GAMBARAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS
RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2012
(STUDI KASUS CENTRAL MEDICAL UNIT 1)
MASHITA ELVIRA
M. HAFIZZURRACHMAN S
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYAKAT
ABSTRAK
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo merupakan
rumah sakit tertua yang terdapat di Indonesia dengan status Rumah Sakit Kelas A Pendidikan
dan memiliki jumlah tempat tidur sebesar 1.220. Sebagai rumah sakit rujukan nasional,
tentunya RSUPN DR Cipto Mangunkusumo menghasilkan limbah baik dari limbah padat
medis maupun non-medis dari aktivitas pelayanannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengelolaan limbah padat medis di
RSUPN DR Cipto Mangunkusumo dengan studi kasus di
Central Medical Unit
1. Metode
penelitian ini adalah peneltian kualitatif. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi partisipatif pasif dan wawancara mendalam. Sedangkan untuk data sekunder
menggunakan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan limbah padat medis CMU 1 RSUPN
DR Cipto Mangunkusumo telah memenuhi persyaratan pengelolaan limbah medis yang
terdapat di KepMenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004, seperti pemberian label dan pewadahan
yang telah sesuai dengan jenis limbah padat medis yang dihasilkan, memiliki alat pengangkut
yang berbeda untuk limbah medis dan non-medis, memiliki TPS untuk limbah padat medis
tersendiri, dan pembakaran dengan menggunakan insinerator dilakukan kurang dari 24 jam.
Namun ada beberapa kejagalan yang ditemui dilapangan seperti masih ada limbah non-medis
yang masuk ke dalam tong sampah untuk limbah medis, tidak adanya identitas limbah padat
medis pada kantung sampah medis, dan pengangkutan limbah medis dan non medis ke TPSS
dalam satu wadah pengangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki permasalahan tersebut seperti dilaksanakan supervisi terhadap petugas
pengelolaan limbah padat medis yang terdapat di CMU 1 RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
Kata Kunci : Limbah Padat Medis; RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
ABSTRACT
RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo hospital is the oldest in Indonesia. RSUPN DR.
Cipto mangunkusumo, a hospital of class A education with a bed of 1.220 bed. He referral
hospitals national of course RSUPN DR Cipto Mangunkusumo create waste better of medical
waste and non-medis of the activities of his service.
This research aims to know the description of medical solid waste management at the
Cipto Mangunkusumo DR. RSUPN with case studies at Central Medical Unit 1. The method
of this research is qualitative peneltian. Primary Data in the study gained through participatory
observation and in-depth interview passive. As for the secondary use of data review
documents.
Results of the study showed that solid waste medical management CMU 1 DR. RSUPN
Cipto Mangunkusumo has fulfilled the requirements of the management of medical waste in
KepMenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004, such as labelling and shelter were in accordance
with the type of medical solid waste generated, have the means to transport the waste to a
different medical and non-medical, have the TPS to its own medical solid waste, and burning
using incinerators is done less than 24 hours. But there are some problems encountered in
field as there are still non-medical waste that goes into the trash bin for medical waste, the
absence of identity of medical solid waste in garbage bags, medical and transport medical and
non medical waste into containers in one carriage of TPSS.
Based on the results of the above research, then there are several things that can be done
to fix these problems such as supervision is exercised against the officers of the medical
management of solid waste in the CMU 1 RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
Key words: Medical Solid Waste; RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai institusi yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap kesehatan lingkungan disekitarnya yaitu
mengelola limbah padat medis dengan benar (sesuai persyaratan). Namun, sejauh ini pengelolaan
limbah padat medis rumah sakit di Indonesia masih dibawah standar professional belum
sepenuhnya benar dan aman sehingga sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan sekitar
rumah sakit. Bahkan banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah limbah padat medis
secara sembarangan (Suryandari, 2010). Pada tahun 2009, kegiatan kajian di 6 rumah sakit (di
Kota Medan, Bandung & Makasar) oleh Ditjen Penyehatan Lingkungan dan didukung oleh WHO
(
World Health Organization
), hasil kajian menunjukan bahwa 65% RS telah melakukan
pemilahan antara limbah padat medis dan limbah domestik, masih sering terjadi salah
penempatan. Hampir 65% rumah sakit membakar limbah padat medisnya menggunakan
insinerator dengan suhu pembakaran 530-800
OC, tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan
abu dari insinerator belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada informasi akurat mengenai
timbulan/sumber limbah padat medis karena 95% RS belum melakukan pencatatan (Ditjen PP &
PL,2011).
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo merupakan
rumah sakit tertua yang terdapat di Indonesia. RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo, merupakan
rumah sakit kelas A pendidikan dengan status pengelolaan badan layanan umum dan memiliki
jumlah tempat tidur sebesar 1.220 tempat tidur (RSUPN DR Cipto Mangunkusumo, 2012).
Sebagai rumah sakit rujukan nasional, RSUPN DR Cipto Mangunkusumo tentunya
menghasilkan limbah baik dari limbah padat medis maupun non-medis dari aktivitas
pelayanannya. Berdasakan hasil observasi awal dalam mengelola limbah padat medis, RSUPN
DR Cipto mangunkusumo telah melakukan proses pemilahan limbah pada sumber yang
menghasilkan limbah padat medis. Namun, dalam pelaksanaannya masih ditemukan kesalahan
dalam pewadahan. Sehingga banyak terdapat limbah non-medis yang masuk dalam tempat
sampah limbah infeksius, seperti kemasan makanan, kemasan obat, botol air kemasan, dan
lain-lain. RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo mengolah limbah padat medis dengan menggunakan
metode insinerasi. RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo telah mendapatkan izin dari Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengoperasikan insinerator pada tahun 2009.
Menurut Kepala Unit Sanitasi & Lingkungan dalam sebuah jurnal, insinerator yang
digunakan di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo menggunakan suhu panas sehingga
memungkinkan untuk menghasilkan emisi buangan yang berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan seperti gas dioksin dan furan (Ristek, 2011).
Maka peneliti menjadikan RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo (CMU 1) sebagai tempat
penelitian skripsi untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengelolaan limbah padat medis disana.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah didapatkan gambaran mengenai pengelolaan limbah
padat medis RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo tahun 2012 (studi kasus
Central Medical Unit 1
).
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui gambaran identitas limbah padat medis meliputi sumber, jenis, dan jumlah
limbah di CMU 1 RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo tahun 2012.
2.
Untuk mengetahui gambaran tahapan pengelolaan limbah padat medis (pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan dan pemusnahan /pembuangan akhir) di CMU 1
RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo tahun 2012 telah sesuai dengan KepMenkes Nomor 1204
Tahun 2004
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Identitas Limbah Padat Medis Rumah Sakit
2.1.1 Sumber Limbah Padat Medis Rumah Sakit
Menurut Depkes (2006), sumber limbah rumah sakit berasal dari unit pelayanan medis,
meliputi rawat inap, rawat jalan/poliklinik, rawat intensif, rawat darurat, hemodialisa, bedah
sentral/pusat, dan kamar jenazah. Unit penunjang medis meliputi laboratorium, radiologi, farmasi,
sterilisasi, anastesi, ruang operasi.
Tabel 2.1 Sumber Limbah Padat Medis Rumah Sakit
No Unit Kerja Limbah Padat Medis
1
Unit obstetric dan ruang perawatan obstetric
dressing (pembalut/pakaian), sponge (sepon/pengosok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak nitrat, jarum syringe (alat semprot), masker disposable (masker yang dapat dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat bedah), disposable unit enema (alat suntik pada usus), disposable diaper (popok) dan underpad (alas/bantalan), dan sarung disposable.
2
Unit emergency dan
bedah termasuk ruang perawatan
dressing (pembalut/pakaian), sponge (sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi ampul bekas, masker disposable (masker yang dapat dibuang), jarum syringe (alat semprot), drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau bedah), disposablekantong emesis, levin tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase set ( alat pengaliran), kantong colosiomy, underpads (alas/bantalan), sarung bedah.
3
Unit laboratorium, ruang mayat, phatology dan autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish, wadah specimen, slide specimen (kaca/alat sorong), jaringan tubuh, organ, dan tulang
No Unit Kerja Limbah Padat Medis 4 Unit Isolasi
Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur), dressing (pembalut/pakaian dan bandages (perban), masker disposable (masker yang dapat dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan. 5 Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot)
Sumber: Depkes,2002
2.1.2 Jenis Limbah Padat Medis Rumah Sakit
Penggolongan kategori limbah padat medis dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi
bahaya yang terdapat didalamya dan sifat yang dapat menimbulkan masalah (Depkes, 2006):
1.
Limbah benda tajam yaitu limbah dengan materi padat yang dapat menyebabkan luka iris atau
tusuk. Limbah benda tajam meliputi jarum, pipet, pecahan kaca dan pisau bedah. Benda-benda
ini mempunyai potensi menularkan penyakit.
2.
Limbah infeksius adalah limbah yang diduga mengandung mikroorganisme patogen dalam
konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada orang yang rentan.
Limbah infeksius dapat dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan, dan
sangat berbahaya karena bisa juga menularkan penyakit.
3.
Limbah jaringan tubuh adalah limbah yang berupa darah, anggota badan hasil amputasi,
cairan tubuh, dan plasenta.
4.
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kadarluasa, obat-obat
yang terbuang karena
batch
yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat yang dikembalikan oleh pasien dan limbah dari peracikan obat. Barang
yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi seperti sarung tangan,
masker, botol obat berisi residu, dan ampul obat.
5.
Limbah sitotoksik adalah limbah yang sangat berbahaya dan bersifat mutagenik, teratogenik,
atau karsinogenik.
6.
Limbah kimia yaitu limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari kegiatan diagnostik,
pemeliharaan kebersihan, dan pemberian desinfektan. Limbah kimia dihasilkan dari
penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinary, laboratorium, zat kimia fotografis,
formaldehis, proses sterilisasi, dan riset
7.
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radionuklida yang terbentuk akibat pelaksanaan prosedur seperti
analisis
in-viro
pada jaringan dan cairan tubuh, pencitraan organ, dan lokalisasi tumor secara
in-vivo
serta terapi kanker.
2.1.3 Jumlah Limbah Padat Medis Rumah Sakit
Penentuan jumlah limbah padat medis sangat penting karena akan berkaitan dengan volume dalam
pengelolaan limbah padat medis. Dalam pengelolaan limbah ukuran yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1.
Jumlah menurut berat
Ukuran berat yang sering digunakan adalah:
a.
Dalam ton per hari untuk jumlah timbunan limbah
2.
Jumlah menurut disposable (benda yang langsung dibuang)
Meningkatkannya jumlah limbah berkaitan dengan meningkatnya penggunaan barang
disposable
. Daftar barang
disposable
merupakan indikator jumlah dan kualitas limbah rumah
sakit yang di produksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang
disposable
mungkin
perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan
limbah (Depkes, 2002).
3.
Jumlah menurut volume
Ukuran ini sering digunakan terutama di negara berkembang dimana masih terdapat
kesulitan biaya untuk pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang digunakan adalah
m3/hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat ukur volume diterapkan
langsung pada alat-alat pengumpulan dan pengangkut limbah. Volume limbah harus diketahui
untuk menentukan ukuran bak limbah dan sarana pengangkutan (Depkes, 2002).
2.2 Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit
Pengelolaan limbah padat medis menurut KepMenkes No 1204 tahun 2004 yaitu
rangkaian kegiatan yang mencangkup pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan,
pengelolaan, dan penimbunan limbah padat medis.
2.2.1 Pemilahan Limbah Padat Medis
Proses pemilahan dan pengurangan jumlah limbah merupakan persyaratan keamanan yang
penting untuk petugas yang menangani limbah. Pemilahan dan pengurangan jumlah limbah
hendaknya mempertimbangkan hal sebagai berikut (Depkes, 2006):
a.
Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
b.
Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah
B3 dan non B3.
c.
Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi
biaya, tenaga kerja, dan pembuangan limbah.
d.
Standarisasi kantong atau kontainer pembuangan limbah.
Kemasan untuk pembuangan limbah harus terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC)
atan bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316, atau SS440). Kantong atau kemasan
pembuangan limbah menurut KepMenkes no. 1204 tahun 2004 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Padat Medis Sesuai Kategori
Bak limbah untuk menampung limbah padat medis harus mudah dibersihkan, tertutup rapat,
tahan benda tajam, kedap air terutama untuk menampung limbah basah, tidah mudah berkarat,
dann anti bocor (KepMenkes, 2004). Berdasarkan WHO (2005), pengumpulan jarum suntik harus
dalam wadah yang anti tusuk/bocor dan tertutup.
Untuk limbah berbahaya, sebaiknya menggunakan kemasan ganda yaitu kantung plastik di
dalam kontainer untuk memudahkan pembersihan (Pruss, Giroult & Rushbrook, 2005). Untuk
memudahkan pengosongan dan pengangkutan limbah, medis, penggunaan kantong plastik pelapis
dalam bak limbah sangat disarankan karena membantu membungkus limbah waktu pengangkutan
sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi bau (Depkes,
2002).
2.2.2 Pengumpulan Limbah Padat Medis
Pada tahap pengumpulan limbah padat medis, maksimal 2/3 bak limbah yang sudah terisi
harus diambil (Depkes, 2006), atau kontainer harus diangkat jika sudah tiga perempatnya penuh
(Pruss, Giroult & Rushbrook, 2005). Kantong plastik yang belum terisi penuh dapat disegel
dengan cara membuat simpul ikatan dibagian lehernya. Untuk kantung yang sudah terisi penuh
dapat diikat dengan menggunakan label plastik pengikat dan tidak boleh ditutup dengan cara
distaples.
Rumah sakit harus mempunyai program rutin untuk pengumpulan limbah karena limbah
tidak boleh menumpuk di satu titik. Pengumpulan limbah dilakukan oleh petugas kebersihan.
Limbah harus dikumpulkan setiap hari dan diangkut ke tempat penampungan yang telah
ditentukan. Persedian kantong plastik dan kontainer harus tersedia di semua tempat yang
menghasilkan limbah.
2.2.3 Pengangkutan Limbah Padat Medis
Pengangkutan limbah dilakukan oleh petugas kebersihan dari sumber limbah menuju TPS
limbah padat medis (Depkes, 2006). Pengangkutan limbah padat medis harus menggunakan alat
angkut berupa kereta, gerobak, atau troli. Alat tersebut harus didesain sebagai berikut:
-
Permukaan harus licin, rata, dan tidak tembu.
-
Tidak akan menjadi sarang serangga.
-
Mudah dibersihkan dan dikeringkan.
Dalam proses pengangkutan limbah padat medis, disarankan menggunakan alat angkut yang
terpisah antara limbah padat medis dan non-medis dan tidak boleh digunakan untuk mengangkut
materi lainnya (Depkes, 2002). Jika pengangkutan menggunakan lift, disarankan jangan
menggunakan lift yang sama untuk pasien/pengunjung/makanan dalam pengangkutan limbah
padat medis. Jika terjadi kebocoran atau ceceran limbah padat medis segera untuk dilakukan
pembersihan dengan menggunakan klorin 0,5%.
Kendaraan pengangkut limbah harus dibersihkan dengan disinfektan setiap hari. Desinfeksi
kontainer dengan 0,5% klorin kemudian dibilas dengan air bersih (WHO, 2005). Pengangkutan
limbah padat medis sebaiknya dilakukan dua kali sehari agar tidak terjadi penumpukan limbah
(Da Silva et al,2004).
2.2.4 Penyimpanan Limbah Padat Medis
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 penyimpanan limbah padat medis padat sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam. Sedangkan untuk
waktu penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan paling lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada
pengumpul atau penimbun limbah B3 dan apabila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50
kilogram per hari, dapatt disimpan lebih dari 90 hari sebelum diserahkan ke pengumpul atau
penimbun limbah B3 (Bapedal, 1995).
2.2.5 Pemusnahan Limbah Padat Medis
Setelah limbah padat medis ditampung dalam TPS, proses selanjutnya yaitu pengelolaan
limbah padat medis yaitu pemusnahan dan pembuangan akhir. Menurut PP No. 18 Tahun 1999 jo
85 Tahun 1999, pengelolaan limbah padat medis yang temasuk dalam kategori limbah B3 adalah
proses untuk mengubah jenis, jumlah, dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya atau
tidak beracun sebelum ditimbun atau memungkinkan dimanfaatkan kembali.
Pemusnahan dan pembuangan yang aman merupakan langkah kunci dalam pengurangan
penyakit atau cedera melalui kontak dengan bahan yang berpotensi yang dapat menimbulkan
risiko kesehatan dan pencemaran lingkungan (Blenkharn,2005). Berberapa metode yang
digunakan untuk mengolah limbah padat medis diantaranya (WHO,2005):
2.2.5.1 Insinerasi
Insinerasi merupakan suatu proses pembakaran yang terkontrol. Insinerasi limbah infeksius
dirancang untuk dioperasionalkan dalam kondisi tertentu dengan maksud memaksimalkan
penghancuran oleh panas terhadap limbah. Dalam kondisi ideal pembakaran akan berlangsung
sempurna yang menghasilkan oksidasi sempurna senyawa-senyawa organik, termasuk nitrogen
sulfur dan senyawa organik halida dan hidrogen halida.
Pembakaran harus menggunakan suhu diatas 1200
OC karena akan menghasilkan
pembakaran sempurna dan menimbulkan emisi yang tidak berbahya bagi lingkungan. Sedangkan
pembakaran dengan suhu < 1000
OC akan menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna dan
akan menghasilkan emisi seperti
carbon monoksida
dan yang paling berbahaya adalah terbentuk
senyawa dioksin dan furan yang merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna dan tidak berbau
tetapi sangat beracun (Yong-Chul Jang et al.,2005). Zat dioksin dan furan dapat menyebabkan
kerusakan organ secara luas misalnya gangguan fungsi hati, jantung, paru, ginjal serta menggangu
fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Pada percobaan
terhadap binatang di laboratorium, dioksin menunjukan sifat
carcinogenic
(penyebab kanker),
tertogenic
(penyebab kelahiran cacat) dan
mutagenic
(penyebab kerusakan genetik) (Perdani,
2011).
Pembakaran limbah dengan menggunakan insinerator selalu menghasilkan abu. Abu
tersebut harus dibersihkan dari ruang pembakaran (Depkes, 2006). Abu dan limbah cair yang
dihasilkan dari proses tersebut mengandung senyawa toksik yang harus diolah kembali agar tidak
menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Pruss, Giroult, & Rushbrook,
2005). Selain itu, berdasarkan PP 18 jo 85 tahun 1999, residu abu incinerator masuk ke dalam
kategori limbah B3.
Untuk itu masih diperlukan pengelolaan lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan dan
tidak menganggu kesehatan masyarakat. Menurut Bapedal (1995), residu abu dari proses
pembakaran dengan incinerator harus ditimbun sesuai dengan persyaratan penimbunan
landfill
kelas 1.
2.2.5.2 Autoclaving
Merupakan proses pemanasan dengan uap dibawah tekanan dengan tujuan sterilisasi
terutama untuk limbah infeksius.
Autoklaf
digunakan di laboratorium mikrobiologi rumah sakit
untuk mensterilkan alat-alat yang dapat digunakan kembali dan hanya digunakan untuk limbah
yang sangat infeksius seperti kultur mikroba dan benda tajam (Pruss, Giroult, & Rushbrook,
2005).
2.2.5.3 Desinfeksi Kimia
Merupakan proses yang efisien, tetapi sangat mahal jika harga desinfektannya tinggi. Untuk
limbah infeksius dalam jumlah yang kecil dapat didesinfektan dengan menggunakan bahan kimia
sperti
hypochlorite
atau
permanganate
(Pruss, Giroult, & Rushbrook, 2005).
2.2.5.4 Encapsulation
Merupakan teknologi yang paling mudah untuk pembuangan benda tajam secara aman dan
sederhana. Metode
encapsulation
juga dapat digunakan untuk pembuangan akhir limbah benda
tajam (Pruss, Giroult, & Rushbrook, 2005).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain penelitian berupa
studi kasus. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menganalisis beberapa variabel yang diteliti
antara lain identitas limbah padat medis (sumber dan jumlah limbah padat medis), tahapan
pengelolaan limbah padat medis mulai dari tahap pemilahan sampai tahap pemusnahan limbah
padat medis, serta mendapatkan gambaran apakah hasil dari proses pengelolaan limbah padat
medis di CMU 1 RSUPN DR Cipto Mangunkusumo Tahun 2012 telah sesuai atau tidak sesuai
dengan persyaratan pengelolaan limbah padat medis yang terdapat di KepMenkes Nomor 1204
Tahun 2004.
Dalam penelitian ini, sebagai bahan rujukan untuk pengelolaan limbah padat medis adalah
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Tahun 2004 (KepMenkes Nomor 1204 Tahun
2004).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Central Medical Unit
1, RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
yang berada di Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Pusat. Pelaksanaan penelitian selama 2 minggu di
bulan Desember 2012.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti/penulis saat melakukan
penelitian. Data primer dapat berasal dari:
1.
Wawancara mendalam dilakukan dengan pihak RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo yaitu
untuk mengetahui sumber dan jenis limbah padat medis serta tahapan pengelolaan limbah
padat medis yang ada di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo.
2.
Observasi partisipatif pasif yaitu peneliti melakukan observasi/pengamatan langsung di tempat
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bagian Unit Sanitasi dan Lingkungan
RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Data sekunder meliputi laporan implementasi UKL dan UPL,
kumpulan standar operasional prosedur mengenai pengelolaan limbah padat medis, laporan
rekapitulasi jumlah limbah padat medis, Laporan rekapitulasi pemusnahan limbah padat medis,
serta melakukan studi literatur sebagai acuan dalam membantu menganalisis pengolahan limbah
padat medis rumah sakit.
3.3.3 Informan Penelitian
Pada penelitian ini pemilihan informan dilakukan secara
purposive sampling
yaitu
penentuan informan yang dilakuakn berdasarkan tujuan tertentu sehingga informan yang dipilih
sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu informan tersebut memiliki pengetahuan yang sesuai
dan terlibat langsung dalam pengelolaan limbah padat medis. Sehingga dapat menggambarkan
seluruh keadaan yang berkaitan dengan topik penelitian.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk data primer adalah panduan wawancara mendalam yang
berisi pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai proses
pengelolaan limbah padat medis di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Untuk menjaga
keakuratan hasil yang diperoleh penulis menggunakan alat perekam dan alat tulis.
Lembaran
check list
digunakan untuk panduan observasi di lapangan, mengenai bagaimana
proses pemilahan sampai proses pemusnahan limbah padat medis di RSUPN DR Cipto
Mangunkusumo. Untuk menjaga keakuratan hasil yang diperoleh penulis menggunakan kamera
dan alat tulis.
Sedangkan untuk data sekunder menggunakan penduan telaah dokumen dan
hardcopy
dari
dokumen-dokumen yang terkait dengan sistem pengelolaan limbah padat medis di RSUPN DR.
Cipto Mangunkusumo.
3.5 Validitas Data
Penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik triangulasi untuk menjaga validitas data,
meliputi triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi waktu.
3.6 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan menggunakan analisis deskriptif observasional. Analisis
deskriptif observasional dilakukan dengan penelaahan, kategori, tabulasi data dan
mengkombinasikan hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Identitas Limbah Padat Medis CMU 1 RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
4.1.1 Sumber dan Jumlah Limbah Padat Medis di CMU 1
Gambar 4.1 Sumber dan Jumlah Limbah Padat Medis di CMU 1
Berdasarkan grafik diatas, terlihat unit/sumber di CMU 1 yang paling banyak
menghasilkan adalah Pav II/Hemodialisa sebesar 7.912 kg/tahun, Perinatologi sebesar 7138,1
kg/tahun, Pelayanan Jantung Terpadu sebesar 6469,5 kg/tahun, Laboratorium Patologi Klinik
sebesar 5854 kg/tahun.
4.2 Tahapan Pengelolaan Limbah Padat Medis CMU 1 RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
4.2.1 Pemilahan Limbah Padat Medis
Berdasarkan hasil observasi, kegiatan pemilahan limbah padat medis dilakukan pada
sumbernya. Terbukti dengan disediakannya tempat sampah yang dilapisi kantong plastik yang
berbeda untuk setiap jenis limbah padat medis yang dihasilkan. Berikut ini gambar untuk setiap
label untuk limbah padat medis yang terdapat di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
Gambar 4.2 Label Limbah Padat Medis di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo
Dalam pemilahan/pemisahan limbah padat medis, pada saat observasi di poliklinik pusat
jantung terpadu dan hemodialisa masih adanya limbah padat non-medis yang dibuang ke tempat
sampah medis seperti kemasan air mineral dan kemasan makanan. Pada saat dilakukan
wawancara, menurut informan hal ini memang kadang terjadi, dikarenakan kurangnya kesadaran
dan kepedulian petugas medis dalam penanganan limbah padat medis. Kemudian, kurangnya
pengetahuan dari keluarga pasien yang menemani pasien mengenai sampah apa saja yang
termasuk dalam limbah medis dan non medis menjadi salah satu penyebab dari permasalahan di
pemilahan.
4.2.2 Pengumpulan Limbah Padat Medis
Berdasarkan hasil observasi di
Central Medical Unit
(CMU) 1, pelaksanaan pengumpulan
limbah padat medis dilakukan oleh
cleaning service
yang bekerja dimasing-masing ruangan.
Mereka mengumpulkan limbah padat medis mulai dari bak limbah yang ada dari sumber
penghasil limbah menuju ke tempat pengumpulan sementara yang telah ditentukan di setiap
ruangan. Limbah padat medis yang berasal dari bak limbah dimasukan kedalam wadah
pengangkutan limbah padat medis. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
supervisor
cleaning service
CMU 1 dan beberapa informan dari
cleaning service
, pengumpulan limbah padat
medis dilakukan pada waktu-waktu berikut:
a.
Pada shift pagi: pukul 06.00-09.00 dan 14.00 WIB
b.
Pada shift siang : pukul 17.00 – 21.00 WIB
Hasil observasi dan wawancara dengan
cleaning service
, saat mengumpulkan limbah padat
medis sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan
disposable
, masker
disposable
, sepatu
safety
/sepatu boot, dan
apron
. Selain itu, menurut keterangan dari supervisor
cleaning service
,
cleaning service
telah mendapatkan pelatihan mengenai bagaimana cara
mengumpulkan dan mengangkut limbah padat medis secara benar dan aman.
Hasil telaah dokumen, menyebutkan bahwa kantung limbah padat medis harus diberikan identitas
seperti nama/sumber ruangan dan tanggal pengangkutan. Namun berdasarkan hasil observasi di
lapangan, semua kantung limbah padat medis tidak diberi identitas oleh
cleaning service
yang
mengangkutnya.
4.2.3 Pengangkutan Limbah Padat Medis
Berdasarkan observasi di CMU 1, pengangkutan limbah padat medis dari setiap ruangan
penghasil limbah dilakukan oleh
cleaning service
yang bekerja dimasing-masing ruangan,
pengangkutan dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu setiap pagi pukul 06.00-06.30 WIB,
13.30-14.00 WIB, dan 19.30-20.00 WIB.
Tahap pengangkutan dilakukan oleh
cleaning service
dengan membawa limbah padat medis
yang telah dikumpulkan di titik kumpul setiap ruangan menuju ke tempat pembuangan limbah
sementara (TPSS). Tempat pengumpulan limbah padat medis di CMU 1 terdapat di Lantai 9
gedung CMU1. Pengangkutan limbah padat medis dari ruangan menuju TPSS menggunakan
lift
service
yang khusus mengangkut barang kotor atau bila tidak ada lift khusus maka jam
pengangkutan ditentukan oleh penanggung jawab gedung dengan menempelkan tanda peringatan
di bagian luar gedung.
Gambar 4.3 Tanda Peringatan Pengangkutan Limbah Padat Medis
Waktu pembuangan limbah ditentukan oleh Unit Sanitasi dan Lingkungan RSUPN DR.
Cipto Mangunkusumo yaitu pagi mulai dari jam 06.00-10.00, siang jam 14.00-16.00, dan malam
jam 19.00-21.00. Pengangkutan limbah dibagi dalam 3 shift agar limbah yang terdapat di ruangan
tidak menumpuk di titik pengumpulan.
Berdasarkan hasil observasi saat pengangkutan limbah di TPSS, banyak
cleaning service
yang membawa limbah padat medis yang disatukan dengan limbah non-medis yang disatukan
didalam troli khusus limbah padat medis.
Gambar 4.4 Pengangkutan Limbah Padat Medis Yang Bercampur Dengan Limbah Non-Medis
Berdasarkan hasil observasi dengan beberapa
cleaning service,
mereka mengatakan:
“ Jumlah limbah padat medis dan non medis yang dihasilkan di ruangan cukup banyak
sehingga kami menggabungkan mengangkut limbah padat medis dan non medis dalam
satu wadah pengangkutan karena kami harus berkali-kali untuk mengangkut limbah
tersebut ke TPSS”
4.2.4 Penyimpanan Sementara Limbah Padat Medis
Tahap selanjutnya setelah pengangkutan adalah penyimpanan limbah padat medis di tempat
penyimpanan sementara (TPS). RSUPN DR. Cipto Mangunkumo memiliki 3 jenis TPS yaitu TPS
Limbah padat medis, TPS Limbah Non-Medis, dan TPS Limbah B3. Lokasi TPS limbah padat
medis berada di dalam bangunan yang sama dengan insinerator. Hal ini untuk memudahkan pada
saat proses pemindahan limbah padat medis ke insinerator.
Tempat penyimpanan sementara limbah padat medis berupa ruangan pendingin (
cold
storage
) dengan suhu sampai minus 18
OC.
4.2.5 Pemusnahan Limbah Padat Medis
RSUPN DR Cipto Mangunkusumo sejak dahulu sampai sekarang menggunakan insinerator
untuk membakar limbah padat medis sebelum tahun 1995 sampai sekarang. Insinerator yang
digunakan sekarang merupakan insinerator baru karena insinerator yang lama sudah rusak dan
sudah tidak memenuhi persyaratan pengoperasian insinerator.
Pembakaran limbah padat medis dilakukan setiap hari termasuk hari sabtu dan minggu serta
hari libur pada pukul 06.00 sampai jam 10.00. Limbah padat medis yang dibakar dengan
insinerator adalah limbah infeksius, limbah benda tajam, dan limbah sitotoksik. Petugas yang
mengoperasikan insinerator di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo berjumlah 3 orang. Mereka
bekerja dalam dua shift yaitu shift pagi mulai jam 06.00 -13.30 dan shift sore yaitu jam
13.00-20.00. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi penumpukan limbah padat medis di TPS Limbah
padat medis. Sebelum proses pembakaran dimulai, petugas insinerator harus membersihkan abu
insinerator terlebih dahulu dari tungku pertama. Setelah membersihkan abu insinerator, petugas
insinerator membersihkan lantai dekat tungku pertama tempat mengeluarkan abu tersebut. Setelah
dibersihkan, petugas insinerator mulai membakar limbah padat medis yang baru datang ke TPSS
dari ruangan. Kemudian petugas insinerator menimbang limbah yang akan dimasukan ke
insinerator, kurang lebih 25 kg per sekali umpan dengan waktu pengumpanan 7,5 menit.
Pengumpanan dilakukan terus menerus limbah limbah padat medis yang ada di TPS Medis atau
limbah padat medis yang baru datang dari ruangan habis.
Pembakaran limbah padat medis dengan menggunakan insinerator selalu menghasilkan
abu. Pembersihan abu insinerator dilakukan sebelum memulai proses pembakaran. Abu
dibersihkan dengan sekop, kemudian abu tersebut dimasukkan ke dalam tempat pengangkutan dan
ditampung dalam tong di TPS Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berada di areal bangunan
insinerator. Abu insinerator termasuk dalam limbah B3. Untuk penanganan abu insinerator
diserahkan kepada pihak ke tiga yaitu PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) karena
diperlukan
treatment
khusus untuk mengolahnya.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan keterampilan dan kemampuan pewawancara dalam menggali informasi dan
memperoleh informasi mengenai sistem pengelolaan limbah padat medis. Beberapa keterbatasan
penelitian ini antara lain:
1.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak meneliti bagaimana pengelolaan limbah radioaktif dan
limbah farmasi, karena penanganan untuk limbah radioaktif dan limbah farmasi berbeda
dengan limbah padat medis lainnya (limbah infeksius, limbah patologis, limbah benda tajam,
dan limbah sitotoksik).
2.
Peneliti hanya melakukan penelitian di
Central Medical Unit
1 RSUPN DR Cipto
Mangunkusumo, tidak meneliti seluruh gedung di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo karena
keterbatasan dari waktu.
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
5.2.1 Identitas Limbah Padat Medis
Jumlah limbah padat medis yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah
tempat tidur, kapasitas rumah sakit, jenis layanan kesehatan yang diberikan, jumlah kunjungan
dan lama rawat inap pasien (Alhumoud & Alhumoud, 2007; Tsakona et al., 2006). Dilihat dari
tipe rumah sakit dan letak geografis, RSUPN DR Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit
rujukan nasional dengan tipe rumah sakit A dan memiliki letak geografis yang strategis yaitu di Jl.
Diponegoro No.71 Jakarta Pusat. Dilihat dari jenis layanan kesehatan yang diberikan di CMU 1
sangat beragam. Salah satu pelayanan kesehatan yang ditawarkan adalah Pusat Jantung Terpadu
dan Perinatologi
Pusat Jantung Terpadu (PJT) merupakan sarana yang dimiliki oleh RSUPN DR Cipto
Mangunkusumo untuk meningkatkan pelayanan jantung. PJT memiliki fasilitas poliklinik ( 2
kamar konsultasi dewasa, 2 kamar konsultasi anak, 1 ruang konsultasi kelas khusus dengan ruang
tunggu, 1 kamar
ekokardiografi
, 1 kamar
treadmill stress test
, 1 kamar
holter
monitoring, dan 1
kamar
elektrokardiogram
), 18
bed
ruang rawat, 10
bed
CICU, 1 ruang kateterisasi laboratorium,
dan 2 kamar operasi.
Perinatologi merupakan pelayanan kesehatan bagi semua bayi baru lahir (usia 0-28 hari)
terutama yang memiliki risiko tinggi. Fasilitas yang dimiliki adalah
Total Parenteral Nutrition
;
laboratorium; ESG;
Ekokardiograf
i; ventilator; ruang perawatan neonatus level III yaitu
Spesial
Care Unit
(SCN) untuk bayi risiko sedang/pasca perawatan NICU yang sudah stabil (34 tempat
tidur) dan
Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) yang dilengkapi alat bantu pernafasan (seperti
ventilator, bubble
, CPAP, HFO/
High Frequency Oscillator
(18 tempat tidur) serta ruang isolasi (2
tempat tidur).
5.2.2 Tahapan Pengelolaan Limbah Padat Medis
5.2.2.1 Pemilahan Limbah Padat Medis
Spesifikasi untuk bak limbah yang tersedia sudah sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan yaitu KepMenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu bak limbah untuk menampung limbah
padat medis harus mudah dibersihkan, tertutup rapat, tahan benda tajam, anti bocor, dan tidak
mudah berkarat. Sedangkan untuk tempat limbah benda tajam, wadah harus anti bocor, anti tusuk,
dan tidak mudah dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukannya.
Pelabelan limbah padat medis juga telah sesuai dengan persyaratan untuk label limbah padat
medis (lihat gambar 4.2)
Namun pihak CMU 1 masih memerlukan supervisi dan pengontrolan terhadap kegiatan dari
perawat atau
cleaning service
sehingga secara perlahan dapat meningkatkan kesadaran petugas
terhadap proses penampungan dan pemisahan yang benar. Pihak CMU 1 perlu melakukan edukasi
terhadap keluarga pasien mengenai jenis limbah apa saja yang masuk ke dalam limbah medis dan
non-medis.
5.2.2.2 Pengumpulan Limbah Padat Medis
Pengumpulan limbah padat medis merupakan proses pengambilan limbah padat medis dari
bak penampungan di sumber penghasil limbah menuju ke titik pengumpulan sementara yang
sudah ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
cleaning service
, jadwal pengumpulan
limbah padat medis dilakukan tiga kali dalam sehari. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
penumpukan limbah padat medis pada sumbernya. Pengambilan limbah dilakukan ketika limbah
di wadah limbah padat medis telah terisi 2/3 nya. Hal ini ditujukan supaya kantung plastik dapat
diikat kencang dan erat supaya limbah padat medis yang ada didalamnya tidak keluar. Hasil ini
sesuai dengan KepMenkes No 1204 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa 2/3 bak limbah yang
sudah terisi harus segera diambil.
. Permasalahan yang terjadi dilapangan saat pengumpulan adalah tidak adanya identitas
limbah padat medis di kantung limbah padat medis. Beberapa
cleaning service
yang diwawancari
tidak mengetahui bahwa harus memberikan identitas di kantung limbah padat medis yang mereka
tahu hanya harus mencatat asal/sumber penghasil limbah dan tanggal pengangkutan pada lembar
pengangkutan limbah padat medis. Faktor penyebab lainnya adalah tidak disediakan spidol
permanen yang digunakan untuk menulis identitas pada kantung limbah padat medis di
ruangan/gedung masing-masing.
5.2.2.3 Pengangkutan Limbah Padat Medis
Proses pengangkutan di CMU 1 dilakukan oleh petugas
cleaning service
yang bekerja di
masing-masing ruangan. Hasil telaah dokumen dan hasil observasi,
cleaning service
membawa
limbah padat medis ke TPSS setiap hari yaitu pada pagi hari pukul 06.00-10.00, sore hari pukul
14.00-16.00 dan malam hari pukul 19.00-21.00. Hal ini dilakukan supaya limbah padat medis
yang ada di ruangan tidak menumpuk di tempat pengumpulan sementara di ruangan penghasil
limbah padat medis dan menghindari adanya vektor penyakit seperti serangga dan binatang
penganggu lainnya di tempat pengumpulan sementara di ruangan. Menurut Nurchotimah (2004)
menyebutkan bahwa pengangkutan limbah padat medis harus dilakukan setiap hari supaya tidak
menjadi sumber bau dan lalat serta terhindar dari kemungkinan kemasukan air.
Pada tahap pengangkutan, RSUPN DR Cipto Mangunkusumo memiliki dua angkut yang
berbeda untuk limbah padat medis dan non medis. Untuk limbah padat medis menggunakan sulo
yang berwarna kuning (lihat gambar 6.4) dan untuk limbah non-medis menggunakan sulo yang
berwarna biru atau hijau. Sulo terbuat dari bahan
fiber
yang mudah untuk dibersihkan dan tertutup
rapat. Hal ini sesuai dengan KepMenkes nomor 1204 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa
pengangkutan limbah padat medis harus menggunakan kontainer yang kuat dan tertutup. Menurut
Depkes, dalam proses pengangkutan limbah padat medis disarankan untuk menggunakan alat
angkut yang terpisah antara limbah padat medis dengan limbah non-medis dan tidak boleh
digunakan untuk mengangkut materi lainnya (Depkes, 2002). Berdasarkan hasil observasi
mengenai pengangkutan limbah di TPSS, hampir sebagian besar
cleaning service
membawa
limbah padat medis dan non medis digabungkan dalam satu wadah pengangkutan(lihat gambar
6.5). hal ini ini disebabkan oleh kurangnya jumlah sulo di CMU 1 dan kurangnya supervisi untuk
pelaksanaan pengangkutan limbah padat medis oleh
cleaning service
.
5.2.2.4 Penyimpanan Limbah Padat Medis
Berdasarkan hasil penelitian, TPS limbah padat medis yang dimiliki RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo berupa ruangan pendingin dengan suhu sampai minus 18
OC (lihat gambar 4.5).
TPS limbah padat medis berada di dalam bangunan insinerator. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah proses pengangkutan limbah padat medis dari TPS limbah padat medis ke
insinerator ketika akan dilakukan pembakaran.
Menurut KepMenkes No. 1204 tahun 2004, bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator
harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam. Berdasarkan perhitungan waktu tinggal
limbah di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo sebagai berikut:
Pengangkutan shift sore dimulai pukul 14.00 WIB
Waktu pemindahan limbah padat medis ke insinerator pukul 07.00 WIB
Jadi waktu tinggal limbah padat medis ke insinerator yaitu ± 17 jam.
Pengangkutan shift malam diakhiri pukul 21.00 WIB
Waktu pemindahan limbah padat medis ke insinerator pukul 07.00 WIB
Jadi waktu tinggal limbah padat medis ke insinerator yaitu ± 10 jam.
Berdasarkan perhitungan diatas, maka waktu tinggal limbah padat medis di TPS Limbah padat
medis paling cepat ± 10 jam dan paling lama ± 17 jam. Ini sesuai dengan persyaratan mengenai
pembakaran limbah paling lambat 24 jam di KepMenkes No. 1204 tahun 2004.
5.2.2.5 Pemusnahan Limbah Padat Medis
Tahap akhir dari proses pengelolaan limbah padat medis adalah pemusnahan. Menurut PP
18 jo 85 Tahun 1999, pengelolaan dengan menggunakan insinerator dapat mengubah karakteristik
dan komposisi limbah B3 untuk mengurangi sifat bahan dan/atau sifat racun dengan menggunakan
insinerator. Dengan melakukan pembakaran dapat mengurangi jumlah limbah padat medis sampai
91-97% (Rau et al, 2000).
Pembakaran limbah padat medis di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo dilakukan pada
pukul 06.00-10.00 WIB. Pembakaran menggunakan insinerator dua tungku dengan suhu bakar di
ruang bakar 1 adalah 400
OC-800
OC dan suhu bakar diruang bakar 2 adalah 500
OC-1.100
OC.
Sistem pengumpanan menggunakan
bucket elevator
dan menggunakan bahan bakar solar (lihat
gambar 6.10). Berdasarkan hasil observasi, limbah padat medis yang diumpankan ke insinerator
sebanyak 25 kg per 7,5 menit. Hal ini dilakukan supaya emisi udara yang keluar dari insinerator
sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan mencengah untuk terbentuknya
senyawa-senyawa yang berbahaya akibat dari pembakaran yang tidak sempurna. Hasil penelitian Perdani
(2011), menunjukan bahwa fasilitas kesehatan (puskesmas, laboratorium medis, dan balai
pengobatan) di Kota Surabaya Timur tidak dapat mengolah limbah padat medis dengan baik
karena pada saat pembakaran menggunakan suhu tidak lebih dari 1000
OC. Jika suhu pembakaran
<1000
OC, berarti pembakaran tidak sempurna dan akan menghasilkan emisi seperti CO (karbon
monoksida) dan senyawa dioksin serta furan yang merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna
dan tidak berbau tetapi sangat beracun (Yong-Chul Jang et al, 2005).
Pembakaran limbah sitotoksik di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo telah sesuai dengan
persyaratan pemusnahan limbah sitotoksik di KepMenkes No. 1204 tahun 2004. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa pemusnahan limbah sitotoksik dengan metode insinerasi dengan
menggunakan insinerator dua tungku pembakaran pada suhu 1200
OC dengan minimum waktu
tinggal 2 detik atau suhu 1000
OC dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua. Apabila
insenerasi dilakukan pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke
udara. Pembakaran limbah sitotoksik di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo dilakukan apabila
suhu pada tungku ke-dua telah mencapai >1000
OC, baru limbah sitotoksik dimusnahkan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang gambaran pengelolaan Limbah Padat Medis di CMU 1 RSUPN DR
Cipto Mangunkusumo Tahun 2012, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Identitas limbah padat medis meliputi:
Sumber dan jumlah limbah padat medis di CMU 1 yang menghasilkan limbah padat medis
terbanyak tahun2012 adalah Pav II/Hemodialisa yaitu 7.912,0 kg; Perinatologi 7.138,1 kg;
Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) yaitu 6469,5 kg dan Laboratorium Patologi Klinik sebesar
5.854,0 kg
2.
Tahapan pengelolaan limbah padat medis di CMU 1 RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
dimulai dari pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, sampai pemusnahan
limbah padat medis:
a.
Pemilahan seperti pewadahan dan pelabelan telah sesuai dengan Kepmenkes 1204 tahun
2004, semua wadah tempat limbah yang terdapat di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
telah diberi label dan warna kantung plastik limbah yang berbeda sesuai dengan jenis
limbah yang dihasilkan.
b.
Pengumpulan limbah padat medis sudah sesuai dengan Kepmenkes 1204 tahun 2004
karena dilakukan secara rutin sehingga tidak terjadi penumpukan limbah pada sumbernya.
Permasalahan yang terjadi pada tahap pengumpulan adalah tidak adanya pemberian
identitas pada kantung limbah yang dikumpulkan
Pengangkutan limbah padat medis telah sesuai dengan Kepmenkes No 1204 tahun 2004.
RSUPN DR Cipto Mangunkusumo memiliki 2 jenis gerobak untuk mengangkut
limbahnya. Warna kuning untuk limbah padat medis dan warna hijau untuk limbah
non-medis. Permasalahan dalam pengangkutan limbah padat medis adalah tercampurnya
limbah padat medis dan non-medis dalam satu wadah pengangkutan
c.
Penyimpanan limbah padat medis telah sesuai dengan Kepmenkes No 1204 tahun 2004,
bahwa rumah sakit yang mempunyai insinerator harus membakar limbah padat medis
selambat-lambatnya 24 jam. Waktu tunggu limbah padat medis di RSUPN DR Cipto
Mangunkusumo 10 – 17 jam dalam TPS limbah padat medis
d.
Pemusnahan limbah padat medis telah sesuai dengan KepMenkes No 1204 tahun 2004.
Limbah infeksius, limbah patologis, limbah benda tajam, dan limbah sitotoksik
dimusnakan dengan sistem insinerasi. Khusus untuk limbah sitotoksik, dibakar ketika
suhu di tungku ke-2 telah mencapai angka > 1000
OC.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang cocok untuk meningkatkan/mengoptimalkan
pengelolaan limbah padat medis di CMU 1 RSUPN DR Cipto Mangunkusumo antara lain:
1.
Unit Sanitasi dan Lingkungan CMU 1 perlu melakukan edukasi kepada keluarga pasien
dengan cara membuat gambar mengenai limbah apa saja yang masuk limbah padat medis dan
limbah non-medis. Dengan membuat gambar diharapkan keluarga pasien lebih cepat
memahami mana limbah yang harus dimasukan di wadah kuning dan mana limbah yang
dimasukan ke wadah.
2.
Unit Sanitasi dan Lingkungan CMU 1 perlu melakukan supervisi dan menanamkan serta
memberikan pengarahan kepada petugas yang menangani pengelolan limbah padat medis
(
cleaning sevice
) agar menyadari pentingnya melakukan pengelolaan limbah padat medis
dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan dan standar operasional yang berlaku
3.
Unit Sanitasi dan Lingkungan CMU 1 perlu mendata berapa jumlah sulo medis dan non-medis
yang diperlukan di setiap ruangan/gedung supaya tidak ada lagi
cleaning service
yang
membawa limbah padat medis dan non medis dalam satu wadah.
4.
Unit Sanitasi dan Lingkungan CMU 1 perlu melakukan pertemuan dengan
supervisor
cleaning service
, petugas di Insinerator, petugas yang bekerja di TPS Limbah B3 minimal 1
bulan sekali untuk mengetahui masalah apa yang terjadi di lapangan sehingga dapat di
follow
up
dengan cepat.
KEPUSTAKAAN
Alhumoud, J. M., & Alhumoud, H. M. (2012, Oktober 7). An analysis of trend related to hospital solid wastes management in kuwait management of enviromental quality an internasional journal, vol
18 no. 5 october 4, 2012.
http://search.proquest.com/docview/204609210/1325F6FDEB91758970/1?accountid=17242
Blenkharn, J.I. (2005). Standar of Clinical Wate management in UK Hospitals. The Journal of Hospital Infection, 62(3), 300-303. 11 Oktober 2012. http://www.elsevierhealth.com/journals/jhin
Da Silva, C. E., et al, (2004). Medical wastes management in the south of Brazil. Waste Management, 6 (25), 600-605. 3 Oktober 2012. http://www.bvsde.paho.org/bvsacd/cd43/mello.pdf
Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Sanitasi rumah sakit di Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal PPM & PPL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat dan Limbah Cair di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PPL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Depkes. R. I., 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Bakti Husada : Jakarta.
Ditjen PP & PL. (20-22 Oktober 2011). Kebijakan Kesehatan Lingkungan Dalam Pengelolaan Limbah padat medis di Fasyankes. Jakarta: Direktorat PL
KepBapedal Nomor 01 Tahun 1995 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
KepMenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Penyehatan Lingkungan.
Perdani, LP. Identifikasi Penyebaran Limbah Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur, [Skripsi]. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2011
Pruss, A., Giroult, E., & Rushbrook, P. (2005). Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan (Penerjemah: Munaya Fauziah, Mulia Sugiarti, & Ela Laelasasari). Jakarta. EGC.
Ristek. 2011. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Akan (Perlu) Diawasi. 25 Desember 2012.http://portal.ristek.go.id/download.php?file=Limbah.pdf
RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo, (2012). Profil RS DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta: RSCM.
Suryandari, Siswantini. (2010, agustus 6). Pengelolaan Limbah padat medis Belum Berstandar. Media Indonesia, p.20.
World Health Organization. (2005). Management of solid health care waste at primary health care centers. Geneva: WHO.
Yong-Chul jang, et al. (2005). Medical Waste Management in Korea. Journal of Environmental Management, 1-9. 11 Oktober 2012. http://www.elsevier.com/locate/jenvman