• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Utama Usaha Ternak Sapi Potong di Tingkat Peternak dengan Pendekatan Vilfredo Pareto Analysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Permasalahan Utama Usaha Ternak Sapi Potong di Tingkat Peternak dengan Pendekatan Vilfredo Pareto Analysis"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Permasalahan Utama Usaha Ternak Sapi Potong di Tingkat

Peternak dengan Pendekatan Vilfredo Pareto Analysis

(The Main Problems of Beef Cattle Farming Business at the

Farmers Level by Approach of Vilfredo Pareto Analysis)

Harsita PA, Amam

Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember, Jember pradiptya@unej.ac.id

ABSTRACT

Efforts to support food independence in the industrial era 4.0. The purpose of the study to identify the main problems of the beef cattle farming business at the farm level using the Vilfredo Pareto Analysis approach. This study was conducted in Bondowoso District which consist of four villages chosen as consideration that the villages were the location for developing beef cattle areas for farming business. The development locations are in Petung Village, Grujugan Kidul Village, Purnama Village, and Jetis Village. The research used observation and survey methods using interview techniques and filling out questionnaires. Respondents were all beef cattle farmers in Petung Village 144 people, Grujugan Kidul Village 83 people, Purnama Village 201 people, and Jetis Village 328 people. The results showed that the main problem of beef cattle business in Petung Village, Purnama Village, and Jetis Village was the availability of feeder during the dry season, while the problem in Grujugan Kidul Village was the selling price of unstable live cattle. The conclusion of this research is that the Pareto diagram results show that 20% of the main problems in beef cattle farming business cause 80% of the doesn’t development of beef cattle farming business in Bondowoso District.

Key words: Beef cattle, livestock farming business, Vilfredo Pareto Analysis

ABSTRAK

Dalam mendukung kemandirian pangan di era industri 4.0, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi permasalahan utama usaha ternak sapi potong di tingkat peternak dengan menggunakan pendekatan Vilfredo Pareto Analysis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bondowoso pada empat desa yang dipilih dengan pertimbangan bahwa desa-desa tersebut menjadi lokasi pengembangan usaha ternak sapi potong. Lokasi pengembangan tersebut berada di Desa Petung, Desa Grujugan Kidul, Desa Purnama dan Desa Jetis. Penelitian menggunakan metode observasi dan survei menggunakan teknik wawancara dan pengisian kuisioner. Responden adalah semua peternak sapi potong di Desa Petung 144 orang, Desa Grujugan Kidul 83 orang, Desa Purnama 201 orang dan Desa Jetis 328 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan utama usaha ternak sapi potong di Desa Petung, Desa Purnama dan Desa Jetis ialah ketersediaan hijauan pakan ternak saat musim kemarau, sedangkan permasalahan di Desa Grujugan Kidul adalah harga jual sapi hidup yang tidak stabil. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu hasil diagram Pareto menunjukkan bahwa 20% masalah utama pada usaha ternak sapi potong menyebabkan 80% ketidakberkembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Bondowoso.

(2)

PENDAHULUAN

Jumlah populasi ternak sapi potong masih belum diimbangi kebutuhan jumlah penduduk di Indonesia, namun pemerintah terus berupaya mengejar swasembada daging sapi. Swasembada dimaksudkan sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga mengurangi impor. Laju pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia sudah mencapai 2,70 % pada tahun 2018. Hal tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi sapi potong sudah melampaui laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,1%. Artinya, program swasembada daging sapi masih menjadi sebuah wacana yang layak untuk dikaji.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan program swasembada daging sapi. Upaya-upaya tersebut lebih diprioritaskan terhadap pembenahan di sektor hulu sampai dengan sektor hilir. Salah satu upaya tersebut diantaranya ialah berupa fasilitas pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga rendah, yaitu 7% dengan grace period maksimal tiga tahun. Selain KUR, pemerintah juga mencegah pemotongan sapi betina produktif dan program upsus siwab (upaya khusus sapi indukan wajib bunting) yang sudah dimulai sejak tahun 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mendorong investasi swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ialah penambahan populasi induk sapi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 49/Permentan/PK.440/10/2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dan mengembangkan Kawasan Peternakan sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 43/Kpts/PD.010/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Sapi Potong, Kerbau, Kambing, Sapi Perah, Domba dan Babi Nasional.

Program swasembada daging sapi yang berkaitan dengan masalah pangan merupakan salah satu prioritas utama yang tertuang di dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015-2019. Hal tersebut semata-mata bertujuan untuk ketahanan pangan dan kedaulatan pangan sebagai wujud dari kemandirian ekonomi. Langkah nyata untuk mewujudkan program swasembada daging sapi ialah mengembangkan usaha ternak sapi potong skala rumah tangga.

Usaha ternak sapi potong skala rumah tangga merupakan penyumbang terbesar populasi ternak sapi potong di Indonesia dan memberikan kontribusi sebesar 6,8% terhadap total pendapatan rumah tangga peternak (Setiawan et al. 2014). Ironisnya, kontribusi tersebut tidak diimbangi dengan tujuan peternak dalam menjalankan usaha ternaknya. Usaha ternak yang dijalankan bukan semata-mata orientasi bisnis, melainkan sebagai tabungan (saving), sehingga menurunkan motivasi peternak dalam menjalankan usaha ternaknya sebagai dampak akibat dari bukan sebagai mata pencaharian utama.

Peternak sapi potong di Indonesia pada umumnya adalah petani yang memelihara sapi potong. Beberapa diantaranya secara tidak langsung telah melakukan integrasi tanaman-ternak. Baba et al. (2014) menyatakan bahwa integrasi tanaman jagung dengan ternak telah lama diperkenalkan melalui demplot dan kegiatan penyuluhan. Sistem integrasi tanaman dengan ternak (SITT) dapat meningkatkan penerimaan dan pendapatan peternak (Tawaf et al. 2016).

Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Bondowoso mencapai 219.013 ekor pada tahun 2017 (BPS 2018). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bondowoso menyumbang 4,85% populasi ternak sapi potong di Jawa Timur atau terbesar ketiga di

(3)

Wilayah V Jawa Timur setelah Jember dan Probolinggo yang masing-masing mempunyai populasi 253.113 ekor dan 266.884 ekor.

Dalam upaya mendukung kemandirian pangan di era industri 4.0, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan utama usaha ternak sapi potong di tingkat peternak dengan menggunakan pendekatan Vilfredo Pareto Analysis. Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk strategi pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan sehingga mendapatkan prioritas dari pemerintah maupun pihak-pihak yang terkait.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan expost facto research yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2019 di Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bondowoso merupakan kabupaten yang mempunyai lokasi pengembangan sapi potong yang tersebar di empat desa, yaitu Desa Petung, Desa Grujugan Kidul, Desa Purnama, dan Desa Jetis. Desa-desa tersebut merupakan desa binaan Universitas Jember di dalam pengembangan usaha ternak sapi potong.

Metode pengumpulan data dan penentuan responden

Data penelitian didapatkan dengan metode observasi dan survei dengan teknik wawancara dan pengisian kuisioner terbuka. Data juga didapatkan dari hasil FGD (Focus Group Discussion) bersama dengan stakeholder. Responden pada penelitian ini yaitu peternak sapi potong di desa Petung, Grujugan Kidul, Purnama dan Jetis. Jumlah peternak sapi potong di masing-masing desa yaitu berturut-turut 144 orang, 83 orang, 201 orang dan 328 orang. Seluruh peternak di masing-masing desa dijadikan sebagai responden di dalam penelitian (total sampling), sehingga memudahkan identifikasi masalah utama dalam usaha ternak sapi potong di masing-masing desa.

Teknik analisis data

Data dianalisis menggunakan pendekatan VPA (Vilfredo Pareto Analysis) dan analisis deskriptif. Diagram Pareto adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat guna membantu memusatkan perhatian dalam upaya penyelesaian masalah (Aryanto & Auliandri 2015). Zainuddin (2016) menyatakan bahwa Vilfredo Pareto Analysis merupakan teknik analisis yang sederhana, yang dapat membantu dalam memilih perubahan tindakan yang akan diambil secara efektif. Analisis Pareto merupakan sebuah teknik pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan memberikan manfaat terbesar bagi pengambil keputusan. Prinsip dasar diagram Pareto ialah 20% penyebab bertanggung jawab terhadap 80% masalah yang muncul ataupun sebaliknya.

Langkah-langkah membuat diagram Pareto adalah sebagai berikut: 1) buka Excel lalu masukkan data frekuensi berupa permasalahan-permasalahan usaha ternak sapi potong; 2) blok jenis permasalahan dan frekuensinya lalu pilih sort and filter; 3) mengkumulatifkan jumlah; 4) persen kumulatif; 5) mengakumulasikan jumlah; 6) identifikasi jenis permasalahan, jumlah frekuensi, dan persen kumulatif lalu insert tabel 2 dimensi; 7) pada persen kumulatif pilih menu change series chart type; 8) pilih menu

(4)

persen kumulatif lalu pilih format data series, maka akan muncul pilihan series option,

kemudian pilih opsi secondary axis; dan 10) pada kumulatif persen, klik kanan dan pilih menu format axis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Petung

Desa Petung memiliki luas wilayah 1,59 km2 yang secara geografis terletak pada ketinggian 385 mdpl dengan curah hujan rata-rata per tahunnya 364 mm. Profil wilayah Petung terdiri dari area sawah seluas 83 Ha, area tegalan seluas 31 Ha, serta area bangunan dan halaman seluas 45 Ha.

Desa Petung terdiri dari 12 dusun, 6 Rukun Warga (RW) dan 12 Rukun Tetangga (RT). Jumlah populasi penduduk sebanyak 3.308 orang yang terdiri dari 1.647 laki-laki dan 1.661 perempuan, sehingga kepadatan penduduk ialah 2.133 jiwa/km2. Mata pencaharian masyarakat sebanyak 90% ialah petani dan sebanyak 4,35% sebagai petani sekaligus peternak atau yang mempunyai ternak sapi potong.

Permasalahan utama dengan tingkat lebih dari 10% ialah sulit mencari pakan saat kemarau, ketersediaan air tidak merata, kesulitan menangani sapi saat melahirkan, dan pemanfaatan kotoran sapi yang belum dilakukan. Berdasarkan permasalah tersebut, diagram Pareto ditampilkan pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Petung Peternak sapi potong di Desa Petung memiliki masalah utama berupa kesulitan mencari pakan saat musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan peternak harus mencari rumput di desa lain. Zailzar et al. (2011) menyebutkan bahwa faktor penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia secara umum dikelompokkan menjadi faktor breed, iklim, pakan, dan manajemen pemeliharaan. Berkaitan dengan faktor pakan, dengan iklim tropis yang basah disertai dengan rata-rata suhu di atas 30°C dan kelembapan udara >70% menyebabkan kualitas hijauan memiliki kandungan serat

(5)

kasar yang tinggi dengan protein yang rendah. Di satu sisi, kebutuhan hijauan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Himli et al. (2016) menjelaskan bahwa kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak adalah produksinya yang tidak tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan pakan ternak melimpah, sedangkan pada saat musim kemarau tingkat produksinya menjadi sangat rendah.

Permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Grujugan Kidul

Desa Grujugan Kidul memiliki luas wilayah 2,86 km2 yang secara geografis terletak pada ketinggian 313 mdpl dengan curah hujan rata-rata per tahunnya 217 mm. Profil wilayah Desa Grujugan Kidul terdiri dari area persawahan seluas 134 Ha, area tegalan seluas 28,4 Ha, tambak (kolam) seluas seluas 0,8 Ha, pekarangan seluas 102,4 Ha, dan lainnya seluas 20 Ha.

Desa Grujugan Kidul terdiri dari 6 dusun, 4 Rukun Warga (RW) dan 26 Rukun Tetangga (RT). Jumlah populasi penduduk sebanyak 5.327 orang yang terdiri dari 2.536 laki-laki dan 2.791 perempuan, sehingga kepadatan penduduk ialah 1.876 jiwa/km2. Populasi ternak yang terdapat di Desa Grujugan Kidul terdiri dari sapi potong sebanyak 1.457 ekor, kambing 28 ekor, domba 526 ekor, ayam buras 3.904 ekor dan itik 479 ekor.

Permasalahan utama dengan tingkat lebih dari 10% ialah harga jual sapi hidup tidak stabil, sulit mencari pakan saat kemarau, kurang paham dengan manajemen pemeliharaan sapi yang baik, pemanfaatan kotoran sapi yang tidak dilakukan, serta kurangnya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait. Berdasarkan permasalah tersebut, diagram Pareto ditampilkan pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Grujugan Kidul

(6)

Peternak sapi potong di Desa Grujugan Kidul memiliki masalah utama berupa harga jual sapi hidup tidak stabil. Kondisi tersebut menyebabkan peternak lebih memilih bantuan makelar (blantik) untuk memasarkan ternaknya. Salah satu upaya di saat harga jual sapi hidup tidak stabil, Indrayani et al. (2012) menyatakan bahwa menahan penjualan dapat menambah bobot badan, semakin lama umur pemeliharaan semakin efisien produksinya. Ardhani (2006) menyebutkan bahwa usaha penggemukan sapi potong harus berorientasi pada bisnis, sehingga dapat memperoleh keuntungan yang besar.

Permasalahan utama usaha ternak sapi potong di Desa Purnama

Desa Purnama memiliki luas wilayah 4,22 km2 yang secara geografis terletak pada ketinggian 508 mdpl dengan curah hujan rata-rata per tahunnya 190,63 mm. Profil wilayah Purnama terdiri dari area tegalan seluas 2.789 Ha, bangunan dan halaman seluas 28,6 Ha dan lainnya seluas 90,9 Ha.

Desa Purnama terdiri dari 8 dusun, 8 Rukun Warga (RW), dan 16 Rukun Tetangga (RT). Jumlah populasi penduduk sebanyak 3.041 orang yang terdiri dari 1.463 laki-laki dan 1.578 perempuan, sehingga kepadatan penduduk ialah 721 jiwa/km2. Mata pencaharian masyarakat sebanyak 90% ialah petani dan sebanyak 6,6% adalah peternak atau yang mempunyai ternak sapi potong. Permasalahan utama dengan tingkat lebih dari 10% ialah sulit mencari pakan saat kemarau, ketersediaan air tidak merata, harga jual sapi hidup tidak stabil, kurangnya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait. Berdasarkan permasalah tersebut, diagram Pareto ditampilkan pada Gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Purnama Peternak sapi potong di Desa Purnama memiliki masalah utama berupa kesulitan mencari pakan saat musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan peternak harus mencari rumput di desa lain. Farida et al. (2018) menyatakan bahwa salah satu penyebab memelihara ternak hanya menjadi pekerjaan sambilan oleh petani karena permasalahan

(7)

ketersediaan pakan terutama saat musim kemarau, sehingga salah satu upaya untuk mengatasi ketersediaan pakan ialah dengan melakukan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak. Pemanfaatan limbah seperti pengawetan limbah tanaman jagung yang sederhana bisa dilakukan peternak untuk menghadapi kekurangan pakan pada saat musim kemarau (Umiyasih & Wina 2008), hanya saja pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ruminansia masih rendah yaitu sekitar 20% (Febrina & Liana 2008). Permasalahan utama usaha ternak sapi potong di Desa Jetis

Desa Jetis memiliki luas wilayah 4,58 km2 yang secara geografis terletak pada ketinggian 336 mdpl dengan curah hujan rata-rata per tahunnya 364 mm. Profil wilayah Desa Jetis terdiri dari area sawah seluas 158 Ha, area tegalan seluas 203 Ha, serta area bangunan dan halaman seluas 97 Ha.

Desa Jetis terdiri dari 14 dusun, 10 Rukun Warga (RW) dan 23 Rukun Tetangga (RT). Jumlah populasi penduduk sebanyak 4.858 orang yang terdiri dari 2.436 laki-laki dan 2.422 perempuan, sehingga kepadatan penduduk ialah 1.088 jiwa/km2. Mata pencaharian masyarakat sebanyak 90% ialah petani dan 6,7% adalah peternak atau yang mempunyai ternak sapi potong. Permasalahan utama dengan tingkat lebih dari 10% ialah sulit mencari pakan saat kemarau, kesehatan ternak, harga jual sapi hidup tidak stabil, sapi sering keguguran, dan kurangnya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait. Berdasarkan permasalah tersebut, diagram Pareto ditampilkan pada Gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Jetis Peternak sapi potong di Desa Jetis memiliki masalah utama berupa kesulitan mencari pakan saat musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan peternak harus mencari rumput di desa lain. Kekurangan pakan dan ketersediaan pakan sepanjang tahun menjadi faktor pembatas utama rendahnya produktivitas ternak (Mansyur et al. 2012). Salah satu upaya yang mungkin dilakukan ialah melakukan sistem integrasi tanaman dengan ternak, kemudian pembuatan amoniasi dan silase (teknologi fermentasi).

(8)

Teknologi fermentasi pakan sapi potong juga bisa dilakukan dengan batang dan kulit pisang, sebab pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha ternak sapi potong (Labatar 2018).

KESIMPULAN

Permasalahan utama pada usaha ternak sapi potong di desa Petung, desa Purnama, dan desa Jetis adalah sulit cari pakan saat kemarau, sedangkan permasalahan utama pada usaha ternak sapi potong di desa Grujugan Kidul ialah harga jual sapi hidup yang tidak stabil. Hasil diagram Pareto menunjukkan bahwa 20% masalah utama pada usaha ternak sapi potong menyebabkan 80% ketidakberkembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Bondowoso.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim penulis menyampaikan terima kasih kepada: a) LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) Universitas Jember; b) KeRis (Kelompok Riset) IFSLR (Integrated Farming System for Large Ruminant); c) KeRis Socioeconomic Aspect of

Livestock Business and Product Technology (SOSEK-THT); d) Mahasiswa PS

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Jember yang ikut terlibat di dalam Research Project Tahun 2019; dan e) Masyarakat Peternak Sapi Potong di desa Petung, Grujugan Kidul, Purnama dan Jetis, Kabupaten Bondowoso.

DAFTAR PUSTAKA

Aryanto AT, Auliandri TA. 2015. Analisis kecacatan produk fillet skin on red mullet dengan the basic seven tolls of quality dan usulan perbaikannya menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) pada PT Holi Mina Jaya. J Manajemen Teori Terapan. 8:9-24.

Ardhani F. 2009. Prospek analisa usaha penggemukan sapi potong di Kalimantan Timur ditinjau dari sosial ekonomi. JEPP. 3:21-30.

Baba S, Sirajuddin SN, Abdullah A, Aminawar M. 2014. Hambatan adopsi integrasi jagung dan ternak sapi di Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar. J Ilmu Ternak Tropis. 3:114-120.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2018. Populasi sapi potong menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2009-2017. Surabaya (Indonesia): Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.

Farida Y, Sasongko H, Sugiyarto. 2018. Pemanfaatan tanaman lokal sebagai pakan ternak fermentasi dan suplemen pakan di Desa Sendang, Kabupaten Wonogiri. Agrokreatif: J Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. 4:61-67.

Febrina D, Liana M. 2008. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ruminansia pada peternak rakyat di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Inoragiri Hulu. J Peternakan. 5:28-37.

Hilmi M, Haq ES, Panduardi F. 2016. IBM pemberdayaan kelompok ternak kambing etawa melalui pelatihan dan pendampingan dalam produksi silase sebagai pakan alternatif di Desa Wongsorejo. J-Dinamika: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat. 1:70-76.

Indrayani I, Nurmalina R, Fariyanti A. 2012. Efisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. J Peternakan Indonesia. 14:286-296.

(9)

Krisnaningsih ATN, Setiyaningsih W. 2018. IbM kelompok peternak sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Jurnal ABDIMAS. 3:41-47.

Labatar SC. 2018. Pengaruh pemberian batang dan kulit pisang sebagai pakan fermentasi untuk ternak sapi potong. J Triton. 9:31-37.

Mansyur T, Dhalika, Islami RZ. 2012. Implementasi strategi dan teknologi kecukupan pakan sepanjang tahun untuk penyembangan peternakan sapi perah di Desa Sukawargi dan Cidatar Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. 1:64-73.

Setiawan HM, Hartono B, Utami HD. 2014. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong terhadap rumah tangga peternak. J Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya [Internet]. Available from: https://fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/JURNALKU.pdf Sugama IN, Budiari NLG. 2018. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan alternatif untuk sapi

bali dara. Majalah Ilmiah Peternakan. 15:21-25.

Tawaf R, Paturochman M, Herlina R, Sulistiyati M, Fitriani A. 2016. The optimation of farmers familities revenue the integration of Pasundan cattle and paddy farming in West Java. JITAA. 42:270-278.

Umiyasih U, Wina E. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 18:127-136.

Zailzar L, Sujono, Suyatno, Yani A. 2011. Peningkatan kualitas dan ketersediaan pakan untuk mengatasi kesulitan di musim kemarau pada kelompok peternak sapi perah. J Dedikasi. 8:15-28.

Zainuddin A. 2016. Pengambilan keputusan secara kuantitatif (tinjauan teori dan aplikasi). Dalam: Buku Pedoman Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember (Indonesia): Universitas Jember.

Gambar

Gambar 1. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Petung  Peternak sapi potong di Desa Petung memiliki masalah utama berupa kesulitan  mencari pakan saat musim kemarau
Gambar 2.  Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Grujugan  Kidul
Gambar 3. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Purnama  Peternak sapi potong di Desa Purnama memiliki masalah utama berupa kesulitan  mencari pakan saat musim kemarau
Gambar 4. Diagram Pareto permasalahan utama usaha ternak sapi potong di desa Jetis  Peternak sapi potong di Desa Jetis memiliki masalah utama berupa kesulitan  mencari pakan saat musim kemarau

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu kegiatan komunikasi internal yang dapat dilakukan oleh seorang Public Relations dalam menjalankan fungsinya dalam hal manajemen komunikasi antara

Pola distribusi zakat profesi yang dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak

1) Udjo melakukan persiapan dengan membekali dirinya dengan berbagai keahlian dan keilmuan yang menunjang pengembangan seni tradisi. Keahlian yang dimiliki berhasil

Satuan batuan tersebut berurutan dari tua ke muda yaitu: Satuan Batulempung A, Satuan Batupasir-Batulempung, Satuan Breksi, Satuan Batulempung B, Satuan Batulempung C,

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

Analisis petrofisika pada formasi reservoar Baturaja dilakukan untuk perhitungan kandungan serpih ( Shale Volume ), porositas, resistivitas air, saturasi air, dan permeabilitas

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mengumpulkan data berupa dokumen yang dilakukan

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS ALAT PERAGA MAKET KUDA-KUDA SISTEM BONGKAR PASANG PADA MATA KULIAH KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG III.. Skripsi, Surakarta: