• Tidak ada hasil yang ditemukan

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STMIK AMIKOM YOGYAKARTA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PANCASILA

STMIK “AMIKOM” YOGYAKARTA

PENERAPAN NILAI- NILAI PANCASILA DAN HAM

DI INDONESIA

OLEH

Nama

: Afrig Aminuddin

NIM

: 11.11.4666

Kelompok

: C

Jurusan

: S1 Tehnik Informatika

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Alloh Swt. Yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasila. Yang meliputi nilai tugas nilai individu.

Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Yang semoga bisa member tambahan pada hal yang terkait dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dan HAM di Indonesia.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Pendidikan Pancasila dari berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan.

Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan menyatu dalam satu makalah kami. Sehingga tidak ada perombakan total dari buku aslinya.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada rekan- rekan atas bantuan dan partisipasinya hingga selesainya makalah ini ,semoga dapat menjadi acuan dan berguna bagi kita semua, selaku warga Negara Indonesia yang baik.

YOGYAKARTA, 29 OKTOBER 2011 PENYUSUN

(3)

ABSTRAK

Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. nilai-nilai Pancasila supaya lebih dijunjung tinggi dan diterapkan di dalam HAM.

Bagaimana penegakan Hak Asasi Manusia dan penerapan nilai-nilai Pancasila di Indonesia?

Hak Asasi Manusia dalam pengertian hukum, tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri, bahkan tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena manusia dapat kehilangan martabatnya.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki budaya yang luhur. Sejak dahulu bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang memiliki tatakrama, tatakesopanan dan tatakepatutan yang tinggi sebagai cerminan keharmonisan pribadi-pribadi dan hubungan antar pribadi-pribadi (bermasyarakat). Keharmonisan bangsa kita terlihat dari tradisi dan budaya kebersamaan, guyub, dan gotong-royong, satu sama lain saling membantu dan membela. Dari spirit inilah lahir Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi Permasalahan HAM dan Pancasila yang masih terasa mengganjal yang diakibatkan oleh belum terselesaikannya berbagai peraturan operasional tentangnya.

(4)

I. Latar Belakang Masalah

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Penerapan nilai-nilai pancasila dan HAM di Indonesia”.

II. Rumusan Masalah

Dengan adanya paparan diatas terdapat beberapa permasalahan , antara lain: 1. Apakah pengertian HakAsasi Manusia ?

2. Ada berapa macam. Macam hak asai manusia?

3. Bagaimana penegakan Hak Asasi Manusia dan penerapan nilai-nilai Pancasila di Indonesia?

III. Pendekatan a. Historis

Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:

1. Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);

2. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.

Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan oleh

(5)

berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih „alamiah‟. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel.

Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.

b. Sosiologis

Menurut Garraty, secara sosiologis HAM bertujuan untuk melindungi individu dan penyalahgunaan kekuasaan negara oleh sistem kekuasaan yang otoriter dan para penguasa yang tiran. (1991).

c. Yuridis

Meskipun nama “Pancasila” tidak secara eksplisit disebutkan dalam UUD 1945 sebagai dasar negara, tetapi pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 itu secara jelas disebutkan bahwa dasar negara Indonesia adalah keseluruhan nilai yang dikandung Pancasila.

Dengan demikian tepatlah pernyataan Darji Darmodihardjo (1984) bahwa secara yuridis-konstitusional, “Pancasila adalah Dasar Negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur-menyelenggarakan pemerintahan negara. … Mengingat bahwa Pancasila adalah Dasar Negara, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai sifat imperatif/ memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk-taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai Dasar Negara, ia harus ditindak menurut hukum, yakni hukum yang berlaku di Negara Indonesia.”

Pernyataan tersebut sesuai dengan posisi Pancasila sebagai sumber tertinggi tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, segala hukum di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, sehingga dalam konteks sebagai negara yang berdasarkan hukum (Rechtsstaat), Negara dan Pemerintah Indonesia „tunduk‟ kepada Pancasila sebagai „kekuasaan‟ tertinggi.

(6)

Dalam kedudukan tersebut, Pancasila juga menjadi pedoman untuk menafsirkan UUD 1945 dan atau penjabarannya melalui peraturan-peraturan operasional lain di bawahnya, termasuk kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan pemerintah di bidang pembangunan, dengan peran serta aktif seluruh warga negara.

Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa seluruh undang-undang, peraturan-peraturan operasional dan atau hukum lain yang mengikutinya bukan hanya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana dimaksudkan oleh Kirdi Dipoyudo (1979:107): “… tetapi sejauh mungkin juga selaras dengan Pancasila dan dijiwai olehnya …” sedemikian rupa sehingga seluruh hukum itu merupakan jaminan terhadap penjabaran, pelaksanaan, penerapan Pancasila.

Demikianlah tinjauan historis dan yuridis-konstitusional secara singkat yang memberikan pengertian bahwa Pancasila yang otentik (resmi/ sah) adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan dan pengamanannya sebagai dasar negara bersifat imperatif/ memaksa, karena pelanggaran terhadapnya dapt dikenai tindakan berdasarkan hukum positif yang pada dasarnya merupakan jaminan penjabaran, pelaksanaan dan penerapan Pancasila.

Pemilihan Pancasila sebagai dasar negara oleh the founding fathers Republik Indonesia patut disyukuri oleh segenap rakyat Indonesia karena ia bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri atau yang dengan terminologi von Savigny disebut sebagai jiwa bangsa (volkgeist). Namun hal itu tidak akan berarti apa-apa bila Pancasila tidak dilaksanakan dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedemkian rupa dengan meletakkan Pancasila secara proporsional sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya bangsa dan pandangan hidup bangsa.

IV. Pembahasan

a. Pengertian dan Definisi HAM :

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung

(7)

tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

Hak Asasi Manusia dalam pengertian hukum, tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri, bahkan tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena manusia dapat kehilangan martabatnya.

Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli adalah

1. John Locke, Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). Dengan demikian, maka :

Hak asasi harus dikorbankan untuk kepentingan masyarakat, sehingga lahir kewajiban.

Semakin berkembang meliputi berbagai bidang kebutuhan, antara lain hak dibidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

2. Koentjoro Poerbapranoto (1976), Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia nenurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.

3. UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia), Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM, adalah ketika organisasi Persatuan

(8)

Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada 1946. Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM, ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948.

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang melekat pada setiap diri manusia sejak lahir (hak hidup, hak merdeka, dan hak memiliki).

Perkembangan Pemaknaan Terhadap HAM : 1. Hak-hak Asasi Ekonomi (property rights), 2. Hak-hak Asasi Pribadi (personal rights), 3. Hak-hak Asasi Politik (political rights),

4. Hak-hak Asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).

5. Hak-hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social and cultural rights),

6. Hak-hak Asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).

Istilah hak dasar atau hak asasi manusia antara lain, tercantum dalam UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD sementara 1950, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan No. XIV/ MPRS/1966, dan Ketetapan No.. XVII/MPR/1998.Bahwasetelah dikeluarkannya :

1. Tap MPR No. XVII/MPR/1998,

2. UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan 3. UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

4. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM

Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM, adalah ketika organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada 1946.

(9)

Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM, ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948.

Peran Serta Dalam Upaya Pemajuan, Peng-hormatan, dan Penegakan HAM di Indonesia

Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Peran Serta Pemerintah :

1. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

2. Disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998.

3. Dalam amandemen UUD 1945, persoalan HAM mendapat perhatian khusus, yaitu dengan ditambahkannya Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J.

4. Berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000.

5. Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM, antara lain kasus di Tanjung Priok dan Timor-Timur.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia : 1. Hak asasi pribadi / personal Right

- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat - Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan

- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right

(10)

- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya

- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right

- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan - Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns

- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli - Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll - Hak kebebasan untuk memiliki susuatu

- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan - Hak mendapatkan pengajaran

- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

b. Normatif (Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia)

Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan

(11)

kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :

1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.

2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.

3. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

c. Fakta (Realita yang Ada Tentang HAM di Indonesia)

Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Pelanggaran HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia.

Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta Swasono, mengatakan bahwa kekerasa terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka, tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan menyesuaikan

(12)

perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.

Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah sangat melampui batas.

Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-1998 adalah sebagai berikut :

1991 :

1. Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang meninggal

1992 :

1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto

2. Penangkapan Xanana Gusmao 1993 :

1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993.

1996 :

1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya. (26 Desember 1996)

2. Kasus tanah Balongan

3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Mucura Enim mengenai pencemaran lingkungan

4. Sengketa tanah Manis Mata

5. Kasus Waduk Nipoh di Madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat. Ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka

(13)

6. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja di bakar 7. Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996) 1997 :

1. Kasus tanah Kemayoran

2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-Tim 1998 :

1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998

b. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei

c. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14 November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi, dan lain-lain.

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya ditulis disini.

d. Analisis

Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperiatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.

Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia

2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang 3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar. Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.

(14)

e. HAM dan Nilai Budaya Barat

Tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai HAM Universal yang diikuti oleh semua bangsa di dunia sekarang ini merupakan produk barat. Para ahli sejarah mengatakan bahwa HAM adalah hasil capaian spektakuler filsafat politik modern (Aini, 2007). Walaupun basis awal kelahiran HAM, terutama dalam wujud nilainilai dan farmentasi usaha sporadis sudah cukup lama, namun menurut Aini,konstruksi HAM dalam bingkai hukum, khususnya hukum Internasional masih relatif baru. Bahkan konsep HAM sebagai rumusan yang telah dibakukan dalam sejumlah instrument hukum Internasional, dalam beberapa aspek masih diperdebatkan.

Konsep HAM dalam konteks dunia barat bermula dari “natural rights”,kemudian beralih menjadi “rights of man”. Istilah “rights of man” juga ternyata tidak secara otomatis mengakomodasi pengertian yang mencakup “rights of woman”. Karenanya “rights of man” oleh Eleonor Roosevelt diganti menjadi “human rihts” agar maknanya mencakup “man” dan “woman” (Tim ICCE, 2003). Gagasan pokok dari HAM adalah pengharagaan dan penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan (Purbopranoto, 1982). Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan sesama manusia. Tuntutan moral itu sejatinya merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia tanpa ada perbedaan dan diskriminasi.

Tuntutan moral itu diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau “dilemahkan” dari tindakan dzalim dan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa. Karena itu, essensi dari konsep HAM adalah penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa adanya diskriminasi berdasarkan apapun dan demi alasan apapun, serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai mahluk termulia di muka bumi.

Kesadaran akan pentingnya HAM dalam wacana global muncul bersamaan dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan (human centred development). Konsep HAM berakar pada

(15)

penghargaan terhadap manusia yang bermartabat. Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek dan memandang manusia sebagai mahluk yang dihargai dan dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, suku, bangsa, maupun agama.

Sebagai mahluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah hak dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak menyampaikan pendapat, hak berkumpul, serta hak beragama dan memiliki kepercayaan. Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak dasar yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. HAM mengajarkan prinsip persamaan dan kebebasan manusia sehingga tidak boleh ada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap manusia dalam bentuk apapun dan juga tidak boleh ada pembatasan dan pengekangan apapun terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk didalamnya hak kebebasan beragama.

f. HAM, Budaya Indonesia dan Pancasila

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki budaya yang luhur. Sejak dahulu bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang memiliki tatakrama, tatakesopanan dan tatakepatutan yang tinggi sebagai cerminan keharmonisan pribadi-pribadi dan hubungan antar pribadi-pribadi (bermasyarakat). Keharmonisan bangsa kita terlihat dari tradisi dan budaya kebersamaan, guyub, dan gotong-royong, satu sama lain saling membantu dan membela. Dari spirit inilah lahir Pancasila dan UUD 1945.

Kalau kita lihat lagi sejarah pergumulan ideologi dalam sidang BPUPKI dan PPKI tahun 1945, pembahasan tenntang nilai HAM mana yang harus diambil untuk dijadikan dasar Negara, apakah HAM Barat sesuai dengan Bill of Rights yang mempunyai latar belakang individualisme, atau perlindungan secara utuh pada perorangan, atau mengambil konteks budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia sendiri yakni nilai-nilai HAM keindonesiaan seperti kehidupan sosial yang bersifat kekeluargaan atau gotong royong.

Soepomo menolak konsep HAM Barat untuk diterapkan menjadi dasar konstitusi kita. Karena menurutnya, HAM Barat berbeda dengan budaya Indonesia yang bersifat kekeluargaan, sementara HAM barat bersifat

(16)

individualisme, walaupun dalam hal-hal tertentu, Soepomo menerima beberapa konsep seperti hak menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul.(Sekneg, 1995). Soekarno mengakui bahwa konsep dasar HAM di barat muncul dari semangat individualisme, liberalisme dan kapitalisme yang bertentangan dengan budaya Indonesia. Namun ia berkeyakinan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dan karenanya ia berkeyakinan ada konsep HAM yang sesuai dengan budaya Indonesia yaitu menurutnya HAM berkedaulatan rakyat (kekeluargaan) bukan individu.

Sementara menurut M. Hatta menawarkan hak-hak dasar warga Negara dimasukkan ke dalam UUD 45, yaitu gotong royong dan usaha bersama bukan Negara kekuasaan. Artinya, Negara bisa berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, karena itu perlu memberikan ruang supaya rakyat dilindungi dari kekuasaan Negara yang tiran. Kekhawatiran Hatta didasarkan pada praktik beberapa di Eropa seperti Jerman dimana otoritas Negara yang berkedaulatan rakyat bisa digunakan untuk menindas rakyat. Untuk menjamin hak-hak rakyat sebagai individu, Hatta mengusulkan untuk memasukkan hak-hak warga dalam UUD 45. oleh karena itu, rumusan HAM dalam UUD 45 yang kita kenal sekarang ini lahir dari hasil perdebatan BPUPKI dan PPKI tahun 1945 yang cukup panjang bukan saja pada rumusan konsep, tetapi juga masuk ke wilayah ideologis, dimana perasaan anti penjajahan mewarnai konsep HAM UUD 1945. (Jahar, 2007)

Pertanyaan kita, bagaimana pandangan kita tentang HAM dikaitkan dengan Pancasila dan UUD 45? Kalau kita lihat deklarasi terbaru HAM se dunia ke 2 di Wina Austria tanggal 25 Juni 1993 paragraf 3 dinyatakan bahwa : Semua HAM adalah universal, tidak bisa dibagi-bagi atau indivisible, saling bergantung dan saling berhubungan atau inter-dependent and inter-related. Lalu, kekhususan atau particularities, secara nasional dan regional yang signifikan dan berbagai latar belakang sejarah, cultural dan agama hendaknya diperhatikan dan tugas setiap Negara atau pemerintahan untuk mengembangkan dan melindungi HAM terlepas dari sistem politik, ekonomi dan kulturalnya. (Hasibuan, 2008).

Pendekatan yang tepat digunakan dalam memahami HAM di Indonesia adalah pendekatan konstitusional. Sebab, konstitusi UUD 1945 merupakan sumber dasar atau basic law yang bersifat dinamis untuk mengaturan seluruh

(17)

masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, kita memahami HAM karena bersumber pada konstitusi UUD 1945 yang dinamis. Hal ini menyatakan bahwa UUD 1945 tidak hanya sebagai dokumen hokum (legal document) namun juga berisikan aspek nonhu kum (non-legal) seperti pandangan hidup, cita-cita moral, keyakinan falsafah, religius serta keyakinan politik bangsa. (Hasibuan, 2008). Secara filsafati, Pancasila memandang bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan akal budi dan nurani yang memberi kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk yang akan membimbing dan mengarahkan perilaku manusia. HAM dalam nilai dasar Pancasila tidak saja berisi kebebasan dasar tetapi juga berisi kewajiban dasar yang melekat secara kodrati. Hak dan kewajiban azasi ini tidak dapat diingkari. HAM menjadi dasar berbangsa & bernegara. HAM bagi manusia Indonesia didasarkan pada keyakinan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena itu, HAM bersifat asasi dan kodrati yang bersifat

universal dan abadi. Karena bersifat universal, maka HAM itu sendiri tanpa dibatasi oleh perbedaa-perbedaan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa, sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia. (Jahar, 2007).

Pancasila sebagai dasar negara mengandung konsep bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan bersifat monodualistik, yakni sebagai mahluk individu yang bersifat perorangan sekaligus mahluk sosial. Dan kewajiban menjunjung tinggi HAM tercermin dalam pembukaan UUD 1945. HAM di samping sebagai nilai-nilai dasar kemanusiaan yang menjadi hak manusia baik secara individual maupun kolektif, ia juga harus mencerminkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Artinya, HAM yang berlaku di Indonesia harus berdasarkan nilai-nilai budaya dan tradisi keindonesiaan. Bahkan harus ditekankan bahwa HAM bagi masyarakat Indonesia itu adalah memadukan ajaran agama, nilai-nilai moral kemanusiaan dan ideologi Negara (Pancasila).

Kendati demikian, HAM yang berlaku di Indonesia juga merujuk pada DUHAM PBB 1948. (Jahar, 2007).

(18)

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

VI. Referensi

- Astrid S. Susanto Sunario, 1999, Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke Duapuluh Satu, Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

- Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, 1996, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

- Mubyarto, 2000, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE.

- Notonagoro, 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: CV Pantjuran Tudjuh.

- Alim, Muhammad. 2001, Demokrasi dan HAM dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945. yogyakarta : UII-Press

- Harahap, Krisna. 2003. HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia, Bandung : Grafitri Budi Utama

- Hartono, Sunaryati, Politik untuk Menuju Sistem Hukum Nasional, Bandung Alumni

- Kesuma, Muliyana W. 1981. Hukum dan HAM, Bandung Alumni

- Dipoyudo, Kirdi. 1990. Membangun Atas Dasar Pancasila Jakarta: Rajawali Pers

- Sarjana, Dkk.2004.Kewarganegaraan. Surakarta: Mefi Caraka

- Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : Prenada Media 2003) hal. 199

- James W. Nickel, Hak Azasi Manusia : fefleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996) .

- Fazrur Rahman, Al-Islam Kuncjoro Purbopranoto, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila (Jakarta : Pradnya Paramita, 1982)

- Nooryamin Aini, Kata Pengantar, Dalam Ayang Utriza (ed) Hak Azasi Manusia, Syariah dan Hukum, Draft Buku kerjasama Fakultas Syariah dan Hukum dengan Norwegian Centre for Human Rights, Faculty Of Law, University of Oslo Norwegia, 2007

(19)

- John Garraty, Declaration of Independence, 4 July 1776, The American Nation, New York : HarperCollins, ed, 1991.

- Sekretariat Negara, Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI tgl 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 Edisi III, Sekneg RI, 1995.

- Asep Saefuddin Jahar, Penegakan HAM dalam Perundang-undangan di Indonesia, Hak Azasi Manusia, Syariah dan Hukum, Draft Buku kerjasama Fakultas Syariah dan Hukum dengan Norwegian Centre for Human Rights, Faculty Of Law, University of Oslo Norwegia, 2007

- Albert Hasibuan, dalam Politik Hak Azasi Manusia (HAM) dan UUD 1945, dalam Law Review, Jurnal Universitas Pelita Harapan, Vol vii No 1 Jui 2008. - Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945 : Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk (Jakarta : UI Press, 1995).

- Manfred Nowak, International Human Rights in the world, (Leiden : the Netherlands : Martinus Nijhoff Publishers, 2003)

- 21Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme & toleransi keagamaan : pandangan alQur‟an, kemanusiaan, sejarah dan Peradaban (terj. Irvan Abubakar) (Jakarta : PSIK Universitas Paramadina, 2006)

- Ahmad Gaus dan Komaruddin Hidayat, Islam, Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer (Jakarta : Paramadina, 2005)

- Mansyur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum Nasional dn Internasional (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994).

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Sertifikat Tanah Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum pemilik tanah yang mempunyai sertipikat hak milik

Siswa yang diajar membaca dengan bantuan media kartu lebih lancar membaca, dapat melafalkan huruf, kata, dan kalimat dengan tepat dan intonasi yang wajar serta sesuai dengan

Pasal 188 ayat (1) KUHAP memaparkan pengertian alat bukti petunjuk, bahwa petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik

Sebahagian besar perkataan dalam Bahasa Banjar adalah sama dengan Bahasa Melayu, begitu juga dengan awalan seperti di, ber, ter, men, meng, dan akhiran seperti kan, an

Jumat, 20 Januari 2017, bertempat di Aula PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Palikanci, diselenggarakan Serah Terima Jabatan (Sertijab) General Manager (GM) Palikanci dari

Justeru, daripada penjelasan tentang ‘kuasa’ ‘ urf yang telah dibincangkan sebelum ini, apa yang dapat disimpulkan ialah sekalipun peruntukan undang-undang dalam

Yaitu : PENYARING AIR KOLAM UNTUK BUDIDAYA LOBSTER AIR TAWAR SECARA OTOMATIS MENGGUNAKAN SISTEM MIKROKONTROLER, agar lobster air tawar dapat hidup sehat dengan

Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan suatu produk atau jasa yang diharapkan terpenuhi di masa yang akan datang., Salah satu contoh adalah permintaan