• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020) Tema/Edisi : Hukum Internasional (Bulan Keempat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020) Tema/Edisi : Hukum Internasional (Bulan Keempat)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis Volume 1 Nomor 1 (April 2020)

Tema Hukum Internasional (Bulan Keempat)

Pemimpin Umum : Ivan Drago, S.H.

Editorial : Fazal Akmal Musyarri, S.H. Desain : Jacky Leonardo

Kontributor : Amadda Ilmi

Amanda Eugenia Soeliongan Danang Wahyu Setyo Adi Dwi Imroatus Sholikah Jodie Jeihan, dkk.

Kandi Kirana Larasati dkk. Misbachul Munir dkk. Moh. Roziq Saifulloh Tasya Ester Loijens Distribusi : Guardino Ibrahim Fahmi

Liavita Rahmawati Moch. Adrio Fahrezi Moh. Haris Lesmana M. Rizky Andika P.

Redaksi Jurnal Hukum Lex Generalis Klinik Hukum Rewang Rencang

Jl. Borobudur Agung No.26 Malang, Kode Pos 65142 Telp: 087777844417

Email: jhlg@rewangrencang.com Website: Https://jhlg.rewangrencang.com/

Isi Jurnal Hukum Lex Generalis dapat Dikutip dengan Menyertakan Sumbernya (Citation is permitted with acknowledgement of the source)

(3)

DAFTAR ISI

Amadda Ilmi

Legal Opinion: Nicaragua v. United States of America ... 1 Amanda Eugenia Soeliongan

Legal Opinion: Peracunan Eks Spionase Rusia ... 12 Danang Wahyu Setyo Adi

Pembatasan Hak Veto dalam DK-PBB Terkait Konflik Bersenjata di Suriah ... 24 Dwi Imroatus Sholikah

Analisa Penyelesaian Perbatasan Laut Antara Peru dengan Chili yang Diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) ... 44 Jodie Jeihan dkk.

Analisa Penetapan Evaluasi Generalized System of Preference (GSP) Amerika Serikat terhadap Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Kesepakatan Perdagangan Dibawah World Trade Organization (WTO) ... 54 Kandi Kirana dkk.

Asgardia: The Problems in Building a Space Society ... 69 Misbachul Munir dkk.

Contoh Penerapan Penetapan Zona Ekonomi Ekslusif (Studi Kasus Imajiner Amalea v. Ritania atas Malachi Gap) ... 77 Moh. Roziq Saifulloh

Kebijakan Proteksionisme Indonesia Guna Menstabilkan Iklim Investasi Nasional dan Mengkapitalisasi Kondisi Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok ... 84 Tasya Ester Loijens

Implikasi Yuridis Pemberlakuan Wacana Earth to Earth Transportation oleh SpaceX ... 97 Tasya Ester Loijens

Legal Opinion: Whaling in The Antartic (Australia v. Japan: New Zealand Intervening ... 108

(4)

KATA PENGANTAR DIREKTUR UTAMA REWANG RENCANG

Halo rencang-rencangku, senang rasanya bisa menyapa para pembaca melalui Platform ini. Rewang Rencang: JHLG (Jurnal Hukum Lex Generalis) dicanangkan agar kami (Klinik Hukum Rewang Rencang) dapat membantu memperluas wawasan anda. Tidak hanya di sektor Legalitas Usaha, Perusahaan, dan HAKI, tetapi juga Hukum secara umum. Kami harap para pembaca yang budiman juga turut menjadi bagian dari kebaikan dengan menyebar dan merekomendasikan Informasi Hukum ini, sehingga lebih banyak lagi Insan yang memperoleh kebermanfaatan dan rezeki pengetahuan. Demikian, semoga para pembaca yang budiman selalu dilimpahi kesehatan dan semangat kebaikan.

Malang, 12 Mei 2020

Ivan Drago, S.H. CEO Rewang Rencang

(5)

KATA PENGANTAR EDITORIAL

Selamat bahagia para pembaca, rekan sivitas akademika, praktisi dan masyarakat umum pemerhati hukum. Selamat datang di Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Jurnal ini kami buat sebagai bentuk dedikasi kami terhadap dunia keilmuan hukum untuk menampung karya-karya Mahasiswa Hukum. Adapun tiga tujuan utama Jurnal Hukum Lex Generalis sebagai berikut:

1. Sebagai wadah penampung karya yang berhubungan dengan ilmu hukum; 2. Sebagai sarana memperluas wawasan pemerhati hukum;

3. Sebagai glosarium, ensiklopedia atau kamus umum ilmu hukum; 4. Sebagai garda rujukan umum untuk keperluan sitasi ilmiah;

5. Sebagai referensi ringan terkhusus bagi sivitas akademika yang berbahagia. Kami sangat senang jika anda sekalian dapat memanfaatkan wawasan dan ilmu yang termuat dalam Jurnal ini. Sebagai penutup, Editorial berterimakasih banyak kepada para pihak yang mensukseskan Jurnal Hukum Lex Generalis pertama yang terbit pada bulan April 2020 dengan mengusung tema berkaitan dengan “Hukum Internasional” ini dan akan terbit setiap bulan dengan tema atau topik berbeda, semoga dapat berlanjut hingga kesempatan berikutnya.

Malang, 14 Mei 2020

Fazal Akmal Musyarri, S.H. Dewan Editorial RR : JHLG

(6)

Undangan untuk Berkontribusi

Dewan Editorial Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis mengundang para akademisi hukum, praktisi hukum, pemerhati hukum dan masyarakat umum untuk menyumbang karya-karyanya baik berupa makalah, opini hukum, esai, dan segala bentuk karya tulis ilmiah untuk dimuat dalam edisi-edisi JHLG dengan

tema berbeda setiap bulannya. Untuk informasi lebih lanjut silahkan akses: Https://jhlg.rewangrencang.com/

(7)

LEGAL OPINION: NICARAGUA V. UNITED STATES OF AMERICA Amadda Ilmi

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : ilmiamadda@gmail.com

Citation Structure Recommendation :

Ilmi, Amadda. Legal Opinion : Nicaragua v. United States of America. Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020).

ABSTRAK

Kasus ini terjadi antara Amerika dan Nikaragua, dimana permasalahan antara keduanya merupakan sengketa yang beurujung pada tudingan pelanggaran hukum internasional, bermula dari masalah pemerintahan dalam negeri yang terjadi di Republik Nikaragua. Namun, Amerika Serikat justru terlibat secara aktif dalam permasalahan internal itu. Nikaragua menganggap bahwa campur tangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat semakin memperburuk keadaan pemerintahan Nikaragua dan merasa bahwa Amerika Serikat telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaidah hukum Internasional. Salah satu campur tangannya yakni ketika Amerika mengambil langkah menghentikan bantuan ekonomi ke Nikaragua karena sebelumnya Nikaragua melawan El Savador, dimana El Savador diketahui memilki hubungan diplomatis yang baik dengan Amerika. Mengetahui hal tersebut, Amerika juga melakukan semacam upaya serangan dengan mengirimkan militernya di wilayah Nikaragua dan menanam ranjau di laut wilayah dan laut pedalaman Nikaragua sehingga menyebabkan kapal-kapal yang melintas rusak bahkan hancur. Kemudian Amerika juga melakukan perusahaan fasilitas sipil dan militer di Nikaragua. Tentu hal tersebut sangat mengusik Nikaragua, lantaran tidak melakukan upaya apapun terhadap Amerika namun mendapat serangan atas kasusnya dengan El Savador. Kasus tersebut kemudian dilaporkan kepada ICJ yang menjadi penengah dan menganggap bahwa tindakan yang dilakukan oleh Amerika adalah salah, lantaran terlalu masuk kedalam urusan yang bukan termasuk yurisdiksinya untuk turut serta dalam kasus tersebut.

(8)

A. KASUS POSISI

Kasus Nikaragua vs Amerika Serikat atau dikenal juga dengan Nicaragua case merupakan kasus yang ditangani oleh International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional pada tahun 1986. Dalam kasus ini ICJ mendukung Repulik Nikaragua yang melawan Amerika Serikat untuk memberikan ganti rugi kepada Nikaragua. Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar hukum internasional dengan mendukung gerilyawan atau pemberontak dalam pemberontakan mereka melawan Pemerintah Nikaragua dan pertambangan di pelabuhan Nikaragua.1

Kasus ini berawal dari adanya masalah pemerintahan dalam negeri yang terjadi di Republik Nikaragua. Namun, Amerika Serikat justru terlibat secara aktif dalam permasalahan internal tersebut. Sehingga pada akhirnya Republik Nikaragua menganggap bahwa campur tangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat semakin memperburuk keadaan pemerintahan Nikaragua dan pada akhirnya Nikaragua merasa bahwa Amerika Serikat telah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kaidah hukum Internasional.

Amerika Serikat juga melakukan penghentian bantuan ekonomi ke Nikaragua dikarenakan tindakan-tindakan Nikaragua yang melawan El-Savador, dimana El-Savador memiliki hubungan diplomatis yang baik dengan Amerika. Atas respon dari tindakan Nikaragua ini, Amerika Serikat mulai menempatkan fasilitas militernua dan melakukan tindakan-tindakan yang diklaim Nikaragua sebagai pelanggaran hukum Internasional.

Beberapa tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat adalah penanaman ranjau di laut wilayah dan laut pendalaman Nikaragua sehingga menyebabkan hancurnya kapal-kapal yang melintas di laut tersebut. Amerika Serikat juga melakukan perusakan terhadap beberapa fasilitas sipil dan fasilitas militer Nikaragua, serta turut serta membantu pasukan Contras yaitu para gerilyawan yang ingin menggulingkan pemerintahan Sandinista yang berkuasa di masa itu.

1 ICJ (International Court of Justice), Nicaragua v. United States of America, diakses dari https://www.icj-cij.org/en/case/70/, diakses pada 11 Mei 2019.

(9)

International Court of Justice menemukan bahwa pada rentang waktu akhir tahun 1983 hingga awal tahun 1984, Presiden Amerika Serikat memerintahkan Pemerintah Amerika Serikat untuk menanam ranjau di pelabuhan Nikaragua, pada awal tahun 1984 ranjau-ranjau tersebut sudah tertanam di dekat pelabuhan El Bluff, pelabuhan Corinto dan Pelabuhan Puerto Sandino. Pelabuhan-pelabuhan tersebut berada dalam teritorial Republik Nikaragua. Sebelum menanam ranjau tersebut, Amerika Serikat memperingatkan kepada masyarakat dan perusahaan-perusahaan pengangkutan internasional akan adanya ranjau di wilayah tersebut yang dapat menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh ledakan ranjau tersebut. International Court of Justice menemukan fakta bahwa pada tahun 1981 hingga tanggal 30 September 1984, Pemerintah Amerika Serikat terbukti memberikan sejumlah dana kepada para tentara dan kegiatan-kegiatan militer yang dilakukan oleh Contras di Nikaragua dengan tujuan untuk memberikan bantuan kemanusiaan.

International Court of Justice juga menemukan fakta bahwa pada tahun 1983 agensi pemerintah Amerika Serikat memberi pasokan kepada para gerilyawan sebuah pedoman keadaan perang gerilya yang mana memaparkan mengenai tindakan-tindakan untuk melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil secara membabi buta. Buku yang diberikan kepada Contras tersebut juga berisikan anjuran-anjuran untuk menggunakan pembunuh professional untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, dan penggunaan media provokasi pada demonstrasi massa yang bertujuan untuk membentuk martir.

Partisipasi Amerika Serikat telah memberikan pengaruh yang besar dalam hal pendanaan, pengorganisasian, pelatihan, pemasokan, dan penyediaan Contras, proses pemilihan pasukan tentara atau semi-militer, dan perencanaan keseluruhan operasi, namun tidak cukup hanya dengan hal tersebut. Berdasarkan bukti persidangan, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Contras untuk melakukan operasi militer maupun semi-militer di Nikaragua. Segala bentuk partisipasi Amerika Serikat yang telah disebutkan diatas, tanpa bukti lebih lanjut, bahwa Amerika Serikat terbukti mengontrol atau melakukan tindakan perbuatan jahat yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan hukum perang sebagaimana yang didalilkan oleh Negara penggugat yaitu Nikaragua.

(10)

Alasan utama Amerika Serikat membantu Contras untuk melegalkan kehadirannya adalah besarnya campur tangan yang pernah dilakukan oleh Nikaragua terhadap urusan dalam negeri tetangganya. Namun tuduhan tersebut ditolak secara tegas oleh Nikaragua. Justru, Nikaragua menyatakan bahwa kehadiran Amerika Serikat lah yang sesungguhnya merupakan suatu bentuk intervensi militer besar-besaran yang sangat berbahaya.

Berdasarkan hal-hal yang terjadi tersebut di atas, Republik Nikaragua melaksanakan beberapa mekanisme penyelesaian untuk mencari jalan keluar. Pada tahun 1982 Nikaragua menempuh konsiliasi dan mediasi. Upaya ini ditempuh oleh Nicaragua melalui Contadora Group yang bertujuan untuk menuntaskan sengketa ini. Contadora Group ini melaksanakan mediasi dan konsiliasi, hal ini sejalan dengan pengertian Ad-hoc Arbitration. Adapun yang dimaksud dengan ad-hoc arbitration sebagai berikut:

Ad-hoc arbitration that so-called “voluntary arbitration” or “individual arbitration” is arbitration which is set up specifially to resolve or decide certain disputes. The status and whereabouts is only to serve and to decide certain disputes”.2

Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut mengajukan usul-usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Konsiliasi adalah suatu prosedur yang diatur oleh konvensi.3 Sedangkan, mediasi sendiri adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakan dan memutuskan.4

2 Yordan Gunawan, Arbitration Award of ICSID on the Investment Disputes of Churchill Mining PLC v. Republic of Indonesia, Hasanuddin Law Review, Vol.3, Issue 1 (April 2017),

Hlm.17.

3 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Almuni, Bandung, 2015, Hlm.212.

4 H. Djafar Al Bram, Penyelesaian Sengeket Bisnis Melalui Mediasi, Penerbit Pusat Kajian Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH FHUP), Jakarta, 2011, Hlm.10.

(11)

Pada tahun 1983 diselenggarakanlah pertemuan negara-negara di Amerika Tengah atas inisiatif Contadora Group sehingga berhasil disusun sebuah draft agreement berjudul “Contadora Act on Peace and Co-Operation in Central America”. Dari tahun 1984 sampai dengan 1986 Dewan Keamanan terus aktif mengadakan pertemuan terkait dengan protes yang dilakukan oleh Nikaragua, begitu pula yang dilakukan oleh Majelis Umum, Sekjen PBB, Sekjen Organisasi Negara Amerika Tengah, dan negara-negara Grup Contadora.

Ketidakberhasilan dari segala upaya ini menyebabkan Nikaragua memutuskan untuk mengajukan permohonan penyelesaian sengketanya ke Mahkamah Internasional pada tahun 1986. Sengketa ini diproses oleh Mahkamah Internasional berdasarkan yurisdiksinya sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional bahwa Mahkamah Internasional berwenang untuk menangani semua perkara yang diajukan terutama yang ditentukan dalam Piagam PBB. Dalam tuntutannya Nikaragua menyatakan beberapa hal yaitu, Amerika Serikat telah melanggar kewajiban dalam hukum internasional bahkan tetap melanjutkan pelanggarannya, menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat telah mengakibatkan kerugian pada pihak Nikaragua, serta Amerika Serikat diharuskan membayar ganti rugi sejumlah US$ 370.200.000.5

Dalam proses ini, Amerika Serikat menyatakan bahwa Mahkamah tidak memiliki yurisdiki dalam hal ini karena Nikaragua tidak pernah tercatat meratifikasi “Protocol of the Statuta Permanent Court of International Justice”, yaitu bagian pendahuluan Mahkamah yang mengatur masalah yurisdiksi Mahkamah. Namun Mahkamah menemukan bahwa Nikaragua telah menyatakan diri terikat pada yurisdiki Mahkamah (Nicaragua’s Declaration) dan telah menjadi anggota statuta yang baru sehingga memiliki yurisdiksi sesuai dengan Pasal 36 Statuta Mahkamah Internasional, walaupun Nikaragua tidak secara eksplisit membuat sebuah deklarasi langsung yurisdiksi mengikat Mahkamah Internasional, tetapi pernah menyatakan terikat pada yurisdiksi Mahkamah Permanen Internasional (PCIJ).

5 ICJ (International Court of Justice), Summaries of Judgements and Orders, Case Concerning The Military and Paramilitary Activities in and Against Nicaragua (Nicaragua v. United States of America, June 27 1986, diakses dari

(12)

Nikaragua mendasarkan argumennya pada beberapa ketentuan yang terdapat Statua Mahkamah Internasional dan juga Treaty of Friendship 1956. Namun Amerika Serikat menentang deklarasi yang dibuat oleh Nikaragua karena deklarasi tersebut sudah tidak lagi berlaku berdasarkan interpretasi terhadap Pasal 36 ayat (5) Statuta Mahkamah Internasional. Namun, untuk menyelesaikan persoalan ini Mahkamah Internasional menyatakan bahwa

“Deklarasi ini tidak menghilangkan yurisdiksi mahkamah untuk menangani kasus ini, karena pada dasarnya walaupun ICJ tidak berwenang mengadili berdasarkan perjanjian internasional, ICJ dapat mengadili berdasarkan hukum kebiasaan internasional”.

Berdasarkan putusan Mahkamah Internasional bahwasannya pengajuan Nikaragua berdasarkan pada Pasal 36 ayat (2) dan ayat (5) Statuta Mahkamah Internasional diterima, perbandingan suaranya adalah 11 banding 5 suara. Mahkamah Internasional juga menerima pengajuan Nikaragua berdasarkan Treaty of Friendship, Commerce and Navigation 1956 dengan suara 14 berbanding 2. Mahkamah Internasional juga menyatakan memiliki yurisdiksi untuk menangani kasus ini dengan perbandingan suara, 15 banding 1 suara. Dan, berdasarkan suara mutlak, Mahkamah Internasional menyatakan pengajuan (application) Nikaragua dapat diterima (admissible). Dalam kasus ini, hukum kebiasaan internasional dan perjanjian internasional yang melindungi kepentingan dari suatu negara telah dilanggar kepentingannya oleh negara lain yang merupakan anggota dari perjanjian tersebut.

Kebiasaan internasional yang kita ketahui sebagai salah satu sumber hukum internasional, seperti dinyatakan dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah perilaku atau praktek negara-negara yang dilakukan dalam pergaulan internasional, yang berlaku secara umum dan telah diakui atau diterima sebagai bagian hukum internasional6. Agar suatu kebiasaan internasional dapat menjadi bagian dari norma hukum internasional, para ahli hukum pada umumnya menuntut dipenuhinya 2 (dua) elemen, atau yang biasa disebut dengan the two elements theory. Doktrin tersebut beranggapan timbulnya kebiasaan ada hanya apabila memenuhi dua syarat, yakni:7

6 Jahawir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2006, Hlm.61.

(13)

a. Perilaku itu haruslah merupakan fakta dari praktek atau perilaku yang secara umum telah dilakukan atau dipraktekkan oleh negara-negara (The Evidence of Material Fact)

b. Perilaku yang dipraktekkan secara umum tersebut, oleh negara-negara atau masyarakat internasional, telah diterima atau ditaati sebagai perilaku yang memiliki nilai sebagai hukum yang dalam istilah teknisnya dikenal sebagai Opinio Jusrid Sive Necessitaes atau singkatnya Opinion Juris. Dalam beberapa hal, hukum kebiasaan lebih menguntungkan dari hukum tertulis mengingat sifatnya yang luwes. Hukum kebiasan dapat berubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan internasional sedangkan perubahan terhadap ketentuan hukum positif harus melalui prosedur yang lama dan berbelit-belit.8

B. ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN

1. Para Pihak: Nicaragua vs United States of America 2. Analisis Kasus

a. Prinsip

Berdasarkan putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional atas kasus Nikaragua melawan Amerika Serikat, penjatuhan putusan tersebut didasarkan pada prinsip umum Hukum Internasional yang menjadi hukum kebiasaan internasional, antara lain:

1) Prinsip Non Intervention

Menurut Black’s Law Dictionary, Intervention adalah

“The procedure by which a third person, not originally a party to the suit, but claiming an interest in the subject matter, comes into the case, in order to protect his right or inpose his claim. The grounds and procedure are usually defined by various state statutes or Rule of Civil Procedure”.

Definisi lain dari Intervensi adalah turut campurnya suatu negara terhadap negara lain dengan tujuan untuk menjaga atau mengubah kondisi aktual tertentu. Turut campur tersebut dapat dilakukan dengan hak ataupun tidak, namun hal tersebut selalu mengenai kebebasan eksternal atau wilayah atau keunggulan negara lain, dan dari keseluruhan tersebut memiliki dampak yang penting untuk negara tersebut dalam posisi internasional.

(14)

Intervensi sebagai campur tangan secara diktator oleh suatu negara terhadap urusan dalam negeri lainya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan, situasi atau barang di negeri tersebut. intervensi dapat menggunakan kekerasan ataupun tidak. Hal tersebut biasa dilakukan oleh negara adikuasa terhadap negara lemah.9 Sebagaimana telah dijelaskan dapat kita analisis dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan, terbukti bahwa Amerika Serikat melakukan upaya-upaya seperti memasok persediaan untuk keperluan militer dalam rangka menyukseskan pengambilalihan oleh Pasukan Contra yang dibentuk oleh Amerika Serikat. Oleh karena hal tersebut, maka apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat bertentangan dengan prinsip Non-Intervensi yakni prinsip yang didasarkan pada larangan untuk turut serta dalam urusan dalam negeri suatu negara. 2) Prinsip Non Use of Force dan Self Defence

Seiring dengan pembentuka PBB dan diadopsinya Piagam PBB, masyarakat internasional sepakat menerima kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan menahan diri untuk tidak menggunakan atau mengancam menggunakan kekerasan dalam pelaksanaan hubungan internasional. Ada tipe tertentu dari tindakan negara yang dicoba untuk memperoleh justifikasi penggunaan kekerasan. Pertama adalah penggunaan kekerasan semata-mata dalam rangka melindungi atau mempertahankan haknya yang sah (Secure a Legal Right). Tipe Kedua adalah penggunaan kekerasan ketika negara merasa haknya dilanggar. Argumen pembenar untuk keduanya adalah bahwa menggunakan kekerasan ketika haknya dilanggar tidak dimaksudkan untuk melanggar integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara target, tidak juga bertentangan dengan tujuan PBB, sehingga tidak melanggar Pasal 2 Paragraf 4 Piagam PBB.

Perkecualian terhadap larangan penggunaan kekerasan yang dibolehkan dan dituangkan secara eksplisit dalam Piagam PBB sesungguhnya hanyalah dalam rangka Self Defence yang diatur dalam Pasal 51 piagam dan yang kedua adalah atas otorisasi dari Dewan Keamanan dalam rangka penerapan BAB VII Piagam.

9 Anasthasya Saartje Mandagi Wagiman, Terminologi Hukum Internasional, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2016, Hlm.201.

(15)

Berdasarkan fakta hukum yang timbul dalam persidangan, terbukti bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan-tindakan tanpa hak seperti menanam ranjau di laut wilayah dan laut pedalaman Nikaragua yang berakibat pada rusak serta hancurnya kapal-kapal yang melintasi wilayah tersebut, lebih jauh lagi ditemukan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan perusakan terhadap fasilitas sipil dan fasilitas militer Nikaragua, bahkan fakta bahwa Amerika Serikat membantu pasukan Contras dalam rangka menggulingkan pemerintahan saat itu. Hal-hal tersebut di atas sudah tentu melanggar prinsip Non Use of Force, Amerika Serikat menggunakan kedigdayaannya untuk ikut serta dalam urusan dalam negeri suatu negara, yang merupakan tindakan pelanggaran hukum kebiasaan internasional.

Adapun kaitannya dengan prinsip Self-Defence, bahwa Amerika Serikat dalam menggunakan kekukatannya kepada Nikaragua tidak sedang dalam keadaan membela diri karena sedang diserang. Sehingga penggunaan kekuatan oleh Amerika Serikat merupakan sesuatu yang lebih menjurus pada kepentingan politik Amerika Serikat dan sekutunya semata.

b. Analysis of the Legal Tests Developed through Case Law

Tinjauan hukum kasus Pengadilan Internasional mengungkapkan bahwa Pengadilan telah menggunakan tiga tes dasar untuk mengevaluasi sejauh mana Pasal 41 kekuasaannya untuk menunjukkan tindakan sementara. Demi kejelasan, mereka dibahas dalam urutan kesulitan relatif mereka kepuasan daripada dalam urutan kepentingan atau frekuensi mereka penggunaan oleh Pengadilan. Tes pertama adalah yang termudah dari ketiganya untuk memuaskan. Itu membutuhkan bahwa keluhan pemohon sebelum Pengadilan termasuk dalam ruang lingkup keadilan internasional. Meskipun ini tentu saja merupakan kriteria penting, tidak dengan sendirinya mendefinisikan standar yang menjadi dasar Pengadilan dapat mengevaluasi yurisdiksi insidentalnya. Agaknya, hampir masalah yang diajukan oleh pemohon yang tidak jelas berada di luar ranah hukum internasional akan memenuhi ujian ini.10

10 Noreen M. Tama, Nicaragua v. United States: The Power of the International Court of Justice to Indicate Interim Measures in Political Disputes, Dickinson Journal of International Law,

(16)

c. Metode Penyelesaian Sengketa

Alternatif Serta Upaya Penyelesaian Sengketa yang dapat dipilih dan dapat dilaksanakan:

Kasus Nikaragua vs Amerika Serikat atau dikenal juga dengan Nicaragua Case merupakan kasus yang ditangani oleh International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional pada tahun 1986. Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya ataupun alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih yakni secara damai antar kedua belah pihak negara yang bersengketa, atau dengan menunjuk lembaga maupun pihak ketiga untuk menjadi mediator, atau dilaksanakan secara mediasi upaya perdamaiannya. Dan dalam kasus ini telah dipilih bahwa yang menjadi lembaga dalam membantu penyelesaian sengketanya adalah Mahkamah Internasional atau International Court Justice (ICJ). Pada dasarnya ICJ tidak serta merta mencampuri dan mengambil alih segala kewenangan dalam keputusan, karena memang kasus ini terkait dengan perjanjian, namun dapat menjadi alternatif yang sangat membantu untuk menguayakan terselesaikannya konflik dan menghindarkannya dari segala konflik yang berkepanjangan. Dan untuk menyelesaikan persoalan ini Mahkamah Internasional juga telah menyatakan bahwa “Deklarasi ini tidak menghilangkan yurisdiksi mahkamah untuk menangani kasus ini, karena pada dasarnya walaupun ICJ tidak berwenang mengadili berdasarkan perjanjian internasional, ICJ dapat mengadili berdasarkan hukum kebiasaan internasional”.

C. KESIMPULAN

Sehingga dapat disimpulkan jika suatu negara dengan negara lainnya bersengketa yang mana hal tersebut berada dalam ruang lingkup sebuah perjanjian, tetap yang paling diutamakan adalah penyelesaian secara kekeluargaan antar kedua belah pihak negara tersebut atau secara damai. Pun jika terdapat pihak ketiga dalam upaya penyelesaian sengketanya adalah semata-mata untuk membantu menengahi konflik saja dan tidak memiliki kewenangan khusus untuk mengambil keputusan. Karena keputusan utama dikembalikan pada bagaimana kesepakatan dalam perjanjian sebelumnya.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al Bram, H. Djafar. 2011. Penyelesaian Sengeket Bisnis Melalui Mediasi. (Jakarta: Penerbit Pusat Kajian Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH FHUP)).

Mauna, Boer. 2015. Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. (Bandung: Penerbit Almuni).

Thontowi, Jahawir dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. (Bandung: Penerbit Refika Aditama).

Wagiman, Anasthasya Saartje Mandagi. 2016. Terminologi Hukum Internasional. (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika).

Jurnal

Gunawan, Yordan. Arbitration Award of ICSID on the Investment Disputes of Churchill Mining PLC v. Republic of Indonesia. Hasanuddin Law Review. Vol.3. Issue 1 (April 2017).

Tama, Noreen M.. Nicaragua v. United States: The Power of the International Court of Justice to Indicate Interim Measures in Political Disputes. Dickinson Journal of International Law. Penn State International Law Review. Vol.4. No.1. Article 5 (1985).

Website

ICJ (International Court of Justice). Nicaragua v. United States of America. diakses dari https://www.icj-cij.org/en/case/70/. diakses pada 11 Mei 2019. ICJ (International Court of Justice). Summaries of Judgements and Orders, Case

Concerning The Military and Paramilitary Activities in and Against Nicaragua (Nicaragua v. United States of America. June 27 1986. diakses dari https://www.icj-cij.org/files/case-related/70/6487.pdf. diakses pada 11 Mei 2019.

Sumber Hukum

Charter of the United Nations 1945.

Statute of the International Court of Justice 1945. Treaty of Friendship, Commerce and Navigation 1956.

(18)

LEGAL OPINION: PERACUNAN EKS SPIONASE RUSIA Amanda Eugenia Soeliongan

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : amandasoeliongan@gmail.com

Citation Structure Recommendation :

Soeliongan, Amanda Eugenia. Legal Opinion : Peracunan Eks Spionase Rusia. Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020).

ABSTRAK

Peracunan Sergei Skripal di Inggris oleh intelijen militer Rusia menuai banyak kecaman dari berbagai negara di dunia. Aksi ini melanggar kedaulatan negara dan melanggar Hukum Internasional karena percobaan pembunuhan tersebut menggunakan senjata kimia yakni racun saraf dari era Uni Soviet bernama Novichok. Inggris akhirnya memberikan respon keras dengan menetapkan 23 duta besar Rusia sebagai Persona Non-Grata, yang telah sesuai dengan ketentuan Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Persona Non-Grata sebagai hak eksklusif setiap negara yang dapat dijadikan sebagai sanksi apabila terdapat pelanggaran hukum internasional, walaupun dapat terjadi kesewenangan dalam penggunaannya karena Negara Penerima tidak wajib untuk memberikan alasan yang sah. Oleh sebab itu, Persona Non-Grata dalam hukum diplomatik dapat dijadikan peringatan atau alat interupsi bagi suatu hubungan diplomatik yang dianggap tidak selaras. Tulisan ini akan membahas kejadian tersebut ditinjau dari Hukum Diplomatik dan Konsuler Internasional.

(19)

A. PENDAHULUAN

Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara didasarkan pada prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara, prinsip kebiasaan berkembang demikian pesatnya hingga hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan internasionalnya berdasarkan pada prinsip tersebut. Dengan semakin pesatnya pemakaian prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara kemudian prinsip ini menjadi kebiasaan internasional yang merupakan suatu kebiasaan yang diterima umum sebagai hukum oleh masyarakat internasional. Sejarah membuktikan bahwa sifat hubungan antar negara dengan negara lain senantiasa berubah-ubah menurut perubahan masa dan keadaan, tapi cara memelihara dan menghidupkan perhubungan itu adalah dengan diplomasi.

Bertolak dari itu semua, diplomasi merupakan cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negosiasi antara wakil-wakil yang sudah diakui, di mana praktik-praktik semacam itu telah diakui sejak dahulu. Kebiasaan suatu negara untuk mengirimkan seseorang untuk mewakili kepentingannya di negara lain adalah salah satu praktek tertua dikalangan masyarakat internasional. Kegiatan ini terus menerus dilakukan untuk melancarkan dan mempererat hubungan antar negara. Hubungan diplomatik yang dilakukan para diplomat memang diperlukan untuk memperkuat tali persahabatan dan kerjasama antarbangsa. Namun demikian, di sisi lain, tak jarang hubungan diplomatik digunakan sebagai alat penekan yang dilakukan oleh negara kuat terhadap negara-negara yang lemah untuk mencapai kepentingannya.1

Adanya kepentingan yang mendasari kebiasaan ini menjadi misi tertentu bagi perwakilan diplomatik negara pengirim di negara penerima. Perwakilan diplomatik ini juga sebagai perpanjangan wewenang negara pengirim untuk melaksanakan kepentingan tersebut di wilayah negara lain. Melaksanakan misi-misi tertentu harus dilakukan dengan itikad baik tanpa mengintervensi kehidupan bermasyarakat di negara penerima, untuk menjaga hubungan persahabatan antar kedua negara perwakilan diplomatik ini diharapkan dapat menghormati hukum dan tatanan masyarakat di negara-negara penerima.

1Sefriani, Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2016, Hlm.144.

(20)

Mewakili (representation) negaranya pada negara penerima merupakan suatu fungsi di mana perwakilan diplomatik dipercayakan untuk bertindak sebagai saluran hubungan antara kedua negara, fungsi reporting tentu saja adalah upaya untuk mendapatkan suatu kepastian dengan cara yang sah atas seluruh keadaan maupun perkembangan di negara penerima.

Perwakilan diplomatik harus menjaga integritas serta kredibilitasnya di negara penerima dalam melaksanakan misinya. Melaksanakan suatu misi tertentu yang merugikan negara penerima atau yang mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakatnya, atau dengan sengaja mengambil informasi rahasia untuk tujuan jahat merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Berdasarkan hal seperti itulah, negara penerima juga dapat sewaktu-waktu mengusir perwakilan diplomatik dengan berbagai alasan. Alasan-alasan ini tidak menjadi beban bagi negara penerima untuk disertai dengan penjelasan. Seperti halnya kasus yang terjadi antara Inggris dan Rusia, dimana Inggris mengusir perwakilan diplomatik Rusia terkait kasus peracunan mantan agen ganda Rusia di Inggris, yang akan penulis bahas dalam analisis di bawah ini.

B. POSISI KASUS

Seorang mantan agen ganda Rusia, Sergei Skripal (66) dan putrinya, Yulia (33) ditemukan tak sadarkan diri pada bangku di luar suatu pusat perbelanjaan di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018. Kolonel Skripal, seorang pensiunan perwira militer Rusia, dipenjara selama 13 tahun oleh Rusia pada 2006. Dia dinyatakan bersalah karena menyerahkan identitas para agen intelijen Rusia yang sedang beroperasi di Eropa kepada Dinas Intelijen Rahasia Inggris, MI6.

Pada bulan Juli 2010, Skripal adalah satu dari empat tahanan yang dilepas Moskow sebagai bagian dari pertukaran dengan 10 mata-mata Rusia yang ditangkap oleh FBI. Dia kemudian diterbangkan ke Inggris dan mendapatkan suaka. Skripal dan putrinya diserang dengan senjata kimia gas Racun Saraf Maut yang dikembangkan pada era Uni Soviet yang bernama Novichok. Racun ini bahkan lebih kuat dari sarin. Jejak gas saraf ditemukan di pub “The Mill” dan restoran “Zizzi” di Salisbury yang sempat dikunjungi Skripal dan putrinya. Temuan ini memicu langkah pencegahan secara luas untuk masyarakat setempat.

(21)

Selama ini, Inggris menuding Rusia sebagai dalang di balik percobaan pembunuhan ini. Namun, Rusia selalu membantah tudingan tersebut dengan dasar keterangan para tersangka bahwa mereka adalah turis yang sedang berlibur di Salisbury. Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, mengatakan bahwa mereka akan memberikan tanggapan “keras” jika Moskow ditemukan berada di balik insiden tersebut. Kemudian, identitas tersangka kasus peracunan mantan agen ganda Sergei Skripal di Inggris pun terungkap, yaitu Alexander Yevgenyevich Mishkin, seorang dokter intelijen militer Rusia yang bernama asli Alexander Petrov, bersama rekannya Ruslan Boshirov, yang bernama asli Anatoliy Chepiga, seorang kolonel badan intelijen Rusia.

Inggris pun menganggap jawaban dari Rusia sangat tidak menghormati kegentingan dari kejadian yang sedang terjadi ini dimana senjata kimia beracun ini bisa sangat mengancam masyarakat di Salisbury. Ini menunjukkan penggunaan kekuatan melanggar hukum. Lalu, sebagai reaksi atas kejadian ini, di bawah Konvensi Wina, PM Inggris menegaskan akan mengusir setidaknya 23 diplomat Rusia yang diidentifikasi sebagai pejabat intelijen yang tidak dilaporkan, membekukan aset-aset Pemerintah Rusia, dan membekukan sementara kontrak bilateral. Sebagai bentuk solidaritas untuk Inggris, hal itu juga kemudian diikuti oleh negara-negara Uni Eropa dan barat. Diantaranya Perancis, Latvia, Jerman, Italia, Australia, Kanada, dan US. Menurut negara-negara itu, Rusia berada di balik serangan terhadap mantan agen ganda Rusia yang menetap di Inggris, Sergei Skripal dan putrinya Yulia, dengan zat saraf di Salisbury, Inggris.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan akan mengusir balik 23 diplomat Inggris. Hal ini merupakan bagian dari langkah balasan atas sikap keras Inggris terhadap Rusia terkait kasus upaya pembunuhan eks mata-mata Rusia, Sergei Skripal. Keputusan untuk balik mengusir diplomat Inggris ini diumumkan Rusia usai memanggil Duta Besar Inggris di Moskow, Laurie Bristow, ke kantor Kementerian Luar Negeri. Pemanggilan itu dimaksudkan untuk memberitahukan langkah-langkah balasan Rusia untuk Inggris. Selain mengusir diplomat Inggris, Rusia juga mengumumkan penghentian aktivitas British Council di seluruh wilayahnya. British Council merupakan organisasi internasional untuk hubungan budaya dan kesempatan pendidikan.

(22)

Kementerian Luar Negeri Rusia pun menyatakan para diplomat dari negara-negara yang mengusir diplomat Rusia akan diberi nota protes dan diberitahu bahwa ini sebagai respons atas permintaan tak mendasar dari negara-negara bersangkutan dalam mengusir para diplomat Rusia, pihak Rusia menyatakan Persona Non-Grata untuk jumlah yang sama untuk staf (diplomatik) yang bekerja di masing-masing kedutaan negara-negara itu di Federasi Rusia.

C. RULES

1. Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik

Dalam Pasal 9 yang mengatur mengenai Persona Non-Grata menyatakan sebagai berikut2:

“The receiving State may at any time and without having to explain its decision, notify the sending State that the head of the mission or any member of the diplomatic staff of the mission is Persona Non Grata or that any other member of the staff of the mission is not acceptable. In any such case, the sending State shall, as appropriate, either recall the person concerned or terminate his functions with the mission. A person may be declared non grata or not acceptable before arriving in the territory of the receiving State.”

Yang berarti bahwa Negara penerima boleh setiap saat dan tanpa harus menerangkan keputusannya, memberitahu Negara pengirim bahwa kepala misinya atau seseorang anggota staf diplomatiknya adalah Persona Non-Grata atau bahwa anggota lainnya dari staf misi tidak dapat diterima. Dalam hal seperti ini, Negara pengirim, sesuai dengan mana yang layak, harus memanggil orang tersebut atau mengakhiri fungsi-fungsinya di dalam misi. Seseorang dapat dinyatakan non grata atau tidak dapat diterima sebelum sampai di dalam teritorial Negara penerima.

Dan Konvensi Wina 1961 Pasal 3 ayat 1 huruf (d), yaitu:3 “Ascertaining, by all lawfull means, conditions and developments in the receiving state and reporting thereon to the government of the sending state” atau dapat diartikan bahwasannya utusan Negara pengirim dapat melaporkan dengan segala cara yang sah perkembangan dan kondisi Negara penerima kepada Negara pengirim.

2 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Ps.9. 3 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Ps.3 ayat 1.

(23)

D. RUMUSAN MASALAH

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang diangkat melalui pembahasan analisis kasus diplomatik ini ialah:

1. Hal-hal apa saja yang dapat menjadi dasar legitimasi Persona Non Grata dalam praktek hukum internasional?

E. ANALISIS KASUS

Diawali dengan kasus peracunan seorang mantan agen ganda Rusia bernama Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, yang ditemukan tak sadarkan diri di Salisbury. Gas racun yang digunakan pun merupakan senjata kimia yang dikembangkan pada era Uni Soviet yang bernama Novichok.

Inggris menilai bahwa hal ini merupakan sesuatu yang mengancam nyawa masyarakatnya, dan menuding pemerintah Rusia adalah dalangnya. Tidak puas dengan jawaban Rusia terhadap kasus ini, Inggris pun merespon dengan keras sehingga mengusir 23 diplomat Rusia dari Inggris. Hal ini pun didukung oleh negara-negara lainnya sebagai bentuk solidaritas kepada Inggris, berbagai negara ini pun turut mengusir beberapa diplomat Rusia dari negaranya. Menanggapi hal ini Rusia pun memberikan balasan dengan mengusir diplomat dari negara-negara yang bersangkutan tersebut.

Menurut Pasal 9 Konvensi Wina 1961:

“The receiving State may at any time and without having to explain its decision, notify the sending State that the head of the mission or any member of the diplomatic staff of the mission is Persona Non Grata or that any other member of the staff of the mission is not acceptable. In any such case, the sending State shall, as appropriate, either recall the person concerned or terminate his functions with the mission. A person may be declared non grata or not acceptable before arriving in the territory of the receiving State.”

Dalam Pasal 9 tersebut dinyatakan bahwa negara penerima kapan saja dan tanpa memberikan penjelasan terkait keputusannya, memberitahukan pada negara pengirim bahwa perwakilan diplomatiknya adalah Persona Non-Grata, atau tidak dapat diterima. Persona Non-Grata sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Konvensi Wina 1961, memang merupakan salah satu jawaban yang disediakan ketika terjadi permasalahan diplomatik antara Negara penerima dan pengirim.

(24)

Sayangnya praktek Persona Non-Grata semacam ini, pada prakteknya akan menimbulkan reaksi pembalasan dari Negara yang perwakilan diplomatiknya di Persona Non-Grata-kan. Sehingga akan menimbulkan masalah, dan bukan tidak mungkin ketegangan politik. Di bawah ketentuan inilah, Inggris beserta negara-negara lainnya memberikan respon keras dengan mengusir perwakilan diplomatik Rusia dari negaranya, begitu juga dengan Rusia.

Hubungan diplomatik dilihat dari perspektif hubungan internasional modern dapat dilakukan antar negara secara bilateral guna memelihara dan meningkatkan pembangunan bangsa dan negara dalam rangka mencapai tujuan nasional. Hubungan antar negara dengan negara lain senantiasa berubah-ubah sesuai dengan keadaan kondisi dari negara-negara yang mengadakan hubungan tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan mungkin hubungan tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi dari negara-negara tersebut, di mana pada saat ini pergeseran peta politik dunia semakin mendesak.

Lain halnya jika terjadi insiden yang melanggar hukum atau mengancam masyarakat daripada negara penerima. Dengan adanya kondisi ini jelas akan merugikan masing-masing pihak dimana dalam hubungan antar negara tersebut akan terjadi kemunduran yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Oleh karena itu segala usaha yang mengarahkan pada pemeliharaan dan penjagaan perdamaian dan keamanan internasional haruslah mendapat perhatian utama dan penting bagi negara-negara yang melakukan hubungan internasional. Media diplomasi dapat mengalami perubahan yang disesuaikan oleh kebutuhan suatu negara, yakni dari diplomasi dengan cara damai dapat berubah menggunakan kekerasan, seperti halnya ancaman dan tindakan tegas untuk menekan negara lain. Adanya perubahan sarana diplomasi dikarenakan antara dua negara yang berselisih tidak memiliki trust (kepercayaan), respect (rasa saling menghormati) dan keselarasan.

Salah satu bentuk dari penggunaan tindakan tegas dan ancaman yaitu dengan melakukan penangguhan hubungan diplomatik antara negara satu dengan negara lain. Itu dilakukan karena dua negara bersikeras untuk mempertahankan argumennya. Aturan hukum internasional yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan kerjasama.

(25)

Konvensi Wina 1961, khususnya Pasal 9, memberikan hak eksklusif kepada negara penerima untuk tidak menerima, menolak, ataupun mengusir perwakilan diplomatik negara pengirim tanpa adanya dasar alasan yang sah. Akan tetapi, alasan yang biasanya ditemui adalah adanya pelanggaran kedaulatan negara penerima, mengancam kedamaian negara penerima, dan adanya pelanggaran terhadap hukum nasional negara penerima. Salah satu konsep dalam Hukum Diplomatik adalah Persona Non Grata. Pernyataan Persona Non Grata yang dikenakan kepada seorang diplomat khususnya terhadap mereka yang sudah tiba di negara tujuan, melibatkan terhadap kegiatan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Konvensi Wina 1961 yaitu:

1) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para diplomat asing yang dianggap bersifat politis maupun subversif dan bukan saja dapat juga merugikan kepentingan nasional tetapi juga melanggar kedaulatan suatu negara penerima.

2) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu sudah jelas melanggar peraturan hukum dan perundang-undangan negara penerima.

3) Kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai kegiatan spionase yang dapat dianggap dapat mengganggu baik stabilitas maupun keamanan nasional negara penerima.

Pengusiran perwakilan diplomatik yang dilakukan oleh Inggris merupakan bentuk dari respon keras terhadap kasus peracunan ini, dimana perwakilan diplomatik yang diusir merupakan pejabat intelijen Rusia yang tidak dilaporkan. 23 diplomat Rusia yang diusir oleh Inggris ini dituduh melakukan spionase. Di era informasi dan saling ketergantungan ini, penugasan misi intelijen secara terbuka biasanya dilakukan melalui fungsi diplomatik. Dalam hal ini, tidak sedikit negara asing yang menempatkan agen mata-mata berkedok sebagai diplomat di kedutaan. Di lain pihak, negara penerima juga umumnya telah mengetahui keberadaan agen-agen intelijen asing “resmi” tersebut.4

4 Prayoga Limantara, Diplomasi dan Praktik Spionase, diakses dari https://kumparan.com/prayoga-limantara/diplomasi-dan-praktik-spionase-1535102534011234035, diakses pada 16 Oktober 2019.

(26)

Kegiatan mata-mata oleh seorang diplomat merupakan salah satu pelanggaran kejahatan dalam kekebalan diplomatik, jika kejadian itu terungkap, diplomat itu dapat ditarik kembali oleh negaranya atau dinyatakan Persona Non Grata oleh negara penerima. Bisa menjadi konflik yang sangat rumit ketika negara tempat pengirim diplomat tersebut melakukan aksi balasan tanpa adanya alasan yang sah menurut hukum internasional maupun nasional yang dilanggar oleh diplomat negara lain yang bertugas di negaranya. Jadi diplomat memegang peranan sentral bagi negara yang mengirimnya dalam menjaga hubungan baik dalam berdiplomasi antar negara, ketika seorang diplomat diusir, maka seketika itu pula kewibawaan negara tempat diplomat tersebut ditugaskan menjadi terusik. Seorang diplomat atau duta besar kadang-kadang disebut sebagai mata dan telinga dari pemerintahannya di luar negeri. Adapun tugas-tugas pokoknya adalah5:

1. Untuk melaksanakan politik/kebijaksanaan dari negaranya sendiri; 2. Untuk melindungi kepentingan negaranya dan warga negaranya; dan 3. Untuk memberikan informasi, bahan-bahan, keterangan, dan laporan

kepada pemerintahannya tentang perkembangan penting di dunia ini. Tugas, kewajiban atau fungsinya berdasar fase pokok dari diplomasi, yaitu:6 1) Perwakilan (Representative)

Seorang perwakilan diplomatik merupakan wakil resmi dan tidak resmi dari negaranya di negara lain atau asing. Dalam pandangan kebanyakan warga negara di mana perwakilan diplomatik itu ditempatkan, ia merupakan negara yang diwakili, dan negaranya akan dinilai menurut tindakan-tindakan sang perwakilan diplomatik itu.

2) Perundingan (Negotiating)

Seorang perwakilan diplomatik menurut definisinya adalah orang yang melakukan perundingan, atau yang berunding. Dengan demikian kewajiban seorang perwakilan diplomatik meliputi untuk merencanakan berbagai macam persetujuan bilateral dan multilateral yang dituangkan ke dalam perjanjian-perjanjian yang pokok bahasannya dapat berupa pembentukan suatu organisasi, perubahan wilayah, dan lain sebagainya.

5 May Rudy, Hukum Internasional Jilid 2, Refika Aditama Bandung, 2006, Hlm.72. 6 May Rudy, Ibid., Hlm.73.

(27)

3) Laporan (Reporting)

Seorang perwakilan diplomatik haruslah merupakan seorang pelapor yang baik. Laporan-laporan yang dikirim oleh para perwakilan di luar negeri merupakan bahan-bahan untuk menetapkan politik luar negeri, yang meliputi hampir semua pokok atau soal, mulai dari penyelidikan teknis sampai penilaian psikologis dari bangsa-bangsa lain.

4) Perlindungan atas kepentingan bangsa atau negaranya dan dari warga negaranya di luar negeri

Seorang perwakilan diplomatik diharapkan dapat bergaul dan diterima dengan baik oleh penguasa-penguasa negara di mana ia ditempatkan, serta harus berusaha untuk menghindarkan atau mengoreksi praktek-praktek dari negara di mana beliau ditempatkan, yang bersifat diskriminasi terhadap negaranya atau warga negaranya.

Perbuatan melanggar hukum yang diduga dilakukan oleh Rusia lewat anggota intelijennya di Inggris merupakan suatu kejahatan yang serius, karena mengancam nyawa masyarakat dan melanggar kedaulatan Inggris. Inggris pun menuding apa yang dilakukan oleh anggota intelijen Rusia ini merupakan komando langsung dari pemerintah Rusia, khususnya Presiden Rusia, Vladimir Putin. Tudingan yang dianggap konyol oleh Rusia ini merupakan hal yang serius, karena melibatkan penggunaan senjata kimia berbahaya yang dikembangkan pada saat Uni Soviet masih berdiri.

Akan tetapi, kemunculan jejak gas beracun ini di Salisbury menandakan bahwa sisa-sisa dari Uni Soviet masih ada. Entah itu ideologi, kepentingan terselubung melalui misi-misi rahasia, ataupun keberadaan senjata mematikan lainnya yang telah terbukti digunakan untuk percobaan pembunuhan mantan agen yang dinilai tidak sejalan dengan pemerintahan Rusia, walaupun Rusia menyatakan telah menghancurkan senjata kimia era Uni Soviet. Melalui kejadian ini, hubungan antar Inggris-Rusia semakin buruk, diikuti dengan sejumlah negara lainnya yang secara kolektif ikut mengusir perwakilan diplomatik Rusia dari wilayahnya masing-masing. Adanya pembekuan aset-aset pemerintah Rusia juga merupakan bentuk sanksi yang diberikan oleh Inggris.

(28)

Di dalam praktek hukum internasional, pembekuan aset diatur dalam Resolusi DK PBB Nomor 1373 terkait terorisme, serta dalam pemberantasan korupsi internasional, maupun apabila terdapat hal-hal yang membahayakan stabilitas negara, maka pembekuan aset pun dapat dilakukan terhadap suatu negara. Ini mengawali suatu permasalahan diplomatik antar negara-negara tersebut. Akan tetapi, ini juga dianggap sebagai sanksi terhadap Rusia yang diduga terlibat dalam peracunan Skripal, serta menunjukan kecaman oleh dunia internasional terhadap kejadian ini. Akibat yang ditimbulkan dari pengusiran perwakilan diplomatik ini ialah mundurnya hubungan persahabatan antar negara-negara yang bersangkutan tersebut, tidak dapat dilaksanakannya berbagai kepentingan negara, serta krisisnya hubungan diplomatik antar negara ini juga menghambat proses penyelesaian masalah yang ada.

F. KESIMPULAN

Dalam hubungan internasional, memberikan label Persona Non-Grata bagi perwakilan diplomatik merupakan hal yang biasa, dan telah terkonsep dalam Hukum Diplomatik yang mengaturnya. Oleh karena itu, langkah Inggris beserta negara-negara lainnya yang mengusir atau meng-Persona Non-Grata-kan perwakilan diplomatik Rusia adalah sah dan tidak melanggar hukum internasional, walaupun tidak adanya aturan yang baku terhadap alasan apa saja yang dapat dijadikan acuan atau dasar untuk memberi Persona Non-Grata pada perwakilan diplomatik negara pengirim. Jadi, Persona Non-Grata terhadap perwakilan diplomatik juga dapat ditandakan sebagai sanksi atau kecaman terhadap keputusan politik negara pengirim yang mempengaruhi atau mengancam kedamaian negara penerima maupun masyarakat internasional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip internasional.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Rudy, May. 2006. Hukum Internasional Jilid 2. (Bandung: Penerbit Refika Aditama)

Sefriani. 2016. Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer. (Jakarta: Penerbit Rajagrafindo Persada)

Prayoga Limantara, Diplomasi dan Praktik Spionase diakses dari https://kumparan.com/prayoga-limantara/diplomasi-dan-praktik-spionase-15 35102534011234035, diakses pada 16 Oktober 2019.

Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatik. Resolusi DK PBB Nomor 1373.

(30)

PEMBATASAN HAK VETO DALAM DK-PBB TERKAIT KONFLIK BERSENJATA DI SURIAH

Danang Wahyu Setyo Adi

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : danangemiroglue@gmail.com

Citation Structure Recommendation :

Adi, Danang Wahyu Setyo. Pembatasan Hak Veto dalam DK-PBB Terkait Konflik Bersenjata di

Suriah. Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020).

ABSTRAK

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi tatanan internasional baru yang dibentuk setelah kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pasca perang dunia. Di dalam PBB, terdapat organ-organ penting salah satunya adalah Dewan Keamanan (Security Council) dengan lima anggota tetap meliputi Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Perancis dan China. Lima anggota tetap tersebut memiliki kewenangan untuk mengeluarkan hak Veto terhadap kebijakan yang akan ditetapkan. Termasuk salah satunya adalah kebijakan untuk mengeluarkan resolusi terhadap kasus konflik bersenjata di Suriah. Tulisan ini akan membahas dengan lebih mendalam berkaitan dengan kebijakan resolusi tersebut ditinjau dari sumber hukum internasional dan teori-teori yang berkaitan. Termasuk dalam hal ini penulis mengritisi konsepsi hak Veto yang melekat pada lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang seharusnya ditujukan dan digunakan untuk mencapai perdamaian dunia dan bukan untuk kepentingan tertentu.

Kata Kunci: Dewan Keamanan PBB, Konflik Bersenjata di Suriah, Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(31)

A. PENDAHULUAN

Pada saat berakhirnya Perang Dunia I, dibentuk suatu perjanjian Versailles pada tahun 1919. Perjanjian ini merupakan perjanjian perdamaian terkait pengakhiran Perang Dunia I pada tanggal 28 Juni 1919, dan juga merumuskan berdirinya Liga Bangsa-bangsa. Liga Bangsa-bangsa (LBB) resmi dibentuk pada tanggal 10 Januari 1920. Peran penting LBB yaitu, mencegah terjadinya perang melalui keamanan bersama negara-negara anggota. LBB mengalami kegagalan saat mencegah berbagai serangan yang terjadi pada tahun 1930-an. Pada tahun 1939 terjadi perang baru yang disebut dengan Perang Dunia II. Pecahnya Perang Dunia II menunjukkan LBB telah gagal mencegah pecahnya perang. Setelah Perang Dunia II berakhir pada tanggal 18 April 1946, LBB resmi dibubarkan dan diganti dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Terbentuknya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1946, yang mempunyai tugas untuk mencegah terjadinya konflik serupa (Perang Dunia) untuk ke III kalinya.1Tujuan terbentuknya Perserikatan Bangsa-bangsa yaitu2:

1. Menciptakan suatu perdamaian serta keamanan internasional, dan digunakan untuk mengambil suatu tindakan yang bersama-sama secara efektif guna pencegahan dan penghapusan dari suatu ancaman.

2. Terkait perdamaian, dan untuk menekankan suatu tindakan agresi ataupun pelanggaran lain, untuk membawa dalam cara damai, dan juga sesuai dengan prinsip keadilan serta hukum internasional, serta penyelesaian suatu konflik internasional ataupun situasi yang dimungkinkan melanggar suatu perdamaian.

3. Meningkatkan hubungan baik antar negara yang didasarkan pada penghormatan terkait dengan prinsip persamaan hak dan juga menentukan nasib sendiri, dan mengambil suatu tindakan yang tepat lainnya guna memperkuat perdamaian universal.

4. Mewujudkan kerjasama internasional dan memecahkan permasalahan internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, serta menciptakan dan mendorong suatu penghormatan HAM serta kebebasan bagi semua tanpa memandang ras, suku, bahasa, ataupun agama.

5. Mewujudkan harmonisasi suatu tindakan negara dalam mencapai tujuannya.

1 Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung, 2016, Hlm.118.

2 Chairul Anwar, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-bangsa, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1988, Hlm.106.

(32)

Dalam menjalankan visi dan misi untuk mencapai suatu tujuan, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mempunyai lima organ utama yaitu3 Majelis Umum (The General Assembly), Dewan Keamanan (The Security Council), Dewan Ekonomi dan Sosial (The Economic and Social Council), Mahkamah Internasional (The International Court of Justice), Sekretaris Jendral (The Secretariat). Organ-organ yang berperan aktif dalam menyelesaikan konflik yaitu Dewan Keamanan, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal. Dalam hal ini, Majelis Umum memiliki kewenangan untuk merekomendasikan dan membicarakan hal yang termasuk ruang lingkup dari piagam PBB. Dewan Keamanan dan juga Majelis Umum membuat suatu rekomendasi untuk penyelasaian yang ada diantara para pihak ataupun negara-negara yang sedang berkonflik, serta menemukan suatu fakta-fakta dari suatu permasalahan.4 Tugas dari Sekretaris Jendral yaitu guna menyelidiki penyelesaian atas permintaan Majelis Umum, tugas terpenting dari Sekretaris Jendral yaitu pemeliharaan perdamaian PBB.5

Melihat pada konflik Suriah berawal dari sebuah protes tekait penangkapan beberapa pelajar di suatu tempat yaitu Kota Daraa.6 Konflik Suriah merupakan konflik yang diawali dengan pembakaran salah seorang penduduk yang bernama Hasan Ali Akleh tanggal 26 Januari 2011. Dari aksi bakar diri, terjadi demonstrasi di al-Raqqah tanggal 28 Januari 2011. Demonstrasi mendapatkan beberapa respon bagi kematian 2 tentara Kurdish tanggal 12 Januari 2011. Kemudian aksi-aksi tersebut dibubarkan oleh tentara Suriah dan akibatnya ada beberapa demonstran ditahan. Kemudian, banyak aksi-aksi yang menyuarakan pemberhentian rezim Assad tanggal 6 Maret 2011. Secara implisit gerakan revolusi dalam artikel dengan judul “The Youth of Syria : The Rebels on Pause”.7 Demonstrasi dan protes ini menjadi pemberontakan nasional Suriah dan menjadi perang sipil.8

3 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1989, Hlm.835.

4 Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Penerbit UI Press, Jakarta, 2004, Hlm.298.

5 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit P.T.Alumni, Bandung, 2015, Hlm.591.

6 Stephen Starr, Revolt in Syria: Eye-Witness to the Uprising, Penerbit C Hurst & Co, London, 2012, Hlm.3.

7 Rania Abouzeid, The Youth of Syria: The Rebels Are on Pause, diakses dari http://content.time.com/time/world/article/0,8599,2057454,00.html, diakses pada 10 Oktober 2017.

(33)

Pada perang ini tidak hanya senjata konvensional yang digunakan sebagaimana mestinya, melainkan juga senjata kimia yang diindikasikan sebagai senjata pemusnah massal, dan pada tahun yang berbeda penjatuhan bom klorin dilakukan dengan menggunakan pesawat tempur Rusia.9 Konflik Suriah ini mendapat resolusi dari Liga Arab didasarkan tindakan kejam yang mengarah pada kekerasan kemanusiaan atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Resolusi dari Liga Arab mendapatkan suatu dukung dari Dewan Keamanan.10 Banyaknya korban jiwa, maka banyak pro dan kontra dari Dewan Keamanan11 untuk mengakhiri konflik Suriah.12

Suatu tindakan dari Dewan Keamanan untuk mengakhiri konflik di Suriah ini mengalami konflik internal di anggota tetapnya. Berulang-ulang telah dilakukan suatu perundingan penyelesaian secara damai tetapi tidak tercapai suatu kesepakatan, sudah terfikirkan untuk dikeluarkan resolusi namun selalu ada bayangan hak Veto dari anggota tetap Dewan Keamanan.13 Resolusi Dewan Keamanan dikeluarkan pada 4 Oktober 2011, yang berisikan untuk mengakhiri kekerasan yang telah menimbulkan korban jiwa yang banyak14 serta menyatakan dalam resolusi terkait perdamaian serta perlindungan hak asasi manusia (HAM). Topik bahasan dalam tulisan ini meliputi :

1. Sumber hukum dan konsep dasar Hukum Internasional yang diterapkan; 2. Yurisdiksi yang Yurisdiksi Kepribadian yang berlaku; dan

3. Putusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

9 BBC Indonesia, AS Pastikan Suriah Gunakan Senjata Kimia, diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/08/130828_as_biden_suriah, diakses pada 5 April 2017.

10 Kunto Wibisono, Dewan Keamanan PBB “Kecam” Penindasan Suriah, diakses dari https://www.antaranews.com/berita/270111/dewan-keamanan-pbb-kecam-penindasan-suriah, diakses pada 17 September 2017.

11 A. Setiawan, Dewan Keamanan PBB Kecam Penindasan Suriah, diakses dari http://www.dw.de/dw/article/0,,15805229,00.html, diakses pada 9 September 2017.

12 OkeZone Internasional, AS Persiapkan Aksi Militer Awal ke Suriah, diakses dari http://international.okezone.com/read/2012/03/08/414/589227/as-persiapkan-aksi-militer-awal-ke-suriah, diakses pada 9 September 2017.

13 Viva News, Rusia Siap Veto Resolusi PBB Soal Suriah, diakses dari http://dunia.vivanews.com/news/read/284999-rusia-siap-Veto-resolusi-pbb-soal-suriah, diakses pada 9 Oktober 2017.

14 United Nations Security Council, Securuty Council Fails to Adopt Draft Resolution Condemning Syria’s Crackdown on Anti-Government Protestors, Owing to Veto by Russian Federation, China, diakses dari http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10403.doc.htm,

(34)

B. PEMBAHASAN

1. Ketentuan dan Teori Hukum Internasional Dasar Aturan atau Ketentuan

a. Pasal 1 Piagam PBB (The Purposes of the United Nations)

Untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, dan untuk itu untuk mengambil langkah-langkah efektif untuk pencegahan dan penghapusan ancaman terhadap perdamaian, serta untuk penindasan tindakan agresi atau pelanggaran perdamaian lainnya.

Untuk mewujudkan dengan cara damai, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, penyelesaian sengketa atau situasi internasional yang mungkin mengarah pada pelanggaran perdamaian.

Untuk mengembangkan hubungan persahabatan di antara bangsa-bangsa berdasarkan pada penghormatan terhadap prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri rakyat, serta untuk mengambil langkah-langkah lain yang sesuai untuk memperkuat perdamaian universal.

Untuk mencapai kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional yang bersifat ekonomi, sosial, budaya, atau kemanusiaan, dan dalam mempromosikan serta mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang tanpa perbedaan dalam hal ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama. Untuk menjadi pusat untuk menyelaraskan tindakan negara-negara dalam mencapai tujuan bersama ini.

Artinya : Melihat resolusi DK-PBB ini sangat bertolak belakang dan mengingkari realitas yang ada, dalam konflik suriah sudah jelas sekali tidak sejalan dengan tujuan dari PBB. Seperti pelanggaran HAM, Agresi, dan lain-lain sehingga tidak tampak konflik ini diselesaikan secara efektif dan damai.

b. Pasal 24 Piagam PBB (Function and Powers)

Untuk memastikan tindakan yang cepat dan efektif oleh PBB, para anggotanya mengemban tanggung jawab utama Dewan Keamanan untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, serta sepakat bahwa dalam melaksanakan tugasnya di bawah tanggung jawab ini Dewan Keamanan bertindak atas nama mereka. Dalam melaksanakan tugas-tugas ini Dewan Keamanan akan bertindak sesuai dengan Tujuan dan Prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

(35)

Artinya : tujuan PBB sudah tidak sinkron lagi dengan kenyataan, seperti tidak adanya suatu prinsip keadilan, tidak tampaknya prinsip pencegahaan dan penghapusan ancaman serta penyiksaan dengan kekerasaan yang tidak manusiawi. Seharusnya dalam konflik ini DK-PBB memiliki peran besar untuk bisa meredam konflik dalam kondisi apapun, karena DK-PBB mempunyai fungsi dan kekuatan, bukan membatalkan Resolusi No. S/612/2011 Tanggal 4 Oktober 2011.

c. Pasal 27 Piagam PBB (Voting)

Setiap anggota Dewan Keamanan akan memiliki satu suara. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai masalah-masalah prosedural harus dibuat dengan suara setuju dari sembilan anggota. Keputusan Dewan Keamanan mengenai semua hal lain harus dibuat dengan suara setuju dari sembilan anggota termasuk suara setuju dari anggota tetap.

Artinya : Ada suatu kekeliruan dalam sistem pengambilan suara, menurut hemat saya voting seharusnya didominasi dengan suara yang terbanyak, bukan salah satu tidak setuju maka keputusan tersebut tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya, terkait permasalahn yang sangat darurat menyangkut hajat hidup orang banyak yang berhadapan dengan HAM.

d. Pasal 28 Piagam PBB (Procedure)

Dewan Keamanan harus diatur sedemikian rupa agar dapat berfungsi terus menerus. Dewan Keamanan akan mengadakan pertemuan berkala dimana masing-masing anggotanya dapat, jika diinginkan, diwakili oleh anggota pemerintah atau oleh perwakilan yang ditunjuk khusus lainnya.

Artinya : seharunya pengaturan tentang prosedural pun harus rinci, seperti perincian pengambilan suara (Veto), suara itu bisa digunakan dalam hal apa saja, memang itu merupakan suatu hak istimewa, tapi menurut aturan-aturan hukum yang kata istimewa juga perlu adanya pembatasan, untuk menanggulangi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi kasus-kasus yang tidak cepat terselesaikan dalam dunia internasional yang berlembaga dalam naungan PBB.

e. Pasal 39 Piagam PBB

Dewan Keamanan akan menentukan adanya ancaman, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi dan akan membuat rekomendasi, atau memutuskan tindakan apa yang harus diambil.

(36)

Artinya : Segala sesuatu harus bersumber pada Dewan Keamanan PBB, yang menentukan ya dan tidak diberhentikan melalui resolusi dari Dewan Keamanan PBB, karena Resolusi No.S/612/2011 Tanggal 4 Oktober 2011 merupakan suatu tindakan perang-agresi, resolusi awal ini merupakan langkah untuk penyelesaian konflik di Suriah, tetapi terjadi penyalahgunaan hak istimewa diantara salah satu DK-PBB pemegang Veto menolak akan resolusi tersebut, sehingga permasalahan ini terus berlanjut.

f. Konvensi Den-Haag 1907

Secara garis besar di konvensi ini mengatur tentang cara berperang dan sarana serta prasarana senjata apa saja yang diperbolakan digunakan dalam perang ataupun agresi. Seperti senjata pemusnah massal tidak boleh digunakan dalam aturan-aturan berperang.15

Artinya : Mengingkari realitas aturan dari konvensi Den-Haag Negara tidak memandang senjata apa saja yang diperbolehkan, apalagi agresi yang dilakukan secara tiba-tiba. Peperangan membabi buta karena senjata pemusnah masal yang terjadi di Perang agresi suriah pada tangal 15 april 2018 kemarin merupakan suatu gas beracun klorin dan sarin, yang diklaim oleh PBB itu sangat melanggar dalam aturan-aturan Den-Haag 1907.16

g. Konvensi Jenewa Keempat 1949, “Mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang” dan Protokol Tambahan I (1977) mengenai Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional.

Secara berkala Konvensi Jenewa membahas terkait perlindungan orang sipil dan protokol tambahan membahas perlindungan korban perang, seperti perempuan, anak-anak, bahkan tempat yang tidak boleh dihancurkan seperti rumah sakit, ornamen-ornamen simbol besar budaya tidak boleh menjadi sasaran dalam perang ataupun agresi.17

15 Jean Pictet, Development and Principles of International Law, Penerbit Martinus Nijhoff, Dordrecht, 1985, Hlm.2.

16 Frits Kalshoven and Liesbeth Zegveld, Constraints on the Waging of War: An Introduction to International Humanitarian Law, Penerbit ICRC, Geneva, 2001, Hlm.40.

17 Christopher Greenwood dalam Dieter Fleck, ed., The Handbook of Humanitarian Law in Armed Conflicts, Penerbit Oxford University Press, USA, 2008, Hlm. 27-28.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 Tanggal 22 Desember 2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Restorative

Di dunia, terdapat dua sistem hukum yang banyak digunakan oleh negara-negara yaitu Civil Law atau Eropa Kontinental dan Common Law atau Anglo Saxon. Dua sistem hukum tersebut

Pada Pasal 32 Undang-Undang Rumah Sakit, ada beberapa hak pasien berdasarkan dari kasus diatas, yaitu: pasien atau keluarga pasien bisa mengajukan sikap atas kualitas

3) Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Tahapan Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana a. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, penyelidikan

Pada tahun 2003, sistem satu atap direalisasikan dengan amendemen lima UUD 1945 yaitu tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Peradilan Umum, Peradilan Tata

Hakim menimbang bahwa perbuatan tergugat yang telah terbukti melakukan kekerasan fisik dan dijatuhi hukuman penjara 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri, sesuai dengan

Oleh karenanya, ketika Pemda Kabupaten Lamandau menerbitkan izin pelepasan hutan dan Hak Guna Usaha yang melanggar peraturan perundang- undangan berupa Undang-Undang

“Saya kawin dinikahkan penghulu, disaksikan orang banyak, serta dengan memenuhi aturan agama sekaligus. Maka, siapa saja yang mengganggu istri saya, berarti ia telah