BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Umum
Perkembangan dari bangunan tingkat tinggi mengikuti alur dari kemajuan dan perkembangan kota. Urbanisasi, yang dimulai seiring dengan gencarnya industrialisasi, masih terus berjalan di berbagai tempat di dunia hingga saat ini. Di Amerika Serikat, proses ini bermula dari abad ke - 19. Masyarakat mulai berpindah dari jalur rural (desa) menuju urban (kota) yang memicu dan memaksa kota untuk meningkatkan daya tampungnya. Teknologi pembangunan menanggapi hal ini dengan serius; sehingga pada masa ini baja ringan, eskalator dan lift serta suplai energi listrik juga mulai dikenal dengan dimulainya daya tamping kota secara vertikal.
Dampak dominan dari bangunan tingkat tinggi terhadap tata kota telah
mengundang banyakkontroversi antara gedungkota denganbangunan kunoyang
bersejarah. Bentuk-bentuk dari bangunan tingkat tinggi telah mengubah dan
membentuk garis-garis langit pada banyak kota di berbagai negara. Namun
demikian, semuanya dibangun dan diciptakan dengan tujuan menyerukan
karakteristik dan pernyataan simbol dari kemakmuran dan kemajuan suatu negarasertaperwakilandariambisiperekonomianmasyarakatnya.
Selain beban gempa, permasalahan beban angin juga menjadi hal yang utama dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi karena berpengaruh pada kekuatan
bangunan dan juga menyangkut masalah kenyamanan (serviceability)
dari pengguna bangunan tersebut. Untuk memahami semua masalah angin dan
memprediksikarakteristikanginsecarailmiahmungkinmerupakansuatuhal yang
mustahil. Hal ini disebabkan olehpengaruhbeban angin pada bangunan yang
Sistem struktural untuk bangunan tingkat tinggi telah mengalami evolusi yang dramatis dari beberapa decade yang lalu hingga pada tahun 1990-an. Perkembangan dan kemajuan dalam bentuk system structural ini telah menjadi sebuah respon kegerakan menuju trend arsitektural yang terus berkembang dalam perencanaan gedung tingkat tinggi. Pada tahun 1980-an, mulai dikenal bangunan tingkat tinggi dengan gaya internasional dan design – design modern. Gedung – gedung tinggi berbentuk prisma, bergeometri vertikal dan gedung tinggi beratap rata mulai bermunculan dan menjamur di kota-kota besar serta menjadi umum dan dikenal masyarakat.
Zaman dan teknologi dunia pembangunan terus berkembang sehingga mengakibatkan gedung – gedung tinggi semakin beragam bentuknya dengan tampilan dan design yang semakin luar biasa pula. Hal ini mendongkrak kemajuan dari perkembangan bangunan tingkat tinggi yang telah menjadi kebutuhan masyarakat sehari - hari (sebagai apartemen, hotel, perkantoran, sekolah, rumah sakit, gedung serba guna maupun pusat perbelanjaan); serta meningkatkan perkembangan estetika dunia arsitektural yang berpengaruh pada tata kota. Sistem structural yang inovatif seperti megaframe, interior super diagonal braced frame, hybrid steel, core dan system outrigger telah menjadi perwakilan dari sebuah perkembangansistemstrukturalpadabangunantingkattinggi.
1.2 Klasifikasi Bangunan Tingkat Tinggi
Padatahun 1965, Fazlur Khan menyadari bahwa hirarki dari sistem struktur
inidapatdikategorikandengantujuandapatmenjadipendekatanyangefektifuntuk
penahanan beban lateral. Tipe yang pertama merupakan sistem penahan momen
yang efisien untuk gedung bertingkat 20 hingga 30 lantai. Tipe berikutnya
merupakangenerasidarisistemtubulardenganefisiensidarikantileveryangtinggi.
Tampilan bagandari sistem ini terusdimodernisasi secara periodikdalam jangka
waktutertentuapabila ada sistem baru yang ditemukandan dikembangkan dalam
sebagai bangunan yang ketinggiannya menciptakan berbagai kondisi pada design,
pembangunan dan penggunaannya lebih maksimaldaripada bangunan biasapada
waktu dan tempat tertentu. Para insinyur teknik sipil khususnya ahli struktur
mengemukakan bahwa sangat penting mengetahuidanmenyadaripentingnyasuatu
sistem dari struktur bangunan yang dapat menahan beban yang bekerja secara
lateral, apalagi telah dikategorikan jenis dari sistem struktural bangunan tingkat tinggi.
Proses pengklasifikasianbangunan tingkattinggiini didasarkan padakriteria
teknik dan sistem yang keduanya menjelaskan aspek fisis dan aspek design dari
bangunantersebut,sepertiberikut:
1. Material :
a. Baja
b. Beton c. Komposit
2. Sistempenahanbebangravitasi
a. FloorFraming(balok,slab)
b. Kolom
c. Truss
d. Pondasi
3. Sistempenahanbebanlateral
a. Dinding
b. Frame
c. Truss
d. Diaphragm
4. Tipebebanlateral
5. Kekuatandankebutuhankenyamanan a. Drift
b. Acceleration
c. Ductility
1.3 Sistem Outrigger
Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus berkembang di dalam
perencanaan bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban dan
tekanan angin. Seiring dengan perkembangan zaman banyak sistem dan metode
perencanaan yang dapat digunakan untuk bangunan tingkat tinggi; salah satunya
adalahpengunaansistemoutrigger. Sistem outrigger digunakansebagaisalahsatu sistemstrukturalyangefektifuntukmengontrolbebanyangbekerjasecaralateral. Ketikabebanlateralbekerjapadasuatustruktur, baikbebananginataupun gempa,
maka kerusakan struktur secara strukturalmaupun non – struktural dapat
diminimalkan. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan bertingkat tinggi yang juga terletak pada daerah yang merupakan zonagempaataupunyangbeban anginnya cukup besar berpengaruh.
Kerusakan bangunan akibat beban lateral secara konvensional dapat dicegah
dengan memperkuat dan memperkaku struktur bangunan terhadap gaya lateral
yang bekerja padanya. Namun, kerusakan secara non struktural umumnya
disebabkankarena adanya inter-storey drift (perbedaan simpangan antar tingkat).
Usaha memperkecil inter-storey drift dapat dilakukan dengan memperkaku
bangunan dalam arah lateral. Sistem outrigger merupakan salah satu sistem penahan beban lateral dan dipasang secara diagonal (juga dapat berupa struktur dinding beton ataupun struktur komposit). Kolom bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan shear wall maupun core wall yang terdapat di bagian tengah bangunan dengan batang batang outrigger yang bersifat sangat kaku pada satu tingkat atau lebih Dalam konsep outrigger yang konvensional,
outrigger dihubungkan secara langsung dari shear wal ataupun braced frame
dengankolompadabangunan tingkattinggi.Secara umum,kolom yangdimaksud
adalah kolom yang terletak pada sisi terluar dari bangunan. ( Gambar 2.1 ).
Merupakan bagian yang ideal pada sebuah bangunan tingkattinggi yang
menggunakan 2 (dua) set outrigges, termasuk salah satunya yang berada pada
puncakbangunan.
Kenyataannya, outrigger yangdigunakan pada bangunan tingkat tinggitidak dipasang pada setiap lantai bangunan. Pemasangan outrigger disesuaikan dengan
kebutuhan dan perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger dapat
dipasang setiap 10 atau 20 lantai. Ketika beban lateral bekerja pada bangunan, penekukan pada shear wall memutar batang – batang outrigger yang kaku yang juga terhubung dengan shear wall serta mempengaruhi tarik dan tekan pada
kolom. Outrigger yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak dipasang
pada setiap lantai. Pemasangan outrigger disesuaikan dengan kebutuhan dan
perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger dapat dipasang hanya padasatulantaisaja ataupunlebihpadabangunan.
Caradarikolomterluardaribangunanmenahanbagiandariperputaranmomen
yang dihasilkan oleh angin maupun beban – beban lainnya yang bekerja pada
bangunan digambarkan dalan ( Gambar2.3 ). Outrigger, yang terhubung dengan
core dan kolom di luar core, meregangkan kembali perputaran pada core dan
mengkonversibagiandarimomenpadacoremenjadipasangan gayavertikalpada
kolom. Pemendekan dan perpanjangan dari kolom serta deformasi dari outrigger
dapat menyebabkan beberapa perputaran pada core. Dalam perencanaan umum,
perputaran terhitung kecil sehingga core membalikkannya ke arah bawah
outrigger.
Konsep dari pemakaian outrigger telah tersebar luas dewasa ini, apalagi
didalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi. Penggunaan outrigger pada
bangunan tingkat tinggi di luar negeri apalagi negara maju sudah sangat
berkembang. Didalamkonsep ini, outrigger berfungsi sebagai penahan beban
lateralyangmenghubungkan coredengankolomyangterletakpada bagianterluar
dari bangunan tersebut ( Gambar 2.4 ). Core yangdimaksud dapat berupa shear wal ataupunbracedframesesuaiperencanaan.
Penggunaan dan efisiensi dari outrigger berakar baik dalam sejarahnya
tersendiri. Outrigger juga telah menjadi salah satu elemen kunci dalam
perencanaanbangunantingkattinggiyangefisiendanekonomis.
X =BeltTruss X=Outrigger =CoreWall =ExteriorColumns
1.4 Karakteristik Outrigger
Sistem outrigger dapat mengefisienkan penggunaan dari material struktur.
Selain itu juga dapat berfungsi untuk memaksimalkan kekuatan aksial dan
kekakuandarikolombagianterluaruntukmenahanbagiandariperputaranmomen
yang merupakan efek dari pembebanan lateral. Outriggeryangmempunyai
beberapa keunggulan, diantaranya dapat mengurangi displacement serta
inter-storey drift akibat beban lateral. Tetapi, hal ini juga tidak terluput dari beberapa
kelemahan. Ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dalam pengunaan
outrigger. Masalah yang ditimbulkan dapat membatasi aplikasi dari konsep di dalamlapangan,diantaranya:
1. Ruang yang termakan akibat pemasangan outrigger ( terutama bagian yang
diagonal ); memakan tempatyangcukup banyakpadalantaidimanaoutrigger
dipasang. Bahkan pada lantai penyimpanan mesin dan perlengkapan,
keberadaan outrigger merupakan masalah yang paling utama karena tidak
tertutup kemungkinan bahwa satu lantai yang menggunakan outrigger tidak
dapatdifungsikan sebagaimanamestinya.
2. Masalah arsitekturaldanfungsionaldaribangunantersebutyangdapatmenjadi
pertimbangan karena pengaruh dari pemasangan outrigger yang terhubung
dengancorewallpadabagiantengahbangunan.
3. Cara untuk menghubungkan outrigger dengan core wall dapat menjadi suatu
hal yang sangat rumit. Tingkat kesulitan akan semakin tinggi apabila sistem coreyang direncanakanadalahshearwalldaribeton.
4. Dalam beberapa hal, core dan outrigger tidak akan memendek secara
bersamaan karena pengaruh gaya gravitasi. Outrigger haruslah sangat kaku
agar dapat berfungsidenganefektifdanmaksimal.Outrigger dapat mengalami
tegangan yang cukup signifikanketika mencoba untuk mengontrol perbedaan
pemendekan antaracoredanbatang - batangoutrigger.Ketelitianyangtinggi
dan biaya tambahan juga diperlukan dalam permasalahan ini. Selain itu,
mencapaipuncak penyelesaian pembangunannyakarenalantaibangunanyang
menggunakan outrigger haruslah sangat kaku. Semua usaha ini dilakukan
untukmengurangimasalahyang terjadiakibatperbedaanpemendekan.
Karena masalah utama terletak pada terbatasnya ruang muat dan gerak akibat
penempatan outrigger, maka biasanya lantai yang menggunakan outrigger
dimaksimalkan sebaik mungkin agar tidak menjadi bagian dari bangunan megah dan tinggi yang tidak berfungsi sama sekali. Agar dapat menjadi lantai dari
bangunan yang efektif dan maksimal, adapun langkah yang dapat dilakukan
sebagaisolusi adalah menjadikan lantai – lantai yang menggunakan outrigger ini
menjadi ruangan mesin ataupun genset. Caranya adalah dengan menyesuaikan
ukuran mesin yang akan menempati ruangan yang juga sedikit terhimpit oleh
batang – batang outrigger, agar dapat muat dalam petak – petak ruangan yang
terbentuk akibat pemasangan outrigger. Alternatif lainnya yang dapat dijadikan
solusi adalah menjadikan ruangan tersebut menjadi gudang panyimpanan stok
barangataupuntempatpenyimpananbarang - barangataupunperlengkapankantor
lainnya. Selain itu, bisa dimanfaatkan pula sebagai ruangan kontrol, ruangan
pengawasankeamanan,ruangankompresorACataupunruanganpanellistrik.
1.5 KeuntunganPenggunaanOutrigger
Untuk kebanyakan bangunan tingkat tinggi secara umum, jawaban dari
permasalahanpadastrukturcoredansistemtubularadalahdayakerjadarisatuatau
lebih dari lantai yang dipasang outrigger. Outrigger menghubungkan core pada
bangunan dengan kolom terluar pada bangunan maupun elemen dinding. Sistem
outriggerdapatdibentukdengankombinasibaja,beton,maupunstrukturkomposit.
Ketika outrigger telah dipasang dan diefektifkan dengan baik, maka dapat
memberikan keuntungan secara struktural dan fungsional bagi keseluruhan
1. Momenyangberputarpadacoredanpeningkatandeformasiyangterjadidapat
dikurangi melalui momen yang berputar berlawanan arah yang bekerja
pada core pada masing – masing persimpangan outrigger. Momen ini
ditimbulkan dari pasangan gaya pada kolom terluar yang terhubung dengan
outrigger.
2. Penempatanjarakkolomterluartidakdidasarkanpadapertimbanganstruktural
saja dan dapat dengan mudah dikaitkan dengan pertimbangan estetika dan
fungsional.
3. Framing terluar dapat berupa balok biasa yang sederhana dan framing kolom tanpa harus membutuhkan sambungan frame yang kaku, mengakibatkan perencanaan bangunan lebih ekonomis.
Penggunaan outriggertelahberkembangdidalamduniapembangunansejauh
ini, apalagi di negara – negara maju seperti di Amerika Serikat, Australia dan
negaraindustri lainnya. Di Indonesia penggunaan system outrigger belum begitu
dikenalkarenakurangnyapembangunangedungbertingkattinggiyangsignifikan.
Berikutmerupakanbeberapacontohgedung – gedungtingkattinggididuniayang
menggunakan sistem outrigger untuk membuktikan bahwa dunia pembangunan
terusberkembang,diantaranya:
1. GedungCitySpirediNewYork,AmerikaSerikat
- Arsitek :MurphyJahn
- Struktur :RobertRosenwasserAssociates
- Tahunselesai :1987
- Ketinggian :248m
- Jumlahlantai :75tingkat
- Fungsi :Perkantorandanpemukiman
- Defleksilateralmaksimum:H/500
- Tipestruktur :Shearwalldenganoutriggerpadalantai
transferdanlantaikantor
- Pondasi :Batukarang,4MPa
- Kolom :56MPa
- Core :Dindingbeton
2. GedungChifleyTowerdiSydney,Australia
- Arsitek :Kohn,Pedersen,FoxdanTravis
- Struktur :FlackandKurtzAustraliadan
Thornton-TomasettiAssociates
- Tahunselesai :1992
- Ketinggian :215m
- Jumlahlantai :50tingkat
- Fungsi :Perkantoran
- Kecepatanangin :50m/dtk
- Defleksilateralmaksimum:H/400
- Tipestruktur :Bracedsteelcoredenganoutriggerpadalantai
5,29–30,42–43
- Pondasi :Batukali,5MPa
- Kolom :Baja,250–350MPa
1.6 Respon Beban Angin Pada Bangunan Tingkat Tinggi
Selainbebangempa,permasalahanbebananginjugamenjadihalyangutama
dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi karena berpengaruh pada kekuatan
bangunan dan juga menyangkut masalah kenyamanan (serviceability) dari
pengguna bangunan tersebut. Untuk memahami semua masalah angin dan
memprediksikarakteristikanginsecarailmiahmungkinmerupakansuatuhal yang
mustahil. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beban angin pada bangunan yang
bersifatdinamisdandipengaruhioleh beberapafaktorlingkungan.
Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983, Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1971, muatan angin diperhitungkan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang – bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity pressure) yang ditentukan dalam pasal 4.2 dengan koefisien – koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3.
Besarnya beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan angin, rapat massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta kekakuan struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan berubah menjadi energi potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada bangunan.
Gambar 2.5. Pengaruh angin pada bangunan gedung
1.7 Kecepatan Angin
Kecepatan angin didapat dari ketinggian spesifik pada bangunan, dengan
indikasi dari dua fenomena yaitu kecepatan angin yang konstan dan kecepatan
tekanan angin yang bervariasi. Alhasil, angin mempunyai dua komponen yaitu
statisdandinamis. ( Gambar 2.6 )
Secara umum, kecepatan angin terus bertambah seiring dengan pertambahan
ketinggiannya, seperti yang ditunjukkan gambar 2.7. Tingkat pertambahan
kecepatan angin ini merupakan faktor dari kekasaran tanah, yang awalnya
diperlambat dari tanah hingga makin cepat sesuai pertambahan ketinggian.
Semakin banyak halangan pada keadaan sekeliling (pohon, gedung, rumah, dsb),
ketinggian yang diperlukan anginuntukmencapai kecepatan maksimum(V max)
Gambar 2.7–KecepatanMaksimumAngin 1.8 Beban Angin dalam Peraturan
Penelitian secara ekstensif terus dilakukan untuk mendapatkan prediksi dari
aksibeban angin padabangunan tingkat tinggi. Peraturan bangunan yangdipakai
hanyamerupakanpendekatan statisyangmembayang - bayangiaksidinamisdari
karakteristik beban angin. Nilai dari tekanan angin merupakan fungsi persamaan
darikecepatanangintahunandalamsatuanmph(mileperhour),30kaki(ft)diatas
permukaantanahdenganmasawaktu50tahun.
Menggunakan rumus dan metode dari referensi VI (High-rise Builiding
Structures byWolfgangSchueller),tekanananginyangdihasilkanolehanginpada suatubangunantingkattinggidapatdikalkulasidenganrumus:
p=0.002558CDV2 (III.1)
dimana:
p =tekananpadamukabangunan(psf) CD =koefisienbentuk
V =kecepatanmaksimum(mph)
KoefisienbentukCDbergantungkepadabentukbangunandanbentukatapdari
bangunan. Untuk bangunan tinggi berbentuk segi empat, nilai CD nya 1,3, yang
merupakanpenjumlahan dari efek tekanan angin 0,8 dan efek hisapan dari angin
0,5.Nilaidaritekananangindapatdiperolehdaripersamaanketinggianbangunan.
Dalamhal ini, rumuspersamaan diberikanpada bangunan yangberada pada 30 ft
(9,144m) diataspermukaantanahdengan kecepatan angin sebesar 75 mph
(33,5m/s)yangmenghasilkan:
p=0.002558(1,3)(75)2≈18psf
Sehinggamenghasilkan kodebangunan untuk bangunan tinggi segi empat
dengankecepatanangin 75 mph (33,5 m/s) yangtelah digambarkan dalam grafik
Dalam peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, beban angin ditentukan dengan mengganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Tekanan tiup minimum harus diambil sebesar 25 kg/m2, sedang secara umum tekanan tiup merupakan fungsi dari kecepatan angin. Koefisien pengaruh ditentukan berdasar bentuk bidang yang terkena tiupan / isapan angin seperti pada tabel 4.1 PPIUG 83 dibawah ini.
Gambar : 2.9. Koefisien beban angin pada PPIUG ‘83 Sumber : Peraturan PPIUG ‘83
Sedangkan untuk daerah – daerah didekat laut dan daerah – daerah lain tertentu dimana terdapat kecepatan-kecapan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebuih besar, maka besar tekanan tiup (p) angin menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 secara umum dihitung dengan rumus :
p = V2/16 (kg/m2) ( Pasal 4.2 .3 )
Dengan v : kecepatan angin dalam m/det.
Studi dari Lythe, G.R dan Isyumov N., menunjukkan bahwa kecepatan angin per jam rata – rata untuk angin 100 tahunan mencapai 40 m/detik pada ketinggian gradien.
1.9 ArahAngin
Semuapergerakan bangunan meresponterhadap arahangin. Ketika sejumlah
udarayangbergerakdalamarahtertentubersentuhandengan permukaanbangunan,
sebuahperputarangayaakanditimbulkan.Gayainilahyangdisebuttekananangin. Tekanananginini dapatmenjadi besarbaik karenapertambahankecepatan angin
maupunpertambahanareadimanaanginsemakinbekerjadenganleluasa.
Bebananginyangbesarpadalebihdarisatusisibangunandapatmenyebabkan doubleflexurepadabangunan(Gambar2.9b).
Double flexure dapat berdampak positif ataupun negatif pada pergerakan bangunan. Displacement berbagai arah dapat menjadi lebih kecil dari yang seharusnya jika aliran udara atau angin yang sama datang secara bersamaan pada bangunan hanya pada satu sisi saja. Tekanan angin terbesar selalu terjadi ketika arah angin tegak lurus dengan muka bangunan. Ketika aliran angin menubruk permukaan bangunan pada bagian lain selain 90ᵒ, kebanyakan dari aliran angin tersebut mengalir ke arah yang lain dengan sendirinya.
1.10 PerhitunganBebanAnginpadaBangunanTingkatTinggi
Perhitungan beban angin dapat menggunakan grafik pada gambar 2.8. Hasil pembacaan grafik (psf) akan dikalikan dengan tinggi lantai yang bersangkutan (ft) serta dikali dengan panjang bentang bangunan (ft). Hasil dari beban angin akan diperhitungkan dalam satuan kips. Momen perlawanan yang dihasilkan oleh berat
Sehingga dari kedua momen ini dapat diperoleh angka keamanan (safety factor)untukmengatasi perputaran.Rumusnyaadalah:
1.11 PerhitunganpadaBangunanTingkatTinggi 1.11.1 Kekakuan
Berdasarkan referensi VII karya B. S. Taranath, nilai dari kekakuan K dapat diperolehdarigaya pyang bekerja pada tiap kolomterluar daribangunan dengan persamaanp=AEδ/L;dimanaδ=d/2,sehinggamenghasilkanpersamaan:
Dankontribusipersamaan(III.5)kedalamrumuskekakuanakanmenjadi:
dimana:
K =nilaikekakuan A =luasdarikolom
E =moduluselastisitasdaricore d =jarakdarikolomkekolom L =tinggibangunan
1.11.2 Displacement
Untuk membandingkan hasil displacement pada model bangunan 55 lantai,
akan dibagi perhitungan displacement dalam 5 kasus (Gambar 2.10). Empat
contoh model pemasangan outrigger pada bangunan 55 lantai adalah sebagai
berikut:
1. Modelstrukturtanpa outrigger
2. Model strukturdengan1 outriggerpadalantaiteratas.
3. Modelstrukturdengan1outriggerpada¾dariketinggianbangunan. 4. Modelstrukturdengan1outriggerpada½dariketinggianbangunan. 5. Modelstrukturdengan1outriggerpada¼dariketinggianbangunan.
Gambar 2.10 PermodelandalamPenempatanOutrigger (a)x=0;(b)x=¼L;(c)x=½L;(d)x=¾L
Model struktur pertama dari analisis bangunan 50 lantai ini tanpa
menggunakan outrigger. Displacemen pada model struktur yang pertama dapat
langsungditentukansecaraanalitisdenganmenggunakanpersamaan:
dimana:
∆ = displacement pada lantai tertinggi (mm) W = besar beban angin per ketinggian bangunan L = tinggi bangunan
E = modulus elastisitas dari core I = momen inersia dari core
Padamodelstrukturyangkedua,outriggerdipasangpadalantaitertinggipada
bangunan (x 0 atau Z = L) yang menyebabkan lantai teratas (lantai 40) menjadi
lantaiyangkaku.Nilaixmerupakanlokasipenempatanoutriggeryangdiukurdari
puncak bangunan sedangkan nilai Z adalah ketinggian tempat outrigger dipasang
yang diukur daripermukaan tanah. Persamaan dari perputaran sudut yang terjadi
akibatpemasanganoutriggerdapat dituliskandalampersamaan:
dimana:
= rotasi dari kantilever akibat beban angin secara lateral saat Z = L
= rotasi dari kantilever akibat kekakuan
= rotasi final dari kantilever saat Z =L
Tanda negatif pada menunjukkan rotasi ataupun perputaran yang terjadi
akibatkekakuan berlawananarahdenganrotasiatauperputaranakibatbebanluar(
angin ). Untuk kantilever bangunan tinggi dengan momen inersia I dan modulus
elastisitasEdanmendapatbebananginmeratasecaralateralW,maka:
Displacement ∆2 pada puncak bangunan dapat diperoleh dengan
mensuperposisikan defleksi dari kantilever akibat beban angin merata W dan
defleksiakibatmomenpengaruhoutrigger,sehinggaakandiperoleh:
Sehingga menjadi :
Pada model struktur yang ketiga, outrigger dipasang pada lantai 30 pada
bangunan yaitu pada posisi x = 0.25 L atau Z = 0.75 L. Defleksi lateral y yang
ditimbulkanolehbeban lateralyangmerataadalah:
Dengan mendiferensialkan y terhadap x, maka akan didapatkan persamaan untu
yaitu:
Substitusikannilaix=¼Lkepersamaan(III.14)sehinggaakanmenghasilkan:
Danhasilnyamenjadi:
M3 dan K3 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang ketiga
yaitupadasaatoutriggerditempatkanpadaZ=¾L,makapersamaan(III.8) dapat diuraikanmenjadi:
SehinggaM3akanmenjadi :
Berdasarkannilai M2padapersamaan(III.11),makapersamaan(III.17) dapatjuga
ditulis:
Displacement∆3padasaatZ=¾Ldapatdiperolehdaripersamaan:
Pada model struktur yang keempat, outrigger dipasang pada bangunan 50
lantaiyaitu padaposisi x=0.5L atauZ=0.5L.M4danK4mewakilimomendan
kekakuanpadamodelstrukturyangkeempatyaitupadasaat outriggerditempatkan
pada pertengahan ketinggian gedung (lantai20) ataux=Z=½L. Nilai kekakuan K4=2K2,makanilaiM4:
Dandisplacement∆4padasaatZ=½=
Pada model struktur yang terakhir dalam permodelan struktur 50 lantai ini, outrigger dipasang pada posisi x = 0.75 L atau Z = 0.25 L. M5 dan K5 mewakili
persamaan momen dan kekakuan pada model struktur yang kelima yaitu
pemasangan outrigger pada bangunan50lantaiyaitupadax=¾LatauZ=¼
L.NilaikekakuandariK5=4K2,maka :
1.12 LokasiOptimumPenempatanSingleOutrigger
Pada ilustrasi dan permodelan struktur bangunan 50 lantai sebelumnya
diketahui bahwa mengikat kolom terluar dengan core merupakan fungsi dari dua
buahkarakteristik, yaitukekakuanyangdiakibatkanolehoutrigger danperputaran
sudut yang terjadi akibat lokasi penempatan outrigger terhadap beban luar yang
merata(angin).
Kekakuan dari outrigger akan mencapai nilai minimum ketika ditempatkan
pada lantai teratas, yakni pada lantai50. Dan nilai kekakuan akan maksimum
ketika ditempatkan pada lantai yang lebih bawah, dalam permodelan ini adalah
lantai 10. Sedangkan rotasi perputaran terjadi akibat dari beban angin yang
bervariasi nilainya secara parabolik, dari yang memiliki nilai maksimum di atas
hingga mencapai nilai nol di bawah. Dengandemikian,dari sudut pandang
kekakuan dan juga pertimbangan perputaran yang terjadi, lokasi outrigger dapat
ditentukan. Dan sangat jelas bahwa lokasi optimum dari penempatan outrigger
adalahdisekitarbagiantengahdariketinggianbangunan.
Dengan asumsi outrigger yang digunakan adalah sangat kaku, maka lokasi
optimumdaripenempatanoutrigger dapatdiperolehdenganperhitungankalkulus.
Langkahpertama adalahmenggunakan persamaanuntuk perputaran pada x,yang
merupakanlokasipenempatanoutriggerdiukurdaripuncakbangunan.
dimana:
W = besar beban angin Mx = momen pada x
Kx = kekakuan outrigger pada x yang senilai dengan L = tinggi bangunan
E = modulus elastisitas dari core I = momen inersia dari core
X = lokasi dari outrigger yang diukur dari lantai teratas d = jarak dari kolom ke kolom
Kemudian, nilai defleksi pada puncak bangunan dapat diperoleh dari nilai Mx
dengan persamaan:
Lokasioptimum daripenempatanoutriggeradalah lokasidimana defleksiYM
bernilai maksimum. Didapatkan dari cara mendiferensialkan persamaan (III.25)
terhadapxdanhasilnyaadalahnol.
Sehinggadiperoleh :
1.13Sistem Shear wall
Perlakuan dinding geser dengan kekakuan bidang datar yang sangat besar dan membentang pada keseluruhan jarak vertikal antar lantai dapat digunakan secara ekonomis untuk menyediakan tahanan beban horizontal yang diperlukan. Penempatan dinding geser pada lokasi-lokasi tertentu yang cocok dan strategis serta ditempatkan secara hati-hati dan simetris dalam perencanaanya, dinding geser sangat efisien dalam menahan beban vertikal maupun lateral.
Jenis dinding geser berdasarkan banyaknya dinding dibagi atas : 1. Dinding geser sebagai dinding tunggal (gambar 2.10a)
2. Beberapa dinding geser disusun membentuk CORE (gambar 2.10b)
Jenis dinding geser berdasarkan variasi susunan dinding geser dalam denah dibagi atas :
1. Dinding geser sebagai dinding eksterior (gambar 2.11a) 2. Dinding geser sebagai dinding interior (gambar 2.11b) 3. Dinding geser simetri (gambar 2.11c)
4. Dinding geser asimetri (gambar 2.11d) 5. Dinding geser penuh selebar bangunan
6. Dinding geser hanya sebagian dari lebar bangunan Gambar 2.10a. Dinding Geser
Tunggal
Gambar 2.10b. Dinding Geser Core
Dalam mendesain sistem struktural perlu diperhatikan kestabilan lateral. Bagaimana suatu struktur dapat menahan gaya lateral tidak saja akan mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal struktur tetapi juga elemen horizontalnya. Struktur harus disusun sedemikian rupa hingga mekanisme pikul beban lateral mencukupi
Dinding geser eksterior Dinding geser interior Dinding geser interior simetri Dinding geser eksterior asimetri Gambar 2.11. Pembesian dinding geser
Gambar 2.11a.-2.11d. Variasi susunan dinding geser Sumber : Blog internet
Adapun tiga struktur penahan beban lateral dari gedung bertingkat banyak, salah satunya adalah :
Dinding Geser (Shearwall)
Untuk bangunan tinggi, diperlukan kekakuan yang cukup untuk menahan gaya-gaya lateral yang disebabkan oleh angin dan gempa. Jika bangunan tinggi tersebut tidak didesain secara benar terhadap gaya-gaya ini, dapat timbul tegangan yang sangat tinggi, serta getaran dan goyangan kesamping ketika gaya-gaya tersebut terjadi. Akibatnya tidak hanya menimbulkan kerusakan parah pada bangunan tersebut tetapi juga mengakibatkan ketidak nyamanan pada penghuni. Dinding geser merupakan dinding beton bertulang dengan kekakuan bidang datar yang sangat besar ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu yang cocok dan strategis, dinding tersebut dapat digunakan secara ekonomis untuk menyediakan tahanan beban horizontal yang diperlukan. Pada dasarnya dinding geser merupakan balok kantilever vertikal yang tinggi dan memberikan stabilitas lateral kepada struktur dengan menahan geser dan momen tekuk pada bidang datar yang disebabkan gaya-gaya horizontal / lateral berupa beban gempa maupun beban angin. Sehingga diharapkan struktur yang diberikan struktur dinding geser akan lebih kaku dan bisa menyerap dan menahan gaya geser.
2.14 Perilaku Dinding Geser (Shearwall) Akibat Gaya Lateral
Dinding geser (shearwall) adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral yang bekerja pada bangunan (Wolfgang Schueller, 1989 : 105). Dinding geser dengan lebar yang besar akan menghasilkan daya tahan lentur dan geser yang sangat tinggi dan merupakan sistem struktur yang paling rasional dengan memanfaatkan sifat-sifat beton bertulang. Pada konstruksi pelat beton bertulang, lantai dapat dianggap tidak mengalami distorsi karena ketegaran lantai sangat besar. Jadi gaya geser yang ditahan oleh sistem struktur disetiap tingkat bisa dihitung berdasarkan rasio ketegaran dengan memakai prinsip statis tak tertentu. gambar 2.5 memperlihatkan deformasi portal terbuka dan dinding geser kantilever yang memikul gaya gempa
a).Portal terbuka b).Dinding geser
Deformasi pada dinding kantilever menyerupai deformasi balok kantilever yang tegak lurus tanah dan selain deformasi lentur, dinding mengalami deformasi geser dan rotasi secara keseluruhan akibat deformasi tanah. Sebagai perbandingan deformasi portal terbuka besarnya cenderung sama pada tingkat atas dan bawah, sedangkan deformasi pada dinding geser sangat kecil didasar dan besar dipuncak.
Gedung yang sesungguhnya tidak memiliki dinding geser yang berdiri sendiri karena dinding berhubungan dalam segala arah dengan balok atau batang lain ke kolom-kolom disekitarnya. Sehingga deformasi dinding akan dibatasi dan keadaan ini sebagai pengaruh pembatasan (boundary effect). Agar daya tahan dinding dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka syarat-syarat dibawah ini harus diperhatikan dalam tujuan perancangan dinding geser.
Gambar 2.12.
Deformasi Portal Terbuka dan Dinding Geser.
Gambar 2.13 Letak Dinding Geser Sumber : Blog internet
δ δ
Bila letak dinding geser berbeda antara satu tingkat dengan tingkat lainnya seperti pada gambar 2.6a, gaya geser yang terpusat di dinding atas, w1, harus disalurkan ke dinding bawah w2. Dalam hal ini, balok atau pelat D akan memikul gaya tarik dan tekan yang besar. Sebaliknya pada dinding seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6b, pondasi memikul gaya yang besar karena momen guling (overturning moment) dan tarikan keatas bisa terjadi sehingga menyulitkan perencanaan, namun masalah ini bisa diatasi dengan melebarkan dinding ditingkat bawah, memperkuat dengan kerangka melintang yang tegak lurus pada kedua sisi dinding atau memperkuat balok pondasi.
(Kiyoshi Muto, 1987 : 24) Bangunan bertingkat itu adalah bangunan yang
mempunyai lebih dari satu lantai secara vertikal. Bangunan bertingkat ini dibangun berdasarkan keterbatasan tanah di perkotaan dan tinggi tingkat permintaan ruang untuk berbagai macam kegiatan. Di lain sisi juga diperlukan tingkat perencanaan dan perancangan yang semakin rumit guna menambah kekuatan struktur seperti dinding geser, dengan tujuan:
1. Untuk memperoleh dinding geser yang kuat.
2. Untuk mengurangi deformasi lentur pada dinding, balok disekitar dinding harus dibuat kuat dan tegar agar daya tahannya lebih baik dan momen lentur dinding harus diusahakan mendekati momen lentur portal terbuka.
3. Bila dinding atas dan bawah tidak menerus atau berseling gaya gempa yang ditahan oleh dinding harus disalurkan melalui lantai.
2.14.1 Dinding Geser Kantilever
Dinding geser pada gambar 2.5 yang memikul gaya gempa mengalami 4 jenis deformasi yaitu :
1. δs = deformasi akibat geser 2. δs = deformasi akibat lentur
3. δs = deformasi akibat rotasi pondasi
4. δs = deformasi akibat pondasi bergeser secara horizontal
2.14.2 Interaksi Dinding Geser dan Portal
Bila dinding geser dihubungkan dengan portal, secara alamiah (ditinjau dari pihak geser) deformasi dinding akan dibatasi oleh adanya portal, terutama deformasi akibat lentur dan rotasi pondasi. Pada dinding bertingkat satu, gaya pembatasan ini bisa diabaikan untuk tujuan praktis, sedangkan pada dinding geser yang tinggi dan langsing, gaya ini tidak bisa diabaikan. Pengekangan (restrain) dari portal sangat efektif untuk membuat dinding langsing efisien seperti dinding geser. Bila portal dihubungkan disekeliling dinding, ketegaran (rigidity) dan daya tahan (resistant) dinding dari pihak portal, dinding geser akan menimbulkan deformasi pada bagian portal didekat dinding sehingga tegangan dibagian ini lebih besar daripada bagian lainnya. Pada gambar 2.6a memperlihatkan system kerangka yang dikonversikan menjadi system yang ditunjukan pada gambar 2.6b. Sondang P. Siagian (2001 : 24) “Efektivitas adalah pemanfaatan sarana dan prasarana tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan suatu tujuan atas kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Gambar 2.15
a).Deformasi akibat gempa b).Diagram tegangan pada portal
a).Deformasi yang terjadi akibat adanya perbatasan b).diagaram tegangan portal
Gambar 2.16
Deformasi dan Diagram tegangan pada portal
Gambar 2.17
Deformasi dan Diagram tegangan yang terjadi pada portal akibat adanya perbatasan Sumber : Blog internet
Gaya gempa bekerja pada suatu portal seperti pada gambar 2.16, deformasi dan diagram tegangan akan seperti pada gambar 2.17 dan dinding akan dikekang oleh portal terbuka yang dihubungkan disekeliling dinding. Pengekangan ini timbul dari daya tahan portal yang sebidang dan portal yang tegak lurus. Dimana pada balok pengekangan dari portal yang sebidang berhubungan langsung dengan dinding, dimana putaran sudut dan deformasi dalam arah vertikal dititik kumpul kolom-kolomyang berdekatan diabaikan.
Gambar 2.18
Gaya Lateral yang Bekerja pada Portal
Gambar 2.19
Beban Lateral yang Bekerja pada Portal Sumber : Blog internet
2.15 Beban Angin ( Perhitungan berdasarkan ASCE 7 – 02 )
Dalam perencanaan beban angin berdasarkan peraturan ini, ada beberapa parameter – parameter untuk menentukan tekanan angin yang terjadi untuk mnghitung beban angin yang terjadi pada gedung bertingkat. Berikut adalah tahapan – tahapan dalam menentukan tekanan angin ( P ) yang terjadi pada struktur gedung.
1. Menentukan The Basic Wind Speed (V)
Basic Wind Speed (V) adalah parameter kecepatan ingin dalam satuan mph atau m/s. yang nantinya sebagai parameter untuk menghitung qz ( faktor tekanan kecepatan / The Velocity Pressure ) dalam satuan mph. Standart nilai V yang disediakan pada peraturan ini minimum dapat diambil 85 mph atau 38 m/s. (ASCE 7 – 02 / ACI 318 – 02).
2. Faktor arah angin (Kd)
Nilai fakor arah angin (Kd) sama dengan 0,85 untuk sebagian besar jenis struktur, termasukbangunan. Nilai faktor arah angin bervariasi dari 0.85 sampai 0.95.sesuai dengan tipe struktur bangunannya dan dapat
Gambar 2.20
Pertemuan Dinding Geser dengan Kolom Sumber : Blog internet
dilihat pada Tabel 1.8.
3. Faktor penting (Iw)
Merupakan parameter yang mempunyai nilai bahaya bagi kehidupan manusia dan barang. Dalam tabel 1.7 dan 1.7 a nilainya dapat diambil berdasarkan klasifikasi bangunan yang dapat dikategorikan dari kategori I-IV. Berdasarkan data yang ada kategori gedung termasuk pada kategori II sifat hunianya yaitu semua bangunan kecuali yang tercantum dalam Kategori I, III, dan IV dan V = 85 mph, maka nilai Iw = 1.
4. Koefisien Kz atau Kh
Sebuah kategori paparan daerah yang berlaku untuk letak bangunan dan koefisien kecepatan tekanan. Nilai Koefisien paparan kecepatan tekanan (Velocity Pressure Exposure Coefficient) Kz dapat ditentukan pada tabel 1.6, beradasarkan ketinggian diatas muka tanah dan kategorinya. Lokasi gedung The Pakubuwono Signature terletak di daerah perkotaan tepatnya di jalan pakubuwono VI kebayoran lama. Karena lokasi gedung didaerah perkotaan, paparan yang tepat adalah Paparan B (Exposure B) yaitu untuk daerah perkotaan dan pinggir kota atau daerah lain dekat dengan berbagai jarak penghalang satu atau lebih.
5. Faktor topografi Kzt
Dalam peraturan ini akibat dari topografi dapat diambil nilai faktor topografi Kzt = 1
6. Faktor akibat hembusan / Gust Effect Factor (Gf)
Faktor akibat hembusan merupakan pembebanan tambahan dinamis bersamaan dalam arah angin karena turbulensi angin dan interaksi struktur. Akibat dari hembusan ini harus dirancang karena bangunan rentan terhadap akibat torsi dinamis atau puntir dari hembusan ini. Untuk cara mendapatkan nilai Gf dapat dilihat pada halaman 39