• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Kepatuhan Pajak

Kepatuhan pajak adalah keadaan saat wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan (Febriani dan Kusmuriyanto, 2015). Menurut Gunadi (2005), pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal kepatuhan pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan yang diatur oleh Menteri Keuangan dalam undang-undang perpajakan. Secara singkat, definisi paling sederhana tentang kepatuhan pajak adalah ukuran sejauh mana wajib pajak patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Perubahan sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan pajak terhutangnya sendiri. Self Assessment System menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Menurut Rahayu dalam buku Perpajakan Indonesia (2010) kepatuhan pajak dibagi menjadi dua yaitu:

1. Kepatuhan formal

Kepatuhan formal adalah keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kewajiban secara formal diantaranya adalah mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, menghitung dan menyetor pajak, dan melaporkan SPT tahunan sebelum batas waktu pelaporan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi yaitu akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.

2. Kepatuhan material

Kepatuhan material adalah keadaan dimanawajib pajak mengisi SPT dengan jujur, lengkap, dan benar surat pemberitahuan sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu akhir. Kepatuhan material menuntut wajib pajak untuk jujur dalam pencatatan dan perhitungan pajak terutang. Secara tidak langsung, kepatuhan material sudah mencakup kepatuhan formal.

(2)

Menurut Febriani dan Kusmuriyanto (2015), Kepatuhan wajib pajak dapat diukur dari pemahaman terhadap semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar, membayar dan melaporkan pajak yang terutang tepat pada waktunya.

2.2 Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Hardiningdih dan Yulianawati (2011), kesadaran adalah perilaku atau sikap terhadap suatu objek yang melibatkan anggapan dan perasaan serta kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tersebut. Dengan demikian kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak merupakan perilaku wajib pajak berupa pandangan atau perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Menurut Kamil (2015), kesadaran pajak wajib pajak dapat timbul apabila wajib pajak merasa tidak dirugikan dan tidak merasa terpaksa ketika membayar pajak. Wajib pajak akan merasa tidak dirugikan dan terpaksa membayar pajak ketika menyadari bahwa pajak yang dibayarkan sebenarnya akan digunakan kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan keamanan serta menjalankan program – program sosial dan ekonomi. Apabila wajib pajak memiliki kesadaran bahwa pajak adalah bentuk partisipasi dalam mendukung pembangunan negara, maka wajib pajak akan membayar pajak dengan sukarela sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah (Pertiwi, 2013). Menurut Pertiwi (2013), kesadaran wajib pajak untuk patuh akan muncul apabila persepsi tentang pajaknya positif dan apabila wajib pajak mengetahui fungsi dari pajak. Menurut Siti Resmi (2014) dalam buku Perpajakan: Teori dan Kasus, fungsi pajak umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Fungsi Budgetair yang artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara seperti melakukan pembangunan.

2. Fungsi Regularend yang artinya pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

(3)

Menurut Hardiningsih dan Yulianawati (2011), kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dibagi menjadi 3:

1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi wajib pajak dalam menunjang pembangunan negara. Hal ini berkaitan dengan fungsi pajak sebagai budgetair yang merupakan sumber pendapatan negara. Ketika wajib pajak menyadari bahwa pajak yang mereka bayarkan hanya akan digunakan semata – mata untuk pensejahteraan masyarakat memelalui pembangunan negara, maka wajib pajak akan lebih patuh dalam membayar pajak.

2. Kesadaran bahwa penundaan dan pengurangan pembayaran pajak akan merugikan negara. Apabila jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah tidak memenuhi anggaran, maka pembangunan negara bisa terhambat. Oleh karena itu wajib pajak yang memiliki kesadaran pajak yang tinggi akan lebih patuh dalam membayar pajak dengan tepat waktu.

3. Kesadaran bahwa pajak adalah kontribusi wajib setiap wajib pajak yang dapat dipaksakan. Pajak sebagai sumber pendapatan memiliki dasar hukum yang kuat dan dapat memaksa setiap wajib pajak untuk patuh membayar pajak. Apabila wajib pajak sadar akan hal ini, maka wajib pajak akan membayar pajak sebagai salah satu kewajiban bernegaranya.

2.4 Pengetahuan Pajak

Pengetahuan pajak adalah kemampuan seorang Wajib Pajak dalam memahami peraturan perpajakan meliputi hak dan kewajiban masing – masing wajib pajak, tarif pajak yang akan digunakan untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar serta tata cara pembayaran hingga pelaporan pajak tersebut (Febriani dan Kusmuriyanto, 2015). Dengan diberlakukannya sistem perpajakan self assesment, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dengan menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (Jatmiko, 2006). Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan undang - undang perpajakan yang berlaku, oleh karena itu setiap wajib pajak sebaiknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan atau tata cara perhitungan pajak terhutang hingga melaporkan SPT supaya dapat memenuhi

(4)

kewajiban pajaknya dengan baik (Kamil, 2015). Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu membantu kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat. Menurut Mukhlis, Utomo dan Soesetio (2015), pengetahuan pajak dapat meliputi 3 hal, yaitu:

1. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban setiap wajib pajak.

Dalam undang – undang nomor 28 tahun 2007, beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:

a. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.

b. Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan lengkap, jelas, dalam bahasa Indonesia dan menyampaikannya pada kantor Direktorat Jendral Pajak tempat wajib pajak terdaftar.

c. Membayar atau menyetor pajak terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

d. Membayar pajak terutang sesuai peraturan yang berlaku dan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.

e. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha.

f. Memperlihatkan dokumen atau buku catatan atau dokumen lain yang menjadi dasar perhitungan pajak terutang, memberi kesempatan untuk memasuki ruang yang dipandang perlu diperiksa serta memberi keterangan lain yang diperlukan oleh petugas pajak.

Selain kewajiban pajak, dalam undang – undang nomor 28 tahun 2007, beberapa hak yang dimiliki oleh wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut: a. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa. b. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan kriteria

tertentu.

c. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan maksimal 2 bulan dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Direktur Jendral Pajak.

(5)

d. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

e. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. 2. Pengetahuan tentang peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Peraturanperpajakan yang berlaku meliputi: a. Tarif Pajak dan Penghitungan Pajak Terutang

Untuk menghitung besarnya pajak, diperlukan tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau presentase tertentu yang telah ditetapkan. Tarif pajak sendiri dibagi menjadi 4 macam yaitu tarif tetap, tarif proporsional, tarif progresif dan tarif degresif. Pada umumnya perhitungan pajak untuk orang pribadi cukup sederhana dengan mengkalikan dasar pengenaan pajak sesuai dengan pembukuan atau pencatatan dengan tarif pajak yang berlaku.

b. Tata Cara Pembayaran Pajak

Setelah menghitung jumlah pajak terutang, wajib pajak perlu melakukan pembayaran atau penyetoran pajak tersebut. Terdapat ragam metode pembayaran pajak penghasilan yang dapat ditempuh Wajib Pajak dan juga ada berbagai jenis pajak penghasilan yang bisa menjadi tanggungan Wajib Pajak tersebut. Membayar pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah online banking dengan mendaftarkan diri terlebih dahulu pada bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan, atau dengan menyetor langsung pajak terhutang tersebut melalui kantor pos atau bank persepsi.

c. Tata Cara Penyampaian SPT

Setelah menghitung dan membayar pajak terhutang, wajib pajak perlu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak dengan berbagai cara. Cara yang pertama yaitu dengan menyampaikan SPT tersebut secara langsung pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), pojok pajak, mobil pajak, atau tempat khusus penerimaan SPT Tahunan yang disediakan, mengirim SPT melalui pos atau jasa ekspedisi.

(6)

2.3 Sanksi Pajak

Menurut Kamil (2015), sanksi pajak dibuat dengan tujuan untuk membuat wajib pajak takut untuk melanggar peraturan perpajakan. Selama ini masyarakat masih belum patuh seutuhnya terhadap kewajiban membayar pajak masih rendah sehingga diperlukan pengetatan terhadap wajib pajak agar tidak melakukan kelalaian dan ketidakpatuhan (Musyarofah dan Purnomo, 2008). Menurut Thiga dan Muturi (2015), untuk mengentikan perilaku wajib pajak yang tidak patuh memerlukan penerapan sanksi pajak yang efektif. Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Dalam hal perpajakan, sanksi pajak adalah salah satu alat yang cukup efektif untuk mencegah adanya tindakan penghindaran pajak. Wajib pajak cenderung memilih untuk patuh karena takut akan dikenakan sanksi pajak (Mohdali et al, 2014).

Menurut Efebra (2016), secara garis besar, penelitian yang mengukur pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan pajak menggunakan dimensi Penalty Magnitude. Penalty magnitude didefinisikan sebagai besarnya sanksi pajak baik berupa denda maupun kurungan penjara yang akan dikenakan apabila wajib pajak terdeteksi melakukan tindakan ketidakpatuhan. Dalam undang-undang perpajakan, sanksi pajak dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sanksi pidana

Sanksi pidana adalah sanksi yang diberikan atas pelanggaran peraturan pajak berupa kurungan dan denda. Beberapa contoh penyebab diberikannya sanksi pidana kepada wajib pajak orang pribadi menurut UU No.28 Tahun 2007 adalah:

a. Pasal 38 ayat (1), dimana setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar dan bukan dilakukan untuk pertama kalinya akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling sedikit 3 bulan hingga 1 tahun, dan denda maksimal 2 kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang dibayar.

b. Pasal 39 ayat (1), dimana setiap orang yang tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, menyalahgunakan NPWP, tidak menyetorkan pajak terhutang akan dikenakan sanksi pidana penjara paling sedikit 6 bulan sampai 6 tahun dan denda minimal 2 kali hingga 4 kali jumlah pajak terhutang.

(7)

2. Sanksi administrasi.

Sanksi administrasi adalahsanksi yang diberikan berkaitan dengan pelanggaran ketentuan pajak formil. Sanksi administrasi dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Sanksi administrasi berupa denda yang dikenakan atas pelanggaran yang bersifat disengaja. Contohnya, tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang ditetapkan.

b. Sanksi administrasi berupa bunga yang dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan hutang pajak semakin besar. Contohnya, pembetulan SPT tahunan dan keterlambatan pembayaran pajak.

c. Sanksi administrasi berupa kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Contohnya, menyampaikan SPT namun isinya tidak benar atau tidak lengkap yang dilakukan karena kealpaan untuk pertama kali.

Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana. Menurut UU No. 28 Tahun 2007, SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai berikut:

1. SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp 100 ribu; 2. SPT Tahunan PPh badan Rp 1 juta;

3. SPT Masa PPN Rp 500 ribu; 4. SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.

2.5 Kualitas Pelayanan Pajak

Menurut Febriani dan Kusmuriyanto (2015), pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak untuk membantu memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan pajak termasuk dalam pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

(8)

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan undang-undang dan tidak berorientasi pada profit atau laba. Menurut Kamil (2015), petugas pajak diharapkan untuk kompeten dalam melakukan pekerjaannya, serta memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dan pengalaman yang luas. Secara garis besar, kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan. Apabila hal tersebut bisa dipenuhi oleh petugas pajak maka Wajib Pajak akan merasa nyaman dalam melakukan kewajiban kegiatan perpajakan dan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima dijelaskan beberapa ketentuan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan petugas pajak kepada Wajib Pajak yaitu sebagai berikut, yaitu:

1. Waktu pelayanan adalah pukul 08.00 sampai dengan 16.00 waktu setempat. 2. Pegawai yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak harus menjaga

sopan santun dan perilaku, ramah, tanggap, cermat dan cepat serta tidak mempersulit layanan, dengan cara: bersikap hormat dan rendah hati terhadap tamu, petugas selalu berpakaian rapi dan bersepatu, selalu bersikap ramah, memberikan 3S (Senyum, Sapa dan Salam), mengenakan kartu identitas pegawai, mendengarkan dengan baik apa yang diutarakan oleh Wajib Pajak, tidak melakukan aktivitas lain misalnya menjawab panggilan telepon, makan dan minum atau mendengarkan musik saat memberi pelayanan dan apabila masih terdapat layanan yang perlu dilakukan konfirmasi sehingga Wajib Pajak tidak menunggu terlalu lama, petugas dapat meminta nomor telepon Wajib Pajak untuk dihubungi kembali.

3. Dalam merespon permasalahan dan memberikan informasi kepada Wajib Pajak, seharusnya: Petugas memberikan informasi/penjelasan secara lengkap dan jelas sehingga Wajib Pajak dapat mengerti dengan baik, untuk lebih menyakinkan Wajib Pajak, petugas dapat menggunakan brosur/buku petunjuk teknis pelayanan, apabila petugas belum yakin terhadap permasalahan yang ditanganinya, segera diinformasikan ke petugas lain, supervisor atau atasan yang bersangkutan dan memberitahukan permasalahan yang disampaikan Wajib Pajak agar Wajib Pajak tidak ditanyai berkali-kali, setiap tamu yang

(9)

datang,harus ada petugas keamanan yang menyambut, menanyakan keperluan dan mempersilahkan tamu dengan sopan untuk mengambil nomor antrian. 4. Akan lebih baik bila petugas dapat menjelaskan berapa lama Wajib Pajak

harus menunggu.

5. Bila petugas terpaksa tidak dapat menerima laporan atau surat yang disampaikan oleh Wajib Pajak misalnya karena kurang lengkap, maka petugas harus menjelaskannya secara jelas dan ramah sampai Wajib Pajak memahami dengan baik.

Selain diukur dengan kualitas pelayanan oleh petugas, fasilitas dalam Kantor Pelayanan Pajak juga harus memadai (Febriandi dan Kusmuriyanto, 2015). Berikut ini adalah rangkuman standar fasilitas di Kantor Pelayanan Pajak menurut SE-09/PJ/2013:

No. Sarana Keterangan

1. Sistem antrian  Pemberian nomor urut menggunakan queuning machine atau nomor manual yang diberikan oleh satpam (tidak boleh diskriminatif).

 Pada kondisi sibuk, maksimal jumlah SPT yang dilaporkan adalah 5 SPT per nomor antrian.

2. Tempat duduk untuk menunggu antrian

 Apabila ruangan padat, dapat digunakan garis antrian.

3. Layar dan papan informasi

 Berisi informasi yang relevan.

 Papan informasi seperti larangan merokok, jadwal pelayanan dan lainnya harus terpampang dengan jelas.

4. Tempat brosur, kotak kepuasan pelanggan dan kotak saran

 Untuk menyediakan informasi: brosur, leaflet, kuesioner, formulir kepuasan pelanggan dan formulir kritik dan saran.

5. Papan nama petugas  Harus terpampang dengan jelas di meja setiap perugas

(10)

perlengkapan kantor printer,komputer, software, dan lainnya yang dibutuhkan oleh petugas.

 Pendingin ruangan, tempat sampah jam dinding, pengharum ruangan, pengeras suara, tanaman, dispenser, dan lainnya.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti sebelumnya,antara lain, yaitu;

Penelitian yang dilakukan oleh Nurlis Islamiah Kamil (2015) menguji hubungan antara 4 variabel independen yaitu kesadaran pajak, pengetahuan pajak, sanksi pajak, dan pelayanan petugas pajak terhadap 1 variabel dependen yaitu kepatuhan pajak pada wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada beberapa kantor pajak. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini yang pertama adalah kesadaran Wajib Pajak memiliki efek positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hal tersebut menunjukkan bahwa wajib pajak patuh membayar pajak karena sadar bahwa pajak digunakan oleh pemerintah semata – mata hanya untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Kedua, Pengetahuan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak memiliki pengetahuan yang tinggi, namun dengan pengetahuan tersebut justru membuat wajib pajak mencari – cari celah untuk tidak patuh. Hasil yang ketiga adalah denda pajak memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya sanksi pajak, wajib pajak menjadi takut untuk tidak patuh. Menurutnya, lebih baik patuh membayar pajak daripada harus mengambil resiko untuk tidak patuh dan dikenai sanksi pajak. Hasil yang terakhir adalah Pelayanan petugas pajak memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan pajak yang dirasakan oleh wajib pajak dapat mendorong wajib pajak untuk patuh karena petugas pajak dapat memberikan arahan dan panduan bagi wajib pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Efebra, et al (2016) menguji pengaruh beberapa variabel independen yaitu persepsi wajib pajak, sanksi pajak, moral

(11)

pajak terhadap kepatuhan pajak. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara sanksi pajak dan kepatuhan pajak. Dimana wajib pajak memilih patuh karena takut dengan sanksi pajak yang besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Febriani dan Kusmuriyanto (2015) menguji pengaruh sikap wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan pajak. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Semarang Candisari. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini adalah sikap wajib pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak, pengetahuan dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh secara parsial terhadap kepatuhan pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis, Utomo, dan Soesetio (2015) menguji pengaruh Variabel independen Taxation Education, variabel interveningtaxation knowledge, tax justice dan variabel dependen adalah tax compliance. Data diuji dengan menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil dari penelitian ini adalah edukasi tentang pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tax knowledge, kemudian tax knowledge memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tax justice. Kemudian, tax justice memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tax compliance. Peneliti menguji hubungan langsung antara tax knowledge dan tax compliance yang menunjukkan hasil bahwa tax knowledge berpengaruh positif dan signfikan terhadap kepatuhan pajak (tax compliance).

Penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko, Agus Nugroho (2006) menguji hubungan antara variabel independen sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan dan variabel dependen kepatuhan pajak. Hasil dari penelitian ini adalah Sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda maka makin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak. Sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan fiskus secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib

(12)

Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan fiskus maka makin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak. Sikap Wajib Pajak terhadap kesadaran perpajakan secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap WP terhadap kesadaran perpajakan maka makin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.

Dari penelitian – penelitian terdahulu diatas, dapat disimpulkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

No Peneliti Variabel yang digunakan

Alat

analisis Hasil penelitian 1. Nurlis Islamiah Kamil (2015) Variabel independen yang digunakan adalah kesadaran pajak (X1), Pengetahuan Pajak (X2), Sanksi Pajak (X3), Pelayanan Pajak (X4) dan variabel dependen yaitu Kepatuhan Pajak (Y). Regresi linear berganda

Hasil penelitian ini adalah kesadaran Wajib Pajak memiliki efek positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, Pengetahuan memiliki hubungan negatif dan signifikan dari kepatuhan pajak, denda pajak memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, dan Pelayanan petugas pajak memiliki hubungan yang positif dan

signifikan terhadap kepatuhan pajak. 2. Efebra et al

(2016)

variabel independen yaitu persepsi wajib pajak, sanksi pajak, moral pajak dan

Regresi linear berganda

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara moral pajak terhadap kepatuhan

(13)

variabel dependen kepatuhan pajak.

pajak dan terdapat pengaruh kuat antara sanksi pajak dan kepatuhan pajak.

3. Febriani dan Kusmuriyanto (2015)

Variabel independen sikap wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, dan kualitas pelayanan fiskus dan variabel dependen kepatuhan pajak

Regresi linear berganda

Hasil dari penelitian ini adalah sikap wajib pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak,

pengetahuan dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh secara parsial terhadap kepatuhan pajak 4. Mukhlis, Utomo, dan Soesetio (2015) Variabel independen Taxation Education, variabel interveningtaxation knowledge, tax justice dan variabel dependen adalah tax compliance

Partial Least Square (PLS)

Hasil dari penelitian ini adalah edukasi tentang pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tax knowledge, kemudian tax knowledge memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tax justice. Kemudian, tax justice memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tax compliance. Peneliti menguji

hubungan langsung antara tax knowledge dan tax compliance yang

(14)

tax knowledge

berpengaruh positif dan signfikan terhadap kepatuhan pajak (tax compliance).

5. Jatmiko, Agus Nugroho (2006)

Variabel independen Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan dan variabel dependen kepatuhan pajak. Uji t dan Uji F

Berikut ini adalah kesimpulan dari penelitian ini :

1. Sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. Hal ini

menunjukkan bahwa makin tinggi sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda maka makin tinggi pula kepatuhan WP. 2. Sikap WP terhadap

pelayanan fiskus secara parsial memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap WP terhadap pelayanan fiskus maka makin tinggi pula kepatuhan

(15)

2.7 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kajian penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pengaruh Kesadaran Pajak terhadap Kepatuhan Pajak

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2015)menunjukkan bahwa kesadaran pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap kepatuhan pajak. Karena sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia menuntut Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya sendiri yaitu mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melapor. Maka dari itu apabila kesadaran Wajib Pajak tinggi akan meningkatkan tingkat kepatuhan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olehJatmiko (2006), dimana kesadaran pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1:: Kesadaran Pajak Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Pajak

2. Pengaruh Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis, Utomo, dan Soesetio (2015) serta Febriani dan Kusmuriyanto (2015), pengetahuan pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan pajak. Menurutnya, pengetahuan pajak

WP.

3. Sikap WP terhadap kesadaran perpajakan secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap WP terhadap kesadaran perpajakan maka makin tinggi pula kepatuhan WP.

(16)

sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak, karena apabila wajib pajak mengetahui sistem maupun manfaat pajak maka wajib pajak akan lebih patuh.Lain halnya dengan hasil penelitianKamil (2015) yang menunjukkan adanya pengaruh negatif pengetahuan pajak terhadap kepatuhan pajak. Menurutnya, semakin tinggi pengetahuan pajak maka wajib pajak akan menemukan celah – celah untuk tidak patuh. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian kedua adalah sebagai berikut:

H2: Pengetahuan Pajak Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Pajak

3. Pengaruh Sanksi Pajak TerhadapKepatuhan Pajak

Hasil penelitian Kamil (2015) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Menurutnya, sanksi pajak adalah faktor yang dapat membuat peraturan pajak dipatuhi oleh wajib pajak. Begitupula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Efebra et al (2016), yang menyimpulkan sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak.Wajib pajak lebih memilih untuk patuh daripada harus membayar sanksi pajak. Maka dapat diasumsikan bahwa denda pajak menyebabkan wajib pajak semakin patuh. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H3: Sanksi Pajak Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Pajak

4. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2015), menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hasil penelitian tersebut didukung olehJatmiko (2006), Jotopurnomo dan Mangoting (2013), Febriani dan Kusmuriyanto (2015) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan fiskus secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Sawahan Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Referensi

Dokumen terkait

241 KPIG GLOBAL LAND DEVELOPMENT Tbk BSRE1 - BSR

Dengan ditemukannya signifikansi pengaruh Product mix/Bauran produk terhadap keputusan pembelian smartphone merek Samsung pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas

Berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Pemahaman dan Pengetahuan Wajib Pajak, memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di

Sedangkan permainan Donimo Trigonometri merupakan permainan yang memanfaatkan kartu Domino Trigonometri dengan aturan yaitu diawali dengan setiap pemain menerima

Dari hasil data analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dosis pupuk dan lebar piringan berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter pengamatan yaitu

Setelah melakukan beberapa percobaan dengan menjalankan fitur-fitur yang ada dalam router mikrotik dan aplikasi myhotspot, maka diperoleh kesimpulan bahwa perangkat router

Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa perasaan terhadap iklan media luar ruang calon legislatif ialah 59,5% yang berarti dalam kurang baik, karena

8. Logistic Supervisor melakukan routing atas persetujuan penghapusan dari User kepada Pejabat-Pejabat Terkait seperti yang dituangkan dalam Form No. Logistic Supervisor