• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI INDONESIA. Saddam Tri Widodo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI INDONESIA. Saddam Tri Widodo"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608

Volume 2 Nomor 12 (2013)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI INDONESIA

Saddam Tri Widodo Saddam.triwidodo@yahoo.com Abstrak

Saddam Tri Widodo. Tinjauan Yuridis Terhadap Perijinan Perdagangan dan Kepemilikan Senjata Api di Indonesia. Dibimbing oleh Bapak Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Erna Susanti. S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing II. Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Undang-undang tersebut meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Alasan perdagangan dan kepemilikan senjata api harus memiliki ijin khusus adalah karena senjata api merupakan alat yang sangat berbahaya, tidak sembarangan untuk memilikinya, harus mendapatkan ijin khusus dan langsung dari KAPOLRI. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api, intinya adalah setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang menjual, memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin khusus dikarenakan senjata api merupakan barang yang sangat berbahaya jika di salah gunakan, akan tetapi kejahatan menggunakan senjata api masih banyak terjadi, karena minimnya sanksi, di samping itu aturan mengenai senjata api merupakan aturan lama, hanya berupa surat keputusan Kapolri, Kurangnya sosialisasi juga merupakan salah satu faktor dalam tidak relevanya dalam mengendalikan peredaran senjata api di Indonesia ditinjau dari kasus-kasus yang masih sering terjadi dikalangan masyarakat melibatkan masyarakat, oknum DPR, maupun oknum TNI atau POLRI yang masih menyalahgunakan senjata api dan memperdagangkan senjata api secara ilegal. Seharusnya Pemerintah dan DPR merespon masalah ini dengan memperkuat sistem keamanan dan membuat peraturan yang baru, Pemerintah dan DPR harus melakukan revisi terhadap undang-undang yang lama, perlu ada pengaturan yang lebih ketat terhadap subyek yang berhak memiliki senjata api.

(2)
(3)

TRADE AGAINST JUDICIAL REVIEW LICENSING AND FIREARMS OWNERSHIP IN INDONESIA

Saddam Tri Widodo Saddam.triwidodo@yahoo.com Abstract

Saddam Tri Widodo. Trade Against Judicial Review Licensing and Firearms Ownership in Indonesia. Supervised by Dr. Mahendra Putra Kurnia, SH, MH as Supervisor I and Mrs. Erna Susanti. S.H. , M.H as Supervisor II . Emergency Law No. 12 Year 1951 About Firearms . These laws include the distribution, possession, storage, delivery, and use of firearms, ammunition, or other explosives without rights who were classified into the offense. Reason trafficking and possession of a firearm must have a special permit for a firearm is a tool that is very dangerous, not arbitrary to have it, had to get special permission from the Chief National Police and straight. In Law No. 8 Year 1948 , concerning the registration and licensing of firearms ownership is stated in Article 9, that every person who are not members of the army or the police who use and possession of firearms must have a firearms license usage, the bottom line is every person who is not members of the army or the police who sell, use and possession of firearms must have a special permit because firearms are goods that are very dangerous if used in the wrong, but evil use of firearms is still a lot going on, because of the lack of sanctions, in addition to the rules regarding firearms an old rule, only in the form of a decree Police, lack of socialization is also a factor in not relevanya in controlling the circulation of firearms in Indonesia in terms of cases still occur among people involving the community, officers parliament, and the Armed Forces or the Police still misusing firearms and illegal trade in firearms. The Government and Parliament should have responded to this problem by strengthening the security system and create a new rule, the Government and Parliament should revise the old laws, there needs to be stricter regulation on the subject of the right to own firearms.

(4)

Pendahuluan

Fenomena perdagangan dan kepemilikan senjata api di Indonesia makin marak akhir-akhir ini yang ditandai dengan banyaknya perdagangan dan penggunaan senjata api yang mengikuti kegiatan perdagangan senjata api yang legal maupun illegal dan aksi kekerasan yang terjadi dengan senjata api. Senjata api yang dimiliki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang illegal. Sehingga bertolak dari fenomena yang terjadi, maka perlu dikaji mengenai pengaturan mengenai senjata api di Indonesia.

Berbagai bentuk kriminalitas di Indonesia yang selalu ada baik dari segi kuantitas maupun kualitas memungkinkan masyarakat sipil untuk memiliki senjata api baik dengan prosedur yang legal maupun secara ilegal. Senjata api merupakan benda atau alat yang dengan mudah sebagai bahan solusi dari kriminalitas di Indonesia. Prosedur kepemilikan senjata api yang telah terorganisir dengan baik tetap saja pada pelaksanaannya masih saja banyak masyarakat yang menyalahgunakan kepemilikan senjata api.

Senjata api dan amunisi dalam arti positif merupakan alat untuk membela diri, mempertahankan kedaulatan negara, penegakan hukum, tetapi dalam arti negatif penggunaan senjata api dan amunisi secara melawan hukum akan mengganggu ketertiban umum (tindakan kriminalitas) dan merupakan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masalah penyalahgunaan senjata api adalah merupakan suatu hal yang sangat berbahaya dan beresiko tinggi. Hal mana penyalahgunaan senjata api dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang ataupun orang banyak. Sejarah Bangsa Indonesia sejak diploklamirkan mencatat bahwa kemenangan bangsa tidak didukung dengan perlengkapan perang yang modern, akan tetapi hanya dengan beberapa pucuk senjata tajam. Namun semangat perjuanganlah yang membuat bangsa ini bisa merdeka.

Meskipun senjata api sangat bermanfaat dan diperlukan dalam hal pertahanan dan keamanan negara serta mempersenjatai diri atau mempertahankan/membela diri dari hal-hal yang mengancam jiwa, namun apabila disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku, terlebih lagi dengan peredaran senjata api yang dilakukan secara ilegal, maka akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional. Meningkatnya kriminalitas sebagai akibat dari kepemilikan

(5)

senjata api akan menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan masyarakat, yaitu hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.

Keinginan untuk mengoleksi senjata api dalam berbagai jenis, tentu memiliki bermacam latar belakang. Bisa saja awalnya adalah untuk pengamanan diri, jika sewaktu-waktu berhadapan dengan hal yang mengancam jiwanya. Sebut saja kepemilikan itu untuk melindungi diri. Tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa kepemilikan tersebut juga berlatar belakang pemuasan diri, karena merasa dirinya merasa sanggup mengoleksi barang eksklusif dimana tidak semua orang bisa mendapatkannya. Banyak sekali anggota masyarakat bisa mendapatkan senjata api jenis pistol dengan harga yang murah dan terjangkau. Masyarakat yang ingin memiliki, baik sebagai barang koleksi maupun barnag dagangan, dengan mudah mengakses pasar senjata. Para pelaku pasar senjata api pastilah yang sangat mengerti tentang akses pasar, spesifikasi senjata, harga di pasar gelap, ataupun sampai kepersoalan kepengurusan izin.

Pembahasan

A. Alasan Perdagangan dan Kepemilikan Senjata Api Harus Mendapatkan Izin dari KAPOLRI

Dari waktu ke waktu kepemilikan senjata api terus meningkat baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Secara kuantitatif karena jumlah kepemilikan senjata api semakin banyak disamping peredarannya yang semakin meluas. Kendati sudah banyaknya senjata api yang disita oleh pihak kepolisian, tetapi oknum-oknum tertentu dapat dengan mudah mengedarkannya kembali. Alasan perdagangan dan kepemilikan senjata api harus memiliki ijin khusus adalah karena senjata api merupakan alat yang sangat berbahaya, tidak sembarangan untuk memperdagangkan ataupun memilikinya, harus mendapatkan ijin khusus dan langsung dari KAPOLRI. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api, intinya adalah setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang menjual, memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin khusus dikarenakan senjata api merupakan barang yang sangat berbahaya jika di salah gunakan.

(6)

Untuk mengatasi masalah perdagangan ilegal dan penyalahgunaan senjata api, terlebih dahulu perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan ilegal dan penyalahgunaan senjata api, dan akibat apa yang ditimbulkan dari perdagangan illegal dan penyalahgunaan senjata api tersebut, sehingga dapat lebih tahu upaya-upaya untuk menanggulangi masalah perdagangan illegal dan penyalahgunaan senjata api tersebut.

Senjata api bukan barang yang dapat di jual bebas, karena senjata api adalah sangat berbahaya bila di salah gunakan, maka harus ada izin atau mendapatkan izin dari pihak yang berwenang yaitu KAPOLRI.

Aturan-aturan Senjata Api di Indonesia, kepemilikan senjata api di Indonesia diatur sejak lama oleh pemerintah dalam Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 LN Nomor 78 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) :

“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam memiliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.

Dalam pasal ini, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Mengutip peraturan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api, Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Ajun Komisaris Besar Polisi menyatakan, Dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api dikatakan bahwa Setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian Negara.

Menurut Undang-undang tersebut setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau pemakaian senjata api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh Kapolri dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada

(7)

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan menurut Undang-undang Senjata Api.

Menurut Undang-undang tersebut ada persyaratan-persyaratan utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perseorangan maupun swasta untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api. Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota PERBAKIN yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan memilki kemahiran penembak serta mengetahui secara baik peraturan dan perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api.

Syarat-syarat kepemilikan senjata api, pemohon ijin kepemilikan senjata api juga harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis, ia harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi ketrampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal. Syarat-syarat lain bisa saja ditetapkan oleh dokter umum/spesialis. Syarat lain, harus menyerahkan surat keterangan kelakuan baik (SKKB).

Sementara itu, untuk syarat psikologis, si pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Tentu saja sang pemohon juga bukanlah seorang psikopat. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri.

Pihak Polri tidak akan tergesa-gesa atau memberi izin secara sembarangan. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan yaitu lihat terlebih dahulu, kelayakan, dimana pemohon layak atau tidak mendapatkan izin perdagangan maupun kepemilikan senjata api, kelayakan di lihat dari segi kesehatan jasmani dan rohani pemohon, tidak di bawah umur. Kepentingan, dimana kepentingan pemohon harus jelas tujuan, fungsi dan manfaat senjata api tersebut, alasan pemohon memperdagangkan atau menggunakan senjata api dan pertimbangan keamanan lain, seperti menjamin tidak adanya perdagangkan secara illegal dan penyalahgunaan senjata api dari calon pemohon maupun pengguna senjata api itu. Jangan sampai justru berakibat pada penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain.

Selain senjata api yang memerlukan ijin khusus, dikenal dengan Ijin Khusus Senjata Api (IKHSA), masyarakat juga bisa memiliki senjata genggam berpeluru karet dan senjata genggam

(8)

gas. Jika pengajuan senjata api harus disetujui oleh Kapolri langsung, senjata genggam berpeluru karet dan senjata genggam gas cukup berijinkan direktorat Intel Polri

Sesuai dengan pasal 15 ayat 2e Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebelum memperoleh ijin, pemohon harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Polri. Untuk kepentingan bela diri misalnya, aturannya dituangkan dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/82/II/2004. Menurut Surat Keputusan tersebut, syarat-syarat kepemilikan senjata api adalah sebagai berikut :

1) Pemohon izin harus memiliki keterampilan menembak minimal kelas III. Kemampuan ini harus yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri. Sertifikat itu pun harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk.

2) Harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKCK.

3) Harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak. 4) Usia pemohon harus sudah dewasa tetapi tidak melebihi usia 65 tahun.

5) Harus memenuhi syarat medis, yaitu sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal. Syarat-syarat lain bisa saja ditetapkan oleh dokter umum/spesialis.

6) Harus memenuhi syarat medis psikologis, yaitu haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional, tidak cepat marah, dan bukan seorang psikopat. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri.

Untuk kepentingan bela diri ini seseorang hanya boleh memiliki senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22, atau senjata api bahu jenis Shotgun kaliber 12 GA atau senapan kaliber 22.

Ijin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan Menurut Undang-undang Senjata Api, mereka harus dipilih secara selektif. Ada empat golongan dimana seseorang berhak memperoleh ijin kepemilikan senjata, yaitu :

(9)

a) Pejabat swasta atau bank, mereka yang diperbolehkan memiliki senjata api masing-masing : presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, direktur utama, dan direktur keuangan. Pejabat pemerintah, masing-maasing Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR.

b) Jajaran TNI/Polri mereka yang diperbolehkan memiliki hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat serendahrendahnya Kolonel namun memiliki tugas khusus. Purnawirawan TNI/Polri, yang diperbolehkan hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat terakhir Kolonel yang memiliki jabatan penting di Pemerintahan/Swasta.

c) Anggota Perbakin ( Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Seluruh Indonesia ), untuk berburu setiap orang diperkenankan memiliki 8 sampai 10 pucuk. Untuk berburu ini senjata yang digunakan adalah senjata laras panjang yang biasa disebut senjata bahu. Sedangkan untuk cabang tembak sasaran, anggota atau atlit tembak diperkenankan memiliki atau menyimpan senjata api sesuai nomor yang menjadi spesialisasinya.

d) Masyarakat yang lulus tes kepemilikan senjata api di Kepolisian Daerah dan disetujui oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.

B. Pengaturan Perijinan, Perdagangan dan Kepemilikan Senjata Api di Indonesia.

Pengaturan perijinan perdagangan dan kepemilikan senjata api belum relevan dalam mengendalikan peredaranya di Indonesia karena minimnya sanksi, di samping itu aturan mengenai senjata api merupakan aturan yang lama, hanya berupa surat keputusan Kapolri, Kurangnya sosialisasi juga merupakan salah satu faktor dalam tidak relevanya dalam mengendalikan peredaran senjata api di Indonesia ditinjau dari kasus-kasus yang masih sering terjadi dikalangan masyarakat melibatkan masyarakat, oknum DPR, maupun oknum TNI atau POLRI yang masih menyalahgunakan senjata api dan memperdagangan senjta api secara ilegal.

Terutama soal aturan tentang senjata api masih merupakan aturan lama, terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai senjata api, yaitu Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api, peraturan ini pada dasarnya mengenai peraturan hukuman yang istimewa

(10)

sementara, melalui peraturan ini pula ditetapkan sanksi pidana terhadap seseorang yang melakukan penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan ini berbunyi :

“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam memiliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.

Peraturan perundang-undangan ini biasanya digunakan untuk kasus-kasus penyalahgunaan senjata api maupun kasus penyelundupan perdagangan senjata api ke Indonesia, sebab Undang-undang ini merupakan peraturan perUndang-undang-Undang-undangan yang masih berlaku dan belum dicabut yang di dalamnya juga mengatur secara khusus mengenai sanksi penyalahgunaan senjata api, namun pada faktanya masih banyak kasus-kasus yang terjadi mengenai penyalahgunaan senjata api maupun perdagangan senjata api yang membuat peraturan ini masih belum relevan dalam mengendalikan peredarannya di Indonesia.

Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep / 82 / II / 2004, surat keputusan ini ialah tentang buku petunjuk pelaksanaan pengawasan dan pengendalian non organik TNI / POLRI. Dimana dalam buku petunjuk ini ditetapkan sebagai pedoman untuk Pengawasan dan pengendalian senjata pi non organik TNI / POLRI yang dimiliki oleh Instansi pemerintah, Badan Usaha Swasta, ataupun Perorangan, Baik untuk kepentingan Bela Olah raga, Bela Diri, maupun untuk kepentingan kelengkapan tugas bagi anggota satpam/polsus.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai badan Negara yang salah satu fungsinya menjalankan fungsi pemerintahan, melakukan fungsi pengaturan atau policy making function yang produknya kebijakannya dapat mengikat masyarakat atau masyarakat tertentu. Fungsi ini dapat di lihat dalam Undang-undang tentang Kepolisian yang menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Kewenangan untuk membuat Surat Keputusan Kapolri di dapat melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 1960. Peraturan perudang ini memberikan wewenang kepada Kapolri sebagai

(11)

pihak yang dapat mengabulkan sutu permohonan ijin senjata api. Pemberian wewenang ini terdapat dalam pasal 1, yang berbunyi :

“Kewenangan untuk mengeluarkan atau menolak suatu permohonan perijinan menurut

Vuurwapenregeligen A dan B 1939, Ordonansi tanggal 19 Maret 1937 sebagaimana telah

diubah terakhir dengan ordonansi tanggal 30 Mei 1939 (Undang-undang senjata api 1939) dan ordonansi tanggal 30 Mei 1939 (Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Senjata Api 1939), Diberikan kepada Menteri/Kepala Kepolisian negara atau pejabat yang di kuasakan olehnya untuk itu, Kecuali mengenai perijinan untuk kepentingan (Dinas) Angkatan Perang, yang diurus oleh masing-masing Departemen Angkatan perang sendiri”.

Surat Keputusan Kapolri berperan dalam mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai senjata api yang meskipun sudah diatur secara konkret dalam Undang-undang perlu adanya pengaturan mengenai hal-hal yang bersifat teknis. Selanjutnya dibuat Surat Keputusan Kapolri nomor Polisi : SKEP / 82 / II / 2004 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI / POLRI, yang didalamnya mengatur lebih lanjut mengenai tata cara permohonan Ijin pemilikan senjata api. Maksud dari dikeluarkannya peraturan ini sebagai pedoman bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pengendalian senjata api, yang berhubungan dengan kewenangan Kaapolri untuk menolak atau mengabulkan Ijin kepemilikan senjata api.

Isi Kebijakan ini ialah mengatur mengenai persyaratan dan mekanisme dalam tahap-tahap pengajuan permohonan kepemilikan senjata api. Penerapan persyaratan ini ialah pada instansi yang berwenang untuk mengeluarkan Ijin kepemilikan senjata api yaitu Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal yang demikian tentunya terkait pelaksanaan dalam instansi kepolisian, maka kebijakan ini dibuat melalui Surat Keputusan Kapolri.

Kewenangan mengeluarkan peraturan mengenai senjata api ini berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti undang Tahun 1960. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 20 Tahun 1960 memberikan kewenangan kepada Kapolri selaku pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Maka peraturan mengenai senjata api yang tertuang dlam surat Keputusan Kapolri dengan Nomor polisi : SKEP / 82 / II / 2004 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI / POLRI Merupakan suatu peraturan yang otonom.

Surat keputusan Kapolri ini pada dasarnya mengatur mengenai tahapan yang harus dilalui pemohon Ijin senjata api yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka peraturan yang dijadikan pedoman bagi jajaran dalam Kepolisisan Negara Republik Indonesia dibuat pimpinannya dalam hal ini Kapolri.

(12)

Dalam pelaksaannya, surat keputusannya ini mengikat masyarakat yang hendak mengajukan permohonan Ijin kepemilikan senjata api. Sedangkan apabil terjadi suatu pelanggaran atas pemilikan Ijin tersebut, sanksi yang dapat dijatuhkan tetap merujuk pada Undang-undang Darurat Nomor 12 1951.

Dalam buku petunjuk ini juga diatur lebih lanjut mengenai mekanisme permohonan ijin senjata api serta jenis-jenis senjata api yang dapat dimiliki termasuk di dalamnya syarat-syarat yang haruas dipenuhi oleh pemohon ijin kepemilikan senjata api Non Organik TNI / POLRI. Syarat yang dimaksudkan yang melalui serangkaian tes yang harus dilaluinya untuk memiliki senjata api tersebut antara lain :

1) Memiliki kemampuan menembak minimal kelas III yang dibuktikan dengan sertifikat menembak yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat ijin POLRI dan disahkan oleh Pejabat Mabes POLRI.

2) Memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan dan mengamankan senjata sehingga terhindar dari penyalahgunaan

3) Memenuhi persyaratan Medis, Psikologis dan Umur.

Adapun Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perijinan Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementrian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia yaitu :

1) Pasal 2 huruf a

“Pemisahan, yaitu pelaksanaan pengawasan dan pengendalian senjata api harus dipisahkan antara senjata api standar militer yang digunakan oleh TNI untuk melaksanakan tugas pertahanan negara dan senjata api non standar militer yang tidak lazim digunakan oleh TNI”

2) Pasal 4

“Maksud dari peraturan Menteri ini sebagai pedoman dalam merumuskan, menentukan dan melaksanakan perijinan, pengawasan serta pengendalian senjata api standar militer dengan tujuan agar diperoleh keseragaman dan kesatuan pola tindak serta kelancaran dalam pengelolaan penyelenggaraannya”

3) Pasal 5

“Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengaturan perijinan, pengawasan dan pengendalian penggunaan dan atau pengelolaan senjata api standar militer di luar lingkungan Kemhan dan TNI”

(13)

“Untuk ekspor, impor pembelian, penjualan, produksi, pemilikan, penggunaan, penguasaan, pemuatan, pembongkaran , pengangkutan, penghibahan, peminjaman, pemusnahan senjata api standar militer dan amunisinya diperlukan ijin Menteri”.

(14)

Penutup

a. Kesimpulan

1. Alasan perdagangan dan kepemilikan senjata api harus memiliki ijin khusus adalah karena senjata api merupakan alat yang sangat berbahaya, tidak sembarangan untuk memperdagangkan ataupun memilikinya, harus mendapatkan ijin khusus dan langsung dari KAPOLRI. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api, intinya adalah setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang menjual, memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin khusus dikarenakan senjata api merupakan barang yang sangat berbahaya jika di salah gunakan.

2. Pengaturan perijinan perdagangan dan kepemilikan senjata api sangat tidak relevan dalam mengendalikan peredaranya di Indonesia karena minimnya sanksi, di samping itu aturan mengenai senjata api merupakan aturan lama, hanya berupa surat keputusan Kapolri. Terutama soal aturan tentang senjata api masih merupakan aturan lama, terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai senjata api, yaitu Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api, peraturan ini pada dasarnya mengenai peraturan hukuman yang istimewa sementara, melalui peraturan ini pula ditetapkan sanksi pidana terhadap seseorang yang melakukan penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak.

b. Saran

1. Persoalan kepemilikan senjata api ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama, peran serta masyarakat, di sini masyarakat harus bekerja sama dengan aparat kepolisian dengan cara melaporkan tindak kejahatan perdagangan dan penyalahgunaan yang melibatkan senjata api, laporan masyarakat juga lebih membantu aparat keamanan (Pihak Kepolisian) karena masyarakat merupakan sumber berita. Hal ini sangat diperlukan karena banyaknya masyarakat yang tidak mau melapor kasus kepemilikan senjata api yang mereka lihat dengan alasan unsur keamanan. Namun, apabila masyarakat mendapatkan perlindungan maka mereka tidak segan-segan memberikan informasi dan laporan.

(15)

2. Peran dari kepolisian, misalnya melakukan pendekatan seperti pemberian penyuluhan-penyuluhan dan pemasangan spanduk-spanduk kepada masyarakat yang berisi himbauan-himbauan agar tidak menggunakan senjata api untuk melawan hukum, pihak kepolisian harus bekerja ekstra dan lebih peka dengan situasi yang ada karena disini pihak kepolisian lah yang lebih berwenang untuk memberantas apapun yang menjadi penyalahgunaan senjata api atau yang lainnya.

3. Pihak kepolisian sebaiknya sesering mungkin melakukan razia senjata api yang beredar di kalangan masyarakat sesuai informasi atau laporan dari masyarakat maupun data dari kepolisian, sehingga mempersempit ruang gerak bagi pengedar dan pemilik senjata api secara ilegal, daerah-daerah atau tempat yang ditengarai sebagai jembatan penghubung masuknya senjata api agar dijaga secara ketat, misalnya pelabuhan laut dan udara.

4. Membentuk tim khusus yang memiliki kemampuan, keterampilan dan profesional yang bisa diandalkan yang bertugas khusus untuk memberantas peredaran dan kepemilikan senjata api secara ilegal. Dimana tim ini bekerja untuk mendapatkan target yang dicari. Memberikan perlindungan yang efektif bagi masyarakat yang memberikan laporan mengenai peredaran dan kepemilikan senjata api secara ilegal. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan yang merupakan haknya sebagai seorang saksi. Sehingga pelapor yang memberikan kesaksiannya tidak takut lagi terhadap ancaman yang dilakukan oleh pelaku.

5. Peran Pemerintah dan DPR adalah merespon masalah ini dengan memperkuat sistem keamanan dan membuat peraturan yang baru, Pemerintah dan DPR harus melakukan revisi terhadap undang-undang yang lama, perlu ada pengaturan yang lebih ketat terhadap subyek yang berhak memiliki senjata api, Kalau untuk masyarakat sipil seperti anggota parlemen, pemimpin perusahaan, artis atau pengusaha tidak perlu diberikan izin memiliki senjata api. Setiap orang yang melakukan tindak kejahatan harus dipastikan untuk mendapat ganjaran setimpal secara cepat dan tanggap. Jangan sampai lagi ada tindakan melindungi orang-orang tertentu sehingga hukum hanya dijadikan alat kepentingan, dan tidak membuat efek jera terhadap pelakunya.

(16)

Daftar Pustaka

Abdulkadir, Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta.

HR, Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Pudyatmoko, Y Sri, 2009, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Grasindo, anggota Ikapi, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi ke 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soekanto, Mamudji Sri, 2007, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada. Sumardi, Suryabrata, 2003, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta 1995.

Peraturan Perundang-undangan

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 tentang Izin Kepemilikan Senjata Api. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

Perizinan Terpadu Satu Pintu.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisai dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perijinan yang Diberikan Menurut Perundang-Undangan Mengenai Senjata Api.

Peraturan Mentri Pertahanan Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Senjata Api.

Surat Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Pembatasan Senjata Api dan Amunisi Untuk Perorangan.

Surat Keputusan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api.

Referensi

Dokumen terkait

saat tiba di tempat karaoke P2 sudah tidak menahan kantuk dan langsung tidur di tempat tersebut, saat P2 kaget karena mendengar keributan yang dilakukan teman minum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah karakteristik auditor (umur KAP, Kebutuhan dorongan dan kesadaran dalam teknologi informasi, pengetahuan atau

Dekan beserta sivitas akademika Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang mengucapkan terima kasih atas bantuan/bimbingan/fasilitas yang telah diberikan kepada mahasiswa kami

DAFTAR NAMA WISUDAWAN/WISUDAWATI DOKTER SPESIALIS OBETETRI DAN GINEKOLOGI.. PERIODE NOVEMBER 2012 –

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI MALANG.

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Arie Pramudhita Hartanto, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS PENGARUH KEDISIPLINAN, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN

Pendidikan Agama Islam (S1), bertujuan menghasilkan sarjana yang profesional, responsif, inovatif dan berakhlak mulia dengan profesi utama sebagai guru yang

Dari uji F dapat diketahui apakah semua variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendidikan dan tenaga kerja yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara