengetahuan Tentang Persiapan Kehamilan Pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakarta 11

Hasil Dan Pembahasan

Karakteristik Subyek Penelitian

Variabel umur menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian prematur (p=0,029). Menurut Departemen Kesehatan RI, umur <20 dan >30 tahun dianggap sebagai faktor risiko yang secara tidak langsung meningkatkan kejadian BBLR dan prematur. Responden dengan pendidikan tinggi berjumlah 7 orang atau 4%, serta responden dengan pendidikan rendah dan sedang masing-masing berjumlah 23 orang atau 15% dan 126 orang atau 81%. Dari hasil analisis tabel diatas dapat dikatakan bahwa variabel pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifi kan dengan kejadian premature (p=0.170).

Berdasarkan paritas atau jumlah anak yang dilahirkan, responden dengan paritas ≥4 memiliki jumlah lebih besar daripada responden dengan paritas <4. Responden dengan paritas ≥4 berjumlah 82 orang atau 53% dan responden dengan paritas >4 berjumlah 74 orang atau 47%. Analisis tabel diatas dapat dikatakan bahwa paritas memiliki hubunganyang signifikan dengan kejadian prematur (p=0,000). Pada riwayat kehamilan sebelumnya tidak terdapat hubungan yang signifi kanantara riwayat kehamilan sebelumnya dengan kejadian prematur (p=0,25). Sedangkan pada riwayat kehamilan sekarang didapatkan bahwa riwayat kehamilan sekarang/ penyulit yang menyertai kehamilan memiliki hubungan yang signifi kan dengan kejadian prematur (p=0,000). Paritas atau jumlah anak yang dilahirkan berpengaruh dimana paritas lebih dari 3 akanmeningkatkan risiko kelahiran prematur 7.

Hasil penelitian dari Christine (2004) menunjukkan bahwa secara signifikan paritas merupakan risiko terhadap kelahiran prematur.8

Riwayat kehamilan sekarang dapat dikatakan sebagai penyakit atau penyulit yang menyertai kehamilan seperti pendarahan antepartum, preeklampsi dan Ketuban Pecah Dini (KPD), yang akan meningkatkan kejadian prematuritas adalah perdarahan antepartum7.

Hal ini dikarenakan perdarahan yang hebat pada ibu sehingga janin harus dilahirkan walaupun usia kehamilan masih premature9.

Berdasarkan tabel 2. ketahui bahwa seluruh ibu yang melahirkan bayi prematur pernah melakukan kunjungan ANC selama hamil. Sebanyak 71 orang ibu (91%) melakukan ANC untuk pertama kali (K1) pada usia kehamilan 0-3 bulan (trimester I). Hanya 1 orang ibu (1,3%) yang melakukan kunjungan ANC pertama kali pada kehamilan usia 6-7 bulan (trimester III).

Tabel 2. juga menunjukkan bahwa sebanyak 69 orang (88,5%) responden yang melahirkan bayi normal, melakukan kunjungan ANC pertama kali pada usia kehamilan 0-3 bulan. Hanya 9 orang (11,5%) responden yang melakukan kunjungan ANC pada usia kehamilan 4-6 bulan. Persentase inilebih rendah dibandingkan dengan persentase K4 Kabupaten Bantul tahun 2010, dimana cakupan K4 pada tahun tersebut mencapai 85,48% 6.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi ANC Kunjungan lengkap (K4)

ANC Responden Kasus Kontrol N % n % Tidak K4 15 19,2 14 17,9 K4 663 80,8 64 82,1 Total 78 100 78 100

Sumber : Data Primer 2012

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 63 orang (80,8%) ibuyang melahirkan bayi prematur, mempunyai riwayat ANC saat hamildan 15 orang (19,2%) ibu yang melahirkan bayi premature tidak melakukan ANC ketika hamil. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang (17,9%) ibu melahirkan bayi normal

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pertama Kunjungan ANC (K1)

Waktu Pertama ANC Responden Kasus Kontrol N % n % 0-3 bulan 71 91,0 69 88,5 4-6 bulan 6 7,7 9 11,5 6-9 bulan 1 1,3 - -78 100 78 100

Sumber : Data Primer 2012

Tabel 4 Tabulasi Silang dan Uji Chi Square Kunjungan ANC Terhadap Persalinan Prematur di Kabupaten Bantul 2012

Karakteristik Responden Jumlah x² p -value

f % f % f %

Tidak K4 15 51,7 14 48,3 29 100 0,43 0,837

K4 127 49,6 64 50,4 127 100

Total 78 100 78 100 156 100

(12)

12 Nurunniyah, Mulyanti, & Octafi yani, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 9-13 tidakmelakukan kunjungan lengkap ANC (K4) ketika

hamil dan 64 orang(82,1%) responden melakukan kunjungan ANC (K4) ketika hamil.

Berdasarkan tabel 1.4 diketahui bahwa jumlah responden baik kelompok kasus maupun kontrol yang tidak melakukan ANC (K4) yaitu sebanyak 29 orang. Sebanyak 15 orang (51,7%) mengalami persalinanprematur dan 14 lainnya (48,3%) mengalami persalinan normal. Sedangkan jumlah responden yang melakukan ANC (K4) yaitu sebanyak127 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 63 orang (49,6%) mengalami persalinan prematur dan 64 orang (50,4%) mengalami persalinan normal. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan nilai p value sebesar 0,837 (p>0,05).

Tebel 5 Koefi sien Determinasi dari Variabel Umur, Paritas dan Riwayat Penyakit Sekarang

R R Square Umur, Paritas, Riwayat Kehamilan

Sekarang

0,779 0,607 Sumber : Data Primer 2012

Hubungan variabel umur, paritas dan riwayat penyakit sekarangdengan kejadian prematur menunjukkan hubungan yang cukup kuat (R=0,779). Nilai R Square atau koefisien determinasi yang diperoleh adalah 60,7% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas (umur, paritas dan riwayat penyakit) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 60,7% terhadap variabel dependent (kejadian prematur)dan 39,3% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel bebas.

Tebel 6 Regresi Linier : Hubungan variabel dependent dengan umur, paritas, riwayat penyakit sebelum dan

selama kehamilan.

No Model Coeffi cients В T p–value 1 (Constant) 1,007 19,349 0,0001

2 Umur 0,013 0,175 0,861

3 Paritas 0,694 11,228 0,0001 4 Riw_hml_skrng 0,307 4,837 0,0001 Sumber : Data Primer

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa paritas mempunyai nilai koefi sien beta lebih besar dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya yaitu sebesar 0,693. Hal ini menunjukkan bahwa paritas merupakanvariabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian prematur di Kabupaten Bantul tahun 2011-2012. Variabel umur diperoleh nilai probability 0,861 > 0,05, sehingga secara statistik umur tidak memiliki hubungan

yang signifi kan dengan kejadian prematur. Variabel paritas dan riwayat kehamilan sekarang diperoleh nilai probability 0,000 < 0,05, sehingga secara statistik paritas dan riwayat kehamian sekarang memilikihubungan yang signifi kan dengan kejadian prematur.

Insiden prematur pada Januari 2011 sampai dengan Februari 2012 di RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah 8,13% dari jumlah kelahiran atau 82 orang dalam 1000 kelahiran. Salah satu penyebab kelahiran premature adalah kunjungan ANC. Krisnadi (2009) berpendapat bahwa dengan pemeriksaan kehamilan sesuai standar maka akan terdeteksi kondisi yang dapat menyebabkan bayi dengan risiko lahir prematur10 Standar pelayanan

kebidanan menetapkan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal selamakehamilan ibu, satu kali kunjungan pada trimester I, satu kali pada trimester II,dan dua kali kunjungan pada trimester III. Pada setiap kunjungan ANC bidan harus menanyakan apakah ibu hamil meminum tabelt besi sesuai dengan ketentuan dan apakah persediaannya cukup11.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa frekuensi kunjungan ANC tidak berhubungan dengan kelahiran prematur di RSUD Panembahan Senopati Bantul, hal ini dapat disebabkan oleh kualitas pelayanan ANC yang kurang optimal. Dinkes Kabupaten Bantul (2012) menyatakan bahwa kunjungan antenatal yang terpenting adalah kualitasnya bukan kuantitasnya. Hasil penelitian dari Sistriani (2008), bahwa ibu yang memiliki kualitas pelayanan antenatal yang kurang baik mempunyai peluang melahirkan BBLR/prematur 5,85 kali dibandingkan ibu yang memiliki kualitas pelayanan antenatal baik12. Kualitas dari pelayanan ANC yang

diberikan kepada ibu hamil yang kurang tepat dapat menyebabkan ibu dengan risiko prematur tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan dengan segera. Persalinan prematur tidak hanya disebabkan oleh faktor kualitas pelayanan ANC yang kurang optimal tetapi juga disebabkan oleh beberapa faktor lain. Pada penelitian ini didapatkan bahwa faktor yang memberi pengaruh paling signifi kan adalah paritas (p=0,000) dan riwayat kehamilan sekarang(p=0,000). Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Sedangkan paritas adalah jumlah kehamilan yang dilahirkan atau jumlah anak yang dimiliki baik dari hasil perkawinansekarang atau sebelumnya 13.

K e t u b a n P e c a h D i n i ( K P D ) j u g a i k u t memberikan pengaruh terhadap tingginya angka prematuritas, sesuai hasil penelitian Andriyani

(13)

Tingkat Pengetahuan Tentang Persiapan Kehamilan Pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakarta 13 2009 bahwa ada hubungan antara ketuban pecah

dini dengan kejadian prematur4. Faktor lain yang

ikut berpengaruh adalah umur, dimana umur ibu yang kurang dari 25 dan lebih dari 35 tahun akan memberikan risiko terhadapmeningkatnya kejadian prematur. Menurut hasil penelitian Chiristine (2004) nunjukkan bahwa faktor lain yang berhubungan dengan kejadian premature adalah riwayat plasenta previa ibu dan kehamilan kembar 8. Varney (2007)

menambahkan bahwa setiapwanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada kehamilan terdahulu memiliki risiko 20 sampai 40 persen untuk terulang kembali (Varney, 2007).13 Menurut Mochtar

(2002) persalinan prematur sulit diduga dan sulit dicaripenyebabnya, sehingga pengobatannya sukar diterapkan dengan pasti 14.

Simpulan dan Saran Simpulan

Kasus prematur di RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode 1Januari 2011 sampai 29 Februari 2012, ditemukan 207 kasus atau 8,13% ibu yang melahirkan bayi prematur. Sebanyak 80,8% ibu melahirkan prematur melakukan kunjungan ANC sebanyak 4 kali atau lebih dengan pola 1-1-2 tiap semesternya dan sebanyak 82,1% ibu melahirkan normal melakukan kunjungan ANC sebanyak 4 kali atau lebih dan dengan pola 1-1-2 tiap semesternya. Berdasarkan hasil analisis penelitian hubungan frekuensi kunjunganAntenatal Care (ANC) dengan kejadian prematur di Kabupaten Bantul didapatkan nilai p-value sebesar 0,837 (p>0,05). Disimpulkan bahwa secara statistik frekuensi kunjungan ANC tidak berhubungan dengan kejadian prematur di Kabupaten Bantul.

Saran

Diharapkan kepada ibu hamil untuk menghindari faktor risiko kelahiran prematur diantaranya adalah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, merencanakan kehamilan pada umur 20-35 tahun, memiliki anak tidak lebih dari 4 orang dan sebisa mungkin memilih tempat pelayanan dengan petugas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan ANC dengan kualitas yang baik.

Daftar Pustaka Depkes RI. 2005. “

1. Kesakitan dan Kematian bayi dalam intisari Depertemen Kesehatan Republik Indonesia” dalam http://www.depkes.go.id. 20 Januari2012.

Setyorini, A. 2009. “

2. Preeklampsi/Eklampsia dan Risiko Kelahiran Preterm di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta” dalam Jurnal Kesehatan.7 (2): 74-89.

Andriyani, A.D. 2009.

3. Hubungan Ketuban Pecah

Dini dengan Kejadian Partus Prematurus di RSU PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2007 – 2008. Karya Tulis Ilmiah Stikes Aisyiyah Yogyakarta. Prawirohardjo, S. 2002.

4. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Dinkes Kabupaten Bantul. 2010.

5. Profi l Kesehatan

Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Suririnah. 2008.

6. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chiristine, R.E. 2004.

7. Analisis Faktor Resiko

dan Hubungannya dengan Kelahiran Preterm (Prematur) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini Medan tahun 2002-2003. Skripsi Universitas Sumatra Utara Medan.

Manuaba, I. B. 2007.

8. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Krisnadi, S.R. 2009. “Faktor Resiko Persalinan 9.

Prematur” dalam dalam Sofi e R.Krisnadi, Jusuf S. Efendi dan Adhi Pribadi. Prematuritas, pp 43-66. Bandung : Refi ka Aditama.

Saifuddin. 2002.

10. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Cetakan Ketiga.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.

Sistiarani, Colti. 2008.

11. Faktor Maternal dan Kualitas Pelayanan Antenatal yang Berisiko Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Tesis Universitas Diponegoro Semarang.

Sulistyowati, A. 2008.

12. Hubungan Antara Faktor Determinan Ibu dengan Kejadian Persalinan Prematur di RSU. Dr. Saiful Anwar Malang 2008. Karya Tulis Ilmiah Universitas Airlangga Surabaya.

Varney, H. 2007.

13. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Mochtar, R. 2002.

14. Syinopsis Obstetri. Edisi II. Jakarta: EGC.

(14)

14 Kirnantoro, Rahmawati, & Muharomah, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 14-16

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas tentang Infeksi

Jahitan Perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Kirnantoro1, Nur Indah Rahmawati2, Iyoy Siti Muharomah3

1, 2, 3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi 359/100.000 kelahiran hidup, sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Penyebab langsung kematian maternal di Indonesia adalah pendarahan (28%), eklamsi (24%), infeksi (11%), partus lama (5%) dan abortus (5%). Tujuan penelitian deskriptif kuantitatif ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu nifas tentang infeksi jahitan perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada 14-29 Juni 2014 dengan sample penelitian 38 ibu nifas yang ditentukan dengan tehnik accidental sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa karakteristik ibu hamil sebagian besar responden berumur tidak resiko (20-35 tahun) sebanyak 30 orang (78,94%); berdasarkan karakteristik paritas sebagian besar responden paritas >1 anak 23 orang (60,52%); berdasarkan tingkat pendidikan responden terbanyak berpendidikan SMA sebanyak 23 orang (60,52%); berdasarkan pekerjaan sebagian besar responden IRT sebanyak 32 orang (84,21%); dan berdasarkan tingkat pengetahuan ibu nifas tentang infeksi jahitan perineum dengan pengetahuan baik sebanyak 26 responden (68,42%), pengetahuan cukup sebanyak 11 responden (28,94%), dan pengetahuan kurang 1 responden (2,63%). Kesimpulan bahwa Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Infeksi Jahitan Perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul dalam kategori baik sebanyak 26 responden (68,42%).

Kata Kunci : Pengetahuan, Nifas, Infeksi Jahitan Perineum.

Degree of Knowledge Childbearing Mothers on Perineal Suture Infection

in Panembahan Senopati Hospital Bantul

Abstract

Demographic Health Survey Indonesia in 2012, maternal mortality (AKI) is still high 359/100,000 live births, while the target of the MDGs by 2015, AKI can be reduced to 102 per 100,000 live births (SDKI, 2012). The direct cause of maternal mortality in Indonesia is bleeding (28%), eklamsi (24%), infection (11%), birth time (5%) and abort (5%) (Department of Health, 2010). The Purpose of this descriptive quantitative research is to identify the level of knowledge of childbearing mother on perineal suture infection in Panembahan Senopati Hospital, Bantul. This study was conducted at the hospital panembahan senopati bantul on 14-29 June 2014 with 38 samples determined by accidental sampling techniques. Research instrument used in this study was questioner. The result was of 30 respondents unrisk age (78,94%); respondent with the parity more than one children was 23 or 60,52%; mostly respondents were graduated from high school at 23 (60,52%); they were mostly household at 32 people (84,21%); and respondents had good level of knowledge on perineal infection at 26 people (68,42%). Conclusion, postpartum mothers in Panembahan Senopati Hospital have good level of knowledge on perineal suture infection.

Keyword: Knowledge, Childbed, Infections, Stitches Perineum.

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 13 November 2013 Artikel diterima pada 13 November 2013

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

(15)

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Infeksi Jahitan Perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul 15

Pendahuluan

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan AKI melahirkan berjumlah 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Hal tersebut sangat jauh dari target pemerintah alam percepatan pencapaian target Millenium Development Goal (MDG), yakni menurunkan AKI menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2015. Menurut DepKes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain, yaitu eklampsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus1

Jumlah AKI kabupaten Bantul pada tahun 2011 berjumlah 15 ibu yaitu dengan kasus hamil 4 ibu ( 26,7%), bersalin (0%), nifas 11 ibu (73,3%), sedangkan tahun 2012 berjumlah 7 ibu dengan kasus hamil (0%), bersalin 3 ibu (42,86%), nifas 4 ibu (57,14%)2 . Dari prosentase tahun 2011-2012

angka kematian ibu nifas masih tinggi, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang kasus nifas. Kematian ibu telah menunjukan penurunan signifi kan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Secara nasional angka kematian ibu di Daerah Istimewa Yogyakarta juga tetap menempati salah satu yang terbaik. Meskipun demikian angka yang dicapai tersebut masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan berbagai wilayah di Asia Tenggara 2

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan menggunakan 5 pertanyaan diperoleh data yaitu dari 10 ibu nifas, 3 ibu nifas mengetahui tentang infeksi masa nifas dan 7 ibu nifas kurang mengetahui tentang infeksi masa nifas.

Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif Kuantitatif dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional di RSUD Panembahan Senopati pada ibu nifas normal dengan jahitan perineum yang rawat inap di RSUD Panembahan Senopati. Teknik pengambilan data Nonprobability Sampling dan analisis data secara univariat yaitu gambaran tingkat pengetahuan ibu nifas tentang infeksi jahitan perineum.

Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden

Umur ibu nifas lebih banyak terdapat dalam kategori umur tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 30 orang (78,94%), sedangkan sisanya dalam kategori umur berisiko (<20 tahun atau>35 tahun) sebanyak

8 orang (21,05%) 3. Usia adalah umur individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga, pengatahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Paritas ibu nifas lebih banyak terdapat dalam kategori paritas >1 sebanyak 23 orang (60,52%), sedangkan sisa dalam kategori paritas 1 sebanyak 15 orang (39,47%). Dikatakan bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi. Tetapi kesemuanya ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut 4.

Pendidikan terbanyak yaitu SMA sebanyak 23 orang (60,52%), SMP sebanyak 8 orang atau (21,05%), SD sebanyak 5 orang atau (13,15%) dan PT sebanyak 2 orang (5,26%). Menurut Wawan dan Dewi (2010) Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Pekerjaan lebih banyak terdapat dalam kategori status ibu rumah tangga sebanyak 32 orang (84,21%), wiraswasta sebanyak 3 orang atau (7,89%), pegawai

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan di

RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2014

No Karakteristik Frekuensi Prosentasi (%) 1. Umur ibu nifas

Berisiko (>20 a. th/<35th) 8 21,05 Tidak Berisiko b. 30 78,74 Jumlah 38 100 2. Paritas 1 anak a. 15 39,47 > 1 anak b. 23 60,52 Jumlah 38 100 3. Tingkat Pendidikan SD a. 5 13,15 SMP b. 8 21,05 SMA c. 23 60,52 PT d. 2 5,52 Jumlah 38 100 4. Pekerjaan Pegawai Negeri a. 0 0 Pegawai Swasta b. 3 7,89 Wiraswasta c. 3 7,89

Ibu Rumah Tangga

d. 32 84,21

Jumlah 38 100

(16)

16 Kirnantoro, Rahmawati, & Muharomah, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 14-16 swasta sebanyak 3 orang atau (7,89%), pegawai

negeri 0 atau (0%). Menurut Wawan dan Dewi (2010) Pekerjaan berhubungan dengan sosial ekonomi seseorang dan sosial ekonomi seseorang berpengaruh kepada pengetahuan.

Tingkat Pengetahuan

Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di RSUD

Panembahan Senopati Tahun 2014

No Kategori Frekuensi Prosentase (%)

1 Baik 26 68,42

2 Cukup 11 28,94

3 Kurang 1 26,3

Jumlah 44 100

Sumber Data Primer

Dari tabel 1.2 diketahui bahwa tingkat pengetahuan paling banyak yaitu pengetahuan baik sebanyak 26 orang (68,42%) dari 38 responden. Tingkat pengetahuan lebih banyak terdapat dalam kategori pengetahuan baik sebanyak 26 orang (68,42%), kategori pengetahuan cukup sebanyak 11 orang (28,94%), dan sisanya kategori pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (2,63%). Hasil penelitian Dwi Rahayu (2006) tentang Pengetahuan Ibu Nifas tentang Infeksi Luka Jahitan Perineum di UPTD RSD Kota Surakarta didapatkan pada kategori pengetahuan baik sejumlah 56%, kategori pengetahuan cukup sejumlah 32,35%, dan kategori pengetahuan kurang sejumlah 11,77% 5.

Penelitian diatas mendukungdalam penelitian ini dimana hasil penelitian yang didapat sama-sama dalam kategori baik. Hasil penelitian Chris Valentine Ayu Octaviani (2012) tentang Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Infeksi Luka Perineum di RSU Assalam Gemolong Sragen didapatkan pada kategori tingkat pengetahuan baik sejumlah 8 responden (22,2%) 6, kategori tingkat pengetahuan cukup

sejumlah 22 responden (61,1%), kategori tingkat pengetahuan kurang sejumlah 6 responden (16,7%). Penelitian diatas tidak mendukung dalam penelitian ini dimana hasil penelitian yang didapat tidak sama. Hasil penelitian Fidiyanti (2013) tentang Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Infeksi Luka Perineum di RSU Assalam Gemolong Sragen didapatkan pada kategori tingkat pengetahuan baik sejumlah 3 responden (10,00%), kategori tingkat pengetahuan cukup sejumlah 25 responden (83,33%), kategori

tingkat pengetahuan kurang sejumlah 2 responden (6,67%)7.

Simpulan dan Saran

Kesimpulan adalah semua ibu nifas rawat inap dengan jahitan perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul berjumlah 38 responden tersebut didapatkan Karakteristik responden ibu nifas berdasarkan umur sebagian besar terdapat kategori umur tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 30 orang (78,94%), karakteristik responden berdasarkan paritas sebagian besar terdapat kategori paritas >1 sebanyak 23 orang (60,52%), karakteristik responden berdasarkan pendidikan sebagian besar terdapat kategori tingkat pendidikan SMA sebanyak 23 orang (60,52%), karakteristik pekerjaan sebagian besar terdapat kategori status ibu rumah tangga sebanyak 32 orang (84,21%),

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas tentang Infeksi Jahitan Perineum di RSUD Panembahan Senopati Bantul tingkat pengetahuan baik sebanyak 26 responden (68,42%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 11 responden (28,94%), tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (2,63%).

DAFTAR PUSTAKA

Profil Kesehatan DIY. 2012. Angka Kematian 1.

Ibu

Profi l Kesehatan Bantul. 2013. Angka Kematian 2.

Ibu

Dewi, M dan Wawan, T. 2011. Teori dan 3.

Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian 4.

Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Rahayu, D. 2006. Tingkat Pengetahuan Ibu 5.

Nifas tentang Infeksi Luka Jahitan Perineum di UPTD RSD Kota Surakarta, Surakarta, STIKES Kusuma Husada. Karya Tulis Ilmiah.

Octaviani, Ayu, V.C. 2012. Tingkat Pengetahuan 6.

Ibu Nifas tentang Infeksi Luka Perineum di RSU Assalam Gemolong Sragen, Surakarta, STIKES Kusuma Husada. Karya Tulis Ilmiah.

Fidiyanti. 2013. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas 7.

tentang Infeksi Luka Perineum diRSU Assalam Gemolong Sragen, Surakarta, STIKES Kusuma Husada. Karya Tulis Ilmiah.

(17)

Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif Antara Ibu Rumah Tangga dengan Ibu yang Bekerja 17

Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif Antara Ibu Rumah Tangga

dengan Ibu yang Bekerja di Luar Rumah di BPS Umu Hani Bantul

Tahun 2011

Dyah Kartika Sari1, Prasetya Lestari2, Nining Sulistyawati3

1, 2, 3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), 54% penyebab kematian bayi di dunia dipengaruhi oleh faktor gizi yang didalamnya juga dipengaruhi oleh pemberian ASI (Air Susu Ibu). Saat ini terjadi kecenderungan penurunan pemanfaatan ASI pada sebagian masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pergeseran paradigma dalam setiap wanita dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi diri. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan pemberian ASI eksklusif antara ibu rumah tangga dengan ibu yang bekerja di luar rumah di BPS Umu Hani Bantul. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional, subyek penelitian adalah dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Data didapat dengan menggunakan kuisioner dan dianalisa melalui tabel distribusi frekuensi subyek, uji statistik dengan menggunakan chi-square. Hasil didapat sebanyak 84% ibu menyusui di BPS Umu Hani menjadi ibu rumah tangga, 15,9% ibu menyusui di BPS Umu Hani bekerja di luar rumah dan sebanyak 68,2% ibu menyusui di BPS Umu Hani memberikan ASInya secara Eksklusif. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifi kan proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja di luar rumah dan dari hasil statistik p < 0, 05, hipotesis diterima.

Kata Kunci : ASI Eksklusif, Pekerjaan Ibu.

Comparison of Provision Exclusive Brestfeeding between Household

and Worker Mothers at BPS Umu Hani Bantu 2011

Abstract

Based on World Health Organization (WHO), The cause of 54% mortality baby in the world is infl uenced by nitrition factors including affected by granting breast-feeding. Tendency of the use breast feeding in some society is declining. This is due to paradigm shifting in any women because of growing understanding women about self-actualisazion.

This research aims to compare providion of exclusive breastfeeding between working mothers and household mothers at BPS Umu Hani Bantul. This observational study used cross-sectional design with consecutive sampling. Data were obtained by using questionnaire and analysed through table a frequency distribution subjects and data statistic was tested by using chi-square. The result were 84% breastfeeding mothers at BPS Umu Hani as housewife, 15.9% of those working outside and at about 68,2% given exclusive breast-feeding. There was signifi cantly distinctive at about p< 0,05 on the proportion of exclusive breast-feeding given by household mothers and housewife mothers.

Keywords: Exclusive, Breast-Fed A Mother.

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 11 November 2013 Artikel diterima pada 12 November 2013

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

(18)

18 Sari & Sulistyawati, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 1, Tahun 2014, 17-20

Pendahuluan

Kesalahan prosedur pemberian ASI dan kurang tepatnya pemberian makanan tambahan pada bayi menyebabkan Angka Kematian Bayi (AKB) cukup tinggi. Cakupan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2009 adalah 35,28% (12.608), sedangkan jumlah dari bayi di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara keseluruhan yaitu 35.736 bayi dari lima kabupaten atau kota seperti ; kabupaten Kulon Progo yang benar-benar ASI eksklusif yaitu 50,66 %, Kabupaten Gunung Kidul 26,41 %,Kabupaten Sleman 45,52 %, Kotamadya Yogyakarta 30,91 %, dan terakhir Kabupaten Bantul 25,21 % yang merupakan kabupaten yang cakupan ASI eksklusifnya paling rendah1

BPS Ummu Hani merupakan salah satu BPS di Kabupaten Bantul yang masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai pengrajin termasuk ibu rumah tangga juga bekerja, dan di studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 13 Februari 2011 didapatkan ibu-ibu melakukan imunisasi di BPS tersebut, ada sejumlah 95 bayi yang usianya sudah 6-12 bulan, dan diambil sample 10 bayi.Yang diberikan ASI eksklusif yaitu ada 3 bayi dan 7 bayi yang tidak ASI eksklusif.

Bahan dan Metode

Jenis penelitian Observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan Consecutive sampling yang berjumlah 44 sampel di BPS Umu Hani Bantul Yogyakarta. Penelitian menggunakan instrument berupa kuesioner dengan didukung data primer.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur

(Tahun) Frekuensi Prosentase (%)

< 20 4 9,1 20 – 24 11 25,0 25 – 29 14 31,8 30 – 34 14 31,8 35 – 39 1 2,3 Jumlah 44 100

Sumber : Data Primer 2011

Pada Tabel 1. menunjukkan bahwa responden yang paling banyak adalah yang berumur 25-29 tahun dan 30-34 tahun dengan masing-masing berjumlah 14 orang (31,8%). Sedangkan kelompok umur 35-39

tahun merupakan yang paling sedikit dengan jumlah responden sebanyak 1 orang (2,3%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan Pendidikan di BPS UmuHani Bantul

2011

Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

SD 11 25,0

SMP 11 25,0

SMA 19 43,2

PT 3 6,8

Jumlah 44 100

Sumber : Data Primer 2011

Pada Tabel 2 menggambarkan tingkat pendidikan pada responden. Didapatkan bahwa lebih banyak responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 19 orang (43,2%). Sedangkan yang paling sedikit adalah Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 3 orang (6,8%). Pekerjaan responden dikelompokkan menjadi dua yaitu menjadi ibu rumah tangga (IRT) dan yang mempunyai pekerjaan diluar rumah.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Menyusui

DiBPS Umu Hani Bantul 2011

Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

IRT 37 84,1

Bekerja 7 15,9

Jumlah 44 100

Sumber : Data Primer 2011

Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjadi ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 37 orang (84,1%). Sedangkan yang bekerja diluar rumah hanya 7 orang (15,9%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di BPS Umu Hani Bantul 2011

ASI Eksklusif Frekuensi Prosentase (%)

Ya 30 68,2

Tidak 14 31,8

Jumlah 44 100

Sumber : Data Primer 2011

Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 30 orang (68,2%) dan yang paling sedikit adalah responden yang tidak memberikan ASI ekskluif yaitu sebanyak 14 orang (31,8%).

Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 37 orang. Dari jumlah tersebut yang memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 28 orang (75,7%) dan 9

Gambar

Tabel 1.1 Karakteristik subyek penelitian pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada Purworejo tahun 2013
Tabel 2.2 Distribusi frekwensi berat badan dan tekanan darah pasien hemodialisa di RSUD Saras Husada  Purworejo Tahun 2013
Tabel 4.11. Korelasi BB interdialisis dengan tekanan  darah sistole pada pasien hemodialisa di RSUD
Tabel 1. Karakteristik Responden (Ibu Hamil) di Kabupaten Bantul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pembuatan digram sebab-akibat yang bertujuan untuk menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan cacat kenyal sebagain pada nata de coco yang berdasarkan

[r]

Asam jawa dan jagung merupakan bahan herbal atau alami yang dapat digunakan sebagai perawatan kecantikan kulit wajah, kandungan dari asam jawa dan jagung yaitu

Hasil studi pendahuluan tersebut sesuai dengan pendapat Vernon yang dikutip oleh Hargrove dan Poteet (dalam Riana, 2003) yang mengemukakan bahwa perilaku siswa

PENJABARAN LAPORAN REALI SASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH. TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERI NTAH

unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BKPM di bidang pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BKPM.. (2) Deputi

Dengan hasil penelitian ini diharapkan sekolah dapat lebih meningkatkan pemberdayaan pengajaran Model Pembelajaran menulis terbimbing agar kreatifitas belajar

Berdasarkan tujuannya penelitian ini merupakan explanatory research yang bertujuan menguji hipotesis untuk mengetahui apakah independensi auditor, profesionalisme,