BAB I PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk berbagai penyakit dan kelainan histopatologis yang menunjukkan adanya peradangan pada kapiler glomerulus.1
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis.1,2
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia).4,5 Gejala-gejala ini
timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran napas bagian atas atau di kulit.6,7 Galur yang dapat menyebabkan glomerulonefritis akut ini disebut
streptokokus nefritogenik.6,8
GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah dan dapat terjadi pada semua usia, tetapi jarang menyerang anak usia <3 tahun dan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5-15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂:♀ adalah 1,34:1.3 GNAPS merupakan penyakit yang
bersifat self-limiting, tetapi dapat juga menyebabkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5% di antaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.3,4
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. Di Indonesia dan Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing-masing 68,9% dan 66,9%.3 Oleh karena itu pencegahan dan pengobatan infeksi saluran napas atas dan kulit
BAB II LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : MA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 13 4/12 tahun
Berat Lahir : Tidak diketahui
Partus : Spontan, letak belakang kepala, oleh biang kampung Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Anak ke : Anak ke-2 dari 2 anak
Masuk Rumah Sakit : 01 September 2015, jam 15.30 WITA
Family Tree:
Anamnesis
Keluhan Utama: Kencing berwarna merah sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kencing berwarna merah dialami sejak 3 hari SMRS. Kencing berwarna merah baru pertama kali dialami penderita, pasien tidak mengalami gangguan nyeri saat kencing, urin berbau menyengat disangkal penderita.
Pasien juga mengalami nyeri perut sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut yang dialami terlokalisasi di perut bagian bawah, nyeri awalnya terasa sangat mengganggu sehingga ibu penderita berinisiatif untuk memijat daerah yang nyeri. Selain
nyeri perut, nyeri pinggang juga dialami penderita dalam waktu yang bersamaan. Nyeri pinggang tidak ada penjalaran ke punggung maupun ke perut. Riwayat jatuh, terbentur diperut dan pinggang disangkal penderita.
Demam disangkal penderita, mual, muntah disangkal, riwayat terkena infeksi saluran pernapasan 1-2 minggu sebelum masuk rumah sakit disangkal penderita. Pasien tidak mengalami sesak maupun kejang sebelumnya.
Buang air besar normal seperti biasa. Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Hanya penderita yang menderita penyakit seperti ini dalam keluarga. Anamnesis Ante Natal :
Ante Natal Care (ANC) teratur di posyandu sebanyak 5 kali Imunisasi Toksoid Tetanus sebanyak 2 kali.
Selama hamil ibu sehat Riwayat Imunisasi : Dasar Ulangan I II III I II III BCG + Polio + + + + DTP + + + Campak + + Hepatitis + + +
Keadaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan :
Penderita tinggal di rumah beratap seng, berdinding beton, berlantai tegel. Jumlah kamar 2 buah di huni oleh 3 orang: 2 orang dewasa, 1 anak-anak. WC/KM berada diluar rumah. Sumber air minum berasal dari sumur. Sumber penerangan listrik berasal dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibakar.
Penyakit yang pernah diderita Morbili : +
Varicella : -Pertusis :
Cacing : + Batuk/pilek : + Lain-lain : -Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit Kesadaran : Kompos Mentis Tekanan Darah : 140/100 mmHg Nadi : 96 x/menit Respirasi : 24 x/menit Suhu : 37,5 oC Berat Badan : 44 kg Tinggi badan : 157 cm Gizi : Baik Sianosis : Tidak Anemia : Tidak Ikterus : Tidak Kejang : Tidak Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ditemukan kelainan Pigmentasi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada Lapisan Lemak: Normal Turgor : Kembali cepat Tonus : Normal Oedema : Tidak ada Kepala
Bentuk : Mesosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata :
-/-- Tekanan Bola Mata : Normal
- Palpebra : Edema +/+
- Konjungtiva : Anemis -/-- Skl era : Ikterik -/-- Refleks Kornea : +/+ normal
- Pupil : Bulat isokor
- Lensa : Jernih
- Fundus : Tidak dievaluasi - Visus : Tidak dievaluasi
- Gerakan : Normal
Telinga: Sekret
-/-Hidung : Sekret
-/-Mulut : Tidak ada bibir sianosis, tidak ada lidah beslag, tidak ada gigi karies, selaput mulut basah, tidak ada perdarahan gusi, tidak ada foetor Tenggorokaan : Tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, kaku kuduk tidak ada
Thoraks
Bentuk : Normal
Rachitic Rosary : Tidak ada Ruang Interkosta : Normal Precordial Bulging : Tidak ada Harrison’s Groove : Tidak ada Pernapasan Paradoksal: Tidak ada Retraksi : Tidak ada Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara paru bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Iktus Kordis : tidak nampak
Batas Kiri : Linea midklavikularis sinistra Batas Kanan : Linea parasternalis dekstra Batas Atas : Sela iga II-III
Bunyi Jantung Apeks : M1 > M2 Bunyi Jantung Aorta : A1 > A2 Bunyi Jantung Pulmo : P1 < P2
Bising : Tidak ada
Abdomen
Bentuk : Datar lemas BU (+) normal
Lain-lain : nyeri tekan suprapubic (+), nyeri ketok CVA (+) kanan Hepar ` : tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Genitalia Eksterna Laki-laki, normal Kelenjar
Pembesaran kelenjar tidak ditemukan
Otot-otot :
Normal
Refleks-refleks :
Refleks fisiologi +/+, refleks patologis -/-Extremitas
Akral hangat, udema (-)
Resume
Penderita ♂, 3 4/12, BB 44 kg, TB 157 cm. Masuk rumah sakit 1 September 2015 jam 15.30 WITA dengan keluhan kencing berwarna merah sejak 3 hari SMRS dan sakit perut disertai sakit pinggang yang dialami sejak 4 hari SMRS.
T: 140/100 mmHg N: 96 x/mnt R: 24 x/mnt SB: 37,1 0C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), clera icterus (-), PCH (-) edema palpebra (+) Thoraks : Simetris, retraksi (-), C/P dbn
Abdomen : Datar, Lemas, BU (+) Normal, nyeri tekan suprapubic (+), nyeri ketok CVA (+) kanan.
Extremitas : Akral hangat, udema (-)
Diagnosis sementara : Suspek GNAPS DD susp ISK Anjuran : - USG ginjal,
- ASTO, C3 - Kultur urin. Pemeriksaan : - DL, UL, Na, K, Cl
SGOT, SGPT, CRP
Kolesterol total, different count Protein total, albumin, globulin Ureum, creatinine
Perawatan / Pengobatan / Makanan - Amoxicillin 3 x 1 tablet p.o - Furosemide 3 x ½ tab p.o Urine bakar jam 18.00
Hasil ++++ Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium hematologi (01 September 2015)
MCH : 28 CRP : 5,25
MCHC : 33 Kreatinin : 1,3
MCV : 84 ureum darah : 54 ↑
Leukosit : 10.800 SGOT : 18
Eritrosit : 4,39 SGPT : 13
Hemoglobin : 12,3 Prot. Total : 7,88 Hematokrit : 36,9 Albumin : 3,30
Urinalisis
Ph : 5 Leukosit : +++
Berat jenis : 1,020 Eritrosit : ++++
Warna : Kuning muda Protein : ++++
Kekeruhan : Jernih Gluk : Normal
Bilirubin : + Keton : Negatif
Urobilin : Normal
Follow Up
02 September 2015
S : BAK (+) merah tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM . Tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36,3oC
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (+) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : Suspek GNAPS dd ISK
P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (2)
- Furosemide 3 x ½ tab (dosis 0,5 mg/kg BB/kali) - Captopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3 mg/kg BB/kali) - UB/LP/BB 6 jam dan 24 jam
- TNRS/ 6 jam
Pro: swab tenggorokan, ASTO, CS, RP Kultur urine, USG ginjal
03 September 2015
S : BAK (+) merah tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 150/100 mmHg, N: 82 x/menit, R: 28 x/menit, S 36,7oC.
Thoraks : simetris, retraksi (-) Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (+) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : Suspek GNAPS dd ISK
P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (3)
- Furosemide 3 x ½ tab (dosis 0,5 mg/kg BB/kali) - Captopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3 mg/kg BB/kali) - UB/LP/BB 6 jam dan 24 jam
- TNRS/ 6 jam
Pro: swab tenggorokan, ASTO, CS, RP Kultur urine, USG ginjal, X . 04 September 2015
S : BAK (+) merah tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 130/90 mmHg, N:86 x/menit, R: 26 x/menit, S 36,0oC.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (–), PCH (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (+) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : Suspek GNAPS dd ISK
P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (4)
- Furosemide 3 x 25 mg (dosis 0,5 mg/kg BB/kali) - UB/LP/BB/BD 6 jam dan 24 jam
- TNRS/ 6 jam Pro: USG ginjal
Swab tenggorokan, kultur urine, 05 September 2015
S : BAK (+) merah tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 130/80 mmHg, N:72 x/menit, R: 24 x/menit, S 36,6 oC.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (–), PCH (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (+) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : Suspek GNAPS dd ISK
P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (5)
- Furosemide 3 x 1 tab (dosis 1 mg/kg BB/kali) - Captopril 3x25mg (dosis 0,5 mg/KgBB/kali) - UB/LP/BB/BD 6 jam dan 24 jam
- TNRS/ 6 jam
Pro: DL, diff count, Na, K, Cl, Ur, Creat, Au Swab tenggorokan, kultur urine
Laboratorium 05 September 2015 MCH : 28 Kreatinin : 1,3 MCHC : 34 ureum darah : 89 MCV : 84 As urat : 16,1 Leukosit : 10.800 Col : 189 Eritrosit : 4,43 HDL : 30 Hemoglobin : 12,2 LDL : 132 Hematokrit : 36,4 TAG : 135 Trombosit : 325
Swab tenggorokan: Streptococcus pyogenes
07 September 2015
S : BAK (+) kuning tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 100/60 mmHg, N:68 x/menit, R: 24 x/menit, S 36,5 oC.
Thoraks : simetris, retraksi (-) Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (-) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : GNAPS dd ISK + hiperuricemia
P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (6)
- Furosemide 3 x 1 tab (dosis 1 mg/kg BB/kali) - Captopril 2 x 25 mg (0,5 mg/kg BB/kali) - Allopurinol 1x100mg
Pro: UL
08 September 2015
S : BAK (+) kuning tua, nyeri saat bak (-), demam (-), muntah (-), bengkak (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 110/80 mmHg, N:84 x/menit, R: 24 x/menit, S 36,5 oC.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (–), PCH (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (-) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : GNAPS + suspek ISK + hiperuricemia P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (7)
- Furosemide 3 x 1 tab (dosis 1 mg/kg BB/kali) - Captopril 2 x 25 mg (0,5 mg/kg BB/kali) - Allopurinol 1 x 100 mg
- UB/LP/BB/BD 6 jam dan 24 jam - TNRS/ 6 jam
- Batasi minum 1500 cc/hari (1 ml ± urine output) Pro: UL
9 September 2015
O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 110/70 mmHg, N:80 x/menit, R: 24 x/menit, S 36,4 oC.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (–), edema palpebral (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (-/-) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema pretibial (-) A : GNAPS + suspek ISK + hiperuricemia (16,1) P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (8)
- Furosemide 3 x 1 tab (dosis 1 mg/kg BB/kali) - Captopril 2 x 25 mg (0,5 mg/kg BB/kali) - Allopurinol 1 x 100 mg
- UB/LP/BB/BD 6 jam dan 24 jam - TNRS/ 6 jam
Batasi minum 1500 cc/hari (1 ml ± urine output)
10 September 2015
S : BAK kuning keruh (+), nyeri saat bak (-),bengkak di tungkai dan wajah (-) O : KU: tampak sakit, Kes: CM .
T: 100/60 mmHg, N:80 x/menit, R: 22 x/menit, S 36,4 oC.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (–), edema palpebral (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubic (-) Nyeri ketok CVA (-/-) kanan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) A : GNAPS + suspek ISK + hiperuricemia (16,1) P : - Amoxicillin 3 x 1 tab (9)
- Furosemide 3 x 1 tab (dosis 1 mg/kg BB/kali) - Captopril 2 x 25 mg (0,5 mg/kg BB/kali) - Allopurinol 1 x 100 mg
- UB/LP/BB/BD 6 jam dan 24 jam - TNRS/ 6 jam
BAB III DISKUSI
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oligouria yang terjadi secara akut.3,9
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun.GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma.
Pada kasus ini, penderita laki-laki usia 13 4/12 tahun Berdasarkan kepustakaan, GNAPS sering terjadi pada anak usia 6-15 tahun dan umum ditemukan pada anak laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 2:1.3,4
Anamnesis pada GNAPS biasa ditemukan riwayat infeksi saluran napas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumya atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya. Pada kasus ini, pasien menyangkal riwayat infeksi saluran nafas maupun infeksi kulit namun setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, didapatkan swab tenggorok positif untuk streptococcus pyogene atau GAHBS, kemungkinan pada pasien ini telah terjadi ISPA namun tidak diketahui atau disadari oleh orang tua pasien.4,10,11
Pemeriksaan fisik pada penderita ditemukan urin berwarna merah, edema palpebra pada pemeriksaan awal, terdapat nyeri ketuk pada CVA, nyeri tekan suprapubik, serta peningkatan tekanan darah (140/100 mmHg pada pemeriksaan pertama). Berdasarkan kepustakaan, temuan yang paling sering pada pemeriksaan klinis adalah fitur dari sindrom nefritik akut seperti edema dengan hipertensi ringan. Adanya urine berwarna merah atau seperti coca-cola (gross hematuria), tekanan darah tinggi, tubuh bengkak dan riwayat infeksi kulit atau tenggorokan.3,4,11 Sedangkan untuk nyeri ketuk pada CVA dan nyeri tekan
suprapubik merujuk pada gejala ISK namun diperlukan pemeriksaan penunjang seperti kultur urin untuk membuktikan adanya kolonisasi bakteri pada saluran kemih untuk menegakkan diagnosis ISK.12
Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menunjang penegakkan diagnosis pasti GNAPS khususnya pada kasus ini adalah mengonfirmasi adanya hematuria terutama bila hematuria yang tidak terlihat secara makroskopik, silinder eritrosit serta untuk menemukan
proteinuria melalui pemeriksaan urinalisis. Berikut dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal seperti ureum dan kreatinin yang umumnya ditemukan meningkat, ASTO yang meningkat pada 75-80% kasus, komplemen C3 yang menurun pada hampir semua pasien pada minggu pertama. Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia. Pada kasus ini, didapatkan hematuria baik makroskopik maupun mikroskopik dari pemeriksaan urinalisis, didapatkan juga proteinuria baik melalui urinalisis maupun urin bakar. Pada pemeriksaan ASTO didapatkan hasil 200 yang menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi terhadap GABHS serta didapatkan swab tenggorok yang positif streptococcus pyogene yang merupakan adanya riwayat infeksi tenggorokan yang dapat menyebabkan GNAPS.3,4,12,13
Biopsi ginjal secara umum tidak direkomendasikan pada pasien GNAPS, namun biopsy ginjal dapat dilakukan pada keadaan-keadaan bila: ASTO atau titer streptolisin gagal menunjukkan infeksi streptokokus, normocomplementemia, insufisiensi ginjal khususunya jika angka filtrasi glomerulus masih kurang dari 30 ml/mnt/1.73 m2 untuk lebih dari 1
minggu, kadar C3 persisten rendah lewat 6-8 minggu, dan hematuria rekuren, khususnya hematuria frank. USG ginjal secara umum memperlihatkan ginjal normal sampai penebalan ginjal bilateral dengan beberapa fakta peningkatan ekogenesitasnya.1,3,14,15
Penatalaksanaan pasien GNAPS pada kasus ini, meliputi eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut dan akibatnya. Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang tenggorokan atau kulit sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya penyakit. Meskipun demikian, pengobatan antibiotik dapat mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat.3,9,15,16
Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik. Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu
dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang.16,17,18
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.3,19,20
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.3,4,21
DAFTAR PUSTAKA
1. Hilmanto D. Pandangan Baru Pengobatan Glomerulonefritis. Sari Pediatri. 2007 Juni; 9(1): p. 1-6.
2. Noer MS. Glomerulonefritis. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. p. 323-361.
3. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. In Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors. Pedoman Pelayanan Medis.; 2009. p. 89-91.
5. Pan CG, Avner ED. Glomerulonephritis Associated with Infections. In Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. Canada: Elsevier; 2015. p. 2498-2501.
6. Pardede SO. Struktur Sel Streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus. Sari Pediatri. 2009; 11(1): p. 56-65.
7. Chiappini E, Regoli M, Bonsignori F, Sollai S, Parretti A, Galli L, et al. Analysis of Different Recommendations From International Guidelines for the Management of Acute Pharyngitis in Adults and Children. Clinical Therapeutics. 2011; 33(1): p. 48-58.
8. Ralph AP, Carapetis JR. Group A Streptococcal Diseases and Their Global Burden. Current Topics in Microbiology and Immunology. 2013; 368: p. 1-27.
9. Eison TM, Ault BH, Jones PD, Chesney RW, Wyatt RJ. Post-Streptococcal acute glomerulonephritis in children: clinical features and pathogenesis. Pediatr Nephrol. 2011; 26: p. 165-180.
10. Singh G. Post-infectious glomerulonephritis. In Prabhakar S. An Update on Glomerulonepathies. Clinical and treatment aspect. Australia: Intech; 2011. p. 113-22. 11. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, Gerber MA, Kaplan EL, Lee G, et al. Clinical
practical guideline for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis: 2012 update by the infectious disease society of america. IDSA Guideline. 2012 September: p. 1-17.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Saluran Kemih. In Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors. Pedoman Pelayanan Medis.; 2009. p. 136-138.
13. Suarta IK. Erythrocyturia and proteinuria conversion in post-streptococcal acute glomerulonephritis. Paediatrica Indonesiana. 2006; 46(3-4): p. 71-76.
14. Qian GL, Huang L, Mao JH, Liu AM. Acute Post-streptococcal Glomerulonephritis with Normal Range Complement C3 Level: Three Case Reports. HK J Paediatr. 2014; 19: p. 188-191.
15. Noguera-Valverde RA. Hypertensive encephalopathy secondary to acute poststreptococcal glomerulonephritis. Bol Med Hosp Infant M. 2009; 66: p. 41-44. 16. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, Gerber MA, Kaplan EL, Lee G, et al. Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious. Clinical Infectious Diseases. 2012;: p. 1-17.
17. Ahn SY, Ingulli E. Acute poststreptococcal glomerulonephritis: an update. Current Opinion in Pediatrics. 2008; 20: p. 157-162.
18. Kasap B, Carman KB, Yis U. A case of acute post-streptococcal glomerulonephritis that developed posterior reversible encephalopathy syndrome. Türk Ped Arş. 2014; 49: p. 348-52.
19. Vernon KA et al. Acute Presentation and Persistent Glomerulonephritis Following Streptococcal Infection in a Patient With Heterozygous Complement Factor H– Related Protein 5 Deficiency. Am J Kidney Dis. 2012; 60(1): p. 121-125.
20. Dayton Children's. Acute post-streptococcal glomerulonephritis. Ohio: The Children's Medical Center, Nephrology Department; 2014.
21. Krause V, Johnston F, Kearns T, Marshall C, Scot L, Kilburn C, et al. Post-streptococcal glomerulonephritis. Casuarina NT: Northern Territory Goverment, Department of health and families; 2010.