• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS

PENAMPANG BENTUK PERSEGI FUNGSI POSISI DAN

NILAI KONDUKTIVITAS FUNGSI SUHU KASUS SATU

DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

FELIKS EKO SUHANANTO NIM : 145214104

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

(2)

ii

EFFECTIVENESS AND EFFICIENCY OF ONE

DIMENSIONAL RECTANGULAR FIN WITH FUNCTION OF

POSITION AND THERMAL CONDUCTIVITY FUNCTION OF

TEMPERATURE IN UNSTEADY STATE CONDITION

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering

by :

FELIKS EKO SUHANANTO Student Number : 145214104

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2018

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempercepat perpindahan kalor dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suhu benda mengalami perpindahan kalor secara konveksi, maka laju perpindahan kalor dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, nilai efisiensi dan efektivitas sirip dengan nilai k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak. (2) Mengetahui pengaruh besarnya sudut kemiringan sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, nilai efisiensi dan efektivitas sirip dengan nilai k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak. (3) Mengetahui pengaruh bahan material sirip terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi dengan k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak.

Perhitungan distribusi suhu pada penelitian dilakukan menggunakan metode komputasi, dengan metode beda hingga cara eksplisit. Sirip berbentuk segiempat, mempunyai massa jenis tetap, kalor jenis tetap, dan nilai konduktivitas bahan fungsi suhu. Suhu dasar sirip ditetapkan 100 derajat Celcius dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu, serta pada saat waktu 0 detik, suhu awal di setiap volume kontrol ditetapkan merata sebesar 100 derajat Celcius. Suhu fluida di sekitar sirip diasumsikan sebesar 30 derajat Celcius. Perubahan volume dan perubahan bentuk pada sirip diabaikan. Variasi dari penelitian ini adalah nilai koefisien perpindahan kalor konveksi, material bahan sirip, dan besarnya sudut kemiringan sirip.

Hasil penelitian terhadap sirip berpenampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi adalah a) Semakin besar koefisien perpindahan kalor konveksi (h) yang diberikan kepada sirip, maka laju aliran kalor akan semakin besar, namun nilai efisiensi dan efektivitasnya justru akan semakin rendah. b) Semakin besar sudut kemiringan suatu sirip, maka laju aliran kalor dan nilai efektivitasnya akan semakin kecil, namun efisiensinya akan semakin besar. c) Untuk material bahan sirip, urutan material bahan sirip yang memberikan nilai laju aliran kalor, efisiensi, maupun efektivitas dari material sirip yang paling besar hingga yang paling kecil berturut-turut adalah tembaga, alumunium, nikel, besi, dan baja karbon.

(8)

viii

ABSTRACT

A fin is a tool that has a function to accelerate the heat transfer by broadening the surface area of the object. When the temperature of the object undergoes the convection heat transfer, the rate of heat transfer from the corresponding object could be accelerated by assembling the fin. The objectives of this research are (1) determine the effect of the coefficient value of the convection heat transfer on the temperature distribution, the heat flow rate, the efficiency value, and effectivity of the fin by using the value of k as the temperature function under unsteady condition. (2) Determine the effect of the degree of slope angle of the fin on the temperature distribution, the heat flow rate, the efficiency value, and effectivity of the fin by using the value of k as the temperature function under unsteady condition. (3) Determine the effect of the fin material on the efficiency and effectivity values of the fin for one-dimensional case by using the value of k as the temperature function under unsteady condition.

The calculation of the temperature distribution on this experiment was done by using the computational method, precisely, with the finite different method explicitly. The rectangular fin has the density, the fixed heat specific capacity, and the material conductivity value of the temperature function. The initial temperature of the fin was set on 100 degree Celsius and was permanently maintained over the times, and at the time of 0 seconds, the initial temperature of each control volume was equally set on 100 degree Celsius. The fluid temperature around the fin was assumed as 30 degree Celsius. Both changes in the volume and the fin shape were ignored. The variations of this experiment are the coefficient value of convection heat transfer, the fin material, and the degree of slope angle of the fin.

The results of the rectangular fin, which its surface area had been changed based on its position, are a) the more significant coefficient value of the convection heat transfer (h) that had been applied on the fin resulted on the faster heat flow rate, but the efficiency and effectivity values would be decreased. b) If the degree of slope angle were broader, both the heat flow rate and the effectivity value would be reduced, but the efficiency would be increased. c) The fin materials, which affect the heat flow rate, efficiency, and effectivity, are ordered from the higher to the lower, consecutively, as follows: copper, aluminum, nickel, iron, and carbon steel.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Syukur dan terima kasih penulis kepada Allah Bapa di Surga yang telah memberikan berkat, rahmat serta kasih-Nya yang berlimpah kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Efektivitas dan Efisiensi Sirip Dengan Luas Penampang Bentuk Persegi cFungsi Posisi Serta Nilai Konduktivitas Fungsi Suhu Kasus Satu Dimensi Keadaan Tak Tunak”.

Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Mesin di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Atas tersusunnya Skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math,Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ir. PK. Purwadi, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Ir. Rines Alapan, M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dosen-dosen Teknik Mesin yang telah membimbing selama perkuliahan. 5. Seluruh Tenaga Kependidikan di Teknik Mesin dan di Fakultas Sains dan

(10)
(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Rumusan Masalah... 3

1.3

Tujuan Penelitian ... 3

1.4

Batasan Masalah ... 3 1.4.1 BendaUji ... 4 1.4.2 Model Matematik ... 5 1.4.3 Kondisi Awal ... 5 1.4.4 Kondisi Batas ... 5

1.4.4.1 Kondisi Batas Dasar Sirip... 6

1.4.4.2 Kondisi Batas Ujung Sirip ... 6

1.4.5 Asumsi ... 6

1.5

Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8

(12)

xii

2.2 Perpindahan Panas Konduksi ... 9

2.3 Konduktivitas Termal Material ... 10

2.4 Perpindahan Panas Konveksi ... 12

2.4.1 Konveksi Bebas ... 14 2.4.1.1 Bilangan Rayleigh ... 15 2.4.1.2 Bilangan Nusselt ... 16 2.4.2 Konveksi Paksa ... 16 2.4.2.1 Aliran Laminer ... 17 2.4.2.2 Aliran Turbulen ... 17

2.4.2.3 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Paksa .. 17

2.5 Perpindahan Panas Radiasi ... 19

2.6 Sirip ... 20

2.7 Laju Perpindahan Panas ... 21

2.8 Efisiensi Sirip ... 22

2.9 Efektivitas Sirip ... 23

2.10 Tinjauan Pustaka ... 24

BAB III PERSAMAAN DISKRIT DI SETIAP VOLUME KONTROL ... 27

3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol ... 27

3.2 Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan ... 29

3.2.1 Persamaan Numerik Pada Dasar Sirip ... 30

3.2.2 Persamaan Numerik Pada Tengah Sirip ... 31

3.2.3 Persamaan Numerik Pada Ujung Sirip ... 35

3.3 Penerapan Rumus Dalam Persoalan ... 40

3.3.1 Mencari Sisi dan Luas Penampang Pada Sirip yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi ... 40

3.3.2 Mencari Luas Selimut dari Volume Kontrol yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi ... 42

3.3.3 Mencari Volume Pada Sirip yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi ... 44

(13)

xiii

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 47

4.1 Objek Penelitian ... 47

4.2 Alur Penelitian ... 48

4.3 Alat Bantu Penelitian ... 49

4.4 Variasi Penelitian ... 50

4.5 Langkah-langkah Penelitian ... 51

4.6 Cara Pengambilan Data ... 52

4.7 Cara Pengolahan Data ... 53

4.8 Cara Penyimpulan Data ... 53

BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1 Hasil Perhitungan dan Pengolahan Data ... 54

5.1.1 Hasil Perhitungan untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu dan Pada Saat Keadaan Tunak... 54

5.1.1.1 Distribusi Suhu untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu... 55

5.1.1.2 Laju Aliran Kalor untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu... 58

5.1.1.3 Efisiensi untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu ... 59

5.1.1.4 Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpinda- han Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu ... 60

5.1.1.5 Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi, Dan Efektivitas untuk Variasi Koefisien Per- pindahan Kalor Konveksi Pada Saat Keadaan Tunak ... 61

5.1.2 Hasil Perhitungan untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu dan Saat Keadaan Tunak ... 64

(14)

xiv

5.1.2.1 Distribusi Suhu untuk Variasi Material Bahan

Sirip dari Waktu ke Waktu ... 65 5.1.2.2 Laju Aliran Kalor untuk Variasi Material Ba-

han Sirip dari Waktu keWaktu ... 69 5.1.2.3 Efisiensi untuk Variasi Material Bahan Sirip

dari Waktu ke Waktu ... 70 5.1.2.4 Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip

dari Waktu ke Waktu ... 71 5.1.2.5 Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi,

Dan Efektivitas untuk Variasi Material Bahan

Sirip Pada Saat KeadaanTunak ... 72 5.1.3 Hasil Perhitungan untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip

dari Waktu dan Saat Keadaan Tunak ... 74 5.1.3.1 Distribusi Suhu untuk Variasi Sudut Kemiringan

Sirip dari Waktu ke Waktu ... 75 5.1.3.2 Laju Aliran Kalor untuk Variasi Sudut Kemi-

ringan Sirip dari Waktu keWaktu ... 79 5.1.3.3 Efisiensi untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip

dari Waktu ke Waktu ... 80 5.1.3.4 Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan

Sirip dari Waktu ke Waktu ... 81 5.1.3.5 Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi,

dan Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemi-

ringan Sirip Pada Saat KeadaanTunak. ... 82 5.2 Pembahasan ... 84

5.2.1 Pembahasan untuk Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi ... 84 5.2.2 Pembahasan untuk Variasi Material Bahan Sirip... 87 5.2.3 Pembahasan untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip ... 90 5.2.4 Pembahasan Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi

(15)

xv

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

6.1 Kesimpulan ... 99

6.2 Saran ... 100

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Geometri Benda Uji ... 4

Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi ... 9

Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 12

Gambar 2.3 Berbagai Jenis Bentuk Sirip ... 21

Gambar 3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol ... 27

Gambar 3.2 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Sirip ... 28

Gambar 3.3 Pembagian Sirip Menjadi Banyak Volume Kontrol Dalam Sirip ... 29

Gambar 3.4 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang Terletak Di Dasar Sirip ... 30

Gambar 3.5 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang Terletak Antara Dasar Sirip dan Ujung Sirip ... 31

Gambar 3.6 Kesetimbangan Energu Pada Volume Kontrol yang Terletak Di Ujung Sirip ... 36

Gambar 3.7 Volume Kontrol Pada Sirip ... 41

Gambar 3.8 Luas Selimut yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi ... 43

Gambar 3.9 Volume Sirip Penampang Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi ... 45

Gambar 4.1 Obyek Penelitian ... 47

Gambar 4.2 Diagram Alur Penelitian ... 49

Gambar 5.1 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 1 s ... 55

Gambar 5.2 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 20 s ... 55

(17)

xvii

Gambar 5.3 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 40 s ... 56 Gambar 5.4 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 60 s ... 56 Gambar 5.5 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 80 s ... 57 Gambar 5.6 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 100 s ... 57 Gambar 5.7 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 120 s ... 58 Gambar 5.8 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Koefisien

Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100oC; Ti = 100oC; T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu

ke waktu... 59 Gambar 5.9 Nilai Efisiensi dengan Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu ke waktu ... 60 Gambar 5.10 Nilai Efektivitas dengan Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu ke waktu ... 61 Gambar 5.11 Distribusi Suhu Pada Sirip; Bahan Tembaga; Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30˚C ; α = 2˚ ; pada saat tunak ... 62 Gambar 5.12 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga;

Tb = 100˚C ; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; pada saat

keadaan tunak ... 63 Gambar 5.13 Nilai Efisiensi dengan Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; pada saat keadaan tunak ... 63 Gambar 5.14 Nilai Efektivitas dengan Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100˚C ;

(18)

xviii

Gambar 5.15 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC ; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 1 s ... 65 Gambar 5.16 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 20 s ... 66 Gambar 5.17 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 40 s ... 66 Gambar 5.18 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 60 s ... 67 Gambar 5.19 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 80 s ... 67 Gambar 5.20 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 100 s ... 68 Gambar 5.21 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; saat t = 120 s ... 68 Gambar 5.22 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Material Bahan Sirip

dengan h = 250 W/m2oC; Tb = 100oC; Ti = 100oC;

T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu ke waktu ... 69 Gambar 5.23 Nilai Efisiensi dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan

h = 250 W/m2oC; Tb = 100oC; Ti = 100oC; T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu ke waktu... 70 Gambar 5.24 Nilai Efektivitas dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan

h = 250 W/m2oC; Tb = 100oC; Ti = 100oC; T∞ = 30oC; α = 2o; dari waktu ke waktu... 71 Gambar 5.25 Distribusi Suhu Pada Sirip; h = 250 W/m2oC; Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30˚C ; α = 2˚ ; pada saat tunak ... 72 Gambar 5.26 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Material

Bahan Sirip dengan h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; pada saat keadaan tunak ... 73 Gambar 5.27 Nilai Efisiensi dengan Variasi Material

Bahan Sirip dengan h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

(19)

xix

Gambar 5.28 Nilai Efektivitas dengan Variasi Material

Bahan Sirip dengan h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; α = 2˚; pada saat keadaan tunak ... 74 Gambar 5.29 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 1 s ... 75 Gambar 5.30 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 20 s ... 76 Gambar 5.31 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 40 s ... 76 Gambar 5.32 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 60 s ... 77 Gambar 5.33 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 80 s ... 77 Gambar 5.34 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 100 s ... 78 Gambar 5.35 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC

Tb = 100˚C; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C; saat t = 120 s ... 78 Gambar 5.36 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Sudut

Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC;

Tb = 100oC; Ti = 100oC; T∞ = 30oC; dari waktu ke waktu ... 79 Gambar 5.37 Nilai Efisiensi dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan

Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC;Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30oC; dari waktu ke waktu ... 80 Gambar 5.38 Nilai Efektivitas dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan

Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC;Tb = 100oC;

Ti = 100oC; T∞ = 30oC; dari waktu ke waktu ... 81 Gambar 5.39 Distribusi Suhu Pada Sirip; Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC;

Tb = 100oC; Ti = 100oC; T∞ = 30˚C ; pada saat tunak ... 82 Gambar 5.40 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Sudut

Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ; Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; pada saat

(20)

xx

Gambar 5.41 Nilai Efisiensi dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; pada saat keadaan tunak ... 83 Gambar 5.42 Nilai Efektivitas dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan

Bahan Tembaga; h = 250 W/m2oC; Tb = 100˚C ;

Ti = 100˚C ; T∞ = 30˚C ; pada saat keadaan tunak ... 84 Gambar 5.43 Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip Silinder, Segitiga, dan

Segiempat dari Buku Cengel (1998) ... 95 Gambar 5.44 Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip Berpenampang

Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi dan Nilai Konduktivitas Berubah Terhadap Suhu yang Ditinjau Dalam

Penelitian ... 96 Gambar 5.45 Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip

Berpenampang Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi dan Nilai Konduktivitas Berubah Terhadap Suhu yang Ditinjau Dalam Penelitian dengan Sirip Silinder yang

(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Berbagai Material ... 11 Tabel 2.2 Nilai Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ... 14 Tabel 2.3 Nilai Konstanta C dan n Untuk Bentuk Silinder ... 18 Tabel 2.4 Nilai Konstanta C dan n pada Benda dengan Bentuk Penampang

Bukan Lingkaran ... 19 Tabel 4.1 Persamaan Konduktivitas Termal Bahan Fungsi Suhu ... 51 Tabel 5.1 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Koefisien Perpindahan

Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu ... 58 Tabel 5.2 Nilai Efisiensi untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor

Konveksi dari Waktu ke Waktu ... 59 Tabel 5.3 Nilai Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor

Konveksi dari Waktu ke Waktu ... 60 Tabel 5.4 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Saat Keadaan Tunak ... 62 Tabel 5.5 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Material Bahan Sirip dari

Waktu ke Waktu ... 69 Tabel 5.6 Nilai Efisiensi untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke

Waktu ... 70 Tabel 5.7 Nilai Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu

ke Waktu ... 71 Tabel 5.8 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi

Material Bahan Sirip Saat Keadaan Tunak ... 72 Tabel 5.9 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip

dari Waktu ke Waktu... 79 Tabel 5.10 Nilai Efisiensi untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu

ke Waktu ... 80 Tabel 5.11 Nilai Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu

ke Waktu ... 81 Tabel 5.12 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi

(22)

xxii

Tabel 5.13 Perbandingan Nilai Efisiensi Pada Sirip yang Ditinjau Dalam Penelitian dengan Sirip Silinder yang terdapat Dalam Buku

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi saat ini perkembangan di bidang teknologi sangatlah berkembang pesat dan salah satunya dalam dunia industri. Perkembangan dalam dunia industri erat kaitannya dengan kinerja mesin, dan faktor efisiensi serta efektivitas mesin yang baik sangatlah diperlukan dalam perkembangan dunia industri. Suatu mesin yang beroperasi akan menghasilkan kalor, dan bila kalor yang dihasilkan tersebut berlebihan maka performa mesin tidaklah sempurna. Terdapat banyak hal yang dapat dilakukan guna mendapatkan kinerja mesin yang maksimal. Salah satunya adalah dengan diperlukannya proses membuang sebagian kalor yang dihasilkan oleh mesin, atau bisa disebut dengan proses pendinginan. Ada berbagai cara untuk mendinginkan, dan untuk menghasilkan proses pendinginan yang cepat dapat menggunakan sirip.

Sirip merupakan suatu bagian yang biasanya terdapat pada system pendingin. Sirip digunakan untuk memperluas permukaan benda, sehingga mempercepat perpindahan kalor ke lingkungan. Melalui hal itu, sirip banyak digunakan pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Dikarenakan penelitian mengenai sirip sangat sedikit dilakukan dan terdapat banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi sangat sulit dilakukan, antara lain dalam keterbatasan dalam menghitung tiap perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena terjadi pada waktu yang sangat cepat maka hanya sedikit pula

(24)

pengetahuan tentang distribusi suhu pada sirip terlebih untuk menentukan efisiensi dan distribusi suhunya. Berdasarkan itu semua, penulis mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip dengan pendekatan kesetimbangan energi.

Penelitian ini membahas proses perpindahan kalor pada sirip dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi maupun konduksi, serta pengaruhnya terhadap perubahan suhu, berubah terhadap posisi, serta efektivitas sirip pada keadaan tak tunak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode komputasi dengan menggunakan simulasi Microsoft Excel. Penyelesaian model matematika yang sesuai untuk persoalan tersebut diatas relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pada sirip keadaan tak tunak, dengan nilai k sebagai fungsi temperatur.

Selain itu, penelitian tentang sirip hingga saat ini belum terlalu banyak dilakukan. Hal itu bisa saja dikarenakan adanya keterbatasan sarana dalam menghitung distribusi suhu sirip secara akurat pada waktu yang relatif cepat. Serta masih minimnya pengetahuan mengenai rumus-rumus maupun cara untuk menghitung distribusi suhu, efisiensi, dan juga efektivitas sirip. Sumber-sumber referensi baik buku maupun literatur yang sudah ada pun hanya menampilkan cara maupun rumus menghitung distribusi suhu, efisiensi, dan efektivitas yang terbatas hanya pada sirip dengan bentuk yang sederhana. Berdasarkan hal tersebut, maka melalui penelitian ini penulis mencoba memecahkan persoalan untuk mencari distribusi suhu, efisiensi, dan juga efektivitas suatu sirip.

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Perhitungan efisiensi dan efektivitas pada sirip dengan luas penampang yang berubah terhadap posisi serta berubah sesuai fungsi temperatur tidaklah mudah. Untuk bentuk sirip dengan luas penampang tetap, dapat dibantu dengan rumus ataupun grafik yang sudah tersedia di buku-buku referensi. Bagaimanakah perhitungan laju aliran kalor, efisiensi, dan efektivitas untuk sirip dengan bentuk penampang segiempat yang luas penampangnya berubah terhadap posisi serta konduktivitas termalnya memiliki fungsi temperatur pada kasus satu dimensi keadaan tak tunak?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan (a) untuk mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi. (b) Untuk mengetahui pengaruh besarnya sudut kemiringan sirip terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi. (c) Serta untuk mengetahui pengaruh bahan terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi.

1.4 Batasan Masalah

Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi memiliki kondisi awal berupa suhu yang seragam di setiap volume kontrol atau titiknya, setara dengan suhu pada dasar sirip, yang ditetapkan memiliki suhu sebesar

(26)

100oC. Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi dengan nilai konduktivitas termal k ini dikondisikan pada lingkungan yang baru dan memiliki suhu fluida T∞ dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dan dalam keadaan tak tunak (unsteady state) atau suhunya selalu berubah dari waktu ke waktu. Suhu fluida dan koefisien perpindahan kalor diasumsikan memiliki nilai yang tetap dari waktu ke waktu. Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah distribusi suhu pada setiap node sirip, jumlah kalor yang dilepas oleh setiap node sirip, efisiensi sirip, dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu untuk variasi-variasi sirip yaitu (1) koefisien perpindahan kalor konveksi, (2) sudut kemiringan sirip, dan (3) jenis material bahan pada sirip.

1.4.1 Benda Uji

Geometri dari benda uji berupa sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi disajikan dalam Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Geometri Benda Uji x

(27)

Keterangan Gambar 1.1 :

Tb : suhu dasar sirip, oC

T∞ : suhu fluida, oC

L : panjang sirip, m

α : sudut kemiringan sirip

s : panjang sisi dasar sirip, m

1.4.2 Model Matematika

Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang diturunkan dari keseimbangan energi volume kontrol yang berada di dalam benda:

𝜕 𝜕𝑥[𝑘. 𝐴𝑐. 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ] − ℎ. 𝑑𝐴𝑠 𝑑𝑥 . (𝑇𝑥− 𝑇∞) = 𝜌. 𝑐. 𝑑𝑉 𝑑𝑥. 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 0 < 𝑥 < 𝐿, 𝑡 > 0 …... (1.1) 1.4.3 Kondisi Awal

Kondisi awal sirip memiliki suhu yang seragam dan merata sebesar T = Ti dan memiliki persamaan kondisi awal seperti Persamaan (1.2).

T (x,t) = T (x,0) = Ti ; 0 < x < L, t = 0 ……… (1.2) 1.4.4 Kondisi Batas

Penelitian ini memiliki dua kondisi batas yang ditentukan yaitu kondisi batas pada ujung sirip dan kondisi batas pada dasar sirip. Kondisi tersebut dinyatakan dalam Persamaan (1.3) dan Persamaan (1.4).

(28)

1.4.4.1 Kondisi Batas Dasar Sirip

Kondisi batas dasar sirip memiliki suhu yang dipertahankan tetap dari waktu ke waktu sebesar Tb.

T(x,t) = T(0,t) = Tb ; x = 0 , t ……… (1.3)

1.4.4.2 Kondisi Batas Ujung Sirip

Kondisi batas ujung sirip yang langsung bersentuhan dengan fluida mengalami perpindahan kalor secara konveksi dengan fluida sekitar.

h As (T∞ - T(x,t)) + h Asi (T∞ - T(x,t))kA∆𝑇(𝑥,𝑡) ∆𝑥 = 𝜌 c 𝑑𝑉 𝑑𝑥 ∆𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 ; x=L, t ≥ 0 ………... (1.4) Pada Persamaan (1.3) dan Persamaan (1.4) :

T(x,t) = suhu sirip pada posisi x, pada saat t, 0C Ti = suhu awal sirip, 0C

T∞ = suhu dasar sirip, 0C As = luas selimut sirip, m2

1.4.5 Asumsi

Asumsi-asumsi yang diambil pada penelitian ini :

a. Temperatur fluida dan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h di sekitar sirip diasumsikan seragam dan tetap.

b. Tidak terjadi perubahan bentuk sirip (tidak mengalami penyusutan ataupun mengalami pembesaran atau pemuaian).

(29)

c. Massa jenis dan kalor jenis diasumsikan seragam dan tidak berubah terhadap waktu, sedangkan nilai konduktivitas termal bahan (k) berubah terhadap fungsi suhu atau temperatur.

d. Tidak ada pembangkitan energi dari dalam sirip. e. Kondisi sirip dalam keadaan tak tunak.

f. Perpindahan kalor konduksi di dalam sirip terjadi hanya dalam satu arah, arah x.

g. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas dengan menggunakan metode numerik dan tidak dilakukan dengan metode analitis dan eksperimen dikarenakan adanya keterbatasan sarana dan keterbatasan waktu.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain:

a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi bagi penulis maupun pihak lain yang ingin meneliti dengan lebih dalam mengenai proses atau cara mengetahui efektivitas dan efisiensi pada suatu sirip dengan bentuk yang kompleks.

b. Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk menambah kasanah kepustakaan di perpustakaan.

(30)

8

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perpindahan Panas

Panas adalah suatu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu sistem ke sistem yang lain karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan panas adalah suatu ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Yang membedakan antara ilmu perpindahan kalor dan ilmu termodinamika adalah masalah laju perpindahan. Termodinamika membahas sistem dalam kesetimbangan, ilmu ini dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperluan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal itu disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem berada dalam keadaan tidak seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Jenis-jenis perpindahan panas antara lain adalah (1) perpindahan panas secara konduksi, (2) perpindaan panas secara konveksi, dan (3) perpindahan panas secara radiasi.

(31)

2.2 Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas melalui benda padat dari satu bagian ke bagian yang lain dengan perubahan temperatur sebagai parameternya tanpa diikuti oleh perpindahan partikelnya, dan disertai perpindahan energi kinetik dari setiap molekulnya. Perpindahan panas konduksi ini dapat terjadi apabila ada media rambat yang bersifat diam.

Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi (Sumber: Marcellus Ruben Winastwan, 2016)

Persamaan perpindahan panas secara konduksi menurut Fourier dinyatakan

dengan Persamaan (2.1). q = kA ΔT Δx = kA T1−T2 Δx ……….…. (2.1) Pada Persamaan (2.1) :

q : laju perpindahan panas konduksi, W k : konduktivitas termal bahan, W/moC

(32)

ΔT : perbedaan suhu antara titik perpindahan panas, oC Δx : jarak antara titik perpindahan panas, m

Tanda minus pada persamaan perpindahan panas secara konduksi tersebut dimaksudkan agar persamaan di atas memenuhi hukum termodinamika, yaitu panas akan mengalir dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah.

2.3 Konduktivitas Termal Material

Konduktivitas termal bahan k bukanlah sebuah konstanta yang selalu bernilai konstan, tetapi nilai konduktivitas termal bahan ini dapat berubah sesuai fungsi temperatur. Walaupun berubah sesuai fungsi temperatur, dalam kenyataannya perubahannya sangat kecil sehingga diabaikan. Selain itu, nilai konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat panas mengalir dalam bahan tertentu. Bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor dan bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal rendah dinamakan isolator. Dapat dikatakan bahwa konduktivitas termal bahan merupakan suatu besaran intensif material yang menunjukkan kemampuan material menghantarkan panas. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1 untuk memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek.

(33)

Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Berbagai Material

Bahan Konduktivitas Termal k

W/m°C BTU/(hr.ft.̊F) Logam Perak (murni) 410 237 Tembaga (murni) 385 223 Alumunium (murni) 202 117 Nikel (murni) 93 54 Besi (murni) 73 42 Baja Karbon, 1% C 43 25 Timbal (murni) 35 20,3

Baja Krom-Nikel (18%Cr, 8% Ni) 16,3 9,4

Bukan Logam

Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24

Magnesit 4,15 2,4

Batu Pasir 1,83 1,06

Kaca, jendela 0,78 0,45

Kayu maple atau ek 0,17 0,096

Serbuk gergaji 0,059 0,034 Wol kaca 0,038 0,022 Zat Cair Air raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amonia 0,540 0,312

Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085

Freon 12, CCl2F2 0,073 0,04

Gas

Hidrogen 0,175 0,101

Helium 0,141 0,081

Udara 0,024 0,0139

Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119

Karbondioksida 0,0146 0,00844

Modus lainnya adalah energi dapat berpindah sebagai getaran dalam struktur kisi-kisi bahan. Namun pada umumnya perpindahan energi melalui getaran ini tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu, penghantar listrik yang baik selalu merupakan penghantar panas yang baik pula, seperti tembaga, alumunium, dan perak. Sebaliknya, isolator listrik yang baik merupakan isolator kalor pula.

(34)

Pada suhu tinggi, perpindahan energi pada bahan isolator seperti kaca, jendela, atau wol kaca berlangsung dalam beberapa cara : konduksi melalui bahan berongga atau padat; konduksi melalui udara yang terkurung dalam rongga-rongga; dan jika suhu cukup tinggi, melalui radiasi.

2.4 Perpindahan Panas Konveksi

Konveksi adalah proses perpindahan panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi, gerakan mencampur oleh fluida cair atau gas. Gerakan fluida merupakan hasil dari perbedaan massa jenis dikarenakan perbedaan termperatur. Awalnya perpindahan panas konveksi diawali dengan mengalirnya panas secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut, yang diikuti dengan perpindahan partikelnya ke arah partikel yang memiliki energi dan temperatur yang lebih rendah dan hasilnya, partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur.

(35)

Persamaan perpindahan panas secara konveksi dinyatakan dengan Persamaan (2.2)

qkonv = h As (Tw - T∞) ……… (2.2) Pada Persamaan (2.2) :

qkonv : laju perpindahan panas konveksi, W

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2oC As : luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida, m2

Tw : suhu permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida, oC T∞ : suhu fluida di sekitar benda, oC

Di sini laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan. Perhitungan analitis atas h dapat dilakukan dengan beberapa sistem. Untuk situasi yang rumit, h harus ditentukan dengan percobaan. Koefisien perpindahan kalor konveksi kadang-kadang disebut konduktans film (film conductance) karena hubungannya dengan proses konduksi pada lapisan fluida diam yang tipis pada muka dinding.

Perpindahan kalor konveksi bergantung pada viskositas fluida di samping ketergantungannya kepada sifat-sifat termal fluida itu (konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan, dan karena itu, mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding. Nilai kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi ditunjukkan pada Tabel 2.2.

(36)

Tabel 2.2 Nilai Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi (J.P Holman, halaman 12)

Menurut cara menggerakkan alirannya, konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) konveksi bebas (free convection) dan (2) konveksi paksa (forced

convection).

2.4.1 Konveksi Bebas

Konveksi bebas terjadi dikarenakan adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan temperatur. Misalkan ada sebuah benda di sambung dalam suatu fluida yang suhunya lebih tinggi atau lebih rendah daripada suhu benda tersebut. Akibat adanya perbedaan suhu, panas mengalir di antara benda sehingga fluida yang berada dekat benda mengalami perubahan rapat massa. Perbedaan rapat massa ini akan menimbulkan arus konveksi. Fluida dengan rapat

(37)

massa yang lebih kecil akan mengalir ke atas sedangkan fluida dengan rapat massa yang lebih besar akan turun ke bawah. Jika gerakan fluida ini terjadi hanya disebabkan adanya perbedaan rapat massa akibat adanya perbedaan suhu, maka mekanisme perpindahan panas seperti inilah yang disebut konveksi bebas.

Untuk menghitung besarnya perpindahan panas konveksi bebas, perlu diketahui terlebih dahulu koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan memanfaatkan bilangan Nusselt. Untuk mencari besarnya bilangan Nusselt, perlu diketahui terlebih dahulu besar bilangan Rayleigh.

2.4.1.1 Bilangan Rayleigh (Ra)

Bilangan Rayleigh (Ra) dapat dicari dengan menggunakan Persamaan (2.3) Ra = Gr Pr = gβ(Ts−T∞)ὁ v2 2 Pr ... (2.3) Dimana β = 1 Tf dan Tf = Ts−T∞ 2 Pada Persamaan (2.3) : Pr : bilangan Prandtl Gr : bilangan Grashof g : percepatan gravitasi, m/s2

ὁ : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal ὁ = L, m Ts : suhu dinding, K

T∞ : suhu fluida, K Tf : suhu film, K

(38)

2.4.1.2 Bilangan Nusselt (Nu)

Bilangan Nusselt (Nu) untuk konveksi bebas dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.4). Untuk Ra < 1012 Nu = 0,60 + ( 0,387 Ra1/6 (1+(0,559/Pr)9/16)8/27) 2 ………. (2.4) Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi. Nu = h ὁ k atau h = Nu k ὁ ……… (2.5) Pada Persamaan (2.5) : Nu : bilangan Nusselt

k : konduktivitas termal fluida, W/moC

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2oC

2.4.2 Konveksi Paksa

Konveksi paksa merupakan proses perpindahan panas konveksi yang ditandai dengan adanya flluida yang bergerak disebabkan oleh alat bantu seperti kipas dan pompa. Koefisien perpindahan panas ini lebih besar dibandingkan dengan konveksi bebas sehingga proses pendinginan berlangsung lebih cepat. Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi (h), dapat dihitung menggunakan bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt dapat dicari dengan menggunakan Bilangan Reynold. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai

(39)

dengan aliran fluidanya, karena bilangan Nusselt untuk setiap aliran fluida berbeda-beda.

2.4.2.1 Aliran Laminer

Syarat aliran laminar adalah Rex <5 x 105 dan Bilangan Reynold dapat dicari dengan menggunakan Persamaan (2.6).

Rex = ρ U∞ L

µ ..………..(2.6)

Untuk persamaan Nusselt dengan x=0 sampai dengan x=L : Nu = h L

kf = 0,644 ReL

1/2Pr1/3 ……….……...(2.7)

2.4.2.2 Aliran Turbulen

Syarat aliran turbulen adalah 5 x 105 < Rex < 107 dan persamaan Nusselt dengan x=0 sampai dengan x=L.

Nu = h L

kf = 0,037 ReL

4/5Pr1/3 ……….. (2.8)

2.4.2.3 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Paksa

Untuk berbagai geometri benda, koefisien perpindahan panas rata-rata dapat dihitung dengan Persamaan (2.9).

h L kf = C( U∞ L vf ) n Pr1/3……….. (2.9)

Pada Persamaan (2.6) hingga Persamaan (2.9) Re : bilangan Reynold

(40)

Pr : bilangan Prandtl

vf : viskositas kinematik fluida, m2/detik L : panjang dinding, m

U∞ : kecepatan aliran fluida, m/s µ : viskositas dinamik, kg/ms ρ : massa jenis fluida, kg/m3

kf : konduktivitas termal fluida, W/moC

h : koefisien perpindahan kalor konveksi fluida, W/m2C

Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan tertera pada Tabel (2.3) Tabel 2.3 Nilai Konstanta C dan n Untuk Bentuk Silinder (Sumber: J.P Holman,

1995, Hal 268) Re C N 0,4 – 4 0,989 0,330 4 – 40 0,911 0,385 40 – 4000 0,683 0,466 400 – 40.000 0,193 0,618 40.000 – 400.000 0,0266 0,805

Sedangkan untuk mengetahui koefisien perpindahan kalor konveksi paksa dari silinder yang tidak bundar, nilai konstanta C dan n ditentukan pada Tabel (2.4).

(41)

Tabel 2.4 Nilai Konstanta C dan n pada Benda dengan Bentuk Penampang Bukan Lingkaran (Sumber: J.P Holman, 1995, Hal 271)

2.5 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi merupakan proses perpindahan panas tanpa melalui molekul perantara. Proses perpindahan panas ini terjadi melalui perambatan gelombang elektromagnetik. Semua benda memancarkan radiasi secara terus menerus tergantung pada suhu dan sifat permukaannya. Energi radiasi bergerak dengan kecepatan 3x108 m/s.

Radiasi ini biasanya dalam bentuk Gelombang Elektromagnetik (GEM) yang berasal dari matahari. Sinar Gelombang Elektromagnetik tersebut dibedakan berdasarkan panjang gelombang dari frekuensinya. Semakin besar panjang gelombang semakin kecil frekuensinya. Energi radiasinya tergantung dari besarnya frekuensi dalam arti semakin besar frekuensi, semakin besar energi radiasinya. Sinar Gamma adalah gelombang elektromagnetik dan sinar radioaktif dengan energi radiasi terbesar.

(42)

Dalam kasus ini, terdapat hal yang disebut dengan radiasi benda hitam, yang memaparkan bahwa semakin hitam benda tersebut, maka energi radiasi yang dipaparkannya juga semakin besar. Oleh karena itu, warna hitam dikatakan sempurna menyerap panas, sedangkan warna putih mampu memantulkan panas atau cahaya dengan sempurna sehingga emisivitas bahan (kemampuan menyerap panas) untuk warna hitam ialah e = 1.

q = ε σ A (T14-T24) …………..……… (2.10) Pada Persamaan (2.10) :

q : laju perpindahan panas radiasi, W ε : emisivitas bahan

σ : konstanta Stefan Boltzmann (5,67x10-8), W2/m2K4 A : luas permukaan benda, m2

T1 : suhu mutlak, K T2 : suhu fluida, K

2.6 Sirip

Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempercepat laju perpindahan panas dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suatu benda mengalami perpindahan panas secara konveksi, maka laju perpindahan panas dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip sehingga luas permukaan benda semakin luas dan pendinginannya semakin cepat. Berbagai jenis muka sirip dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(43)

Gambar 2.3 Berbagai Jenis Bentuk Sirip (Sumber: Y. A. Cengel)

Manfaat sirip yang maksimum tidak didapatkan berdasarkan panjang sebuah sirip. Namun, efisiensi maksimum suatu sirip bisa didapatkan dari kuantitas material sirip (massa, volume, atau biaya), dan proses memaksimumkan ini jelas mempunyai arti ekonomi. Perlu dicatat pula bahwa sirip yang dipasang pada muka perpindahan kalor tidak selalu mengakibatkan peningkatan laju perpindahan kalor. Jika nilai h, koefisien konveksi, besar sebagaimana pada fluida berkecepatan tinggi atau zat cair mendidih, maka sirip dapat mengakibatkan berkurangnya perpindahan kalor. Hal ini disebabkan karena dibandingkan dengan tahanan konveksi, tahanan konduksi merupakan halangan yang lebih besar terhadap aliran kalor.

2.7 Laju Perpindahan Panas

Laju perpindahan panas merupakan jumlah panas yang dilepas oleh sirip. Laju aliran panas yang dilepas sirip sesungguhnya dinyatakan dengan qaktual dan laju aliran panas maksimum dinyatakan dengan qmaks. Panas maksimal dapat

(44)

terjadi jika seluruh permukaan sirip memiliki sushu yang sama dengan suhu dasar sirip. Besar perpindahan panas dapat diketahui dengan Persamaan (2.11).

q=∑ni=1 𝑞𝑖 ……….(2.11) q = ∑ni=1 ℎ(Asi(Ti −T∞))

Pada persamaan (2.11):

q = laju perpindahan panas, W

h = koefisien perpindahan kalor konveksi bahan, W/m2oC n = jumlah volume control pada sirip

Asi = luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida di posisi i, m2 Ti = suhu permukaan sirip pada volume kontrol i, oC

T∞ = suhu fluida di sekitar sirip, oC

2.8 Efisiensi Sirip

Efisiensi sirip dapat dihitung melalui perbandingan antara banyaknya kalor yang dilepas dengan banyaknya kalor yang dipindahkan jika seluruh sirip suhunya sama dengan suhu dasar sirip dan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.12).

η = ∑𝑛𝑖=1qi ℎ𝐴𝑠𝑓(𝑇𝑏−T∞) = ∑𝑛𝑖=1hAsi (𝑇𝑖−𝑇∞) ℎ𝐴𝑠𝑓(𝑇𝑏−T∞) ……….. (2.12) Pada Persamaan (2.12) : η : efisiensi sirip

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2oC n : jumlah volume kontrol

(45)

Asf : luas permukaan seluruh sirip yang bersentuhan dengan fluida, m2 Ti : suhu permukaan sirip pada volume control i, oC

T∞ : suhu fluida di sekitar sirip, oC Tb : suhu dasar sirip, oC

2.9 Efektivitas Sirip

Efektivitas sirip merupakan perbandingan antara panas yang dilepas sirip sesungguhnya dengan panas yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa sirip dan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.13)

ε = ∑𝑛𝑖=1qi ℎ𝐴𝑐0(𝑇𝑏−T∞) = ∑𝑛𝑖=1hAsi (𝑇𝑖−𝑇∞) ℎ𝐴𝑐0(𝑇𝑏−T∞) ………...………(2.13) Pada persamaan (2.13) : ε : efektivitas sirip

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2oC

Asi : luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida, m2 Ac0 : luas penampang pada dasar sirip, m2

Tsi : suhu sirip pada volume kontrol ke i, oC T∞ : suhu fluida di sekitar sirip, oC

(46)

2.10 Tinjauan Pustaka

Firmansyah, B. (2009) melakukan penelitian perpindahan panas pada perangkat elektronik, tepatnya dalam penggunaan water-block pada pendingin CPU. Penelitian ini menggunakan data input yang berbeda pada sirip yang digunakan. Nilai distribusi temperatur yang diperoleh pun berbeda-beda baik pada tanpa sirip, panjang sirip yang kecil, sedang, maupun yang panjang di setiap node maupun elemennya. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa besar maupun kecilnya pendinginan temperatur disebabkan karena beda panjang sirip, walaupun memiliki koefisien konveksi yang sama di setiap analisa. Kesimpulan yang diperoleh pun water block CPU yang menggunakan sirip lebih panjang memiliki nilai perpindahan kalor yang lebih baik dibanding yang menggunakan sirip lebih pendek.

Supriyono (2005) melakukan penelitian perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Proses perhitungan yang digunakan dalam perpindahan panas tidak hanya dilakukan melalui pengamatan langsung, namun juga melalui perhitungan numeris. Dalam menggunakan perhitungan numeris, para peneliti maupun praktisi saat ini banyak yang masih menggunakan metode beda hingga. Salah satu metode penyelesaian yang saat ini sedang dikembangkan adalah penggunaan metode elemen hingga. Dengan menggunakan metode elemen hingga, ada banyak domain yang mampu terselesaikan, tidak hanya segi empat, segi tiga, ataupun segi lima. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode elemen hingga perhitungan perubahan panas akan lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan metode beda hingga.

(47)

Perangkat lunak yang dibangun juga dapat untuk menghitung perambatan panas untuk banyak elemen seberapapun.

Miriam, Sarah (2011) melakukan penelitian dan membuat suatu program yang dapat melakukan komputasi distribusi suhu pada suatu sistem yang dalam keadaan tunak. Bentuk geometri sistem yang dipilih adalah penurunan persamaan perpindahan panas. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, program komputasi distribusi suhu yang dirancang menggunakan metode LSOR, melalui pendekatan beda hingga, dalam bahasa MATLAB, telah berhasil dirancang dan dapat berfungsi dengan semestinya. Secara umum, tingkat ketelitian dari program komputasi ini dapat dikatakan cukup tinggi. Hasil keluaran dari program ini divisualisasikan oleh MATLAB dalam grafik kontur dan grafik dua dimensi yang berwarna. Perbedaan derajat panas ditunjukkan oleh perbedaan warna pada grafik. Novianarenti, Eky (2016) melakukan penelitian guna mengetahui karakteristik aliran dan perpindahan panas diluar pipa yang mengalir secara

crossflow. Salah satunya adalah dengan melakukan modifiasi susunan pipa pada

daerah surface condenser untuk mengurangi gaya dinamik akibat tumbukan aliran fluida di jajaran pipa kritis dengan tidak mengurangi tujuan dari desain sebuah

surface condenser yaitu untuk mengembunkan exhaust steam menjadi air murni

sehingga mungkin kembali ke generator uap sebagai boiler feed water. Dan didapatkan penggunaan device berupa rectangular plate yang ditambahkan di daerah kritis pada tube banks condenser yang tersusun staggered memiliki pengaruh terhadap karakteristik perpindahan panas. Hal tersebut dikarenakan

(48)

adanya peningkatan kecepatan di daerah sekitar tube tersebut dan berkontribusi terhadap penurunan tekanan.

Istanto, Tri dan Juwana, Wibawa Edra (2010) melakukan penelitian dan menguji karakteristik perpindahan panas dan penurunan tekanan dari susunan sirip-sirip pin silinder tirus dalam saluran udara segiempat. Sirip-sirip pin disusun secara segaris dan selang-seling. Temperatur rata-rata permukaan plat dasar dijaga konstan sebesar 60oC. Sirip-sirip pin terbuat dari bahan duralumin dengan tinggi 75 mm, diameter dasar dan dimeter ujung berturut-turut 12,7 mm dan 7 mm, dan jarak antar titik pusat sitip dalam arah melintang aliran udara. Penghitungan laju perpindahan panas menunjukan bahwa susunan segaris dan selang-seling dari sirip pin silinder tirus menyebabkan peningkatan perpindahan panas relatif terhadap permukaan halus (tanpa sirip).

(49)

27 BAB III

PERSAMAAN DISKRIT DI SETIAP VOLUME KONTROL

3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol

Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi memiliki kondisi awal berupa suhu yang seragam disetiap posisi atau titiknya, yang sama dengan suhu pada dasar siripnya, yang diterapkan memiliki suhu sebesar Ti = Tb =100oC. Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi dengan nilai konduktivitas termal k=k(T) ini dikondisikan pada lingkungan yang baru yang memiliki suhu fluida T∞ dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) yang tetap dan merata dari waktu ke waktu. Penyelesaian persoalan ini dengan metode komputasi, dilakukan dengan membagi benda sirip menjadi elemen-elemen kecil yang dinamakan dengan volume kontrol. Kesetimbangan energi yang terjadi pada volume kontrol dipergunakan untuk mendapatkan suhu di setiap posisi sirip.

(50)

Kesetimbangan energi pada volume kontrol (Gambar 3.1) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, seperti yang tertera pada Persamaan (3.1).

Ein – Eout - Eq= Es ... (3.1) Untuk Eq = 0, persamaan dapat dinyatakan dengan:

(Ein – Eout) = Es ... (3.2) Untuk Eout = 0, persamaan dapat dinyatakan dengan:

(Ein) = (Es) ... (3.3) Keterangan:

Ein : jumlah energi yang masuk ke volume kontrol dalam selang waktu ∆t Eout : jumlah energi yang keluar dari volume kontrol dalam selang waktu ∆t Es : jumlah energi yang tersimpan di dalam volume kontrol dalam selang

waktu ∆t

Eq : energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol dalam selang waktu ∆t

(51)

3.2 Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan

Langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan distribusi suhu pada sirip adalah dengan cara membagi benda uji, dalam hal ini adalah sirip, ke dalam elemen-elemen kecil yang disebut volume kontrol yang memiliki volume kontrolnya sebesar Δx. Pada Gambar 3.3, disajikan gambar sirip yang dibagi menjadi banyak elemen kecil yang disebut dengan volume kontrol.

Gambar 3.3 Pembagian Sirip Menjadi Banyak Volume Kontrol Dalam Sirip (Sumber: Marcellus Ruben Winastwan, 2016)

Dalam penelitian ini, sirip dibagi ke dalam 100 elemen kecil atau volume kontrol. Untuk mendapatkan hasil yang presisi dan akurat, benda uji dapat dibagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Semakin banyak pembagian volume kontrolnya atau semakin kecil tebal setiap volume kontrolnya, maka distribusi suhu yang dapat diketahui dari benda uji semakin presisi dan akurat.

(52)

3.2.1 Persamaan Numerik Untuk Volume Kontrol di Dasar Sirip

Suhu dasar sirip merupakan suhu pada volume kontrol di dasar sirip, dimana suhu dasar sirip sudah diketahui dari persoalan yang diberikan, yaitu sebesar Tb.

Gambar 3.4 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang Terletak di Dasar (Sumber: Marcellus Ruben Winastwan, 2016)

Suhu pada volume kontrol untuk i =1 atau yang terletak pada batas kiri atau pada dasar sirip (T1) ditentukan oleh Persamaan (3.4)

(53)

3.2.2 Penurunan Persamaan Numerik untuk Volume Kontrol di Posisi Antara Dasar Sirip dengan Ujung Sirip

Kesetimbangan energi untuk volume kontrol yang terletak di antara dasar sirip dan ujung sirip disajikan dalam gambar seperti Gambar 3.5

Gambar 3.5 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol yang Terletak Antara Dasar Sirip dan Ujung Sirip

(Sumber: Marcellus Ruben Winastwan, 2016)

Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan dalam Persamaan (3.5) 

n i qi 1 m c 𝛥𝑇 𝛥𝑡 = ρ Vi c 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛 Δt ... (3.5) Pada Persamaan (3.5) :

  n i qi 1 i q i

 3 1 = q1 + q2 + q3

(54)

Pada Persamaan (3.5) : q1 = 𝑘𝑖−1/2𝑛 Ai-1/2 𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 q2 = 𝑘𝑖+1/2𝑛 Ai+1/2 𝑇𝑖+1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 q3 = h Asi (T∞-Tin) m = ρ Vi Keterangan:

q1 : perpindahan kalor konduksi dari volume kontrol i-1 ke volume kontrol i, W

q2 : perpindahan kalor konduksi dari volume kontrol i+1 ke volume kontrol i, W

q3 : perpindahan kalor konveksi dari fluida ke permukaan volume kontrol i, W

m : massa sirip, kg

ρ : massa jenis bahan sirip, kg/m3

Vi : volume kontrol sirip pada posisi i, m3

Diperoleh i q i

 3 1 = m c 𝛥𝑇 𝛥𝑡 = ρ Vi c 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑡 = 𝑘𝑖−1/2𝑛 Ai-1/2 𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 + 𝑘𝑖+1/2 𝑛 A i+1/2 𝑇𝑖+1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 + h Asi (T∞-Ti n) = ρ Vi c 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑡 ... (3.6)

(55)

Jika Persamaan (3.6) dikali dengan Δx, maka akan diperoleh Persamaan (3.7) Tin+1 – Tin = ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘𝑖−1/2 𝑛 . 𝐴 𝑖−1/2(𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + 𝑘𝑖+1/2𝑛 . 𝐴𝑖+1/2(𝑇𝑖+1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇− 𝑇𝑖𝑛)]……...………. (3.7)

Dengan memindahkan ruas ke sebelah kanan sedemikian rupa, maka dapat diketahui nilai Tin+1 seperti yang tertera pada Persamaan (3.8)

Tin+1= ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘𝑖−1/2 𝑛 . 𝐴 𝑖−1/2(𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + 𝑘𝑖+1/2𝑛 . 𝐴𝑖+1/2(𝑇𝑖+1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇− 𝑇𝑖𝑛)]+ Tin ……….... (3.8)

Dari Persamaan (3.8) dapat dicari nilai Tin+1 dengan cara memindahkan ruas sedemikian rupa dari Persamaan (3.8) sehingga diperoleh unsur yang terdapat Tin+1 dalam ruas yang berbeda seperti yang terlihat pada Persamaan (3.9).

Tin+1= ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘𝑖−1/2 𝑛 . 𝐴 𝑖−1/2(𝑇𝑖−1𝑛 ) − 𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12(𝑇𝑖 𝑛) + 𝑘 𝑖+1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖+12(𝑇𝑖+1 𝑛 ) − 𝑘𝑖+1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖+12(𝑇𝑖 𝑛) + ℎ𝐴 𝑠𝑖∆𝑥(𝑇∞) − ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇𝑖𝑛)]+ Tin ……….... (3.9) Nilai ∆𝑡

𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖 yang berada di ruas kanan Persamaan (3.9) dikalikan ke dalam nilai masing-masing suhu dan dengan mengelompokkan nilai tiap-tiap suhu terkhusus Tin maka akan menghasilkan Persamaan (3.10)

(56)

Tin+1=⌈{ ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖 (𝑘𝑖−1/2 𝑛 . 𝐴 𝑖−1/2)} (𝑇𝑖−1𝑛 ) − {(−1) + (( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12+ 𝑘 𝑖+12 𝑛 . 𝐴 𝑖+12+ ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥))} (𝑇𝑖 𝑛) + { ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖(𝑘𝑖+12 𝑛 . 𝐴 𝑖+12)} (𝑇𝑖+1 𝑛 ) + { ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖(ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} (𝑇∞)⌉ ... (3.10)

Syarat Stabilitas Persamaan (3.9) dapat dicari dengan cara sebagai berikut:

-{(−1) + (( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12+ 𝑘𝑖+1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖+12+ ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥))} ≥ 0 ………….... (3.11) 1-{( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−12 𝑛 . 𝐴 𝑖−1 2 + 𝑘 𝑖+12 𝑛 . 𝐴 𝑖+1 2 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≥ 0 ……… (3.12) -{( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−12 𝑛 . 𝐴 𝑖−1 2 + 𝑘 𝑖+12 𝑛 . 𝐴 𝑖+1 2 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≥ -1 ………. (3.13) {( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−12 𝑛 . 𝐴 𝑖−1 2 + 𝑘 𝑖+12 𝑛 . 𝐴 𝑖+1 2 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≥ 1 ……… (3.14) ∆𝑡≤ 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖 (𝑘 𝑖−12 𝑛 .𝐴 𝑖−1 2 +𝑘 𝑖+12 𝑛 .𝐴 𝑖+1 2 +ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥) ………... (3.15)

Syarat stabilitas pada Persamaan (3.15) merupakan syarat yang menentukan besarnya selang waktu ∆t dari n ke n+1 dalam Persamaan (3.9). Jika ∆t lebih kecil daripada syarat stabilitas, maka hasil atau data yang didapat semakin akurat, tetapi jika ∆t lebih besar dari syarat stabilitas, maka hasilnya tidak masuk akal (hasilnya tidak konvergen).

Keterangan :

𝑇𝑖𝑛+1 : suhu pada volume kontrol di posisi i, pada saat n+1, oC

(57)

𝑇𝑖+1𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i+1, pada saat n, oC

𝑇𝑖𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i, pada saat n, oC

T∞ : suhu fluida di sekitar sirip, oC

Δt : selang waktu, detik

Δx : tebal volume kontrol, m

𝑘𝑖−1/2 : nilai konduktifitas termal bahan sirip pada posisi i-1/2, W/m2oC

𝑘𝑖+1/2 : nilai konduktifitas termal bahan sirip pada posisi i+1/2, W/m2oC

h : koefisien perpindahan kalor konveksi sirip, W/m2oC

Vi : volume dari volume kontrol sirip pada posisi i, m3

Ai+1/2 : luas penampang dari volume kontrol sirip pada posisi i+1/2, m2

Ai-1/2 : luas penampang dari volume kontrol sirip pada posisi i-1/2, m2

Asi : luas selimut dari volume kontrol sirip pada posisi i, m2

ρ : massa jenis bahan sirip, kg/m3

c : kalor jenis bahan sirip, J/kgoC

3.2.3 Penurunan Persamaan Numerik untuk Volume Kontrol di Posisi Ujung Sirip

Kesetimbangan energi pada volume kontrol di posisi ujung sirip disajikan seperti Gambar 3.6.

(58)

Gambar 3.6 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang terletak di Ujung Sirip

Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan seperti Persamaan (3.16). i q n i

1 = m c 𝛥𝑇 𝛥𝑡 = ρ c Vi 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑡 ... (3.16) Pada Persamaan (3.16)

  n i qi 1 i q i

 1 = q1 + q2 + q3 Pada Persamaan (3.16) q1 = 𝑘𝑖−1/2𝑛 Ai-1/2 𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 q2 = h Ai (T∞-Tin) q3 = h Asi (T∞-Tin) m = ρ Vi

(59)

Keterangan :

q1 : perpindahan kalor konduksi dari volume kontrol i-1 ke volume kontrol i, W

q2 : perpindahan kalor konveksi yang keluar melalui penampang ujung sirip, W

q3 : perpindahan kalor konveksi yang keluar melalui selimut ujung sirip, W

m : massa sirip, kg

ρ : massa jenis bahan sirip, kg/m3

Vi : volume kontrol pada ujung sirip, m3

Diperoleh i q n i

1 = m c 𝛥𝑇 𝛥𝑡 = ρ V c 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑡 𝑘𝑖−1/2𝑛 Ai-1/2 𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑥 + h Ai (T∞-Ti n) + h A si (T∞-Tin) = ρ Vi c 𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛 𝛥𝑡 ……….. (3.17)

Jika Persamaan (3.17) dikali dengan Δx, maka akan diperoleh Persamaan (3.18)

𝑘𝑖−1/2𝑛 𝐴𝑖−1 2

(𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎ Δ𝑥 𝐴𝑖( 𝑇𝑛− 𝑇𝑖𝑛) + h Δ𝑥 𝐴𝑠𝑖 (𝑇𝑛−

𝑇𝑖𝑛) = 𝜌 𝑐 𝑉𝑖 ∆𝑥 [𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛

(60)

Dari Persamaan (3.18) dapat dicari nilai 𝑇𝑖𝑛+1 dengan cara memindahkan ruas sedemikian rupa dari Persamaan (3.18) sehingga diperoleh unsur 𝑇𝑖𝑛+1 dalam ruas yang berbeda seperti yang terlihat pada Persamaan (3.19).

𝑇𝑖𝑛+1 = ( Δ𝑡 𝜌 𝑐 𝑉𝑖 ∆𝑥) [𝑘𝑖−1/2 𝑛 𝐴 𝑖−12(𝑇𝑖−1 𝑛 − 𝑇 𝑖𝑛) + ℎ Δ𝑥 𝐴𝑖( 𝑇∞ − 𝑇𝑖𝑛) + h Δ𝑥 𝐴𝑠𝑖( 𝑇 − 𝑇𝑖𝑛) ] + 𝑇𝑖𝑛 ... (3.19)

Persamaan (3.19) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai suhu pada node yang terletak di ujung bagian sirip. Untuk mengetahui nilai 𝑇𝑖𝑛+1 yang lebih jelas Persamaan (3.19) dapat diuraikan kembali menjadi Persamaan (3.20). Tin+1=( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) [𝑘𝑖−1/2 𝑛 . 𝐴 𝑖−1/2(𝑇𝑖−1𝑛 ) − 𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12(𝑇𝑖 𝑛) + ℎ𝐴 𝑠𝑖∆𝑥(𝑇∞) − ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇𝑖𝑛) + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇∞) − ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥(𝑇𝑖𝑛)] + 𝑇𝑖𝑛 ………... (3.20) Nilai ∆𝑡

𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖 yang berada di ruas kanan Persamaan (3.20) dikalikan ke dalam nilai masing-masing suhu dan dengan mengelompokkan nilai tiap-tiap suhu terkhusus Tin maka akan menghasilkan Persamaan (3.21).

Tin+1=[{ ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖(𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴𝑖−1 2 )} (𝑇𝑖−1𝑛 ) − {(−1) + (( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴𝑖−1 2 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥))} (𝑇𝑖𝑛) + {𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖∆𝑡 ((ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥))} (𝑇)] ……… (3.21)

(61)

Syarat stabilitas Persamaan (3.19) dapat dicari dengan cara sebagai berikut: -{(−1) + (( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−12 𝑛 . 𝐴 𝑖−1 2 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥))} ≥ 0 ………..……. (3.22) 1-{( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12+ ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≥ 0 ……….... (3.23) -{( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−1 2 𝑛 . 𝐴 𝑖−12+ ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≥ -1………..…… (3.24) {( ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖) (𝑘𝑖−12 𝑛 . 𝐴 𝑖−12+ ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥 + ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥)} ≤ 1……….…... (3.25) ∆𝑡≤ 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖 (𝑘 𝑖−1 2 𝑛 .𝐴 𝑖−12+ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥+ℎ𝐴𝑠𝑖∆𝑥) ……….……… (3.26)

Syarat stabilitas pada Persamaan (3.26) merupakan syarat yang menentukan besarnya selang waktu ∆t dari n ke n+1 dalam Persamaan (3.20). Jika ∆t lebih kecil daripada syarat stabilitas, maka hasil atau data yang didapat semakin akurat, tetapi jika ∆t lebih besar dari syarat stabilitas, maka hasilnya tidak masuk akal (atau tidak konvergen).

Keterangan :

𝑇𝑖𝑛+1 : suhu pada volume kontrol i, pada saat n+1, oC

𝑇𝑖−1𝑛 : suhu pada volume kontrol i-1, pada saat n, oC

𝑇𝑖𝑛 : suhu pada volume kontrol i, pada saat n, oC

T∞ : suhu fluida, oC

Referensi

Dokumen terkait

1) Keolahragaan di lingkungan sekolah, dibina langsung oleh pemerintah. 2) Keolahragaan di lingkungan masyarakat, dibina oleh masyarakat sendiri, dengan bimbingan

• Double reported; • PA dilaporkan PB; • Create demand; • Perkuat jaringan pelayanan; • Disiplin pelaporan; CPR naik, tapi TFR juga naik; • Peserta KB kebanyakan usia tua

Pengacakan dan Tata Letak Percobaan RBSL Model Linier dan Analisis Ragam Contoh Penerapan Pendahuluan..

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

Agenda : Membahas isu-isu terkait Hubungan Pusat dan Daerah serta antar Daerah dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia dan Asosiasi Pemerintah Kota

Tinjauan kontrak untuk memastikan kontraktor mengerti isi dokumen pengadaan jasa, kontrak dan adendum kontrak. Pihak-pihak yang terlibat dalam penandatanganan kontrak harus

Sedangkan tujuan utama dari persoalan transportasi adalah untuk mencapai biaya yang serendah-rendahnya (minimum) atau mencapai jumlah laba yang sebesar-besarnya

dilarapkeun dina pangajaran nulis, salasahijina nya éta Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Modél pangajaran CIRC sorangan bisa kagolong kana