• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efektif dan efisien serta dapat digunakan secara maksimal dalam mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Manajemen Sumber Daya Manusia, yang sebelumnya dikenal sebagai manajemen personalia, merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena Sumber Daya Manusia dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang Sumber Daya Manusia dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) Sumber Daya Manusia.

Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, karyawan adalah kekayaan (asset) utama perusahaan, sehingga harus dipelihara dengan baik. Manajemen Sumber Daya Manusia menggunakan pendekatan modern dan kajiannya secara makro. Faktor yang menjadi perhatian dalam Manajemen Sumber Daya Manusia adalah manusia itu sendiri. Melalui Sumber Daya Manusia yang efektif

(2)

10 mengharuskan manajer atau pimpinan dapat menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan orang-orang yang ada dalam lingkungan perusahaannya agar tujuan-tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Maka dari itu, Sumber Daya Manusia dalam suatu perusahaan perlu dikelola dengan baik dan professional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif. Perkembangan bisnis perusahaan sangat tergantung pada produktivitas tenaga kerja yang ada di perusahaan.

Pengelolaan Sumber Daya Manusia di dalam perusahaan sudah dapat dilaksanakan secara professional, dimulai sejak perekrutan, seleksi, pengklasifikasian, penempatan sesuai dengan kemampuan, penataran/pelatihan dan pengembangan karirnya dengan harapan sumber daya manusia tersebut dapat bekerja secara produktif.

Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut para ahli :

1. Hasibuan (2013:10), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

2. Mathis & Jackson (2012:5), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap perusahaan.

(3)

11 3. Dessler (2006:5), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian penting dari perusahaan karena Manajemen Sumber Daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung Sumber Daya Manusia dalam membantu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut dengan cara memanfaatkan bakat manusia secara efektif dan efisien.

2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi manajemen sumber daya manusia sangat luas, hal ini disebabkan karena tugas dan tanggung jawab Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mengelola unsur-unsur manusia seefektif mungkin agar memiliki tenaga kerja yang memuaskan. Menurut Hasibuan (2007:21), fungsi-fungsi sumber daya manusia meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional, yaitu sebagai berikut :

1. Fungsi-fungsi Manajerial a. Perencanaan

Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya pencapaian tujuan.

(4)

12 b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).

c. Pengarahan

Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

d. Pengendalian

Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.

2. Fungsi-fungsi Operasional a. Pengadaan

Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan orientasi dan induksi untuk menciptakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

b. Pengembangan

Pengembangan (development) adalah proses meningkatkan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan.

(5)

13 c. Kompensasi

Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. d. Pengintegrasian

Pengintegrasian (integration) adalah kegiatana untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. e. Pemeliharaan

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.

f. Pemberhentian

Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan seseorang dari suatu perusahaan.

Dari uraian di atas tersebut, terlihat jelas bahwa peranan manajemen sumber daya manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan.

2.1.2 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Peran manajemen sumber daya manusia dalam menjalankan aspek SDM, harus dikelola dengan baik sehingga kebijakan dan praktik dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan perusahaan, yang meliputi kegiatan antara lain :

(6)

14 a. Melakukan analisis jabatan (menetapkan karakteristik

pekerjaan masing-masing SDM);

b. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja;

c. Menyeleksi calon pekerja;

d. Memberikan pengenalan dan penempatan pada karyawan baru; e. Menetapkan upah, gaji, dan cara memberikan kompensasi; f. Memberikan insentif dan kesejahteraan;

g. Melakukan evaluasi kinerja;

h. Mengkomunikasikan, memberikan penyuluhan, menegakkan disiplin kerja;

i. Memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan; j. Membangun komitmen kerja;

k. Memberikan keselamatan kerja; l. Memberikan jaminan kesehatan;

m. Menyelesaikan perselisihan perburuhan;

n. Menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan.

2.2 Pengertian Pelatihan

Pelatihan sebagai wahana untuk membangun Sumber Daya Manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Karena itu, para karyawan baru perlu diberikan pelatihan agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dalam mengerjakan pekerjaannya. Untuk karyawan lama, pelatihan

(7)

15 digunakan sebagai dasar peningkatan dan perpindahan pekerjaan. Biasanya, pekerjaan yang lebih tinggi akan menuntut tanggung jawab yang lebih besar, sehingga mengharuskan karyawan mengikuti pelatihan. Demikian pula, perpindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain (rotasi) yang setingkat, perlu dilakukan pemahaman tentang pekerjaan tersebut melalui pelatihan karyawan. Tanpa pelatihan, sulit bagi seorang karyawan dapat mengenal dengan baik pada pekerjaan barunya. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa pelatihan akan menguntungkan bagi pihak karyawan dan perusahaan.

Pelatihan merupakan tanggung jawab manajer untuk mengembangkan karyawan dalam sebuah perusahaan. Seorang manajer yang tidak peduli terhadap kegiatan pelatihan akan menerima risiko yang dapat membahayakan kegiatan operasional perusahaan. Hal ini dapat dilihat bahwa perkembangan teknologi yang semakin melejit dewasa ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang semakin dahsyat pada berbagai aspek yang dialami suatu perusahaan. Persaingan di pasar domestik maupun di tingkat internasional menuntut suatu perusahaan harus memiliki daya saing yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya. Keadaan ini mengharuskan seorang manajer untuk memperbaiki kinerja para karyawannya melalui pemberian pelatihan kerja.

Pelatihan (training) adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Pasal 1 ayat 9 UU No. 13 Tahun 2003 Keternagakerjaan, pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan

(8)

16 atau pekerjaan. Kebutuhan akan pelatihan merupakan kesenjangan antara kebutuhan akan keterampilan serta pengetahuan yang tidak terpisahkan dengan pekerjaan yang dimiliki oleh pekerja pada saat sedang berjalan. Kesenjangan ini harus dianalisis secara memadai guna menetapkan dengan tepat pelatihan apa yang diperlukan. Pada awalnya, pelatihan karyawan hanya diperuntukkan kepada tenaga-tenaga operasional agar memiliki keterampilan secara teknis. Tetapi, kini pelatihan diberikan kepada setiap karyawan dalam perusahaan termasuk karyawan administrasi maupun tenaga manajerial. Manajemen bersama-sama dengan para karyawan mengidentifikasi tujuan dan sasaran strategis dalam mencapai tujuan perusahaan serta menyadari betapa pentingnya pemberian pelatihan untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja.

Definisi Pelatihan menurut para ahli :

1. Dessler (2006:280), Pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya. 2. Bangun (2012:201), Pelatihan adalah proses untuk mempertahankan

atau memperbaiki keterampilan karyawan untuk menghasilkan pekerjaan yang efektif.

3. Rivai & Sagala (2013:212), Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pelatihan adalah proses dimana program pembelajaran diperuntukkan guna memperbaiki keterampilan serta menambah pengetahuan dan wawasan mereka terhadap pelaksanaan tanggung jawab pekerjaannya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja karyawan saat ini dan di masa yang akan datang.

(9)

17 Dalam hal ini penulis menggunakan teori Rivai & Sagala (2013:212), karena teori mengenai pelatihan yang ada di dalam buku tersebut lengkap, mulai dari pengertian, tujuan, langkah-langkah, sasaran, manfaat dan lain sebagainya.

2.2.1 Tujuan Pelatihan

Beberapa tujuan dilakukannya pelatihan :

1. Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.

2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi.

3. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.

4. Untuk membantu masalah operasional.

5. Memberi wawasan kepada para karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

6. Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.

7. Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.

8. Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar karyawan.

9. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan.

(10)

18 2.2.2 Langkah-langkah yang diterapkan dalam Pelatihan

Pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Menurut Rivai (2013:212), langkah-langkah berikut dapat diterapkan dalam Pelatihan :

1. Pihak yang diberikan pelatihan (Trainee) harus dapat dimotivasi untuk belajar;

2. Trainee harus mempunyai kemampuan untuk belajar; 3. Proses pembelajaran harus dapat dipaksakan atau diperkuat; 4. Pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat

dipraktikkan atau diterapkan;

5. Bahan-bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan;

6. Materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan.

2.2.3 Sasaran Pelatihan

Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas, memuat hasil yang ingin dicapai dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula dengan program pelatihan. Hasil yang ingin dicapai hendaknya dirumuskan dengan jelas agar langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan pelatihan dapat diarahkan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Sasaran pelatihan yang dapat dirumuskan dengan jelas akan dijadikan sebagai acuan penting dalam menentukan materi yang akan diberikan, cara dan

(11)

sarana-19 sarana yang diperlukan. Sebaliknya sasaran yang tidak spesifik atau terlalu umum akan menyulitkan penyiapan dan pelaksanaan pelatihan sehingga dapat menjawab kebutuhan pelatihan. Sasaran pelatihan yang dapat dirumuskan dengan jelas akan bermanfaat dalam :

1. Menjamin konsistensi dalam menyusun program pelatihan yang mencakup materi, metode, cara penyampaian, sarana pelatihan;

2. Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan dengan pihak yang memerlukan pelatihan;

3. Memberikan kejelasan bagi peserta tentang apa yang harus dilakukan dalam rangka mencapai sasaran;

4. Memudahkan penilaian peserta dalam mengikuti pelatihan; 5. Memudahkan penilaian hasil program pelatihan;

6. Menghindari kemungkinan konflik antara penyelenggara dengan orang yang meminta pelatihan mengenai efektivitas pelatihan yang diselenggarakan.

Menurut Rivai (2013:215), sasaran pelatihan dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipe tingkah laku yang diinginkan, antara lain :

a. Kategori Psikomotorik, meliputi pengontrolan otot-otot sehingga orang dapat melakukan gerakan-gerakan yang tepat. Sasarannya adalah agar orang tersebut memiliki keterampilan fisik tertentu. b. Kategori Afekstif, meliputi perasaan, nilai, dan sikap. Sasaran

pelatihan dalam kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai sikap tertentu.

(12)

20 c. Kategori Kognitif, meliputi proses intelektual seperti mengingat, memahami, dan menganalisis. Sasaran pelatihan pada kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai pengetahuan dan keterampilan berfikir.

Selain itu, perlu pula diketahui jenis sasaran pelatihan, sehingga setiap pelatihan yang diselenggarakan akan mencapai sasaran :

1. Berdasarkan tingkatannya :

a. Sasaran Primer, sasaran ini merupakan inti dari program pelatihan. Sasaran primer ini sangat penting karena akan memberikan arti kejelasan dan kesatuan atas segala kegiatan selama kegiatan pelatihan berlangsung.

b. Sasaran Sekunder, sasaran ini merupakan inti dari masing-masing pelajaran dalam suatu program pelatihan. Sasaran sekunder ini sesungguhnya sebagai penjabaran lebih lanjut dan sekaligus merupakan bagian integral dari sasaran primer.

2. Berdasarkan kontennya :

a. Berpusat pada kegiatan instruktur, yaitu menggambarkan apa yang dilakukan instruktur selama pelatihan dilaksanakan.

b. Berpusat pada bahan pelajaran, yaitu menggambarkan bahan yang disampaikan dalam pelatihan.

c. Berpusat pada kegiatan peserta, yaitu menggambarkan kegiatan yang dilakukan peserta selama pelatihan.

(13)

21 2.2.4 Manfaat Pelatihan

1. Manfaat untuk Karyawan

a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif;

b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggungjawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan;

c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri;

d. Membantu karyawan mengatasi stress, teakanan, frustasi, dan konflik;

e. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap; f. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan;

g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi;

h. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih; i. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa

depan

j. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan;

k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan;

l. Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.

(14)

22 2. Manfaat untuk Perusahaan

a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit;

b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan;

c. Memperbaiki moral SDM;

d. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan; e. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik; f. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan; g. Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan; h. Membantu pengembangan perusahaan;

i. Belajar dari peserta;

j. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan;

k. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan dimasa depan;

l. Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif;

m. Membantu meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan kualitas kerja;

n. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi, SDM, administrasi;

o. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan;

(15)

23 p. Meningkatkan hubungan antarburuh dengan manajemen; q. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan

konsultan internal;

r. Mendorong mengurangi perilaku merugikan; s. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan; t. Membantu meningkatkan komunikasi organisasi; u. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan

perubahan;

v. Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stress dan tekanan kerja.

3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antargrup dan pelaksanaan kebijakan

a. Meningkatkan komunikasi antargrup dan individual; b. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan

karyawan transfer atau promosi;

c. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi afirmatif;

d. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional;

e. Meningkatkan keterampilan interpersonal;

f. Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi; g. Meningkatkan kualitas moral;

h. Membangun kohesivitas dalam kelompok;

(16)

24 dan koordinasi;

j. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.

Sumber : Rivai & Sagala (2013:217)

2.2.5 Kebutuhan Pelatihan

Pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan pelatihan yang benar. Pada dasarnya kebutuhan itu adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi :

1. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang. Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan standard hasil kerja yang dituntut pada jabatan itu. Meskipun tidak selalu penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan pelatihan.

2. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya. Pada tingkat hierarki manapun dalam perusahaan sering dilakukan rotasi jabatan. Alasannya bermacam-macam, ada yang menyebutkan untuk mengatasi kejenuhan, ada juga yang menyebutkan untuk membentuk orang generalis. Seorang Manajer Personalia (SDM), sebelum dipromosikan menjadi general manajer tentunya perlu melewati jabatan fungsional lainnya.

3. Untuk memenuhi tuntutan perubahan. Perubahan-perubahan, baik

(17)

25 (perubahan teknologi, perubahan orientasi bisnis perusahaan) sering memerlukan adanya tambahan pengetahuan baru. Meskipun pada saat ini tidak ada tetapi dalam rangka menghadapi perubahan di atas dapat diantisipasi dengan adanya pelatihan yang bersifat potensial.

Sumber : Rivai & Sagala (2013:219)

2.2.5.1 Menganalisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Dessler (2006:283), tugas utama dalam menganalisis kebutuhan melatih karyawan baru adalah untuk menentukan apa yang dibutuhkan pekerjaan itu dan memecahkannya menjadi subtugas, kemudian masing-masing subtugas akan diajarkan kepada karyawan baru. Menganalisis karyawan lama dapat lebih rumit, karena manajer mempunyai tugas tambahan untuk memutuskan apakan pelatihan adalah solusinya.

a. Analisis Tugas : Penilaian Kebutuhan Pelatihan untuk Karyawan baru Analisis tugas adalah studi rinci tentang pekerjaan untuk menentukan keterampilan khusus apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, daftar tanggung jawab pekerjaan serta keterampilan khusus ini akan sangat membantu dan dapat menjadi referensi dasar dalam menentukan pelatihan yang dibutuhkan. b. Analisis Prestasi : Penilaian Kebutuhan Pelatihan Karyawan Lama

Analisis prestasi adalah proses verifikasi adanya defisiensi kinerja dan menentukan apakah defisiensi tersebut harus dikoreksi melalui pelatihan atau cara lain

(18)

26 2.2.5.2 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

Idealnya setiap penempatan seseorang pada posisi apa pun dalam suatu perusahaan harus ada kesesuaian antara kemampuan dan tuntutan jabatan/pekerjaannya. Jika terjadi perbedaan di antara keduanya, inilah yang disebut dengan kesenjangan prestasi yang dapat diatasi dengan pelatihan.

Selanjutnya setiap upaya yang dilakukan untuk melakukan penelitian kebutuhan pelatihan adalah dengan mengumpulkan dan menganalisis gejala-gejala dan informasi-informasi yang diharapkan dapat menunjukkan adanya kekurangan dan kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja karyawan yang menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Upaya untuk melakukan identifikasi pelatihan dapat dilakukan antara lain dengan cara :

1. Membandingkan uraian pekerjaan/jabatan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan atau calon karyawan.

2. Menganalisis penilaian prestasi. Beberapa prestasi yang di bawah standard dianalisis dan ditentukan apakah penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan karyawan.

3. Menganalisis catatan karyawan, dari catatan karyawan yang berisi tentang latar belakang pendidikan, hasil tes seleksi penerimaan, pelatihan yang pernah diikuti, promosi, demosi, rotasi, penilaian prestasi secara periode, temuan hasil pemeriksaan satuan pemeriksaan, kegagalan kerja, hasil complain pelanggan, banyaknya hasil produksi yang gagal, efektivitas kerja yang menurun, produktivitas kerja yang menurun, in-efisiensi dalam berbagai hal dan lain-lain. Dari catatan ini

(19)

27 bisa ditentukan kekurangan-kekurangan yang dapat di isi melalui pelatihan, dan jika masih memiliki potensi untuk dikembangkan. 4. Menganalisis laporan perusahaan lain, yaitu tentang keluhan

pelanggan, keluhan karyawan, tingkat absensi, kecekatan kerja, kerusakan mesin, dan lain-lain yang dapat dipelajari dan disimpulkan adanya kekurangan-kekurangan yang bias ditanggulangi dengan pelatihan.

5. Menganalisis masalah. Masalah yang dihadapi perusahaan secara umum dipisahkan ke dalam dua masalah pokok, yaitu masalah yang menyangkut sistem dan Sumber Daya Manusianya. Masalah yang menyangkut Sumber Daya Manusia sering ada implikasinya dengan pelatihan. Jika perusahaan menghadapi masalah utang-piutang bias digunakan sistem penagihan dan melatih karyawan yang menangani piutang tersebut.

6. Merancang jangka panjang perusahaan. Rancangan jangka panjang ini mau tidak mau memasukkan bidang Sumber Daya Manusia di dalam prosesnya. Jika dalam prosesnya banyak sekali mengantisipasi adanya perubahan-perubahan, kesenjangan potensi pengetahuan dan keterampilan dapat dideteksi sejak awal. Dari kebutuhan pelatihan yang bersifat potensial ini dapat dirumuskan sasaran dan rangcang programnya.

(20)

28 Sumber informasi untuk menyelenggarakan suatu pelatihan dapat diperoleh dari catatan, laporan dan rencana yang telah dibuat dengan baik, sehingga akan memudahkan dalam melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Terkadang tidak sedikit informasi untuk analisis kebutuhan pelatihan tersimpan di benak orang-orangnya, tanpa tersurat dengan baik sehingga tidak dapat diketahui semua pihak. Menurut Rivai & Sagala (2013:221), informasi kebutuhan pelatihan tersebut perlu digali dengan berbagai cara, antara lain :

a. Observasi di lapangan.

b. Mengumpulkan permintaan pelatihan dari para manajer

c. Mengadakan wawancara dengan target peserta, atasan karyawan yang bersangkutan, bawahannya atau temannya.

d. Diskusi kelompok. e. Kuesioner.

f. Permintaan karyawan karena kebutuhan pekerjaan. g. Tes tertulis.

h. Komentar pelanggan. i. Komentar pesaing.

j. Hasil temuan satuan pemeriksa (BPK, BPKP, Internal auditor, Akuntan Publik).

2.2.6 Metode Pelatihan

Metode yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dan yang dapat dikembangkan oleh suatu perusahaan.

(21)

29 Terdapat 2 metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pelatihan yaitu On the

job training dan Off the job training.

1. On The Job Training

On the job training (OT) atau disebut juga dengan pelatihan dengan

instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, di bawah bimbingan dan supervise dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor.

Ciri-ciri On the job training :

a) Dilaksanakan di tempat kerja

b) Dilaksanakan pada setiap karyawan baru, pindah ke bagian lain (mutasi), yang berganti tugas dan memiliki tanggung jawab terhadap karyawan yang menunjukkan prestasi yang kurang baik dalam pekerjaannya

c) Dilaksanakan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan sebagai alat untuk kenaikan jabatan

d) Pengetahuan/keterampilan berupa pengalaman (praktik secara langsung)

e) Dilaksanakan secara individual f) Biaya relatif kecil

(Sumber : http://satyapradhana.blogspot.com/2012/11/pentingnya-pelatihan-dan-pengembangan.html diunduh pada tanggal 15 Oktober 2014)

(22)

30

On the job training terbagi menjadi enam macam yaitu :

a. Job instruction training

Pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti. Pelatihan dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan, dan menunjukkan langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan.

b. Apprenticeship

Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan karyawan baru, yang bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu. Efektif atau tidaknya pelatihan ini tergantung pada kemampuan praktisi yang ahli dalam mengawasi proses pelatihan. c. Internship dan assistantships

Pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi. Pelatihan bagi pelajar yang menerima pendidikan formal di sekolah yang bekerja d suatu perusahaan dan diperlakukan sama seperti karyawan dalam perusahaan tetapi tetap dibawah pengawasan praktisi yang ahli.

d. Job rotation dan transfer

Job rotation dan transfer adalah proses belajar yang dilakukan untuk

mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal. Dalam pelatihan ini terdapat 2 kerugian yaitu :

1. Peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan sementara dan tidak mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sungguh-sungguh, dan

(23)

31 2. Banyak waktu yang terbuang untuk memberi orientasi pada peserta

terhadap kondisi pekerjaan yang baru.

Tetapi pelatihan ini juga memiliki keuntungan dimana jika pelatihan ini diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan pengetahuan mengenai pelaksanaan dan praktik dalam pekerjaan.

e. Junior boards dan committee assignments

Alternatif pelatihan dengan memindahkan peserta pelatihan ke dalam komite untuk bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan administrasi. Dan juga menempatkan peserta dalam anggota eksekutif agar memperoleh kesempatan dalam berinteraksi dengan eksekutif yang lain.

f. Coaching dan counselling

Pelatihan ini merupakan aktifitas yang mengharapkan timbale balik dalam penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.

2. Off The Job Training

Off the job training atau pelatihan di luar kerja adalah pelatihan yang

berlangsung pada waktu karyawan yang dilatih tidak melaksanakan pekerjaan rutin/biasa.

Ciri-ciri Off the job training :

a) Dilaksanakan dalam suatu ruangan/kelas (di luar tempat kerja)/ dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat kerja

(24)

32 b) Dilaksanakan pada karyawan yang bekerja tetap untuk

mengembangkan diri serta pengembangan karir

c) Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan

d) Pengetahuan/keterampilan berupa konsep (teori) e) Dilaksanakan secara kelompok

f) Biaya relatif besar

Off the job training dibagi menjadi 13 macam yaitu :

a. Vestibule training

Pelatihan dimana dilakukan ditempat yang kondisinya sama seperti tempat aslinya. Pelatihan ini digunakan untuk mengajarkan keahlian kerja yang khusus.

b. Lecture

Pelatihan dimana pelatih menyampaikan berbagai macam informasi/mengajarkan pengetahuan kepada sejumlah orang pada waktu bersamaan.

c. Independent self-study

Pelatihan dimana peserta diharapkan bias melatih diri sendiri, misalnya dengan membaca buku, mengambil kursus pada universitas local ataupun mengikuti pertemuan professional.

d. Visual presentations

(25)

33 e. Conferences dan discussion

Pelatihan ini bisa digunakan untuk pengambilan keputusan dimana peserta dapat belajar satu dengan yang lainnya.

f. Teleconferencing

Pelatihan dengan menggunakan satelit, dimana pelatih dan peserta dimungkinkan untuk berada di tempat yang berbeda.

g. Case studies

Pelatihan yang digunakan dalam kelas bisnis, dimana peserta dituntut untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dengan menganalisa masalah yang ada.

h. Role playing

Pelatihan dimana peserta dikondisikan pada suatu permasalahan tertentu. Peserta harus dapat menyelesaikan permasalahan dimana peserta seolah-olah terlibat langsung.

i. Simulation

Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Metode pelatihan ini hamper sama dengan vestibule training, hanya saja simulator tersebut lebih sering menyediakan umpan balik yang bersifat instant dalam suatu kinerja. Kedua, simulasi komputer. Untuk pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para manajer, yang

(26)

34 mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and error untuk mempelajari pembuatan keputusan.

Sumber : Rivai & Sagala(2005:245) j. Programmed instruction

Merupakan aplikasi prinsip dalam kondisi operasional, biasanya menggunakan komputer.

k. Computer based-training

Merupakan program pelatihan yang diharapkan mempunyai hubungan interaktif antara komputer dan peserta, dimana peserta diminta untuk merespon secara langsung selama proses belajar.

l. Laboratory training

Pelatihan ini terdiri dari kelompok-kelompok diskusi yang tak beraturan dimana peserta diminta untuk mengungkapkan perasaan mereka antara satu dengan yang lain. Tujuan pelatihan ini adalah menciptakan kewaspadaan dan meningkatkan sensitifitas terhadap perilaku dan perasaan orang lain maupun dalam kelompok.

m. Programmed group exercise

Pelatihan yang melibatkan peserta untuk bekerja sama dalam memecahkan suatu permasalahan. Program pelatihan kerja disusun berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Standar Internasional dan/ atau Standar Khusus. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sendiri disusun berdasarkan kebutuhan lapangan usaha yang sekurang-kurangnya memuat kompetensi teknis, pengetahuan, dan sikap kerja.

(27)

35 2.2.7 Evaluasi Program Pelatihan

Untuk mengetahui keberhasilan suatu program, para manajer Sumber Daya Manusia meminta agar kegiatan pelatihan dievaluasi secara sistematis, termasuk pengelola/pelaksana pendidikan dan pelatihan dari suatu perusahaan. Menurut Rivai (2013:233), Kriteria yang efektif digunakan dalam mengevaluasi kegiatan pelatihan adalah berfokus pada outcome-nya (hasil akhir). Para pengelola dan instruktur perlu memperhatikan hal berikut ini :

1. Reaksi dari para peserta pelatihan terhadap proses dan isi kegiatan pelatihan.

2. Pengetahuan atau proses belajar yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan.

3. Perubahan perilaku yang disebabkan karena kegiatan pelatihan.

4. Hasil atau perbaikan yang dapat diukur baik secara individu maupun organisasi, seperti makin rendahnya turnover (berhenti kerja), makin sedikit kecelakaan, makin kecilnya ketidakhadiran, makin menurunnya kesalahan kerja, makin efisiennya penggunaan waktu dan biaya, serta makin produktifnya karyawan, dan lain-lain.

Evaluasi terhadap program pelatihan dan pengembangan harus melalui beberapa tahapan sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1

Tahapan Evaluasi Program Pelatihan Sumber : Rivai & Sagala (2013:235) Kriteria evaluasi Pre-test Pelaksanaan pelatihan Post test Transfer ke pekerjaan Tindak lanjut

(28)

36 Pertama, kriteria evaluasi harus ditetapkan sebelum pelatihan dimulai, yang disesuaikan dengan tujuan pelatihan dan pengembangan. Selanjutnya, peserta pelatihan dan pengembangan diberikan test awal (pre-test) untuk mengetahui level pengetahuan yang mereka miliki sebelum pelatihan dilaksanakan. Setelah program pelatihan diselesaikan atau hampir selesai, selanjutnya kembali dilakukan evaluasi akhir (post-test) atau post-training

evaluation untuk mengetahui penyerapan peserta atas materi pelatihan yang telah

diberikan. Jika kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan meningkat secara signifikan, artinya program pelatihan secara actual menyebabkan terjadinya perbedaan kemampuan. Namun demikian, program dapat dikatakan berhasil apabila peningkatan kemampuan dapat memenuhi criteria evaluasi dan dapat diukur dengan meningkatkan performance pekerjaan. Tindak lanjut dapat dilakukan pada beberapa waktu kemudian untuk mengetahui seberapa lama dan seberapa baik hasil pembelajaran dapat bertahan.

Perlu diketahui bahwa pro-test adalah salah satu cara yang tepat untuk menentukan apakah suatu informasi itu telah dikomunikasikan atau tidak. Namun, program ini hanya dapat sukses jika kemajuan yang dicapai dapat memenuhi kriteria evaluasi yang telah ditetapkan dan hal ini ditransfer dalam suatu pekerjaan, sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diukur dengan baik melalui pengukuran kemajuan kinerja.

(29)

37 2.3 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditunjukkan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. (Hasibuan, 2013:141)

Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) yang dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Mangkunegara (2011:61) menyatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja karyawan di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksimal.

Definisi mengenai motivasi :

1. Hasibuan (2013:143), Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

(30)

38 2. Rivai & Sagala (2013:837), Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.

Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu : arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan. Selain itu, motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka.

3. Mangkunegara (2011:93), Motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu, mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan dapat tercapai, serta motivasi juga berfungsi sebagai daya penggerak dari dalam individu untuk melakukan aktivitas tertentu dalam mencapai tujuannya.

(31)

39 Penulis menggunakan teori dari Mangkunegara (2011:93) sebagai sumber untuk operasionalisasi variabel motivasi (X2), karena pembahasan dalam teori tersebut dapat mendukung penelitian mengenai motivasi (X2).

Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja lebih keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan. Sumber motivasi terdiri dari tiga faktor, yakni :

1. Kemungkinan untuk berkembang; 2. Jenis pekerjaan;

3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Disamping itu terdapat beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, diantaranya :

1. Rasa aman dalam bekerja;

2. Mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif; 3. Lingkungan kerja yang menyenangkan; 4. Penghargaan atas prestasi kerja;

(32)

40 2.3.1 Proses Motivasi

Gambar 2.2 Proses Motivasi

Sumber : Rivai & Sagala (2013:839)

Pada dasarnya, proses motivasi dapat digambarkan jika seseorang tidak puas akan mengakibatkan ketegangan, yang pada akhirnya akan mencari jalan atau tindakan untuk memenuhi dan terus mencari kepuasan yang menurut ukurannya sendiri sudah sesuai dan harus terpenuhi.

2.3.2 Prinsip-prinsip dalam Motivasi

Menurut Mangkunegara (2011:100), terdapat beberapa prinsip dalam motivasi kerja pegawai :

1. Prinsip Partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2. Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

Unsatisfied

need Tension Drives

Search behavior Satisfied need Reduction of tension

(33)

41 3. Prinsip Mengakui Andil Bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah untuk dimotivasi.

2.3.3 Teori Motivasi

1. Hierarki Teori Kebutuhan Maslow (Hierarchical of Needs Theory)

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).

Gambar 2.3

(34)

42 2. Teori Teori X dan Teori Y McGregor

Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.

Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X :

 Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.

 Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

 Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.

 Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :

 Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.

(35)

43

 Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.

 Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. *Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

3. Teori Motivasi Kontemporer McCelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut :

 Kebutuhan dalam mencapai Kesuksesan : kemampuan dalam mencapai hubungan kepada standard perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.

 Kebutuhan dalam Kekuasaan atau Otoritas Kerja : kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam tugasnya masing-masing.

 Kebutuhan untuk Berafiliasi : hasrat/keinginan untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi.

(36)

44 4. Teori ERG

Teori ERG menyebutkan ada tiga kategori kebutuhan individu, yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth), karena itu disebut dengan teori ERG, yang berupa :

a. Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik;

b. Kebutuhan keterhubungan adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang bermanfaat, seperti : keluarga, sahabat, atasan, keanggotaan di dalam masyarakat;

c. Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk menjadi produktif dan kreatif, misalnya diberdayakan di dalam potensi tertentu dan berkembang secara terus-menerus. 5. Pola Dasar Pemikiran Content Theory

Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Dalam pandangan ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya.

6. Pola Dasar Pemikiran Process Theory

Process Theory bukannya menekankan pada isi kebutuhan dan

(37)

45 menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivasi agar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Dalam pandangan ini, kebutuhan hanyalah salah satu elemen dalam suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku. Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya expectancy (harapan), yaitu apa yang dipercayai oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. 7. Pola Dasar Pemikiran Reinforcement Theory

Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses belajar. 8. Pola Dasar Pemikiran Expectancy Theory

Teori ini mengemukakan bahwa tindakan seseorang cenderung untuk dilakukan karena harapan hasil yang akan ia dapatkan. Teori ini memfokuskan hubungan sebagai berikut :

a. Effort-Performance Relationship, probabilitas yang akan diterima oleh individu dengan mengerahkan kemampuannya untuk suatu hasil kerja yang baik.

b. Performance-Reward Relationship, tingkatan kepercayaan individu atas hasil kerja tertentu akan mengakibatkan harapan yang diinginkannya.

(38)

46 c. Reward-Personal Goal Relationship, penghargaan organisasi atas seseorang mengakibatkan kepuasan individu dalam bekerja.

Menurut teori ini ada empat asumsi mengenai perilaku individu dalam perusahaan, yaitu :

1. Perilaku individu ditentukan oleh kombinasi faktor-faktor individu dan faktor-faktor lingkungan;

2. Individu mengambil keputusan dengan sadar mengenai perilakunya sendiri dalam perusahaan;

3. Individu mempunyai kebutuhan, keinginan, dan tujuan yang berbeda;

4. Individu memutuskan di antara perilaku alternatif berdasarkan harapannya bahwa suatu perilaku akan mengarahkan pada tujuan yang diinginkan.

2.4 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual

performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

oleh seseorang. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi

(39)

47 kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan dengan derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu dan dengan pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Rivai & Sagala, 2013:548)

Untuk dapat melakukan pengukuran kinerja, banyak pakar atau ahli yang berpendapat tentang standar kinerja yang digunakan. Dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja yaitu :

a. Kualitas, meliputi : tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan; b. Kuantitas, meliputi : jumlah pekerjaan yang dihasilkan;

c. Penggunaan waktu dalam kerja, meliputi : tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja;

d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja. Definisi mengenai Kinerja menurut para ahli :

1. Mangkunegara (2011:67), Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2. Hasibuan (2010:94), Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

(40)

48 kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.

3. Bangun (2012:231), Kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja ialah hasil proses kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan tepat waktu, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan.

Penulis menggunakan teori dari Hasibuan (2010:94) dalam operasional varibel kinerja (Y) karena sub variabel dan indikator yang ada mendukung penelitian dan sesuai dengan keadaan pada objek penelitian.

2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +

skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ

110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the

(41)

49 b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

2.4.2 Tujuan dan Sasaran Kinerja

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan pekerjan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan tugasnya semua layak untuk dinilai. Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Sagala & Rivai (2011:552), pada dasarnya meliputi :

1. Meningkatkan etos kerja. 2. Meningkatkan motivasi kerja.

3. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini. 4. Untuk mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.

5. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa dan insentif uang. 6. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lainnya.

(42)

50 7. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam

Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi perusahaan, kenaikan jabatan, pelatihan.

8. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.

9. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik.

10. Untuk mendorong pertanggung jawaban dari karyawan.

11. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya.

12. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.

13. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka.

14. Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pekerjaan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan penulis adalah sebagai dasar dalam penyusunan penelitian. Tujuannya ialah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis. Kajian yang digunakan yaitu mengenai pelatihan dan motivasi kerja yang berpengaruh

(43)

51 terhadap kinerja pegawai. Berikut ini adalah tabel perbandingan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian penulis :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti Judul Penelitian

Tujuan Penelitian

Alat

Analisis Hasil Penelitia

Deni Primajaya (2010) Pengaruh Motivasi Kerja dan Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Pada PT PERTAMINA (Persero) UPMS IV Semarang Mengetahui dan menguji pengaruh motivasi kerja dan pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Pertamina (Persero) UPMS IV Semarang Pendekatan explanatory research, metode proportionate stratified random sampling, analisis linear berganda Ada pengaruh positif antara motivasi kerja terhadap kinerja, dengan koefisien determinasi sebesar 71.8%. Ada pengaruh positif antara pelatihan kerja terhadap kinerja, dengan koefisien determinasi sebesar 63.5%. Ada pengaruh positif antara motivasi kerja dan pelatihan kerja terhadap kinerja, dengan koefisien determinasi sebesar 78.6%. Leonando Agusta & Eddy Madiono Sutanto (2013) Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan CV Haragon Surabaya Menguji pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada CV Haragon Surabaya Metode sampel jenuh, pendekatan kuantitatif, analisis regresi linear berganda Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(44)

52 Pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Imran (2013) Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Meneliti sejauh mana pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Pendekatan kuantitatif, jenis penelitian survey, metode analisis deskriptif Pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang Muhammad Ikhlas Khan (2012) The Impact of Training and Motivation on Performance of EmPloYees to study the impact of training on performance of employees Reliability statistics analysis, descriptive statistics analysis, pearson correlation analysis, regression statistics analysis All the correlation results are positive so that on the basis of those results training increases the performance and performance have positive relationship with training, motivation. This study shows that training and motivation have expected positive impact on performance of employees

(45)

53 2.6 Kerangka Pemikiran

a. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan

Pelatihan yang berhubungan dengan kinerja memberikan ruang bagi pengembangan dan peningkatan keahlian serta kompetensi yang dapat memberikan dampak langsung kepada kinerja individu atau tim. Melalui pelatihan yang diberikan oleh perusahaan kepada setiap karyawannya diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada bidang-bidang di mana kebutuhan untuk mencapai hasil yang lebih baik telah dideskripsikan secara jelas. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan secara individu dan memberikan pelatihan yang relevan dan efektif untuk memenuhinya.

b. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan

Pemberian motivasi yang kuat akan dapat meningkatkan semangat kinerja yang tinggi kepada karyawan dan diharapkan kinerja yang dihasilkanya pun akan dapat tercapai dengan maksimal karena terdorong oleh hasrat serta keinginan yang kuat untuk mencapai keberhasilan yang lebih baik sesuai dengan tujuan diberikannya motivasi terhadap setiap karyawan dalam organisasi tersebut. Dari uraian di atas dapat dilihat kerangka pemikiran dari hasil penelitian ini ialah sebagai berikut :

(46)

54 Pelatihan (X1)

1. Kesesuaian materi pelatihan 2. Peserta pelatihan 3. Fasilitas pelatihan 4. Tenaga pengajar 5. Waktu pelatihan Kinerja (Y) 1. Kualitas 2. Kuantitas 3. Pengetahuan mengenai pekerjaan 4. Tanggung jawab 5. Disiplin Motivasi (X2) 1. Kebutuhan fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman dan

keselamatan 3. Kebutuhan sosial

4. Kebutuhan akan harga diri 5. Kebutuhan aktualisasi diri

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan

(47)

55 sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. (Sugiyono, 2011:99),

Dengan pelatihan yang maksimal dan pemberian motivasi yang kuat, diharapkan kinerja yang dihasilkan karyawan dapat meningkat dengan baik sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Pelatihan dan Motivasi Kerja dapat mempengaruhi Kinerja Karyawan.

Adapun hipotesis yang dapat dikemukakan penulis pada penelitian ini : H1 : Ada pengaruh antara pelatihan terhadap kinerja karyawan PT. Bank bjb Kantor Cabang Suci Bandung

H2 : Ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT. Bank bjb Kantor Cabang Suci Bandung

H3 : Ada pengaruh antara pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT. Bank bjb Kantor Cabang Suci Bandung

Gambar

Gambar 2.2  Proses Motivasi
Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  Nama
Gambar 2.4  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Prav tako lahko potrdimo drugo trditev, da bodo anketirani zaposleni svoje strinjanje s trditvijo glede spodbude pri svojem delu ocenili z več kot 3, saj so jo v povprečju ocenili

Masalahnya begini, menurut mitos dan lagi-lagi menurut konon, siapa yang masuk ke kampung itu, atau masuk ke pulau itu, maka otaknya akan tercuci dan akan jadi pengemis juga?.

berkaitan dengan banyak orang, perlu dirumuskan secara bersama, sehingga hasilnya akan maksimal pula. Dengan demikian, maka pembelajaran pendidikan agama Islam adalah sebagai

Penelitian sebelumnya tentang penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan proses sains pada pokok bahasan gerak lurus

Tuhan pasti telah memperhitungkan Amal dan dosa yang telah kita perbuat Kemanakah lagi kita kan sembunyi Hanya kepadaNya kita kembali Tak ada yang bakal bisa menjawab Mari,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesesuaian antara penerapan akuntansi pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri Tbk Cabang Malang dengan PSAK No 105. 105

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh metode token economy terhadap aktifitas perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri di ruang

Alamat Kantor : Alamat: Jl.. s) Kepala Seksi Dokumentasi dan Publikasi Pada Bidang Sarana Komunikasi & Desiminasi Informasi.. Nama : Widiyanto, SH Nomor Telepon :