• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (BPMIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor : 041/PTK/I/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (BPMIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor : 041/PTK/I/2011"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

(BPMIGAS)

PEDOMAN TATA KERJA

Nomor : 041/PTK/I/2011

TENTANG:

PEMELIHARAAN FASILITAS PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI

JAKARTA TAHUN 2011

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

1.  UMUM 1 

1.1.  Latar Belakang 1 

1.2.  Maksud dan Tujuan 1 

1.3.  Ruang Lingkup 3 

1.4.  Dasar Hukum dan Referensi Hukum 3  1.5.  Prinsip Dasar Pelaksanaan Pemeliharaan

Fasilitas Produksi 4 

1.6.  Prinsip Pemeliharaan Fasilitas Produksi 5 

1.7.  Pengertian dan Istilah 6 

2.  INTEGRITAS FASILITAS 12 

2.1.  Landasan dan Tujuan 12 

2.2.  Persyaratan Minimum 13 

2.3.  Pengelolaan Data dan Dokumen 14 

2.4.  Penilaian Kinerja 16 

2.5.  Tahapan Program Integritas Fasilitas 18 

3.  KETERSEDIAAN DAN KEANDALAN PERALATAN 19 

3.1.  Tujuan 19 

3.2.  Persyaratan Minimum 19 

3.3.  Kerangka Umum Kerja Pemeliharaan 20  3.4.  Pengelolaan Data dan Dokumen 24 

4.  PENENTUAN STRATEGI PEMELIHARAAN 26 

4.1.  Analisis Fungsional 26 

4.2.  Analisis Tingkat Kekritisan 26  4.3.  Derajat Kekritisan (Criticality Ranking) 26  4.4.  Data Strategi Pemeliharaan 27 

4.5.  Benchmarking 28 

(5)

5.  PROSEDUR KEGIATAN PEMELIHARAAN 30 

5.1.  Prosedur Kegiatan Pemeliharaan 30  5.2.  Penentuan Jenis Kegiatan Pemeliharaan 31  5.3.  Perencanaan dan Penjadwalan 31 

5.4.  Kegiatan Pemeliharaan 32 

5.5.  Penyelesaian Kegiatan Pemeliharaan 33 6.  ORGANISASI DAN KOMPETENSI 35 

6.1.  Organisasi 35 

6.2.  Kompetensi 36 

7.  STRATEGI PEMELIHARAAN UNTUK FASILITAS BARU 38 

7.1.  Kondisi Laik Operasi 38 

7.2.  Pertimbangan Umum Perencanaan Fasilitas 38  7.3.  Pertimbangan Aspek Pemeliharaan dalam

Perencanaan Fasilitas 38 

7.4.  Kegiatan Pemeliharaan Pada Tahap Awal

Pengoperasian Fasilitas 39 

8.  MANAJEMEN MATERIAL 40 

8.1.  Maksud dan Ruang Lingkup 40 

8.2.  Persyaratan Minimum 40 

8.3.  Peluang Efisiensi Pengadaan Barang dan Jasa

Pemeliharaan 41 

8.4.  Strategi Manajemen Material Pemeliharaan 42  8.5.  Perencanaan dan Kontrol Ketersediaan

Barang 43 

9.  DECOMMISSIONING 44 

9.1.  Decommissioning 44 

9.2.  Abandonment 45 

10. PELAPORAN DAN AUDIT 46 

10.1. Pelaporan 46 

(6)

LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran 1 Formulasi

Lampiran 2 Klasifikasi Tingkat Peralatan

Lampiran 3 Contoh Diagram Alir Manajemen Pemeliharaan Lampiran 4 Siklus Hidup Peralatan dan Tipikal Pemeliharaan

Keandalan

Lampiran 5 Contoh Program Kerja Studi RAM Lampiran 6 Contoh Flowchart Identifikasi Resiko

(Hazard Identification)

(7)

1. UMUM

1.1. Latar Belakang

Minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam strategis yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh sebab itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat. Untuk memberikan landasan hukum bagi penataan atas penyelenggaraan dan pengelolaan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta langkah-langkah pembaruannya, maka telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Minyak dan gas bumi sebagai salah satu produk yang mempunyai nilai strategis perlu dijaga ketersediaannya secara berkesinambungan, oleh karenanya pemeliharaan fasilitas produksi minyak dan gas bumi perlu dikelola secara baik dan tepat.

Dengan dasar pemikiran tersebut, maka BPMIGAS bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) menyiapkan Pedoman Tata Kerja (PTK) Pemeliharaan Fasilitas Produksi dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Pedoman Tata Kerja ini dimaksudkan untuk:

1. Menjadi panduan untuk memberikan keseragaman pengertian dan tata cara pelaksanaan teknis dan administratif yang terintegrasi dalam melakukan kegiatan Pemeliharaan Fasilitas Produksi.

(8)

2. Menjadi acuan bagi semua pedoman baik berupa pedoman tata kerja maupun pedoman umum mengenai pelaksanaan Pemeliharaan Fasilitas Produksi yang dikelola oleh Kontraktor KKS dan/atau Pemeliharaan Fasilitas Produksi lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk dalam kegiatan usaha hulu Migas.

3. Memberikan arahan serta petunjuk teknis untuk penyusunan strategi dan pelaksanaan Pemeliharaan Fasilitas Produksi yang dikelola oleh Kontraktor KKS, termasuk penyedia jasa Pemeliharaan Fasilitas Produksi.

Menjadi acuan dasar bagi setiap Kontraktor KKS untuk penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pemeliharaan Fasilitas Produksi.

1.2.2. Tujuan penyusunan Pedoman Tata Kerja ini adalah : 1. Memberikan acuan dalam menetapkan

persyaratan minimum Pemeliharaan Fasilitas Produksi guna menjamin pencapaian target tingkat produksi, serta pemenuhan dipatuhinya ketentuan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Lindungan Lingkungan (K3LL) dengan biaya yang optimum.

2. Menjamin Keandalan (Reliability), Ketersediaan (Availability) dan Kemampurawatan (Maintainability) Fasilitas Produksi yang optimum. 3. Memberikan acuan dalam menyusun indikator

kinerja atau KPI (Key Performance Indicator) pelaksanaan Pemeliharan Fasilitas Produksi.

4. Memberikan panduan dalam upaya penghematan, baik terkait Pemeliharaan Fasilitas Produksi maupun pengoperasiannya.

(9)

1.3. Ruang Lingkup

1.3.1. Lingkup Pemberlakuan

Pedoman Tata Kerja ini berlaku untuk:

1. Fasilitas Produksi yang berstatus masih beroperasi, termasuk yang berstatus idle, standby, cadangan.

2. Fasilitas Produksi berstatus decommissioning

3. Fasilitas Produksi yang dikelola dan dikendalikan oleh Kontraktor KKS, baik merupakan aset Kontraktor KKS maupun disewa dari pihak lain. 4. Fasilitas Produksi yang masih dalam tahap

perancangan atau tahap konstruksi utamanya terutama berkaitan dengan aspek Keandalan, Ketersediaan dan Kemampurawatan.

1.3.2. Lingkup Pengaturan

Pedoman Tata Kerja ini mencakup pengaturan tentang: 1. Tugas, tanggung jawab, dan kewenangan

Kontraktor KKS dalam melakukan Pemeliharaan Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi.

2. Persyaratan minimum serta tata cara pelaksanaan teknis dan administrasi kegiatan Pemeliharaan Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi oleh Kontraktor KKS maupun sub-kontraktor penyedia jasa yang ditunjuk.

1.4. Dasar Hukum dan Referensi Hukum 1.4.1. Dasar Hukum :

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

(10)

1.4.2. Referensi Hukum :

1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 06P/0746/M.PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan, dan Teknik yang dipergunakan dalam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi

1.5. Prinsip Dasar Pelaksanaan Pemeliharaan Fasilitas Produksi

1.5.1. Menjaga kesinambungan produksi Minyak dan Gas Bumi, dimana segala aktivitas pemeliharaan yang dilaksanakan adalah untuk merawat dan menjaga semua peralatan fasilitas produksi beroperasi dengan baik.

1.5.2. Mematuhi ketentuan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.

1.5.3. Menjaga agar tingkat Integritas Fasilitas dalam kondisi baik.

1.5.4. Memaksimumkan Keandalan (Reliability) dan Ketersediaan (Availability) peralatan sesuai dengan kebutuhan operasi.

1.5.5. Menerapkan strategi pemeliharaan secara berkesinambungan sejak tahap konseptual saat Fasilitas Produksi dirancang.

1.5.6. Melakukan pencegahan dan identifikasi masalah yang akan timbul secara dini.

1.5.7. Melakukan pengukuran dan mendorong peningkatan kinerja untuk perbaikan yang berkelanjutan dengan menerapkan metode Siklus PDCA (Plan, Do, Check,

Action).

(* keterangan dimasukkan dalam lampiran)

PLAN prioritas DO tindakan terukur CHECK pendataan ACTION analisa /evaluasi

(11)

1.6. Prinsip Pemeliharaan Fasilitas Produksi

1.6.1. Mengelola sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien dengan menerapkan teknologi sesuai dengan tujuan Pemeliharaan.

1.6.2. Memelihara sistem pencatatan untuk merunut pelaksanaan aktivitas pemeliharaan, kerusakan dan pemanfaatan peralatan fasilitas produksi.

1.6.3. Memiliki dan menerapkan Strategi Pemeliharaan terdiri dari beberapa elemen seperti tercantum di bawah ini:

1. Corrective Maintenance

a. Melakukan perbaikan terhadap peralatan/fasilitas yang mengalami kerusakan.

b. Melakukan perbaikan terhadap perlatan/fasilitas yang mengalami penyimpangan di luar toleransi.

c. Melakukan perbaikan berkala setelah beroperasi sesuai dengan jumlah jam jalan (running hours) yang dipersyaratkan atau menurut perhitungan, misalnya overhaul peralatan putar

2. Preventive Maintenance

a. Melaksanakan kegiatan pencegahan kerusakan atau penyimpangan, termasuk antara lain menginspeksi, mengukur, memeriksa, dan menganalisis

b. Menggunakan catatan frekuensi kerusakan untuk menyusun prioritas pelaksanaan pemeliharaan.

3. Predictive Maintenance

a. Mendeteksi peralatan/fasilitas yang mengalami keausan (wearness) atau kelelahan (fatigue) yang berpotensi mengakibatkan kerusakan.

b. Mencatat semua data kerusakan dan/atau kegiatan pencegahan untuk menganalisis kecenderungan (trend), misalnya suhu pelumas, getaran dan tingkat korosi.

(12)

1.6.4. Meningkatkan keahlian para pelaksana tugas pemeliharaan (misalnya teknisi dan inspektur).

1.6.5. Menyusun analisis keekonomian dalam upaya meningkatkan Integritas, Keandalan, Ketersediaan dan Kemampurawatan.

1.6.6. Menetapkan target pemeliharaan sebagai tolok ukur pencapaian keberhasilan dengan parameter antara lain: Waktu Jeda (Down Time), Penggunaan Material, Penggunaan Tenaga Kerja, Penggunaan Energi, TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri), K3LL (Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lindung Lingkungan). 1.7. Pengertian dan Istilah

1.7.1. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) adalah badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan yang didirikan berdasarkan PP Nomor 42 Tahun 2002.

1.7.2. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.

1.7.3. Minyak Bumi, Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu, Kontrak Kerja Sama (KKS), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.

1.7.4. Maintenance (pemeliharaan) adalah suatu sistem yang bertujuan untuk mempertahankan, merawat dan memperbaiki peralatan agar memiliki tingkat kesiapan dan kehandalan untuk melakukan fungsi yang diperlukan sesuai dengan target, dengan memperhatikan faktor keselamatan dan lingkungan, aturan pemerintah dan perusahaan yang berlaku. 1.7.5. Fungsi Pemeliharaan adalah fungsi yang bertanggung

jawab untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan memonitor kegiatan Pemeliharaan Fasilitas Produksi.

(13)

1.7.6. Fasilitas Produksi adalah semua fasilitas yang digunakan untuk kegiatan produksi mulai dari kepala sumur sampai ke titik serah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dioperasikan oleh Kontraktor KKS.

1.7.7. Facility integrity (integritas fasilitas) adalah kondisi/kemampuan fasilitas/ peralatan yang laik operasi dan sesuai dengan fungsi serta spesifikasi teknis yang ditentukan untuk menjaga keutuhan fasilitas.

1.7.8. Reliability (keandalan) adalah kemampuan suatu peralatan untuk mampu beroperasi sesuai dengan kebutuhan untuk jangka waktu yang ditentukan.

1.7.9. Availability (ketersediaan) adalah kemampuan suatu alat berada dalam keadaan dapat berfungsi sesuai peruntukannya pada kondisi operasi yang ditetapkan pada saat tertentu atau selama selang waktu tertentu. 1.7.10. Standar kinerja (performance standard) adalah

referensi ukuran tingkat kesuksesan pencapaian suatu aktivitas atau operasi fasilitas/ peralatan.

1.7.11. Kemampurawatan (Maintainability) adalah kemampuan suatu peralatan untuk dapat dilakukan Pemeliharaan sesuai dengan kaidah dan ketentuan yang berlaku.

1.7.12. Peralatan vital adalah peralatan yang apabila tidak berfungsi sebagaimana mestinya akan berdampak terhadap kehilangan produksi dan/atau berdampak kepada keselamatan dan lingkungan.

1.7.13. Peralatan kritikal keselamatan (safety critical equipment) adalah setiap peralatan vital yang jika mengalami kegagalan operasi akan mempunyai potensi konsekuensi yang serius terhadap kesehatan keselamatan kerja dan lingkungan. Peralatan yang termasuk dalam kategori safety critical adalah yang memiliki fungsi untuk mencegah, atau mendeteksi, atau mengontrol/ mengurangi resiko/ bahaya, atau evakuasi orang dari bahaya.

(14)

1.7.14. Peralatan kritikal produksi (production critical equipment) adalah peralatan yang apabila tidak berfungsi sebagaimana mestinya akan berpotensi kehilangan produksi.

1.7.15. Downtime Terjadwal (scheduled downtime) adalah jumlah waktu untuk suatu peralatan tidak dioperasikan untuk suatu aktivitas maintenance terjadwal yang telah di tentukan waktu pelaksanaannya.

1.7.16. Downtime Tidak Terjadwal (unscheduled downtime) adalah jumlah waktu suatu peralatan tidak dapat beroperasi karena suatu sebab tanpa direncanakan. 1.7.17. Suku cadang operasi (operating spare) adalah

material suplai yang dipakai untuk aktivitas

maintenance, serta operasi secara umum termasuk

material habis-pakai (consumable) yang digunakan untuk mendukung jalannya operasi.

1.7.18. Suku Cadang Kritikal (Critical Spare Parts) adalah suku cadang yang diperlukan dalam melakukan kegiatan Pemeliharaan untuk menjamin kelangsungan produksi dan/atau pemenuhan terhadap ketentuan K3LL.

1.7.19. Suku Cadang Wajib (Insurance Spare Parts) adalah suku cadang diperlukan dalam kegiatan Pemeliharaan yang harus ada setiap saat dan berdampak langsung terhadap kelangsungan produksi Minyak dan Gas Bumi.

1.7.20. Sistem Kontrol Kegiatan (Control of Work - CoW) adalah sistem perijinan kerja untuk mengidentifikasi kondisi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan, termasuk hal – hal yang akan membahayakan pelaksanaan kegiatan dan untuk menentukan semua langkah pencegahan dan peralatan keselamatan kerja yang digunakan, dan pemeriksaan lapangan sebelum serah terima pekerjaan.

(15)

1.7.21. Maintenance Management System (MMS) adalah sistem administratif dan teknik yang dirancang untuk membantu manajemen dan operasional dalam mengambil keputusan untuk pelaksanaan maintenance fasilitas dan peralatan yang efektif dan efisien.

1.7.22. Tukar Guling (Exchange) adalah pertukaran bagian peralatan dalam Fasilitas Produksi yang bertujuan untuk mengurangi waktu jeda dan mengoptimumkan biaya operasi.

1.7.23. Corrective Maintenance adalah pekerjaan

maintenance yang dilakukan setelah kerusakan terjadi

untuk mengembalikan kemampuan fungsi peralatan. 1.7.24. Perbaikan Kerusakan (Breakdown Maintenance)

adalah pekerjaan perbaikan yang dilakukan setelah kerusakan terjadi untuk mengembalikan kemampuan fungsi peralatan

1.7.25. Preventive Maintenance adalah pekerjaan

maintenance yang dilakukan berdasarkan jadwal waktu

tertentu untuk mencegah terjadinya kerusakan atau penurunan kemampuan peralatan.

1.7.26. Predictive Maintenance adalah pekerjaan

maintenance yang dilakukan berdasarkan hasil

pengamatan rutin data kondisi/operasi peralatan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya kerusakan. 1.7.27. Program Pemeliharaan Terpadu (Integrated

Maintenance Program) adalah metoda optimisasi sumber daya manusia dalam implementasi pemeliharaan peralatan di suatu lokasi dengan mengintegrasikan semua pelaksanaannya dalam satu waktu secara massal atau bersamaan.

1.7.28. Risk Based Inspection (RBI) adalah suatu metodologi yang digunakan dalam menentukan pelaksanaan inspeksi untuk mencapai suatu tingkat keandalan tertentu yang didasarkan pada suatu standar kriteria resiko.

(16)

1.7.29. Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis) adalah analisis dari kegiatan Pemeliharaan yang terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan yang meliputi jumlah kegiatan maupun sumberdaya digunakan.

1.7.30. Kompetensi adalah tingkat kemampuan dan kualitas pekerja agar dapat efektif dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tuntutan deskripsi posisi kerja.

1.7.31. Mothballing adalah prosedur yang meliputi isolasi, pembersihan dan perlindungan yang dilakukan terhadap peralatan yang telah tidak dipakai lagi dan dibiarkan tetap berada ditempatnya, agar berada dalam kondisi aman.

1.7.32. Gagal Operasi (Shut Down) adalah terhentinya operasi atau aktivitas di suatu fasilitas produksi.

1.7.33. Campaign Maintenance adalah metode optimisasi sumber daya manusia dalam implementasi

maintenance peralatan yang tidak memerlukan total shutdown di suatu lokasi dengan mengintegrasikan

semua pelaksanaannya dalam satu waktu secara masal atau bersamaan.

1.7.34. Prosedur Kegiatan Pemeliharaan adalah tata cara yang diterapkan dan mengikuti pola / metoda tertentu dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan

1.7.35. Historical record adalah sistem pencatatan mengenai sejarah perawatan yang meliputi hasil analisis, evaluasi dan koreksi yang dapat mengidentifikasi tingkat keandalan dan ketersediaan dari peralatan tersebut secara individual.

(17)

1.7.36. Maintenance Audit ialah kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan dari sistem manajemen pemeliharaan serta membuktikan apakah sistem tersebut telah diterapkan secara efektif. Tujuan audit adalah untuk menentukan apakah program sedang / sudah berjalan secara aktif dan telah sesuai dengan kebutuhan, mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan membuat rekomendasi untuk peningkatannya. Tim Audit harus melakukan audit lengkap dari seluruh program manajemen pemeliharaan setiap tahunnya untuk meyakinkan kesesuaian dengan Pedoman Tata Kerja (PTK) standar industri yang ada, kebijakan perusahaan, dan untuk memastikan apakah sasaran telah dicapai atau upaya perbaikan sedang dijalankan. 1.7.37. MTBF (Mean Time Between Failure) adalah waktu

rata-rata antar kegagalan peralatan.

1.7.38. MTTR (Mean Time To Repair) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengembalikan peralatan yang rusak/gagal menjadi mampu dioperasikan kembali 1.7.39. Kegagalan (Failure) adalah kondisi peralatan yang

menyimpang dari paramater normal yang ditetapkan sesuai kondisi operasi.

1.7.40. Moda Kegagalan (Failure Mode) adalah moda atau dampak dari kegagalan yang teramati.

1.7.41. Analisis Moda dan Pengaruh Kegagalan/Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), suatu prosedur untuk menganalisis bagaimana suatu sistem gagal dalam fungsinya (moda gagal) dan menentukan dampak yang ditimbulkan baik secara sendiri maupun sebagai sistem. Analisis selalu dilakukan dari tingkatan terendah ke tertinggi didalam suatu sistem (bottom up). 1.7.42. Tingkat Kegagalan (Failure Rate) adalah jumlah

(18)

2. INTEGRITAS FASILITAS

Program Pemeliharaan yang terintegrasi untuk Fasilitas Produksi mencakup implementasi tahap perencanaan, tahap pengoperasian, dan tahap berakhirnya masa pakai.

2.1. Landasan dan Tujuan

2.1.1. Pelaksanaan Proses untuk menjamin integritas fasilitas produksi harus berlandaskan pada:

1. Ketentuan dan standar yang berlaku, yaitu: a. Undang-undang atau peraturan yang berlaku

di Indonesia

b. Standar industri atau aplikasi terbaik (best

practice) dalam industri.

c. Standar ketentuan Integritas Fasilitas yang berlaku di perusahaan KKKS.

2. Batas desain atau batas aman operasi (safe

operating limit), yang didefinisikan melalui suatu

proses penilaian dan analisis risiko (risk

assessment) serta manajemen perubahan (management of change) sepanjang siklus umur

(life-cycle) dari fasilitas produksi.

3. Program Pemeliharaan, yang dimaksudkan untuk menjaga agar kinerja peralatan/fasilitas sesuai dengan desain awal atau batas kebutuhan (fitness

for service) yang sesuai dengan peraturan

dan/atau standar yang diakui.

2.1.2. Implementasi Integritas Fasilitas bertujuan untuk: 1. Memastikan pemilihan material, peralatan, struktur

dan fasilitas dilakukan sesuai kebutuhan untuk menghindari atau mengurangi jumlah dan tingkat keparahan (severity) terjadinya kebocoran atau terlepasnya material hidrokarbon atau zat berbahaya (hazardous material) ke lingkungan. 2. Menjaga keutuhan struktur fasilitas sepanjang

(19)

3. Mencegah terjadinya kecelakaan karena kegagalan sistem dan peralatan.

4. Menjaga kemampuan produksi dari Fasilitas Produksi sesuai dengan kapasitas yang direncanakan.

5. Meminimalkan Unscheduled Down Time

6. Memperpanjang MTBF (Mean Time Between

Failure) dan mempersingkat MTTR (Mean Time To Repair)

7. Memperpanjang umur peralatan. 8. Meningkatkan kemampuan SDM.

9. Meningkatkan efektivitas biaya pemeliharaan

2.2. Persyaratan Minimum

Integritas Fasilitas Produksi harus memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

2.2.1. Memiliki data tentang program pemeliharaan dan implementasinya, yang harus dapat diidentifikasi, dipantau dan diaudit. Data tersebut meliputi:

1. Batas aman pengoperasian peralatan/fasilitas, termasuk struktur dan sumur.

2. Laporan hasil pelaksanaan program, berikut hasil analisisnya.

3. Data desain dan gambar fasilitas.

4. Data lain menyangkut inspeksi, perawatan, perbaikan, penilaian (assessment), analisis risiko

Cost Benefit Technical Capability Reliability Operation Capability

+

(20)

-dan pengelolaan dokumen manajemen perubahan, termasuk proses pengadaan.

2.2.2. Memiliki program penerapan proses evaluasi potensi bahaya serta penilaian risk assessment. Program tersebut meliputi:

1. Identifikasi dan evaluasi potensi bahaya terbesar. terhadap Fasilitas Produksi serta aktivitas pencegahannya.

2. Identifikasi risiko operasi

3. Penentuan langkah pencegahan bahaya dan risiko operasi.

4. Pemutakhiran penilaian dan analisis risiko yang dilakukan secara periodik atau bila terjadi perubahan.

5. Memastikan bahwa proses penilaian dan analisis risiko dilakukan oleh pihak yang kompeten.

2.2.3. Membuat skala prioritas pelaksanaan pemeliharaan sesuai derajat kekritisan peralatan atas dasar analisis risiko.

2.2.4. Menerapkan strategi pemeliharaan secara berkesinambungan yang meliputi juga tahap konseptual atau perancangan suatu Fasilitas Produksi baru dan kegiatan modifikasi Fasilitas Produksi.

2.2.5. Memiliki kebijakan Integritas Fasilitas dari Fasilitas Produksi berupa dokumen yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kontraktor KKS.

2.2.6. Menerapkan Risk Based Inspection sebagai alternatif untuk melakukan aktivitas pemeliharaan peralatan statik dengan biaya yang efektif dan efisien.

2.3. Pengelolaan Data dan Dokumen

Setiap data dan dokumen yang terkait dengan program Integritas Fasilitas harus disimpan dalam suatu sistem manajemen data yang dapat diperiksa dan diakses setiap saat. Kegiatan pengelolaan data dan dokumen harus memuat sekurang-kurangnya informasi sebagai berikut :

(21)

2.3.1. Inventarisasi aset dari Fasilitas Produksi.

2.3.2. Registrasi data peralatan yang dimiliki, terutama Peralatan Kritikal Keselamatan .

2.3.3. Data desain dan gambar, data pabrikan (manufacturer

data)

2.3.4. Data parameter operasi, setting point, kapasitas produksi dan data operasi lainnya.

2.3.5. Dokumen strategi pemeliharaan dan program pelaksanaannya

2.3.6. Data kompetensi pekerja, struktur organisasi, serta fungsi dan wewenang

2.3.7. Dokumen pelaksanaan Pemeliharaan setiap peralatan termasuk analisisnya

2.3.8. Data Fasilitas Produksi: 1. Kapasitas terpasang 2. Kapasitas desain

3. Anggaran dan realisasi biaya untuk kegiatan pemeliharaan

4. Dampak terhadap lingkungan (environmental

impact)

2.3.9. Data Kegagalan Peralatan:

1. Moda Kegagalan dan Tingkat Kegagalan 2. Pengurangan (Reduksi) Kapasitas 3. Interval / frekuensi Pemeliharaan 4. MTBF

5. MTTR

2.3.10. Data peralatan (Equipment Data Sheet) dan/atau Manufacture Data Sheet

2.3.11. Data Manual Instruction Peralatan

2.3.12. Dokumen program Integritas Fasilitas dan implementasinya.

2.3.13. Dokumen terkait prosedur pelaksanaan inspeksi, perawatan dan perbaikan setiap peralatan, termasuk kinerja minimum (minimum performance) yang harus dipenuhi.

2.3.14. Data hasil kegiatan pemeliharaan (inspeksi, perawatan, perbaikan) serta analisisnya.

(22)

2.3.15. Data hasil kajian risiko terhadap peralatan/fasilitas untuk menentukan tingkat kekritisan.

2.3.16. Data suku cadang (spare parts) termasuk status kesiapan pemakaian.

2.3.17. Data batas aman pengoperasian fasilitas termasuk struktur (platform) dan sumur.

2.3.18. Data manajemen perubahan.

2.3.19. Data audit teknis termasuk rekomendasi dan tindak lanjut kegiatan pemeliharaan.

2.4. Penilaian Kinerja

2.4.1. Penilaian kinerja dalam pengelolaan dan implementasi dari Integritas Fasilitas dilakukan dengan menggunakan Key Performance Indicator (KPI).

2.4.2. KPI awal digunakan sebagai acuan awal (base line) untuk sistem Pemeliharaan yang meliputi Keselamatan Kerja, Administrasi, Efektivitas Pemeliharaan, Biaya Pemeliharaan.

2.4.3. Pemantauan KPI dilaksanakan secara rutin untuk memastikan bahwa perbaikan dan perubahan yang sesuai dapat dilakukan terhadap tujuan sejalan dengan umur fasilitas.

2.4.4. KPI sebagaimana dimaksud pada butir 2.4.1. di atas, sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai:

1. Tingkat aktivitas dan tingkat pencapaian terhadap rencana yang menunjukkan leading status atau

lagging status.

2. Jumlah pekerjaan pemeliharaan yang terencana dan tingkat pencapaiannya dibandingkan dengan total pemeliharaan.

3. Jumlah pekerjaan rencana inspeksi dan tingkat pencapaiannya.

4. Aspek Keselamatan Kerja, antara lain:

a. Insiden yang mengakibatkan kehilangan produksi (Lost Time Incidents)

(23)

5. Aspek Administrasi, antara lain:

a. Perintah Kerja (Work Order) Pemeliharaan terjadwal harian

b. Perbandingan realisasi terhadap anggaran

c. Back Log Pekerjaan per satuan waktu

(misalnya: bulan)

d. Maintenance Planning Ratio (MPR =

[Preventive Work Orders + Predictive Work

Orders] ÷ Corrective Work Orders)

6. Aspek Efektivitas Pemeliharaan, antara lain:

a. Equipment Down Time Caused by Break

Down

b. Importance of Breakdown Repair

c. Equipment Availability

d. System Availability

7. Reliability / Maintainability, antara lain : a. MTBF (Mean Time Between Failure) b. MTTR (Mean Time To Repair)

c. MTBR (Mean Time Between Repair = MTBF

– MTTR)

d. OEE (Overall Equipment Effectiveness =

Availability x Efficiency x Quality)

8. Aspek Biaya Pemeliharaan, antara lain : a. Biaya Pemeliharaan

b. Inventory Turnover Rate

c. Perbandingan realisasi terhadap anggaran 9. Aspek TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri),

antara lain : a. Tenaga kerja b. Material (spare parts) c. Peralatan penunjang kerja

(24)

2.5. Tahapan Program Integritas Fasilitas

Tahapan program Integritas Fasilitas ini sekurang-kurangnya meliputi aktivitas sebagai berikut:

Implementasi Rencana Manajemen Risiko Proses Pembelajaran dan Improvement Evaluasi potensi bahaya dan penilaian

risiko

Pembuatan Perencanaan Manajemen Risiko

- Identifikasi potensi bahaya

- Pelaksanaan penilaian risiko (risk assessment)

- Penilaian tingkat kritikalitas peralatan - Identifikasi dan deskripsi safe

operating limit

- Menetapkan prosedur dan practices - Identifikasi kompetensi yang diperlukan - Membuat rencana kerja manajemen

risiko Integritas Peralatan

- Menetapkan corrosion management

plan

- Implementasi Rencana Manajemen Risiko

- Pelaksanaan manajemen perubahan

- Investigasi

- Penilaian kinerja menggunakan KPI - Audit & peer review

(25)

3. KETERSEDIAAN DAN KEANDALAN

PERALATAN

3.1. Tujuan

Ketersediaan dan Keandalan peralatan harus selalu ditingkatkan atau dipertahankan dengan tujuan untuk mendapatkan peralatan yang andal sehingga dapat mencapai kapasitas terpasang dengan biaya operasi optimal, dengan tetap memperhatikan faktor kesehatan, keselamatan kerja dan lindungan lingkungan.

3.2. Persyaratan Minimum

Dalam hal Ketersediaan dan Keandalan Peralatan, setiap Kontraktor KKS harus sekurang-kurangnya :

3.2.1. Memiliki strategi pemeliharaan yang memuat penjelasan program kerja untuk meningkatkan/mempertahankan Ketersediaan dan Keandalan peralatan.

3.2.2. Mempunyai program pekerjaan pemeliharaan yang spesifik untuk setiap jenis peralatan yang dimiliki. 3.2.3. Memiliki kontrol pekerjaan atas pekerjaan–pekerjaan

pemeliharaan yang teridentifikasi

3.2.4. Memiliki mekanisme kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan

3.2.5. Melakukan eksekusi atas pekerjaan pemeliharaan. 3.2.6. Membandingkan hasil dari pekerjaan pemeliharaan

tersebut dengan tujuan dan target dari pemeliharaan 3.2.7. Memiliki strategi untuk meminimumkan unscheduled

downtime dengan mengoptimumkan kegiatan

Pemeliharaan pada saat planned shutdown atau

integrated shutdown plan.

3.2.8. Memiliki sistem identifikasi kegagalan peralatan atau kegiatan pemeliharaan yang berpotensi menyebabkan kehilangan produksi.

(26)

3.2.9. Memiliki dokumentasi semua data yang terkait dengan kegiatan pemeliharaan sesuai dengan strategi yang dimiliki.

3.2.10. Memiliki peralatan untuk Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance

3.2.11. Memiliki personel yang berkemampuan untuk melakukan analisis preventif dan prediktif

3.2.12. Memiliki sistem pelaporan Ketersediaan dan Keandalan, terutama untuk peralatan berputar (rotating

equipment) yang vital.

3.3. Kerangka Umum Kerja Pemeliharaan

Strategi Pemeliharaan disusun berdasarkan Kerangka Umum Kerja Pemeliharaan yang sekurang-kurangnya terdiri dari elemen-elemen berikut:

3.3.1. Struktur Organisasi dan Kepemimpinan

1. Terdapat struktur organisasi dan kepemimpinan yang jelas untuk Fungsi Pemeliharaan, dimana tiap posisi atau jabatan dalam struktur tersebut memiliki uraian tugas dan tanggung jawab yang lengkap.

2. Pimpinan tertinggi yang membawahi Fungsi Pemeliharaan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan proses dan prosedur pemeliharaan yang komprehensif, menentukan kompetensi yang tepat untuk mengisi jabatan pada struktur Fungsi Pemeliharaan, dan menetapkan target yang jelas dan terukur.

3.3.2. Ketersediaan dan Keandalan Peralatan

1. Setiap peralatan harus dilengkapi dengan target Ketersediaan dan Keandalan yang ditetapkan secara sistematis agar dicapai tingkat produksi optimum.

2. Setiap peralatan harus memiliki Program Pemeliharaan yang dapat mendukung target Ketersediaan dan Keandalan.

3. Setiap peralatan harus memiliki catatan historis (historical record).

(27)

3.3.3. Manajemen Pelaksanaan

1. Menetapkan program kerja untuk pemeliharaan peralatan/fasilitas

2. Membuat proses perencanaan dan penjadwalan yang terintegrasi untuk memastikan penggunaan sumber daya dan ketepatan jadwal pelaksanaan pemeliharaan berdasarkan skala prioritas yang mencakup :

a. Corrective Maintenance - Unscheduled

b. Corrective Maintenance - Scheduled

c. Preventive Maintenance

d. Predictive Maintenance

3. Melakukan kegiatan pemeliharaan yang pro-aktif dengan membuat skala prioritas harian yang meliputi :

a. Identifikasi tugas-tugas b. Jumlah pekerjaan c. Alokasi personel

d. Ketersediaan peralatan kerja e. Ketersediaan material

f. Alokasi material suku cadang (spare parts) baik yang consumable maupun capital g. Prioritas peralatan yang paling kritikal dan

penting

h. Komplikasi risiko

i. Pertimbangan keamanan dan keselamatan j. Isu-isu lingkungan

4. Membuat perencanaan biaya pemeliharaan secara menyeluruh.

(28)

3.3.4. Strategi Manajemen Material

a. Memiliki sistem kontrol material dan evaluasi yang efektif dan efisien yang menjamin kelancaran operasi.

b. Memiliki kriteria critical spare parts untuk peralatan

utama yang ditentukan melalui Teknik Analisis Risiko Keandalan terhadap operasi.

c. Pengadaan material dan pemilihan pemasok mengacu pada aturan BPMIGAS dan aturan tiap Kontraktor KKS.

3.3.5. Manajemen Perubahan

Setiap KKKS wajib memiliki sistem manajemen untuk memastikan setiap perubahan yang menyangkut proses, peralatan sistem keselamatan, dokumen

engineering tercatat dalam suatu sistem yang dapat

diperiksa dan diakses setiap saat.

3.3.6. Pengukuran Kinerja dan Peningkatan yang Berkelanjutan (Continuous Improvement)

1. Penilaian kinerja harus dapat mengidentifikasi tingkat pencapaian target yang telah ditentukan untuk dijadikan acuan dalam mengoptimumkan dan meningkatkan kinerja Fasilitas Produksi. 2. Setiap kegiatan yang telah mencapai target

kinerja yang ditentukan, akan dikaji ulang untuk dijadikan sebagai bahan peningkatan yang berkelanjutan.

3. Memiliki sistem yang dapat memastikan bahwa analisis dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil inspeksi dan pemeliharaan peralatan vital, dan hasilnya digunakan sebagai bahan masukan untuk proses peningkatan yang berkelanjutan.

3.3.7. Sistem, Prosedur dan Proses Utama

Sistem, prosedur dan proses utama yang disarankan dalam kerangka umum kerja pemeliharaan:

1. Maintenance Management System (MMS)

2. Perencanaan dan penjadwalan (planning and

(29)

3. Generic Strategy untuk tiap jenis peralatan

4. Rencana kerja pemeliharaan yang khusus untuk tiap jenis peralatan (Equipment Specific Plan) 5. Program Pemeliharaan terpadu (integrated

program)

6. Strategi Pemeliharaan untuk proyek baru 7. Integrated shutdown planning

8. Manajemen suku cadang (spare parts

management)

9. Condition Monitoring dan pengumpulan data proses (plant operation)

10. Analisis data dan Root Cause Analysis / Cause

Tree Analysis.

11. Program Pemeliharaan oleh operator (maintenance by operator)

12. Quality Assurance Program

13. Penempatan dan optimisasi pekerja

14. Deskripsi peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan target dari tiap posisi

15. Knowledge sharing dan lesson learned

Untuk menjalankan sistem, prosedur dan proses utama tersebut di atas, Kontraktor KKS harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menyusun program pemeliharaan yang pro-aktif untuk meminimumkan potensi kerusakan yang ditimbulkan dari pekerjaan pemeliharaan.

2. Melaksanakan pemeliharaan yang efektif dan efisien; dengan cara perencanaan, penjadwalan, keterlibatan aktif operator produksi, dan pelaksanaan manajemen material yang efektif. 3. Melakukan optimasi tenaga kerja; dengan cara

menganalisis kebutuhan organisasi dan mengatasi kekurangannya melalui program pelatihan dan pengelolaan informasi dan pengetahuan.

(30)

4. Meningkatkan kinerja dengan menerapkan Key

Performance Indicators (KPI) sebagai salah satu

acuan untuk pencapaian target produksi.

5. Mengidentifikasi pengalaman Fasilitas Produksi lain sebagai acuan pembanding (benchmark) yang digunakan sebagai pembelajaran bersama untuk memperbaiki kinerja fasilitas tersebut. 3.4. Pengelolaan Data dan Dokumen

Setiap data dan dokumen yang terkait dengan program pemeliharaan harus disimpan dalam suatu sistem manajemen data yang dapat diperiksa dan diakses setiap saat.

Dokumen yang terkait dengan program pemeliharaan sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai:

3.4.1. Inventarisasi aset dari Fasilitas Produksi.

3.4.2. Registrasi data peralatan yang dimiliki, terutama Peralatan Kritikal Keselamatan .

3.4.3. Data desain dan gambar, data pabrikan (manufacturer

data)

3.4.4. Dokumen strategi pemeliharaan dan program implementasinya.

3.4.5. Dokumen khusus untuk pelaksanaan emeliharaan setiap peralatan termasuk analisisnya

3.4.6. Data Fasilitas Produksi: 1. Kapasitas terpasang 2. Kapasitas desain

3. Anggaran dan realisasi biaya untuk kegiatan pemeliharaan

3.4.7. Data Kegagalan Peralatan

1. Moda Kegagalan dan Tingkat Kegagalan 2. Pengurangan (Reduksi) Kapasitas 3. Interval / frekuensi Pemeliharaan 4. MTBF

5. MTTR

6. Dampak terhadap lingkungan (environmental

(31)

3.4.8. Data kompetensi pekerja, struktur organisasi, serta fungsi dan wewenang

3.4.9. Data hasil kajian risiko terhadap fasilitas/peralatan untuk menentukan tingkat kekritisan.

3.4.10. Data penilaian terhadap peralatan/fasilitas untuk menentukan tingkat kekritisan.

3.4.11. Data peralatan (Equipment Data Sheet) dan/atau Manufacture Data Sheet

3.4.12. Data Manual Instruction Peralatan

3.4.13. Dokumen terkait prosedur pelaksanaan pemeliharaan (inspeksi, perawatan dan perbaikan) setiap peralatan, termasuk kinerja minimum (minimum performance) yang harus dipenuhi.

3.4.14. Data hasil kegiatan pemeliharaan (inspeksi, perawatan, perbaikan) serta analisisnya.

3.4.15. Data suku cadang (spare parts) termasuk status kesiapan pemakaian.

3.4.16. Data batas aman pengoperasian fasilitas termasuk struktur (platform) dan sumur.

3.4.17. Dokumen manajemen perubahan.

3.4.18. Data audit teknis termasuk rekomendasi dan tindak lanjut kegiatan pemeliharaan.

(32)

4. PENENTUAN STRATEGI

PEMELIHARAAN

Dalam menentukan aktivitas pemeliharaan, KKKS perlu mengetahui fungsi dan kondisi peralatan fasilitas produksi yang akan menentukan tingkat efektivitas dari kegiatan pemeliharaan, oleh sebab itu diperlukan penentuan tata kelola berdasarkan parameter berikut :

4.1. Analisis Fungsional

Analisis Fungsional berupa kajian fungsi peralatan, dalam hal kesesuaian antara:

1. Kapasitas desain awal terhadap kapasitas aktual 2. Kapasitas operasi yang diperlukan terhadap

kapasitas aktual 4.2. Analisis Tingkat Kekritisan

Analisis Tingkat Kekritisan berupa kajian untuk pengelompokan risiko dari peralatan fasilitas produksi jika mengalami kegagalan fungsi berdasarkan faktor – faktor di bawah ini berdasarkan :

1. Kecelakaan Kerja dan Pencemaran Lingkungan 2. Penurunan Produksi karena Down Time

3. Penurunan Kualitas Produksi

4. Ketiadaan Fasilitas/Peralatan cadangan (Redundancies)

4.3. Derajat Kekritisan (Criticality Ranking)

Penentuan Derajat kekritisan minimum mempunyai 3 tingkat, yaitu :

4.3.1. Kekritisan Tinggi 1. Prioritas Tinggi

2. Wajib diterapkan Integritas Fasilitas

3. Disarankan untuk menerapkan Program Sistem Keandalan, yang mencakup metodologi RAM (Reliability Availability Maintainability)

(33)

4.3.2. Kekritisan Sedang 1. Prioritas Sedang

2. Sebaiknya diterapkan Integritas Fasilitas

3. Sebaiknya diterapkan program generik database berdasarkan Jenis Kegagalan dan Efek-nya yang mencakup FMEA (Failure Mode Effect Analysis). 4.3.3. Kekritisan Rendah

1. Prioritas Rendah

2. Disarankan diterapkan Integritas Fasilitas. 4.4. Data Strategi Pemeliharaan

Berdasarkan keluaran dari derajat kekritisan perlu dilakukan strategi pemeliharaan yang sesuai untuk Sistem Manajemen Pemeliharaan.

4.4.1. Data-data yang diperlukan dalam sistem manajemen pemeliharaan tersebut adalah:

1. Data peralatan/fasilitas 2. Data kejadian kegagalan

3. Data kecenderungan (trend) dari kegagalan 4. Data kerusakan / penyimpangan peralatan 5. Data inspeksi

6. Data aktivitas preventive maintenance (jadwal dan

frekuensi)

7. Data kebutuhan material

8. Data personel/ teknisi yang diperlukan 9. Data jumlah jam jalan (running hours). 10. Data historis (historical record) 4.4.2. Data–data dalam sistem manajemen pemeliharaan

dalam butir 4.4.1. akan dievaluasi dan dianalisis untuk menentukan koreksi yang perlu dilakukan terhadap strategi pemeliharaan tersebut berikut penerapannya. Proses ini akan terus berkelanjutan dan dimonitor melalui KPI yang dipantau secara berkala.

(34)

4.5. Benchmarking

4.5.1. Benchmarking merupakan suatu usaha untuk menemukan suatu aplikasi terbaik (best practice) dalam industri yang menuju kepada suatu prestasi terbaik. 4.5.2. Prosedur benchmarking untuk pemeliharaan:

1. Identifikasi terhadap organisasi dan/atau tim pemeliharaan yang akan dilakukan benchmark. 2. Identifikasi terhadap kinerja organisasi atau tim

yang akan dilakukan benchmark.

3. Identifikasi contoh prestasi terbaik dari suatu organisasi pemeliharaan, dimanapun berada dalam suatu lingkup sektor industri yang sama, yang dapat digunakan sebagai suatu standar perbandingan.

4. Hasil identifikasi dari benchmark tersebut dapat digunakan untuk menentukan tingkat prestasi terhadap sistem manajemen pemeliharaan. 5. Identifikasi dari pelaksanaan, struktur dan sistem

manajemen pemeliharaan yang dapat memberikan standar perbandingan.

6. Menggunakan benchmark yang telah

teridentifikasi untuk memberikan suatu observasi hasil dari standar perbandingan untuk kendala kinerja (performance gap) dengan alasan–alasan tertentu yang menyebabkan kegagalan, dari suatu sistem dan struktur organisasi dari manajemen pemeliharaan.

7. Melaksanakan dari temuan–temuan yang telah teridentifikasi untuk mendapatkan suatu langkah– langkah perbaikan berkelanjutan dari suatu sistem dan struktur organisasi dari manajemen pemeliharaan.

4.5.3. Beberapa tingkatan pelaksanaan benchmarking secara

generik:

1. Perencanaan

a. Identifikasi apa yg akan dilakukan

benchmark

(35)

c. Menentukan metodologi pengumpulan data d. Pengumpulan data

2. Analisis

a. Penentuan kendala kinerja (performance

gap) saat ini

Proyeksi Future Performance Levels 3. Integrasi

a. Mengkomunikasikan dan mengakui atas temuan benchmark

b. Menetapkan target pencapaian. 4. Tindak Lanjut

a. Membuat rencana tindak lanjut

b. Pelaksanaan tindak lanjut dan memantau kemajuan

c. Rekalibrasi benchmark

5. Kematangan (Maturity)

a. Kepemimpinan untuk pelaksanaan hasil– hasil benchmarking.

b. Penerapan dan pelaksanaan secara integral. 4.6. Manajemen Perubahan

4.6.1. Perubahan pada peralatan/fasilitas meliputi perubahan parameter operasi, konstruksi dan sistem kontrol peralatan/fasilitas.

4.6.2. Setiap perubahan yang dilakukan terhadap peralatan/fasilitas harus dievaluasi terlebih dahulu berdasarkan konsep - konsep manajemen perubahan yang meliputi:

1. Alasan perubahan

2. Analisis risiko dan kelayakan 3. Batasan waktu

4. Persetujuan perubahan oleh manajemen 5. Komunikasi perubahan pada semua pihak 6. Kualifikasi personel

(36)

5. PROSEDUR KEGIATAN

PEMELIHARAAN

5.1. Prosedur Kegiatan Pemeliharaan

Dalam menetapkan suatu Prosedur Kegiatan Pemeliharaan, Kontraktor KKS harus :

5.1.1. Melakukan peninjauan secara berkala terhadap Prosedur Kegiatan Pemeliharaan tersebut untuk memastikan bahwa program pemeliharaan dilaksanakan dengan efektif dan berkelanjutan.

5.1.2. Mengevaluasi efektivitas Prosedur Kegiatan Pemeliharaan tersebut, untuk mengetahui kinerja dan permasalahan peralatan agar Keandalan dari Peralatan tersebut dapat terjamin.

5.1.3. Mempertimbangkan hal–hal seperti misalnya: perintah kerja (work order), pendefinisian tugas (define work), jenis dan volume pekerjaan, lamanya pelaksanaan pekerjaan, kebutuhan material, kebutuhan peralatan, kategori SDM yang diperlukan, kebutuhan dokumen gambar PFD/P&ID, shop drawing, instruction manual, kebutuhan alat transportasi dan alat angkut, kebutuhan akan konsultan spesialis, agar efektivitas pelaksanaan prosedur pemeliharaan dapat ditingkatkan

5.1.4. Melakukan klasifikasi derajat kekritisan dari peralatan / aset yang ada pada fasilitas produksi misalnya: Kekritisan tinggi, Kekritisan sedang dan Kekritisan rendah.

5.1.5. Melakukan klasifikasi terhadap pengadaaan sesuai prioritas kebutuhan material dan suku cadang, yang berkaitan dengan jumlah, harga, waktu pengadaan (lead time), dan ketersediaan lokal.

(37)

5.2. Penentuan Jenis Kegiatan Pemeliharaan

5.2.1. Penentuan jenis Kegiatan Pemeliharaan terhadap suatu peralatan harus dilakukan melalui proses penilaian yang komprehensif dan terdokumentasi yang ditetapkan oleh masing-masing Kontraktor KKS.

5.2.2. Jenis Pemeliharaan yang dapat digunakan oleh Kontraktor KKS adalah:

1. Corrective Maintenance 2. Preventive Maintenance 3. Predictive Maintenance

5.2.3. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan keandalan dari fasilitas, masing-masing Kontraktor KKS dapat menyesuaikan jenis pemeliharaannya sebagai bagian dari peningkatan yang berkelanjutan.

5.3. Perencanaan dan Penjadwalan

5.3.1. Dalam melakukan Perencanaan dan Penjadwalan Pemeliharaan, Kontraktor KKS harus :

5.3.2. Memiliki perencanaan untuk program Pemeliharaan dan dijadikan sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam Work Program and Budget (WP&B). 5.3.3. Melakukan analisis pembobotan beban kerja (work load

analysis), sesuai dengan kebutuhan dan target

produksi, baik pada fasilitas yang telah beroperasi maupun untuk fasilitas baru.

5.3.4. Melakukan Analisis Derajat Kekritisan untuk semua peralatan dan menerapkan skala prioritas

5.3.5. Menerapkan proses dan prosedur perencanaan terintegrasi untuk pelaksanaan program pemeliharaan, untuk meminimumkan kehilangan produksi dan risiko biaya tinggi.

5.3.6. Audit Pemeliharaan (Maintenance Audit) untuk rencana dan jadwal pemeliharaan.

(38)

5.4. Kegiatan Pemeliharaan

5.4.1. Kegiatan Pemeliharaan dilakukan secara efektif dan efisien serta aman bagi personel pelaksananya termasuk peralatan Fasilitas Produksi.

5.4.2. Pelaksanaan kegiatan Pemeliharaan mengacu pada hal-hal sebagai berikut :

1. Penerapan metode Time Based Approach dan/atau Risk Based Approach (RBA) sebagai alternatif tambahan disesuaikan dengan regulasi dan kebijakan (policy) dari masing-masing Kontraktor KKS.

2. Program Pemeliharaan yang terkait dengan peralatan kritikal keselamatan (safety critical

equipment) telah teridentifikasi secara baik.

3. Setiap kegiatan yang tercakup dalam program pemeliharaan harus dilaksanakan mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Ijin Kerja (Work

Permit).

4. Pekerjaan pemeliharaan harus dilaksanakan oleh personel yang kompeten dan dapat menangani pekerjaan yang diberikan. Apabila kegiatan pemeliharaan diserahkan kepada pihak ketiga, ketentuan tersebut juga berlaku bagi perusahaan penyedia jasa pemeliharaan.

5. Tugas dan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.4.2. Nomor 4, ditentukan berdasarkan PTK ini dan peraturan lain yang berlaku.

6. Koordinasi dan komunikasi dengan fungsi–fungsi pendukung seperti logistik, pengadaan, dan operasi harus dituangkan secara jelas dalam lembar kerja koordinasi kegiatan pemeliharaan. 7. Kegiatan Pemeliharaan harus dilaksanakan

sesuai dengan perintah kerja (Work Order) yang dihasilkan dari Sistem Manajemen Pemeliharaan.

(39)

5.4.3. Sistem Manajemen Pemeliharaan harus mempunyai prosedur baku yang mengatur perintah kerja beserta perubahannya.

5.4.4. Prosedur serah terima kerja pada saat pergantian regu kerja harus dilaksanakan dengan jelas dan terinci untuk menjaga kesinambungan pekerjaan, serta keselamatan pekerja dan fasilitas.

5.4.5. Personel penilai pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan harus berbeda dari personel pelaksana pemeliharaan. 5.5. Penyelesaian Kegiatan Pemeliharaan

5.5.1. Setelah kegiatan pemeliharaan diselesaikan, harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara spesifik terhadap Fasilitas Produksi oleh personel yang kompeten untuk memastikan keselamatan peralatan Fasilitas Produksi

5.5.2. Setelah kegiatan pemeriksaan diselesaikan, maka Fasilitas tersebut harus dikembalikan kepada fungsi yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian Fasilitas Produksi melalui proses serah terima yang terdokumentasi

5.5.3. Dalam hal kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan di tempat penyedia jasa (di luar lokasi Kontraktor KKS), maka setelah pekerjaan selesai dilaksanakan Kontraktor KKS harus melaksanakan pengujian peralatan di tempat penyedia jasa sebelum dikirimkan dan dipasang di lapangan. Hal ini untuk meminimumkan risiko kehilangan waktu karena pengulangan pekerjaan akibat ketidak sesuaian kinerja peralatan dengan sasaran.

5.5.4. Contoh dari kegiatan pemeriksaan misalnya tear down

inspection,

5.5.5. Contoh dari kegiatan pengujian antara lain performance

test setelah overhaul, performance test untuk unit baru

sebagai cadangan, performance test untuk unit baru sebagai pengganti.

(40)

5.5.6. Dalam hal kegiatan pemeriksaan dan pengujian peralatan vital, Kontraktor KKS harus memberitahukan kepada fungsi terkait di BPMIGAS sebelum dilaksanakan. Kegiatan pemeriksaan dan pengujian peralatan vital tersebut akan disaksikan oleh petugas dari BPMIGAS apabila diperlukan.

(41)

6. ORGANISASI DAN KOMPETENSI

6.1. Organisasi

6.1.1. Setiap Kontraktor KKS harus memiliki struktur organisasi dan kepemimpinan yang jelas untuk Fungsi Pemeliharaan, dimana tiap posisi atau jabatan dalam struktur tersebut memiliki uraian tugas dan tanggung jawab yang lengkap.

6.1.2. Fungsi Pemeliharaan bertanggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan dan memantau kegiatan pemeliharaan.

6.1.3. Pimpinan tertinggi yang membawahi Fungsi Pemeliharaan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan proses dan prosedur pemeliharaan yang komprehensif, menentukan kompetensi yang tepat untuk mengisi jabatan pada struktur Fungsi Pemeliharaan, dan menetapkan target yang jelas dan terukur.

6.1.4. Akuntabilitas dari Fungsi Pemeliharaan dapat dipastikan dengan cara :

1. Memiliki suatu proses, prosedur / program pelaksanaan

2. Memiliki sistem untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko terhadap pelaksanaan program pemeliharaan.

6.1.5. Persyaratan Minimum Organisasi

1. Setiap posisi dalam struktur organisasi harus disertai dengan deskripsi uraian tugas dan tanggung jawab serta profil kompetensi yang diperlukan.

2. Setiap Kontraktor KKS mempunyai suatu fungsi yang bertanggung jawab atas penilaian dan proses verifikasi (pengujian) risiko teknis yang berpotensi menjadi bahaya maupun kehilangan produksi, serta bertanggung jawab atas kontrol terhadap standar dan praktek pelaksanaan

(42)

kegiatan pemeliharaan termasuk kompetensi personel yang melaksanakan pekerjaan.

6.2. Kompetensi

6.2.1. Kompetensi merupakan kombinasi dari kualifikasi, pemahaman, pengalaman, ketrampilan dan kualitas lainnya (attitude dan aptitude) yang secara bersamaan mampu memberikan hasil kerja yang terbaik dan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar yang diminta.

6.2.2. Kompetensi Fungsi Pemeliharaan, sekurang-kurangnya mencakup :

1. Penguasaan dan Pengetahuan tentang Work

Permit System

2. Kemampuan melakukan Task-based Risk

Assessment (TRA)

3. Pengetahuan mengenai penjadwalan dan skala prioritas

4. Pemahaman penilaian tentang bahaya dan potensi bahaya

5. Penguasaan prosedur manajemen perubahan 6. Pemahaman mengenai planning dan scheduling

7. Pemahaman Mechanical Integrity program seperti

Inspeksi and Corrosion Management

8. Penguasaan Protective Systems dan proses testing

9. Penguasaan Operational Surveillance untuk peralatan, termasuk inspeksi dengan check list 10. Kemampuan mengenali proses degradasi

(degradation) dan pelaporannya untuk mendapatkan bantuan dari spesialis

11. Kemampuan untuk melakukan Root Cause

Analysis atau Cause Tree Analysis.

12. Pengetahuan mengenai manajemen risiko 13. Pemahaman tentang tanggap darurat (emergency

response)

(43)

6.2.3. Kompetensi personel pemeliharaan disesuaikan dengan posisi dan jabatannya.

6.2.4. Personel pemeliharaan sekurang-kurangnya mendapat pelatihan dan kemudian dinilai serta diverifikasi pada aspek-aspek, antara lain:

1. Pengetahuan K3LL

2. Penguasaan prosedur pelaksanaan pemeliharaan 3. Kemampuan melakukan identifikasi dan

menemukan kerusakan

4. Penguasaan prosedur pemeliharaan untuk aktivitas restorasi sesuai target kinerja.

5. Penguasaan prosedur pengembalian peralatan ke operasi setelah pemeliharaan.

6. Penguasaan prosedur pengamatan, uji kinerja dan kondisi peralatan.

6.2.5. Setiap penyelia (supervisor) sekurang-kurangnya harus mendapat pelatihan sebagaimana dalam butir 6.2.4. ditambah kemampuan manajerial dan kepemimpinan serta kemampuan menganalisis efek K3LL dan integritas fasilitas secara menyeluruh.

(44)

7. STRATEGI PEMELIHARAAN UNTUK

FASILITAS BARU

7.1. Kondisi Laik Operasi

7.1.1. Fasilitas dan peralatan yang dinyatakan dalam kondisi laik operasi jika fasilitas dan peralatan tersebut dalam kondisi layak operasi dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

7.1.2. Setiap fasilitas dan peralatan baru yang diserahterimakan kepada fungsi yang bertanggung jawab atas kegiatan operasi, harus:

1. Dalam kondisi yang laik operasi sesuai dengan desain yang telah disetujui,

2. Dilengkapi dengan dokumen penyerahan yang cukup menurut regulasi/ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang dikeluarkan oleh BPMIGAS dan masing-masing Kontraktor KKS. 7.2. Pertimbangan Umum Perencanaan Fasilitas

Dalam melakukan Perencanaan Fasilitas Produksi harus dipastikan bahwa pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Produksi tersebut dapat dilaksanakan secara optimum serta meminimumkan dampak yang tidak diinginkan terhadap produksi, K3LL, dan juga biaya-biaya lainnya tanpa mengesampingkan ketentuan yang diatur dalam peraturan lain yang berlaku.

7.3. Pertimbangan Aspek Pemeliharaan Dalam Perencanaan Fasilitas

7.3.1. Dalam proses perencanaan suatu proyek Fasilitas Produksi, harus diperhatikan aspek-aspek pemeliharaan sebagai berikut:

1. Target Ketersediaan 2. Tingkat Keandalan peralatan

3. Jenis Pemeliharaan yang dipilih saat operasi 4. Jumlah dan kualifikasi pekerja

(45)

5. Kemampuan modularity/ interchange/ compatibility, termasuk terhadap fasilitas yang

sudah beroperasi

6. Target kondisi dan kinerja

7. Fasilitas untuk pengetesan dan pemeliharaan 8. Kemudahan pelaksanaan pemeliharaan

9. Ketersediaan suku cadang, termasuk two (2) year spare parts

10. Dokumen, data dari semua peralatan dan spesifikasinya

7.3.2. Dalam hal melaksanakan butir-butir di atas, fungsi pemeliharaan wajib dilibatkan dalam proses perencanaan misalnya dalam bentuk memberikan masukan atas kelayakan desain.

7.4. Kegiatan Pemeliharaan Pada Tahap Awal Pengoperasian Fasilitas

Untuk menjamin agar aspek pemeliharaan terlaksana dengan baik pada tahap awal pengoperasian fasilitas, maka pada saat serah terima (hand over) atau awal pengoperasian Fasilitas Produksi harus diperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut: 7.4.1. Operation & Maintenance Manual

7.4.2. Catalogue Book 7.4.3. Warranty Document 7.4.4. SOP termasuk Safety Manual

7.4.5. Troubleshooting Manual

7.4.6. Recommended Spare Part List dan ketersediaannya termasuk two (2) year spare parts

7.4.7. Fault Isolation Manual 7.4.8. As Built Drawing

7.4.9. Quality Control Document

7.4.10. Dokumentasi desain yang sudah disetujui 7.4.11. Specification Document

7.4.12. Tools (software, hardware)

7.4.13. Keterlibatan personel pengoperasian dan pemeliharaan pada saat commisioning

7.4.14. Pelatihan untuk personel pengoperasian dan pemeliharaan

(46)

8. MANAJEMEN MATERIAL

8.1. Maksud dan Ruang Lingkup

8.1.1. Manajemen Material dimaksudkan untuk mempertahankan Ketersediaan material yang diperlukan guna melaksanakan kegiatan Pemeliharaan Fasilitas Produksi pada tingkat kebutuhan dan biaya yang ditentukan.

8.1.2. Ruang lingkup Manajemen Material meliputi sistem administrasi, pembelian, pergudangan, pengiriman, distribusi dan pengawasan material, yang dilaksanakan oleh fungsi yang bertanggung jawab terhadap Manajemen Material tersebut.

8.2. Persyaratan Minimum

Dalam hal Manajemen Material, setiap Kontraktor KKS sekurang-kurangnya harus memenuhi persyararatan minimum sebagai berikut:

8.2.1. Memiliki kebijakan dan prosedur yang mengatur manajemen material.

8.2.2. Memiliki sistem penilaian jenis dan jumlah suku cadang yang harus tersedia dan sesuai spesifikasi serta tepat waktu dengan keperluan melalui proses optimisasi biaya sesuai dengan program pemeliharaan yang ditetapkan.

8.2.3. Memiliki kriteria suku cadang critical untuk peralatan vital yang ditentukan melalui teknik analisis risiko terhadap operasi.

8.2.4. Menerapkan Quality Assurance terhadap material dan

(47)

8.2.5. Memiliki penulisan spesifikasi peralatan atau suku cadang untuk memudahkan semua Kontraktor KKS berkomunikasi dan memaksimalkan efektivitas pengadaan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis dan standar yang diakui secara nasional maupun internasional, ataupun kesetaraannya (contoh: SNI, ISO, ANSI, ASME, API, ASTM, IEEE, DIN, BS, NEN, FEM, JIS, dll.).

8.3. Peluang Efisiensi Pengadaan Barang dan Jasa Pemeliharaan

8.3.1. Dalam menentukan tingkat keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan pemeliharaan dan biaya yang diperlukan, Kontraktor KKS harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kualitas material.

2. Kuantitas dan tingkat ketersediaan material dengan mempertimbangkan waktu pengiriman. 3. Kualifikasi dan kapabilitas penyedia barang. 4. Fleksibilitas fasilitas penyimpanan.

5. Kinerja peralatan. 6. Peralatan yang vital.

7. Jumlah produksi minyak dan gas yang terkait. 8. Ketersediaan pekerja dengan keahlian yang

sesuai.

8.3.2. Untuk memperoleh biaya optimum dari total biaya kepemilikan, para Kontraktor KKKS dapat menggunakan suku cadang asli atau OEM (Original

Equipment Manufacturer), atau suku cadang non-OEM

yang memiliki kualitas dan fungsi yang dapat dipertanggungjawabkan.

8.3.3. Beberapa metode pengadaan yang dapat membantu efisiensi biaya dan penyelenggaraannya dimungkinkan diterapkan oleh Kontraktor KKS dengan mengacu tata cara pengadaan barang dan jasa yang berlaku, serta peraturan yang berlaku.

(48)

8.3.4. Dengan tetap memperhatikan semua ketentuan yang berlaku, kerjasama beberapa Kontraktor KKS dapat dilakukan untuk mendapatkan efisiensi dalam hal biaya dan waktu penyediaan material atau peralatan dengan melakukan:

1. Stock material bersama 2. Unit cadangan bersama 3. Penyimpanan bersama

8.3.5. Transfer material (peralatan maupun suku cadang) antar Kontraktor KKS dapat dilakukan untuk mendapatkan efisiensi dalam hal waktu penyediaan material atau peralatan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Transfer material ini dapat juga dipakai untuk meningkatkan kembali nilai guna operasi dari material yang akan dilakukan abandonment oleh Kontraktor KKS sehingga dapat digunakan oleh pihak lain.

8.4. Strategi Manajemen Material Pemeliharaan

Keberhasilan manajemen material ditentukan antara lain oleh: 8.4.1. Menetapkan kriteria material yang bersifat stock dan

non-stock berdasarkan analisis derajat kekritisan

peralatan.

8.4.2. Melaksanakan program pelayanan pergudangan secara baik (misalnya dalam hal mengirimkan material secara cepat ke fungsi pemeliharaan).

8.4.3. Melaksanakan standarisasi sistem penyimpanan suku cadang dengan efektif.

8.4.4. Desain tata letak gudang yang menunjang kinerja sistem penyimpanan.

8.4.5. Sistem pendistribusian yang baik dengan mempertimbangkan :

1. Fleksibilitas lokasi penyimpanan 2. Mempertimbangkan minimum stock level

(49)

8.5. Perencanaan dan Kontrol Ketersediaan Barang

Kontraktor KKS harus membuat sistem perencanaan dan kontrol terhadap ketersediaan barang yang meliputi antara lain: 8.5.1. Perencanaan material yang bersifat stock dan yang non

stock

8.5.2. Interaksi yang baik antara fungsi pemeliharaan, produksi dan pembelian/pengadaan.

8.5.3. Mengklasifikasikan penyimpanan material ke dalam: 1. Critical parts item

2. Repair parts

3. Material yang bersifat untuk pemeliharaan rutin (consumable).

(50)

9. DECOMMISSIONING

9.1. Decommissioning

9.1.1. Decommissioning adalah kegiatan atau proses untuk penghentian pengoperasian peralatan atau sistem atau fasilitas produksi dalam jangka waktu tak tentu, tanpa menghilangkan kemampuannya untuk dapat dioperasikan kembali.

9.1.2. Pedoman bagi setiap Kontraktor KKS dalam melaksanakan Decommissioning adalah sebagai berikut :

1. Memastikan bahwa peralatan atau bagian Fasilitas Produksi yang tidak diperlukan lagi telah diisolasi secara aman.

2. Melakukan asset registrasi dan penamaan (tagging)

3. Melakukan analisis keekonomian dalam mengambil keputusan untuk tetap mengoperasikan peralatan/ fasilitas yang mungkin tidak diperlukan lagi atau melakukan

decommissioning terhadap peralatan/ fasilitas

tersebut.

4. Memisahkan peralatan/fasilitas yang sudah dilakukan decommissioning dari operasi aktif, dengan berdasarkan pada analisis risiko (bila perlu oleh pihak ketiga) dimana mencakup rencana pemeliharaan yang akan dilakukan.

5. Proses decommissioning harus dimulai dengan menentukan batas-batas peralatan yang akan dilakukan decommissioning secara jelas. Proses tersebut antara lain penentuan bagian mana yang akan dilakukan proses decommissioning, kemungkinan diperlukan penilaian (assesment) kondisi peralatan, dan kemungkinan dilakukan

(51)

6. Peralatan/fasilitas yang sudah dikategorikan sebagai decommissioning, sesuai dengan

ketentuan di atas, harus dilakukan preservasi dan kemudian pemeliharaan pada tingkat minimum. Hal ini untuk menjaga Fasilitas produksi tersebut dari proses penuaan dan pengkaratan serta menjaga kemungkinan pemakaian kembali di masa mendatang.

7. Setiap peralatan/fasilitas yang akan dilakukan proses decommissioning harus telah dibersihkan dan tidak mengandung zat hidrokarbon ataupun zat berbahaya lainnya.

8. Perlunya diberikan tanda dan peringatan yang jelas dan mudah terlihat untuk menunjukkan batas-batas peralatan/fasilitas yang tidak diperlukan lagi.

9. Semua pekerjaan yang terkait harus memiliki dokumen dan mengikuti proses manajemen perubahan yang berlaku.

9.1.3. Apabila peralatan/fasilitas produksi yang telah dilakukan decommissioning akan dioperasikan kembali (recommissioning) maka Kontraktor KKS harus melengkapi persyaratan teknis dan sertifikasi ulang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9.2. Abandonment

9.2.1. Abandonment adalah kegiatan/proses untuk menghentikan pengoperasian sistem peralatan/fasilitas produksi secara permanen serta menghilangkan kemampuannya untuk dioperasikan kembali.

9.2.2. Abandonment meliputi kegiatan pembongkaran, pemindahan dan penyimpanan.

9.2.3. Pelaksanaan abandonment diatur dalam sebuah peraturan atau ketentuan yang terpisah mengenai teknis pelaksanaan Abandonment and Site Restoration.

(52)

10.

PELAPORAN DAN AUDIT

10.1. Pelaporan

10.1.1. Kontraktor KKS harus membuat laporan kegiatan pemeliharaan untuk fasilitas produksi secara berkala kepada fungsi yang menangani kegiatan pemeliharaan di BPMIGAS, sesuai dengan format yang telah ditetapkan.

10.1.2. Adapun pelaporan terdiri dari diantaranya: 1. Laporan rutin:

a. Laporan Pemeliharaan bulanan yang berisi pelaksanaan pemeliharaan 1 bulan terakhir dan rencana pemeliharaan 3 bulan kedepan b. Laporan Rencana Pemeliharaan Tahunan c. Laporan Pelaksanaan pemeliharaan tahun

terakhir

d. Laporan Penilaian Kinerja bulanan, satu bulan terakhir dan rencana target untuk bulan berikutnya.

2. Laporan non rutin:

a. Usulan shutdown terencana (planned

shutdown)

b. Laporan realisasi shutdown terencana

c. Laporan shutdown tidak terencana (unplanned shutdown)

10.1.3. Dalam setiap laporan yang dikirimkan oleh Kontraktor KKS kepada BPMIGAS harus dituliskan personel penghubung (contact person) untuk komunikasi dan koordinasi.

10.1.4. Format dan tata waktu penyampaian laporan, akan diatur dengan ketentuan terpisah

(53)

10.2. Audit

10.2.1. Kontraktor KKS harus melakukan audit terhadap pemeliharaan Fasilitas Produksi secara berkala untuk memastikan keefektifan program pemeliharaan Fasilitas Produksi.

10.2.2. BPMIGAS berwenang memeriksa hasil audit tersebut atau melaksanakan audit tersendiri/bersama dengan Kontraktor KKS.

10.2.3. Hasil temuan audit harus ditindaklanjuti dan didokumentasikan.

(54)
(55)

LAMPIRAN 1

Formulasi

1. Ketersediaan

(Availability)

adalah kemampuan suatu alat berada dalam keadaan dapat berfungsi sesuai peruntukannya pada kondisi operasi yang ditetapkan pada saat tertentu atau selama selang waktu tertentu

atau persentase waktu dimana suatu alat tersedia untuk dimanfaatkan sesuai fungsinya bilamana dibutuhkan

2. Moda Kegagalan (Failure Mode)

adalah moda atau dampak dari kegagalan yang teramati. Di dalam model yang rinci, suatu alat dapat memiliki beberapa moda kegagalan, seperti misalnya: gagal berfungsi sebagaimana dibutuhkan, terdapat kebocoran luar, dll. Suatu model dengan tuntutan yang tinggi dalam suatu sistem adalah termasuk moda kegagalan yang umum terjadi, yaitu:

• CRT General critical failure resulting in

100% production loss.

(CRT Kegagalan kritikal yang bersifat umum dan menyebabkan kehilangan produksi 100%)

• DEG Degraded equipment

performance, resulting in partial production loss whilst waiting for repair and 100% loss during repair.

Availability = Up Time [Mean Time Between Failure=MTBF] Total Time[Up Time+ MTTR + Logistic Time]

Referensi

Dokumen terkait

Peta tangan kiri tangan kanan dibuat setelah dilakukan perbaikan metode kerja. Peta tangan kiri tangan kanan perbaikan dibuat untuk mengetahui gerakan tangan yang efektif. Peta

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan produksi atau pembuatan barang dan jasa atau kombinasinya

Pada tabel 12 perhitungan azimut dan selisih azimut didapatkan dari azimut hasil perhitungan pengamatan yang terbaik dan koreksi refraksi ditinjau dari suhu yang

Mengenai masalah yang ditanyakan oleh mahasiswa yaitu dana kemahasiswaan dan tindaklanjut dari ToR yg sudah diajukan, menyoroti seperti apa follow upnya, dan nanti sebelum

Permohonan Upaya Hukum Peninjauan Kembali oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat respon dari berbagai pihak salah satunya dari kuasa hukum Syafruddin

dan memahami na dan nilai yang tian Matan, Keyakinan Nilai yang ter- Ke yakinan dan Cita- - Ulangan harian dan Kemuhamma Matan Keyaki- terkandung dalam dan

Berdasarkan grafik nilai kecukupan gizi pada 15 Partisipan rata – rata sebagaian besar vitamin B6 yang dikonsumsi berada dibawah nilai rekomendasi.Namun

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang paling menghambat permintaan gigi tiruan pada lansia Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera