• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan karamunting (Rhodomyrtus tomentosa Wight.) adalah tumbuhan liar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan karamunting (Rhodomyrtus tomentosa Wight.) adalah tumbuhan liar"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Uraian Tumbuhan

Tumbuhan karamunting (Rhodomyrtus tomentosa Wight.) adalah tumbuhan liar pada tempat yang mendapat sinar matahari cukup, seperti di lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang. Ciri-ciri tumbuhan ini termasuk dalam kelompok perdu, daun tunggal, permukaan daun berambut bila diraba terasa kasar, pangkal daun membulat, tepi daun rata, ujung daun meruncing. Bunga termasuk bunga majemuk berwarna ungu kemerah-merahan, buahnya dapat dimakan, mempunyai biji berukuran kecil. (Anonim 1, 2007)

Sistematika tumbuhan Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Rhodomyrtus

Jenis : Rhodomyrtus tomentosa Wight.

(2)

2.2.Uraian kimia 2.2.1. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1987).

Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida jantung.

2.2.2 Triterpen sebenarnya

Berdasarkan jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya triterpen sebenarnya dapat dibagi atas:

1. Triterpen asiklik yaitu triterpen yang tidak mempunyai cincin tertutup, misalnya skualena.

2. Triterpen trisiklik adalah triterpen yang mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya: ambrein.

3. Triterpen tetrasiklik adalah triterpen yang mempunyai empat cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya:lanosterol.

4. Triterpen pentasiklik adalah triterpen yang mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya α-amirin.

2.2.3 Steroid

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin

(3)

siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol.(Harborne, 1987; Robinson, 1995)

Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:

1. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.

2. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan stigmasterol

3. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol

4. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya spongesterol.

Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:

1. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol 2. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol 3. Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol

2.3.Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi (Ditjen POM, 2000; Gritter, 1991). Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan

(4)

dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987)

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Ditjen POM, 2000) yaitu:

A.Cara Dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna.

2.Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri

dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya(penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat akhir.

B.Cara Panas 1.Refluks

Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

(5)

2.Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (umumnya 25-300 C).

3.Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4.Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900 C selama 15 menit. 5.Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarutb air pada temperatur 90oC selama 30 menit.

Penguapan ekstrak larutan dilakukan dengan penguap berpusing dengan pengurangan tekanan, yaitu rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental.(Harborne, 1987)

2.4.Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan proses migrasi dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media fase diam sehingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi lebih awal atau paling akhir karena perbedaan afinitas antara masing-masing zat terlarut dengan fase diam (Hostettman, 1995)

(6)

2.4.1. PEMAKAIAN KROMATOGRAFI

Kita melakukan kromatografi pada hakikatnya untuk menjawab tiga pertanyaan; senyawa apa yang ada? Berapa banyaknya? Bagaimana kita memperoleh komponen yang murni?

Pemakaian Kualitatif (Senyawa apa yang ada?)

Pemakaian kromatografi secara kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan. Agar dapat terdeteksi dalam campuran, banyaknya senyawa itu harus memadai supaya dapat diukur.

Kromatografi kualitatif memberi informasi mengenai kerumitan suatu campuran. Campuran di kromatografi pada berbagai kondisi dan bahkan dengan beberapa cara atau cara gabungan.

Kromatografi kualitatif sering dipakai untuk menetapkan pola sidik jari campuran yang rumit, yang komponennya mungkin diketahui atau harga diketahui sebagian.ini dapat dilakukan pada campuran seperti ekstrak jaringan, urin, darah, bahan kimia kasar, atau obat. Cuplikan yang diperiksa dikromatografi dan hasilnya dibandingkan dengan pola normal.

Dua keuntungan utama kromatografi sebagai metode kualitatif yaitu cuplikan senyawa yang dibutuhkan untuk analisis sangat sedikit dan biasanya waktu analisis pendek.

Pemakaian Kuantitatif (Berapa banyak yang ada?)

Kromatogarafi kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran, nisbi terhadap komponen lain atau sebagai kuantitatif mutlak jika memakai standar (pembanding baku) dan kalibrasi yang sesuai.

(7)

Metode kuantitatif dipakai untuk penetapan kadar cuplikan secara rutin, umumnya sebagai bagian dari pengendalian mutu di industri dan terutama dalam pemantauan masalah lingkungan air dan udara.

Pemakaian preparatif (Bagaimana kita memperolehnya?)

Kromatografi preparatif dipakai untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah yang memadai (mg sampai g) dalam keadaan murni sehingga komponen itu dapat dicirikan lebih lengkap atau dipakai pada reaksi berikutnya.(Gritter, 1991)

2.5. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi serapan, dimana sebagai fasa tetap (diam) berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak adalah zat cair yang disebut larutan pengembang (Gritter, 1991)

Penyerap untuk KLT ialah silika gel, alumina, kiselgur, dan selulosa. Penyerap biasanya mengandung pengikat atau mengandung zat tambahan lain.

Silika gel

Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak dipakai dalam KLT. Senyawa netral yang mempunyai gugusan sampai tiga pasti dapat dipisahkan pada lapisan yang diaktifkan dengan memakai pelarut organik atau campuran pelarut yang normal. Karena sebagian besar silika gel bersifar sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan, jadi meminimumkan reaksi asam-basa antara penyerap dengan senyawa yang dipisahkan.

Alumina

Berbeda dengan silika gel, alumina bersifat sedikit basa dan sering dipakai untuk pemisahan basa.KLT pada alumina sering dipakai sebagai cara kualitatif cepat.

(8)

Kiselgur dan selulosa

Kiselgur dan selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai dalam sistem KCC, dan lapisan tipis selulosa berkaitan erat dengan kromatografi kertas klasik. Kromatografi jenis ini selalu dipakai untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida, dan berbagai senyawa hidrofil alam lainnya.

Air

Ada atau tidak adanya air di dalam penyerap kromatografi atau penyangga sangat penting. Lapisan silika gel atau alumina yang akan dipakai untuk kerja penyerapan harus sesedikit mungkin mengandung air, karena jika tidak, maka air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak akan ada linarut yang melekat. Lapisan yang mengandung air yang sedikit itu akan diaktifkan dan dibuat pemanasan pada 1000C, mungkin terjadi dehidrasi yang tak bolak-balik pada penyerap dan menyebabkan pemisahan kurang efektif. Kemudian lapisan harus disimpan di dalam desikator atau kotak kering. Lapisan niaga (siap pakai) keaktifannya beragam, tetapi biasanya dapat dipakai langsung begitu saja, atau dapat diaktifkan lagi dengan pemanasan.

Memilih pelarut pengembang

Umumnya fase gerak yang sering digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah berupa campuran dari pelarut organik dengan tujuan untuk memperoleh pemisahan yang lebih baik. Kombinasi pelarut berdasarkan atas kepolaritasannya, sehingga akan diperoleh sistem pengembang yang cocok.Dalam beberapa percobaan pelarut tunggal memberikan hasil yang memuaskan,akan tetapi pada sebagian percobaan pelarut tunggal dapat menggerakkan bercak terlalu jauh sehingga kombinasi pelarut yang mempunyai polaritas berbeda sering dikombinasikan dalam kromatografi lapis tipis (Gritter, 1991)

(9)

Pelarut-pelarut yang biasanya digunakan atau sering dikombinasikan dalam kromatografi lapis tipis adalah n-heksana, eter minyak tanah, karbon tetraklorida, eter, kloroform, etil asetat, asam asetat glasial, aseton, etanol, metanol dan air. Urutan ini berdasarkan bertambahnya sifat kepolaran dari pelarut tersebut.

Menotolkan cuplikan

Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut yang agak non polar untuk ditotolkan pada lapisan. Pada umumnya, dipakai larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik yang bertitik didih 500 dan 1000C. Pelarut yang demikian mudah ditangani dan mudah menguap dari lapisan. Air hanya dipakai jika tidak ada pilihan lain.

Ada dua kekurangan utama KLT pada kaca objek. Pertama, lapisan nisbi tipis dibandingkan dengan lapisan buatan sendiri yang ukurannya lebih besar. Kedua, jarak untuk pengembangan kromatografi jauh lebih pendek. Jadi, kita harus menotolkan cuplikan dengan luas totolan sekecil mungkin. Penotolan dapat dilakukan dengan memakai kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca demikian rupa sehingga besarnya tidak jauh berbeda dengan peniti. Cuplikan berupa larutan, harus ditotolkan sekitar 8-10mm dari salah satu ujung kaca objek yang terlapisi sempurna. Beberapa kali penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama asal saja lapisan kering dulu sebelum penotolan berikutnya (Gritter, 1991)

(10)

2.6 Harga Rf (Retardation factor)

Identifikasi dari senyawa-senyawa hasil pemisahan KLT dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi digunakan harga Rf. Harga Rf didefenisikan sebagai berikut:

Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standar.Perlu diperhatikan bahwa harga-harga-harga-harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf: 1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

4. Pelarut(dan derajat kemurniannya) fasa bergerak

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan

6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang digunakan 8. Suhu

9. Kesetimbangan

2.7. Kromatografi kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi serapan yang dilakukan di dalam kolom, merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam

(11)

jumlah besar. Campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita diatas bagian penyerap yang berada pada tabung kaca. Fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom yang disebabkan oleh gaya berat. Pita senyawa yang terlarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi-fraksi pada saat keluar dari bawah kolom (Gritter, 1991)

Tujuan kromatografi kolom adalah memisahkan komponen cuplikan dalam waktu yang masuk akal, menjadi pita atau puncak, ketika cuplikan itu bergerak melalui kolom. Dalam praktek, dengan melihat bentuk puncak biasanya kita dapat menaksir daya pisah sampai derajat yang memungkinkan kita memilih dengan cepat panjang kolom yang diperlukan untuk pemisahan. Keefisienan kolom merupakan fungsi dari parameter kolom, seperti laju aliran pelarut, ukuran partikel kemasan kolom, cara mengemas kolom, dan viskositas pelarut (Johnson, 1978)

Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring didalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas. Ukuran partikel penyerap untuk kolom biasanya lebih besar dari KLT yaitu 63 - 250µm yang dijalankan dengan gaya tarik bumi.

Fase gerak yang digunakan haruslah sudah ditentukan sebelumnya agar didapatkan pemisahan yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena kromatografi kolom memerlukan waktu lama dan bahan yang cukup banyak. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah ini yaitu dengan penelusuran pustaka, penerapan data KLT pada pemisahan dengan kolom dan dengan pemakaian elusi landaian umum mulai dari pelarut non-polar sampai pelarut polar (Sastrohamidjojo, 1985).

(12)

2.8. Kromatografi lapis tipis preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sangat sederhana ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).Walaupun KLTP dapat memisahkan dalam jumlah gram,sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (Harborne, 1987)

Pada kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanwarna, dan penyerap yang mengandung senyawa pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Gritter, 1991)

Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian (Hostettman, 1995)

(13)

2.9.Spektrofotometri ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet merupakan suatu analisis yang berdasarkan atas pengukuran resapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis. Penyerapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrum ultraviolet dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik (Sastrohamidjojo, 1998)

Spektrum ultraviolet merupakan suatu gambar antara panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmisi atau absorbansi). Spektrofotometri ultraviolet berguna pada penentuan struktur molekul organik dan pada analisis kuantitatif (Creswell, 1982)

Panjang gelombang cahaya ultraviolet tergantung pada mudahnya promosi elektron dimana molekul-moloekul yang memerlukan banyak energi untuk promosi elektron yang menyerap radiasi ultraviolet pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1995; Noerdin, 1985).

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam spektrofotometri ultraviolet (Sirvestein, 1986; Wingrove and Caret, 1981) antara lain:

1. Kromofor adalah gugus tidak jenuh yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dengan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Contohnya C=C, C=O, dan NO2

2. Ausokrom adalah sebuah substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH, -NH2, -Cl

(14)

3. Pergeseran batokromik adalah pergeseran serapan maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih panjang yang disebabkan substitusi pada kromofor(oleh ausokrom) atau pengaruh pelarut

4. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang lebih pendek yang disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut

5. Efek hipokromik yaitu suatu kenaikan dalam intensitas serapan 6. Efek hipokromik yaitu suatu penurunan dalam intensitas serapan.

2.10.Spektrofotometri Inframerah

Sinar inframerah bila dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik maka sejumlah frekuensi akan diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa diserap. Daerah inframerah terletak antara spektrum elektromagnetik cahaya tampak dan spektrum radio, yakni antara 4000-400 cm-1 (Noerdin, 1985; Sastrohamidjojo, 1985).

Spektrofotometri inframerah memungkinkan identifikasi gugus fungsional karena gugus fungsi tersebut menunjukkkan serapan yang spesifik pada daerah inframerah. Spektrum inframerah khas untuk senyawa tertentu, sehingga metoda ini tepat untuk menentukan struktur senyawa yang belum dikenal yaitu dengan cara membandingkannya terhadap senyawa yang sudah diketahui. Sangat jarang dua senyawa organik memiliki spektrum inframerah yang identik baik dalam posisi maupun intensitas puncak-puncaknya (Wingrove and Caret, 1981).

Cara menganalisis spektrum inframerah dari senyawa yang tidak diketahui adalah pertama harus ditentukan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama, seperti

(15)

C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C≡N, C≡C dan NO2. Langkah-langkah yang umum untuk memeriksa gugus yang penting pada spektrum inframerah (Pavia, et al., 1988) adalah: 1.Apakah terdapat gugus karbonil?

Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1820-1660 cm-1 . Puncak ini biasanya merupakan serapan yang terkuat dengan lebar medium pada spektrum.

2.Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut dan jika C=O tidak ada langsung ke nomor 3.

Asam : apakah ada gugus –OH?

Yaitu serapan melebar di daerah 3300-2500 cm-1 (biasanya tumpang tindih dengan C-H).

Amida : apakah ada N-H?

Yaitu serapan medium di dekat 3500 cm-1 , kadang-kadang dengan puncak rangkap. Ester : apakah ada C-O?

Yaitu serapan dengan intensitas medium di daerah 1300 – 1000 cm-1. Anhidrida : mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1. Aldehida : apakah ada C-H aldehida?

Yaitu dua serapan lemah di dekat 2850-2750 cm-1 disebelah kanan serapan C-H Keton : jika kelima kemungkinan diatas tidak ada.

3.Jika gugus C=O tidak ada

Alkohol/fenol : periksalah gugus –OH, yaitu serapan melebar di daerah 3600-3300 cm -1

yang diperkuat adanya serapan C-O di daerah 1300-1000 cm-1.

(16)

Eter : periksalah gugus C-O ( dan tidak adanya –OH ), yaitu serapan medium di daerah 1300 – 1000 cm-1- .

4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik yaitu adanya : - C=C yang mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.

-

Serapan medium sampai kuat pada daerah 1650-1450 cm-1 sering menunjukkan adanya cincin aromatik.

5. Ikatan rangkap tiga yaitu adanya;

- C=N yang mempunyai serapan medium dan tajam di daerah 2250 cm-1.

- C=C mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm-1 periksa juga CH asetilenik di dekat 3300 cm-1.

6. Gugus nitro

Yaitu adanya dua serapan kuat di daerah 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1. 7. Hidrokarbon

- Apakah keenam kemungkinan diatas tidak ada. - Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1.

- Spektrum sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain di daerah 1450-1375 cm-1.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kromatografi kolom didapatkan 7 fraksi hasil pemisahan dengan fase gerak etanol-air (70:30) dan pada kromatografi lapis tipis, fraksi yang menunjukkan

Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Bilamana fase gerak merupakan campuran organik dengan air

Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis, adalah fase gerak yang. berperan penting pada proses elusi bagi senyawa untuk melewati fase

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan proses analisis pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan prinsip distribusi fase atau perpindahan komponen yang dianalisa dari fase

Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak dengan yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau

Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan penyerap. berukuran kecil dengan diameter partikel 10- 30

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase