• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun-tahun akhir abad ke-19 ditandai dengan semakin kerasnya politik pemerintah Belanda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Tahun-tahun akhir abad ke-19 ditandai dengan semakin kerasnya politik pemerintah Belanda"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun-tahun akhir abad ke-19 ditandai dengan semakin kerasnya politik pemerintah Belanda

terhadap “Warga Asing Timur” dan terutama para warga Tionghoa (Armand, 1900:67). Untuk

menghentikan persaingan ekonomi yang semakin meningkat antara warga Tionghoa dan Belanda,

pemerintah jajahan memberikan kepada sejumlah warga Tionghoa pajak yang berat, kewajiban yang sangat tidak adil serta peraturan yang diskriminatif1. Pada waktu itu, warga Tionghoa tidak

diberikan hak sama sekali untuk menduduki jabatan-jabatan administrasif, sebagaimana pula hak

pendidikan.

Seiring dengan kerasnya politik pemerintah jajahan, serta tegangnya suasana hidup ,dalam

masyarakat Tionghoa yang bermukim di Hindia-Belanda menimbulkan sebuah gerakan nasionalisme. Mereka menyadari bahwa harus membentuk sebuah perkumpulan yang membela

seluruh bangsa Tionghoa dan tidak lagi terbatas kepada kelompok-kelompok kedaerahan tertentu.

Dalam suasana macam ini, lahirlah perkumpulan Tiong Hwa Hwe Koan (THHK) yang berusaha

membela kepentingan bangsa Tionghoa (Claudine, 2010:291).

Perkumpulan THHK bertujuan menyiarkan pelajaran Konfusius, memperbaiki adat-istiadat orang keturunan Tionghoa dan terutama mengembangkan sistem pendidikan. Rencana-rencana

dari perkumpulan ini, terutama dalam bidang pendidikan , diterima dengan sangat baik oleh

masyarakat Tionghoa yang sudah haus lama akan kebudayaan dan pendidikan, serta mereka yang

1

Misalnya untuk orang Tionghoa yang tinggal di kawasan kota telah ditentukan dan memerlukan surat jalan setiap kali ingin keluar darinya: Sastra Indonesia Awal, 291.

(2)

sunggu-sunggu ingin meningkatkan kedudukan anggotanya melalui pendidikan.

Dengan dukungan masyarakat Tionghoa, perkumpulan ini berkembang pesat di seluruh

Indonesia.2 Seiring dengen suksesnya perkumpulan THHK, muncullah juga suatu perasaan kebangsaan. Hampir dapat dikatakan bahwa pada waktu itu THHK sudah menjadi suatu lembaga

untuk melawan pemerintah Belanda. Gerakan kebangsaan Tionghoa yang bersemi di seluruh

Indonesia ini menimbulkan kekuatiran pemerintah jajahan. Untuk menentang perasaan

kebangsaan Tionghoa, pemerintah Belanda memutuskan bahwa mendirikan sebuah sekolah

khusus untuk anak Tionghoa dan menggunakan bahasa Belanda (1908), yaitu

Hollandsch-Chineesche School (HCS) yang kurikulumnya tidak banyak berbeda dari

sekolah-sekolah untuk anak-anak Eropa

Sementara itu banyak sekolah Belanda mulai didirikan, serta datangnya lebih banyak imigran,

sekolah-sekolah THHK yang tadinya dikuasai oleh peranakan Tionghoa jatuh ke tangan totot

(pendatang baru). THHK berorientasi ke Tiongkok dan tidak cocok lagi untuk para peranakan yang hidup di Indonesia. Peranakan yang tidak senang dengan pendidikan THHK mulai mengirim

anak-anaknya ke sekolah Belanda. Dengan demikian, jumlah sekolah Belanda bertambah, bahkan

beberapa tokoh peranakan mulai mengusulkan supaya sekolah-sekolah THHK dirombak semua,

dan mengubahkannya menjadi sekolah sejenis HCS.

Dengan bertambahnya sekolah HCS serta penambaknya kekurangan sekolah THHK, urusan pendidikan anak-anak Tionghoa menimbulkan sebuah polemik dalam masyarakat Tionghoa.

Dalam polemik ini, kaum bangsa Tionghoa dipisah menjadi dua kelompok yang berbeda pendapat,

yaitu kelompok yang dipimpin oleh Sin Po3yang berusaha mendukung sekolah-sekolah THHK,

2

Sampai tahun 1911,sudah terdapat 93 sekolah Tionghoa di seluruh Nusantara. 3

(3)

serta kelompok yang dipimpin oleh Kwee Hing Tjiat4 yang berpendapat merombak

sekolah-sekolah THHK dan mengubahkannya menjadi setipe HCS.

Sementara dua kelompok tersebut mengadakan polemik yang sengit, Kwee Tek Hoay yang sebagai seorang peranakan Tionghoa, dia juga sangat memperhatikan hal ini. Dia menulis banyak

tulisan untuk mengikuti polemik tersebut(Yang5, 1994:34). Meskipun demikian, dia tak pernah

mengikuti kelompok apa pun, dia selalu bersikap netral dalam polemik antara kedua kelompok

tersebut. Berbeda pendapat dengan “kelompok totot” yang mempertahankan pendidikan Tionghoa

tanpa memperbaiki betul-betul sistem pendidikan mereka, serta “kelompok peranakan” yang langsung memajukan teori mereka terhadap sistem yang dianggap ideal, Kwee Tek Hoay

sebaliknya mulai menganalisis masyarakat Tionghoa. Dengan menggunakan pena, dia membentuk

semacam pandangan pendidikan pribadi, dan memikirkan bentuk sekolah gaya baru. Rencana ini

dilukiskan dalam karyanya yang berjudul Rumah Sekolah yang Saya Impiken .

Rumah Sekolah yang Saya Impiken karya Kwee Tek Hoay merupakan sebuah novel yang berisi tentang rumah sekalah ideal menurut pandangan pengarang. Novel yang penciptaannya

didasarkan pandangan pribadi pengarang ini mencerminkan pikiran dan pandangan pengarang.

Dengan kata lain, novel ini merupakan pecurahan pikiran dan pandangan pribadi pengarang.

Sehingga, novel ini lebih cocok apabila dipahami melalui pendekatan ekspresif, yaitu salah satu

teori penelitian sastra yang mengutamakan kedudukan dan niat pengarang dalam karyanya.

4 Kwee Hing Tjiat(郭恒杰) , merupakan seorang jurnalis Melayu-Tionghoa dan mendapat julukan “ Sang Naga Jurnalistik Melayu-Tionghoa’. Pada Tahun 1916, ia menjadi redaktur kepala pertama dari kalangan Tionghoa pada harian Sin Po Batavia.

5 Yang (杨) merupakan seorang profeser yang berusaha meneliti budaya dan sastra Indonesia (kususus sastra peranakan Tionghoa). Sekarang mengajar di Fakultas Bahasa Mandarin ,Universitas JI NAN.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah merupakan pijakan bagi sebuah kerja penelitian(Chamamah, 1993:41). Berdasarkan

latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana pandangan pribadi pengarang tentang pendidikan peranakan Tionghoa?

(2) Bagaimana pencerminan pandangan itu dalam novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah novel “Rumah Sekolah yang Saya Impiken

mencerminkan pandangan pribadi pengarang tentang pendidikan peranakan Tionghoa”.

1.4 Variabel- variabel

Atas dasar rumusan masalah dan hipotesis di atas, maka variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini meliputi:

1. Pandangan pribadi pengarang tentang pendidikan peranakan Tionghoa.

2. Pandangan novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken tentang pendidikan peranakan

Tionghoa.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada dua tujuan pencapaian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan khusus, yaitu tujuan untuk menyelesaikan pertanyaan di atas, sebagai berikut:

(5)

2. Mendeskripsi pencerminan pandangan Kwee Tek Hoay tentang pendidikan peranakan

Tionghoa dalam dalam novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken .

Denga pencapaian tujuan khusus tersebut, dapat ditarik tujuan lebih luas, yaitu tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini merupakan pemberian jalan kepada pembaca dalam memahami

kondisi pendidikan terhadap peranakan Tionghoa, setidak-tidaknya dapat membantu pembaca

memahami pandangan pribadi pengarang tentang pendidikan peranakan Tionghoa.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam tesis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat teoritis: menerapkan pendekatan respon pendekatan ekspresif.

2. Manfaat praktis: melalui penelitian novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken masuk ke

dalam dunia pengarang, dan memahami pandangan pribadi pengarang tentang

pendidikan peranakan Tionghoa. Di samping itu, penelitian sederhana ini diharapkan pula dapat menambah referensi mengenai sisitem pendidikan terhadap peranakan

Tionghoa pada tahun dua puluhan.

1.7 Tinjauan Pustaka

Pusat perhatian penulis dalam penelitian ini merupakan memahami pandangan pengarang yang dicerminkan oleh karyanya yang berjudul Rumah Sekolah yang Saya Impiken. Sejauh saya

tahu, tidak banyak buku yang membicarakan karya sastra peranakan Tionghoa dengan

menggunakan pendekatan ekspresif, terlebih novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken karya

(6)

peranakan Tionghoa, dan membicarakan perkembangannya, atau berusaha mencari ciri khas

sesuatu karya yang termasuk sastra seperti ini.

Memang, sebelum ini sudah ada penelitian yang mulai membahas pendekatan ekpresif. Arief Budiman pernah mengadakan penelitian secara ekspresif terhadap puisi Chairil Anwar yang telah

dibukukan dengan judul “Chairil Anwar, sebuah pertemuan”. Teorinya sama dengan penelitian ini,

tetapi objek penelitian berbeda, yang satu merupakan puisi, yang lain merupakan novel. Selain

puisi yang berbeda dengan novel, pengarangnya juga berbeda. Yang satu merupakan sastrawan

Indonesia, yang lain merupakan sastrawan peranakan Tionghoa.

Di samping itu, Claudine Salmon juga pernah menganalisis pandangan Kwee Tek Hoay

tentang pendidikan peranakan Tionghoa dalam tulisannya yang berjudul Pandangan Kwee Tek

Hoay Terhadap Pendidikan Anak-anak Tionghoa Di Indonesia Pada Tahun Duapuluhan. Tetapi

berbeda dengan penelitian yang memilih novel Rumah Sekolah yang Saya Impiken sebagai obejek

penelitian ini, tulisan Claudine Salmon tidak ada objek penelitian yang tertentu, dia memahami pandangan Kwee Tek Hoay tentang pendidikan peranakan Tionghoa melalui segala tulisan Kwee

Tek Hoay yang berisi tentang pendidikan, misalnya drama dan esai yang dimuat dalam surat kabar

atau majalah.

Melihat kenyataan di atas, bahwa penelitian secara ekspresif terhadap karya Kwee Tek Hoay

yang berjudul Rumah Sekolah yang Saya Impiken belum ada, maka penelitian ini diharapkan sebagai upaya ke arah sana. Dengan selesainya penelitian ini, maka pembaca bisa masuk ke dalam

rumah sekolah yang diciptakan oleh Kwee Tek Hoay, dan mengenal pandangan pengarang tentang

(7)

1.8 Landasan Teori

1.8.1 Pengertian Pendekatan Ekspresif

Menurut pengetian umum, istilah ekspresionisme ini menunjukan suatu corak seni yang ditemukan pada Abad Pertengahan akhir. Istilah ini dipergunakan pertama kali dalam seni modern

untuk memberi ciri khas pada bentuk gaya pengungkapan (ekspresi) memalui pernyataan yang

paling intensif (Umar, 1983:6). Misalnya, Seorang pelulis ekspresionisme, hakikat karyanya

bertolak dari gerak batin secara subjektif, sedangkan dirinya menjadi titik tolak atau pusat

karyanya. Dengan demikian, pencitptanya menyatakan pandangan atau sikap terhadap dunia. Ekspresionisme kemudian berkembang dan masuk ke bidang sastra.

Penonjolan aspek ekspresif karya sastra dimulai ahli sastra Yunani Kuno, Dionysius Casius

Longius, dalam bukunya on the Sublime pada masa Yunani dan Romawi( Mana , 1990:32).

Menurut Longius karya sastra harus mempunyai gaya bahasa yang baik, mempunyai filsafat,

pemikiran, persoalan yang penting, serta emosi yang intens serta tahan menghadapai zaman. Kenyataan ini menyebabkan pengarang mesti punya konsep yang jelas dan jauh dari

kebimbangan-kebimbangan yang melanda dirinya.

Bila kemudian Plato mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani

ciptaan Tuhan, bagaimana peran seorang pengarang di sini? Ternyata Aristoteles menolak

pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya berada di bawah Tuhan. Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat bertolak. Pengarang dalam penciptaan karyanya, dengan

daya imajinatif dan kreativitas yang dipunyainya, justru mampu menciptakan kenyataan yang

lebih kurang terlepas dari kenyataan alami. Secara “lancang” , menurut Aristoteles (Atmazaki,

(8)

Teori ekspresif yang sebagai salah satu pendekatan dalam dunia sastra, atau lebih cocok

dipakai dalam melihat kebimbangan pengarang dalam penciptaan karyanya. Menurut Atmazaki

(1990: 34), munculnya pendekatan ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut: 1. Pengarang adalah orang pandai.

2. Kata author berarti pengarang, yang berarti berwenang dan berkuasa.

3. Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya

wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam.

Dalam dunia kritik sastra dikenal bermacam-macam pendekatan untuk memahami dan milai karya sastra. Menurut Abrams, karya sastra dapat didekati dengan empat pendekatan ilmiah yaitu

pendekatan ekspresif, pragmatik, mimetik, dan objektif. Maksud dari masing-masing pendekatan

itu adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan ekspresif: peranan penulis karya sastra sebagai pencipta.

2. Pendekatan pragmatik: peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat. 3. Pendekatan mimetik: aspek referensial, acuan karya sastra dengan dunia nyata.

4. Pendekatan objektif: karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi

intern.

Masing-masing pendekatan mempunyai peran dan kebelihan yang berlainan. Pada

pendekatan ekspresif, penulis atau pengarang sebagai pencitpa memperpoleh tempat utama dalam usaha pemahaman karya sastranya. karya sastra sebagai ekspresi atau curahan, atau ucapan

perasaan, atau sebagai produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan pikiran-pikiran, perasaan.

Pendekatan ini cenderung menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau

(9)

dalam karya sastra fakta-fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman penulis, yang

secara sadar ataupun tidak, telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut (Pradopo,

1997:193).

Tentang hakikat pendekatan ekspresif, selain pendapat tersebut, juga ada pendapat lain,

misalnya:

1. Menurut Abrams(1981:189), pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang

mengkaji ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981:189).

2. Menurut Semi (1984:200), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair(pengarang)

mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra.

Dari semua pendapat tersebut, kira bisa mengumpulkan pendekatan ekspresif ini menekankan

kepada pengarang dalam mengungkapkan atau mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan

pandangan pengarang ketika melakukan proses penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan peristiwa konkret pengalaman pribadi pengarang, kecuali itu semua,

dianggap juga bahwa tidak ada karya sastra yang lahir tanpa latar belakang keadaan pengarang.

Proses krestif memegang peranan penting dalam latar belakang lahirnya karya sastra tersebut.

Proses ini berlangsung bertahap dan tahap-tahapnya ditentukan dan dikuasai oleh pengarang yang

bersangkutan.

1.8.2 Tahap Pemahaman Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang menekakan perhatian kepada hubungan

(10)

menjadi tiga tahap:

Tahap pertama: mengenal pandangan pengarang karya sastra yang akan dikaji.

Tahap kedua: melakukan penganalsisan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, sehingga mendapat unsur-unsur yang berkaitan dengan pengarang pribadi.

Tahap ketiga: memila hasil penganalisan tersebut, dan mengaitkan hasilnya dengan pengalaman,

pikiran, pandangan dan sebagainya yang dimiliki pengarangnya.

1.9 Metode Penelitian

Dalam penelitian sederhana ini, metode penelitian yang akan digunakan penulis adalah

metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan

(Moleng, 1989:2). Metodologi kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.

Menggunakan metode penelitian tersebut, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah novel yang digunakan sebagai objek

penelitian yang berjudul Rumah Sekolah yang Saya Impiken karya Kwee Tek Hoay yang diterbit

oleh KPG (Kepustakaan Populer Geramedia) pada tahun 2001,tebalnya 40 halaman. Sedakangkan

data sekunder adalah sember-sumber, referensi, misalnya buku, makalah, laporan, tesis yang

mengandung informasi yang bisa diperoleh penelitian ini.

1.10 Sistematika Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I berisi pengantar

(11)

variabel-variabel, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, serta

sistematika. Bab II mendeskriksi pandangan Kwee Tek Hoay tentang pendidikan peranakan

Tionghoa, serta pencerminan pandangannya tersebut dalam novel Rumah Sekolah Yang Saya Impiken. Dan bab III yang sebagai bab terakhir berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi konsumsi pangan normatif ini dikenal dengan Pola Pangan Harapan (PPH), yaitu susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari setiap

Berdasarkan telaah terhadap kompetensi ini, pro- ses penilaian kinerja yang harus diperhatikan oleh pengawas sekolah, di anta- ranya harus mampu menilai sub-sub kompetensinya

Rumah roti tidak hanya berupa dapur sendiri tetapi juga mempunyai sebuah ruang tersendiri untuk menyajikan dan menjual roti dan kuenya yang dilengkapi dengan minuman seperti soft

Di sisi lain akan menimbulkan beberapa efek negative yang tidak dapat dihindari yaitu kemacetan, kesemrawutan, polusi (udara dan kebisingan), kecelakaan lalu lintas dan

Pelatihan dilakukan selama 1 hari, bertujuan untuk membuat peta hasil survei lapang yang telah divali- dasi oleh Quality Assurance dan Mapping Supervisor1. Materi pelatihan

Jika dibandingkan dengan hasil ketiga penelitian transesterifikasi minyak biji mahoni diatas, maka hasil penelitian ini relatif lebih baik karena yield metil ester tertinggi

11 Dzulqa'dah 1437 1 Pekan Olahraga Mahasiswa se-Jawa UNIDA Kampus UNIDA 14 Agustus 2016. 2 Kompetisi Sepak Bola