• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat,

Logika, dan Etika

Oleh Rahmatika Alfia Amiliana, 1306370562

Judul : Buku Ajar I - Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Handinata, Saraswati Putri

Data Publikasi : MPKT-A Buku Ajar I, 2013, Depok: Universitas Indonesia

BAB 1 : Kekuatan dan Keutamaan Karakter

Pembentukan karakter menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan pembangunan bangsa, sedangkan kebahagian otentik bersumber pada diri sendiri dan pada kekuatan serta keutamaan karakter. Oleh sebab itu, pendidikan karakter merupakan usaha untuk membantu peserta didik mencapai kebahagiaan. Kekuatan karakter berasal dari spiritualitas manusia, sehingga kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber pada daya-daya spiritualnya.

Karakter bukan kepribadian meskipun keduanya berkaitan erat. Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai “…organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya”. Faktor internal diri manusia maupun faktor eksternal (lingkungan)-nya mempengaruhi kepribadian manusia dan dalam memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya.

Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi, yaitu segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan meskipun potensialitasnya ada pada setiap orang. Maka dari itu pendidikan pada intinya merupakan proses pembentukan karakter.

Identifikasi karakter dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia dan dibedakan dari bakat dan kemampuan. Penggalian, pengenalan, dan

(2)

pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-groupdiscussion) dan simulasi.

Peterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter untuk kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional di level bawah. Keutamaan merupakan karakteristik utama dari karakter sebagai dasar dari tindakan yang baik. Enam keutamaan universal yaitu kebijaksanaan, kesatriaan, kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi.

Kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu atau lebih keutamaan pada diri seseorang. TIdak harus semua kekuatan tampil untuk dapat menyebut seseorang berkarakter baik. Sedangkan tema situasional adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Tema situasional dapat muncul dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Semakin banyak dan sering tema situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter.

Beberapa kriteria karakter yang kuat menurut Peterson dan Seligman (2004) adalah karakter yang ciri-cirinya memberikan sumbangan terhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri dan sekaligus untuk orang lain dan penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, membatasi atau menghambat orang-orang di sekitarnya.

Kebijaksanaan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi kognitif, tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Kekuatannya yaitu (1) kreativitas, orisinalitas dan kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, (3) cinta akan pembelajaran, (4) pikiran yang kritis dan terbuka, dan (5) perspektif atau kemampuan memahami beragam perspektif yang.

Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan ini terdiri atas kekuatan (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki waktu dan tenaga untuk membantu orang lain, mencintai dan membolehkan diri sendiri untuk dicintai, serta (3) kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional.

Keutamaan keadilan mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup di sini, yakni 1) kewarganegaraan atau kemampuan mengemban tugas, dedikasi dan kesetiaan demi keberhasilan bersama, 2) kesetaraan perlakuan terhadap

(3)

orang lain atau tidak membeda-bedakan perlakuan yang diberikan kepada satu orang dengan yang diberikan kepada orang lain, dan 3) kepemimpinan.

Pengelolaan diri adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri. Di dalamnya tercakup kekuatan (1) pemaaf dan pengampun, (2) pengendalian diri, (3) kerendahan hati, dan (4) kehati-hatian.

Transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan, tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan; (2) kebersyukuran atas segala hal yang baik, (3) penuh harapan, optimis, dan berorientasi ke masa depan, semangat dan gairah besar untuk menyongsong hari demi hari; (4) spiritualitas: memiliki tujuan yang menuntun kepada kebersatuan dengan alam semesta, serta (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai.

Spiritualitas memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan manusia sebagai makhluk yang hidup dalam kebudayaan, tempat, dan waktu tertentu. Spiritualitas merupakan suatu kualitas yang juga dapat dicapai bahkan oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan karena dimensi spiritual manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan menjawab pertanyaan tentang yang tak terbatas. Dengan demikian, spiritualitas dapat dipahami sebagai dasar kekuatan dan keutamaan karakter manusia.

Orang dengan watak atau karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri, dan memberi sumbangan positif kepada masyarakatnya. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang lebih besar dari diri sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter merupakan bahan dari pendidikan karakter.

BAB 2 : Dasar-Dasar Filsafat

Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi, metode, dan implikasi dari ilmu pengetahuan. Tiga bidang kajian filsafat yang dibutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjadi dasar bagi aktivitas mencari pengetahuan yaitu etika, epistemiologi, dan logika. Berfilsafat membutuhkan kekuatan dan keutamaan karakter karena aktivitas dalam filsafat mencakup kegiatan berpikir, mencari kemungkinan lain dari situasi, menjaga kesetiaan, berani mengambil risiko, dan sebagainya merupakan aktivitas yang dapat menguatkan karakter.

(4)

Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat patut disebut filsuf. Apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Filsafat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal dan sistematis. Filsafat memiliki sifat kritis, tidak mungkin merupakan barang yang jadi. Berfilsafat berarti memilah-milah obyek yang dikaji dan memberi penilaian terhadap obyek itu.

Kritis di sini diartikan sebagai terbuka pada kemungkinan – kemungkinan baru, dialektis (menjajaki kemungkinan perpaduan dua hal yang bertentangan), tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang sudah ada, serta selalu hati-hati dan waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran. Radikal berarti mendalam, sampai ke akar-akarnya dan berfilsafat dilakukan secara sistematis, yaitu memahami segala sesuatu itu dilakukan menurut suatu aturan tertentu, runut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti suatu aturan tertentu pula.

Perenungan filosofis ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri. Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagian konsepsional yang merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses. Satu demi satu hasrat filosofis ialah berpikir secara ketat. filsafat secara sistematis terbagi menjadi 3 bagian besar:

1. Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang „ada‟ (being) atau tentang apa yang nyata;

2. Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pengetahuan; 3. Axiologi yaitu bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa

yangseharusnya dilakukan manusia.

Ontologi secara umum didefinisikan sebagai studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta kategori dasar keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi dalam arti umum dibagi dua menjadi dua subbidang, yaitu ontologi (dalam arti khusus) dan metafisika. Dalam ontologi kita berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh indra. Sedangkan metafisika mengkaji „ada‟ yang masih disangsikan kehadirannya.

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber, hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Dalam epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi dalam arti sempit; (2) filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika. Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

(5)

pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan.

Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara cara memperoleh ilmu pengetahuan (science). Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara dan metode-metode ilmu pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih (valid), dan teruji. Sedangkan logika adalah kajian filsafat yang mempelajari teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat.

Axiologi mengkaji pengalaman dan penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Estetika mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak.

Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran bermunculan, diantaranya:

a. Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang mampu mendapatkan pengetahuan secara jernih (clear) dan lugas/terpilah (distinct) tentang realitas.

b. Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

Penggunaan analisis dan sintesis dalam filsafat ini disebut metode analisis-sintesis. Menurut Kattsoff (2004), secara filosofis analisis adalah pengumpulan semua pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk menyusun suatu pandangan tentang dunia. Sedangkan sintesis dapat didefinisikan sebagai aktivitas menemukan benang merah antarbagian yang dipilah berdasarkan kategori tertentu untuk kemudian menemukan kesamaan makna di antara bagian-bagian itu.

Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Jika orang menyadarinya, maka lebih banyak lagi manfaat berpikir filosofis yang dapat diperoleh. Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-kekuatan yang dikandungnya.

BAB 3 : Dasar-Dasar Logika

Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Logika juga dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar,

(6)

tepat dan lurus. Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan dan pembuatan pernyataan yang benar.

Logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari karena memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam berserta isinya, menerangkan, meramal, dan menata alam. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan dan untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan. kebenaran logis adalah satu pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas dari apa makna bagian lain yang menyertainya.

Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Aristoteles adalah filsuf pertama yang menggunakan istilah kategori dalam filsafat dan mengajukan jenis-jenis kategori yang menurutnya dapat diterapkan pada semua benda yang ada di dunia. Kategori tersebut mencakup (1)substansi, (2)kualitas, (3)kuantitas atau ukuran, (4)relasi, (5)aksi, (6)reaksi, (7)waktu, (8)lokasi, (9)posisi, (10)memiliki. Bagi Aristoteles, ke-10 kategori yang diajukannya bukan hanya berkaitan dengan logika, tetapi lebih jauh lagi berkaitan dengan segala hal yang ada dan mungkin ada di dunia ini.

Filsuf setelah Aristoteles yang mengemukakan pikiran tentang kategori adalah Immanuel Kant yang menemukan bahwa fungsi berpikir manusia tertuang dalam putusan-putusan yang di kategorikan dalam empat kelompok besar, kuantitas, kualitas, relasi, dan modalitas. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga kategori. Kuantitas mencakup kategori universal, partikular, dan singular. Kualitas mencakup kategori afirmatif, negatif, dan infinit. Relasi mencakup kategori problematik, asertorik dan apodeiktik. Dalam pandangan Kant, kategori tersebut merupakan ide bawaan. Kategori itu terkandung dalam pikiran manusia dan menjadi kerangka berpikir manusia.

Filsuf selanjutnya yang mengemukakan mengenai kategori adalah Georg William Friedrich Hegel. Hegel menyatakan bahwa jenis-jenis kategori dan jumlahnya yang tepat tidak dapat ditentukan sebelum sistem realitas dijelaskan secara lengkap. Di awal abad ke-20 Charles Sanders Pierce memahami kategori sebagai istilah yang paling umum digunakan untuk menggolongkan pengalaman. Kategori tersebut mencerminkan tiga hubungan, (1)

(7)

Pada dasarnya, pemikiran mengenai kategori dari berbagai filsuf memberi pelajaran mengenai mengenali dan memahami benda-benda, kita perlu cermat dan hati-hati. Kita tidak dapat sembarangan mengartikan satu hal dan tidak dapat mencampuradukan kategori yang satu dengan yang lain. Kita dapat menggunakan kategori yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dalam mencari pengetahuan, namun harus konsisten dan koheren dalam menggunakannya.

Segala hal yang diinderai dan apersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari ide pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa. Bahasa adalah sarana bagi manusia untuk menyampaikan kepada orang lain dan menerima ide dari orang lain. Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai sesuai dengan plakat. Suatu term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda ilmiah. Ilmiah di sini maksudnya akan terdapat hanya satu bahasa di dunia, tetapi untuk hal yang sama, bahasa-bahasa menggunakan termnya sendiri-sendiri.

Untuk menyamankan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap term diperlukan definisi. Definisi juga diperlukan untuk memahami sebuah kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang disampaikan. Definisi adalah penyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Untuk mendifinisikan suatu term kita harus tahu persis hal yang akan didefinisikan. Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan pengetahuan yang menghasilkan definisi terlalu luas dan keterbatasan term yang memungkinkan penggunaan term yang sama untuk mewakili hal berbeda.

Selain dapat dijelaskan apa artinya, term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu menjadi bagian-bagian. Penguraian term biasa disebut divisi. Divisi merupakan uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu. Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term.

Kalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal. Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan tata bahasa suatu bahasa. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah dan memiliki nilai kebenaran (truth value). Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau arti/interpretasi dari suatu pernyataan.

(8)

Tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan proposisi yaitu kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak mengungkapkan proposisi apa pun, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi yang sama, dan kalimat atau pernyataan yang sama dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda, Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi dan mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas.

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar atau pembaca, kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir, dan tidak menunjukkan dengan jelas bahwa sedang menyatakan nilai kebenaran dari suatu kalimat.

Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan sederhana (pernyataan yang hanya mengandung satu proposisi) dan pernyataan kompleks (pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi) Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari pernyataan. yaitu komponen yang turut menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tidak semua kalimat kompleks merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen logika.

Ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu negasi (bukan P), konjungsi (P dan Q), disjungsi (P atau Q), dan kondisional (Jika P maka Q). Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu konjungnya salah. Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai kebenarannya.

Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata

atau

disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika semua disjungnya salah. Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika…, maka… disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan konsekuennya salah.

(9)

Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu yang mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N). Hanya jika pernyataan kondisional Jika S maka N adalah benar dan digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Lima jenis hubungan itu adalah kausal, konseptual, definisional, regulatori, logis. Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y, dan Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam konteks tertentu.

Hubungan langsung yaitu ada pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan. Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.

A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif) E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif) I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif) O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)

Hubungan kontradiksi (A dan O; E dan I) yaitu tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah (Salah satu pasti benar). Hubungan kontrari (A dan E) adalah tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah. Dalam hubungan subkontrari (I dan E), mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah. Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Dan sebaliknya, Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka superalternasinya (A atau E) pasti salah. Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap pernyataan bentuk E dan secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu.

Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan independensi logis.

Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan.

(10)

Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan atau memiliki makna yang sama. Beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen yaitu

 negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari negasi konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q]

 Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari negasi disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q]

 Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)]

 Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P]

Dua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan, jadi, kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan.

Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang relevan. Alasan dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antar beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi. Penyimpulan langsung dan prinsip-prinsip logika akan mendasari penalaran.

Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera, analoginya memberikan putusan bahwa bunga mawar berwarna merah, hari sedang hujan, atau saat ini pagi hari. Penyimpulan langsung menghasilkan pengetahuan dasar bagi manusia. Pengalaman empirik yang menjadi sumber pengetahuan itu. Tetapi, penyimpulan langsung tidak membawa kita beranjak jauh dari informasi-informasi asal sehingga tidak dapat menambah pengetahuan lebih banyak lagi. Kemudian, untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang hal-hal yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung, kita perlu membandingkan ide-ide. Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung. Putusan yang dihasilkan bukan hasil dari pengenalan langsung terhadap gejala, melainkan hasil dari mempertemukan dua ide yang diperbandingkan dengan perantaraan ide ketiga yang sudah diketahui sebelumnya.

Terdapat dua jenis penalaran, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif. Kedua penalaran ini diperlukan untuk proses pencapaian kebenaran. Pemanfaatan keduanya telah menghasilkan pengetahuan yang berguna bagi manusia dan membawa peradaban manusia menjadi semaju saat ini. Manusia tidak jarang memperoleh pengetahuan yang tidak benar karena kesalahan proses penyimpulan. Kesalahan tersebut

(11)

digolongkan menjadi kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan material digunakan sebagai pertimbangan yang harusnya memberikan fakta. Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten.

Ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak langsung adalah argumentasi. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan. Ada dua macam argumentasi umum yang digunakan dalam logika, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumentasi yang menggunakan proposisi kategoris. Sedangkan, silogisme hipotetis adalah argumentasi yang menggunakan proposisi hipotesis.

Argumen Deduktif atau deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya

mengikuti premis-premisnya. Biasanya deduksi juga dipakai sebagai pembuatan pernyataan khusus berdasarkan pernyataan yang lebih umum. Pernyataan khusus itu disebut kesimpulan dan pernyataan-pernyataan yang lebih umum disebut premis. Kesimpulan tersebut diturunkan dari premis-premisnya. Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk menghasilkan kesimpulan tepat. Kesimpulan hanya didasari oleh bukti yang sudah ada sebelumnya, serta tidak boleh mengandung informasi materi baru. Penalaran deduktif diawali dengan generalisasi yang dianggap benar yang menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren dengan premis-premisnya. Premis dan kesimpulan harus berkesesuaian dan tertera dalam bentuk argumentasi tertentu.

Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum (premis) yang berbentuk proposisi kategoris. Dilihat dari bentuknya, penilaian terhadap silogisme adalah sahih dan tidak sahih. Silogisme sahih jika kesimpulannya dibuat berdasarkan premis-premisnya dengan bentuk yang tepat. Sedangkan penilaian benar diberikan jika silogisme valid dan klaimnya akurat. Silogisme dibagi menjadi silogisme kategoris dan silogisme hipotesis. Silogisme kategoris mengikuti hukum “Semua atau tidak sama sekali” artinya, berlaku untuk seluruh anggota atau tidak sama sekali. Silogisme Hipotesis dalam sejarah logika berperas sebagai teori konsekuensi. Berbeda dari kategoris. Premis pertama silogisme hipotesis menampilkan kondisi yang tidak tentu.

Argumen Induktif atau induksi dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Ketidakpastian muncul dalam dua area yaitu area yang berhubungan, yaitu premis-premis argumen dan dalam asumsi-asumsi inferensial argumen.

(12)

Premis dalam argumen ini tidak menjamin kebenaran kesimpulannya. Dalam argumen induktif, ada premis atau asumsi inferensial yang lemah mencerminkan ketidakpastian karena informasi yang ada kurang lengkap. Karakteristik semua argumen induktif adalah bahwa dalam kondisi ketidakpastian atau kurangnya informasi, kita langsung mengambil kesimpulan dengan risiko bahwa kita mengambil kesimpulan yang salah. Penalaran induktif yang baik berusaha meminimalkan risiko sehingga kita lebih sering mengambil kesimpulan yang benar. Induksi enumeratif, biasa disebut generalisasi induktif, adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Induktif eleminatif atau diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau dua data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti diagnostik yang ada, yang menghapus kemungkinan kesimpulan lain sebagai penjelasan terbaik atas bukti-bukti tersebut.

Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Menurut Copi, sesat pikir adalah perbincangan yang mungkin terasa betul, tetapi yang setelah diuji terbukti tidak betul. Sebetulnya tidak ada penggolongan sesat pikir yang sempurna, tetapi penggolongan dari Copi dapat digunakan untuk mengenali sesat pikir.

Dalam deduksi, penalaran ditentukan oleh bentuknya. Apabila sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran tidak sahih dan tergolong sesat pikir. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah (1) Empat term, (2) Term tengah yang tidak terdistribusikan, (3) proses ilisit, (4) premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif, (5) premis negatif dan kesimpulan afirmatif, (6) dua premis negatif, (7) mengafirmasi konsekuensi, (8) menolak anteseden, (9) mengiakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkonter, (10) mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrer.

Jenis-jenis sesat fikir nonformal adalah sebagai berikut. (1) Perbincangan dengan ancaman, (2) salah guna, (3) argumentasi berdasarkan kepentingan, (4) argumentasi berdasarkan ketidaktahuan, (5) argumentasi berdasarkan belas kasihan, (6) argumen yang disangkutkan dengan orang banyak, (7) argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan, (8) argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensial, (9) perumusan yang tergesa-gesa, (10) sebab yang salah, (11) penalaran sirkuler, (12) terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab, (13) kesimpulan tak relevan, (14) makna ganda, (15) makna

(13)

ganda ketata-bahasaan, (16) perbedaan logat, (17) kesalahan komposisi, (18) kesalahan divisi, (19) generalisasi tak memadai.

Kesalahan umum dari penalaran induktif, kesalahan itu dapat terjadi dalam pengambilan kesimpulan secara induktif. Pertama, menilai penalaran induktif dengan standar deduktif. Kedua, kesalahan generalisasi. Kesalahan generalisasi, dibagi menjadi kesalahan generalisasi terburu-buru dan kesalahan kecelakaan. Ketiga, kesalahan penggunaan bukti secara salah, yang dibagi menjadi kesimpulan yang tidak relevan, dan kesalahan bukti yang ditahan. Keempat, kesalahan statististikal, dibagi lagi menjadi kesalahan sampel yang bias (statistik yang bias), kesalahan percontoh yang kecil, dan kesalahan penjudi. Kelima, kesalahan kausal dan dibagi lagi menjadi kesalahan mengacaukan sebab dan akibat, mengabaikan penyebab bersama, mengacaukan penyebab yang berupa necessary condition

dengan sufficient condition.Keenam, kesalahan analogi, yaitu menggunakan analogi yang tidak tepat atau yang menyesatkan dalam argumennya.

BAB 4: Dasar-Dasar Etika

Etika mengacu kepada seperangkat aturan-aturan, prinsip-prinsip atau cara berpikir yang menuntun tindakan dari suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, kata etika spesifik mengacu kepada studi sistematis dan filosofis tentang bagaimana kita seharusnya bertindak (Borchert, 2006, 279). Etika punya fokus tentang bagaimana mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Dalam rangka untuk melihat perilaku yang dapat diterima atau tidak dalam situasi tertentu, maka perilaku etis didefinisikan.

Moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu (Borchert, 2006, 280). Moralitas biasanya didefinisikan melalui otoritas tertentu, yaitu lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik. Konsep tentang moral bisa berubah dari waktu ke waktu dan mengambil makna baru.

Etika adalah suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral dengan melakukan refleksi atasnya. Etika membahas persoalan moral pada situasi tertentu dengan pendekatan tertentu pula. Sedang moralitas tergantung pada pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar atau salah, baik atau buruk. Asumsi dalam etika yaitu pentingnya kehendak bebas di dalam pertanggungjawaban etis (Sidgwick, 2004, 10), sedang dalam soal moralitas hal ini biasanya tidak terlalu dipentingkan.

Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis

(14)

dan berhubungan dengan pertimbanganpertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar suatu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2). Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika yang dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Setiap teori etika didasarkan pada sebuah kriteria tertentu tentang apa yang etis untuk dilakukan. Kriteria ini disusun berdasarkan prioritas, di mana dari kriteria umum bisa diturunkan menjadi prinsip-prinsip etis yang lebih konkret.

Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan, yaitu permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral dan ketika permasalahan itu punya dimensi dilema etis.

Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat, juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Sedangkan metaetika dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, yaitu bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna. Metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Absolutisme etis berpendapat bahwa ada beberapa aturan moral yang selalu benar dan aturan-aturan tersebut dapat ditemukan serta berlaku untuk semua orang. Realisme etis dalam bentuk absolutisme etis tidak sesuai dengan keragaman budaya dan tradisi.

Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Relativisme etis yang mengatakan bahwa jika Anda melihat budaya yang berbeda atau melihat periode yang berbeda dalam sejarah, Anda akan menemukan bahwa hal itu memiliki aturan etis yang berbeda pula. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengatakan bahwa apa yang "baik" mengacu pada kelompok tertentu di mana orang-orang

(15)

menyetujuinya menjadi sesuatu yang "baik" (Williams, 2006, 157). Relativisme moral tidak menyediakan cara untuk mengatasi perbedaan moral antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.

Empat jenis pernyataan etika yaitu bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, bermaksud hendak menyatakan tentang perasaan sendiri, bermaksud untuk mengekspresikan perasaan saja, dan bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan. Etika memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah moral yang sulit.

Prinsip moral dari Kant mengharuskan adanya kesadaran untuk bersikap etis. Immanuel Kant menekankan bahwa prinsip ini bekerja bila setiap orang memperlakukan orang lain dengan prinsip bahwa yang diperbuat secara individual berdampak serta perlu diperhitungkan dalam tataran universal. Dalam prinsip moral Kant, ia menekankan betapa mendasarnya konsep kewajiban yang kemudian dikenal sebagai prinsip deontologis, yakni yang menyatakan bahwa suatu tindakan memiliki nilai moral yang baik bila tindakan itu terlepas dari kepentingan individu, dan hanya bertujuan terhadap prinsip kewajiban tersebut sebagai dasar dari segala perbuatan etis. Rasio praktis adalah kecerdasan yang datang dari individu sebagai agen moral, yakni ketika pemahaman tentang kebaikan dan mampu menyesuaikan pilihan-pilihannya dengan apa yang dipertimbangkan baik secara universal. Suatu tindakan dinyatakan benar atau baik dapat diperiksa oleh rasio praktisnya.

Pandangan konsekuensialis menyatakan bahwa segala tindakan dianggap bernilai secara moral bila mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut dan sangat bertolak belakang dengan konsep imperatif dari Immanuel Kant. tokoh yang mengembangkan paham etis utilitarian adalah John Stuart Mill. Utilitarianisme, dari akar kata utility, yang berarti kegunaan, menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan. Menginginkan kebaikan dalam arti utilitarian adalah keinginan kebaikan tidak saja untuk individu itu sendiri, tetapi mencakup orang-orang yang mungkin mendapatkan dampak dari perbuatan itu.

Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Ross menyetujui adanya kewajiban, tetapi kewajiban yang ia maksudkan bukanlah kewajiban sempurna yang dijelaskan oleh Kant, melainkan kewajiban dengan syarat atau kondisional. Ide moral semacam ini disebut Prima Facie. Prima Facie menekankan tentang bagaimana seseorang merefleksikan pilihan-pilihan moralnya, sebelum ia bertindak. Berbagai macam

(16)

kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual menurut Ross adalah fidelitas (kesetiaan), kewajiban atas rasa terimakasih, kewajiban berdasarkan keadilan, kewajiban beneficence, atau bersikap dermawan, dan kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

[r]

Profil Kesehatan Kota Langsa Tahun 2015 merupakan gambaran kondisi kesehatan di Wilayah Kota Langsa pada tahun 2015 yang meliputi indikator Gambaran Umum Kota Langsa, Derajat Kesehatan

Menurut Stanton (2010) yang diterjemahkan oleh Y. Lamarto menjelaskan terdapat empat indikator yang mencirikan harga yaitu :.. Keterjangkauan harga Konsumen bisa menjangkau harga

peneliti menggunakan rumus Yamane oleh Harper dan Row menurut Bungin (2005:105) dengan tingkat kesalahan 10% atau 0,1 sehingga sampel yang didapat adalah 90

Hasil penelitian menyebutkan kurang lebih 85 % adanya tumor diketahui dulu oleh penderita yang kadang-kadang secara tidak sengaja (Soelarto,1995). Berdasarkan uraian

No. Tingkat kemudahan teknologi diaplikasikan pada industry kecil; 4. Bahan baku yang digunakan dalam merakit teknologi;.. Kemudahan dalam skala investasi dan

The multitude of current and potential global network units requires continuous managerial mental accounting and prioritization in selecting actual collaborating units. This