• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN STRUKTUR KETERKAITAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: Analisis Multiplier Product Matrix(MPM), Menggunakan Soni's Technique

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN STRUKTUR KETERKAITAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: Analisis Multiplier Product Matrix(MPM), Menggunakan Soni's Technique"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN STRUKTUR KETERKAITAN

SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA:

Analisis Multiplier Product Matrix(MPM), Menggunakan Soni's Technique Tajerin¹

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan menganalisis perubahan struktur keterkaitan sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari buku Tabel Input Output (I-O) Tahun 1990, 1995 dan 2000 untuk transaksi domestik dan transaksi total atas dasar harga produsen. Analisis data dilakukan dengan pendekatan model I-O melalui perolehan nilai Multiplier Product Matrix(MPM) dari hasil perhitungan menggunakan Soni's Technique. Hasil analisis menujukkan bahwa berdasarkan kecenderungan rata-rata ketinggian nilai MPM sektor perikanan pada ”economic landscape” transaksi domestik yang meningkat selama periode analisis (1990-2000), diperoleh indikasi secara struktural keterkaitan sektor perikanan mengalami perubahan yang meningkat dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia. Namun sebagaimana ditunjukkan oleh adanya perbedaan rata-rata ketinggian MPM yang semakin besar antara transaksi domestik dengan transaksi total, perubahan struktur keterkiatan sektor perikanan tersebut ternyata belum dapat berubah meningkat tanpa menghilangkan ketergantungannya terhadap penggunaan input faktor yang berasal dari luar negeri dalam proses produksinya. Kedua temuan tersebut memberikan implikasi pentingnya mempertimbangkan kembali penerapan kebijakan dan strategi substitusi impor bagi pengembangan sektor perikanan Indonesia ke depan.

Kata Kunci: Keterkaitan, Perubahan Struktur, Sektor Perikanan

Abstract: Structural Change of Fisheries Sectors Linkage in The Indonesian Economy:An Analysis of the Multiplier Product Matrix (MPM) Using Soni's Technique. By: Tajerin This study was aimed to analyzing the structural change of fisheries sectors linkage in the Indonesian Economy. Secondary data used in this research were obtained from Input Output Table of 1990, 1995 and 2000 for domestic transactions and total transactions based on Producer's Prices. Data analysis was done using I-O approach through Multiplier Product Matrix (MPM) with Soni’s Technique. Results showed that during the analysis period (1990 – 2000), the fisheries sectors MPM of the domestic transactions economic landscapee with the other sectors are rising. However, the analysis also showed that there was a gap of average MPM value between domestic and total transactions by which tend to rise during the analized period. This indicates that the structural change fisheries sector is still heavily depended on import of inputs from abroad. The implication of those two findings was imperative to consider re-applying the old, abandoned import substitution policy and strategy for future fisheries sectors development.

Keywords: Structural Change, Linkages, Fisheries Sector, Indonesian Economy

¹Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jl. KS. Tubun, Petamburan VI Slipi Jakarta. E-mail: Jerin_Jmhr@yahoo.com

(2)

I. PENDAHULUAN tidak lagi didasarkan pada ”pemerasan pembangunan” (squeezed development) Pembangunan perikanan selama tiga sektor lain (dalam hal ini sektor perikanan), dasa warsa terakhir diposisikan sebagai namun didasarkan pada ”pemanenan” yang sektor ”pinggiran” (peripheral sector) dalam paling efisien dan memberikan kontribusi p e m b a n g u n a n e k o n o m i n a s i o n a l maksimal bagi kemakmuran bangsa serta (Kusumastanto, 2002). Dengan posisi mampu menjawab tantangan persaingan semacam ini sektor perikanan bukan menjadi global dan pembangunan berkelanjutan ”arus utama” (main-stream) dalam kebijakan (sustainable development) (Dahuri, 1999a; pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini 1999b).Oleh karena itu, untuk dapat menjadi ironis mengingat hampir 70% wilayah mewujudkan hal tersebut, sektor perikanan Indonesia merupakan wilayah pesisir dan haruslah memiliki keterkaitan ke depan dan ke lautan dengan potensi ekonomi yang sangat belakang yang tinggi dengan sektor-sektor lain besar serta berada pada posisi geopolitis yang dalam perekonomian di Indonesia.

penting, yakni Lautan Pasifik dan Lautan Namun demikian, peningkatan kontribusi Hindia sebagai kawasan paling dominan ekonomi tersebut tentunya tidak terlepas dari dalam percaturan dunia baik secara ekonomi pengaruh kebijakan-kebijakan ekonomi dari dan politik di dunia. pemerintah. Kebijakan tersebut antara lain Dalam perkembangannya kemudian, adalah kebijakan promosi ekspor, kebijakan ”wajah” sektor perikanan tersebut berubah kemudahan investasi, kebijakan substitusi dan mampu menunjukkan eksistensinya impor dan kebijakan-kebijakan lainnya yang dalam perekonomian Indonesia, terutama pernah digulirkan pemerintah dalam setelah mendapatkan momentum baru dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi rangkaian pembangunan ekonomi nasional, nasional. Interaksi antara berbagai kebijakan yaitu dengan dibentuknya Departemen tersebut, tentunya akan berpengaruh Kelautan dan Perikanan (DKP). Sejak terhadap kenaikan total keluaran dan peranan berdirinya DKP, pertumbuhan pembangunan sektor perikanan dalam perekonomian perikanan melaju dengan cukup tinggi. Hal ini nasional, yang pada gilirannya dapat antara lain dapat dilihat dari indikator mempengaruhi kondisi perubahan struktur pertumbuhan Product Domestic Bruto (PDB) keterkaitannya.

sektor perikanan sejak tahun 2000 hingga Dari fenomena di atas, hal penting yang 2004 yang terus meningkat dengan rata-rata perlu dicermati berkaitan dengan upaya untuk kenaikan per tahun sebesar 17,07%. Rata- meningkatkan kontribusi ekonomi sektor rata kenaikan PDB perikanan ini secara relatif perikanan secara luas dalam pembangunan lebih tinggi dibanding dengan sektor pertanian Indonesia, diantaranya adalah mengenai lainnya bahkan dengan PDB nasional (DKP, perubahan struktur keterkiatan sektor

2005a). perikanan. Pengetahuan mengenai hal ini

Dengan demikian, pada tataran kebijakan sangat bermanfaat, karena dapat memberikan pembangunan ekonomi sudah selayaknya informasi yang dapat dijadikan acuan bagi s e k t o r p e r i k a n a n m e n j a d i s u m b e r formulasi kebijakan pembangunan perikanan pertumbuhan baru perekonomian Indonesia, sesuai dengan kecenderungan perubahan terutama melalui upaya mensinergikannya struktur keterkaitannya. Untuk itu, kajian ini dengan sektor-sektor lain, dan dengan dilakukan dengan tujuan mendapatkan menggabungkan visi laut dan visi darat gambaran mengenai perubahan struktur sehingga seluruh potensi ekonomi dapat k e t e r k a i t a n s e k t o r p e r i k a n a n d a l a m dikembangkan secara terpadu. Pada kondisi perekonomian Indonesia.

(3)

II. METODOLOGI (1958) dalam Jhingan (1991). Hirschman memandang sektor pertanian sebagai sektor Landasan Teoritis yang pasif, sementara Adelman sebaliknya.

Ada berbagai teori yang menjelaskan Perbedaan pandangan itu terletak pada b a g a i m a n a k e t e r k a i t a n a n t a r s e k t o r kriteria pemilihan sektor kunci (leading sector) mempengaruhi perekonomian suatu negara. dalam akselerasi pembangunan. Kriteria Bagi negara-negara di mana peranan sektor y a n g d i g u n a k a n H i r s c h m a n d a l a m yang berbasiskan sumberdaya alam (natural menentukan sektor kunci tersebut menurut resource base) seperti sektor perikanan, maka pandangan Adelman terlalu sempit karena pemikiran mendinamiskan sektor tersebut hanya mempertimbangkan keterkaitan melalui kekuatan dan keterkaitannya dengan produk, yang jelas akan menempatkan sektor sektor lain amat menarik untuk disimak. pertanian pada sektor yang inferior. Padahal Pemikiran Mellor dan Lee (1973) serta kenyataannya berdasarkan hasil penelitian Mellor (1986; 1989) amat terkait dengan model Rangrajan (1982); Bell dan Hazell (1980); rural-led strategy of growth. Disamping itu, Adelman (1984); Haggblade et al. (1991); Johnston and Kilby (1975) dan King and Haggblade dan Hazell (1989); Cavallo and B y e r l e e ( 1 9 7 8 ) m e n e m u k a n b a h w a Mundlak (1982), menunjukkan bahwa keterkaitan industri dengan sektor yang keterkaitan antara sektor pertanian (termasuk berbasiskan sumberdaya alam amat kuat, perikanan) dengan sektor industri tidak hanya apabila sektor industri mempunyai keterkaitan keterkaitan produk, tetapi ada media yang tinggi dengan sektor yang berbasis keterkaitan lainnya yaitu: keterkaitan sumberdaya alam. Dengan menggunakan konsumsi, investasi dan tenaga kerja yang kasus sektor pertanian (termasuk di dalamnya mampu menjelaskan secara lebih menyeluruh adalah perikanan) sebagai salah satu sektor mengenai keterkaitan kedua sektor tersebut. yang berbasiskan sumberdaya alam, Adelman Di beberapa negara yang mengandalkan (1984) menekankan pentingnya Agricultural pertanian sebagai sektor andalannya, Demand-Led Industrialization (ADLI). keterkaitan tersebut terbukti memberikan Dengan sejumlah analisis, ia berhasil kemajuan yang berarti, seperti Costa Rica membuktikan bahwa strategi ADLI lebih (Celes dan Lizano, 1995); Colombia (Berry, superior dibanding strategi export-led growth, 1995); Kenya (Bigsten dan Collier, 1995); khususnya apabila diterapkan di negara Argentina (Mundlak dan Donenech, 1995); sedang berkembang di mana peranan sektor dan India (Bhalla, 1995).

pertanian sebagai sektor yang berbasiskan

sumberdaya alam masih substansial. Strategi Jenis dan Sumber Data

ini menghendaki pergeseran strategi dari Data yang digunakan dalam kajian ini surplus extraction menjadi surplus creation, adalah data sekunder dari buku Tabel Input-dan ditumbuhkannya keterkaitan permintaan Ouput (I-O) Tahun 1990, 1995 dan 2000 yang antara sektor pertanian dengan sektor lain disusun oleh Badan Pusat Statistik (1994, dalam perekonomian. Hal ini sejalan dengan 1999, 2004). Dalam kajian ini digunakan dua pemikiran Sumodiningrat dan Kuncoro (1990) jenis Tabel I-O, yaitu: (1) Tabel I-O transaksi yang mencoba menuangkan pola simbiosis domestik atas dasar harga produsen dimana antara sektor pertanian (termasuk perikanan) setiap nilai transaksi hanya mencakup barang dan industri melalui penerapan strategi dan jasa domestik dan dinilai atas dasar harga pengembangan agroindustri dan agribisnis. produsen; dan (2) Tabel I-O transaksi total atas P a n d a n g a n A d e l m a n m e n g e n a i dasar harga produsen dimana unsur margin pengembangan sektor pertanian (termasuk perdagangan dan biaya pengangkutan sektor perikanan) berbeda dengan Hirschman dipisahkan dari nilai input yang dibeli oleh

(4)

setiap sektor dan diperlakukan sebagai input matriks Tabel I-O Tahun 1995 dan 2000 ke yang berasal dari sektor perdagangan dan dalam klasifikasi matrik Tabel I-O Tahun 1990 pengangkutan. yang memiliki klasifikasi terendah (161 x 161 Untuk dapat merekam peranan sektor sektor). Selanjutnya setelah semua Tabel I-O perikanan, dalam penelitian ini digunakan yang digunakan dalam kajian ini menjadi sama Tabel I-O menurut klasifikasi 161 x 161 sektor ukuran matriksnya, selanjutnya dilakukan untuk tahun 1995; 172 x 172 sektor untuk pengklasifikasian kembali dengan cara tahun 1995; dan 175 x 175 sektor untuk tahun mengagregasi beberapa sektor menjadi 2000. Mengingat ukuran matrik masing- klasifikasi matriks 9 x 9 sektor, seperti tertera masing Tabel I-O tersebut tidak sama, pada pada Tabel 1.

tahap awal dilakukan konversi klasifikasi

Tabel 1. Pengklasifikasian Sektor-Sektor dari Tabel Input-Output yang digunakan dalam Kajian

Table 1. Sectors Classification of I-O Table in The Analysis .

Sektor-Sektor dalam Tabel Input-Output /Sectors within I-O Table Sektor /

Sectors

Deskripsi / Description

1990 1995 2000

1. Pertanian non perikanan / Non Fisheries Agriculture

1 - 28 1 – 31 1 – 30

2.

3.

Perikanan Primer / Primary Fisheries:

Perikanan laut dan hasil perairan laut lainnya / Marine Fisheries Sub Sector and Its Produces

Perikanan darat dan hasil perairan darat lainnya / Freshwater Fisheries Sub Sector and Its Produces

29 30 32; 34L90*) 33; 34D90**) 31; 33L00***) 32; 33D00****)

4. Pertambangan dan penggalian / Mining and Quarry

32 – 34 36 – 48 35 – 48

5.

6.

Perikanan Sekunder / Secondary

Fisheries:

Industri pengeringan dan penggaraman ikan dan biota perairan lainnya / Sub Sector Drying and Salting Processing Industries

Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya / Sub Sector Processing and Preserving Industries 31 48 53 54 53 54

7. Industri pengolahan hasil pertanian non perikanan / Agriculture Non Fisheries Processing Industries 47 – 47; 49 – 83 49 – 52; 55 – 91 49 – 52; 55 – 93 8. Industri pengolahan lainnya / Other

Processing Industries

84 – 131 92 – 139 94 – 141 9. Jasa-jasa dan lainnya / Services and

Others

132 – 161 35;140– 172 34; 142 – 175 Keterangan/ Remarks:

)

* proporsi output sektor 34 (udang) untuk sektor 29 sebesar 54,1% yang berasal dari udang hasil tangkapan di laut pada tahun 1995 (BPS, 2004b)/ output proportion of 34 sectors (shrimp) for 29 sector is 54.1% from marine in 1995 (BPS, 2004b)

(5)

Ta h a p s e l a n j u t n y a , a g a r d a p a t oleh BPS (2000). Metoda serupa telah memperbandingkan antara perubahan riil di digunakan untuk beberapa penelitian sejenis masing-masing tabel input output yang di beberapa negara lain pada tahun digunakan, dalam kajian ini dilakukan konversi sebelumnya*.

(deflasi) besaran harga yang sebenarnya

Metoda Analisis Data b e r l a k u ( t h e o r i g i n a l c u r r e n t p r i c e)

Salah satu model yang secara luas berdasarkan harga konstan (constant price)

digunakan untuk menganalisis struktur tahun tertentu. Secara empiris setidaknya

perekonomian baik di tingkat nasional maupun terdapat dua metoda mendeflasi penggunaan

regional termasuk untuk analisis yang bersifat Tabel I-O. Pertama, metoda pendeflasian

spesifik sektoral adalah model I-O (Nazara, berdasarkan harga konstan dengan tahun

1 9 9 7 ) . D a s a r p e t i m b a n g a n u t a m a dasar yang ditentukan secara segmentasi

digunakannya model I-O dalam kajian ini (intertemporal comparison). Metoda ini

adalah bahwa dengan memanfaatkan tabel dikenalkan oleh Commission of European

dasar dan tabel turunan, model I-O secara Communitie, (1993) dalam Statistics

kuantitatif dapat memberikan gambaran Canada–Catalogue No. 15F0077GIE (2001).

menyeluruh mengenai struktur perekonomian, Kedua, metoda pendeflasian berdasarkan

dan meskipun model I-O bersifat statis, harga konstan satu tahun dasar tertentu yang

namun dengan membandingkan dua tabel diberlakukan untuk keseluruhan Tabel I-O

atau lebih yang meliputi periode waktu yang yang digunakan dalam analisis.

berlainan maka arah perubahan struktur Dalam kajian ini, pendeflasian terhadap

masing-masing sektor dapat diketahui (Liu tiga buah Tabel I-O, yaitu tahun 1990, 1995

and Saal, 2000). dan 2000 yang digunakan dalam analisis

Analisis perubahan struktur melalui dilakukan berdasarkan metoda ”kedua”,

penggunaan model I-O menjangkau beberapa dengan menggunakan harga konstan tahun

aspek, diantaranya adalah perubahan struktur 1993 menurut ”patokan” Produk Domestik

dari aspek permintaan dan komponennya, Bruto (PDB) masing-masing sektor sebagai

perubahan struktur dari aspek penawaran dan PDB defaltornya. Pengaplikasian angka

komponennya, dan perubahan struktur yang indeks PDB deflator tersebut dilakukan

dilihat berdasarkan derajat keterkaitannya dengan menggunakan teknik seperti yang

baik ke belakang maupun ke depan. Dalam digunakan oleh Kaneko (1984) dan

kajian ini, perubahan struktur keterkaitan merupakan salah satu teknik yang dianjurkan

*Metoda ini telah digunakan pula oleh Akita (1991, 1992 dan 1994), Chenery (1980 dan 1986), Feldman et al. (1987), Holland and Cooke (1992), James and Fujita (1989), Kubo et al. (1986), Lee dan Schluter (1993), Martin and Holland (1992), Soni's et al. (1996), dan Urata (1987).

)

** proporsi output sektor 34 (udang) untuk sektor 30 sebesar 45,9% yang berasal dari udang hasil budidaya tambak dan tangkapan di perairan umum pada tahun 1995 (BPS, 2004b)/ output proportion of 34 sectosr (shrimp) for 30 sector is 54.9% from brackish water pond and inland water in 1995 (BPS, 2004b)

)

*** proporsi output sektor 34 (udang) untuk sektor 29 sebesar 54,5% yang berasal dari udang hasil tangkapan di laut pada tahun 2000 (BPS, 2004b)/ output proportion of 34 sectors (shrimp) for 29 sector is 54.5% from marine in 2000 (BPS, 2004b)

)

**** proporsi output sektor 34 (udang) untuk sektor 30 sebesar 54,5% yang berasal dari udang hasil budidaya tambak dan tangkapan di perairan umum pada tahun 2000 (BPS, 2004b)/output proportion of 34 sectors (shrimp) for 30 sector is 54.5% from brackish water pond and inland in 2000 (BPS, 2004b)

(6)

sektor perikanan terhadap sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia dianalisis berdasarkan derajat keterkaitannya ke depan maupun ke belakang.

D a l a m p e l a k s a n a a n n y a , a n a l i s i s perubahan struktur keterkaitan sektor perikanan tersebut dianalisis dengan meggunakan Soni's Techniques, yaitu dengan cara menghitung nilai “Multiplier Product Matrix” (MPM) dari Tabel I-O (Guo and Planting, 2000). Hasil perhitungan MPM

Penjumlahan secara vertikal kolom ke-j (m)

tersebut disajikan dalam bentuk grafik yang j

disebut sebagai “economic landscape”, p a d a M P M n i l a i n y a s a m a d e n g a n sehingga dapat mempermudah kita untuk penjumlahan secara vertikal kolom ke-j (bj) melihat perubahan struktur keterkaitan antar pada matrik kebalikan. Demikian pula dengan sektor dari satu periode ke periode yang lain. penjumlahan secara horisontal baris ke-i (mi) Dengan kata lain, secara visual melalui teknik pada MPM sama dengan penjumlahan secara tersebut dapat dideskripsikan struktur horizontal baris ke-i (b) pada matrik kebalikan.

i

keterkaitan antar sektor pada suatu periode Persamaan MPM tersebut dapat dituliskan dan perubahannya pada periode yang lain. sebagai berikut:

Adapun perhitungan nilai MPM tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut. Misalnya V adalah jumlah total dari nilai pengganda semua sektor yang diperoleh dari matrik invers Leontief:

Selanjutnya, nilai input-output MPM diperoleh dengan formulasi:

Hasil perhitungan MPM dalam kajian ini disajikan dalam bentuk grafik tiga dimensi u n t u k m e m v i s u a l i s a s i k a n s t r u k t u r perekonomian (economic landscape) yang disusun secara hirarkis. Hirarki secara vertikal pada MPM susunannya sama dengan hirarki berdasarkan daya penyebaran (backward linkages), sedangkan hirarki secara horisontal susunannya sama dengan hirarki berdasarkan derajat kepekaan (forward linkages). MPM yang telah disusun secara hirarkis tersebut jika dibuat grafik akan membentuk suatu landscape dimana kolom tertinggi terletak

å

å

== = n i n j ij b V 1 1

……(1)

(

n

)

n i j i b b b b b b V b b V MPM ·· · · · · · · ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ ø ö ç ç ç ç ç è æ = = L M 1 2 2 1 1

……(2)

dimana:

V = jumlah semua komponen di dalam matriks invers Leontief/The sum of all componets in invers Leontief Matrix

= jumlah semua kolom dalam baris ke-i dari matriks invers Leontief atau seperti yang digunakan dalam mengukur besaran keterkaitan ke depan /The sum of all column on the row of I from invers Leontief matrix or

· i

b

j

b

·

MPM = (1/V*FL*BL)

….. (3)

dimana:

V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief/The sum of all component in Leotief matrix

FL = derajat kepekaan/ keterkaitan ke depan/Degree of sensitivity/ forward linkages

BL = daya penyebaran/ keterkaitan ke b e l a k a n g S p r e a d i n g power/backward linkages

as to be used to measure the forward linkage

= jumlah semua kolom dalam kolom ke-j dari matriks invers Leontief atau seperti yang digunakan dalam mengukur besaran keterkaitan ke depan/The sum of all column on the row of j from invers Leontief matrix or to be used to measure the forward linkage

(7)

pada kiri atas dan melandai ke arah kanan besaran angka MPM yang digunakan dalam bawah. Ketinggian landscape menunjukkan analisis dilakukan dengan menggunakan besarnya keterkaitan sektor dengan Software PyIO (Nazara et al., 2004).

perekonomian. Semakin tinggi landscape

III. HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan bahwa sektor tersebut lebih kuat

keterkaitannya dengan perekonomian.

Visualisasi struktur keterkaitan antar Dengan kata lain tingkat ketinggian dan bentuk

sektor dalam perekonomian dapat landscape MPM tergantung pada keterkaitan

ditunjukkan melalui ”economic landscape” dari a n t a r s e k t o r d a l a m p e r e k o n o m i a n .

hasil perhitungan Multiplier Product Matrix Selanjutnya agar ”economic landscape” yang

(MPM) dapat dijelaskan pada uraian berikut. dihasilkan dapat diperbandingkan, maka

hirarki keterkaitan ke belakang dan ke depan

A. Economic Landscape dari MPM antar sektor ekonomi pada tahun 1990

Transaksi Domestik

digunakan sebagai tahun referensi untuk Berdasarkan ”economic landscape tahun 1995 dan 2000. Dengan kata lain, Multiplier Product Matrix (MPM)-nya (seperti economic landscape” tahun 1995 dan 2000 terlihat pada Gambar 1, 2 dan 3), dapat disusun berdasarkan hirarki tahun 1990. diketahui bahwa keterkaitan antar sektor di

Dalam kajian ini, untuk menghitung

Indonesia selama periode analisis

(1990-Gambar 1. Economic Landscape Transaksi Domestik dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia Tahun 1990

Figure 1. Economic Landscape for Domestic Transaction of Indonesian Economy Sectors in 1990 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 9 8 1 2 7 4 3 6 5 6 7 8 5 9 4 2 1 3 MPM Keterkaitan ke depan/ Forward linkage Keterkaitan ke belakang /Backward linkage

(8)

Gambar 2. Economic Landscape Transaksi Domestik dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia Tahun 1995 menurut Hirarki Tahun 1990

Figure 2. Economic Landscape for Domestic Transaction of Indonesian Economy Sectors in 1995,according to1990 Hierarchy

Gambar 3. Economic Landscape Transaksi Domestik dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2000 menurut Hirarki Tahun 1990

Figure 3. Economic Landscape. Domestic Transaction from Indonesian Economy Sectors in 2000 according to 1990 Hierarchy 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 9 8 1 2 7 4 3 6 5 6 7 8 5 9 2 1 3 4 MPM Keterkaitan ke depan/Forward linkage Keterkaitan ke belakang/Backward linkage 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 9 8 1 2 7 4 3 6 5 6 7 8 5 9 2 1 3 4 MPM Keterkaitan ke depan/Forward linkage Keterkaitan ke belakang/Backward linkage

(9)

2000) semakin meningkat. Hal ini dapat sebesar 3,41% pada periode 1990-1995, dan terlihat dari peningkatan rata-rata ketinggian sebesar 1,69% pada periode 1995-2000 kolom economic landscape dari MPM untuk (Tabel 2). Lebih lanjut dari ketiga ”economic keseluruhan sektor dalam perekonomian landscape” pada Gambar 1, 2 dan 3 terlihat Indonesia yang meningkat dari sebesar bahwa permukaan (ketinggian kolom) 0,167594 pada tahun 1990 menjadi sebesar landscape-nya mengalami perubahan. 0,173306 pada tahun 1995, kemudian Secara relatif perubahan tersebut dapat dilihat meningkat lagi menjadi sebesar 0,176238; pula pada Tabel 2, khususnya untuk atau terjadi perubahan peningkatan rata-rata perubahan khususnya untuk perubahan

Keterangan/remarks:

- Sektor-1/Sector-1 = sektor pertanian non perikanan/ Non-fisheries agriculture sector Tabel 2. Rata-rata dan Variasi Ketinggian Kolom ”Economic Landscape” Transaksi

Domestik Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia, Tahun 1990-2000 Table 2. Average and Height Variance of Economic-Landscape Column for Domestic

Transactions of Indonesian Economy During 1990-2000

Tahun /Year Perubahan (%)/Changes (%) Sektor Menurut Peringkat MPM / Sectors’ Position in Terms of MPM 1990 1995 2000 1990-1995 1995-2000 A. Rata-rata MPM / Average of MPM - Sektor/ Sector-6 - Sektor/ Sector -7 - Sektor/ Sector-8 - Sektor/ Sector-5 - Sektor/ Sector-9 - Sektor/ Sector-2 - Sektor/ Sector-1 - Sektor/ Sector-3 - Sektor/ Sector-4 0,234652 0,207525 0,176741 0,172708 0,171577 0,148322 0,135219 0,134549 0,127054 0,236110 0,213361 0,180202 0,192914 0,178107 0,151898 0,141983 0,132507 0,132677 0,238293 0,206303 0,177466 0,208931 0,179462 0,143554 0,148377 0,155046 0,128716 0,62 2,81 1,96 11,70 3,81 2,41 5,00 -1,52 4,43 0,92 -3,31 -1,52 8,30 0,76 -5,49 4,50 17,01 -2,99 Rataan Keseluruhan/ Total Average 0,167594 0,173306 0,176238 3,41 1,69 B. Variasi MPM / Variance of MPM - Sektor/ Sector -6 - Sektor/ Sector -7 - Sektor/ Sector -8 - Sektor/ Sector -5 - Sektor/ Sector -9 - Sektor/ Sector -2 - Sektor/ Sector -1 - Sektor/ Sector -3 - Sektor/ Sector -4 0,004697 0,003673 0,002664 0,002544 0,002511 0,001876 0,001560 0,001544 0,001377 0,006056 0,004896 0,003528 0,004043 0,003446 0,002507 0,002190 0,001907 0,001912 0,008219 0,006160 0,004558 0,006318 0,004662 0,002983 0,003187 0,003479 0,002398 28,95 33,28 32,29 58,91 37,24 33,58 40,42 23,52 38,89 35,71 25,82 29,22 56,28 35,27 19,00 45,50 82,41 25,40 Variasi Keseluruhan / Total Variance 0,002494 0,003387 0,004663 35,81 37,65

(10)

masing-masing sektor dalam perekonomian sektor lainnya dalam perekonomian selama Indonesia selama periode analisis. Perubahan periode analisis.

Untuk perikanan primer yang terdiri dari permukaan (ketinggian kolom) ”economic

perikanan laut dan perikanan darat l a n d s c a p e ” d a r i M P M t e r s e b u t

menunjukkan perubahan struktur keterkaitan mengindikasikan adanya perubahan yang

yang cenderung fluktuatif. Pada periode terjadi pada keterkaitan masing-masing sektor

tahun 1990-1995 rata-rata MPM perikanan terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Sektor-sektor yang keterkaitannya laut mengalami perubahan meningkat sebesar mengalami perubahan cenderung yang 2,41% (dari rata-rata MPM sebesar 0,148322 meningkat selama periode analisis (1990- pada tahun 1990 meningkat menjadi sebesar 2000) adalah industri pengolahan dan 0,151898 pada tahun 1995), dan rata-rata pengawetan ikan, industri pengeringan dan MPM perikanan darat berubah menurun penggaraman ikan, jasa-jasa dan lainnya, sebesar -1,52% (dari rata-rata MPM sebesar pertanian non perikanan. Sedangkan 0,134549 pada tahun 1990 menurun menjadi keterkaitan industri pengolahan hasil sebesar 0,132507 pada tahun 1995). perikanan non perikanan, industri pengolahan Kemudian pada periode tahun 1995-2000 lainnya, perikanan laut, pertambangan dan rata-rata MPM perikanan laut mengalami galian mengalami perubahan yang fluktuatif penurunan sebesar -5,49% (dari rata-rata selama periode periode analisis, yaitu MPM sebesar 0,151898 pada tahun 1995 meningkat pada periode 1990-1995 kemudian menurun menjadi sebesar 0,143554 pada m e n u r u n p a d a p e r i o d e 1 9 9 5 - 2 0 0 0 . tahun 2000), dan perikanan darat meningkat Sementara itu untuk perikanan darat juga sebesar 17,01% (dari rata-rata MPM sebesar mengalami perubahan yang fluktuatif selama 0,132507 pada tahun 1995 meningkat menjadi periode analisis, namun dengan pola sebesar 0,155046 pada tahun 2000).

Sementara itu, untuk perikanan sekunder perubahan yang berbeda, yaitu diawali

yang terdiri dari industri pengeringan dan dengan perubahan yang menurun pada

penggaraman ikan dan industri pengolahan periode 1990-1995, kemudian meningkat

d a n p e n g a w e t a n i k a n m e n u n j u k k a n pada periode 1995-2000. Dengan demikian,

perubahan struktur keterkaitan yang dari temuan tersebut diketahui bahwa antara

cenderung meningkat. Pada periode 1990-sektor-sektor terkait dengan perikanan primer

1995 rata-rata MPM kedua sektor tersebut d a n p e r i k a n a n s e k u n d e r m e m i l i k i

mengalami perubahan yang meningkat kecenderungan perubahan yang berbeda

masing-masing sebesar 11,70% dan 0,62% dalam struktur keterkaitannya dengan

sektor-- Sektorsektor--2/Sector-2 = sektor perikanan laut dan hasil perairan laut lainnya/ Marine fisheries and other marine fisheries product sector

- Sektor-3/Sector-3 = sektor perikanan darat dan hasil perairan darat lainnya/ Inland fisheries and otherInland fisheries product sector

- Sektor-4/Sector-4 = sektor pertambangan dan galian/ Quarrying and mining sector - Sektor-5/Sector-5 = sektor industri pengeringan ikan dan biota perairan lainnya/ Dried

and salted processing industry

- Sektor-6/Sector-6 = sektor industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya/ Processing and preserving industry

- Sektor-7/Sector-7 = sektor industri pengolahan hasil pertanian non perikanan/ Non-fisheries agriculture

- Sektor-8/Sector-8 = sektor industri pengolahan lainnya/ Other processing industry - Sektor-9/ Sector-9 = sektor jasa-jasa dan lainnya/ Other services

(11)

(dari rata-rata MPM sebesar 0,172708 dan 0,003387 pada tahun 1995, dan kemudian 0,234652 pada tahun 1990 kemudian meningkat kembali menjadi sebesar meningkat menjadi sebesar 0,192914 dan 0,0004663 pada tahun 2000. Atau terjadi 0,236110 pada tahun 1995). Selanjutnya peningkatan ketinggian kolom economic pada periode 1995-2000 rata-rata MPM kedua landscape MPM sebesar 35,81% pada sektor tersebut berubah meningkat kembali periode tahun 1990-1995, dan kemudian masing-masing sebesar 8,30% dan 0,92% meningkat kembali dengan perubahan (dari rata-rata MPM sebesar 0,192914 dan sebesar 37,65% pada periode 1995-2000. 0236110 pada tahun 1995 meningkat menjadi Dengan semakin meningkatnya variasi sebesar 0,208931 dan 0,238293 pada tahun ketinggian kolom economic landscape MPM

2000). tersebut mengindikasikan semakin tingginya

Dari visualisasi ”economic landscape” perbedaan keterkaitan masing-masing sektor MPM pada Gambar 1, 2 dan 3 dapat diketahui terhadap perekonomian secara keseluruhan. p u l a b a h w a k e t i n g g i a n k o l o m p a d a Lebih lanjut bila perbedaan ketinggian ”keterkaitan silang” antara sektor-sektor kolom economic landscape MPM transaksi ekonomi dengan sektor jasa-jasa dan lainnya domestik tersebut dilihat untuk masing-masing (untuk tahun 1990, 1995 dan 2000) dan sektor, dapat dibedakan menjadi dua dengan sektor industri pengolahan lainnya kecenderungan peningkatan ketinggian kolom (untuk tahun 1990 dan 1995) tergolong sangat economic landscape MPM. Pertama, sektor-menonjol. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor yang memiliki kecenderungan variasi seluruh sektor ekonomi dari transaksi ketinggian kolom economic landscape MPM domestik selama periode analisis (1990-2000) selama periode analisis yang meningkat mempunyai ketergantungan yang sangat dengan peningkatan yang bertambah, yaitu tinggi dengan sektor jasa-jasa dan lainnya. industri pengolahan dan pengawetan ikan, Hal yang sama berlaku pula untuk sektor- industri pengeringan dan penggaraman ikan, sektor terkait perikanan dan industri pertanian non perikanan, dan perikanan darat. pengolahan hasil perikanan. Sektor-sektor K e d u a , s e k t o r - s e k t o r y a n g m e m i l i k i yang mempunyai ketergantungan tertinggi kecenderungan variasi ketinggian kolom dengan sektor jasa-jasa dan lainnya, dan economic landscape MPM selama periode industri pengolahan lainnya untuk periode a n a l i s i s m e n i n g k a t n a m u n d e n g a n yang sama (1990-2000) adalah industri peningkatan yang berkurang, yaitu industri pengolahan dan pengawetan ikan, kemudian pengolahan hasil pertanian non perikanan, disusul oleh industri pengeringan dan industri pengolahan lainnya, jasa-jasa dan penggaraman ikan, perikanan laut dan lainnya, perikanan laut, dan pertambangan

perikanan darat. dan galian.

Selanjutnya dari Gambar 1, 2 dan 3 Khusus untuk sektor-sektor yang terkait tersebut juga dapat dilihat bahwa permukaan dengan perikanan (baik perikanan primer economic landscape dari MPM cenderung maupun perikanan sekunder), ternyata dari semakin tidak rata. Kecenderungan tersebut perbedaan kecenderungan variasi ketinggian diperjelas dengan hasil perhitungan kolom economic landscape MPM tersebut ”population variance” seperti tertera pada (Gambar 1, 2 dan 3 serta Tabel 2) industri pada Tabel 2 yang memperlihatkan adanya pengolahan dan pengawetan ikan dan kecendrungan peningkatan variasi ketinggian perikanan darat memiliki kecenderungan yang kolom economic landscape MPM selama meningkat dengan peningkatan yang periode analisis. Variasi economic landscape bertambah. Pada periode tahun 1990-1995 MPM tersebut meningkat dari sebesar masing-masing sektor tersebut meningkat 0,002494 pada tahun 1990 menjadi sebesar sebesar 28,95% dan 23,52% kemudian pada

(12)

periode 1995-2000 kembali meningkat perbandingan antara Gambar 1, 2 dan 3 dengan peningkat yang lebih besar masing- dengan Gambar 4, 5 dan 6. Perbedaan rata-masing sebesar 35,71% dan 82,41%. rata ketinggian kolom transaski domestik Sebaliknya untuk industri pengeringan dan dengan transaksi total semakin besar selama penggaraman ikan dan perikanan laut periode analisis (1990-2000) mengindikasikan memiliki kecenderungan variasi ketinggian semakin meningkatnya penggunaan barang kolom economic landscape MPM yang dan jasa impor dalam proses produksi.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa secara rata-cenderung meningkat namun dengan

rata perbedaan tersebut meningkat sebesar peningkatan berkurang. Pada periode tahun

dari 0,017876 pada tahun 1990 menjadi 1990-1995 kedua sektor ini memiliki

sebesar 0,019043 pada tahun 1995, kemudian kecenderungan meningkat masing-masing

meningkat lagi menjadi sebesar 0,035224 sebesar 58,91% dan 33,58%, dan pada

pada tahun 2000. Atau terdapat perubahan periode 1995-2000 kembali meningkat namun

yang meningkat dari sebesar 0,30% selama dengan peningkatan yang lebih rendah

periode 1990-1995 menjadi sebesar 8,25% masing-masing sebesar 56,28% dan 19,00%.

pada periode 1995-2000. Jika pada tahun B. Economic Landscape dari MPM 1990 perbedaan rata-rata ketinggian kolom Transaksi Total dan Perbandingnya economic landscape dari MPM untuk dengan Transaksi Domestik keseluruhan sektor pada transaksi total adalah Jika dibandingkan dengan transaksi total, sebesar 0,185470, maka pada tahun 1995 dan rata-rata ketinggian kolom economic 2000 masing-masing menjadi 0,192349 dan Landscape dari MPM transaksi domestik 0,211462. Atau meningkat sebesar 3,71% ternyata lebih rendah. Hal ini dapat dilihat dari pada periode 1990-1995 dan kembali

Gambar 4. Economic Landscape Transaksi Total dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian

Indonesia Tahun 1990

Figure 4 . Economic Landscape for Total Transactions of Indonesian Economy Sectors in 1990 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 8 9 1 7 4 2 3 6 5 6 8 7 9 5 2 1 3 4 MPM Keterkaitan ke depan/ Forward linkage Keterkaitan ke belakang/Backward linkage

(13)

Gambar 5. Economic Landscape Transaksi Total dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia Tahun 1995 menurut Hirarki Tahun 1990

Figure 5. Economic Landscape for Total Transactions of Indonesian Economy Sectors in 1995 according to 1990 Hierarchy 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 8 9 1 7 4 2 3 6 5 6 8 7 9 5 2 1 3 4 MPM Keterkaitan ke depan/ Forward linkage Keterkaitan ke belakang/Backward linkage

Gambar 6. Economic Landscape Transaksi Total dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian

Indonesia Tahun 2000 menurut Hirarki Tahun 1990

Figure 6 . Economic Landscape for Total Transactions of Indonesian Economy Sectors in 2000 according to 1990 Hierarchy 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 8 9 1 7 4 2 3 6 5 6 8 7 9 5 2 1 3 4 MPM Keterkaitan ke depan/ Forward linkage Keterkaitan ke belakang/Backward linkage

(14)

meningkat sebesar 9,94% pada periode 1995- 2000 masing-masing sebesar 0,002248, 2000. Sedangkan jika dibandingkan antara 0,002954 dan 0,004088. Atau pada periode economic landscape MPM dari transaski total 1990-1995 terdapat perbedaan sebesar dan transaski domestik terdapat perbedaan 0,30% dan pada periode 1995-2000 sebesar masing-masing pada tahun 1990, 1995 dan 8,25% (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata dan Variasi Ketinggian Kolom ”Economic Landscape” Transaksi Total Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia, Tahun 1990-2000

Table 3. Average and Height Variance of Economic-Landscape Columns for Total Transaction of Indonesian Economy during 1990-2000

Tahun /Year Perubahan (%)/Changes(%) Sektor Menurut Peringkat MPM/ Sector’s Position According to MPM 1990 1995 2000 1990-1995 1995-2000 A. Rata-rata MPM / Average of MPM - Sektor/Sector -6 - Sektor/ Sector -8 - Sektor/ Sector -7 - Sektor/ Sector -9 - Sektor/ Sector -5 -Sektor/ Sector -2 - Sektor/ Sector -1 - Sektor/ Sector -3 - Sektor/ Sector -4 0,249073 0,237276 0,232343 0,195708 0,179096 0,160005 0,142868 0,140475 0,132382 0,247473 0,246172 0,237945 0,199997 0,199325 0,159441 0,150485 0,151174 0,139132 0,304968 0,235676 0,249049 0,215901 0,261020 0,170321 0,163744 0,171482 0,130995 -0,64 3,75 2,41 2,19 11,30 -0,35 5,33 7,62 5,10 23,23 -4,26 4,67 7,95 30,95 6,82 8,81 13,43 -5,85 Rataan Keseluruhan/Total Average 0,185470 0,192349 0,211462 3,71 9,94 Perbedaan Rataan Transaksi Total dengan Transaksi Domestik / Variance of Total Transaction and Domestic Transaction 0,017876 0,019043 0,035224 0,30 8,25 B. Variasi MPM / Variance of MPM - Sektor/ Sector -6 - Sektor/ Sector -7 - Sektor/ Sector -8 -Sektor/ Sector -5 - Sektor/ Sector -9 - Sektor/ Sector -2 - Sektor/ Sector -1 - Sektor/Sector -3 - Sektor/ Sector -4 0,008123 0,007371 0,007068 0,005015 0,004200 0,003352 0,002672 0,002584 0,002295 0,009974 0,009869 0,009221 0,006514 0,006470 0,001400 0,003688 0,003722 0,003153 0,017126 0,010227 0,011421 0,008583 0,012545 0,005342 0,004937 0,005415 0,003160 22,79 33,89 30,45 29,90 54,07 23,51 38,00 44,05 37,39 71,71 3,63 23,86 31,76 93,89 29,02 33,87 45,48 0,23 Variasi Keseluruhan / Total Varian ce 0,004742 0,006341 0,008751 32,97 38,78 Perbedaan Variasi

Transaksi Total dengan 0,002248 0,002954 0,004088 -2,84 1,13

Sumber: Diolah Berdasarkan Hasil Perhitungan Lampiran 2/ Source: Extracted from calculation of Appendix 2

(15)

Keterangan/ Remarks :

- Sektor-1/ Sector-1 = sektor pertanian non perikanan/ Non-Fisheries Agriculture Sector

- Sektor-2/ Sector-2 = sektor perikanan laut dan hasil perairan laut lainnya/ Marine Fisheries and Other Marine Fisheries Product Sector

- Sektor-3/ Sector-3 = sektor perikanan darat dan hasil perairan darat lainnya/ Inland Fisheries and other Inland Fisheries Product Sector

- Sektor-4 /Sector-4 = sektor pertambangan dan galian/ Quarrying and Mining Sector

- Sektor-5/ Sector-5 = sektor industri pengeringan ikan dan biota perairan lainnya/ Dried and Salted Processing Industry

- Sektor-6/ Sector-6 = sektor industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya Processing and Preserving Industry /

- Sektor-7/ Sector-7 = sektor industri pengolahan hasil pertanian non perikanan/ Non-Fisheries Agriculture

- Sektor-8/ Sector-8 = sektor industri pengolahan lainnya/ Other Processing Industry - Sektor-9/ Sector-9 = sektor jasa-jasa dan lainnya/ Other Services

Indikasi bahwa impor barang dan jasa dapat dibedakan menjadi dua kecenderungan mengakibatkan semakin besarnya variasi peningkatan ketinggian kolom economic keterkaitan antar sektor pada transaksi total landscape MPM. Pertama, sektor-sektor yang dapat dilihat dari ”population variance” memiliki kecenderungan variasi ketinggian ketinggian kolom transaksi total yang lebih kolom economic landscape MPM selama besar dari transaksi domestik. Pada Tabel 3 periode analisis yang meningkat dengan terlihat bahwa perbedaan variasi MPM peningkatan yang bertambah, yaitu: industri tersebut pada tahun 1990, 1995 dan 2000 pengolahan dan pengawetan ikan, industri masing-masing sebesar 0,002248, 0,002954 pengeringan dan penggaraman ikan, jasa-dan 0,004088. Untuk transaksi total sendiri, jasa dan lainnya, perikanan laut dan perikanan selama periode analisis ketinggian kolom darat. Kedua, sektor-sektor yang memiliki economic landscape MPM tersebut pada kecenderungan variasi ketinggian kolom transaksi total cenderung semakin besar, yaitu economic landscape MPM selama periode meningkat dari sebesar 0,004742 pada tahun a n a l i s i s m e n i n g k a t n a m u n d e n g a n 1990 menjadi sebesar 0,006341 pada tahun peningkatan yang cenderung menurun, yaitu: 1995, dan kembali meningkat menjadi sebesar industri pengolahan hasil pertanian non 0,008751 pada tahun 2000. Atau meningkat perikanan, industri pengolahan lainnya, sebesar 32,97% pada periode 1990-1995 dan pertanian non perikanan dan pertambangan kembali meningkat sebesar 38,78% pada dan galian.

Dari perbedaan kecenderungan variasi periode 1995-2000 (Tabel 4). Semakin

ketinggian kolom economic landscape MPM besarnya perbedaan keterkaitan antar sektor

tersebut (Gambar 4, 5 dan 6 serta Tabel 3 dan tersebut mengindikasikan semakin besarnya

4), sektor-sektor perikanan primer dan saling ketergantungan dari seluruh sektor

perikanan sekunder memiliki variasi dalam perekonomian. Kecenderungan ini

ketinggian kolom economic landscape MPM dapat dilihat dari tingginya kolom pada

y a n g c e n d e r u n g m e n i n g k a t d e n g a n keterkaitan silang seluruh terutama dengan

peningkatan yang bertambah. Pada periode industri pengolahan lainnya seperti tampak

tahun 1990-1995 untuk perikanan sekunder pada Gambar 4, 5 dan 6.

Selanjutnya bila perbedaan ketinggian masing-masing meningkat sebesar 22,79% kolom economic landscape MPM tersebut untuk industri pengolahan dan pengawetan dilihat untuk masing-masing sektor (Tabel 4), ikan, dan sebesar 29,90% untuk industri sama seperti yang terdapat pada transaksi pengeringan dan penggaraman ikan; dan domestik maka untuk transaksi total juga untuk perikanan primer masing-masing

(16)

Tabel 4. Perbedaan Perubahan Variasi Ketinggian Kolom ”Economic Landscape” dari MPM antara Transaksi Total dengan Transaksi Domestik dari Sektor-Sektor dalam Perekonomian Indonesia, Tahun 1990-2000

Table 4. Column Height Variance Change of Economic Landscape from MPM between Total Transaction to Domestic Transaction from Indonesian Economy Sectors during 1990-2000

Sumber: Diolah Berdasarkan Hasil Perhitungan dari Lampiran 1 dan 2. Source: Extracted from calculation in Appendix 1 and 2

Keterangan/ Remarks: )

- * Variasi ketinggian kolom economic landscape MPM meningkat pada periode 1990-1995 dan kembali meningkat pada periode 1995-2000 dengan peningkatan yang semakin bertambah/ Column height variation of MPM economic landscape is increasing during 1990-1995 and tends to increase more in 1995-2000 with increasing trend

)

- ** Variasi ketinggian kolom economic landscape MPM meningkat pada periode 1990-1995 dan kembali meningkat pada periode 1995-2000 namun dengan peningkatan yang semakin berkurang/ Column height variation of MPM economic landscape is increasing during 1990-1995 and tends to increase more in 1995-2000, but with decreasing trend

- Sektor ( ) menunjukkan sektor dengan arah perubahan yang konsisten antara periode 1990-1995 dan periode 1990-1995-2000/ sector ( ) describe the consistent change during 1990-1995 and 1995-2000

- Sektor-1/ Sector-1 = sektor pertanian non perikanan/ Non-Fisheries Agriculture Sector - Sektor-2/ Sector-2 = sektor perikanan laut dan hasil perairan laut lainnya/ Marine

Fisheries and Other Marine Fisheries Product Sector

- Sektor-3/ Sector-3 = sektor perikanan darat dan hasil perairan darat lainnya/ Inland fisheries and other inland fisheries product sector

- Sektor-4/ Sector-4 = sektor pertambangan dan galian/ Quarrying and Mining Sector - Sektor-5/ Sector-5 = sektor industri pengeringan ikan dan biota perairan lainnya/ Dried

and Salted Processing Industry

- Sektor-6/ Sector-6 = sektor industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya/ Processing and Preserving Industry

- Sektor-7/ Sector-7 = sektor industri pengolahan hasil pertanian non perikanan/ Non-Fisheries Agriculture

- Sektor-8/ Sector-8 = sektor industri pengolahan lainnya/ Other Processing Industry - Sektor-9/ Sector-9 = sektor jasa-jasa dan lainnya/ Other Services

Sektor / Sector

Kecenderungan Arah Perubahan Ketinggian Kolom economiclandscape

MPM / Trend of Column Height Change Path of MPM Economic Landscape

Transaksi Total / Total Transaction

Transaski Domestik /

Domestic Transaction

A. Perubahan meningkat dengan kecenderungan peningkatan yang bertambah*) /Increasing Change with Increasing Trend*)

B. Perubahan meningkat dengan kecenderungan peningkatan yang berkurang**) /Increasing Change with Decreasing Trend**)

(6), (5), 9, 2, (3)

(7), (8), 1, (4)

(6), (5), 1, (3)

(17)

sebesar 23,51% untuk perikanan laut dan (MPM) sektor perikanan pada ”economic sebesar 44,05% untuk perikanan darat. landscape” transaksi domestik yang Selanjutnya pada periode 1995-2000 kembali cenderung meningkat selama periode analisis meningkat dengan peningkatan yang lebih (1990-2000), diperoleh indikasi bahwa secara besar, yaitu sebesar 71,71% untuk industri struktural keterkaitan sektor perikanan pengolahan dan pengawetan ikan dan (kecuali perikanan laut) mengalami perubahan sebesar 31,76% untuk industri pengeringan yang meningkat dengan sektor-sektor lainnya dan penggaraman ikan; dan sebesar 29,02% dalam perekonomian Indonesia, meskipun untuk perikanan laut dan sebesar 45,48% untuk perikanan laut masih cenderung untuk perikanan darat. menurun. Secara implisit indikasi tersebut Bila dibandingkan antara transaksi total ditunjukkan oleh derajat keterkaitannya dari dengan transaksi domestik kecenderungan kekuatan ekonomi domestik dengan sektor-variasi ketinggian kolom economic landscape sektor lainya dalam perekonomian Indonesia MPM dari sektor-sektor perikanan primer dan yang berubah menjadi semakin baik perikanan sekunder tersebut, ternyata untuk (meningkat).

industri pengeringan dan pengolahan ikan, Di sisi lain, sebagaimana ditunjukkan oleh industri pengolahan dan pengawetan ikan, rata-rata ketinggian nilai MPM sektor dan perikanan darat memiliki arah perubahan perikanan pada economic landscape transaksi y a n g c e n d e r u n g m e n i n g k a t d e n g a n total yang secara relatif cenderung lebih besar peningkatan yang semakin besar baik pada dibandingkan transaksi domestiknya, transaksi total maupun transaksi domestik. diperoleh indikasi bahwa perubahan struktur Sedangkan untuk perikanan laut memiliki keterkaitan sektor perikanan tersebut masih kecenderungan yang berbeda, yaitu diikuti oleh penggunaan impor barang yang m e n u n j u k k a n a r a h p e r u b a h a n y a n g s e m a k i n m e n i n g k a t d a l a m p r o s e s cenderung meningkat dengan peningkatan produksinya. Dengan kata lain, perubahan yang semakin besar pada transaksi total, struktur keterkiatan sektor perikanan dengan sementara untuk transaksi domestiknya justru sektor-sektor lainnya dalam perekonomian cenderung meningkat dengan peningkatan Indonesia yang meningkat selama periode yang berkurang (Tabel 4). Kondisi ini a n a l i s i s t e r n y a t a b e l u m m a m p u menunjukkan bahwa dari sektor-sektor yang menghilangkan ketergantungannya terhadap terkait dengan perikanan tersebut, ternyata penggunaan input faktor yang berasal dari luar hanya perikanan laut yang memiliki kekuatan negeri.

ekonomi domestik yang cenderung melemah.

Implikasi Kebijakan Namun demikian secara keseluruhan dari

Adanya indikasi bahwa secara struktural sektor-sektor yang terkait dengan perikanan

keterkaitan sektor perikanan mengalami (baik primer maupun sekunder) ternyata

perubahan yang meningkat dengan sektor-masih menunjukkan ketergantungannya

sektor lainnya dalam perekonomian terhadap penggunaan input faktor yang

Indonesia, namun dalam perkembangan berasal dari luar negeri yang cenderung

proses produksinya masih belum mampu meningkat selama periode analisis

(1990-menghilangkan ketergantungannya terhadap 2000).

penggunaan input faktor yang berasal impor. Untuk itu, dukungan pemerintah dalam I V. K E S I M P U L A N D A N I M P L I K A S I

memberikan berbagai kemudahan terhadap KEBIJAKAN

Kesimpulan kegiatan usaha perikanan agar mampu

Berdasarkan kecenderungan rata-rata m e m p e r k u a t d a y a t a h a n e k o n o m i ketinggian nilai Multiplier Product Matrix d o m e s t i k n y a m e l a l u i p e n g g u n a a n

(18)

sumberdaya domestik secara optimal dan Road to Industrialization. J.W. Mellor. Ed. mengurangi secara bertahap penggunaan The John Hopkins University Press bahan impor, serta meningkatkan derajat London.

Bhalla, G.S. 1995. Agricultural Growth and keterkaitannya baik ke depan maupun ke

Industrial Development in Punjab. In belakang dengan sektor-sektor lainnya dalam

A g r i c u l t u r a l o n t h e R o a d t o perekonomian Indonesia. Selain itu,

Industrialization. J.W. Mellor ed. The dipandang penting untuk mengefektifkan

John Hopkins University Press London. kembali penerapan kebijakan dan strategi

Bigsten, A. and P.Collier, 1995. Linkages substitusi impor (inword looking policy and

From Agricultural Growth in Kenya. In strategy) bagi pengembangan sektor usaha di

Agricultural on the Road Industrialization. sektor perikanan ke depan.

J.W. Mellor ed. The John Hopkins

DAFTAR PUSTAKA University Press London.

Biro Pusat Statistik. 1994. Tabel Input-Output Adelman, I. 1984. ”Beyond Export Leg Indonesia 1990. Jilid I, II dan III. Biro

Growth”. World Development Report. Pusat Statistik. Jakarta.

Vol. 12. No. 9. Biro Pusat Statistik. 1999. Tabel Input-Output Akita, T. 1991, Industrial Structure and The Indonesia 1995. Jilid I, II dan III. Biro

Sources of Industrial Growth in Indonesia: Pusat Statistik. Jakarta.

An I-O Analysis Between 1971 and 1985, Cavallo, D. and Y.Mundlak, 1982. Agriculture Asian Economic Journal vol. 5, Vol. 2: and Economic Growth in An Open

139-158. Economy: The Case of Argentina. IFRI.

Akita, T. 1992. Sources of Regional Economic Research report 35, Washington, D.C. Growth in Japan: A Case of Hokkaido Celes, R. and E.Lizano, 1995. Develompent Prefecture between 1970 and 1985. in Costa Rica: The Key Role of Journal of Applied Input Output Analysis, Agricultural, In Agricultural on the Road to 1: 88-107. Industrialization. J.W. Mellor. Ed. The Akita, T. 1994. Interregional Interdependence John Hopkins University Press London.

and regional Economic Growth in Japan: Chenery, H.B. 1980. Interaction between An Input-Output Analysis. International Industrialization and Exports. American Regional Science Review, 16, No. 3: 231- Economic Review, 70: 281-87.

Chenery, H.B., Robinson, S., and M.Syrquin, 248.

Badan Pusat Statistik. 2000. Kerangka teori 1986. Development Patterns: Among dan Analisis Tabel Input-Output. Biro Countries and Overtime, Review of Pusat Statistik. Jakarta. Economic and Statistics, November Badan Pusat Statistik. 2004a. Tabel Input- 1968, 50, pp. 416-391.

Output Indonesia 2000. Jilid I, II dan III. Commission of European Communities. 1993. Badan Pusat Statistik. Jakarta. System of National Accounts. In Badan Pusat Statisitik. 2004b. Indikator Statistique Canada (2001). A Guide to

Ekonomi Makro Sektor Kelautan dan Deflating the Input-Output Accounts: Perikanan Tahun 1990 – 2000. Buku I. Sources and Methods. Catalogue No. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 15F0077GIE, System of National Bell, C. and P. Hazell, 1980. Measuring the A c c o u n t s . O t t a w a , O n t a r i o .

Inderect Effects on An Agricultural h t t p : / / w w w. s t a c a n . c a . E - m a i l : Investment Project on its Surrounding nmiller@statcan.ca.

Region. AJAE, 65: 75-86. Dahuri, R. 1999a. Membangun Kembali Berry, A. 1995. The Contribution of Agricultural P e r e k o n o m i a n N a s i o n a l M e l a l u i

(19)

Pembangunan Perikanan dan Kelautan James, W.E., and N. Fujita. 1989. Import Secara Optimal dan Berkelanjutan: Substitution and Export Promotion in the Masukan untuk GBHN 2000, Naskah Growth of the Indonesain Industrial Akademik Usulan Departemen Perikanan Sektor. ASEAN Ecomoic Bulletin 6, no. 1: dan Kelautan, IPB, disampaikan kepada 59-70.

Jhingan, M.L. 1991. Ekonomi Pembangunan Sembilan Fraksi MPR-RI Sidang Umum

dan Perencanaan. Edisi ke delapan, MPR-RI 1999, PKSPL-IPB, Bogor.

D a h u r i , R . 1 9 9 9 b . Vi s i d a n A r a h RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Johnston, B.F. and P. Kilby. 1975. Agriculture Pembangunan Kelautan Indonesia

a n d S t r u c t u r e a l Tr a n s f o r m a t i o n : Memasuki Abad 21. Seminar Kelautan.

Economic Strategies in Late Developing Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta,

Countries, Oxford University Press, Juni 1999.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005a. London.

Kaneko, Y. 1984. Price Deflator in Input-Pelaksanaan Pembangunan Kelautan

Output Tabel: Its Formulation and Its dan Perikanan dalam Satu Tahun Kabinet

Application. A Quantitative Study on the Indonesia Bersatu. Departemen

Medium/Long-Term Prospects of the Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005b. Indonesian Economy. Bappenas. Scientific Justification Penetapan Ocassional Paper Series No. 45, Agustus Sasaran Makro Pembangunan Sektor 1984.

King, R.P. and D. Byerlee, 1978. Factor Kelautan dan Perikanan Tahun 2007.

Intensities and Locational Linkages of Departemen Kelautan dan Perikanan,

Rural Consumption Patterns in Sierra Jakarta.

Feldman, S.J., McClain, D., and K.Palmer. Leone, American Journal of Agricultural 1987. Sources of Structural Change in Economic, Vol. 60, No. 2.

Kubo, Y., Robinson, S., and M. Syrquin. 1986. the U.S., 1963-78: An Input-Output

The Methodology of Multisector Perspective. Review of Economics and

C o m p a r a t i v e A n a l y s i s . I n Statistics, vol. 69: 503-510.

Guo, J. and M.A. Planting, 2000, Using Input- Industrialization and Growth: A Output Analysis to Measure U.S. Comparative Study, ed. by Chenery, H.B., Economic Structural Change Over a 24 Robinson, S., and Syrquin, M. New York: Years Period, Paper, Industry Economic Oxford University Press.

Kusumastanto, T. 2002. Reposisi “Ocean Division, Bereau of Economic Analysis,

Policy” dalam Pembangunan Ekonomi U.S. Departement of Commerce,

Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Washington.

Haggblade, S. and P. Hazell. 1989. Ilmiah: Guru Besar tetap Bidang Ilmu Agricultural Technology and Farm-Non kebijakan Ekonomi Perikanan dan Farm Growth Linkages. Agricultural Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Economics: 345-364. Kelautan, Institut Pertanian Bogor 21 Haggblade, S., J. Hammer and P. Hazell. Sepetember 2002. Institut Pertanian

1991. Modelling Agricultural Growth Bogor. Bogor. 134 halaman.

Multiplier. AJAE, 73: 361 -174. Lee, C. and G. Schluter. 1993. Growth and Holland, D. and S.C.Cooke. 1992. Sources of Structural Change in U.S. Food and Fiber Structural Change in the Washington Industries: An Input-Output Perspective. Economy: An Input-Output Prespective. American Journal of Agricultural The Annals of Regional Science, 26: 155- Economics, 75, no. 3: 666-73.

(20)

Liu, A. and D.S. Saal. 2000, Sources of Nazara, S. 1997. Analisis Input Output. Structural Change and Output Growth of Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi South Africa's Economy : 1975-1993, Universitas Indonesia. Jakarta. 130 Paper, Middlesex University Business halaman.

Nazara, S., Dong G., Geoffrey J.D.H., and D. Schooll.

Martin, R.P., and D Holland. 1992. Sources of Chokri. 2004. Input-Output Analysis with Output Change in the U.S. Economy. P y t h o n . R e g i o n a l E c o n o m i c s Growth and Change, 23, no. 4: 446-68. Applications Laboratory. University of Mellor, J.W., and U Lee. 1973. Growth Illinois at Urbana-Champaign.

Linkages of the New Food Grain Rangrajan, C. 1982. Agricultural Growth and Te c h n o l o g i e s . I n d i a n J o u r n a l o f Industrial Performance in India. IFPRI. Agricultural Economics, vol. 28, no. 1. Research Report, 33. Washington, D.C. Mellor, J.W. 1986. Agriculture on the Road to Soni's, M., Hewings, G.J.D., and J. Guo. 1996.

Industrialization, in John P. Lewis and Sources of Structural Change in Output-Valeriana Kallab (eds), Development Output Systems: A Field of Influences Strategies Reconsidered, Overseas Approach. Economic Systems Research, Development Council, Washington D.C. 8: 15-32.

Mellor, J.W. 1989. The Balance Between Sumodiningrat, G. dan M. Kuncoro. 1990, Industry and Agriculture, Macmillan, Strategi Pembangunan Pertanian dan

Houndmills. Industri: Mencari Pola Simbiosis, Prisma,

Mundlak, Y. and R. Donenech. 1995. No. 2, Tahun XIX.

Agricultural Growth in Argentina. In Urata, S. 1987. Sources of Economic Growth Agricultural on the Road Industrialization. and Structural Change in China: 1956-Mellor, J.W. ed. The John Hopkins 1 9 8 1 . J o u r n a l o f C o m p a r a t i v e University Press London. Economics, 11: 96-115.

Gambar

Tabel 1.  Pengklasifikasian Sektor-Sektor dari Tabel Input-Output yang digunakan dalam  Kajian
Gambar 1.  Economic  Landscape  Transaksi  Domestik  dari  Sektor-Sektor  dalam  Perekonomian Indonesia Tahun 1990
Gambar 2. Economic  Landscape  Transaksi  Domestik  dari  Sektor-Sektor  dalam  Perekonomian Indonesia Tahun 1995 menurut Hirarki Tahun 1990
Gambar 4.  Economic  Landscape  Transaksi  Total  dari  Sektor-Sektor  dalam  Perekonomian  Indonesia Tahun 1990
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bila berat mangga mengikuti distribusi normal, berapa probabilitas bahwa berat buah mangga mencapai kurang dari 250 gram sehingga akan diprotes oleh konsumennya. Penerapan

Keberhasilan pelaksanaan proyek E- government dari pemerintahan Kab/Kota salah satunya ditentukan oleh adanya keinginan dari pihak pemerintahan untuk melakukan

Apabila Gross Calorific Value ( Air Received Basis) untuk pengapalan actual kurang dari 4,600 Kcal/Kg tetapi tidak kurang atau sama dengan 4.400 Kcal/Kg, maka harga

Untuk jumlah generasi yang lebih besar menunjukkan perubahan hasil yang tidak begitu signifikan namun semakin besar generasi yang digunakan maka dibutuhkan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis kegiatan, bahan kimia dan alat pelindung diri yang dipakai, mengidentifikasi perubahan warna rambut pekerja serta menganalisis

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kalender Hijriah yang berlaku di Indonesia merupakan penanggalan Islam yang menggunakan sistem peredaran Bulan yang awal

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

demokratisasi menjadi sangat berpengaruh mengingat masyarakat dunia menjadi masyarakat tanpa sekat yang harus saling berpengaruh dan saling membutuhkan. Kedua, Kemajuan