• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Implementasi Sistem Enterprise Resource Planning (Erp) terhadap Efektivitas Pengendalian Internal Bumn dalam Pelaporan Keuangan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Dampak Implementasi Sistem Enterprise Resource Planning (Erp) terhadap Efektivitas Pengendalian Internal Bumn dalam Pelaporan Keuangan di Indonesia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK IMPLEMENTASI SISTEM

ENTERPRISE

RESOURCE PLANNING

(ERP) TERHADAP EFEKTIVITAS

PENGENDALIAN INTERNAL BUMN DALAM PELAPORAN

KEUANGAN DI INDONESIA

Putri Catalya, P. Basuki Hadiprajitno

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851

ABSTRACT

Indonesia’s State-Owned Enterprise corporations nowadays are demanded to improve their internal control system effectiveness by creating a Good Corporate Governance as the result of the implementation of Keputusan Menteri BUMN Nomor 117 Tahun 2002. Therefore, many State-Owned Enterprise firms conducted ERP implementation into their business process as one of their information technology strategy. This study aims to analyze the effect of ERP systems implementation on the existence of internal control weaknesses over State-Owned Enterprise firms’ financial reporting in Indonesia. The samples of this research consisted of fifty four State-Owned Enterprise firms which had conducted operating business activities in 2010 and 2011, either have or have not announced implementation of ERP systems. Purposive sampling was used to select the control firms. Logistic regression was run by IBM SPSS software for data analysis and hypothesis examination, for instance Ogneva et al. (2007). Result of this study indicated that implementation of ERP systems contributes a positive influence, which is significant to the effectiveness of internal controls over State-Owned Enterprise firms’ financial reporting.

Keywords: enterprise resource planning, ERP, internal control, State-Owned Enterprise

PENDAHULUAN

Pengendalian internal merupakan bagian integral dari sistem informasi akuntansi yang merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan. Sistem informasi yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis/departemen-departemen serta unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan dengan menggunakansingle data entrydisebut sistem

enterprise resource planning (ERP) (Hamilton, 2002). Banyak BUMN yang telah menggunakan sistem ERP untuk membantu pengelolaan perusahaannya walaupun belum semua bisa berjalan dengan baik. Implementasi sistem ERP ini diklaim oleh vendor (SAP dan Oracle) dapat membantu meningkatkan pengendalian sistem alur proses pembukuan, kepatuhan atas peraturan bisnis serta penyederhanaan aktivitas audit pengujian pengendalian. PT RNI sebagai salah satu pihak pengguna

software ERP Oracle mengatakan bahwa implementasi sistem ERP menyediakan fungsi kontrol bagibusiness processdan meningkatkan efektivitas pengendalian internal dalam membangungood corporate governance. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa BUMN masih menghadapi masalah manajemen yang sangat pelik bahkan setelah strategi teknologi informasi implementasi sistem ERP sudah terlaksana. BUMN dinilai sebagai sarang korupsi dan merugikan negara. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal, dimana salah satu penyebab utamanya adalah pengendalian internal yang tidak memadai (FITRA, 2012). Perusahaan BUMN yang telah mengimplementasikan ERP masih saja memiliki catatan kasus yang potensial merugikan keuangan negara (Tempo, 2012) seperti Telkom, RNI, Pertamina, PLN, PELNI, KAI, dan Hutama Karya. Hal ini menimbulkan pertanyaan penelitian tentang seberapa besarnya pengaruh implementasi sistem ERP di dalam meningkatkan efektivitas pengendalian internal. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran apakah implementasi sistem ERP memang memiliki pengaruh terhadap efektivitas pengendalian internal BUMN di Indonesia yang diproksikan dengan kelemahan pengendalian internal (internal control weaknesses).

(2)

2

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Para pengguna eksternal di dalam lingkungan suatu perusahaan adalah kelompok yang berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Ketidakseimbangan penguasaan informasi ini, di dalam agency theory, akan memicu kondisi yang disebut asimetri informasi (Richardson, 1998 dalam Priantinah, 2008). Haris (2004) dalam Priantinah (2008) menyatakan bahwa manajer perusahaan, sebagai pengelola, pasti lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi, informasi yang diterima tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya (Denies Priantinah, 2008).

BUMN pada prinsipnya adalah agen dari pemerintah dan rakyat sebagai pemilik memiliki kepentingan atas proyek-proyek yang dilakukan oleh BUMN melalui penyertaan langsung kekayaan negara yang dipisahkan. Simon Wong (2004) berpendapat bahwa sebagian besar BUMN di negara berkembang memiliki kelemahan tata kelola sehingga menyebabkan intervensi pemerintah menjadi cukup tinggi. Hak manajemen BUMN untuk mengelola perusahaan dengan bebas sering disalahgunakan karena kebanyakan pimpinan BUMN dipilih berdasarkan kedekatan politik sehingga tidak bisa tampil mandiri (Denis D. Permana, 2013). Hal ini yang menyebabkan terjadinya agency problem di BUMN. Masalah transparansi dan keterbukaan publik atas laporan keuangan BUMN yang terjadi akibat agency problem masih menjadi hal yang dikomplain masyarakat, padahal penerbitan laporan harus dilakukan secara rutin setiap tahun kepada publik karena merupakan suatu keharusan yang mengikat bagi perusahaan berdasarkan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adanya asimetri informasi antara manajemen BUMN sebagai agen dari pemerintah dengan rakyat sebagai pemilik akan memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba sehingga menyesatkan pemilik mengenai pandangannya terhadap kinerja ekonomi perusahaan.

Azhar Maksum (2005) menyatakan bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia, yang meskipun sudah beroperasi di pasar modal, menganggap bahwa good corporate governance itu hanya sebagai aksesoris belaka dan bukannya sebagai suatu kebutuhan mendasar guna mencapai sukses dalam menjalankan roda bisnisnya. Hal yang demikian terjadi juga pada BUMN. Minimnya alat untuk memberikan insentif dan mendisiplinkan manajemen BUMN menyebabkan kinerja BUMN menjadi tidak kompetitif. Kinerja dan pengelolaan BUMN yang masih belum optimal memberikan potensi pembebanan fiskal yang dapat mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal negara (Denis D. Permana, 2013).

Dampak Software ERP sebagai Bagian dari Sistem Informasi terhadap Efektivitas Pengendalian Internal

Praktik penerapan pengendalian internal pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari unsur dimana salah satu unsurnya adalah sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Oleh karena itu harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk memberikan ototrisasi terlaksananya setiap transaksi di dalam organisasi (Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto, 2008).

Kumaret al.(2000) dalam Danget al.(2008) menggambarkan sistem ERP sebagai “paket sistem informasi yang mengintegrasikan proses informasi dan berbasis informasi dalam dan di luar wilayah fungsional pada suatu organisasi.” Konsep integrasi yang dimaksud adalah menggabungkan berbagai kebutuhan pada satu software dalam satu logical database sehingga memudahkan semua departemen berbagi informasi dan berkomunikasi. Salah satu peran ERP adalah untuk menghasilkan informasi yang real-time. Sehingga konsep ERP dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk mengontrol semua sumber daya perusahaan melalui penanganan data yang lengkap dan terintegrasi.SoftwareERP sebagai bagian dari sistem informasi yang membantu manajemen menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup perusahaan memiliki kontribusi penting dalam mencapai tujuan pengendalian sistem pengendalian internal yang efektif yaitu pengendalian akuntansi untuk pelaporan keuangan yang reliabel.

(3)

Sumber: Hari Y. Poernomo, E-business: Enterprise Resource Planning

Penelitian terdahulu (Morris, 2011) telah membuktikan bahwa menyusul ketetapan SOX, perusahaan yang mengimplementasikan sistem ERP dalam siklus operasi telah meningkatkan pengendalian internal mereka karena telah mengambil manfaat fitur built-in control. Efektivitas pengendalian internal dapat tercermin dari temuan kelemahan pengendalian internal dalam laporan audit yang diterbitkan auditor eksternal. Apabila BUMN yang mengimplementasikan ERP disebut BUMN implementor ERP, dan BUMN yang belum mengimplementasikan ERP disebut BUMN non-implementor ERP, maka sebuah hipotesis dirumuskan sebagai berikut.

H1 : BUMN implementor ERP cenderung memiliki kelemahan pengendalian internal yang lebih sedikit dibandingkan BUMN non-implementor

Ada dua skema klasifikasi kelemahan pengendalian internal, yaitu yang berdasarkan

kepelikan (severity)masalah pengendalian internal dan yang berdasarkanalasan (reason) tertentu terjadinya masalah pengendalian internal. Hal-hal ini yang kemudian menjadi determinan pokok masalah pengendalian internal (Doyleet. al, 2006). Untuk menentukan apakah sebuah kelemahan material itu pelik, Doyle et. al mengikuti logika yang diajukan oleh perusahaan pemeringkat obligasi Moody. Moody mengusulkan bahwa kelemahan material berada pada satu dari dua kategori. Pertama, kelemahan pengendalian internal material tingkat entitas terkait pada pengendalian tingkat yang lebih makro seperti lingkungan pengendalian atau proses pelaporan keuangan menyeluruh, yang auditor tidak mungkin mampu secara efektif “melakukan di sekitar audit”. Menurut Moody, kelemahan material tingkat entitas memerlukan pertanyaan yang tidak hanya seputar kemampuan manajemen untuk menyediakan laporan keuangan yang akurat melainkan juga mengenai kemampuannya untuk mengendalikan bisnis (Morris, 2011). Hal ini mengembangkanmodel pertamadalam hipotesis yang dibentuk, yaitu:

H1a : BUMN implementor ERP cenderung memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas yang lebih sedikit dibandingkan BUMN non-implementor

Kedua, kelemahan material khusus-terkait pengendalian terhadap saldo akun khusus atau proses-proses tingkat transaksi. Menurut Moody, tipe kelemahan ini dapat diidentifikasi auditor melalui tes substantif dan kemudian tidak memperhatikan keandalan laporan keuangan (Morris, 2011). Hal ini mengembangkanmodel keduadalam hipotesis yang dibentuk, yaitu:

H1b : BUMN implementor ERP cenderung memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun yang lebih sedikit dibandingkan BUMN non-implementor

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

Variabel kelemahan pengendalian internal sebagai variabel terikat dalam penelitian ini, mengikuti penelitian Doyleet al.(2006) dan Morris (2011), diukur menggunakan variabeldummy

yang terdiri dari pemberian skor 1 untuk keterjadian kelemahan pengendalian internal sebanyak 1 faktor atau lebih dan skor 0 untuk ketidakterjadian kelemahan pengendalian internal. Ada atau tidaknya kelemahan pengendalian internal yang ditemukan oleh auditor eksternal dapat digunakan sebagai ukuran variabel kelemahan pengendalian internal yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini mengikuti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh John J. Morris (2011) yang membagi variabel kelemahan pengendalian internal ke dalam 2 model variabel yaitu variabel kelemahan pengendalian internal umum atau terkait entitas (GEN) dan variabel kelemahan pengendalian internal khusus atau terkait akun(SPE).

(4)

4

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel implementasi ERP (ERP). Pengimplementasian ERP didapatkan dari publikasi kebijakan teknologi informasi perusahaan BUMN dalam penjelasan laporan tahunan dan sumber-sumber informasi lainnya yang bisa didapatkan melalui search engine. Variabel ini diukur menggunakan variabel dummyyang terdiri dari pemberian skor 1 untuk BUMN implementor ERP dan 0 untuk BUMN non-implementor ERP.

Penelitian ini mempertimbangkan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi efektivitas pengendalian internal. Berdasarkan literatur-literatur dan penelitian-penelitian terdahulu (Ge dan McVay, 2005; Doyle et al., 2006; Ashbaugh-Skaife, 2007), faktor-faktor seperti kendala sumber daya, resiko operasi, dan umur perusahaan dapat mempengaruhi efektivitas pengendalian internal secara signifikan. Faktor-faktor tersebut diketahui dapat mencemari hasil penelitian ini apabila tidak dimasukkan dalam model penelitian karena besarnya dampak faktor-faktor tersebut terhadap efektivitas pengendalian internal. Sehubungan dengan tujuan penelitian, analisis pengaruh peningkatan sistem ERP pada pengendalian internal tetap menjadi fokus utama. Oleh karena itu, faktor-faktor di luar implementasi ERP akan menjadi faktor-faktor yang dikontrol dalam penelitian. Variabel kontrol kendala sumber daya dalam penelitian ini mengikuti penelitian Doyle et al. (2006) diproksikan ke dalam tingkat kesehatan keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan. Tingkat kesehatan keuangan diukur dengan melihat ada tidaknya aggregate loss atau kerugian operasi yang terjadi sebelum adanya penambahan dari hasil transaksi luar biasa (Doyleet al.,2006). Variabel ukuran perusahaan menggunakan nilai pasar/buku ekuitas perusahaan (Ge dan McVay, 2005). Dengan demikian, terdapat dua variabel untuk mengukur seberapa besar kendala sumber daya yang dihadapi perusahaan dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel kerugian operasi (LOSS)

Variabel ini diukur dengan variabel dummy. yaitu apabila terjadi kerugian sebelum adanya penambahan dari hasil transaksi luar biasa akan diberikan skor 1 dan apabila tidak terjadi akan diberikan skor 0.

2. Variabelnatural logdari nilai perusahaan (LOGMKTV)

Untuk perusahaan yang go-public, nilai perusahaan dihitung dari harga pasar per lembar saham yang dikalikan jumlah saham perusahaan yang beredar. Menurut Ang (1997), harga pasar (market value) adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung, jika bursa efek tutup maka harga pasarnya adalah harga penutupan (closing price). Sedangkan untuk perusahaan yang tidak go-public, nilai perusahaan didapatkan dari nilai buku modal saham (saham biasa dan saham preferen) yang tercatat dalam laporan keuangannya.

Analisis laporan keuangan dapat memberikan analisis resiko kinerja perusahaan di masa mendatang yang dapat mencerminkan ketidakefektivan sistem pengendalian internal yang dijalankan. Rasio yang biasa digunakan untuk menganalisis kinerja operasional perusahaan adalah rasio keuangan di aspek operasi. Penelitian ini menggunakan dua variabel kontrol terkait rasio operasi seperti pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ge dan McVay (2005). Dua variabel tersebut adalah variabel pertumbuhan pendapatan (sales growth) dan variabel total persediaan terhadap total aset (inventory to total assets).Variabel kontrolsales growth (SALEGRW) dihitung dengan menggunakan selisih antara total pendapatan periode sekarang dan total pendapatan periode sebelumnya dibagi dengan total pendapatan periode sebelumnya. Variabel kontrol total inventory to total assets (INVTAT) dihitung dengan membandingkan jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan terhadap keseluruhan jumlah asetnya.

Variabel kontrol umur perusahaan (LOGAGE) ditentukan berdasarkan jangka waktu perusahaan itu bertahan semenjak ia resmi didirikan atau dicatat dalam lembaran negara RI. Penelitian ini menggunakan natural log dari umur perusahaan itu seperti yang digunakan dalam penelitian terdahulu oleh Doyleet al.(2006) dan Morris (2011).

Variabel Terikat :

Kelemahan pengendalian internal

Variabel Kontrol :

Kerugian OperasiUkuran PerusahaanPertumbuhan Penjualan

Total Persediaan Terhadap Total AsetUmur Perusahaan

Variabel Bebas :

Implementasi ERP

Kelemahan pengendalian internal umum-entitas (Model 1)

Kelemahan pengendalian internal khusus-akun (Model 2)

(5)

Penentuan Sampel

Populasi penelitian adalah semua perusahaan BUMN yang dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan dan penyertaan kepemilikannya. Sampel merupakan bagian dari populasi. Sampel yang berhasil dikumpulkan sebanyak 54 perusahaan BUMN yang bergerak di sektor selain (1) sektor jasa keuangan dan asuransi. (2) sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, (3) sektor real estate, dan (4) sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, dan daur ulang, pembuangan pembersihan limbah dan sampah. Keempat sektor itu tidak digunakan karena:

1. Perusahaan dalam sektor tersebut memiliki karakteristik operasional yang berbeda

2. Dasar penghitungan total aset dan struktur keuangan berbeda sehingga tidak dapat dibandingkan

3. Karakteristik unik yang tidak memungkinkan penghitunganleverageyang sama

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1. Merupakan perusahaan BUMN yang berada di sektor usaha selain keempat sektor yang dikecualikan

2. Memiliki laporan keuangan dan laporan tahunan yang lengkap tersedia untuk tahun 2010 dan 2011

3. SPInya diperiksa oleh BPK RI pada periode keuangan tahun 2010 dan 2011 serta terdapat data lengkap mengenai hasil pemeriksaannya.

Metode Analisis

Penelitian ini mengadopsi penelitian terdahulu oleh Morris (2011) yang menggunakan teknik analisislogistic regressionseperti pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh M. Ogneva

et al. (2007). Penelitian Morris (2011) menggunakan kelemahan pengendalian internal sebagai variabel terikat dan implementasi sistem ERP sebagai variabel bebas utama. Penelitian tersebut juga memasukkan variabel kontrol berdasarkan penelitian terdahulu oleh Ashbaugh-Skaife et al.

(2007). Kemudian, penelitian ini memecah model tersebut ke dalam Model 1 dan Model 2 untuk menyesuaikan dengan pengembangan dua hipotesis berdasarkan dua kategori determinan pokok masalah pengendalian internal sebagai berikut. Metode ini dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Model 1 untuk hipotesis H1a:

Model 2 untuk hipotesis H1b

dimana:

GEN = variabel indikator, sama dengan 1 jika memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas, sama dengan 0 jika tidak

SPE = variabel indikator, sama dengan 1 jika memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun, sama dengan 0 jika tidak

ERP = variabel indikator, sama dengan 1 untuk BUMN implementor ERP, sama dengan 0 untuk BUMN non-implementor

LOSS = variabel indikator, sama dengan 1 jika terjadi kerugian sebelum transaksi luar biasa, sama dengan 0 jika tidak

1 = + + + +

+ +

1 = + + + +

(6)

6

LOGMKTV = natural logdarimarket value/book value of equity SALEGRW = persentase perubahan total pendapatan operasi

INVTAT = total persediaan terhadap total asset

LOGAGE = natural logdari umur perusahaan BUMN

i = nama perusahaan BUMN

t = tahun periode Laporan Keuangan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Sampel Penelitian

Komposisi perusahaan berdasarkan kebijakan teknologi informasi untuk mengimplementasikan ERP dalam kegiatan proses bisnis dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1

Profil Perusahaan Berdasarkan Implementasi ERP Tahun 2010 dan 2011 Kriteria Perusahaan 2010

(Jumlah) Persentase

2011

(Jumlah) Persentase

BUMN implementor ERP 21 38,89% 27 50,00% BUMN non-implementor ERP 33 61,11% 27 50,00%

Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa BUMN implementor ERP yang menjadi sampel dalam penelitian untuk tahun 2010 adalah sebesar 38,89 persen, sedangkan BUMN non-implementor ERP sebesar 61,11 persen. Artinya sampel dalam penelitian untuk tahun 2010 didominasi oleh BUMN non-implementor ERP. Selanjutnya, BUMN implementor ERP yang menjadi sampel dalam penelitian untuk tahun 2011 adalah sebesar 50,00 persen, sedangkan BUMN non-implementor ERP sebesar 50,00 persen.

Kendala sumber daya dapat diukur dari tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Kesehatan keuangan perusahaan dapat diidentifikasi dari ada tidaknya kerugian operasional yang dialami perusahaan. Komposisi perusahaan berdasarkan eksistensi kerugian operasi yang dilaporkan sebelum adanya penambahan dari hasil transaksi luar biasa (loss before extraordinary items) dalam Laporan Laba Rugi pada Laporan Keuangan periode tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2

Profil Perusahaan BerdasarkanLoss Before Extraordinary Itemsdalam Laporan Laba Rugi Kriteria perusahaan 2010

(Jumlah) Persentase

2011

(Jumlah) Persentase

Zero loss before extraordinary

items 47 87,04% 47 87,04%

Non-zero loss before

extraordinary items 7 12,96% 7 12,96%

Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perusahaan BUMN dalam sampel penelitian yang melakukan pencatatan loss before extraordinary items dalam Laporan Laba Rugi periode tahun 2010 dan 2011 adalah sebesar 12,96 persen, sedangkan yang tidak melakukan sebesar 87,04 persen. Artinya, sampel dalam penelitian tahun 2010 dan 2011 didominasi oleh perusahaan BUMN yang memiliki tingkat kesehatan keuangan yang baik.

Kendala sumber daya juga dapat diukur dengan melihat ukuran perusahaan. Ketepatan alokasi sumber daya dipercaya dapat meningkatkan ukuran perusahaan dengan menambah nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Semakin besar nilai suatu perusahaan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Pengelompokan nilai perusahaan untuk menentukan ukuran perusahaan disederhanakan sesuai pengelompokan di pasar modal, terbagi ke dalam 3 kategori sebagai berikut:

(7)

a.

big capitalization(big cap) adalah perusahaan besar yang nilainya di atas Rp 5 triliun

b.

medium capitalization(medium cap) adalah perusahaan menengah yang secara kasar nilainya antara Rp 3 – 5 triliun

c.

small capitalization(small cap) adalah perusahaan kecil yang secara kasar nilainya antara Rp 3 triliun

Berdasarkan kriteria ukuran perusahaan dilihat dari market value of equity tersebut, komposisi perusahaan yang menjadi sampel penelitian tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3

Profil Perusahaan Berdasarkan Ukuran Nilai Perusahaan Kriteria perusahaan 2010

(Jumlah) Persentase

2011

(Jumlah) Persentase

Perusahaan besar /Big

capitalization 12 22,22% 9 16,67%

Perusahaan menengah /Medium

capitalization 1 1,85% 4 7,40%

Perusahaan kecil /Small

capitalization 41 75,93% 41 75,93%

Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2010 yang merupakan perusahaan kecil adalah sebesar 75,93 persen, sedangkan yang merupakan perusahaan besar adalah sebesar 22,22 persen dan perusahaan menengah adalah sebesar 1,85 persen. Selanjutnya, perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2011 yang merupakan perusahaan kecil adalah sebesar 75,93 persen, sedangkan yang merupakan perusahaan besar adalah sebesar 16,67 persen dan perusahaan menengah adalah sebesar 7,40 persen. Artinya, sampel dalam penelitian tahun 2010 dan 2011 didominasi oleh perusahaan BUMN yang berukuran kecil, atau

small capitalization

Pendapatan usaha merupakan komponen utama laba akuntansi. Pendapatan usaha berasal dari aktivitas usaha perusahaan yang masih berlangsung dan diharapkan tetap terjadi selamanya berdasarkan kelangsungan usaha. Dengan demikian, analisis terhadap pendapatan usaha penting untuk menilai kinerja perusahaan. Komposisi perusahaan dalam sampel penelitian berdasarkan kriteria trend pendapatan usaha tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4

Profil Perusahaan Berdasarkan Trend Pertumbuhan Pendapatan Usaha Kriteria perusahaan 2010 (Jumlah) Persentase 2011 (Jumlah) Persentase Peningkatan pendapatan 39 72,22% 43 79,63% Penurunan pendapatan 15 27,78% 11 20,37% Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2010 yang mengalami peningkatan pendapatan usaha adalah sebesar 72,22 persen, sedangkan yang mengalami penurunan pendapatan usaha adalah sebesar 27,78 persen. Selanjutnya, perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2011 yang mengalami peningkatan pendapatan usaha adalah sebesar 79,63 persen, sedangkan yang mengalami penurunan pendapatan usaha adalah sebesar 20,37 persen. Artinya, sampel dalam penelitian tahun 2010 dan 2011 didominasi oleh perusahaan BUMN yang mengalami peningkatan pendapatan usaha dari periode usaha tahun sebelumnya.

Analisis laporan keuangan juga memperhatikan resiko kepemilikan persediaan. Menurut Subramanyam dan Wild (2010), persediaan sering kali tidak berhubungan dengan kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang cukup likuid. Persediaan yang tidak cukup juga dapat menurunkan pendapatan di bawah target yang dapat dicapai. Selain trend pendapatan usaha, rasio persentase persediaan terhadap total aset dapat memberikan gambaran tentang karakteristik operasi perusahaan (Kinney dan McDanield, 1989 dalam Ashbaugh-Skaife,

(8)

8

2006). Komposisi perusahaan dalam sampel penelitian berdasarkan persentase persediaan terhadap total aset tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5

Profil Perusahaan Berdasarkan Persentase Total Persediaan terhadap Total Aset Kriteria perusahaan 2010 (Jumlah) Persentase 2011 (Jumlah) Persentase > 30% 4 7,40% 7 12,96% 10% – 30% 25 46,30% 21 38,89% < 10% 25 46,30% 26 48,15% Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2010 yang memiliki jumlah persediaan terhadap total aset di bawah 10% adalah sebesar 46,30 persen, di antara 10% dan 30% adalah sebesar 46,30 persen dan yang di atas 30% adalah sebesar 7,40 persen. Selanjutnya, perusahaan BUMN dalam sampel penelitian tahun 2011 yang memiliki jumlah persediaan terhadap total aset di bawah 10% adalah sebesar 48,15 persen, di antara 10% dan 30% adalah sebesar 38,89 persen dan yang di atas 30% adalah sebesar 12,96 persen. Artinya, sampel dalam penelitian tahun 2010 dan 2011 didominasi oleh perusahaan BUMN yang memiliki jumlah persediaan terhadap total aset di bawah 30%.

Tabel 6

Profil Perusahaan Berdasarkan Umur Perusahaan Kriteria Perusahaan 2010 (Jumlah) Persentase 2011 (Jumlah) Persentase >100 tahun 3 5,56% 3 5,56% 50 – 100 tahun 10 18,52% 13 24,07% < 50 tahun 41 75,92% 38 70,37% Total 54 100,00% 54 100,00%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perusahaan BUMN sampel tahun 2010 yang berumur lebih dari 100 tahun adalah sebesar 5,56 persen, sedangkan yang berumur di antara 50 dan 100 tahun adalah sebesar 18,52 persen dan yang berumur kurang dari 50 tahun adalah sebesar 75,92 persen. Selanjutnya, perusahaan BUMN sampel tahun 2011 yang berumur lebih dari 100 tahun adalah sebesar 5,56 persen, sedangkan yang berumur di antara 50 dan 100 tahun adalah sebesar 24,07 persen dan yang berumur kurang dari 50 tahun adalah sebesar 70,37 persen. Artinya sampel dalam penelitian untuk tahun 2010 dan 2011 didominasi oleh perusahaan yang berumur kurang dari 50 tahun.

Hasil Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif variabel selama periode penelitian 2010 – 2011 yang dibagi berdasarkan BUMN implementor ERP dan non-implementor ERP, dapat dilihat pada Tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 7

Statistik Deskriptif berdasarkanERP

ERP ERP = 0 ERP = 1

VARIABEL Mean Min. Max. St.Dev. Mean Min. Max. St.Dev.

LOGMKTV 26,217 22,930 29,550 1,525 28,380 22,500 34,970 2,461

SALEGRW 0,109 -0,592 1,433 0,294 0,277 -0,794 3,804 0,771

INVTAT 0,114 0,000 0,437 0,114 0,134 0,000 0,373 0,104

LOGAGE 3,425 1,790 5,580 0,658 3,703 1,950 5,580 0,642

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 7 hasil output SPSS dapat diketahui bahwa variabel kontrol LOGMKTV,

SALEGRW, INVTATdanLOGAGE untuk BUMN implementor ERP memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada BUMN non-implementor ERP. Nilai rata-rata variabel-variabel bebas tersebut untuk BUMN implementor ERP adalah 28,380, 0,277, 0,134 dan 3,703 dengan deviasi standar

(9)

masing-masing 2,461, 0,771, 0,104, dan 0,642 . Sedangkan nilai rata-rata variabel-variabel kontrol tersebut untuk BUMN non-implementor ERP adalah 26,217, 0,109, 0,114 dan 3,425 dengan deviasi standar masing-masing 1,525, 0,294, 0,114 dan 0,658. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BUMN implementor ERP adalah perusahaan yang cenderung lebih tua, memiliki tingkat pertumbuhan penjualan dan jumlah persediaan yang lebih besar, nilai pasar/buku yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan BUMN non-implementor ERP.

Hasil analisis SPSS statistik deskriptif berdasarkan eksistensi kelemahan pengendalian internal umum-entitas (GEN) dan kelemahan pengendalian internal khusus-akun (SPE) dapat dilihat pada tabel 8 dan 9 sebagai berikut.

Tabel 8

Statistik Deskriptif berdasarkanGENdanSPEuntuk variabel dummy

Keterangan GEN= 0 GEN= 1 SPE= 0 SPE= 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % ERP 1 ERP 44 95,7% 4 6,5% 43 62,3% 5 12,8% 0 Non ERP 2 4,3% 58 93,5% 26 37,7% 34 87,2% LOSS 0 Zero 44 95,7% 50 80,6% 63 91,3% 31 79,5% 1 Nonzero 2 4,3% 12 19,4% 6 8,7% 8 20,5%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Variabel GEN, SPE, ERP, dan LOSS merupakan variabel dummy yang memiliki nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 1. Menurut Ghozali (2011), statistik deskriptif yang sesuai untuk variabel dummy adalah berdasarkan counting, yaitu nilai modus. Modus merupakan nilai yang paling sering muncul dari serangkaian pengamatan.

Tabel 8 menunjukkan nilai GEN yang paling sering muncul adalah nilai GEN = 1, nilai

GEN= 1 muncul sebanyak 62 kali sedangkan nilaiGEN= 0 muncul sebanyak 46 kali. Ini artinya, jumlah perusahaan BUMN yang memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan BUMN yang tidak memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas. Berbeda halnya dengan nilai SPE, nilai SPE yang paling sering muncul adalah nilai SPE = 0, nilai SPE = 0 muncul sebanyak 69 kali sedangkan nilai SPE = 1 muncul sebanyak 39 kali. Ini artinya, jumlah perusahaan BUMN yang tidak memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan BUMN yang memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun.

NilaiERPyang paling sering muncul adalah nilaiERP= 0, nilaiERP= 0 muncul sebanyak 60 kali sedangkan nilai ERP = 1 muncul sebanyak 48 kali. Dari Tabel 4.10 juga dapat dilihat bahwa sebaran nilaiERP= 1 paling sering muncul pada kelompok nilaiGEN = 0 yaitu sebanyak 44 kali dan nilai SPE = 0 yaitu sebanyak 43 kali, sedangkan nilaiERP = 0 paling sering muncul pada kelompok nilaiGEN= 1 yaitu sebanyak 58 kali dan nilaiSPE= 1 yaitu sebanyak 34 kali. Ini artinya, kecenderungan perusahaan BUMN implementor ERP untuk tidak memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas dan kelemahan pengendalian internal khusus-akun lebih besar daripada perusahaan BUMN non-implementor ERP. Dari Tabel 4.10 berdasarkan perbedaan frekuensi diketahui pula bahwa pada BUMN non-implementor ERP auditor secara signifikan cenderung lebih banyak menemukan kelemahan pengendalian internal umum-entitas daripada kelemahan pengendalian internal khusus-akun (GEN(=1) =58 kali,SPE(=1) =34 kali,diff. =24 kali) selama pemeriksaan sedangkan pada BUMN implementor ERP tidak ada selisih signifikan antara jumlah frekuensi kelemahan pengendalian internal umum-entitas dengan frekuensi kelemahan pengendalian khusus-akun (GEN(=1) =4 kali,SPE(=1) =5 kali,diff. =1 kali).

Nilai LOSS yang paling sering muncul adalah nilai LOSS = 0, nilai LOSS = 0 muncul sebanyak 94 kali sedangkan nilaiLOSS= 1 muncul sebanyak 14 kali. Dari Tabel 4.17 juga dapat dilihat bahwa sebaran nilai LOSS = 1 paling sering muncul pada kelompok nilai GEN = 1 yaitu sebanyak 12 kali dan nilaiSPE= 1 yaitu sebanyak 8 kali, sedangkan nilaiLOSS= 0 paling sering muncul pada kelompok nilaiGEN= 1 yaitu sebanyak 50 kali dan nilaiSPE= 0 yaitu sebanyak 63 kali. Ini artinya, kecenderungan perusahaan BUMN yang kinerja operasinya baik untuk tidak memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun lebih besar daripada perusahaan BUMN yang kinerja operasinya kurang baik.

(10)

10

Tabel 9

Statistik Deskriptif berdasarkanGENdanSPEuntuk variabel numerik Keterangan GEN= 0 GEN= 1 SPE= 0 SPE= 1

LOGMKTV Mean 28,1341 26,4690 27,4287 26,7352 Minimum 24,8200 22,5000 22,9300 22,5000 Maksimum 31,7300 34,9700 31,7300 34,9700 Deviasi St. 2,0019 2,1923 2,2161 2,2998 SALEGRW Mean 0,2809 0,1111 0,2458 0,0730 Minimum -0,7937 -0,5918 -0,7937 -0,4604 Maksimum 3,8039 1,4330 3,8039 1,4330 Deviasi St. 0,7868 0,2900 0,6593 0,3014 INVTAT Mean 0,1408 0,1089 0,1201 0,1267 Minimum 0,0030 0,0000 0,0000 0,0000 Maksimum 0,3725 0,4371 0,3725 0,4371 Deviasi St. 0,1018 0,1148 0,0986 0,1294 LOGAGE Mean 3,7285 3,4158 3,6145 3,4331 Minimum 1,9500 1,7900 1,9500 1,7900 Maksimum 5,5800 5,5800 5,5800 4,8000 Deviasi St. 0,6897 0,6138 0,6660 0,6485

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa variabel LOGMKTV, SALEGRW, INVTAT dan

LOGAGE pada kelompok GEN = 0 memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada kelompokGEN= 1. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan untuk tidak memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas dimiliki oleh perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi, total persediaan terhadap total aset yang lebih besar, nilai pasar/buku ekuitas perusahaan yang lebih tinggi, dan umur perusahaan yang lebih matang.

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat juga bahwa nilai rata-rata variabel INVTAT pada kelompokSPE = 0 lebih kecil dibandingkan pada kelompok SPE = 1 yaitu nilai rata-rata 0,1201 dengan deviasi standar 0,0986 dibandingkan nilai rata-rata 0,1267 dengan deviasi standar 0,1294. Sedangkan variabelLOGMKTV, SALEGRWdanLOGAGEpada kelompokSPE = 0 memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada kelompok SPE = 1. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan untuk tidak memiliki kelemahan pengendalian internal khusus-akun dimiliki oleh perusahaan yang memiliki total persediaan terhadap total aset yang lebih kecil, tingkat pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi, nilai pasar/buku ekuitas perusahaan yang lebih tinggi dan umur perusahaan yang lebih matang.

Pembahasan Hasil Penelitian

Uji multikolinieritas dalam regresi logistik menggunakan tabel matrik korelasi antara variabel bebas juga dilakukan untuk melihat besarnya korelasi antar variabel bebas beserta variabel kontrol dalam penelitian ini.

Tabel 10

Correlation Matrixuntuk Model 1

VARIABEL ERP LOSS LOGMKTV SALEGRW INVTAT LOGAGE

ERP 1,000 -0,034 -0,673 -0,007 0,450 0,533 LOSS -0,034 1,000 0,109 0,086 -0,073 -0,080 LOGMKTV -0,673 0,109 1,000 -0,058 -0,148 -0,446 SALEGRW -0,007 0,086 -0,058 1,000 0,001 -0,040 INVTAT 0,450 -0,073 -0,148 0,001 1,000 0,442 LOGAGE 0,533 -0,080 -0,446 -0,040 0,442 1,000

(11)

Dari Tabel 10 hasil output SPSS matriks korelasi pertama untuk Model 1 dapat dilihat tidak adanya gejala multikolonieritas yang serius antara variabel yang diuji. Nilai korelasi antar variabel yang diuji menunjukkan nilai yang masih jauh di bawah 0,95. Melihat hasil besaran korelasi antar variabel yang diuji tampak bahwa variabel bebas ERP dan variabel kontrol LOGMKTV yang mempunyai korelasi yang paling tinggi dengan tingkat korelasi 0,673 atau sekitar 67,30% dan tingkat korelasi ini masih di bawah 95%. Oleh karena itu dari hasil pengujian multikolonieritas terhadap Model 1 dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius. Tabel 4.14 menunjukkan matriks korelasi antarvariabel Model 2.

Tabel 11

Correlation Matrixuntuk Model 2

VARIABEL ERP LOSS LOGMKTV SALEGRW INVTAT LOGAGE

ERP 1,000 0,032 -0,540 0,097 -0,087 -0,052 LOSS 0,032 1,000 0,202 0,155 -0,053 -0,088 LOGMKTV -0,540 0,202 1,000 -0,084 -0,119 -0,179 SALEGRW 0,097 0,155 -0,084 1,000 -0,012 0,082 INVTAT -0,087 -0,053 -0,119 -0,012 1,000 0,203 LOGAGE -0,052 -0,088 -0,179 0,082 0,203 1,000

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari Tabel 11 hasil output SPSS matriks korelasi kedua untuk Model 2 dapat dilihat tidak adanya gejala multikolonieritas yang serius antar variabel yang diuji. Nilai korelasi antar variabel yang diuji menunjukkan nilai yang masih jauh di bawah 0,95. Melihat hasil besaran korelasi antar variabel yang diuji tampak bahwa variabel bebas ERP dan variabel kontrol LOGMKTV yang mempunyai korelasi yang paling tinggi dengan tingkat korelasi 0,540 atau sekitar 54,00% dan tingkat korelasi ini masih di bawah 95%. Oleh karena itu, dari hasil pengujian multikolonieritas kedua terhadap Model 2 dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius.

Berdasarkan penilaian kelayakan model regresi (goodness of fit test), diketahui bahwa nilai signifikansi (α) dari Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit atas Model 1 adalah sebesar 0,182 (p>0,05) dan nilai signifikansi (α) dariHosmer and Lemeshow Goodness of Fitatas Model 2 adalah sebesar 0,126 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa H0 tidak dapat ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa Model 1 dan Model 2 fit dengan data atau kedua model tersebut dapat memprediksi nilai observasinya.

Berdasarkan penilaian keseluruhan model (overall mode fit) pada Model 1, diketahui bahwa nilai -2LLawal adalah sebesar 147,341 dengan df 107 (108-1) dan nilai -2LLadalah sebesar 36,290 dengan df 101 (108-1-6). Selisih antara nilai -2LL awal dan akhir adalah sebesar 111,051 dengan df 6 (107-101). Karena nilai -2LL awal lebih besar dari nilai -2LL akhir, maka dapat disimpulkan terjadi pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL akhir. Hal ini menunjukkan Model 1 dihipotesiskan fit dengan data.

Berdasarkan penilaian keseluruhan model (overall mode fit) pada Model 2, diketahui bahwa nilai -2LLawal adalah sebesar 141,276 dengan df 107 (108-1) dan nilai -2LLadalah sebesar 109,269 dengan df 101 (108-1-6). Selisih antara nilai -2LL awal dan akhir adalah sebesar 32,007 dengan df 6 (107-101). Karena nilai -2LL awal lebih besar dari nilai -2LL akhir, maka dapat disimpulkan terjadi pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL akhir. Hal ini menunjukkan Model 2 dihipotesiskan fit dengan data.

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi pada Model 1, diketahui bahwa nilai Cox and Snell’s R Square sebesar 0,642 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,863. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas dan variabel kontrol di dalam model sebesar 86,30%.

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi pada Model 2, diketahui bahwa nilai Cox and Snell’s R Square sebesar 0,256 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,352. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas dan variabel kontrol di dalam model sebesar 35,2%.

Hasil perhitungan SPSS matriks klasifikasi pada Model 1 menunjukkan bahwa hasil prediksi perusahaan BUMN yang tidak mengalami kelemahan pengendalian internal umum-entitas adalah 46 perusahaan dan hasil observasi menunjukkan hanya 44 perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan Model 1 ketepatan klasifikasi mencapai 95,7% (44/46). Selanjutnya, hasil prediksi perusahaan BUMN yang mengalami kelemahan pengendalian internal umum-entitas

(12)

12

adalah 62 perusahaan dan hasil observasi menunjukkan hanya 58 perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan Model 1 ketepatan klasifikasi mencapai 93,5% (58/62). Hasil klasifikasi secara keseluruhan model menunjukkan persentase ketepatan klasifikasi adalah sebesar 94,4%.

Hasil perhitungan SPSS matriks klasifikasi pada Model 2 menunjukkan bahwa hasil prediksi perusahaan BUMN yang tidak mengalami kelemahan pengendalian internal khusus-akun adalah 69 perusahaan dan hasil observasi menunjukkan hanya 52 perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan Model 2 ketepatan klasifikasi mencapai 75,4% (52/69). Selanjutnya, hasil prediksi perusahaan BUMN yang mengalami kelemahan pengendalian internal khusus-akun adalah 39 perusahaan dan hasil observasi menunjukkan hanya 30 perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan Model 2 ketepatan klasifikasi mencapai 76,9% (30/39). Hasil klasifikasi secara keseluruhan model menunjukkan persentase ketepatan klasifikasi adalah sebesar 75,9%.

Tabel 12

HasilVariables in The EquationModel 1

B S.E. Wald Df p Exp (B)

ERP -7,342 1,477 24,699 1 0,000 0,001 LOSS 0,886 1,611 0,303 1 0,582 2,426 LOGMKTV 0,423 0,224 3,566 1 0,059 1,526 SALESGRW -0,375 1,331 0,079 1 0,778 0,687 INVTAT -8,925 4,673 3,647 1 0,056 0,000 LOGAGE -1,531 0,771 3,950 1 0,047 0,216 Constant -4,102 5,631 0,531 1 0,844 0,017

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Analisis Model 1 dilakukan dengan melihat pengaruh implementasi sistem ERP (ERP) dan variabel kontrol lain (LOSS, LOGMKTV, SALESGRW, INVTAT, LOGAGE) terhadap efektivitas pengendalian internal umum-entitas (GEN). Model regresi yang terbentuk dari hasil analisis tersebut di atas adalah sebagai berikut:

= -4,102– 7,342ERPit+ 0,886LOSSit+ 0,423LOGMKTVit – 0,375SALEGRWit– 8,925INVTATit– 1,531LOGAGEit

Konstanta -4,102 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabelERP, LOSS, LOGMKTV, SALESGRW, INVTAT, LOGAGE nilai ketidakefektivan pengendalian internal umum-entitas yang terbentuk adalah sebesar -4,102. Koefisien implementasi ERP (ERP) sebesar -7,342 menunjukkan bahwa apabila terdapat peningkatan variabel implementasi ERP maka akan menurunkan keterjadian kelemahan pengendalian internal umum-entitas sebanyak 7,342 dengan asumsi variabel lainnya konstan

.

Tabel 13

HasilVariables in The EquationModel 2

B S.E. Wald Df p Exp (B)

ERP -2,824 0,682 17,156 1 0,000 0,059 LOSS 0,428 0,683 0,393 1 0,531 0,832 LOGMKTV 0,202 0,140 2,079 1 0,149 1,224 SALESGRW -1,094 0,866 1,595 1 0,207 0,335 INVTAT 1,125 2,164 0,270 1 0,603 3,079 LOGAGE -0,184 0,389 0,223 1 0,636 0,832 Constant -5,679 3,843 2,183 1 0,140 0,003

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

(13)

Analisis Model 2 dilakukan dengan melihat pengaruh implementasi sistem ERP (ERP) dan variabel kontrol lain (LOSS, LOGMKTV, SALESGRW, INVTAT, LOGAGE) terhadap efektivitas pengendalian internal khusus-akun (SPE). Model regresi yang terbentuk dari hasil analisis tabel 4.18 diatas adalah sebagai berikut:

=-5,679 – 2,824ERPit+ 0,428LOSSit+ 0,202LOGMKTVit– 1,094SALEGRWit+ 1,125INVTATit– 0,184LOGAGEit

Konstanta -5,679 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabelERP, LOSS, LOGMKTV, SALESGRW, INVTAT, LOGAGE nilai ketidakefektivan pengendalian internal khusus-akun yang terbentuk adalah sebesar -5,679. Koefisien implementasi ERP (ERP) sebesar -2,824 menunjukkan bahwa apabila terdapat peningkatan variabel implementasi ERP maka akan menurunkan keterjadian kelemahan pengendalian internal khusus-akun sebanyak 2,824 dengan asumsi variabel lainnya konstan.

Berdasarkan hasil output SPSS dari model regresi 1 dan 2 yang terbentuk dalam penelitian ini, dapat disimpulkan juga bahwa hipotesis diterima karena terdapat pengaruh yang signifikan dan negatif dari faktor implementasi sistem ERP terhadap terjadinya kelemahan pengendalian internal umum-entitas dan khusus-akun. Pengaruh yang signifikan dari variabel implementasi ERP dapat terlihat tingkat signifikansi sebesar 0,000 pada Model 1 dan pada Model 2 yang berada jauh di bawah tingkat signifikansi 0,05. Koefisien implementasi ERP (ERP) pada Model 1sebesar -7,342 menunjukkan bahwa apabila terdapat peningkatan variabel implementasi ERP maka akan menurunkan keterjadian kelemahan pengendalian internal umum-entitas sebanyak 7,342 dengan asumsi variabel lainnya konstan, dan pada Model 2 koefisien implementasi ERP (ERP) sebesar -2,824 menunjukkan bahwa apabila terdapat peningkatan variabel implementasi ERP maka akan menurunkan keterjadian kelemahan pengendalian internal khusus-akun sebanyak 2,824 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Sedangkan variabel-variabel kontrol pada Model 1 yang menunjukkan signifikansi pengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal umum-entitas adalah umur perusahaan (LOGAGE), ukuran perusahaan (LOGMKTV) dan total persediaan terhadap total aset (INVTAT) dengan tingkat signifikansi masing-masing sebesar 0,047, 0,059, dan 0,056. Variabel-variabel kontrol pada Model 2 tidak ada yang menunjukkan signifikansi pengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal khusus-akun dimana tingkat signifikansi yang dimiliki berada di atas tingkat signifikansi 0,05.

KESIMPULAN

Penelitian ini menguji pengaruh implementasi sistem ERP terhadap efektivitas pengendalian internal melalui ada atau tidaknya pengendalian internal (umum-entitas dan khusus-akun) sebagai variabel terikat.

Pertama, hasil penelitian dari analisis statistik deskriptif antara perusahaan BUMN implementor ERP dengan perusahaan BUMN non implementor ERP menunjukkan bahwa BUMN implementor ERP adalah perusahaan yang cenderung lebih tua, memiliki tingkat pertumbuhan penjualan, jumlah persediaan dan nilai pasar/buku yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan BUMN non-implementor ERP. Hasil penelitian dari analisis statistik deskriptif ini memberikan gambaran secara kasar dampak sebelum dan sesudah implementasi sistem ERP terhadap keadaan perusahaan berdasarkan perbedaan nilai rata-rata dari variabel-variabel kontrol di kedua kelompok perusahaan yaitu BUMN implementor ERP dan BUMN non-implementor ERP. Hasil penelitian ini relevan dengan pernyataan-pernyataan para penyedia software ERP bahwa sistem ERP menyediakan fungsi kontrol bagi proses bisnis dan mengintegrasiuser, data dan proses ke dalam satu sistem sehingga membantu perusahaan meningkatkan efektivitas pengendalian internal dalam rangka membangungood corporate governance.

Kedua, hasil penelitian ini konsisten dengan teori yang menyatakan bahwa ERP adalah konsep sistem yang merupakan suatu usaha untuk mengontrol semua sumber daya perusahaan melalui penanganan data yang lengkap dan terintegrasi dan membantu manajemen perusahaan melakukan perencanaan terhadap semua sumber daya dengan cepat dan akurat serta meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan karena ERP mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu perusahaan baik secara struktural maupun fungsional. Hal ini tentu saja

(14)

14

berpengaruh terhadap hasil informasi yang didapatkan para manajer untuk mengambil keputusan bisnis.

Ketiga, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Morris (2011) bahwa perusahaan yang sudah mengimplementasikan sistem ERP cenderung lebih sedikit melaporkan kelemahan pengendalian internal daripada yang belum mengimplementasikan. Hal ini merupakan timbal balik antara fitur kunci aplikasi ERP yang berfokus pada pengendalian internal dengan efektivitas pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan yang berhasil dibangun oleh perusahaan yang sudah mengimplementasikan. Fitur kontrol yang ditawarkan sistem ERP dapat meminimkan agency problem yang dapat mengganggu keseimbangan informasi dalam pelaporan keuangan. Hal lain yang sejalan dengan hasil penelitian Morris (2011) adalah berdasarkan selisih frekuensi diketahui bahwa pada BUMN non-implementor ERP auditor secara signifikan cenderung lebih banyak menemukan kelemahan pengendalian internal umum-entitas daripada kelemahan pengendalian internal khusus-akun (diff. =24 kali) selama pemeriksaan sedangkan pada BUMN implementor ERP tidak ada selisih signifikan antara jumlah frekuensi kelemahan pengendalian internal umum-entitas dengan frekuensi kelemahan pengendalian khusus-akun. (diff.=1 kali).

Keempat, pengujian terhadap variabel kontrol dalam penelitian ini memberikan hasil bahwa variabel kontrol memberikan pengaruh signifikan terhadap efektivitas pengendalian internal umum-entitas. Hasil pengujian analisis regresi logistik pada Model 1 menunjukkan perusahaan dengan nilai pasar/buku yang lebih rendah, jumlah persediaan yang lebih besar dan umur yang lebih matang akan cenderung lebih sedikit memiliki kelemahan pengendalian internal umum-entitas. Sedangkan hasil pengujian analisis regresi logistik pada Model 2 menunjukkan semua variabel kontrol dalam model berada pada tingkat signifikansi di atas tingkat signifikansi 0,05 sehingga tidak ada variabel kontrol yang berpengaruh signifikan.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini menggunakan sampel penelitian perusahaan BUMN yang sebagian besar tidakgo-public sehingga menghadapi keterbatasan dalam keterbukaan informasi keuangan terutama Laporan Keuangan,Annual Report

dan Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan KAP/BPK. Hal inilah yang menyebabkan sampel penelitian tidak dapat mencakup keseluruhan BUMN sebagaimana seharusnya, sehingga hasil penelitian ini dapat berubah apabila dibawa ke populasi yang lebih besar. Kedua, keterbatasan dalam penelitian ini juga terkait dengan jumlah variabel yang digunakan hanya untuk penilaian kuantitatif saja, sehingga perlu juga dilakukan penilaian kualitatif atas dampak implementasi sistem ERP terhadap efektivitas kelemahan pengendalian internal. Ketiga, Penelitian ini juga tidak memasukkan masa implementasi sistem ERP sebagai variabel kontrol atau variabel tambahan seperti pada penelitian terdahulu (Morris, 2011) karena periode penelitian yang diambil adalah tahun 2010 dan 2011. Masa implementasi sistem ERP sebagai variabel tambahan sangat tidak relevan di dalam periode penelitian 2010 dan 2011 karena pada periode tersebut implementasi ERP masih menjadi newcomer di dalam BUMN dan hanya 2 yang ditemukan mengimplementasikan ERP selama lebih dari 10 tahun yaitu PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Penelitian ini juga hanya menggunakan variabel terikat kelemahan pengendalian internal yang bersifatdichotomousatau variabeldummy.

Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut, disarankan kepada penelitian selanjutnya dikembangkan sebagai dasar tinjauan literatur terutama apabila akan dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian terkait pengendalian internal di Indonesia masih sangat jarang sehingga peluang dilakukannya penelitian ini masih sangat luas. Hal ini dapat dianggap sebagai peluang dan pemicu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan pengendalian internal di perusahaan dan pengungkapannya yang akan berkaitan dengan perilaku perancang sistem informasi akuntansi terkait dengan pengungkapan. Penelitian ini juga masih perlu dikembangkan lebih jauh lagi untuk mendapatkan model yang lebih akurat, yaitu dengan menggunakan variabel terikat kelemahan pengendalian internal yang bersifat continuousdan memasukkan masa implementasi sistem ERP sebagai variabel penelitian lain yang terkait sistem ERP. Penelitian selanjutnya juga sebaiknya mengambil periode penelitian yang lebih panjang karena kemampuan prediksi akan lebih baik apabila digunakan dataseriesyang lebih panjang.

Penelitian ini telah memberikan gambaran empiris tentang manfaat yang didapatkan perusahaan yang sudah mengimplementasikan sistem ERP terhadap peningkatan efektivitas pengendalian internal pelaporan keuangan perusahaannya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

(15)

landasan keyakinan pengambilan keputusan manajemen perusahaan baik BUMN maupun non BUMN untuk meningkatkan implementasi fitur-fitur pengendalian yang disediakan oleh aplikasi ERP ke dalam proses bisnis organisasinya. Manajer perusahaan BUMN non-implementor ERP dapat lebih mempertimbangkan implementasi sistem ERP dalam kebijakan teknologi informasi baru.

REFERENSI

---. 2006.Oracle ‘Jerat’ BUMN Kelas Kakap.http://inet.detik.com, diakses pada tanggal 22 April 2013

Arief, Santosa. 2012. “Membangun Sistem ERP”. http://www.satukan.com, diakses pada tanggal 22 April 2013

Ang, Robert. 1997.Buku Pintar Pasar Modal Indonesia.Jakarta: Media Staff Indonesia

Ashbaugh-Skaife, H., D. W. Collins, dan W. R. Kinney. 2007. The Discovery and Reporting of Internal Control Deficiencies Prior to SOX-mandated Audits. Journal of Accounting and Economics 44 (1): 166-192

Bastian, Indra dan Gatot Soepriyanto.2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat

Brazel, Joseph F. dan Li Dang. 2008. “The Effect of ERP System Implementations on the Management of Earnings and Earnings Release Dates”.Journal of Information Systems, Fall; 22, 2; Accounting & Tax pg. 1

Doyle, J.T., W. Ge, dan S. McVay. 2007. Determinants of Weaknesses in Internal Control over Financial Reporting.Journal of Accounting and Economics 44 (1-2): 193-233

Ge, W., dan S. McVay. 2005.The Disclosure of Material Weaknesses in Internal Control After The Sarbanes-Oxley Act.Accounting Horizons 19 (3): 137-158

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Edisi ke-5. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Jensen, M.C. dan Meckling, W.H. 1976. The Theory of the Firm: Managerial Agency Cost and Ownership Structures. Journal of Financial Economics. Vol.3, 305-360

Maksum, Azhar. 2005. “Tinjauan Atas Good Corporate Governance di Indonesia”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Akuntansi Manajemen pada Fakultas Ekonomi USU. Terpublikasi di http://repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 20 Juni 2013

Morris, John J. 2011.The Impact of ERP Systems on The Effectiveness of Internal Controls over Financial Reporting. Journal Of Information System 25 (1) : 129-157

Oracle. 2005. Information Generates Value: The Cornerstone for Sustainable Compliance and Growth 2005.http://www.oracle.com, diakses pada tanggal 22 April 2013

Permana, Denis D. 2013. Menilik Urgensi Implementasi Good Corporate Governance dalam BUMN.http://www.forbumn.com, diakses pada tanggal 20 Juni 2013

Poernomo, Hari Y. 2011. E-Business: Enterprise Resource Planning (ERP). http://research.amikom.ac.id, diakses pada tanggal 22 Juni 2013

Priantinah, Denies. 2008. “EksistensiEarnings ManagementDalam Hubungan Agen – Prinsipal”.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VI, No.2, 2008: 23 – 36. Terpublikasi di http://journal.uny.ac.id, diakses pada tanggal 25 November 2013

SAP. 2005.Enterprise Governance and Sarbanes-Oxley Compliance with MySAP ERP Financials 2005.http://www.sap.com, diakses pada tanggal 22 April 2013

Sindonews.com. 2012. Pengendalian Intern Buruk Penyebab BUMN Korup. http://www.sindonews.com, diakses pada tanggal 22 April 2013

Subramanyam, K.R. dan John J. Wild. 2008. Financial Statement Analysis. 10thed. McGraw-Hill Tempo.co. 2012.PT Telkom Berpotensi Jadi BUMN Terkorup.http://www.tempo.co, diakses pada

Referensi

Dokumen terkait

2) Penyimpanan pada setiap level saluran pemasaran oleh lembaga pemasaran yang berkepentingan menjaga kontinyuitas distribusi produk. Hal ini dapat diamati

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kemampuan analogi siswa, hasil belajar matematika siswa dan pengaruh kemampuan analogi terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X

Selain bahasa daerah, bahasa asing (baca Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor yang menyebabkan

“Our goals for the Stage 2 meaningful use criteria, consistent with other provisions of Medicare and Medicaid law, expand upon the Stage 1 criteria to 41 and encourage the use

To achieve balance — that is, to operate an information system that meets the high level of availability sought by system users as well as the confidentiality and integrity needs

Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi

Penulis The Wall Street Journal menemukan pada 2010 bahwa aplikasi Facebook mengirimkan informasi identifikasi kepada &#34;lusinan perusahaan periklanan dan pelacakan

Kelebihan dari media ini adalah: (1) menggunakan alat yang simpel dan mudah dibawa, yaitu berupa laptop dan LCD, (2) menerangkan konsep perpindahan kalor secara