• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Risiko Psikologis Karyawan ATC di Salah Satu Cabang Air NAV Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tingkat Risiko Psikologis Karyawan ATC di Salah Satu Cabang Air NAV Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Risiko Psikologis Karyawan ATC di Salah Satu Cabang

Air NAV Indonesia

Psychological Risk Level of Air Traffic Controllers in Air NAV Indonesia

Lalu Muhammad Saleh

1*

, Syamsiar S. Russeng

1

, Hasanduddin Ishak

2

1

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM Universitas Hasanuddin

2

Departemen Kesahatan Lingkungan FKM Universitas Hasanuddin

(

*

lalums@unhas.ac.id)

ABSTRAK

Air Traffic Controller (ATC) adalah profesi yang bertugas sebagai pemandu lalu lintas udara yang memiliki tingkat stres tinggi dalam bekerja. ATC bekerja mengedepankan otak sehingga beban mental dapat terjadi. Pene-litian bertujuan melihat sejauh mana tingkat risiko psikologis yang dihadapi ATC dalam bekerja dan jenis hazard

yang menjadi penyebab. Sampel penelitian adalah karyawan ATC di Makassar Air Traffic Service Centre yang ber-jumlah 35 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran risiko menggunakan matriks penilaian risiko menurut standar AS/NZS 4360. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko paling tinggi yang dapat memengaruhi aspek psikologis dalam bekerja adalah karena pola kerja 3 hari kerja 1 hari istirahat, kurangnya jumlah teman dalam bekerja, jumlah pesawat yang diamati, suhu yang dingin. Kesimpulan penelitian adalah karyawan ATC mengalami risiko psikologis karena beratnya pola kerja 3-1, jumlah teman yang kurang, jumlah pesawat yang banyak, dan suhu yang dingin.

Katakunci : ATC, tingkat risiko, psikologis, Air NAV

ABSTRACT

Air Traffic Controller (ATC) is a profession that serves as an air traffic guide who has a high level of stress in work. ATC works put forward the brain so that mental burden can occur. This study aims to see how far the level of psychological risk factor ATC in work and hazard what causes it. The sample of research is ATC employees in Makassar Air Traffic Service Center which amounted to 35 people. Data collection using questionnaire and risk measurement using risk assessment matrix according to AS/NZS 4360 standard. The results showed that the high

-est level of risk that could affect the psychological aspects in work is due to work patterns 3 working days 1 r-est day, the lack of number of friends in work, number of planes observed, cold temperatures. The conclusion of the study was that ATC employees had psychological risks due to the work pattern 3-1, lack of friends, large numbers of aircraft, and cold temperatures. It is advisable to the management to immediately increase the amount of ATC power, and provide work clothes as a protector of cold temperatures.

Keywords : ATC, risk level, psychological, Air NAV

Copyright © 2018 Universitas Hasanuddin. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).

(2)

PENDAHULUAN

Penerbangan global akhir-akhir ini me- ngalami peningkatan dari jumlah armada maupun jumlah penumpang. Keadaan yang sama terja-di pada industri penerbangan terja-di Indonesia yang mengalami kemajuan dalam 10 tahun terakhir. Menurut International Air Transport Association (IATA) Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor penerbangan, diestimasikan bahwa pada tahun 2034 Indonesia akan mampu menjadi 6 (enam) pasar terbesar dalam air tra-

vel di dunia, diekspektasikan terdapat sekitar 270 juta penumpang yang akan terbang melakukan perjalanan domestik, maupun internasional atau-pun hanya melewati lintas udara negara Indonesia. Olehnya IATA meminta kepada para pemangku kepentingan penerbangan di Indonesia untuk me- rencanakan segala prioritas utama baik keamanan, kapasitas, dan peraturan.1

Lancarnya penerbangan sudah tentu tidak lepas dari berbagai peran para pemandu lalu lin-tas udara atau air traffic controller yang mengatur, memantau, dan menginformasikan segala bentuk

yang berhubungan dengan fluensi penerbangan.

Namun, tidak dapat dipungkiri, perhatian akan aspek keselamatan dan kesehatan kerja karyawan

Air Traffic Controller (ATC) harus menjadi perha-tian penting, agar produktivitas tetap optimal un-tuk dapat memandu lalu lintas udara. Konsentra-si optimal dalam memandu pilot mengemudikan pesawat harus selalu dimiliki oleh petugas ATC, tetapi kelelahan kerja tetap dapat terjadi sewaktu- waktu pada controller jika tidak memperhati-kan keselamatan dan kesehatan kerja. Kelelahan psikologis merupakan aspek yang sering terjadi pada karyawan ATC berupa kejenuhan, stres, dan

burnout. Kelelahan merupakan suatu yang inevi

-table dalam sektor kerja yang periode kerjanya berlangsung 24 jam/7 hari dikarenakan fungsi otak dan tubuh manusia yang optimal tidak tidur dengan baik dimalam hari2 diketahui bahwa jam operasional sektor penerbangan hampir bekerja mencapai waktu 24 jam/7 hari sekalipun dalam manajemen waktu ATC dilakukan waktu kerja per shift (pagi, siang, dan malam). Menurut Interna

-tional Civil Aviation Organization (ICAO), shift

work tetap berkontribusi atas terjadinya gangguan psikologis pada ATC berupa stress karena dapat mengganggu waktu tidur dan mempengaruhi

hubungan sosial para pekerja,kemudian boredom yang dikaitkan dengan kurangnya aktivitas peker-ja, dan burnout yang dihubungkan dengan work

-load.3

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 218 Tahun 2017 menetapkan jumlah jam kerja personal pemandu lalu lintas pe-nerbangan yakni, jam pemanduan dalam 1 minggu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam. Jum-lah jam pemanduan dalam 1 hari tidak lebih dari 6 (enam) jam, dengan ketentuan pemanduan paling lama dilakukan selama 2 jam berturut-turut, dan harus diberikan jeda waktu istirahat selama 1 jam.4 Sehingga, jika ketentuan ini tidak diaplikasikan sebagaimana mestinya tingkat kelelahan kerja akan terjadi.

Terkait kelelahan kerja pada ATC di Indo-nesia diketahui berkisar 92% yang mengalami perasaan lelah, dengan kelelahan kerja yang ter-jadi dapat berdampak pada munculnya gangguan atau bahaya dalam penerbangan sehingga memicu timbulnya produktivitas kerja menurun. Dampak lain adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat atas faktor kelelahan petugas ATC. Kiner-ja yang baik dari karyawan ATC akan mendukung keselamatan penerbangan, dan penerbangan yang selamat akan menyelamatkan jutaan jiwa nyawa penumpang dalam setiap harinya. Olehnya kese-hatan dan keselamatan kerja dari karyawan ATC harus selalu menjadi salah satu prioritas untuk mendapatkan kinerja yang optimal. Penelitian bertujuan mengetahui tingkat risiko psikologis karyawan Air Traffic Controller, dengan meli-hat faktor yang paling mempengaruhi terjadinya risiko psikologis tersebut.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study, lokasi peneli-tian di laksanakan di Makassar Air Traffic Service

Centre, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2017, populasi penelitian adalah seluruh karyawan Air Traffic Controller (ATC) dan sam-pel penelitian adalah sebanyak 35 orang respon-den, teknik sampling dengan accidental sampling. Pendekatan teknik accidental sampling merupa-kan jenis non-probability sampling yang paling mudah untuk memenuhi jumlah sampel penelitian

(3)

dan subyektif.5-7 Teknik pengumpulan data dilaku-kan secara primer dengan mengumpuldilaku-kan data secara langsung kepada responden menggunakan kuesioner, analisis data dengan analisis univariat, dan penyajian data menggunakan tabel dan narasi. Metode dalam menganalisis tingkat risiko dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan standarAS/NZS 4360.

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karak-teristik karyawan ATC menjelaskan tentang jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa ker-ja, shift kerja, lama istirahat, dan unit kerja yang dapat dijelaskan pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa karyawan ATC yang tertinggi pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 29 orang (82,9%), umur ter- tinggi pada umur 20-29 tahun sebanyak 20 orang (57,1%), tingkat pendidikan tertinggi pada tingkat pendidikan Diploma Tiga (D3) 27 orang (77,1%), masa kerja tertinggi adalah masa

kerja lama sebanyak 25 orang (71,4), shift kerja tertinggi pada shift kerja siang sebanyak 26 orang (74,3%), jam istirahat tertinggi 61-120 menit se-banyak 14 orang (40%), dan unit kerja tertinggi pada unit Aerodrome Control Unit (ADC) seba- nyak 21 orang (60%).

Tabel 2 menjelaskan tentang tingkat risiko pada karyawan Air NAV cabang Makassar yang tertinggi adalah pada tingkat risiko rendah karena hubungan antar karyawan ATC sebanyak 97,1%, pada tingkat risiko sedang tertinggi adalah ritme kerja pola 3 hari kerja 1 hari istirahat, lama kerja 2-3 jam/shift, dan jumlah pesawat yang diamati, pada tingkat risiko tinggi tertinggi adalah karena ritme kerja pola 3 hari kerja 1 hari istirahat, dan tingkat risiko extreme tertinggi adalah peralatan dan fasilitas kerja dan bertugas pada cuaca buruk sebanyak 5,7%.

Berdasarkan hasil Tabel 2 memperlihatkan bahwa tingkat risiko extreme tertinggi karena per-alatan dan fasilitas kerja dan bertugas pada cuaca buruk. Tingkat risiko tinggi karena ritme kerja pola 3 hari kerja 1 hari istirahat, tingkat risiko sedang tertinggi karena ritme kerja pola 3 hari kerja 1 hari istirahat, lama kerja 2-3 jam/shift, jumlah pesawat yang diamati. Tingkat risiko rendah yang tertinggi karena hubungan dengan pimpinan.

PEMBAHASAN

Penelitian menemukan hasil bahwa tingkat risiko tertinggi pada risiko extreme karena keadaan fasilitas kerja dan bertugas saat cuaca buruk, ting-kat risiko tinggi terbanyak karena pola kerja 3-1 yaitu 3 hari bekerja dengan 1 hari istirahat. Hasil ini memperlihatkan bahwa kondisi fasilitas kerja dan bertugas saat cuaca buruk memberikan pe-ngaruh yang besar terhadap kerja sebagai control

-ler, di samping itu adalah karena pola kerja 3-1 sangat berat dirasakan oleh karyawan ATC. Pe-nelitian ini semakin memperkuat bukti yang telah dikemukakan International Civil Aviation Organi

-zation (ICAO) bahwa peralatan kerja yang tidak memadai merupakan salah satu faktor yang dapat memicu munculnya gangguan psikologis berupa stres pada pengendali lalu lintas udara olehnya ICAO menyarankan untuk mengeluarkan pekerja untuk sementara dan jika tuntutan waktu ATC un-tuk pekerjaan tertentu dirasakan berlebihan maka beban kerja tersebut harus dikurangi dengan me- Tabel 1. Karakteristik Karyawan Air NAV

Indonesia Cabang Makassar

Karakteristik n % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) 20-29 30-39 40-49 50-59 Tingkat Pendidikan D3 D4/S1 S2 Masa Kerja Lama Baru Shift Kerja Pagi Siang Malam

Jam Istirahat (menit) 0-60 61-120 121-180 Unit Kerja ADC APP ACC 29 6 20 8 4 3 27 7 1 25 10 7 26 2 10 14 11 21 1 13 82,9 17,1 57,1 22,9 11,4 8,6 77,1 20,0 2,9 71,4 28,6 20,0 74,3 5,7 28,6 40,0 31,4 60,0 2,9 37,1

(4)

rancang ulang tugas dan mengalokasikan kembali tanggung jawab yang sesuai.8 Penelitian Widodo

et al., terkait tingkat stres pemandu lalu lintas uda-ra menemukan bahwa ada hubungan yang kuat an-tara tingkat stres kerja dengan kinerja petugas ATC Jakarta. Hasil analisis statistik dalam persamaan

regresi menemukan Ŷ= 90,86 – 0,785X atau diar -tikan bahwa bahwa tiap satu satuan kenaikan ting-kat stres kerja petugas, maka akan mempengaruhi penurunan kinerja petugas pemandu lalu lintas pe-nerbangan sebesar 0.785 dalam satuan konstanta 90.86.9

Hasil kajian literatur King et al., terkait pengetahuan dan kemampuan ATC pada weath

-er dalam penerbangan menemukan bahwa masih terdapatnya petugas ATC yang pemahaman dasar meteorologinya masih kurang, masih kurangnya pelatihan terkait skenario cuaca, berbagai

pera-latan dan informasi terkait kondisi cuaca spesifik

pada daerah yang dilintasi pesawat masih terba-tas, Existing Protocol, dan kesalahpahaman dalam koordinasi antar pilot dan ATC.10 Segala bentuk masalah yang ditemukan tersebut menjadikan acuan agar tercipta rencana keselamatan pener-bangan yang lebih ditingkatkan lagi. Kemudian penelitian Budiman et al., di bandara Angkasa Pura II Indonesia menemukan rata-rata beban

kerja seluruh petugas ATC diklasifikasikan atas

beban mental yang tinggi disebabkan peak hours biasanya terjadi pada shift siang dan shift pagi,

dan untuk shift malam dikaitkan dengan operator ATC yang harus menuntun pilot dengan kondi-si jarak pandang pilot yang pendek pada suasana gelap11, hal ini sejalan dengan temuan Åkerstedt and Wright, shift kerja malam juga memiliki efek negatif terkait siklus tidur, mampu menyebabkan kantuk, kinerja dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan.12 Kemudian temuan Zużewicz, et al., terkait shift work ditemukan bahwa ketika jadwal penerbangan padat dalam suatu shift work maka

ritme sikardian tubuh controller juga akan ber-ubah atau Heart Rate Variability (HRV) akan ber-pengaruh.13 Padahal diketahui bahwa ketika jad- wal tugas berturut-turut dilaksanakan oleh petugas ATC maka dapat mengakibatkan gangguan tidur atau tidur yang terbatas, sehingga individu dinya-takan memiliki hutang waktu tidur dan kemung- kinan juga akan mengalami gangguan psikologis berupa peningkatan kelelahan, dan sebagai solusi- nya ialah individu atau petugas membutuhkan minimal dua malam penuh tidur secara berturut- turut atau berdasarkan akumulasi hutang tidur un-tuk memulihkan kondisinya.2

Menurut Simon Ashley Bennet Direktur Unit Sipil Keselamatan dan Keamanan (CSSU) Uni

-versity of Leicester telah menemukan fakta bah-wa beberapa faktor yang berkontribusi terjadinya kecelakaan pesawat yakni kesalahan pilot (50%), kegagalan teknik (20%), cuaca (10%) sekalipun telah dibantu menggunakan peralatan berupa Tabel 2. Tingkat Risiko Karyawan Air NAV Cabang Makassar

Uraian

Tingkat Risiko

Rendah Sedang Tinggi Extreme

n % n % n % n %

Ritme Kerja Pola 3 hari kerja 1 hari istirahat Lama Kerja 2-3 jam/shift

Jumlah pesawat yang diamati Kurangnya jumlah teman kerja Shift kerja harian

Hubungan antar karyawan ATC Hubungan dengan pimpinan Pencahayaan yang kurang Iklim kerja yang tidak sehat Suhu

Kelembaban

Peralatan dan Fasilitas Kerja Bertugas saat cuaca buruk Permasalahan Internal keluarga

12 18 15 14 19 34 33 26 21 19 34 22 18 30 34,3 51,4 42,9 40,0 54,3 97,1 94,3 74,3 60,0 54,3 97,1 62,9 51,4 85,7 10 10 10 9 7 1 2 6 6 6 1 7 7 3 28,6 28,6 28,6 25,7 20,0 2,9 5,7 17,1 17,1 17,1 2,9 20,0 20,0 8,6 13 7 10 11 8 2 7 10 4 8 1 37,1 20,0 28,6 31,4 22,9 5,7 20,0 28,6 11,4 22,9 2,9 1 1 1 1 2 2 2,9 2,9 2,9 2,9 5,7 5,7

(5)

kompas, gyroscopic, navigasi satelit, dan uplink data cuaca, pesawat masih tidak dapat menghalau badai, salju, dan kabut. Kemudian terdapat fak-tor sabotase (sambaran petir) yang menyumbang berkisar 10%, serta kesalahan manusia itu sendiri, dalam hal ini dikaitkan dengan kesalahan pada air

traffic controller dan beberapa pihak terkait (dis

-patcher, loader, pengisi bahan bakar, atau teknisi pemeliharaan). Adapun peran Air Traffic Control

-ler dikaitkan dengan shift panjang petugas14 yang dapat menyebabkan kelelahan.

Penelitian yang di laksanakan Antoško M,

et al., dalam pengujian kesiapan psikologis oleh ATC diketahui bahwa subjek yang diteliti menca-pai kinerja maksimal setiap hari hanya dalam dua jam pengujian. Hilangnya konsentrasi dan berku-rangnya kinerja kerja terjadi setelah delapan jam dan mencapai nilai kritis setelah dua belas jam pengujian. Kurva rasio kesalahan menunjukkan kecenderungan naik. Oleh karena itu, dapat di- asumsikan bahwa semakin lama petugas diteliti maka akan memburuk pengujian. Perlu diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini tidak terlibat dalam kegiatan yang menantang, yang akan hadir dalam operasi nyata, studi ini lebih menekankan pada konsentrasi dan perhatian yang besar.15 Se-hingga dapat ditarik kesimpulan bahwa jika se-orang controller yang dalam keadaan pengujian atau pelatihan diberikan beban kerja rendah, teta-pi berkesinambungan akan mengalami gangguan psikologis, maka sudah tentu gangguan psiko- logis dan kesalahan mungkin akan terjadi kepa-da petugas ATC jika petugas tersebut dihakepa-dapkan langsung dengan suatu yang real pada periode ker-ja yang berlangsung lama.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa petugas yang memiliki shift kerja panjang atau kapasitas kerja tidak memadai dapat berkontribusi dalam munculnya kelelahan psikologis dan kejadian yang tidak diinginkan baik pada petugas ATC maupun pada pelayanan pesawat terlebih jika fasilitas yang digunakan tidak mendukung kelan-caran kerja dan sedang menghadapi kondisi cuaca yang buruk. Cuaca yang buruk bisa menyebabkan dampak buruk dalam dunia penerbangan dan dapat mengakibatkan kecelakaan yang disebabkan oleh cuaca yaitu turbulensi, icing, dan kilat turbulensi. Turbulensi adalah golakan udara yang umumnya tidak dapat dilihat. Penyebab terjadinya

turbulen-si adalah suhu, jet stream, pegunungan, dan wake

turbulence.16

Berdasarkan hasil ini memperlihatkan bah-wa pola kerja 3-1 harus segera dirubah oleh pihak manajemen Air NAV sehingga akan memberikan waktu istirahat yang cukup buat karyawan. Hal lainnya adalah bertugas pada saat cuaca buruk harus dilakukan upaya pencegahan agar tidak me- ngalami tekanan yang berat buat karyawan ATC. Fasilitas yang rusak harus segera diperbaiki agar tidak menambah beban kerja ATC.

Permasalahan yang dihadapi oleh karyawan ATC harus disadari agar dapat dicegah dan tidak memberikan risiko yang lebih berat kedepannya. Langkah-langkah yang harus ditempuh manaje-men Air NAV harus manaje-menjalankan aturan waktu cuti 34 hari sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/17/II/2009 Tanggal 13 Pebruari 2009. Waktu cuti 12-16 hari setahun harus dirubah dan mengikuti aturan dir-jen perhubungan udara yang mewajibkan 34 hari dalam setahun. Solusi lainnya adalah semua per-alatan dan fasilitas yang rusak harus cepat diper-baiki atau jika memungkinkan fasilitas terkait kerja harus segera diganti dengan teknologi yang memadai agar tidak menambah risiko bahaya pe-nerbangan.

Penerbangan Indonesia akan menjadi le-bih baik dan memiliki kualitas yang optimal jika semua elemen dalam penerbangan bekerja secara optimal dan berkualitas. Karyawan ATC memiliki tingkat risiko psikologis seperti stres, jenuh, dan

burnout. Risiko yang dialami oleh karyawan ATC tersebut harus dikelola sehingga tidak menimbul-kan kelelahan psikologis yang lebih berat. Faktor manusia dalam dunia penerbangan mempunyai andil paling besar dalam terjadinya kecelakaan yaitu 66%.16

Tingkat kemajuan suatu bangsa dalam pe-nerbangan dilihat dari penerapan kebijakan ke- amanan dan keselamatan penerbangan dari ne- garanya. Sistem Manajemen Keselamatan (Safety

Management System) merupakan bentuk upaya

dari perusahaan penerbangan dalam memonitor kegiatan penerbangan agar dapat diciptakan ke- selamatan dalam penerbangan. SMS adalah suatu sistem monitoring yang berupa tim atau organisa-si di dalam suatu perusahaan penerbangan yang memiliki tugas dan tanggung jawab serta

(6)

memoni-tor kinerja keselamatan dari perawatan dan pengo-perasian serta memprediksi suatu bahaya, menga-nalisis risiko dan melakukan tindakan penguran-gan risiko.16

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko extreme tertinggi karena peralatan dan fasilitas kerja dan bertugas pada cuaca buruk, tingkat risiko tinggi adalah pola kerja ritme 3 hari kerja 1 hari istirahat, lama kerja 2-3 jam/shift, dan jumlah pesawat yang diamati, dan tingkat risiko rendah tertinggi adalah hubungan antar karyawan. Manajemen diharapkan untuk merubah pola kerja 3-1 menjadi 3-2, menambah jumlah tenaga ATC, dan perbaikan fasilitas yang rusak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih diberikan kepada 1) Kementerian Pendidikan Tinggi Indonesia 2) Ge- neral Manajer Air Nav Cabang MATSC dan Ma-najer Safety Management System 3) Karyawan Air

Traffic Controller (ATC) khususnya di Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

1. International Air Transport Association (IATA). Developing the Potential of In-donesia’s Aviation Sector 2015. Available from: http://www.iata.org/pressroom/pr/Pag-es/2015-03-12-01.aspx.

2. Margison G. Fatigue Management Guide for

Air Traffic Service Providers. Kanada; 2016.

3. ICAO. Human Factors Training Manual.

ICAO, Montreal. Canada; 1993.

4. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Peraturan Direktur Jenderal Perhubu- ngan Udara Nomor: Kp 218 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor Kp 287 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Opera-sional Bagian 69-01 (Advisory Circular Part 69-01) Tentang Lisensi, Rating, Pelatihan dan Kecakapan Personel Pemandu Lalu Lintas Pe-nerbangan. In: Udara KPDJP, editor. Jakarta. 5. Saryono, Anggraeni MD. Metode Penelitian

Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Nuha

Medika; 2013.

6. Hasmi. Metode Penelitian Epidemiologi.

Trans Info Media: Jakarta; 2012.

7. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan.

Rineka Cipta: Jakarta; 2010.

8. International Civil Aviation Organization

(ICAO). Human Factors Digest No. 8–Human Factors in Air Traffic Control. ICAO, Montre

-al. Canada; 1993.

9. Widodo ES, Fahmi R, Pantaryanto N. Tingkat Stres Petugas Pemandu Lalu Lintas Penerba- ngan. Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi

dan Logistik. 2015;2(1):64-81.

10. King JM, Ortiz Y, Blickensderfer BL, editors. ATC Weather Knowledge & Skills: A Contri- butor to the General Aviation Weather Prob-lem? Proceedings of the Human Factors and

Ergonomics Society Annual Meeting; 2016:

SAGE Publications Sage CA: Los Angeles, CA.

11. Budiman J, Pujangkoro S, Kes AM.

Anali-sis Beban Kerja Operator Air Traffic Control Bandara Xyz dengan Menggunakan Metode

Nasa-Tlx. Jurnal Teknik Industri USU.

2013;3(3).

12. Åkerstedt T, Wright KP. Sleep loss and Fa-tigue in Shift Work and Shift Work Disorder.

Sleep medicine clinics. 2009;4(2):257-71.

13. Zużewicz K, Kwarecki K, Waterhouse J. Cir -cadian Rhythm of Heart Rate, Urinary Cortisol

Excretion, and Sleep in Civil Air Traffic Con -trollers. International Journal of Occupational

Safety and Ergonomics. 2000;6(3):383-92.

14. Khoiri A. Lima Faktor Penyebab Ter-jadinya Kecelakaan Pesawat Jakarta:

CNN Indonesia; 2016. Available from:

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hid- up/20160524100733-269-133019/lima-fak-tor-penyebab-terjadinya-kecelakaan-pesawat/. 15. Antoško M, Pil’a J, Korba P. Psychological

Readiness of Air Tra ffic Controllers for their Job. NAŠE MORE, Znanstveno-stručni časo

-pis za more i pomorstvo. 2014;61(1-2):S5-8.

16. Gunaryadi, dkk, Keselamatan Penerbangan, Tinjauan Keselamatan Penerbangan Sipil

di Indonesia, Mitra Wacana Media. Jakarta;

Gambar

Tabel 2 menjelaskan tentang tingkat risiko  pada karyawan Air NAV cabang Makassar yang  tertinggi adalah pada tingkat risiko rendah karena  hubungan antar karyawan ATC sebanyak 97,1%,  pada tingkat risiko sedang tertinggi adalah ritme  kerja pola 3 hari ke
Tabel 2. Tingkat Risiko Karyawan Air NAV Cabang Makassar Uraian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan petikan ini, teks iklan yang diterjemahkan mungkin mempunyai bentuk dan kandungan yang berbeza daripada bentuk dan kandungan teks asal, tetapi ia masih dapat dianggap

Ayat-ayat tersebut pada umumnya berupa prinsip-prinsip saja yang harus dikembangkan lebih lanjut, waktu Nabi masih hidup, tugas untuk mengembangan

Perilaku Profesional Guru 9 Perilaku Guru Sehari- hari 15 Hubungan Sosial dengan Peserta Didik 7 Penguasaa. n Materi

Akan tetapi, Tuhan tetap sertai, berkati dan mampukan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1)

Seringkali kita menginginkan untuk secara sekilas mengetahui apakah tegangan jaringan terlampau rendah, misalnya kalau kita sedang melaksanakan program komputer.. Bahayanya tentu

A second line is drawn which passes through the centre of the square and meets two sides at a distance x from a corner.. The square has sides of length

D1212037, Pola Komunikasi Keluarga Dalam Mengenalkan dan Menanamkan Nilai Budaya Kepada Anak (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Pengenalan Nilai Budaya Sunda Pada Keluarga

Kebijakan persediaan Akhir bahan baku X dan Y adalah setengah kebutuhan bahan baku untuk produksi yang bersangkutan.. Persediaan Akhir bahan baku X ditahun 2009