• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA PERNIKAHAN BEDA ETNIS ROTE DAN TIMOR DI KELURAHAN NAIKOTEN SATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA PERNIKAHAN BEDA ETNIS ROTE DAN TIMOR DI KELURAHAN NAIKOTEN SATU"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA PERNIKAHAN BEDA ETNIS

ROTE DAN TIMOR DI KELURAHAN NAIKOTEN SATU

Oleh:

Rendy Hermanto Abraham1

ABSTRACT

This research emphasizes on how the communication patterns that occur in inter-ethnic marriages between Rote people and Timorese in the village of Naikoten Satu. By using an interpretive approach, the respondents who are the object of research methodologically will understand and describe the communication patterns that occur in families of different ethnicities.

In dealing with the problem of ethnic communication, in the context of inter-ethnic marriage, stereotypes can influence the extended family's assessment of someone who will become a life partner. The difficulty of inter-ethnic marriages between ethnic groups itself is sometimes based on excessive stereotypes in each ethnic group. Where in the two tribes, namely Rote and Timor, there are stereotypes that affect the views of people from other tribes towards them. For example, in the Rote people, most people think that some of the words of the Rote people cannot be trusted or are labeled a fraud, while in the Timorese most people think that the Timorese are a tribe with a low educational background. So it is interesting to study how the communication patterns that occur in the inter-ethnic marriage family. In this study the researcher used four communication patterns according to Joseph DeVito, namely Separately Balanced communication patterns, Separately Balanced communication patterns, Separate Unbalanced communication patterns and Monopoly Communication patterns.

The results of this study indicate that inter-ethnic marriages between Rote and Timorese tend to use a separate balanced communication pattern. This is in accordance with the assumptions of the theory, namely that in the family the equality of the relationship is maintained, but each person has the authority and control in their respective fields. This is also supported by the findings of field data, namely the distribution of control and authority between husband and wife. One example is in terms of matters concerning the needs of the wife's child who has greater authority, whereas in terms of work or matters relating to the husband's income, it is the wife who has the authority. Keywords: Communication pattern, Family communication, Inter-ethnic marriages

1 Staff Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Email:

(2)

206

1. PENDAHULUAN

Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah masyarakat multikultur, dimana terdapat beberapa etnis dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dan mendiami beberapa wilayah maupun kepulauan di NTT. Terdapat perbedaan dalam setiap etnis baik itu bahasa, agama, adat istiadat, karakteristik serta identitas masing-masing. Hal tersebut merupakan bagian dari keanekaragaman budaya dalam suatu bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik pun semakin tinggi, sehingga masyarakat yang ada di tiap-tiap daerah di Nusa Tenggara Timur, seakan didesak kebutuhan untuk melakukan urbanisasi ke Kota Kupang yang adalah ibukota provinsi dengan harapan memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal ini mengakibatkan banyaknya etnis dari berbagai daerah datang dan tinggal menetap di kota Kupang yang tentunya membuka peluang terjadi pernikahan antar etnis.

Sejalan dengan hal tersebut tentunya akan berpeluang besar untuk terjadinya perubahan pola komunikasi dalam pernikahan antar etnis. Pernikahan tersebut mengandung norma dan aturan budaya yang kental, sehingga pola komunikasi yang dibangun dalam keluarga yang melakukan perkawinan antar etnis, tentu akan berbeda dengan pola komunikasi etnisnya masing-masing.

Adanya perbedaan budaya maupun etnis ditandai dengan identitas dari masing-masing kelompok yang menyebabkan pernikahan antar etnis tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini terkadang mendapatkan kesulitan yang disebabkan adanya anggapan bahwa seseorang yang menikah dengan orang diluar sukunya akan membutuhkan waktu cukup lama untuk mengadakan penyesuaian dalam keluarga. Selanjutnya, jika seseorang melakukan pernikahan dengan pasangan yang berasal dari lingkungannya sendiri, maka tidak akan terjadi permasalahan dengan proses penyesuaiannya. Selain itu dengan adanya

(3)

207 perbedaan bahasa maka tidak jarang terjadinya ketersinggungan dari pihak pasangannya, dimana jika ada satu pihak yang melakukan proses komunikasi dengan temannya atau kerabatnya dengan menggunakan bahasa dari sukunya sendiri.

Adanya perbedaan budaya menimbulkan standar masyarakat yang berbeda di berbagai aspek, dalam hal ini termasuk dalam hal mengatur hubungan pernikahan adat istiadat. Pada saat seorang pria dan wanita ingin menikah, tentunya masing-masing pihak membawa norma budaya, sikap, dan keyakinannya serta pola komunikasi dari masing-masing pasangan dalam pernikahan tersebut. Apalagi bila keduanya memiliki latar belakang budaya dan pengalaman yang berbeda-beda, hal ini tentu menimbulkan perbedaan dalam susunan nilai, aturan serta tujuan yang ingin dicapai dalam menjalani pernikahan tersebut. Untuk itulah diperlukan penyesuaian pola komunikasi sehingga kebutuhan dan harapan dari masing-masing pasangan beda etnis dapat terpenuhi.

Sulitnya menjalankan pernikahan antar etnis juga menjadi kendala yang didasari oleh berbagai stereotip, dimana ada pihak-pihak tertentu yang berpikir bahwa hanya orang-orang yang berasal dari sukunya ataupun suku-suku tertentu sajalah yang lebih pantas menikah dengan orang-orang dari suku mereka, sedangkan orang yang berasal dari luar sukunya sering dianggap tidak cocok.

Stereotip diartikan sebagai pemberian sifat tertentu kepada seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, dan hanya karena dia berasal dari kelompok itu. Pemberian sifat itu bisa bersifat positif, bisa juga negatif (Liliweri 2009: 2017). Stereotip yang beredar diantara berbagai suku yang ada di NTT salah satu contohnya yaitu pada orang Rote yang oleh sebagian besar orang dikatakan bahwa perkataan-perkataannya tidak dapat dipercaya atau dicap sebagai “tukang tipu”, sedangkan orang Timor dengan stereotip latar pendidikan dan ekonomi yang rendah sering dianggap tidak mampu.

(4)

208

Hewstone & Giles (1986) dalam Liliweri (2009: 210) mengajukan empat simpulan tentang proses stereotip dan hubungannya dengan komunikasi yang salah satu poinnya mengatakan bahwa stereotip sering menghambat pola perilaku komunikasi kita dengan orang lain. Berangkat dari uraian tersebut “Bagaimana Pola Komunikasi dalam Keluarga Pernikahan Beda Etnis Rote-Timor di Kelurahan Naikoten Satu?”.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Antarpribadi Berdasarkan Hubungan Diadik

Menurut Wiryanto (2004: 33), hubungan diadik mengartikan

komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Sebagai contoh komunikasi tatap muka antara suami istri.

Trenholm dan Jensen (1995: 26) dalam Wiryanto (2004: 33), mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka. Nama lain dari komunikasi ini adalah diadik “dyadic”. Komunikasi diadik biasanya bersifat spontan dan informal. Partisipan satu dengan yang lain saling menerima umpan balik secara maksimal. Partisipan berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan penerima pesan.

Saluran komunikasi antarpribadi digunakan untuk melihat struktur hubungan dalam sebuah keluarga. Karena saluran komunikasi ini dinilai paling tinggi frekuensinya digunakan untuk berkomunikasi. Beberapa anggota keluarga lebih banyak unutk menggunakan waktunya berbicara dengan orang lain. Adapun tipikal pola interaksi dalam hubungan keluarga menunjukan adanya jaringan komunikasi. Struktur jaringan keluarga yang ada sangat bervariasi antara satu dengan yang lain. Jaringan tersebut berpusat pada salah satu anggota keluarga yang melayani sebagai gatekeeper yang bertugas untuk menjaring beberapa pesa, yang kemudian dipertukarkan kepada seluruh

(5)

209 anggota dalam keluarga, Trenholm dan Jensen (1995: 277-278) dalam Wiryanto (2004: 34).

Menurut penulis komunikasi antarpribadi berdasarkan hubungan diadik adalah proses komunikasi yang terjadi yang disebabkan adanya hubungan yang jelas antara kedua belah pihak yang saling berkomunikasi. Sebagai contoh komunikasi yang dilakukan antara suami dan istri dan anak-anak dalam keluarga.

2.2. Pola Komunikasi

Menurut DeVito (1988), mengungkapkan terdapat empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:

2.2.1 Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersonal lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang.

(6)

210

2.2.2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga, biasanya suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.

2.2.3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

(7)

211

2.2.4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang.

Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

Pola komunikasi keluarga ini menentukan keberlangsungan kehidupan keluarga yang menerapkan tiap pola komunikasi keluarga tersebut karena tiap-tiap pola memiliki sistem yang berbeda dalam mengatur arus interaksi di dalam sebuah keluarga.

2.3. Komunikasi Dalam Keluarga

Di dalam rumah tangga, komunikasi melibatkan suami, istri, dan anak-anak. Hampir sebagian komunikasi di dalam rumah tangga dilakukan dengan oral/lisan. Dengan kata lain, komunikasi dua arah (two way communication). Hal ini selain lebih mudah dilakukan, juga berhadapan langsung muka dengan muka (face to face communication) sehingga reaksi komunikasi langsung diketahui pada saat komunikasi sedang berlangsung. Keuntungan metode ini adalah jika

(8)

212

terjadi kekeliruan atau kesalahpahaman, segera dapat dilakukan perbaikan pada saat itu juga.

Melalui komunikasi, baik suami maupun istri dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka entah senang, susah, benci, rindu, marah, cinta, dan sebagainya terhadap pasangan. Hal tersebut dapat dipastikan bahwa faktor komunikasi memang memiliki peranan yang sangat penting didalam interaksi keluarga. Tanpa komunikasi, keluarga sebagai unit sosial hanyalah merupakan kumpulan individu yang berdiri sendiri, berpikir sendiri, serta tidak memiliki ikatan emosional dengan individu lainnya meskipun tinggal dalam satu rumah.

Seyogianya pernikahan adalah kesatuan suami istri yang mempunyai tujuan yang sama. Di dalam pernikahan, identitas individu melekat dengan identitas pasangannya dan sebalikinya sehingga terciptanya ikatan yang erat dan intim serta masing-masing saling membutuhkan. Hal ini sesuai dengan hakikat pernikahan yang sejati, yakni menyatukan dua individu menjadi satu di dalam mahligai rumah tangga yang sah.

Tidak berlebihan mengatakan bahwa komunikasi merupakan perekat antarindividu dalam sebuah rumah tangga, meskipun masing-masing individu dalam keluarga sebenarnya memiliki keinginan dan kehendaknya sendiri. Akan tetapi lewat proses komunikasi yang terjadi semua perbedaan pendapat selalu dapat diselesaikan dengan cara yang baik. Komuniksai dapat menjadi jembatan antara jarak emosional yang jauh diantara pasangan suami istri menjadi lebih dekat dan intim, hal tersebut sekaligus menghilangkan berbagai perbedaan yang menjadi pemisah dalam keluarga sehingga menghalangi terciptanya keintiman pernikahan.

Sudah pasti, aspek komunikasi sangat penting untuk dibangun dan dipelihara oleh setiap keluarga sebab merupakan landasan utama bagi terselenggaranya interaksi antara suami, istri, dan juga anak-anak. Maka dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang terjalin adalah “jantung” yang

(9)

213 menggerakan seluruh interaksi antarindividu di dalam rumah tangga. Surbakti (2008: 211-212).

Adanya proses komunikasi dalam sebuah keluarga bila dilihat dari segi fungsinya maka tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Terdapat dua fungsi komunikasi dalam keluarga, yakni fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Yang pertama fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi itu pentingdalam membangun konsep diri, mengaktualisasi diri, untuk memperoleh kelangsungan hidup, mendapatkan kebahagiaan, serta menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan. Selain itu, melalui komunikasi juga seseorang mampu bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama. Mulyana dalam Djamarah, (2004: 37).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa komunikasi mempunyai peranan vital dalam sebuah keluarga di mana segala kegiatan yang dilakukan dalam keluarga semuanya tidak terlepas dengan komunikasi baik itu verbal maupun nonverbal sehingga sebuah keluarga yang baik harus menciptakan iklim komunikasi yang seimbang antara para anggota keluarga agar terciptanya keluarga yang harmonis yang didukung dengan komuninakasi yang efektif.

3. METODOLOGI

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, unit amanatan dalam penelitian ini adalah analisis persoalan pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan Timor di Kelurahan Naikoten Satu Kupang. Penelitian ini bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) dimana melibatkan metode analisis dalam menelaah masalah yang ada. Keabsahan data menggunakan

(10)

214

proses triangulasi, penulis memperoleh pemahaman yang komprehensif (holistik) mengenai fenomena yang diteliti, Mulyana dan Solatun (2007: 5).

Dalam penelitian ini penulis mengambil responden sebanyak 20 (dua puluh) keluarga pernikahan beda etnis Rote dan Timor yang berada di Kelurahan Naikoten Satu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: Wawancara mendalam, penulis mengumpulkan data melalui proses wawancara langsung dengan keluarga karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara penulis dan responden. Penulis melakukan Observasi nonpartisipan, yaitu terlibat dalam aktivitas yang berhubungan dengan unit amatan. Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data: data kualitatif yaitu data yang berupa uraian verbalistik (bukan angka) yang diperoleh melalui hasil wawancara penelitian lapangan maupun kepustakaan dan kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan, pendapat dan saran.

Sumber Data yang digunakan yakni data primer yang diperoleh peneliti langsung dari responden, Data Sekunder diperoleh peneliti melalui studi dokumentasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Teknik analisis data Menurut Miles dan Huberman (1992:20) dalam Sugiyono (2010: 247-252), yakni aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung sejak pengumpulan data dilakukan. Kemudian seluruh indikator pertanyaan dideskripsikan dan diberi makna berdasarkan data yang terkumpul. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif.

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pola komunikasi dalam pasangan pernikahan beda etnis orang Rote dan Timor dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif, yaitu dilakukan pengumpulan data dengan cara peneliti mencoba memformulasikan setiap unsur pertanyaan yang berkaitan dengan teori sekaligus menjadi tujuan dalam penelititan ini yaitu keempat pola komunikasi

(11)

215 menurut DeVito yakni pola komunikasi persamaan (Equality Pattern), pola komunikasi seimbang terpisah (Balance Split Pattern), pola komunikasi tak seimbang terpisah (Unbalance Split Pattern), dan pola komunikasi monopoli (Monopoly Pattern).

Setiap unsur variabel teori tersebut kemudian diformulasikan menjadi sejumlah pertanyaan yang menjadi pedoman wawancara dengan responden, akan tetapi penulis mencoba membatasi jawaban dari setiap responden dengan langsung memberikan alternatif pilihan jawaban kepada setiap responden, dalam penelitian ini penulis ingin melihat manakah dari keempat pola komunikasi menurut DeVito yang dipakai atau yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan Timor di kelurahan naikoten satu.

4.1 Pola Komunikasi Keluarga

Berdasarkan pernyataan responden mengenai pola komunikasi dalam keluarga bahwa komunikasi antara suami istri yang terjalin dengan baik adalah kunci untuk mencapai keharmonisan rumah tangga. Relasi antarpribadi yang dibangun sampai pada tingkat hubungan yang tertinggi adalah pernikahan tersebut harus terus dibina dengan komunikasi yang baik, untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan dari setiap pasangan.

Keluarga juga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu di interpretasikan. Keluarga juga menciptakan peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang pada akhirnya dijalankan dan dianut oleh setiap anggota keluarga. Semua peraturan dan nilai-nilai yang ada tersebut dikomunikasikan melalui cara yang sama secara terus-menerus sehingga membentuk suatu pola komunikasi keluarga.

Berdasarkan berbagai pertanyaan penelitian terkait pola komunikasi tersebut penulis mencoba mendistribusikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada keempat pola komunikasi keluarga yang ada. Hal ini dilakukan

(12)

216

untuk melihat kecenderungan pola komunikasi mana dari keempat pola komunikasi keluarga menurut Devito yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan orang Timor di kelurahan naikoten satu. Penulis juga melakukan analisis pembahasan terhadap setiap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pola komunikasi, analisis yang dilakukan secara deskriptif kualitatif, semua poin pertanyaan yang terdapat pada tiap tabel disajikan melalui penjelasan secara langsung.

4.2. Pola Komunikasi Persamaan

Berdasarkan pernyataan responden mengenai pola komunikasi persamaan menunjukan keseimbangan peran antara suami dan istri di mana pada prinsipnya keduanya berpeluang atau mempunyai kesempatan yang sama dalam menentukan hal-hal yang terdapat pada pertanyaan di atas, akan tetapi jawaban yang diberikan oleh setiap narasumber cenderung tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hal ini terlihat dari sebaran pertanyaan terkait pola komunikasi persamaan dimana masih terdapat hal-hal yang cenderung didominasi oleh salah satu pihak. Sebagai contoh yaitu dalam hal mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat masih di dominasi oleh suami baik dalam keluarga suami Rote istri Timor dan keluarga suami Timor istri Rote yakni dalam keluarga suami Rote istri Timor memberi jawaban 69% suami yang lebih dominan sedangkan dalam keluarga suami Timor istri Rote memberi jawaban 54% suami yang lebih dominan. Hal yang sama juga terjadi dalam hal mengantar jemput anak sekolah di mana dalam keluarga suami Rote istri Timor memberi jawaban 54% suami yang lebih dominan, begitu juga pada keluarga suami Timor istri Rote terdapat jawaban yang menonjol pada pilihan suami yang lebih dominan yakni sebanyak 54%.

Hal tersebut didukung oleh hasil wawacara pada tanggal 7 November 2019 dengan narasumber bapak Markus Nenoliu (Timor) dan Ibu Mita Ndun (Rote), terkait pertanyaan tentang siapa yang sering mengantar dan menjemput

(13)

217 anak ke sekolah? Berikut dijelaskan oleh narasumber: bapak Mury. F. Uly mengatakan.

“Berbicara mengenai siapa yang dominan untuk mengantar atau menjemput anak ke sekolah, maka jawabannya adalah saya sendiri tetapi tidak sering juga karena kebanyakan anak-anak lebih banyak memilih jalan sendiri”.

Namun dalam penelitian ini juga terlihat adanya perbedaan pandangan antara kedua keluarga yakni keluarga yang bersuami Rote istri Timor dan keluarga suami Timor istri Rote, hal ini terlihat dalam beberapa hal yakni pembagian peran dalam mengikuti acara keluarga 62% jawaban suami lebih dominan diberikan oleh keluarga suami Rote istri Timor sedangkan dalam keluarga suami Timor istri Rote hanya memberikan jawaban sebesar 15% suami lebih dominan, akan tetapi jawaban tertinggi terdapat pada keseimbangan antara suami dan istri. Selanjutnya, pada pertanyaan mengenai siapa yang lebih berperan dalam menentukan waktu dan tempat jika keluarga ingin melakukan rekreasi 62% jawaban suami lebih dominan diberikan oleh keluarga yang bersuami Rote istri Timor sedangkan dalam keluarga yang bersuami Timor istri Rote jawaban terbesar terdapat pada kesimbangan antara suami maupun istri dalam keputusan menentukan waktu dan tempat rekreasi yakni sebesar 54%.

Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan bapak Adi Mandala (Rote) dan ibu Marta Kefi (Timor) pada tanggal 9 November 2019 mengatakan:

Ya.. katong di rumah jarang melakukan rekreasi adik tapi kalo ada kesepakatan atau pas ada hari libur begitu baru katong pi ya.. Itu ju biasa beta yang tentukan adakala juga beta tanya di maitua dengan anak-anak dong”

Perbedaan juga terjadi dalam hal pertanyaan mengenai siapa yang lebih sering mengajak untuk memeriksakan kehamilan istri ke dokter. Dari data yang didapat di lapangan terlihat bahwa dalam keluarga suami Rote istri Timor, suamilah yang lebih dominan yakni sebesar 46% jawabannya sedangkan dalam keluarga suami Timor istri Rote istrilah yang lebih dominan yakni sebesar 38%.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan ibu Erna Liu (Timor) mengatakan:

(14)

218

“Kalo urusan itu dulu biasanya bapatua yang biasa ajak pi periksa di dokter”

Berikutnya dalam hal mengurus anak jika anak sakit atau mengantarnya berobat ke dokter, jawaban yang menonjol juga terdapat pada keluarga suami Rote istri Timor yakni 38% mengatakan istri yang lebih sering mengurus atau mengantar anak kedokter jika sakit, sedangkan hal yang berbeda terdapat pada keluarga suami Timor istri Rote di mana terdapat keseimbangan antara suami dan istri dalam mengurus anak jika anak sakit.

Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan bapak Djibrael M. Doy yakni suami Rote yang diwawancara pada tanggal 9 November 2019 yang mengatakan bahwa:

“Kalo anak sakit biasa istri yang lebih sering urus atau bawa pi berobat”

Berdasarkan analisis di atas terlihat adanya salah satu pihak yang mendominasi lebih dari 50% dari 10 keluarga yang ada khususnya pada keluarga suami Rote istri Timor sehingga dalam pola ini terlihat bahwa keluarga yang bersuami Rote istri Timor, suamilah yang lebih menonjol atau dalam artian suamilah yang memegang peran lebih sedangkan dalam keluarga yang bersuami Timor istri Rote cenderung mempunyai peran yang seimbang antara suami dan istri.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang merujuk pada pola komunikasi persamaan tidak semuanya merujuk pada keseimbangan masing-masing suami istri dalam membagi peran atau membuat keputusan. Di beberapa sisi, para suami harus mendengar dan mengikuti kemauan dari istri dan begitupun sebaliknya, artinya ada proses keseimbangan yang terjadi dalam keluarga, akan tetapi masing-masing mempunyai kontrol atas wilayah atau bidangnya masing-masing.

(15)

219

4.3 Pola Komunikasi Seimbang Terpisah

Pada prinsip pola komunikasi ini adalah adanya pembagian wewenang atau kontrol yang berbeda antara suami dan istri. Di mana dalam bidang-bidang tertentu suamilah yang mempunyai wewenang atau kontrol, hal ini sesuai dengan beberapa jawaban yang diberikan oleh setiap narasumber baik dari keluarga yang bersuami Rote istri Timor dan keluarga suami Timor istri Rote. Dalam hal pertanyaan mengenai siapa yang bekerja atau mencari nafkah dalam keluarga pernikahan beda etnis ini frekuensi jawaban lebih didominasi oleh jawaban bahwa suamilah yang bekerja di mana 62% jawaban bahwa suamilah yang bekerja diperoleh dari keluarga suami Rote istri Timor dan hal yang sama juga terjadi pada keluarga yang bersuami Timor istri Rote yakni terdapat 69% jawaban yang mengatakan bahwa suamilah yang bekerja.

Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan bapak Soleman Elik (Rote) dan ibu Monika Manu (Sabu), pasangan pernikahan beda etnis yang diwawancarai pada tanggal 9 November 2019 mengatakan bahwa di dalam rumah tangga suami yang lebih dominan untuk mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dan memenuhi berbagai kebutuhan, baik kebutuhan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rumah tangganya, berikut kutipan hasil wawancara:

“Dalam rumah tangga saya yang terjadi adalah suami yang mencari nafkah, sedangkan istri saya bertugas untuk mengurus di rumah yaitu urus anak dan dapur”

Hal yang sama juga terlihat pada persentase jawaban dari pertanyaan yang diberikan yaitu jika ada perdebatan dalam hal bisnis atau pekerjaan yang berdampak pada pemasukan siapa yang paling mendominasi? bahwa pada suami Rote istri Timor memiliki persentase 54% pada jawaban suami lebih dominan dan hal yang sama juga terjadi dalam keluarga suami Timor istri Rote yakni sebanyak 77% menjawab suami yang lebih dominan.

(16)

220

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan keluarga bapak Simon Pello (Rote) dan ibu Yuliana Meta (Timor) yang diwawancara pada tanggal 11 November 2019 mengatakan bahwa:

“Kalo urusan pemasukan pasti dia berkaitan dengan pekerjaan to..? Jadi ya, kalo mau dibilang beta suda yang menang karna beta yang kerja to”

Berikutnya dalam hal membayar rekening listrik, air dan telepon mempunyai jumlah pilihan jawaban yang sama oleh kedua keluarga yakni dalam keluarga suami Rote istri Timor didominasi pada jawaban suami yang lebih dominan yakni sebanyak 62% begitu pula pada keluarga suami Timor istri Rote yang terdapat 69% jawaban suami lebih dominan.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh bapak Marthen Bani (Timor) dan ibu Sarlin Kedoh (Rote) yang diwawancarai pada tanggal 11 November 2019 mengenai siapa yang lebih sering membayar rekening listrik, menjelaskan :

“Ya, dalam rumah tangga kami semua urusan saya bersama istri sering bersama-sama untuk mengurusnya, seperti membayar rekening listrik, air dan telepon kebanyakan saya yang sering membayar, kalau saya berhalangan baru istri saya yang membayar”.

Dari beberapa pernyataan diatas terlihat bahwa dalam bidang-bidang tertentu suami mempunyai kontrol atau wewenang yang besar yakni pada hal-hal yang pada prinsipnya sudah menjadi wewenang dari suami. Hal yang sama juga terjadi dalam hal-hal yang berhubungan kegiatan di dalam rumah khusunya hal-hal yang pada prinsipnya sudah menjadi wewenang atau kontrol dari istri.

Berikut persentase jawaban yang diberikan responden dalam hal belanja bahan makanan setiap hari terlihat bahwa antara kedua keluarga baik yang bersuami Rote istri Timor dan yang bersuami Timor istri Rote sama-sama mempunyai presentase jawaban yang sama pada salah satu poin. Pada keluarga suami Rote Istri Timor mempunyai persentase sebanyak 77% pada jawaban istri lah yang lebih dominan begitu pula pada keluarga suami Timor istri Rote mempunyai presentase sebanyak 62 %. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dengan bapak Yan Bani (Timor) dan ibu Alda Ndun (Rote) dari hasil

(17)

221 wawancara pada tanggal 9 november 2019 tentang siapakah yang bertugas untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga setiap hari, mengatakan bahwa:

“Yah,, masalah urusan belanja kebutuhan makan dan minum serta perlengkapan rumah tangga lainnya pada prinsipnya dilakukan oleh istri saya, kecuali istri saya sedang sakit atau ada halangan yang mendadak baru saya yang belanja”

Dari beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa urusan rumah tangga mengenai belanja lebih didominasi oleh istri, tetapi juga terkadang suami melakukan urusan rumah tangga apabila istri lagi berhalangan, ini membuktikan bahwa kepedulian suami kepada istri cukup tinggi dan sebaliknya.

Berikut pertanyaan mengenai hal memasak makanan setiap hari terlihat persentase yang sangat signifikan khususnya pada keluarga suami Rote dan Istri Timor di mana dua puluh keluarga tersebut 100% menjawab istri yang bertugas memasak makanan setiap hari sedangkan pada keluarga suami Timor istri Rote juga tidak berbeda jauh yakni sebanyak 85% menjawab istri yang bertugas memasak makanan setiap hari.

Berikut hasil wawancara yang dilakukan bersama bapak Matias Johanis (Rote) dan ibu Juli Bani (Timor) yang dilakukan pada tanggal 12 november 2019, menjawab pertanyaan mengenai siapa yang bertugas memasak setiap hari? Lalu kemudian kedua pasangan ini memberikan komentar bahwa :

“Dalam rumah tangga, kita pasti memahami kalau tugas seorang istri adalah memasak kan? Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kita sebagai laki-laki atau suami tidak bisa masak, pasti kita masak apabila istri sedang sakit atau halangan yang lain”. Selanjutnya komentar dari Ibu Yuliana (istri): Biasanya dalam rumah tangga kami, beta punya suami melaksanakan tugas dapur dan urus anak-anak sekolah apabila saya (istri) ada sakit atau berhalangan”

Dalam hal mengatur soal kebutuhan atau keperluan anak sehari-hari seperti pakaian, makanan dan sebagainya siapakah yang lebih mendominasi? Hal ini terlihat dari persentase jawaban responden dimana 85% jawaban istri

(18)

222

yang lebih dominan diberikan oleh keluarga Rote istri Timor dan yang diberikan oleh keluarga Timor istri Rote sebesar 77%.

Hal ini diperkuat dengan wawancara dengan keluaraga bapak John Nabu (Timor) dan ibu Nory Keli (Rote) yang dilakukan pada tanggal 12 november 2019 ketika ditanya mengenai siapa yang lebih dominan dalm mengatur soal kebutuhan dan keperluan anak sehari-hari. Berikut pernyataan narasumber menjelaskan bahwa:

“Kalo hal-hal yang berhubungan dengan keperluan anak-anak, itu beta yang biasa urus karna itu memang beta punya tanggung jawab sebagai istri, tapi kadang-kadang ju be pung suami ju turun tangan kalo beta ada sakit atau pas ada keadaan mendadak sa”.

Dari pernyataan di atas merujuk pada pembagian wewenang atau kontrol dalam keluarga, peneliti menganalisa bahwa dalam rumah tangga ini peran antara suami dan istri boleh dikatakan sama akan tetapi terdapat hal tertentu yang mempunyai spesifikasi pada salah satunya, karena kebanyakan yang terjadi dalam setiap rumah tangga pasti seorang istri sebagai pemegang penghasilan berupa uang, hal ini membuktikan bahwa budaya rumah tangga sesuai adat ketimuran benar-benar terlaksana bahwa suami sebagai pencari nafkah dan istri yang mempunyai tugas mengelola dalam bentuk kebutuhan dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan asumsi utama dari pola komunikasi ini yaitu persamaan hubungan tetap terjaga namun tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Setiap orang dianggap sebagai ahli dalam bidangnya masing-masing dalam mengelola rumah tangga.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menganalisa bahwa pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga atau dalam rumah tangga terlihat adanya suatu kebijakan dalam rumah tangga yang sama-sama disepakati antara suami dan istri. Nampak bahwa dalam rumah tangga ini terjadi pembagiaan kewenangan antara suami dan istri, hal ini terlihat pada persentase jawaban yang terdapat pada pertanyaan pola komunikasi seimbang terpisah di mana dalam pertanyaan yang merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan urusan dapur atau mengurus anak mempunyai persentase yang besar pada istri

(19)

223 sedangkan sebaliknya pada pertanyaan-pertanyaan yang merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan pemasukan atau yang sedikit keluar dari konteks kegiatan di dalam rumah seperti membayar listrik, air dan telepon mempunyai persentase yang besar uaitu paentase yang besar pada suami.

4.4. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara langsung yang dilakukan dan sesuai dengan definisi dari pola komunikasi tersebut yakni dalam pola komunikasi tersebut terdapat satu orang yang mendominasi dan orang tersebut sering memegang control, sehingga hanya terdapat beberapa pertanyaan saja yang mendekati pola komunikasi tersebut.

Salah satu contoh yaitu dalam hal pengambilan keputusan seperti membeli kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, siapakah yang paling dominan dalam mengambil keputusan? Pada hasil wawancara langsung terlihat bahwa dalam hal pengambilan keputusan seperti yang terdapat pada pertanyaan ini, suamilah yang paling dominan, hal ini terlihat jelas pada persentase jawaban dari keluarga suami Rote istri Timor persentase terbesar terdapat pada pilihan suami yang lebih dominan yaitu sebesar 69% sedangkan pada keluarga suami Timor istri Rote persentase sebesar 54% pada jawaban suami yang lebih dominan.

Hal yang sama juga terjadi ketika ditanya tentang siapa yang memilih lokasi rumah tempat tinggal, persentase sebesar 46% keluarga dengan suami Rote istri Timor menjawab suami yang memutuskan lokasinya sedangkan pada keluarga suami Timor istri Rote terlihat bahwa mereka mempunyai presentase yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga suami Rote istri Timor yakni sebesar 85%.

Berdasarkan persentase jawaban diatas didukung pula oleh hasil wawancara dengan bapak Yance Tamonob (Timor) dan ibu Mince Bessie (Rote) yang dilakukan pada tanggal 13 november 2019 mengatakan bahwa:

(20)

224

“Dalam memilih lokasi untuk mendirikan rumah, saya saat itu berdiskusi dengan istri saya dan istri saya mempercayakan sepenuhnya kepada saya”

Selanjutnya pernyataan tambahan disampaikan oleh ibu Mince Bessie yang mengatakann:

“Apa yang tadi suami saya ungkapkan itu benar, bukan berarti kalau saya juga berperan karena saya berpikir bahwa semua urusan harus ada pada suami tetapi saya memaknai bahwa dalam rumah tangga pemimpinnya adalah suami, sedangkan saya bisa dikatakan sebagai sekretarisnya suami dalam rumah tangga. Kami selalu mengandalkan diskusi keluarga yang terus menerus ditata dalam rumah tangga kami. Jadi adik sebagai peneliti jangan ragu, karena beta dengan suami dalam rumah tangga akur-akur saja dalam setiap urusan, walaupun kami adalah keluarga pernikahan beda etnis”.

Berdasarkan pernyataan narasumber di atas, peneliti mencoba untuk menyimpulkan bahwa berbicara mengenai peran dalam keluarga, seyogianya harus ada keseimbangan dalam berperan, baik itu dilakukan oleh suami dan maupun oleh istri, secara khusus dalam penelitian tentang pola komunikasi dalam keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan orang Timor di kelurahan naikoten satu. Hal ini pula telah menegaskan bahwa keadaan pola komunikasi seimbang terpisah tidak mempunyai pengaruh pada keluaarga pernikahan beda etnis ini.

Hal ini terbukti dengan sedikitnya jumlah pertanyaan yang terdapat pada pola komunikasi tak seimbang terpisah, bahkan terdapat juga beberapa pertanyaan yang pada prinsipnya sudah diketahui bahwa hal tersebut ternasuk dalam bidang masing-masing antara suami maupun istri. Hal tersebut dapat terlihat pada pertanyaan tentang siapakah yang lebih dominan mengatur biaya sekolah anak di mana dalam keluarga suami Rote istri Timor memberikan jawaban sebanyak 77% yakni istri lebih dominan akan tetapi hal yang berbeda terjadi pada keluarga suami Timor istri Rote di mana persentase jawabannya berada pada taraf keseimbangan yakni yang menjawab suami lebih dominan sebesar 38% dan yang menjawab istri lebih dominan sebesar 38%. Hal ini membuat tidak adanya keseimbangan dari persentase jawaban pada kedua

(21)

225 keluarga antara kelurga suami Rote Istri Timor dan keluarga suami Timor istri Rote.

4.5. Pola Komunikasi Monopoli

Berdasarkan hasil wawancara langsung peneliti mencoba menggambarkan keadaan pola komunikasi monopoli yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan orang Timor. Akan tetapi dilihat dari jumlah pertanyaan yang terdapat dalam daftar pertanyaan mengenai pola komunikasi monopoli tersebut sepertinya belum tepat untuk mewakili definisi pola komunikasi ini.

Berdasarkan pernyataan responden melalui hasil wawancara tidak terlihat seperti yang dikatakan oleh De Vito dalam defenisi pola komunikasi monopoli yakni dalam pola ini salah satu pihak baik suami atau istri menganggap dirinya sebagai penguasa sehingga terdapat pihak yang menjadi pihak yang termonopoli. Keduanya lebih suka memberi nasehat daripada berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat dalam komunikasi keluarga.

Hasil jawaban terdapat beberapa pertanyaan yang mendekati definisi pola komunikasi tersebut yakni dalam pertanyaan mengenai siapakah yang berperan lebih besar dalam mengatur tata letak perabot rumah tangga? Jawaban dengan persentase terbesar terdapat pada keluarga suami Rote istri Timor yakni sebesar 92% menjawab istri lebih dominan, sedangkan pada keluarga suami Timor istri Rote lebih kecil persentasenya yakni sebesar 69% menjawab istri lebih dominan.

Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan keluarga bapak Roni Tulle (Rote) dan Yona Timo (Timor) pada tanggal 14 november 2019 mengatakan:

“Kalo soal belanja perabot rumah tangga biasanya beta punya istri yang pi belanja tapi dia ju kadang dia tanya-tanya dengan beta kalo mau beli perabot yang agak mahal”.

(22)

226

Berdasarkan data hasil wawancara di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa keluarga pernikahan beda etnis antara orang Rote dan orang Timor tidak menganut pola komunikasi monopoli di mana dalam definisi dari pola komunikasi tersebut mengatakan adanya satu pihak yang dianggap sebagai penguasa sehingga jika ditarik benang merah bersama dengan pernyataan hasil wawancara tidak mendapat titik temu karena narasumber menjelaskan adanya proses diskusi yang terjadi dalam keluarga jika ingin mengambil suatu keputusan sehingga tidak ada seorang yang memerintah kepada yang lain.

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang pola komunikasi keluarga pernikahan beda etnis orang Rote dan orang Timor, jawaban yang dilontarkan oleh seluruh narasumber yang diwawancarai saat melakukan penelitian, dapat ditemukan pola komunikasi yang cenderung dilakukan oleh keluarga pernikahan beda etnis orang Rote dan orang Timor di kelurahan naikoten satu yaitu pola komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern). Hal ini sesuai dengan definsi DeVito mengenai pola komunikasi tersebut bahwa setiap anggota keluarga baik suami atau istri masing-masing memegang kontrol dan kekuasaan atas berbagai macam kepentingan dalam rumah tangga. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban dari narasumber khususnya mengenai pertanyaan-pertanyaan seputar urusan dalam rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah tangga dan mengurus keperluan anak sehari-hari semuanya cenderung menjawab dilakukan istri.

Pola ini juga menunjukkan bahwa adanya saling percaya antara suami dan istri, dalam kondisi dimana salah satunya baik suami maupun istri yang berhalangan, maka siapa yang tidak berhalangan bisa bertindak aktif dalam mengelola seluruh aktivitas rumah tangga. Selanjutnya dalam pola ini DeVito menekankan bahwa persamaan hubungan tetap terjaga dan tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Dalam pola ini DeVito juga memberi dua contoh yaitu dalam keluarga yang menerapkan pola ini biasanya suami yang dipercaya untuk bekerja atau mencari nafkah untuk keluarga sementara istri bertugas mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dll. Hal ini juga didukung sesuai dengan

(23)

227 pernyataan yang Goode (2007: 2), mengatakan bahwa kedudukan suami istri dan orang tua ditentukan oleh kewajiban-kewajiban di dalam keluarga maupun masyarakat luas dengan menentukan pekerjaan-pekerjaan tertentu pada para lelaki di luar rumah tangga.

4.6. Perbandingan Antara Keluarga Suami Rote dan Istri Timor dengan Keluarga Suami Timor dan Istri Rote

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas dapat disimpulkan perbandingan antara kedua keluarga yakni perbandingan antara keluarga pasangan suami Rote istri Timor dan keluarga pasangan suami Timor istri Rote. Dalam hal ini, penulis memaparkan beberapa jawaban dan persentase dari setiap sebaran pertanyaan dari keempat pola komunikasi menurut DeVito, sehingga dapat diketahui pasangan keluarga mana yang lebih besar persentasenya pada setiap pola komunikasi keluarga dalam tabel berikut:

Tabel 4.1

Perbandingan Keluarga Suami Rote Istri Timor dengan Keluarga Suami Timor Istri Rote

Keterangan:

SR/IT = Suami Rote Istri Timor ST/IR = Suami Timor Istri Rote

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa adanya perbandingan antara kedua pasangan yakni antara pasangan keluarga suami Rote istri Timor dengan pasangan suami Timor istri Rote, perbandingan tersebut tersebar pada keempat pola komunikasi yang ada.

Pada tabel tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam keluarga pernikahan beda etnis orang Rote dan orang Timor di kelurahan naikoten satu, khususnya pasangan suami Timor istri Rote lebih menonjol dibandingkan

No

Pola Komunikasi Keluarga SR/IT ST/IR

1 Pola Komunikasi Persamaan 32% 45%

2 Pola Komunikasi Seimbang Terpisah 78% 80% 3 Pola Komunikasi Tak Seimbang Tepisah 46% 30%

(24)

228

dengan keluarga pasangan suami Rote Istri Timor. Hal ini didukung oleh data yang diperoleh di lapangan, dan pemaparan per-item mengenai pertanyaan keempat pola komunikasi pada keluarga pernikahan beda etnis orang Rote dan Orang Timor di kelurahan naikoten satu, terlihat bahwa keluarga pasangan suami Timor istri Rote lebih besar persentasenya dibandingkan dengan keluarga pasangan pernikahan suami Rote istri Timor.

5. KESIMPULAN

Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda etnis Rote dan Timor di Kelurahan Naikoten adalah pola komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern) di mana asumsi dari teori tersebut adalah persamaan hubungan tetap terjaga akan tetapi tiap orang mempunyai kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing.

Keterbukaan setiap pasangan untuk menjalani pernikahan beda etnis menjadi suatu hal yang prinsip dipahami oleh kedua pasangan. Setiap pasangan suami istri seyogyanya dapat saling memahami bahwa mereka bersatu dalam keluarga yang berasal dari etnis yang berbeda, sehingga kedua pasangan sama-sama saling mengerti dalam keluarga.

(25)

229

DAFTAR PUSTAKA

Black A. James dan Champion J. Dean, 2009. Metode dan Masalah tan Sosial, PT. Refika Aditama: Bandung

Djamarah, Syaiful. Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, Rineka Cipta: Jakarta

Effendy O. Uchjana, 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung

Endraswara, Suwardi, 2006. Metode, Teori, Teknik an Kebudayaan, Pustaka Widyatama: Yogyakarta

Goode J. William, 2007. Sosiologi Keluarga, PT. Bumi Aksara: Jakarta

Hardjana M. Agus, 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Kanisius: Yogyakarta

Kuswarno, Engkus, 2008. Metode Penelitian Komunikasi (Etnografi Komunikasi) Suatu Pengantar dan Contohannya, Widya Padjajaran: Bandung

Liliweri, Alo, 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, Pustaka Pelajar: Yogyakarta

___________, 2009. Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, LKiS: Yogyakarta

Morissan, dan Wardhany. C. Andy, 2009. Teori Komunikasi, Ghalia Indonesia: Bogor

Muhammad, Arni, 2004. Komunikasi Organisasi, PT. Bumi Aksara: Jakarta

Mulyana, Deddy, 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya: Bandung

(26)

230

______________ dan Rakhmat Jalaluddin, 2009. Komunikasi Antarbudaya, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung

______________ dan Solatun, 2007. Metode an Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung

Surbakti Eb, 2008. Sudah Siapkah Menikah, PT. Elex Media Komputindo: Jakarta

Sugiyono, 2010. Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta: Bandung

Widjaja, H.A.W, 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, PT. Rineka Cipta: Jakarta

Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Grasindo: Jakarta

Artikel :

Hadawiyah, 2016. Komunikasi Antarbudaya Pasangan Beda Etnis (Studi Fenomenologi Pasangan beda etnis Suku Sulawesi-Jawa di Makassar). Jurnal Lentera Komunikasi Vol.2 No.1, Agustus 2016.

Puspowardhani, Rulliyanti. 2008. Komunikasi Antarbudaya dalam Keluarga Kawin Campur Jawa-Cina di Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode Pencocokan, maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L .) pada setiap SPL.. Pada SPL

Alhamdullilah,puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

Peter- nak sapi perah Australia mempunyai bentuk usaha skala besar dengan menggunakan teknologi tinggi, sehingga produksi susu yang dihasilkan mempunyai daya saing yang baik

Hasil nilai uji F yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 0,177 dimana hasil ini lebih besar dari 0,05; maka variabel independen (DFL, DOL, dan

Perubahan kondisi lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri awal, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi terhadap kondisi tersebut akan mengalami

Genotipe tanaman kacang hijau yang diuji tidak menunjukkan respons yang berbeda pada kondisi normal dan kering untuk karakter umur berbunga, tinggi tanaman,

penelitian analisis linier berganda dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada tabel 4.. Hasil Uji Analisis Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized

Dengan demikian dari hasil penelitian ini dapat dilihat apakah memang ada hubungan antara menurunnya status kognitif pasien lanjut usia penderita Diabetes Mellitus tipe