• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk visual. Pendapat ini muncul seiring dengan dimulainya gerakan untuk melakukan simulasi visual guna menilai baik buruknya keputusan terhadap suatu wilayah pada abad ke-14 di Italia yang selanjutnya memunculkan pemikiran bahwa lanskap bukan hanya sebagai keindahan dekoratif tetapi juga menjadi sumber kesenangan dan kepuasan manusia. Hal ini yang akhirnya memunculkan istilah “Landscape Beauty” (Smardon, Palmer, Felleman, 1985).

Pada perkembangan di abad ini, pendapat ini semakin diperkuat dengan disusun dan disahkannya peraturan mengenai perlindungan lingkungan (National

Environmental Policy Act/NEPA) pada akhir tahun 1969 di Amerika Serikat

sebagai upaya untuk melindungi keindahan visual lanskap di wilayah barat Amerika Serikat seiring dengan adanya rencana pembangunan jalur transportasi untuk mengatasi masalah aksesibilitas wilayah barat dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu, penilaian visual lanskap menjadi salah satu komponen pokok yang harus ada dalam penilaian dampak lingkungan (Environmental Impact

Assessment/EIA) yang merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan NEPA. EIA,

dimana lanskap dan penilaian visual menjadi komponen pokok, selanjutnya diaplikasikan di berbagai negara di dunia sejak 1970 sebagai salah satu instrumen dalam manajemen lingkungan (The Landscape Institute and Institute of Environmental Management and Assessment, 2002)

Di Indonesia, EIA diterjemahkan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Seperti negara lainnya, perumusan peraturan ini juga didasarkan pada rumusan peraturan penilaian dampak lingkungan secara internasional. Komponen – komponen penilaiannya pun disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia seperti penilaian kualitas air, udara, kesehatan,

(2)

2 dan komponen penilaian lainnya seperti sosial dan budaya masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Tetapi, sangat disayangkan salah satu komponen pokok dan mendasar pada penilaian dampak lingkungan internasional yaitu komponen visual lanskap tidak terdapat dalam peraturan AMDAL di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keindahan alamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Pertimbangan visual lanskap seharusnya menjadi salah satu prioritas utama dalam penilaian dampak lingkungan di Indonesia. Visual kawasan akan terasa dalam jangka pendek bahkan ketika proses pembangunan itu sedang berlangsung. Pengunjung atau masyarakat yang baru berkunjung ke lokasi pembangunan misalnya, dapat secara langsung menilai jika terjadi gangguan visual dalam pelaksanaan pembangunan di suatu lokasi berdasarkan pada apa yang mereka lihat saat itu. Sebaliknya, mereka mungkin tidak akan terlalu merasakan adanya perubahan kondisi udara, menurunnya kualitas air, atau berubahnya pola kehidupan masyarakat ketika datang atau berdiam di sekitar lokasi pembangunan dalam waktu singkat. Hal ini berlaku terutama untuk kawasan – kawasan yang menjadi obyek kunjungan wisata. Oleh karena itu, penilaian visual seharusnya menjadi salah satu komponen penilaian utama mengenai adanya gangguan atau pengaruh suatu pembangunan terhadap lingkungan sekitarnya karena dampak visual merupakan dampak yang akan dirasakan secara jelas, langsung, dan dimengerti dalam waktu yang singkat oleh manusia di sekitarnya. Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya terjadi penurunan kualitas visual lanskap Indonesia yang selama ini menjadi nilai jual yang tinggi bagi Indonesia.

Seperti halnya yang terjadi di Taman Nasional Baluran. Taman nasional ini menjadi taman nasional yang digemari oleh wisatawan karena selain merupakan kawasan konservasi fauna langka, taman nasional ini juga menawarkan keindahan lanskap yang berbeda dari taman nasional lainnya di Indonesia. Lanskap yang lengkap dari gunung, dataran, hingga pantai serta adanya padang sabana di musim kemarau menjadi keunikan tersendiri bagi taman nasional yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini. Namun, hal tersebut mulai terusik akibat adanya rencana pembangunan jaringan listrik Jawa-Bali yang akan

(3)

3 melalui kawasan bagian barat Taman Nasional Baluran. Jaringan listrik ini berupa Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan tegangan 500 kV. Padahal sebelumnya, telah dibangun jaringan listrik dengan tegangan 150 kV di kawasan yang sama dan dirasa cukup mengganggu keindahan visual ke arah Gunung Baluran dari sisi Karangtekok. Artinya, tegangan yang lebih besar ini akan memiliki menara dengan dimensi yang lebih besar dari sebelumnya dan berpotensi meningkatkan gangguan visual lanskap Taman Nasional Baluran yang menjadi daya tarik taman nasional ini. Terlebih lagi, dalam draft dokumen AMDAL yang diajukan oleh PLN selaku penanggung jawab proyek kepada Asean

Development Bank (ADB) pada tahun 2012, komponen visual mendapat porsi

yang sangat kecil di bagian tahapan konstruksi. Padahal dampak visual tidak hanya terjadi pada masa konstruksi tetapi akan lebih berdampak setelah pembangunan selesai dan dioperasikan. Sehingga, diperlukan suatu konsep yang dapat menilai dampak visual yang akan terjadi akibat pembangunan jaringan listrik ini.

Visual Impact Assessment (VIA) merupakan turunan dari penilaian

dampak lingkungan yang digunakan dalam menilai komponen visual lanskap. VIA diterjemahkan dalam berbagai konsep di berbagai negara di dunia. Salah satu konsep penilaian yang telah berhasil selama ini adalah Visual Resource

Management (VRM). VRM merupakan metode yang digunakan oleh Bureau of Land Management (BLM), sebuah departemen pemerintah Amerika Serikat yang

berfungsi mengatur dan mengawasi proses pembangunan yang dilakukan di lahan – lahan milik negara termasuk kawasan - kawasan konservasi di Amerika Serikat. Dibandingkan dengan metode penilaian negara lainnya, VRM telah memiliki standar baku tersendiri dengan kriteria yang telah ditetapkan sehingga semua perusahaan yang akan melakukan penilaian visual di kawasan – kawasan publik akan mengacu pada dokumen arahan penilaian ini. VRM juga terbukti telah memberikan dampak yang signifikan dalam perlindungan lanskap di Amerika Serikat. Kawasan-kawasan konservasi seperti taman nasional menjadi lebih terarah pengembangannya, sehingga tidak perlu merasa terancam akan kelestariannya. Bahkan melalui VRM, kualitas visual dan kualitas lingkungan

(4)

4 tetap terjaga meskipun dilakukan proyek pembangunan jaringan energi terbarukan yang membentang melalui beberapa kawasan konservasi dan lahan publik di Amerika Barat (United States Department of Interior, 2013). Selain itu, hasil penilaian VRM akan menjadi pertimbangan awal mengenai kelanjutan suatu rencana apakah diizinkan atau harus didiskusikan ulang.

Faktanya, dengan absennya salah satu komponen dasar dalam penilaian kelayakan suatu rencana pembangunan, degradasi hutan (mencakup kawasan konservasi) rata-rata tahun 2000-2011 di Indonesia berada pada angka 0.51, jauh lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat yang bahkan dapat menambah jumlah hutannya dengan angka degradasi -0.13 (Bank Dunia, 2015). Padahal jika dibandingkan, Indonesia dan Amerika Serikat memiliki persentase kawasan konservasi yang tidak jauh berbeda dimana pada tahun 2012, Indonesia memiliki kawasan konservasi sebesar 14.7% dari total wilayah dan bahkan lebih luas dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki kawasan konservasi sebesar 13.8% dari total wilayahnya, sedangkan tingkat konsumsi energi listrik per kapita pada tahun 2011 berada posisi sebaliknya dimana konsumsi energi listrik Indonesia berada pada angka 680 kwh per kapita sedangkan Amerika Serikat memiliki konsumsi energi yang jauh lebih besar yaitu 13.246 kwh per kapita (Bank Dunia, 2015). Hal ini berarti dengan tingginya jumlah penggunaan listrik, pemerintah Amerika Serikat harus membangun lebih banyak infrastruktur energi untuk memenuhi permintaan. Pembangunan infrastruktur tersebut tentunya akan memanfaatkan lahan – lahan publik dan kawasan konservasi dalam pembangunan jaringannya, namun dengan fakta tersebut nyatanya kondisi kawasan konservasi tetap terjaga dengan baik. Dalam hal ini, jika dihubungkan dengan kasus yang terjadi di Taman Nasional Baluran, idealnya konsep VRM yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat dapat menjadi solusi dalam penanganan rencana pembangunan jaringan SUTET tersebut sehingga ada penataan lebih lanjut yang dapat mengatasi kekhawatiran akan adanya gangguan visual yang lebih besar pada visual lanskap Taman Nasional Baluran. Hal ini tentunya menjadi salah satu pertimbangan untuk mencoba mengimplementasikan metode yang telah dilakukan dan berhasil di Amerika Serikat tersebut yang menempatkan penilaian kualitas

(5)

5 visual lanskapnya sebagai tahapan awal dan paling krusial dari keseluruhan penilaian kelayakan suatu rencana. Sehingga, pembangunan infrastruktur publik dapat dilakukan tanpa mengganggu kondisi visual lanskap suatu kawasan.

1.2 Permasalahan di Lokasi Perencanaan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, komponen penilaian visual lanskap seharusnya menjadi salah satu komponen penilaian yang ada dalam penilaian kelayakan rencana pembangunan di Indonesia sehingga kekhawatiran akan rusaknya potensi visual di Taman Nasional Baluran dapat diminimalkan. Berdasarkan berbagai masalah tersebut dan hasil temuan awal di lapangan, penulis menemukan beberapa permasalahan, yaitu:

a. Kurangnya pemahaman sebagai tindakan preventif dalam perlindungan visual kawasan

Kurangnya pemahaman akan perlindungan sumber daya visual masih menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia termasuk pada tataran pembuat kebijakan. Padahal, Indonesia sangat terkenal dengan keindahan visualnya yang jika dibiarkan akan menjadi sangat rentan untuk dirusak. Seperti halnya yang cukup menjadi perhatian adalah bagaimana tatanan pembuatan papan reklame yang akhirnya mempunyai andil dalam rusaknya sumber daya visual di kawasan perkotaan yang sering dikenal dengan istilah sampah visual atau bagaimana berdirinya bangunan tinggi di jalur imaginer Yogyakarta yang disebut-sebut menghalangi padangan lurus dari Kraton Yogyakarta ke arah Gunung Merapi. Hal ini disebabkan tidak adanya peraturan yang mengawasi mengenai perlindungan sumber daya visual. Sebut saja peraturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sering digunakan sebagai acuan dalam uji kelayakan suatu rencana. Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan Nomor 27 Tahun 2012 maupun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen AMDAL tidak menyebutkan atau mengharuskan adanya analisis ataupun penilaian dampak suatu rencana terhadap visual suatu kawasan. Padahal, pada dokumen EIA yang menjadi salah satu acuan dalam pembuatan peraturan AMDAL, penilaian visual lanskap merupakan suatu

(6)

6 komponen pokok dan menjadi salah satu poin penting dalam pemberian izin pelaksanaan suatu rencana. Hal ini juga terjadi pada Taman Nasional Baluran dimana sumber daya visual yang dimiliki merupakan aset utama dalam pengembangan kawasan ini dan menjadi salah satu alasan mengapa taman nasional ini terbentuk. Serangkaian pembangunan infrastruktur yang dilakukan di kawasan taman nasional ini menimbulkan adanya gangguan pada visual lanskap, meskipun saat ini belum terlalu disadari dan belum berdampak signifikan. Namun dengan kurangnya pemahaman akan sumber daya visual yang ada, dikhawatirkan rencana pembangunan yang akan datang semakin memberikan dampak negatif pada potensi visual kawasan Taman Nasional Baluran.

b. Adanya rencana pembangunan jaringan energi (SUTET) yang melalui Taman Nasional Baluran

Menara jaringan listrik bukanlah hal yang baru di Taman Nasional Baluran. Sebelumnya, sejumlah menara jaringan listrik dengan kapasitas 150kV telah dibangun melintasi kawasan taman nasional. Berdasarkan hasil pengamatan awal di lapangan, ada beberapa menara yang tampak mengganggu visual kawasan taman nasional.

Gambar 1. Menara Listrik 150 kV dari arah Gardu Pandang Karangtekok Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015

(7)

7 Pada tahun 2012, muncul kembali rencana dari PLN untuk membangun menara SUTET yang melintasi Taman Nasional Baluran. Hal ini sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Bali dimana rencananya jaringan energi ini akan membentang dari pembangkit listrik di Paiton menuju Bali melalui Taman Nasional Baluran untuk selanjutnya membentang di atas Selat Bali menuju Pulau Bali. Jumlah menara yang akan dibangun di dalam taman nasional mencapai 49 (empat puluh sembilan) buah. Tentunya, pembangunan ini haruslah dipertimbangkan dengan matang mengingat pada pembangunan sebelumnya, menara listrik 150 kV tersebut telah mengganggu visual lanskap kawasan. Penilaian visual lanskap menjadi hal yang penting agar rencana pembangunan ini tidak menghancurkan kondisi visual lanskap kawasan Taman Nasional Baluran saat ini.

1.3 Tujuan Perencanaan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penataan visual rencana pembangunan jaringan listrik (SUTET) di Taman Nasional Baluran melalui Metode Visual Resource

Management (VRM) adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penilaian visual lanskap dengan menerapkan metode Visual

Resource Management (VRM) yang sesuai untuk Taman Nasional Baluran

b. Menyimulasikan penggunaan VRM dalam rencana pembangunan jaringan listrik di Taman Nasional Baluran

c. Merumuskan alternatif mitigasi terhadap gangguan visual akibat rencana pembangunan jaringan listrik di Taman Nasional Baluran

1.4 Ruang Lingkup Perencanaan

Ruang lingkup perencanaan meliputi lokasi perencanaan, fokus perencanaan, dan periode waktu perencanaan yang akan dibahas lebih dalam di bawah ini

1.4.1 Lokasi

Penyusunan arahan pengembangan ini mengambil lokasi di Taman Nasional Baluran yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,

(8)

8 Provinsi Jawa Timur. Taman nasional ini memiliki beberapa desa penyangga yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional. Berikut adalah peta lokasi perencanaannya:

Gambar 2. Lokasi Kawasan Taman Nasional Baluran Sumber: Google Earth dengan pengolahan, 2014

Batasan lokasi yang dipilih menggunakan batas fisik Taman Nasional Baluran dengan mengambil lokasi pengambilan gambar di beberapa titik pengamatan. Perencanaan lebih dilakukan di dalam taman nasional yang berbatasan langsung dengan titik-titik rencana yang akan disimulasikan.

1.4.2 Fokus

Penyusunan arahan mitigasi Taman Nasional Baluran ini lebih berfokus pada penggunaan metode Visual Resource Management (VRM) yang telah sukses di Amerika Serikat dimana hasilnya adalah berupa arahan pengembangan berdasarkan pada klasifikasi yang diperoleh dari proses VRM. Kegiatan utama yang dilakukan adalah melakukan setiap tahapan dalam VRM terhadap potensi sumber daya visual kawasan sebagai pertimbangan analisis untuk kemudian disimulasikan dengan mengambil kasus rencana pembangunan jaringan listrik (SUTET) di taman nasional dan disusun mitigasinya. Mitigasi ini diarahkan sesuai

(9)

9 dengan konsep penataan visual lanskap kawasan dalam beberapa kasus yang berhasil. Pengelompokkan masalah yang muncul berfokus pada masalah visual dan mitigasi difokuskan pada perlindungan lanskap dan lingkungan mengingat fungsi taman nasional sebagai salah satu kawasan konservasi.

1.4.3 Periode waktu

Periode waktu perencanaan ini dibagi menjadi dua, yaitu periode pembuatan laporan yang dimulai dengan perumusan masalah, tujuan, metode, pengambilan data, pengolahan data hingga perumusan arahan rencana mitigasi dan penulisan laporan memerlukan waktu 7 (tujuh) bulan dimulai dari Februari 2015 - September 2015.

Sedangkan untuk proses implementasi di lapangan (Taman Nasional Baluran) diproyeksikan idealnya dilakukan setiap tahunnya. Namun, jika dinamika perubahan spasial tidak terlalu tinggi, penilaian dapat dilakukan kembali ketika ada rencana yang masuk ke Taman Nasional Baluran.

1.5 Perencanaan dan Penelitian Terkait

Untuk membuktikan keaslian perencanaan, berikut penulis sajikan dan bandingkan beberapa penelitian maupun perencanaan yang telah ada sebelumnya: 1. Judul : Kajian Potensi Atraksi Mamal untuk Pengembangan

Ekowisata di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Baluran (Sabana Bekol dan Bama)

Penulis : Chusnul Faridh

Fokus : Ekowisata Berbasis Satwa Liar (Wildlife Tourism) Lokus : Zona Pemanfaatan Taman Nasional Baluran Keterangan : Tesis UGM, 2011

Meskipun sama-sama mengambil tema dalam pengembangan Taman Nasional Baluran, tetapi karya tulis ini memiliki fokus yang berbeda. Pada tesis ini, fokus penelitiannya terletak pada pengembangan ekowisata dengan menonjolkan potensi satwa liar khususnya mamal yang ada di taman nasional. Inventarisasi jenis-jenis mamal yang ditemui di sepanjang zona pemanfaatan

(10)

10 dilakukan untuk mengetahui titik mana yang memiliki keragaman dan atraksi mamal terbaik. Rencana pengembangan ekowisata dikemas dalam bentuk arahan titik atraksi, aturan kunjungan, dan arahan investasi termasuk menentukan target pasarnya. Sedangkan, pada perencanaan yang akan penulis lakukan berfokus pada kawasan yang terkena rencana pembangunan dengan didasarkan pada potensi keindahan bentang alamnya yang dikemas dalam penataan sumber daya visual (Visual Resource Management/VRM). Sehingga, meskipun memiliki lokus yang sama, tetapi fokus dari perencanaan di Taman Nasional Baluran ini berbeda.

2. Judul : Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Ekowisata Taman Nasional Baluran

Penulis : Mufti Nafi’atut Darajat

Fokus : Proses terbentuknya partisipasi masyarakat desa penyangga dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata di Taman Nasional Baluran

Lokus : Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo (Desa Penyangga Taman Nasional Baluran) Keterangan : Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Brawijaya, 2014

Penelitian di atas mengambil lokasi yang hampir sama dengan perencanaan yang akan dilakukan penulis yaitu di Taman Nasional Baluran. Namun, penelitian ini lebih menekankan pada pengaruh partisipasi masyarakat di desa penyangga terhadap pengembangan taman nasional dan bagaimana partisipasi tersebut terbentuk atau dengan kata lain penelitian ini mencoba mencari tahu pengaruh yang dapat ditimbulkan dari luar atau kawasan sekitar taman nasional. Sehingga, kedua karya tulis ini memiliki perbedaan pada fokus masing – masing karya tulis.

(11)

11 Di Indonesia, karya tulis yang berfokus pada perencanaan penataan visual termasuk hal yang baru sehingga jarang dan cukup sulit ditemukan, namun untuk di Taman Nasional Baluran, perencanaan seperti ini belum pernah dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa rancangan perencanaan ini tidak pernah atau belum pernah dilakukan sebelumnya terutama dari segi lokus dan fokus perencanaan. Ide karya tulis ini merupakan ide asli dari penulis.

1.6 Sistematika Penulisan a. Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini, dijelaskan mengenai latar belakang, permasalahan serta tujuan penulis terkait dengan topik dan judul yang diangkat. Selain itu, dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai batasan perencanaan serta keaslian dari judul dan penulisan yang didasarkan pada tema, lokasi, dan fokus perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya.

b. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab tinjauan pustaka memberikan gambaran mengenai lanskap, manajemen lingkungan, Visual Impact Assessment (VIA) di berbagai negara, Visual

Resource Management (VRM), tahapan VRM, dan juga menyajikan beberapa

contoh mengenai keberhasilan konsep VRM ini. c. Bab III Pendekatan dan Metode Perencanaan

Bab III menjelaskan mengenai pendekatan yang digunakan dalam melakukan perencanaan di Taman Nasional Baluran termasuk metode yang digunakan dari proses pengumpulan data, proses analisis sehingga dicapai tujuan yang diinginkan. Alat dan instrumen yang digunakan juga dijelaskan dalam bab ini. Selain itu, akan dijelaskan proses analisis hingga mitigasi dalam bentuk diagram alir agar lebih mudah dipahami.

d. Bab IV Deskripsi Wilayah Perencanaan

Deskripsi wilayah perencanaan memuat gambaran yang rinci mengenai kondisi wilayah yang direncanakan, baik berupa kondisi fisik dan keruangan setempat yang mungkin berpengaruh di dalam proses perencanaan. Peta lokasi Taman Nasional, peta guna lahan, peta zonasi, serta lokasi pembangunan

(12)

12 jaringan energi (SUTET) disajikan dalam bab ini untuk membantu memberikan gambaran utuh mengenai wilayah perencanaan.

e. Bab V Analisis

Bab analisis memberikan penjelasan mengenai tahapan-tahapan proses pengolahan data yang diperoleh untuk menjadi bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Analisis tersebut berupa analisis kualitas visual sebagai bahan inventarisasi visual, analisis tingkat sensitivitas kawasan, dan analisis penetuan jarak pandang sehingga diperoleh klasifikasi visual di Taman Nasional Baluran. Rangkaian analisis yang sama juga dilakukan pada tahap simulasi kasus yang diangkat penulis

f. Bab VI Rencana Mitigasi

Bab ini akan menyajikan mengenai alternatif penataan yang dibuat sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Alternatif – alternatif tersebut diperjelas dengan gambar dan peta guna memudahkan dalam penggambaran penataan yang dimaksudkan

g. Bab VII Penutup

Bab terakhir memberikan kesimpulan dan rekomendasi penulis terhadap penelitian ataupun perencanaan selanjutnya. Kesimpulan akan berisikan temuan yang diperoleh dari hasil observasi lapangan, sedangkan rekomendasi berisikan jabaran singkat mengenai kemungkinan digunakannya metode ini digunakan pada rencana pembangunan lain.

Gambar

Gambar 1. Menara Listrik 150 kV dari arah Gardu Pandang Karangtekok  Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015
Gambar 2. Lokasi Kawasan Taman Nasional Baluran

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahapan akhir ini akan memasuki tahapan editing, dimana dalam tahapan ini tidak hanya sekedar memilah-milah gambar dan menggabungkannya saja tetapi juga perlu menambahkan

Hoesin RG dan Witjaksana N juga melaporkan, lokasi kerusakan pada laserasi kanalikuli lebih sering terjadi pada kanalis lakrimalis inferior dibandingkan dengan

2006 Festival Programmer – Jakarta Slingshortfest, South East Asia short film festival 2007 Festival Director OK.Video MILITIA – 3 rd Jakarta International Video Festival. 2009

tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai, dan yang terakhir

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Objek-objek penelitian yang berasal dari data berupa percakapan telepon di radio dalam acara HR dianalisis dengan teori pragmatik dengan spesifikasi pada prinsip kerja sama,

Komposisi tari yang demikian biasanya apabila garapan cengkok kendangnya lemah, maka terinya dirasakan sangat lemah, (coba menarilah gambyong atau ngremo tanpa kendang

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan