EVALUASI POTENSI DESA WISATA
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA CIBUNTU,
KECAMATAN PASAWAHAN, KABUPATEN KUNINGAN
SRI CAHYANING DHUHA YUNUS
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Potensi Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Sri Cahyaning Dhuha Yunus
ABSTRAK
SRI CAHYANING DHUHA YUNUS. Evaluasi Potensi Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI.
Keberadaan ruang terbuka di perdesaan berkurang karena terjadinya konversi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman, sehingga membuat masyarakat perdesaan kurang tertarik di bidang pertanian. Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan meningkatkan nilai tambah di daerah perdesaan. Hal ini dapat diperoleh melalui desa wisata dan pemasaran produk pertanian yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Studi ini bertujuan menganalisis potensi desa wisata dan karakteristik masyarakat. Melalui studi ini dianalisis aspek fisik dan bio-fisik, aspek sosial-budaya, aspek wisata, serta aspek legal dengan menggunakan tiga analisis, yaitu analisis kesesuaian dan kelayakan wisata, analisis persepsi dan preferensi, serta analisis penilaian keberlanjutan masyarakat. Studi ini menghasilkan sepuluh potensi daya tarik wisata dan menunjukkan bahwa Desa Cibuntu adalah desa yang potensial untuk dikembangkan wisata. Menurut analisis persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cibuntu menerima konsep desa wisata berbasis masyarakat. Adapun dari hasil analisis penilaian keberlanjutan masyarakat, Desa Cibuntu dikategorikan sebagai desa yang sudah menunjukkan awal yang baik untuk keberlanjutan dengan nilai tertinggi diperoleh pada aspek sosial dan spiritual. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi desa wisata yang menyeimbangkan aspek alam dengan keberadaan sumber daya manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam program desa wisata. Berdasarkan hasil studi ini, diusulkan dua puluh dua rekomendasi untuk pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Cibuntu, peta rekomendasi jalur serta objek dan atraksi wisata, dan kegiatan wisata yang bisa ditawarkan.
Kata kunci: desa wisata, lanskap perdesaan, wisata berbasis masyarakat
ABSTRACT
SRI CAHYANING DHUHA YUNUS. The Evaluation of Potential for Community Based Tourism Village in Cibuntu Village, Pasawahan Sub-district, Kuningan Regency. Supervised by TATI BUDIARTI.
The existence of open space in rural landscape is reduced due to the land conversion of agricultural land into settlement, thereby making communities less interested in agriculture. Efforts should be made to increase the added value in rural areas. It can be obtained by tourism village through its tourism service and
better marketing for agricultural products. This study takes time for seven months and located in Cibuntu Village, Pasawahan District, Kuningan Regency. This study aims to analyze resources of tourism village and human characteristics. This study analyzed physic and bio-physic aspect, social-cultural aspect, tourism aspect, and legal aspect using three analyzing methods. The analyzing methods are analysis of suitability and feasibility of tourism, analysis of perceptions and preferences, and analysis of community sustainability assessment. The study found ten potential tourism attraction and also showed that Cibuntu village is potential village for tourism. According to the analysis of perceptions and preferences show that communities of Cibuntu Village accept the concept of community-based tourism village. As for the community’s potential, Cibuntu Village mentioned is categorized as already showing a good start to sustainability with the highest value obtained in the social and spiritual aspects. The end result of this research program is a recommendation in the form of rural tourism that balances the natural aspects such as tourist objects to the existence of human resources that local communities are either directly or indirectly took part in the tourist village program. Based on the results of this study, proposed twenty two recommendations for development community based tourism in Cibuntu Village, map of track, objects, and attractions of tourism, and tourism activities that can be offered.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
EVALUASI POTENSI DESA WISATA
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA CIBUNTU,
KECAMATAN PASAWAHAN, KABUPATEN KUNINGAN
SRI CAHYANING DHUHA YUNUS
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
® Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Evaluasi Potensi Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku pembimbing dan Bapak Rezky Khrisrachmansyah, SP, MT, Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS, dan Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si yang telah banyak memberi saran dan masukan, serta Ibu Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada aparat pemerintah dan seluruh masyarakat Desa Cibuntu yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman Arsitektur Lanskap 49, atas segala doa, semanagat, dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Kerangka Pikir 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Lanskap Perdesaan 4 Wisata 5 Desa Wisata 5
Pariwisata Berbasis Masyarakat 6
Profil Desa Cibuntu 7
METODE 8
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Alat dan Bahan 8
Batasan Penelitian 9
Metodologi 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Kondisi Umum 18
Aspek Fisik 20
Aspek Biofisik 33
Aspek Legalitas 35
Aspek Sosial dan Budaya 36
Aspek Wisata 40
Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Wisata 52
Analisis Persepsi dan Preferensi 53
Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat 60
Rekomendasi 65
SIMPULAN DAN SARAN 72
Simpulan 72
Saran 73
DAFTAR PUSTAKA 73
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian 8
2 Jenis, bentuk, dan sumber data 10
3 Kriteria kesesuaian dan kelayakan wisata menurut Smith (1989) 12
4 Penilaian kesesuaian dan kelayakan wisata 13
5 Penilaian keberlanjutan masyarakat 17
6 Luas wilayah menurut penggunaan 18
7 Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Cibuntu 20
8 Klasifikasi kemiringan lereng 20
9 Data iklim Kabupaten Kuningan 2015 22
10 Nilai rata-rata THI per bulan tahun 2015 26
11 Kategori kualitas estetika pada lanskap pertanian 27
12 Kategori kualitas estetika Curug Gongseng 28
13 Kategori kualitas visual Kampung Kambing 29
14 Kategori kualitas visual situs bersejarah 30
15 Kategori kualitas visual fasilitas umum 31
16 Kategori kualitas visual lanskap jalan 31
17 Kategori kualitas visual lanskap perumahan 32
18 Persebaran tata guna lahan di Desa Cibuntu 33
19 Vegetasi yang terdapat di Desa Cibuntu 35
20 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Cibuntu 37
21 Data mata pencaharian penduduk Desa Cibuntu 37
22 Potensi Objek dan atraksi wisata di Desa Cibuntu 40 23 Penilaian kesesuaian dan kelayakan wisata Desa Cibuntu 52 24 Penilaian keberlanjutan masayarakat Desa Cibuntu 60 25 Total perhitungan aspek ekologis PKM di Desa Cibuntu 61 26 Total perhitungan aspek sosial PKM di Desa Cibuntu 61 27 Total perhitungan aspek spiritual PKM di Desa Cibuntu 63 28 Kalenderisasi kegiatan wisata tahunan Desa Cibuntu 69
29 Kegiatan wisata satu hari 70
30 Kegiatan wisata dua hari 70
31 Kegiatan wisata acara seni dan budaya 72
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 3
2 Lokasi penelitian 8
3 Peta administrasi Desa Cibuntu 19
4 Peta kelerengan Desa Cibuntu 21
5 Suhu rata-rata tahun 2015 24
6 Peta jenis tanah Desa Cibuntu 23
7 Curah hujan rata-rata tahun 2015 24
9 Kecepatan angin rata-rata Desa Cibuntu 2015 25
10 Grafik nilai SBE pada lanskap pertanian 26
11 Lanskap pertanian dengan nilai SBE tertinggi 27
12 Grafik nilai SBE pada Curug Gongseng 27
13 Curug Gongseng dengan nilai SBE tertinggi 28
14 Grafik nilai SBE pada Kampung Kambing 28
15 Kampung Kambing dengan nilai SBE tertinggi 29
16 Grafik nilai SBE pada situs bersejarah 29
17 Situs bersejarah dengan nilai SBE tertinggi 29
18 Grafik nilai SBE pada fasilitas umum 30
19 Fasilitas umum dengan nilai SBE tertinggi 30
20 Grafik nilai SBE pada lanskap jalan 31
21 Lanskap jalan dengan nilai SBE tertinggi 31
22 Grafik nilai SBE pada lanskap perumahan 32
23 Lanskap perumahan dengan nilai SBE tertinggi 32
24 Peta tata guna lahan Desa Cibuntu 34
25 Prasasti peresmian Desa Wisata Cibuntu 36
26 Curug Gongseng 41
27 Mata Air Kahuripan 42
28 Area camping ground 43
29 Kampung Kambing 44
30 Situs Bujal Dayeuh 45
31 Situs Saurip 47
32 Jumlah kunjungan wisata tahun 2013 48
33 Jumlah kunjungan wisata tahun 2014 49
34 Jumlah kunjungan wisata tahun 2015 49
35 Jumlah kunjungan wisata tahun 2013, 2014, dan 2015 50 36 Persepsi masyarakat Desa Cibuntu (a) pengetahuan desa wisata (b)
tingkat kualitas desa wisata (c) potensi kelompok masyarakat (d)
tingkat kemampuan masyarakat 54
37 Persepsi masyarakat Desa Cibuntu (a) akses jalan (b) kondisi jalan (c)
pemandangan alam (d) kondisi permukiman 54
38 Potensi desa wisata berbasis masyarakat 55
39 Kesediaan berpartisipasi masyarakat Desa Cibuntu 55 40 Persepsi pengunjung terhadap kondisi Desa Wisata Cibuntu (a)
kebersihan, (b) keindahan, (c) kenyamanan, (d) keramahan, dan (e)
kemenarikan 56
41 Jumlah pengunjung yang mengetahui (a) acara seni dan budaya, (b)
kesenian khas Sunda 57
42 Kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung 58
43 Atraksi wisata yang diketahui pengunjung 58
44 Kegiatan wisata yang diinginkan pengunjung 58
45 Daya tarik wisata di Desa Wisata Cibuntu 59
46 Fasilitas dan sarana yang diharapkan pengunjung 59 47 Preferensi pengunjung terhadap cinderamata (a) cinderamata yang
dibawa pulang pengunjung, (b) cinderamata yang diinginkan ada di
Desa Wisata Cibuntu 60
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner evaluasi kualitas estetika pada objek-objek wisata yang
terdapat di Desa Cibuntu 75
2 Kuesioner persepsi dan preferensi masyarakat 80 3 Kuesioner persepsi dan preferensi pengunjung 84 4 Kuisioner Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM)/Community
Sustainability Assesment (CSA) 87
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdesaan selalu dikaitkan dengan kebersahajaan, keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Masyarakat desa dipandang memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Selain itu, ditambah lagi keberadaan lahan terbuka sebagai potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan semakin berkurang karena terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman (Maharani 2009). Alih fungsi lahan seperti ini mulai terjadi di Desa Cibuntu. Konversi lahan seperti ini dinilai kurang baik karena dapat menyebabkan penurunan luas lahan, khususnya lahan pertanian. Terdapatnya lahan terbuka sebagai salah satu ciri lanskap perdesaan, khususnya sawah, kebun, dan ladang sebagai lahan produktif, perlu dimanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai tambah untuk mempertahankan eksistensinya. Disamping itu, harga input produksi pertanian yang meningkat dapat menyebabkan harga produk pertanian yang fluktuatif. Hal ini membuat banyak masyarakat desa kurang tertarik terhadap bidang pertanian, sehingga menyebabkan penurunan jumlah lapangan pekerjaan di perdesaan. Padahal mayoritas masyarakat di Desa Cibuntu hidup bergantung pada pertanian. Oleh karena itu keberlanjutan sistem pertanian desa harus dipertahankan. Beberapa upaya juga perlu dilakukan dalam meningkatkan nilai tambah di perdesaan. Peningkatan nilai fungsi lahan terbuka dapat dikembangkan melalui pemanfaatan lahan pertanian, salah satunya melalui jasa wisata yang diiringi dengan pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Peningkatan nilai fungsi lahan pertanian dengan pengembangan desa wisata diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan sistem pertanian di Desa Cibuntu serta mengembangkan potensi dan partisipasi masyarakat desa, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah di perdesaan.
Desa Cibuntu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Desa yang berada di lereng utara Gunung Ciremai ini telah ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2012 oleh pemerintah Kabupaten Kuningan. Objek dan daya tarik yang dimiliki desa wisata ini terdapat wisata sejarah, wisata alam, dan agrowisata. Desa wisata adalah suatu bentuk lingkungan permukiman yang memiliki ciri khusus baik alam maupun budaya yang sesuai dengan tuntutan pengunjung. Melalui desa wisata, pengunjung dapat menikmati, mengenal, menghayati, dan mempelajari kekhasan desa beserta segala daya tariknya. Selain itu, hal lain yang didapatkan oleh pengunjung selama di desa wisata yaitu pengunjung tinggal bersama penduduk, penyajian makanan tradisional selama di desa wisata, kepuasan karena adanya penyambutan, dan pelayanan dari penduduk desa tersebut (Susyanti 2013).
Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang berbasis komunitas, yaitu sumber daya dan keunikan komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan pariwisata itu sendiri. Dilain pihak, komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri telah menjadi bagian dari sistem ekologi yang saling berkaitan. Salah satu prinsip kepariwisataan yang terkandung dalam Undang-undang No. 10 Tahun
2009 tentang kepariwisataan adalah memberdayakan masyarakat setempat bahwa masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan, berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, serta membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Community based tourism merupakan suatu pendekatan pembangunan
pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung pada industri pariwisata. Menurut Ardika (2005), konsep ini merupakan merupakan dasar dari sustainable tourism
development yang menegaskan bahwa masyarakat bukan lagi menjadi objek
pembangunan akan tetapi sebagai penentu pembangunan itu sendiri. Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas ekonomi penting yang jika dikembangkan dengan tepat dapat mengatasi sejumlah tantangan pembangunan, termasuk pengurangan kemiskinan, pengembangan ekonomi lokal, perdamaian dan keselarasan masyarakat, serta manajemen sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan (Damanik dan Weber 2006).
Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat penting. Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah. Akan tetapi, walaupun peran pemerintah terlihat dominan, peran pemerintah diharapkan menjadi fasilitator dengan memberikan peran dan manfaat yang lebih besar terhadap masyarakat. Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, penelitian ini berusaha untuk menggali dan mempelajari aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep desa wisata berbasis masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, konsep dan kebijakan pemerintah, serta keterlibatan pihak lain diluar masyarakat dan pemerintah seperti pihak swasta yang bergerak di bidang pariwisata dan lembaga swadaya masyarakat. Masyarakat memiliki pengalaman empirik dan pengetahuan yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang terdapat di sekitar lingkungan kehidupannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai desa wisata yang berbasis masyarakat, khususnya masyarakat lokal Desa Cibuntu. Dengan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, peran serta masyarakat secara langsung pada pembangunan desa wisata tampak lebih nyata, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. mengidentifikasi potensi desa wisata dan komponen-komponen pembentuknya dalam pengembangan desa wisata,
2. mengidentifikasi potensi sosial-budaya dan kelembagaan di masyarakat yang berperan dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat,
3. mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat Desa Cibuntu terhadap pengembangan desa wisata berbasis masyarakat, dan
4. membuat rekomendasi pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai: 1. sumbangan pikiran dan alternatif untuk aparat Desa Cibuntu dan pemerintah
Kabupaten Kuningan serta perencana lainnya terkait pengembangan desa wisata berbasis masyarakat, dan
2. sumber informasi bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan desa wisata berbasis masyarakat.
Kerangka Pikir
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Keberadaan lahan terbuka sebagai potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan semakin berkurang karena terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman. Konservasi lahan seperti ini dinilai kurang baik karena dapat menyebabkan penurunan luas lahan, khususnya lahan pertanian. Di samping itu, harga input produksi pertanian yang meningkat dapat menyebabkan
Evaluasi potensi desa wisata berbasis masyarakat
Rekomendasi terhadap pengembangan dan keberlanjutan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan
Konversi lahan pertanian
Harga input produksi meningkat sehingga harga produk pertanian fluktuatif
Penurunan minat masyarakat di bidang pertanian Penurunan jumlah lapangan pekerjaan di perdesaan
Upaya peningkatan nilai tambah di perdesaan
Desa Cibuntu sebagai desa wisata
Peran pemerintah Peran masyarakat Potensi desa wisata
Analisis aspek fisik dan biofisik Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Wisata Analisis penilaian keberlanjutan masyarakat Analisis persepsi dan preferensi masyarakat
harga produk pertanian yang fluktuatif. Hal ini membuat banyak masyarakat desa kurang tertarik terhadap bidang pertanian, sehingga menyebabkan penurunan jumlah lapangan pekerjaan di perdesaan. Beberapa upaya perlu dilakukan dalam meningkatkan nilai tambah di perdesaan. Peningkatan nilai fungsi lahan terbuka dapat dikembangkan diantaranya melalui pemanfaatan lahan pertanian diantaranya melalui jasa wisata yang diiringi dengan pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dalam perkembangannya tidak hanya pemerintah dan pihak swasta yang berperan dalam mengelola desa wisata ini, akan tetapi tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Oleh karena itu, desa wisata ini diharapkan mampu menyesuaikan dengan persepsi dan keinginan masyarakat. Dalam melakukan penilaian, dilakukan analisis mengenai persepsi dan preferensi masyarakat serta analisis penilaian keberlanjutan masyarakat. Hasil analisis tersebut nantinya akan dibuat rekomendasi yang bermanfaat dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Kerangka pikir ini telah dirangkum dalam bagan pada Gambar 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Perdesaan
Kawasan perdesaan merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Adisasmita 2010). Lanskap perdesaan merupakan perpaduan antara lanskap alami dan lanskap buatan yang berada pada sebuah desa. Lanskap tersebut memiliki sumber daya alam berupa sumber pangan dan habitat satwa liar, serta memiliki sumber daya manusia yang mampu hidup dan mempreservasi lingkungan ekologi yang alami. Lanskap perdesaan memiliki fungsi kawasan sebagai pemukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, serta kegiatan pertanian sebagai pengelolaan utama sumber daya alamnya. Pada lanskap perdesaan, karakteristik lanskap banyak dipengaruhi oleh faktor alam terutama bentuk lanskap, aktivitas masyarakat sangat mempengaruhi dan dipengaruhi lanskap, teknologi tradisional, kepadatan penduduk relatif rendah dan komposisi relatif homogen, serta nilai religi atau adat yang masih kuat.
Lanskap perdesaan merupakan gabungan antara lanskap yang dikelola dan lanskap alami yang berada di desa. Lanskap tersebut tidak hanya dihuni untuk permukiman tetapi juga mampu mempreservasi lingkungan yang alami. Sumber daya alami, makanan, dan habitat satwa liar mampu disediakan oleh lanskap ini yang memungkinkan manusia untuk hidup di lingkungan ekologi yang sangat beragam. Terdapat ciri-ciri yang khas pada lanskap perdesaan, yaitu: 1) lahan tersedia luas; 2) suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit, merupakan kualitas lanskap penting; 3) pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam; 4) corak lanskap mayor dapat dibentuk; 5) karakter dan suasana lanskap alami dominan; 6) tanah dan
permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat; 7) lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi; 8) struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap; 9) lanskap perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan pola jalur kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas-batas kepemilikan; 10) material indigenous dari tapak perdesaan (macam-macam batuan, kerikil, hingga material) membentuk karakter lanskap, penggunaan material ini menciptakan keterkaitan dengan sumber daya setempat.
Wisata
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 1, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Menurut Nurisjah (2001), aktivitas wisata adalah kegiatan berjalan-jalan ke luar ruang dan lingkup pekerjaannya sambil menikmati pemandangan atau hal-hal lain yang tidak terkait dengan pekerjaan yang dimiliki pengunjung. Wisata dapat dikembangkan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki secara harmonis, serasi, dan terpadu, melalui pendekatan secara komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.
Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih, suhu dan sinar matahari, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan, air terjun, danau, dan sungai yang khas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya, serta pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga. Sedangkan menurut Suwantoro (2004), daya tarik wisata atau objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran pengunjung ke suatu daerah tujuan wisata.
Berdasarkan Kementan (2012), daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan pengunjung. Objek dan atraksi wisata merupakan dua hal yang berbeda. Menurut Yoeti (2008), objek wisata adalah tempat atau benda yang bersifat alami, tidak dapat dipindahkan, dan bentuknya tidak mudah berubah dimakan waktu, seperti air terjun, bangunan monumental, serta benda yang menjadi ciri khas suatu tempat. Sedangkan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat diciptakan oleh manusia dan bersifat temporer pada waktu tertentu, seperti pertunjukan tari, debus, serta keterampilan hewan.
Desa Wisata
Wisata desa merupakan salah satu contoh kegiatan wisata, dengan tempat yang dituju dalam kegiatan ini dikenal sebagai desa wisata. Wisata desa adalah berwisata ke suatu kawasan tertentu yang mana disediakan fasilitas akomodasi, makan dan minum, serta aktif berpartisipasi dalam kehidupan desa. Kegiatan yang
dapat dilakukan dalam wisata desa adalah kegiatan-kegiatan pertanian seperti menanam, menuai, menjemur, dan menumbuk padi, serta menjaring ikan. Selain itu, dilakukan kegiatan lain seperti mempelajari budaya setempat seperti bahasa, tarian, kerajinan, dan kegiatan wisata seperti melihat-lihat pemandangan desa dan keindahan alamnya.
Desa Wisata merupakan salah satu program pemerintah, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang masuk dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang diluncurkan pemerintah pada tahun 2009. PNPM Mandiri Desa Wisata bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat desa wisata, masyarakat di sekitar daya tarik wisata, dan masyarakat di sekitar usaha pariwisata. Wisata perdesaan yang dikemas sebagai bentuk desa wisata dapat menjadi alternatif solusi bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan. Pada desa wisata, terdapat prinsip sederhana bahwa masyarakat ditekankan untuk tidak mengambil lebih banyak dari lingkungan disekitarnya dibandingkan dengan apa yang dapat mereka berikan untuk lingkungan tersebut. Melalui pengembangan desa wisata diharapkan terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan. Di samping itu, keberadaan desa wisata menjadikan produk wisata lebih bernilai budaya perdesaan sehingga pengembangan desa wisata bernilai budaya tanpa merusaknya (Dewi et al. 2013).
Pariwisata Berbasis Masyarakat
Masyarakat sebagai salah satu pelaku wisata memiliki pengaruh yang cukup besar, karena salah satu prinsip pengembangan wisata yang berkelanjutan adalah adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan maupun pengelolaan wisata. Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata karena mereka yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Peran serta masyarakat ini menjadi satu hal yang penting dalam upaya menjaga keutuhan alam dan sebagai salah satu alternatif dalam merespon tuntutan serta urgensi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan (Damanik dan Weber 2006).
Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat perdesaan untuk berpartisipasi dalam pembanguan pariwisata. Konsep ini merupakan sebuah kegiatan pembangunan pariwisata yang dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Ide kegiatan dan pengelolaan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat secara partisipatif dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat lokal. Dengan demikinan, peran masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan desa wisata (Dewi et al. 2013).
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup. Selanjutnya, Ngece (2002) mengemukakan bahwa kegiatan pariwisata sebagai kegiatan yang
berbasis masyarakat bila masyarakat lokal memiliki kontrol yang kuat dan terlibat dalam kegiatan pariwisata dimana sebagian besar, jika tidak keseluruhan, manfaatnya dapat tinggal dan diperoleh masyarakat.
Harris dan Vogel (2004) mengemukakan bahwa kegiatan pariwisata yang berbasis masyarakat dapat memberikan kontribusi dan insentif bagi perlindungan alam dan budaya disamping memberikan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, konsep pariwisata berbasis masyarakat dapat dikatakan ada apabila keputusan mengenai aktivitas wisata dan pengembangannya dikendalikan oleh masyarakat setempat.
Profil Desa Cibuntu
Desa Cibuntu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, dengan luas wilayah sebesar 1102.483 Ha. Desa ini terletak di sebelah Selatan Kota Cirebon dan bagian Timur dari Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah administrasi Desa Cibuntu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paniis (Kecamatan Pasawahan), sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Ciremai, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pasawahan (Kecamatan Pasawahan), dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Seda (Kecamatan Mandirancan). Desa Cibuntu merupakan desa beriklim tropis dengan temperatur bulanan berkisar 18º-27ºC dengan kelembaban udara 80-90%. Desa Cibuntu merupakan desa yang berhawa sejuk dengan udara yang segar. Curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun. Permukaan tanah Desa Cibuntu relatif berbukit-bukit dan turun berbelok ke tenggara menuju pantai daratan Cirebon dengan ketinggian berkisar 600 meter di atas permukaan laut.
Desa yang berada tepat di kaki lereng utara Gunung Ciremai ini telah ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2012 oleh pemerintah Kabupaten Kuningan. Adapun kondisi dan fungsi tanah di Desa Cibuntu terdiri dari tanah sawah, tanah perkebunan, tanah fasilitas umum kas desa/kelurahan, dan tanah hutan. Desa Cibuntu merupakan desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 berjumlah 968 orang (473 orang pria dan 493 orang wanita). Sebagian masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani, peternak, pegawai negeri sipil (PNS), karyawan swasta, dan wiraswasta.
Desa Cibuntu merupakan salah satu desa di Kabupaten Kuningan yang memiliki berbagai macam potensi wisata. Hal ini disebabkan letak Desa Cibuntu yang dekat dengan Gunung Ciremai. Objek dan daya tarik yang dimiliki desa wisata ini diantaranya terdapat wisata sejarah, wisata alam, dan agrowisata. Berbagai keunggulan inilah yang dijadikan sebagai dasar pengembangan desa wisata. Adapun potensi-potensi wisata yang ada di Desa Cibuntu diantaranya Taman Nasional Gunung Ciremai, hutan konservasi bambu betung, Mata Air Kahuripan, Kampung Kambing, Curug Gongseng, Situs Bujal Dayeuh, Situs Saurip, serta kesenian tradisional.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1102.483 Ha. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan dimulai dari bulan Mei 2016 sampai dengan bulan November 2016.
Gambar 2 Lokasi penelitian Sumber : www.kuningankab.go.id
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, laptop, peralatan tulis menulis, dan software Arc GIS, Adobe Photoshop CS 6, Microsoft Word, dan
Microsoft Excel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data fisik dan
data biofisik (keadaan tapak, iklim, tanah, topografi, hidrologi, satwa, sirkulasi, fasilitas, dan utilitas), data berupa peta rupa bumi, data administratif desa, dan dokumentasi kondisi eksisting tapak. Penelitian ini membutuhkan data primer dan data sekunder. Pada Tabel 1 akan dijabarkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 1 Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian
Alat dan bahan Fungsi
Alat : Alat tulis Kamera Laptop Software Mencatat hasil
Mendokumentasikan hasil inventarisasi
Mengumpulkan data& mengoperasikan software pengolah data Mengolah data
Bahan :
Peta dasar
Kuesioner
Menunjang data spasial Memperoleh data sosial
Batasan Penelitian
Kegiatan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi potensi desa wisata dan komponen-komponen pembentuknya dalam pengembangan desa wisata, mengidentifikasi potensi sosial-budaya masyarakat dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat, dan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat Desa Cibuntu terhadap pengembangan desa wisata berbasis masyarakat. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi berupa program desa wisata yang menyeimbangkan aspek alam berupa objek-objek wisata dan potensi yang ada dengan ruang lingkup dilihat dari sisi pertanian, alam, sejarah, dan budaya di desa wisata dengan keberadaan sumberdaya manusia yaitu masyarakat lokal yang baik secara langsung maupun tidak langsung ikut andil dalam program desa wisata.
Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan lima tahap yang meliputi tahap persiapan, tahap inventarisasi, tahap analisis, tahap sintesis, serta tahap perumusan rekomendasi desa wisata berbasis masyarakat. Penjelasan tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
Persiapan
Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tahapan persiapan. Dalam tahapan ini dilakukan beberapa kegiatan seperti penentuan lokasi penelitian, penyusunan proposal usulan penelitian dan biaya, pencarian informasi awal yang didapat melalui studi pustaka dan referensi, pembuatan surat izin turun lapang untuk kegiatan penelitian, pengumpulan data awal terkait kondisi umum dari lokasi penelitian, serta pembuatan kuesioner.
Inventarisasi
Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah tahap inventarisasi. Tahapan ini dilakukan untuk mengumpulkan data primer maupun data sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa data potensi wisata, data fasilitas utilitas, data sirkulasi tapak, serta kuesioner mengenai persepsi dan preferensi masyarakat maupun pengunjung. Data primer diambil dengan metode survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan pada objek-objek kegiatan utama dan pendukung desa wisata serta atribut yang melengkapinya. Sedangkan wawancara dilakukan kepada masyarakat serta pihak-pihak terkait seperti aparat desa, pengunjung, dan instansi terkait. Data sekunder didapatkan dari bahan pustaka dan referensi terkait seperti buku-buku acuan, jurnal, dan laporan. Informasi lain juga didapatkan dari instansi-instansi terkait, seperti Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Pemerintah Daerah Kecamatan Pasawahan dan Desa Cibuntu. Data sekunder dapat berupa peta administrasi Kecamatan Pasawahan, peta batas dusun, peta tata guna lahan, data jumlah penduduk, data ekonomi, dan sebagainya. Rincian data yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data
Aspek Jenis Data Bentuk Data Spesifikasi Sumber Data
Fisik dan Biofisik Administrasi tapak Deskriptif dan spasial
Lokasi, luas, akses, batas wilayah tapak, dan peta administrasi
Bappeda, survei lapang, dan studi pustaka
Kemiringan lereng
Deskriptif dan
spasial Peta kelerengan Bappeda
Hidrologi Deskriptif Keadaan hidrologi,
irigasi, dan badan air Survei lapang
Tanah Deskriptif dan
spasial Peta jenis tanah Bappeda
Iklim Deskriptif Data iklim BMKG
Vegetasi dan
satwa Tabular
Jenis vegetasi dan
satwa penting Survei lapang
Tata guna lahan Deskriptif dan
spasial Peta tata guna lahan
Bappeda dan survei lapang
Sosial dan Budaya
Demografi
masyarakat Deskriptif Data demografi
Bappeda, desa, dan survei lapang Kelembagaan masyarakat Deskriptif Data lembaga pemerintahan dan masyarakat
Desa dan survei lapang
SDM Deskriptif Pengelola dan
masyarakat
Desa, dan survei lapang
Kebudayaan Deskriptif
Tradisi dan kesenian yang dimiliki masyarakat setempat Survei lapang Desa Wisata Sarana dan prasarana Deskriptif
Data sarana dan
prasarana Desa, survei lapang
Objek dan atraksi
wisata Deskriptif
Data objek dan atraksi wisata
Disbudpar, desa, survei lapang
Aksesibilitas Deskriptif Data akses Survei lapang
Transportasi Deskriptif
Data transportasi menuju tapak dan di dalam tapak
Survei lapang
Legal Kebijakan Deskriptif RTRW dan kebijakan pariwisata
Bappeda, Disbudpar, dan desa
Analisis Aspek Fisik dan Biofisik
Aspek-aspek dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Aspek fisik mencakup lokasi dan aksesibilitas, kemiringan lereng, hidrologi, jenis tanah, iklim, dan tata guna lahan. Sedangkan aspek biofisik mencakup vegetasi dan satwa. Menurut Laurie (1986), iklim sebagai aspek yang dinilai dalam menentukan kenyamanan suatu daerah wisata, diukur dengan menghitung nilai THI dengan rumus sebagai berikut.
THI = 0.8 T + (RH x T)/500 Keterangan :
THI = Thermal Humidity Index
T = Suhu (ºC)
Penilaian dan evaluasi untuk kualitas estetika dilakukan dengan menerapkan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) yang diperkenalkan oleh Daniel dan Boster (1976). Penerapan metode SBE terdiri dari tiga langkah utama, yaitu: (1) pengambilan foto lanskap yang terdapat di Desa Cibuntu, (2) presentasi slide foto, dan (3) analisis data. Foto yang diambil pada masing-masing lanskap jumlahnya beragam. Responden yang dituju adalah orang yang sudah mendapatkan pemahaman lebih jauh tentang ilmu arsitektur lanskap, yaitu mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap IPB semester 6 dan 8 sebanyak 30 mahasiswa. Responden diharapkan dapat menilai secara objektif terkait kualitas estetika yang akan dievaluasi. Hasil penilaian responden selanjutnya diolah secara statistik dengan perhitungan SBE berdasarkan skala penilaian 1 – 10.
Penilaian yang dilakukan oleh responden kemudian akan diubah menjadi sebuah nilai dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.
Keterangan:
Zij = Standar penilaian untuk nilai respon ke i oleh responden j
R̅j = nilai rata-rata dari semua nilai oleh responden j
Rij = nilai i dari responden j
Sj = standar deviasi dari seluruh nilai oleh responden j
Tahap selanjutnya yaitu tahap analisis terhadap data yang diperoleh dari tahap presentasi slide. Analisis data ditujukan untuk mendapatkan nilai SBE yaitu indeks kuantitas pendugaan keindahan suatu lanskap (Daniel dan Boster 1976). Tiap peringkat nilai akan dihitung frekuensi kumulatif, peluang kumulatif, nilai Z, dan nilai Z rata-rata. Kemudian ditentukan satu nilai Z dari foto lanskap tertentu sebagai standar (nilai Z yang paling mendekati nol). Berdasarkan nilai SBE yang diperoleh, setiap objek dikelompokkan menjadi kualitas estetika rendah, kualitas estetika sedang, dan kualitas estetika tinggi. Nilai SBE diformulasikan sebagai berikut.
Keterangan:
SBEx = Nilai SE lanskap ke x
ZLx = Nilai rata-rata Z lanskap ke x
ZLs = Nilai rata-rata Z lanskap standar
Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Wisata
Analisis kesesuaian dan kelayakan wisata digunakan untuk menilai potensi wisata pada tapak. Objek analisis adalah Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan. Pengumpulan data untuk analisis kesesuaian dan kelayakan wisata dilakukan melalui wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka. Responden wawancara untuk analisis kesesuaian dan kelayakan wisata ini adalah aparat pemerintah- kepala desa, sekretaris desa, dan pegawai desa, sejumlah masyarakat yang ditemui saat turun lapang, dan pemilik kegiatan pertanian maupun wisata di Desa Cibuntu. Wawancara dilakukan dengan tanya-jawab terbuka melalui pertanyaan yang telah disusun berdasarkan kriteria kesesuaian dan kelayakan Smith (1989) dalam Maharani (2009).
Zij = Rij−R̅j
Sj
Tabel 3 Kriteria kesesuaian dan kelayakan wisata menurut Smith (1989)
No Kriteria Nilai
1.
Objek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 10%) :
Ketersediaan ragam dan keindahan area pertanian seperti sawah, perkebunan, kolam, atau keramba
Beragam objek dan aktivitas pertanian disertai keindahan
pemandangan pertanian (tiga objek pertanian atau lebih) 4
Cukup beragam objek dan aktivitas pertanian disertai keindahan
pemandangan sekitarnya (dua objek pertanian) 3
Cukup beragam objek dab aktivitas pertanian namun keindahan
pemandangan sekitarnya kurang (dua objek pertanian) 2
Kurang beragam dan tak indah (kurang dari dua objek) 1
2.
Objek dan Atraksi Alami (Bobot 10%) :
Keindahan pemandangan alami (ekosistem, topografi, tanaman langka, satwa liar, air terjun) dan iklim (tropikal, udara yang bersih, suhu yang nyaman)
Beragam objek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami (tiga
objek pertanian atau lebih) 4
Cukup beragam objek alami dengan keindahan dan kenyamanan
alami (dua objek alami) 3
Beragam objek alami dengan keindahan dan kenyamanan buatan
atau reakyasa (dua objek alami) 2
Objek alami kurang beragam dengan keindahan dan kenyamanan
buatan atau rekayasa (kurang dari dua objek alami) 1
3.
Objek dan Atraksi Budaya/Sosial (Bobot 10%) :
Perdesaan, perkotaan, bentukan arsitektur vernakular, festival, dan atraksi budaya lokal
Ada lebih dari satu, bernilai lokal tinggi, dilestarikan 4
Ada lebih dari satu, bernilai lokal tinggi, kurang diperhatikan 3
Ada, bernilai lokal tinggi, kurang diperhatikan 2
Tidak memiliki aset budaya lokal 1
4.
Objek dan Atraksi Sejarah (Bobot 10%) :
Peninggalan kuno (kerajaan, situs-situs dan bangunan
sejarah/arkeologis), upacara keagamaan, lokasi historikal yang penting (kolonial, battle fields)
Bersejarah, dijaga kelestariannya 4
Bersejarah, kurang diperhatikan 3
Bersejarah, tidak dilestarikan 2
Tidak bernilai sejarah 1
5. Akses (Bobot 10%) : Kemudahan mencapai lokasi, ketersediaan jalan
Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik, kendaraan umum
beragam, kondisi baik 4
Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas 3
Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum 2
Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum 1
6. Sumber Daya Rekreasi dan Tempat Perbelanjaan (Bobot 10%) :
Tempat olahraga, piknik, belanja, taman, museum, gales seni/budaya
Tersedia, lengkap, kualitas baik, terawat 4
Ada beberapa, cukup terawat 3
Ada beberapa, kurang terawat 2
Tidak tersedia 1
7. Letak dari Jalan Utama (Bobot 10%) : Kedekatan dengan jalur jalan
utama wilayah
Dekat (< 1 km) 4
Cukup jauh (3-5 km) 2
Sangat jauh (> 5km) 1
8. Sarana Wisata (Bobot 10%) : Utilitas, saana kesehatan, air bersih,
fasilitas dan penginapan
Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawat 4
Ada beberapa, cukup terawat 3
Ada beberapa, kurang terawat 2
Tidak tersedia 1
9. Pengelolaan Wisata (Bobot 10%) : Pengelolaan dan kelembagaan
wisata
Masyarakat mengelola dan terdapat lembaga masyarakat 4
Masyarakat mengelola, tidak ada lembaga masyarakat 3
Dikelola investor, ada kelembagaan masyarakat 2
Dikelola investor, tidak ada lembaga masyarakat 1
10. Program dan Aktivitas Wisata (Bobot 10%)
Ada paket kunjungan, pelatihan, membuka kesempatan magang 4
Ada paket kunjungan, pelatihan, tidak ada kesempatan magang 3
Ada paket kunjungan, tidak ada pelatihan dan kesempatan magang 2
Tidak ada paket kunjungan, pelatihan, dan kesempatan magang 1
Sumber: Smith (1989) dalam Maharani (2009), dimodifikasi sesuai dengan tujuan
Inventarisasi analisis ini menitikberatkan pengumpulan info mengenai desa wisata sebanyak mungkin untuk mengetahui seluruh potensi wisata sesuai kriteria kesesuaian dan kelayakan wisata menurut Smith (1989) dalam Maharani (2009). Potensi wisata di Desa Cibuntu akan dinilai dengan kriteria kelayakan wisata menurut Smith (1989) yang telah dimodifikasi sesuai dengan tujuan, sehingga menghasilkan sepuluh nilai kesesuaian dan kelayakan wisata. Modifikasi dilakukan pada pembobotan tiap kriteria. Dalam bukunya “Tourism Analysis”, Smith (1989) tidak menetapkan bobot tiap poin dalam kriteria. Pengguna dipersilakan menentukan bobot secara mandiri sehingga dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pembobotan dalam studi ini dilakukan dengan perhitungan matematis sederhana sesuai dengan tingkat kepentingan tiap poin terhadap wisata. Kriteria penilaian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Penilaian kesesuaian dan kelayakan wisata
Kesesuaian dan Kelayakan Wisata Jumlah Terbobot ∑ 𝐾𝐾𝑊 Dusun 1 2 3 4 (Bobot x Nilai) 5 6 7 8 9 10
Secatuhu Kahuripan
Sumber: Maharani (2009), dimodifikasi sesuai dengan tujuan
Nilai kesesuaian dan kelayakan wisata dihitung dengan rumus berikut.
Keterangan :
∑ 𝐾𝐾𝐴 = nilai total kelayakan kawasan wisata
∑𝑆𝑖𝑗 = kriteria wisata tiap kawasan
𝐴𝑖𝑗 = bobot kriteria wisata.
Hasil perhitungan dengan rumus di atas dirangkum dalam Tabel 4. Berdasarkan nilai hasil perhitungan tersebut, desa diklasifikasikan ke dalam kelas kelayakan menurut skala Likert. Rentang kelas dihitung dengan rumus berikut
Keterangan :
R = nilai rentang antarkelas
Smax = nilai kesesuaian dan kelayakan wisata paling tinggi
Smin = nilai yang terendah
K = jumlah kelas yang diinginkan
Analisis Persepsi dan Preferensi
Analisis persepsi dan preferensi digunakan untuk mengetahui pandangan dan keinginan pihak-pihak terkait mengenai pengetahuan, pandangan terhadap potensi dan kondisi desa, serta akseptibilitas mengenai pengembangan desa wisata berbasis masyarakat. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada berbagai pihak yang terkait. Metode yang digunakan untuk menentukan responden adalah dengan stratified random sampling yang ditujukan khusus untuk kalangan yang mengetahui dan pernah mengunjungi Desa Cibuntu. Responden dipilih sebanyak 30 orang, yaitu 10 orang kelompok aparat pemerintahan desa, 10 orang kelompok yang terlibat dan potensial terlibat dalam kegiatan desa wisata, serta 10 orang kelompok masyarakat. Selain itu, responden juga dipilih sebanyak 30 orang pengunjung. Data yang telah didapat disesuaikan dengan rekomendasi pengembangan desa wisata agar dapat sesuai dengan keinginan dan pandangan responden.
Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM)
Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM) atau Community
Sustainability Assessment (CSA) adalah sebuah analisis yang dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network (2000) untuk menilai tingkat keberlanjutan suatu
masyarakat. Kriteria penilaian dirumuskan dalam modul penilaian PKM yang juga dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network berdasarkan hasil penelitian para ahli. Penilaian meliputi aspek ekologis, sosial, dan spiritual. Parameter keberlanjutan yang digunakan untuk setiap aspek yaitu:
a. Aspek ekologis, lingkungan kehidupan masyarakat seimbang jika:
1. Orang-orang sangat terikat kepada tempat mereka tinggal atau hidup. Batasan-batasannya, kekuatan, kelemahan, dan irama terlihat jelas. Selain itu, manusia tinggal dalam sinkronisasi dan keselarasan di dalam sistem ekologis yang merupakan satu bagian yang utuh.
2. Kehidupan alami, proses, dan sistemnya dihormati; margasatwa dan habitat tumbuhan dipelihara.
3. Gaya hidup manusia bersifat memperbaharui, bukan mengurangi integritas lingkungan.
4. Makanan berasal dari lokal atau sumber-sumber wilayah alami, organik, bebas dari zat pencemar, dan menyediakan gizi seimbang.
5. Struktur dirancang untuk memadukan dan melengkapi lingkungan alami, penggunaan alami, material dan sistem pembangunan wilayah, serta ekologis (dapat diperbaharui dan tidak beracun).
6. Konservasi dipraktikkan dalam sistem metode dan transportasi, serta sistem transportasi.
7. Konsumsi dan pembuangan limbah minimal. 𝑅 =𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑚𝑖𝑛
8. Tersedia air bersih yang dapat diperbaharui serta masyarakat menyadari, menghormati, melindungi, dan memelihara sumber air tersebut.
9. Limbah manusia dan limbah cair digunakan dan/atau dibuang untuk manfaat lingkungan dan masyarakat.
10. Sumber energi tidak beracun dan dapat diperbaharui yang dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat. Teknologi inovatif tidak untuk dieksploitasi dan dibiarkan, akan tetapi digunakan untuk kepentingan bersama.
b. Aspek sosial, kehidupan sosial masyarakat seimbang jika ada suatu perasaan terhadap perubahan dan stabilitas sosial dalam kehidupan masyarakat; suatu pondasi bagi keselamatan dan kepercayaan yang memungkinkan individu untuk secara bebas menyatakan diri mereka demi kepentingan bersama.
1. Tersedia ruang dan sistem untuk mendukung dan memaksimalkan komunikasi, hubungan, dan produktivitas.
2. Adanya kesempatan yang cukup atau teknologi untuk berkomunikasi dalam masyarakat dan untuk menghubungkannya dengan masyarakat luas.
3. Bakat, keterampilan, dan sumberdaya lain diberikan secara bebas dalam masyarakat serta diberikan ke luar masyarakat untuk pelayanan terbaik. 4. Keanekaragaman dihormati sebagai sumber kesehatan, vitalitas, serta
kreativitas dalam lingkungan alami dan hubungan masyarakat.
5. Penerimaan, ketertutupan, dan keterbukaan membantu perkembangan dan pemahaman terhadap keuntungan keanekaragaman, dapat memperkaya pengalaman sosial dan lingkungan serta dapat mempromosikan keadilan. 6. Pertumbuhan pribadi, pembelajaran dan kreativitas dihargai dan dipelihara;
peluang untuk mengajar dan belajar tersedia untuk semua kelompok umur melalui format bidang pendidikan yang bervariasi.
7. Kebebasan untuk menyembuhkan, memelihara, atau meningkatkan kesehatan (fisik, mental, spiritual, dan emosional) tersedia dan bisa diusahakan mencakup kesehatan alternatif dan praktik penyembuhan alami seperti meditasi dan gerak badan.
8. Aliran sumberdaya serta memberi dan menerima baik dana maupun barang dan jasa merupakan hal seimbang untuk berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat.
c. Aspek spiritual, kondisi spiritual masyarakat seimbang jika:
1. Kekuatan budaya dilestarikan melalui aktivitas artistik dan budaya lain serta perayaan-perayaan dan filosofi/adat.
2. Kreativitas dan seni dilihat sebagai suatu ungkapan kesatuan dan hubungan timbal balik dengan semesta alam serta dilestarikan melalui berbagai format artistik, kehidupan seni, dan melalui pemeliharaan dan pertukaran nilai-nilai keindahan.
3. Menghargai waktu bersenang-senang.
4. Rasa hormat dan dukungan untuk manifestasi kespiritualan yang ditunjukkan oleh berbagai cara.
5. Tersedia peluang untuk mengembangkan diri.
6. Perasaan gembira yang dapat dikembangkan melalui upacara agama dan perayaan.
7. Kualitas dan kebersamaan dalam hati masyarakat dalam membentuk persatuan dan kesatuan dalam kehidupan mereka. Hal ini mungkin merupakan suatu persetujuan dan visi bersama yang menyatakan komitmen,
kepercayaan budaya, serta nilai-nilai dan praktik yang menggambarkan dan menyatakan keunikan dari tiap masyarakat.
8. Mempunyai kapasitas untuk fleksibilitas dan kemampuan dalam menghadapi berbagai kesulitan yang muncul.
9. Baik kota, pinggiran kota, maupun perdesaan yang dikembangkan ataupun tidak dikembangkan, akan tumbuh pemahaman saling berhubungan dan saling ketergantungan dari semua unsur-unsur hidup diatas bumi.
10. Masyarakat dengan sadar memilih dan berperan untuk menciptakan dunia yang penuh kasih.
Penilaian dengan analisis CSA dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1) penjumlahan skor tingkat komponen aspek, 2) penjumlahan skor tingkat aspek, dan 3) penjumlahan skor total ketiga aspek. Tiap aspek memiliki tujuh sub aspek dan tiap sub aspek terdiri dari pertanyaan-pertanyaan rinci mengenai kondisi aktual masyarakat berdasarkan kriteria yang dinilai. Tiap pertanyaan dilengkapi beberapa pilihan jawaban dengan skor yang berbeda-beda. Skor tiap pertanyaan dijumlahkan sehingga didapatkan skor sub aspek yang menunjukkan tingkat keberlanjutan dalam sub aspek tersebut. Skor sub aspek pun dijumlahkan kembali hingga didapatkan skor aspek yang menunjukkan tingkat keberlanjutan masyarakat pada aspek tersebut. Kemudian skor tiga aspek tersebut dijumlahkan kembali hingga didapatkan skor akhir yang menyimpulkan tingkat keberlanjutan masyarakat tersebut. Pada setiap tingkat, nilai dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
Rendah : menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai kondisi yang mengarah kepada keberlanjutan
Sedang : menunjukkan suatu kondisi awal yang baik untuk mengarah kepada kondisi keberlanjutan
Tinggi : menunjukkan tingkat kondisi yang baik/sempurna dalam sistem keberlanjutan.
Pengumpulan data untuk analisis ini dilakukan melalui wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka. Wawancara dilakukan terhadap aparat pemerintah – kepala desa, sekretaris desa, dan pegawai desa, sejumlah masyarakat yang ditemui saat turun lapang, dan beberapa orang yang mengenal dan mengetahui kondisi sosial desa secara mendalam seperti tetua desa, ketua kelompok tani, pemuka agama, dan lain-lain. Jumlah responden wawancara tidak ditentukan. Pengumpulan data dilakukan sampai peneliti mendapat cukup informasi dan memahami secara mendalam kultur budaya dan sosial masyarakat desa sesuai dengan kebutuhan modul penilaian PKM.
Penilaian dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam modul penilaian dengan pilihan jawaban yang telah disediakan sesuai dengan kondisi aktual desa sehingga menunjukkan nilai keseluruhan tingkat keberlanjutan desa. Penilaian keberlanjutan masyarakat ditampilkan pada Tabel 5. Penilaian dilakukan oleh peneliti secara objektif berdasarkan hasil observasi menyeluruh terhadap kondisi masyarakat dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat yang mengetahui dan memahami kondisi masyarakat di DesaCibuntu.
Tabel 5 Penilaian keberlanjutan masyarakat
Parameter Nilai
Aspek Ekologis
1. Perasaan terhadap tempat •
2. Ketersediaan, produksi, dan distribusi makanan •
3. Infrastruktur, bangunan, dan transportasi •
4. Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat •
5. Air-sumber, mutu, dan pola penggunaan •
6. Limbah cair dan pengelolaan polusi air •
7. Sumber dan penggunaan energi •
Total Nilai Aspek Ekologis ••
Aspek Sosial
1. Ketebukaan, kepercayaan, keselamatan; ruang bersama •
2. Komunikasi - aliran gagasan dan informasi •
3. Jaringan pencapaian dan jasa •
4. Keberlanjutan sosial •
5. Pendidikan •
6. Pelayanan kesehatan •
7. Keberlanjutan ekonomi-ekonomi lokal yang sehat •
Total Nilai Aspek Sosial ••
Aspek Spiritual
1. Keberlanjutan budaya •
2. Seni dan kesenangan •
3. Keberlanjutan spritual •
4. Keterkaitan masyarakat •
5. Gaya pegas masyarakat •
6. Holografik baru, pandangan dunia •
7. Perdamaian dan kesadaran dunia •
Total Nilai Aspek Spiritual ••
Total Nilai Keseluruhan •••
Keterangan:
1. Penilaian parameter dalam satu kriteria
• 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan
24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan
0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
2. Penilaian parameter dalam satu aspek
•• 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan
166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan
0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
3. Penilaian parameter dalam tiga aspek
••• 999+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan
500-998 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan
0-499 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
Sintesis
Pada proses sintesis, hasil analisis yang telah didapatkan diolah lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain. Dari hasil analisis persepsi dan preferensi masyarakat, dapat diketahui persepsi, preferensi, dan akseptibilitas masyarakat Desa Cibuntu. Sedangkan dengan analisis penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Cibuntu dapat diketahui potensi serta ancaman sosial dan budaya di Desa Cibuntu. Semua temuan dari hasil analisis dapat menjadi dasar keberlanjutan desa wisata di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan dengan melakukan sintesis melalui kolaborasi analisis secara deskriptif.
Rekomendasi
Setelah melakukan sintesis terhadap hasil analisis, dirumuskan rekomendasi untuk keberlanjutan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi berupa program desa wisata yang menyeimbangkan aspek alam berupa objek-objek wisata serta atraksi wisata dengan keberadaan sumberdaya manusia yaitu masyarakat lokal yang baik secara langsung maupun tidak langsung ikut andil dalam program desa wisata. Rekomendasi ini akan menjadi sumbangan pikiran dan alternatif untuk aparat Desa Cibuntu dan pemerintah Kabupaten Kuningan serta perencana lainnya terkait pengembangan desa wisata berbasis masyarakat serta sebagai sumber informasi bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan desa wisata berbasis masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Desa Cibuntu terletak di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Desa Cibuntu termasuk ke dalam Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan dan berbatasan dengan Desa Paniis, Kecamatan Pasawahan di sebelah Utara, kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai di sebelah Selatan, Desa Seda, Kecamatan Mandirancan di sebelah Timur, dan Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan di sebelah Barat (Gambar 3). Desa Cibuntu terbagi dalam dua dusun, yaitu Dusun Secatuhu dan Dusun Kahuripan serta terhampar seluas 1102.483 Ha. Desa ini memiliki luas dengan pembagian luas diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas wilayah menurut penggunaan
No. Jenis Penggunaan Luas (Ha)
1. Tanah Sawah 27.40
2. Tanah Tegalan/Ladang 79.35
3. Tanah Permukiman 6.50
4. Tanah Perkebunan 158.50
5. Tanah Fasilitas Umum 27.23
6. Tanah Hutan 868.30
Total 1102.483
Sumber : Monografi Desa Cibuntu Tahun 2016
Desa Cibuntu merupakan desa wisata yang telah ditetapkan pada tanggal 15 Desember 2012 oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan. Jarak antara Desa Cibuntu dengan Kecamatan Pasawahan adalah 6 km dengan lama jarak tempuh menggunakan kendaraan bermotor selama 0.25 jam, sedangkan jarak dengan pusat Kabupaten Kuningan adalah 30 km dengan lama jarak tempuh menggunakan kendaraan bermotor selama 1 jam. Adapun jarak dan waktu tempuh akses menuju Desa Cibuntu dapat dilihat pada Tabel 7.
Ga mbar 3 P eta admi nist ra si De sa C ibunt u
Tabel 7 Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Cibuntu No. Lokasi Jarak ke Desa Cibuntu (km) Waktu Tempuh dengan Kendaraan Bermotor (jam) Waktu Tempuh dengan Berjalan Kaki atau Kendaraan Non-Bermotor (jam) Jumlah Kendaraan Umum (unit) 1. Ibu kota provinsi 155 4 16 - 2. Ibu kota kabupaten 30 1 4 - 3. Ibu kota kecamatan 6 0.25 1 -
Sumber: Monografi Desa Cibuntu Tahun 2016
Berdasarkan data monografi Desa Cibuntu tahun 2016, fasilitas pendidikan yang dimiliki diantaranya satu Play Group dan satu Sekolah Dasar, yaitu SDN Cibuntu. Fasilitas kesehatan yang dimiliki adalah Puskesmas pembantu sebanyak satu unit. Kemudian, fasilitas keagamaan yang dimiliki adalah masjid.
Aspek Fisik Kemiringan Lereng
Desa Cibuntu memiliki kondisi topografi yang beragam berupa lahan yang bergelombang. Keberagaman kondisi topografi mengakibatkan kondisi kemiringan lereng di Desa Cibuntu bervariasi mulai dari 0% hingga lebih dari 40% atau berkisar antara datar hingga curam (Gambar 4). Hal ini juga disebabkan oleh lokasi tapak yang berada di lereng Gunung Ciremai. Peta kemiringan lereng Desa Cibuntu mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi empat bagian. Akan tetapi, untuk lebih jelasnya, keterangan persentase kelerengan bisa mengacu SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/1981 yang membagi kemiringan lereng menjadi lima klasifikasi diantaranya lahan dengan kemiringan 0-8% termasuk dalam kategori kemiringan datar, 8-15% kemiringan landai, 15-25% kemiringan agak curam, 25-40% kemiringan curam, dan >40% kemiringan sangat curam (Tabel 8).
Tabel 8 Klasifikasi kemiringan lereng
No. Kelerengan (%) Klasifikasi Kelerengan
1. 0-8 Datar
2. 8-15 Landai
3. 15-25 Agak Curam
4. 25-40 Curam
5. >40 Sangat Curam
Sumber : SK Menteri Kehutanan No.83/KPTS/UM/1981
Kondisi Tanah
Desa Cibuntu dibentuk oleh dua jenis tanah, yaitu Latosol dan Regosol (Gambar 5). Dalam konsep jenis tanah sistem Dudal dan Soepraptohardjo (1957) dalam Rachim dan Arifin (2011), tanah Latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkanik di daerah beriklim tropika basah dengan curah hujan 2500-7000 mm per tahun dan ketinggian hingga 900 mdpl. Tanah Latosol adalah tanah yang
Ga mbar 4 P eta k eler en ga n De sa C ibunt u
sudah terlapuk lanjut, sangat tercuci, dan batas horizon baur. Corak tanah Latosol adalah bersolum tebal, berwarna merah hingga kuning, bertekstur liat yang tetap dari atas hingga ke bawah, berstruktur remah hingga gumpal lemah, dan berkonsistensi gembur. Sifat tanah Latosol adalah masam hingga agak masam, zat organik rendah hingga agak sedang, kejenuhan basa rendah hingga sedang, daya adsorpsi sedang, unsur hara sedang hingga rendah, permeabilitas tinggi, dan kepekaan erosi kecil. Tanah Latosol umumnya berasosiasi dengan tanah Podsolik Merah Kuning, Andosol, Regosol, laterit air tanah, dan Aluvial. Tanah Latosol cocok dipakai untuk padi sawah, jagung, umbi, karet, kelapa sawit, cokelat, cengkeh, kopi, dan hutan tropik.
Berbeda dengan tanah Latosol yang hanya ditemukan pada bahan volkanik, tanah Regosol juga dapat ditemukan pada mergel dan bukit pasir pantai selain pada bahan induk abu volkan. Tanah Regosol dapat ditemukan pada ketinggianbervariasi. Tanah Regosol bercorak solum tipis hingga tebal, tanpa horizon atau dengan horizon alterasi lemah, berwarna kelabu hingga kuning, tekstur pasir dengan kadar liat kurang dari 40%, struktur tanpa atau berbutir tunggal, dan kepekaan erosi besar. Tanah Regosol memiliki sifat kemasaman bervariasi, kejenuhan basa bervariasi, kadar bahan organik rendah, daya adsorpsi rendah, kandungan unsur hara bervariasi, dan permeabilitas tinggi. Tanah Regosol cocok dipakai untuk padi sawah, palawija, tebu, tembakau, sayuran, dan garung. Secara umum, jenis tanah pada tapak cocok dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian dan kegiatan pariwisata. Hal ini mendukung pengembangan desa wisata di Desa Cibuntu.
Iklim
Lokasi Desa Cibuntu yang berada di lereng Gunung Ciremai mempengaruhi cuaca setempat yang lebih sejuk. Data iklim mencakup empat parameter yaitu suhu rata-rata, curah hujan rata-rata, kelembaban rata-rata, dan kecepatan angin rata-rata setiap bulan selama tahun 2015. Data didapatkan dari Kantor BMKG Pusat di Dramaga Bogor. Data iklim bulanan tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Data iklim Kabupaten Kuningan 2015
Bulan Suhu (°C) Curah
hujan (mm) Kelembaban nisbi (%) Kecepatan angin (km/jam) Januari 26.4 426 87 5 Februari 26.2 380 88 5 Maret 26.9 327 85 5 April 27.3 301 84 4 Mei 27.6 99 78 4 Juni 27.6 0 71 4 Juli 27.2 1 70 5 Agustus 27.6 0.2 66 5 September 28.7 0.5 59 5 Oktober 29.5 0 60 5 November 29.3 94.9 72 4 Desember 27.7 420.3 83 4 Rata-rata 27.7 170.8 75.3 4.6 Sumber: BMKG, 2015
Rata- Ga mbar 5 P eta jenis t an ah De sa C ibunt u
Suhu rata-rata di Desa Cibuntu sebesar 27.7°C. Pada Gambar 6 dapat dilihat suhu terendah terjadi di bulan Februari 2015 yaitu 26.2°C dan suhu tertinggi terjadi di bulan Oktober 2015 yaitu 29.5°C.
Gambar 6 Suhu rata-rata tahun 2015
Rata-rata curah hujan di Desa Cibuntu yaitu sebesar 170.8 mm. Pada Gambar 7 dapat dilihat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2015 yaitu 426 mm serta curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni dan Oktober 2015 yaitu 0 mm.
Gambar 7 Curah hujan rata-rata tahun 2015
Rata-rata kelembaban nisbi di Desa Cibuntu yaitu sebesar 75.3%. Pada Gambar 8 terlihat bahwa kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan Februari 2015 yaitu sebesar 88% dan kelembaban nisbi terendah terjadi pada bulan Oktober 2015 yaitu sebesar 60%.
24 25 26 27 28 29 30 Su h u Bulan 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 C u rah h u jan Bulan
Gambar 8 Kelembaban nisbi rata-rata tahun 2015
Kecepatan angin rata-rata di Desa Cibuntu sebesar 4.6 km/jam. Pada Gambar 9 dapat dilihat kecepatan angin terendah terjadi di bulan April, Mei, Juni, November, dan Desember 2015 yaitu 4 km/jam serta kecepatan angin tertinggi terjadi di bulan Januari, Februari, Maret, Juli, Agustus, September, dan Oktober 2015 yaitu 5 km/jam.
Gambar 9 Kecepatan angin rata-rata Desa Cibuntu 2015
Iklim merupakan salah satu aspek yang dinilai dalam menentukan kenyamanan suatu kawasan wisata. Iklim juga berpengaruh pada kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Tingkat kenyamanan dapat dinyatakan dalam
Thermal Humidity Index (THI) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut: 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kele m b ab an Bulan 0 1 2 3 4 5 6 Kec ep atan A n g in Bulan